PENGINDERAAN SPEKTRUM PADA RADIO
KOGNITIF MENGGUNAKAN METODE
MATCHED FILTER
Andreaz dan Wirawan
Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Sukolilo,Surabaya - 60111, Indonesia
E-mail : [email protected], [email protected]
Abstrak—Seiring dengan berkembangnya teknologi komunikasi nirkabel di dunia, konsumsi energi yang besar tidak bisa terelakkan. Penggunaan energi yang banyak dan semakin banyaknya penggunaan perangkat telekomunikasi akan menghasilkan berbagai emisi yang mempengaruhi lingkungan sekitarnya. Untuk itulah dunia saat ini dengan gencarnya menggalakkan “Green Communication” demi mengatasi permasalahan ini. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan menggunakan teknologi “Cognitive Radio”. Teknologi ini akan menyediakan spektrum frekuensi lebih efisien agar spektrum - spektrum yang tidak terpakai bisa digunakan oleh user dan penggunaan teknologi Cognitive Radio ini tidak akan menimbulkan interferensi antar pengguna. Salah satu cara untuk mengefisienkan spectrum adalah dengan menggunakan spectrum characterization atau lebih dikenal dengan nama spectrum sensing.
Spectrum sensing merupakan teknik yang digunakan pada cognitive radio untuk mendeteksi adanya spectrum holes agar bisa dimanfaatkan oleh primary user. Teknik sensing yang digunakan disini adalah matched filter. Untuk mendapatkan hasil sensing yang optimal matched filter harus mempunyai level threshold yang optimal juga. Level threshold yang optimal untuk suatu input berbeda-beda karena masing-masingnya dipengaruhi oleh SNR sinyal. Untuk SNR yang digunakan sebesar 10dB, level threshold yang optimal adalah pada level 0.7.
Kata kunci – Green Commnication; Cognitive radio; Spectrum Sensing; Matched Filter; Spectrum Holes; Primary User)
I. PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi telekomunikasi yang semakin maju mengakibatkan adanya penggunaan perangkat telekomunikasi yang semakin banyak juga. Penggunaan perangkat telekomunikasi akan berimbas kepada sumber daya telekomunikasi yaitu spektrum. Semakin banyak pengguna yang menggunakan perangkat telekomunikasi maka spectrum yang digunakan juga akan semakin banyak sehingga lama kelamaan akan muncul adanya kelangkaan spectrum. Untuk mengatasi ini semua dikembangkanlah sebuah radio yang mempunyai kemampuan adaptasi dengan lingkungan sekitarnya atau yang lebih dikenal dengan radio kognitif. Radio kognitif ini sebuah system radio pintar yang mampu
mengefisienkan penggunaan spectrum, energy, maupun penggunaan sumber daya lainnya.
Gambar 1. Lingkaran radio kognitif
Untuk mengefisiensikan penggunaan spectrum dalam suatu jaringan radio digunakan beberapa metode, salah satunya adalah melakukan penginderaan spektrum(spectrum sensing). Penginderaan spectrum merupakan komponen yang
sangat penting pada radio kognitif karena merupakan langkah awal untuk melakukan pemroresan spectrum yang dapat digunakan oleh user lain, sehingga penggunan spektrum dapat
dioptimalkan guna mengatasai kelangkaan spektrum. Penginderaan spectrum dapat dilakukan dengan dua metode yaitu cooperative dan non-cooperative. Paper ini
mengemukakan teknik non-cooperative yang dapat digunakan
untuk melakukan penginderaan spectrum. Teknik
non-cooperative yang digunakan juga terdiri dari beberapa macam
tetapi yang akan dibahas pada paer ini adalah teknik matched filter.
II. TEORIPENUNJANG
A. Teknik Penginderaan Spektrum
Penginderaan spectrum dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu cooperative dan non-cooperative. Pada paper ini
teknik yang digunakan adalah non-cooperative. Teknik yang
digunakan pada non-cooperative inipun bermacam-macam, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 2. Metode penginderaan spektrum
Teknik yang digunakan untuk melakukan penginderaan spektrum(spectrum sensing) berdasarkan transmitter detection
adalah Energy Detection, Matched Filter Detection dan Cyclostationery Detection. Pada transmitter detection signal
yang diterima oleh Secondary User(SU) dimodelkan dalam
hipotesis berikut :
(1)
B. Matched Filter Detection
Salah satu teknik yang sangat terkenal untuk mengidentifikasi suatu sinyal adalah Matched Filter. Syarat
untuk menggunakan matched filter ini pada sisi penerima
adalah sinyal yang akan di filter haruslah yang mempunyai informasi yang lengkap mengenai parameter-paremeter yang digunakannya. Kelebihan menggunakan teknik ini adalah sangat optimal untuk memperbesar nilai SNR jika noise yang mempengaruhi adalah White Gaussian Noise atau yang lebih
dikenal dengan AWGN. Blok diagram dari penginderaan spectrum menggunakan metode teknik matched filter ini dapat dilihat pada gambar beikur ini :
Gambar 3. Blok diagram matched filter Untuk menentukan threshold pada matched filter digunakan persamaan probabilitas deteksi dan probabilitas
false alarm yang sesuai dengan persamaan berikut ini :
(2)
(3)
Dimana Q merupakan Q-function distribution, E adalah Energy sinyal, λ adalah level threshold dan σ2 merupakan
variansi noise.
C. IEEE 802.11a
IEEE 802.11a merupakan amandemen IEEE 802.11 mengenai spesifikasi jaringan local nirkabel(wireless) yang menggunakan system komunikasi OFDM(Orthogonal Frequency Division Multiplexing). Jaringan ini mendukung komunikasi nirkabel yang beroperasi pada range frekuensi 5GHz sampai 6GHz. 802.11a mempunyai protokol yang memungkinkan pengiriman dan penerimaan data dengan
kecepatan 1,5 sampai dengan 54Mbit/s. Standar 802.11a ini bekerja pada band frequency 5GHz dan menggunakan 52 subacarrier OFDM[9]. Secara teori sistem ini mampu mencapai kecepatan transmisi 54Mbit/s, tetapi secara realistis kecepatan transmisi hanya sekitar 20Mbit/s. penggunaan frekuensi pada band 5GHz memberikan keuntungan pada 802.11a. Band frekuensi 2,4Ghz telah diduduki oleh standar 802.11g. Jaringan nirkabel ini sudah banyak digunakan sehingga kapasaistas yang sangat padat menyebabkan adanya conection dropped dan penurunan kualitas layanan. Selain mempunyai kelebihan pengunaan pada frekuensi tinggi juga mempunyai kekurangan. Penggunaan frekuensi yang tinggi menyebabkan sinyal yang dipancarkan lebih rentan terhadap interferensi. Coverage 802.11a mempunyai jarak sebesar 35m pada indoor dan 120m pada outdoor.
D. Modulasi Binary Phase Shift Keying(BPSK)
BPSK ini merupakan contoh modulasi PSK yang paling sederhana di antara lainnya. Blok diagram modulator BPSK ini digambarkan seperti berikut :
Gambar 4. Modulator BPSK
E. Kanal AWGN
Model kanal kontinyu yang paling umum adalah kanal AWGN(Additive White Gaussian Noise). AWGN itu sendiri merupakan suatu proses stokastik yang terjadi pada kanal dengan karakteristik rapat daya spectral noise merata di sepanjang range frekuensi[3]. Proses transmisi melalui kanal AWGN adalah berbentuk gelombang elektromagnetik, dimana sumber memancarkan sinyal s(t) kemudian saat ditransmisikan
akan terkena noise n(t) dan diterima sebagai sinyal r(t).
Gambar 5. Model kanal AWGN
F. OFDM
OFDM(Orthogonal Frequency Division Multiplexing) adalah sebuah teknik transmisi yang menggunakan beberapa buah frekuensi pembawa(sub-carrier) yang saling orthogonal dan overlapping. OFDM membagi aliran data high-rate menjadi aliran rate yang lebih rendah yang kemudian dikirimkan secara bersama pada beberapa sub-carrier. Masing-masing sub-carrier dimodulasi dengan menggunakan modulasi konvensional seperti PSK(Phase Shift Keying) dan QAM(Quadrature Amplitude Modulation). Bentuk skema pemancar dari OFDM ini terlihat pada gambar berikut ini :
Input Biner 1 -1 1 0 A cos ωt S(t) Pulse Shaping Mapping T=Tb
Gambar 6. Pemancar OFDM
III. PERANCANGANDANSIMULASISISTEM Tahap perancangan system dapat dilihat dari diagram alir berikut :
START
Pembangkitan Sinyal baseband
transmtter
Raise cosine filter
Pemodelan kanal transmisi Sinyal diterima reciver (SU) x(t) = n(t) Terapkan matched filter Selesai x(t)=s(t)+n(t) Selesai
Gambar 8. Flowchart perancangan IV. ANALISAHASILSIMULASI
Output dari perancangan sistem ini dipengaruhi oleh beberpa factor yaitu :
• SNR
• Probability False Alarm • Threshold
• Sensing Time
Kenaikan nilai SNR berbanding terbalik dengan level threshold. Semakin besar nilai SNR maka level threshold akan semakin turun dan begitu juga sebaliknya, jika SNR semakin kecil maka level threshold akan semakin tinggi. Selain perubahan SNR, output dari sistem juga dipengaruhi oleh perubahan probabilitas false alarm(Pfa). Ketika nilai SNR bernilai sama dan nilai probabilitas false alarm diubah-ubah sedemikian rupa maka akan tampak perubahan-perubahan pada level threshold dan probabilitas deteksi. Ini dibuktikan dari hasil simulasi berikut ini :
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 -100 0 100 200 300 400 500 600 700 Time A m pl it udo
Sinyal Matched Filter + Threshold
Sinyal Matched Filter Level Threhold
Gambar 9. Level threshold pada SNR -20dB
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 -8 -6 -4 -2 0 2 4 6 8 Time A m pl it udo
Sinyal Matched Filter + Threshold
Sinyal Matched Filter Level Threhold
Gambar 10. Level threshold pada SNR 0dB
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 Time A m pl it udo
Sinyal Matched Filter + Threshold
Sinyal Matched Filter Level Threhold
Gambar 11. Level threshold pada SNR 20dB
Semakin rendah nilai Pfa yang diinputkan akan sangat mempegaruhi level threshold pada sistem. Perubahan nilai Pfa yang rendah (hampir 0) akan membuat level threshold semakin tinggi sehingga pendeteksian keberadaan Primary Userpun semakin sulit. Selain mempengaruhi level threshold perubahan nilai Pfa juga akan berakibat pada perubahan nilai Pd. Perubahan nilai Pfa berbanding lurus dengan perubahan nilai Pd, semakin tinggi nilai Pfa yang diinputkan maka nilai Pd-pun akan semakin tinggi. Perubahan nilai threshold dan Pd yang sesuai dengan perubahan nila Pfa dari range 0,01dB – 0,8dB tampak pada grafik berikut ini :
-0.2 -0.1 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 Level Threshold P robabi lit y F al s e A lar m ( P fa)
Perbandingan Pfa dengan level Threshold
Gambar 12. Perbandingan Pfa dengan level threshold Dengan mengubah nilai SNR dari range -20dB – 20dB perbandingan Pd dan Pfa dapat dilihat pada gambar berikut ini: 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Probability False Alarm(Pfa)
P robabi lit y D et ec ti on( P d)
Perbandingan Pd dengan Pfa
SNR -20dB SNR -10dB SNR 0dB SNR 10dB SNR 20dB
Gambar 13. Perbandingan Pfa dengan Pd
Perubahan nilai SNR akan mempengaruhi nilai Pfa dan Pd. Semakin besar nilai SNR yang diinputkan maka nilai Pfa dan nilai Pd pada masing-masing SNR juga akan semakin besar. Perubahan-perubahan output dari sistem juga dipengaruhi oleh lama durasi sensing atau yang disebut dengan sensing time. Perubahan hasil output tidak terlalu signifikan jika waktu
sensing diubah-ubah, perubahan nilai hanya sekitar 0,001. Ini dikarenakan tiap-tiap durasi sensing hanya dipengaruhi oleh energi dari sinyal itu sendiri. Perubahan durasi sensing ini dipaparkan dalam gambar berikut :
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 Time A m pl it udo
Sinyal Matched Filter + Threshold
Sinyal Matched Filter Level Threhold
Gambar 14. Level threshold saat durasi penuh
0 50 100 150 200 250 300 350 -2 -1 0 1 2 3 4 5 Time A m pl it udo
Sinyal Matched Filter + Threshold
Gambar 15. Sinyal dan level threshold saat durasi sensing SU1
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 Time A m pl it udo
Sinyal Matched Filter + Threshold
Gambar 16. Sinyal dan level threshold saat durasi sensing SU2 Durasi sensing untuk SU1dan SU2 adalah 0,005 detik dan 0,001 detik.
V. KESIMPULANDANSARAN
Melakukan penginderaan spektrum secara optimal dipengaruhi oleh faktor-faktor yang telah dibahas pada bagian sebelumnya. Semakin tinggi nilai SNR sistem akan menurunkan level threshold dari sistem itu sendiri. Tetapi dengan menurunnnya level threshold juga akan mempengaruhi probabilitas deteksi(Pd) dan probabilitas false alarm(Pfa) itu sendiri. Semakin turun nilai level threshold maka nilai Pd dan Pfa juga akan semakin tinggi. Untuk menentukan spectrum yang dapat digunakan oleh SU dapat dilihat pada zona yang berada dibawah level threshold.
Untuk pengembangan paper ini, kedepannya bisa menggunakan teknik lain pada spectrum sensing kemudian
membandingkan hasil dari masing-masing teknik untuk menentukan teknik yang baik sesuai dengan keadaan lingkungan radionya. Selain itu untuk kedepannya penginderaan spektrum dapat dilakukan pada radio kognitif yang licensed seperti WRAN(Wireless Regional Access Network).
DAFTAR PUSTAKA
1] Simon Haykin, “Cognitive Wireless Radio:
Brain-Empowered Communications”, IEEE JOURNAL ON SELECTED AREAS IN COMMUNICATIONS, VOL. 23, NO. 2, FEBRUARY 2005.
[2] Waleed Ejaz, Najam ul Hasan, Muhammad Awais Azam and Hyung Seok Kim,”Improved local spectrum sensing for cognitive radio networks”, EURASIP Journal on Advances in Signal Processing 2012
[3] Tataq Ajie R, Yoedi Moegiharto.” Studi Perbandingan Kinerja Direct Sequence Spread Spectrum Code Division Multiple Acces ( DS-SS CDMA ) dengan Kode Penebar Walsh, Gold,dan Kasami”,
[4] Wikipedia,
<URL:http://en.wikipedia.org/wiki/Orthogonal_frequ ency-division_multiplexing>
[5] Fakhriy Hario P, “OFDMA (Orthogonal Frequency Division Multiple Access)”,
<URL:http://fakhriyhario.lecture.ub.ac.id/2012/03/of dma-orthogonal-frequency-division-multiple-access/>
[6] Waleed Ejaz, Najam ul Hasan, Muhammad Awais Azam and Hyung Seok Kim,” Improved local spectrum sensing for cognitive radio networks”, EURASIP Journal on Advances in Signal Processing 2012
[7] J. Fessler,’’chapter 2 : Discrete-time signals and systems”, May 27 2004
[8] LAN/MAN Standards Committee of the IEEE Computer Society,” Wireless LAN Medium Access Control (MAC) and Physical Layer (PHY) specifications High-speed Physical Layer in the 5 GHz Band”, IEEE Std 802.11a-1999
[9] Wikipedia,” IEEE 802.11a-1999”,
<URL : h ttp://en.wikipedia.org/wiki/IEEE_802.11a-1999 >
[10] S.Shobana, R.Saravanan, R.Muthaiah, “Matched Filter Based Spectrum Sensing on Cognitive Radio for OFDM WLANs”, International Journal of Engineering and Technology (IJET)