• Tidak ada hasil yang ditemukan

Juknik Penyusunan DLKr-DLKp

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Juknik Penyusunan DLKr-DLKp"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

PENYUSUNAN BATAS-BATAS

PENYUSUNAN BATAS-BATAS

DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKR) DAN

DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKR) DAN

DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKP)

DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKP)

PELABUHAN

PELABUHAN

P

(2)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

DAF

DAFTAR TAR ISI ISI ... ... 22

BAB

BAB 1 1 PENDAHPENDAHULUAN ULUAN ... .... 33 1.1

1.1 PENGPENGANTAR ANTAR ... ... 33 1.2

1.2 LATAR LATAR BELAKANG BELAKANG ... ... 66 1.3

1.3 MAKSUD MAKSUD DAN DAN TUJUAN TUJUAN ... . 77 1.4

1.4 DASAR DASAR HUKUM HUKUM ... .... 77

BAB

BAB 2 PENYUSUNAN 2 PENYUSUNAN BATAS-BATAS BATAS-BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKR)(DLKR) DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKP) PELABUHAN ...

DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKP) PELABUHAN ... ... 9.... 9 2.1

2.1 TAHAPAN TAHAPAN KEGIATAN KEGIATAN ... .... 99 2.1.1

2.1.1 Tahapan Tahapan Kegiatan Kegiatan Studi Studi ... ... 1111 2.1.2

2.1.2 Tahapan Tahapan Penyusunan Penyusunan Laporan Laporan ... . 2727 2.2

2.2 KONSEP KONSEP PENETAPAN PENETAPAN BATAS-BATAS BATAS-BATAS DLKR DLKR DAN DAN DLKP DLKP ... .. 3131 2.3

2.3 PEMEPEMETAAN TAAN ... ... 3333

BAB 3 TATA CARA PENETAPAN DLKR DAN DLKP

BAB 3 TATA CARA PENETAPAN DLKR DAN DLKP ... ... 3434 3.1

3.1 Prosedur Prosedur Penetapan Penetapan ... ... 3434 3.2

3.2 Format Format Draft Draft Surat Surat Keputusan Keputusan Penetapan Penetapan Batas Batas DLKR DLKR dan dan DLKP DLKP ... . 3737

BAB 4 PENUTUP ... 39 BAB 4 PENUTUP ... 39

LAM

(3)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

DAF

DAFTAR TAR ISI ISI ... ... 22

BAB

BAB 1 1 PENDAHPENDAHULUAN ULUAN ... .... 33 1.1

1.1 PENGPENGANTAR ANTAR ... ... 33 1.2

1.2 LATAR LATAR BELAKANG BELAKANG ... ... 66 1.3

1.3 MAKSUD MAKSUD DAN DAN TUJUAN TUJUAN ... . 77 1.4

1.4 DASAR DASAR HUKUM HUKUM ... .... 77

BAB

BAB 2 PENYUSUNAN 2 PENYUSUNAN BATAS-BATAS BATAS-BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKR)(DLKR) DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKP) PELABUHAN ...

DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKP) PELABUHAN ... ... 9.... 9 2.1

2.1 TAHAPAN TAHAPAN KEGIATAN KEGIATAN ... .... 99 2.1.1

2.1.1 Tahapan Tahapan Kegiatan Kegiatan Studi Studi ... ... 1111 2.1.2

2.1.2 Tahapan Tahapan Penyusunan Penyusunan Laporan Laporan ... . 2727 2.2

2.2 KONSEP KONSEP PENETAPAN PENETAPAN BATAS-BATAS BATAS-BATAS DLKR DLKR DAN DAN DLKP DLKP ... .. 3131 2.3

2.3 PEMEPEMETAAN TAAN ... ... 3333

BAB 3 TATA CARA PENETAPAN DLKR DAN DLKP

BAB 3 TATA CARA PENETAPAN DLKR DAN DLKP ... ... 3434 3.1

3.1 Prosedur Prosedur Penetapan Penetapan ... ... 3434 3.2

3.2 Format Format Draft Draft Surat Surat Keputusan Keputusan Penetapan Penetapan Batas Batas DLKR DLKR dan dan DLKP DLKP ... . 3737

BAB 4 PENUTUP ... 39 BAB 4 PENUTUP ... 39

LAM

(4)

BAB 1

BAB 1

PENDAHULUAN

PENDAHULUAN

1.1 PENGANTAR

1.1 PENGANTAR

Dalam dunia kepelabuhanan, dikenal istilah DLKr

Dalam dunia kepelabuhanan, dikenal istilah DLKr dan DLKp. DLKr merupakan

dan DLKp. DLKr merupakan

singkatan dari Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan, sedangkan DLKp

singkatan dari Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan, sedangkan DLKp

merupakan singkatan dari Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan.

merupakan singkatan dari Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan.

Menurut Undang Undang nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Daerah

Menurut Undang Undang nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Daerah

Lingkungan Kerja (DLKr) adalah wilayah perairan dan daratan pada

Lingkungan Kerja (DLKr) adalah wilayah perairan dan daratan pada

pelabuhan atau terminal khusus yang digunakan secara langsung untuk

pelabuhan atau terminal khusus yang digunakan secara langsung untuk

kegiatan pelabuhan. Sedangkan, Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp)

kegiatan pelabuhan. Sedangkan, Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp)

adalah perairan di sekeliling daerah lingkungan

adalah perairan di sekeliling daerah lingkungan kerja perairan pelabuhan yang

kerja perairan pelabuhan yang

dipergunakan untuk menjamin keselamatan pelayaran. DLKr meliputi wilayah

dipergunakan untuk menjamin keselamatan pelayaran. DLKr meliputi wilayah

daratan dan perairan, sementara DLKp hanya meliputi wilayah perairan.

daratan dan perairan, sementara DLKp hanya meliputi wilayah perairan.

DLKr daratan mencakup

DLKr daratan mencakup fasilitas pokok serta fasilitas penunjang. Fasilitas

 fasilitas pokok serta fasilitas penunjang. Fasilitas

pokok yang dimaksud seperti dermaga, causeway dan trestle, gudang lini 1,

pokok yang dimaksud seperti dermaga, causeway dan trestle, gudang lini 1,

lapangan penumpukan lini 1, terminal petikemas, terminal curah cair,

lapangan penumpukan lini 1, terminal petikemas, terminal curah cair, terminal

terminal

curah kering, terminal roro, pemadam kebakaran, fasilitas pemeliharaan

curah kering, terminal roro, pemadam kebakaran, fasilitas pemeliharaan

SBNP, dan lain-lain. Sedangkan fasiltas penunjang antara lain : kawasan

SBNP, dan lain-lain. Sedangkan fasiltas penunjang antara lain : kawasan

perkantoran, instalasi air bersih dan listrik, tempat tunggu kendaraan

perkantoran, instalasi air bersih dan listrik, tempat tunggu kendaraan

bermotor, dan fasilitas umum lainnya antara lain tempat peribadatan,

bermotor, dan fasilitas umum lainnya antara lain tempat peribadatan,

taman, tempat rekreasi, olah raga,

taman, tempat rekreasi, olah raga, jalur hijau dan

jalur hijau dan kesehatan.

kesehatan.

DLKr perairan digunakan

DLKr perairan digunakan untuk alur pelayaran, areal labuh, areal alih muat

 untuk alur pelayaran, areal labuh, areal alih muat

antar kapal (Ship to

antar kapal (Ship to ship), kolam pelabuhan untuk areal sandar dan olah

ship), kolam pelabuhan untuk areal sandar dan olah gerak

gerak

kapal (kolam putar), areal

kapal (kolam putar), areal pemanduan, dan kegiatan lain yang sesuai dengan

pemanduan, dan kegiatan lain yang sesuai dengan

kebutuhan.

kebutuhan.

DLKp digunakan

DLKp digunakan untuk keperluan darurat seperti kapal terbakar atau kapal

 untuk keperluan darurat seperti kapal terbakar atau kapal

bocor, penempatan kapal mati; perairan untuk percobaan kapal berlayar;

bocor, penempatan kapal mati; perairan untuk percobaan kapal berlayar;

kapal serta fasilitas perbaikan atau pemeliharaan kapal, dan untuk

kapal serta fasilitas perbaikan atau pemeliharaan kapal, dan untuk

pengembangan pelabuhan jangka panjang.

(5)
(6)

Gambar 1. 2 Contoh Batas-batas DLKr Perairan dan DLKp Pelabuhan Gambar 1. 2 Contoh Batas-batas DLKr Perairan dan DLKp Pelabuhan

(7)

1.2 LATAR BELAKANG

Pelabuhan merupakan infrastruktur publik yang sangat bermanfaat untuk

mendukung pengembangan perdagangan dan perekonomian nasional.

Perencanaan pelabuhan yang tidak tepat mengakibatkan pelayanan

pelabuhan yang kurang efisien. Dalam rangka implementasi Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan Peraturan Pemerintah Nomor

61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhan, setiap pelabuhan wajib memiliki

Rencana Induk Pelabuhan, serta untuk penyelenggaraan pelabuhan yang

efektif dan efisien perlu disusun Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan (DLKr)

dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan (DLKp).

Rencana Induk Pelabuhan adalah pengaturan ruang pelabuhan berupa

peruntukan rencana tata guna tanah dan perairan di Daerah Lingkungan Kerja

dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan. Daerah Lingkungan Kerja

Pelabuhan (DLKr) adalah wilayah perairan dan daratan pada pelabuhan atau

terminal khusus yang digunakan secara langsung untuk kegiatan pelabuhan.

Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan (DLKp) adalah perairan di

sekeliling Daerah Lingkungan Kerja pelabuhan yang dipergunakan untuk

menjamin keselamatan pelayaran.

Penentuan batas-batas yang jelas dalam penyelenggaraan pelabuhan sangat

diperlukan. Hal ini dibutuhkan dalam rangka memberikan kepastian hukum

bagi pihak penyelenggara pelabuhan laut dan pengguna jasa pelabuhan serta

untuk menjamin keselamatan pelayaran dan kelancaran serta ketertiban

penyelenggaraan pelabuhan.

(8)

1.3 MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud penyusunan Petunjuk Teknis penetapan batas-batas DLKR dan

DLKP Pelabuhan ini adalah untuk menyusun sebuah dokumen yang berisi

tentang pedoman dalam penyusunan batas-batas DLKR dan DLKP

Pelabuhan. Sedangkan tujuannya adalah agar menjadi acuan atau pedoman

bagi para pihak yang terkait dalam penyusunan batas-batas DLKR dan DLKP

Pelabuhan sehingga dokumen yang dihasilkan ada keseragaman metodologi

dan tahapan pelaksanaan kegiatan serta format pelaporan untuk tiap lokasi

pelabuhan.

1.4 DASAR HUKUM

Landasan hukum pelaksanaan kegiatan penyusunan studi kelayakan dalam

rangka pembangunan pelabuhan laut ini adalah sebagai berikut:

1.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;

2.

Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan

sebagaimana diubah menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun

2015;

3.

Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian

4.

Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan

5.

Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan

Lingkungan Maritim

6.

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 68 Tahun 2011

sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor

129 Tahun 2016 Tentang Alur Pelayaran di Laut dan Bangunan dan/atau

Instalasi di Perairan.

7.

Peraturan Menteri Perhubungan No. 51 Tahun 2015 tentang

Penyelenggaraan Pelabuhan Laut.

8.

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 25 Tahun 2011 Tentang

Sarana bantu Navigasi Pelayaran

(9)

9.

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 53 Tahun 2011

sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor

PM 57 Tahun 2015 Tentang Pemanduan dan Penundaan Kapal

10. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 31 Tahun 2006 tentang

Pedoman dan Proses Perencanaan di Lingkungan Departemen

Perhubungan;

11. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 725 tahun 2014 tentang

Perubahan Atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 414 Tahun

2013 tentang Penetapan Rencana Induk Pelabuhan Nasional.

12. Berbagai konvensi internasional yang diterbitkan oleh

International

Maritime Organization (IMO), United Nations Comissions on Trade and

Development (UNCTAD), dan beberapa peraturan internasional lainnya

yang relevan.

(10)

BAB 2

PENYUSUNAN BATAS-BATAS DAERAH

LINGKUNGAN KERJA (DLKR) DAN DAERAH

LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKP) PELABUHAN

2.1 TAHAPAN KEGIATAN

Penyusunan batas-batas DLKR dan DLKP pelabuhan terdiri dari tahapan

kegiatan studi penyusunan batas-batas DLKR dan DLKP pelabuhan dan tata

cara penyusunan laporan. Tahapan kegiatan studi penyusunan studi

penentuan batas-batas DLKR-DLKP antara lain :

a. Persiapan. Kegiatan persiapan mencakup penyiapan tim dan mobilisasi

peralatan yang akan digunakan dalam survey serta pemantapan

metodologi dan alat-alat survey sekunder seperti list data, form kuesioner

dan wawancara.

b. Review studi terdahulu terutama rencana induk pelabuhan yang dimaksud.

Kegiatan ini dilakukan agar dokumen yang dihasilkan tidak bertentangan

dengan dokumen RIP yang sudah disusun sebelumnya.

c. Survey pendahuluan. Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui rona awal

lokasi studi, mengamati kondisi eksisting pelabuhan termasuk fasilitas dan

kegiatan operasional pelabuhan dan status kepemilikan lahan daratan

pelabuhan serta menyelaraskan dengan rencana pembangunan terkait

dengan Pemda setempat.

d. Survey lapangan. Survey lapangan dilakukan untuk mengetahui

batas-batas koordinat DLKR dan DLKP pelabuhan secara nyata di lapangan

berdasarkan dokumen RIP yang sudah disusun dan peta batas

kepemilikan lahan eksisting pelabuhan (stake in).

e. Penyusunan konsep DLKR dan DLKP. Kegiatan ini dilakukan untuk

mengevaluasi konsep batas-batas DLKR dan DLKP di dokumen RIP

dengan data hasil survey lapangan, kemudian memetakannya kembali

dalam gambar peta (stake out 

).

(11)

f. Pemetaan Batas-batas DLKR dan DLKP. Kegiatan ini dilakukan sebagai

hasil akhir dari proses penyusunan konsep DLKR dan DLKP berupa

peta-peta batas DLKR dan DLKP Pelabuhan yang dinyatakan dalam bentuk

peta dan dilengkapi dengan titik-titik batas koordinatnya yang sudah

disepakati semua pihak yang terkait.

g. Penyusunan Draft Surat Keputusan terkait Penetapan Batas-batas DKR

dan DLKP Pelabuhan. Kegiatan ini dilakukan untuk membuat dokumen SK

yang berisi pasal-pasal penetapan batas-batas DLKR dan DLKP yang

memuat titik-titik batas dan hak dan kewajiban setiap stakeholder di dalam

lingkup DLKR dan DLKP.

Tahapan kegiatan penyusunan batas DLkr dan DLKp sebagaimana dijelaskan

dalam diagram berikut ini.

Gambar 2. 1 Tahapan Kegiatan Studi Penyusunan Batas-Batas DLKr dan DLKp Pelabuhan

(12)

c. Dokumen Laporan Draft Akhir

d. Dokumen Laporan Akhir

e. Dokumen Ringkasan Eksekutif (Executive Summary 

).

f. Dokumen Lampiran Peta-peta

g. Dokumen Draft SK Penetapan Batas DLKR dan DLKP.

Penjelasan detail mengenai substansi masing-masing dokumen laporan

dijelaskan pada subbab 2.1.2.

2.1.1 Tahapan Kegiatan Studi

Tahapan kegiatan studi penentuan batas-batas DLKR dan DLKP terdiri dari

persiapan, survey pendahuluan (pengumpulan data sekunder), survey

lapangan, analisis data, pemetaan, serta penyusunan draft penetapan

batas-batas DLKR dan DLKP Pelabuhan.

A. Survey Pendahuluan

Sebelum proses kegiatan Penyusunan Batas-Batas DLKr dan DLKp

dilakukan, terlebih dahulu dilakukan survei pendahuluan. Survei pendahuluan

dilakukan untuk :

1) mengumpulkan data sekunder terutama data Rencana Induk Pelabuhan

dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, data operasional pelabuhan

dan status lahan pelabuhan dari penyelenggara pelabuhan,

2) Koordinasi dan pengumpulan data dan informasi dari Pemerintah

Kabupaten/Kota dan Propinsi setempat, terutama terkait dengan rencana

peruntukan lahan pelabuhan menurut Rencana Tata Ruang Wilayah

Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Selain itu, koordinasi ini diperlukan juga

untuk inventarisasi rencana pemerintah daerah terkait penggunaan lahan

daratan dan perairan di sekitar pelabuhan.

3) Pengamatan kondisi eksisting pelabuhan dengan menggunakan media

foto, video, dan dokumentasi foto dan video menggunakan

drone.

(13)

Kemudian, untuk tertib administrasi, konsultan penyedia jasa diharuskan

membuat Berita Acara Pelaksanaan Survey Pendahuluan, yang

ditandatangani pejabat yang berwenang seperti Kepala UPP/KSOP/OP,

pejabat pemerintah daerah/SKPD yang dikunjungi.

B. Survey Lapangan

Setelah pelaksanaan survei pendahuluan, selanjutnya penyedia jasa harus

melaksanakan survei lapangan. Survei lapangan yang dilaksanakan akan

mencakup 3 (tiga) aspek yaitu :

1)

Penentuan Titik Koordinat Batas-Batas DLKr dan DLKp Pelabuhan dengan

menggunakan peralatan survey yang akurat yaitu

GPS

Real Time

Kinematik 

 (RTK).

2)

Penentuan Tanda Alam Batas-Batas DLKr dan DLKp Pelabuhan, dan

3)

Inventarisasi Data Status Lahan Pelabuhan. Hal ini perlu dilakukan jika

pada survey pendahuluan belum didapatkan kejelasan mengenai status

lahan.

1) Penentuan Titik Koordinat Batas-Batas DLKr dan DLKp Pelabuhan

Kegiatan penentuan titik koordinat batas-batas DLKr dan DLKP pada

prinsipnya mengacu kepada dokumen Rencana Induk Pelabuhan yang sudah

disusun sebelumnya. Pada saat survey lapangan, dilakukan pengukuran

Global Positioning System

 (GPS) yang teliti menggunakan peralatan GPS tipe

geodetik yang tervalidasi pada titik-titik batas DLKR dan DLKP yang

ditetapkan dalam Rencana Induk Pelabuhan tersebut. Untuk melakukan

validasi titik-titik yang terbaca dalam perangkat GPS geodetik, harus dilakukan

validasi terhadap koordinat titik

Benchmark 

  (BM) milik Badan Informasi

(14)

pengukuran yang digunakan adalah GPS

Real Time Kinematik 

  (RTK) yang

hasilnya dapat diperoleh secara real time sehingga tidak perlu diproses lagi.

Bench Mark (BM) yang digunakan sebagai titik acuan di lapangan adalah BM

eksisting yang diikatkan ke titik BIG / BAKOSURTANAL/ BM pembangunan

(SID) dengan metode static differential dan pengolahannya dilakukan secara

Post-Processing. Lingkup pekerjaan pengukuran GPS geodetic sebagai

berikut :

Pengikatan BM ke titik Bako (BIG)

Pengukuran titik batas-batas DLKr dan DLKp.

Peralatan yang umumnya digunakan dalam pekerjaan ini adalah GPS

Geodetik Trimble 5700 Dual Frequency 

, seperti pada Gambar 2.2

Gambar 2. 2 GPS

G eodetic Tri mble 5700 Dual Frequency

Pengukuran GPS Geodetik

Pada dasarnya penentuan posisi dengan GPS adalah pengukuran

menggunakan prinsip perpotongan ke belakang (resection) dalam ruang tiga

dimensi, yang dilakukan dengan cara pengamatan terhadap satelit-satelit GPS

(15)

yang diketahui koordinatnya. Dengan mengetahui jarak dan titik perpotongan

dari minimal empat buah satelit, maka koordinat posisi yang diinginkan dapat

diketahui. Koordinat posisi yang diperoleh merupakan koordinat relatif

terhadap titik referensi atau titik ikatnya. Metode pengikatan titik referensi

dilakukan dengan menggunakan metode statik differential yaitu titik yang akan

diukur (Bench Mark) dan titik ikatnya (BAKO/BIG) diukur secara bersamaan,

sehingga diperoleh data dari satelit yang sama yang digunakan dalam

pengolahan data. Sedangkan metode pengukuran titik-titik batas DLKr daratan

menggunakan metode Real Time Kinematic (RTK), seperti pada Gambar 2.3.

Gambar 2. 3 Metode Statik Differential dan Real Time Kinematic (RTK)

Pengukuran GPS Geodetik dilakukan dengan metode

Real Time Kinematic 

(RTK), dimana BM eksisting di lokasi pelabuhan digunakan sebagai Base

untuk menentukan titik-titik DLKr daratan, dimana BM sudah diikatkan ke titik

Bako (BIG) sebelumnya. Sedangkan untuk penentuan titik-titik DLKr perairan

dan DLKp perairan dilakukan

tracking 

  dengan menggunakan speed boat

dengan jalur tracking yang ditentukan.

(16)

Gambar 2. 4 Contoh Jalur Tracking Penentuan Titik-Titik DLKr Perairan dan DLKp Perairan

Khusus untuk DLKR daratan, penentuan titik-titik batas harus disesuaikan

dengan batas hak guna pakai lahan yang tercantum dalam sertifikat tanah

yang diterbitkan Badan Pertanahan Nasional setempat dan peta kawasan

hutan yang diterbitkan kementerian kehutanan yang biasanya dikoordinasikan

melalui Dinas Kehutanan daerah setempat. Sedangkan untuk DLKR perairan

dan DLKP penentuan titik-titik batasnya dapat dilakukan sesuai dengan yang

tercantum dalam RIP.

2) Penentuan Tanda Alam Batas-Batas DLKr dan DLKp Pelabuhan

Pada saat survey lapangan, penyedia jasa juga harus menentukan

tanda-tanda alam batas-batas DLKR dan DLKP pelabuhan. tanda-tanda batas di darat bisa

berupa pagar, dan tanda batas di laut bisa berupa rambu-rambu navigasi atau

sarana bantu navigasi pelayaran (pelampung suar, rambu suar, dan

sebagainya).

Mulai

(17)

Tanda batas alam tersebut nantinya direkomendasikan oleh penyedia jasa

kepada penyelenggara pelabuhan untuk dibuat permanen setelah batas-batas

DLKR dan DLKP pelabuhan ini ditetapkan secara hukum baik melalui surat

keputusan bupati, gubernur, maupun menteri perhubungan.

Gambar 2. 5 Contoh Tanda Alam Batas DLKr dan DLKP

3) Inventarisasi Data Status Lahan DLKr dan DLKp Pelabuhan

Dalam melakukan inventarisasi status lahan dalam DLKr dan DLKp pelabuhan

penyedia harus mengumpulkan data status lahan di Badan Pertanahan

Nasional (BPN) setempat, serta instansi perangkat desa di areal sekitar

pelabuhan. Hasil data inventarisasi status tanah akan dimuat dalam bentuk

tabel status lahan, luasan area lahan serta fungsi lahan. Selain itu juga

divisualisasikan ke dalam peta status lahan dan peta pemanfaatan lahan.

Penyedia jasa wajib melampirkan fotocopy sertifikat lahan yang sudah menjadi

hak milik atau hak guna pakai penyelenggara pelabuhan.

(18)

Gambar 2. 6 Contoh Sertifikat Hak Pakai Lahan untuk Pelabuhan

Kemudian, untuk tertib administrasi, konsultan penyedia jasa diharuskan

membuat Berita Acara Pelaksanaan Survey Lapangan, yang ditandatangani

pejabat yang berwenang seperti Kepala UPP/KSOP/OP, pejabat pemerintah

daerah/SKPD yang dikunjungi.

C. Perhitungan dan Analisis Data

Penyedia jasa diharuskan melakukan perhitungan ulang terhadap kebutuhan

fasilitas daratan dan perairan untuk kemudian dibandingkan hasilnya dengan

hasil perhitungan dan analisis dalam rencana induk pelabuhan.

1) Analisis Proyeksi Arus Bongkar Muat Dan Arus Kunjungan Kapal

Terdapat banyak metode proyeksi yang bisa dipakai untuk melakukan

proyeksi arus bongkar muat barang, seperti metode trend pertumbuhan yang

terdiri dari metode trend linier, geometrik, dan eksponensial, atau metode

regresi linier. Penyedia jasa diharuskan menggunakan metode yang tepat

sesuai dengan pola data historis yang ada dan kondisi di lapangan.

(19)

(a) Metode Trend Linier

Metode trend linear adalah teknik predikisi yang paling sederhana dari seluruh

model trend. Model ini menggunakan persamaan derajat pertama (first degree

equation). Asumsinya adalah arus bongkar muat atau hal lainnya yang

diproyeksikan akan terus tumbuh atau terus menurun setiap tahun dengan

 jumlah tetap. Angka pertumbuhan diperoleh dari data historis tahun

sebelumnya. Secara sederhana metode trend linier dapat dijelaskan dengan

persamaan:

 = 

 ∗ ( + )

Dimana :

= Arus bongkar muat pada tahun rencana/proyeksi

0

= arus bongkar muat pada tahun awal

= angka pertumbuhan

= selisih tahun rencana/proyeksi dengan tahun awal

(b) Metode Trend Geometrik

Metode trend geometrik menggunakan asumsi dasar yang sama dengan

metode trend dlinier dimana arus bongkar muat yang diproyeksikan akan terus

tumbuh atau terus menurun. Perbedaannya adalah pada metode geometrik

bukan jumlah pertambahan predikisi yang sama, melainkan angka atau

persentase pertumbuhannya. Hal ini dikarenakan angka pertumbuhan yang

digunakan merupakan fungsi kuadrat dari waktu sehingga kurva yang

terbentuk tidak linier tetapi membentuk kurva. Secara sederhana, dapat

dijelaskan dengan persamaan:

(20)

(c) Metode Regresi Linier

Metode regresi hampir sama dengan metode trend linier. Perbedaaanya

terletak pada jumlah predikisi maupun angka pertumbuhannya yang fluktuatif

setiap waktu namun tetap berbentuk garis linier. Hal ini dikarenakan rumus

yang terbentuk merupakan hasil dari analisis keterkaitan yang melibatkan

variabel bebas (penduduk, PDRB) dan variabel tetap (arus bongkar muat)

dengan menggunakan data historisnya. Pada metode ini kita tidak perlu

menghitung terlebih dahulu angka pertumbuhannya, melainkan fungsi atau

persamaan yang dihasilkan. Secara sederhana dapat dirumuskan:

 =  + 

Dimana :

= Arus bongkar muat pada tahun rencana/proyeksi (variabel terikat)

= nilai atribut untuk x

 

= variabel bebas (penduduk, PDRB, dan sebagainya)

=

intercept atau konstanta

2) Analisis perhitungan kebutuhan luasan fasilitas daratan dan perairan

 Analisis perhitungan kebutuhan luasan fasilitas daratan dan perairan

menyesuaikan dengan

Petunjuk Teknis Penyusunan Rencana Induk

Pelabuhan

 Ditjen Hubla Kemenhub tahun 2014.

(a) Fasilitas Daratan (DLKr daratan)

(21)

Keterangan

N

: jumlah tambatan

L

: panjang dermaga yang terdiri dari n tambatan

(2) Ruang Tunggu Penumpang

Sumber : Juknis Penyusunan RIP, 2014

(3) Luas Kantor Pelabuhan

Sumber : Juknis Penyusunan RIP, 2014

(4) Luas Gudang Dan Lapangan Penumpukan

  =  ×    ×    ( − )

(22)

BS

: Broken Sewage of Cargo (volume ruang yang hilang diantara

tumpukan muatan dan ruangan yang diperlukan untuk lalu lintas alat

pengangkut seperti fortklift atau peralatan lain untuk menyortir,

menumpuk dan memindahkan muatan, %)

365

: Jumlah hari dalam satu tahun

(b) Fasilitas Perairan (DLKr Perairan)

(1) Perairan tempat/area labuh kapal

 Analisis untuk perkiraan kebutuhan area

labuh kapal harus

memperhitungkan kriteria sebagai berikut, antara lain:

Jumlah kapal maksimum yang berlabuh per hari;

Dimensi/ukuran kapal maksimum yang berlabuh;

Kedalaman perairan tempat/area labuh minimal sama dengan tinggi

fulload draft kapal yang direncanakan dapat berlabuh di pelabuhan

ditambah 1 meter untuk faktor keselamatan (referensi LWS);

  Areal perairan yang dibutuhkan untuk tempat labuh persatu kapal

diasumsikan berbentuk lingkaran;

Rumus pendekatan dalam perhitungan luasan area labuh:

A

= π*R2

R

= L + 6 (D) + 30 Meter

Dimana,

 A

= Luas Perairan tempat/area labuh

R

= Jari-jari tempat/area labuh

L

= Panjang kapal maksimum yang berlabuh

D

= Kedalaman perairan tempat labuh (referensi LWS)

(2) Perairan untuk tempat/area alih muat antar kapal

 Analisis untuk perkiraan kebutuhan area alih muat antar kapal harus

memperhitungkan kriteria sebagai berikut, antara lain:

Jumlah kapal maksimum yang melakukan alih muat antar kapal per hari;

Perkiraan ukuran kapal rencana maksimum yang melakukan alih muat;

(23)

Kedalaman perairan tempat alih muat minimal sama dengan tinggi full

load draft kapal rencana ditambah 1 meter untuk faktor keselamatan

(referensi LWS);

Areal perairan yang dibutuhkan untuk tempat alih muat antar kapal

diasumsikan berbentuk lingkaran;

Rumus pendekatan dalam perhitungan luasan tempat/area alih muat

antar kapal:

A

= π*R2

R

= L + 6 (D) + 30 Meter

Dimana,

 A

= Luas Perairan tempat/area alih muat antar kapal

R

= Jari-jari tempat/area alih muat antar kapal

L

= Panjang kapal maksimum yang melakukan alih muat antar

kapal

D

= Kedalaman perairan tempat/area alih muat antar kapal

(referensi LWS)

(3) Perairan/kolam untuk tempat sandar kapal

 Analisis untuk perkiraan kebutuhan area alih muat antar kapal harus

memperhitungkan kriteria sebagai berikut, antara lain:

Panjang dermaga;

Ukuran kapal rencana yang berkunjung;

Jumlah kapal maksimum yang sandar di dermaga per hari;

Jarak antar kapal untuk olah gerak kapal;

Rumus pendekatan dalam perhitungan luasan kolam untuk tempat

sandar kapal:

(24)

 Analisis untuk perkiraan kebutuhan area kolam putar (Turning Basin) harus

memperhitungkan kriteria sebagai berikut, antara lain:

Panjang kapal rencana (LOA);

Kedalaman kolam putar minimal sama dengan tinggi full load draft kapal

rencana ditambah 1 meter untuk faktor keselamatan;

Referensi LWS;

Jumlah kolam putar;

Kolam putar diasumsikan berbentuk lingkaran;

Rumus pendekatan:

A

= π*R2

D

> 2 L meter

Dimana,

R

= D/2 meter

 A

= Luas areal kolam putar

D

= Diameter kolam putar

R

= Jari-jari kolam putar

L

= Panjang kapal rencana maksimum (LOA)

(5) Perairan untuk pemanduan dan penundaan di dalam DLKr

 Analisis untuk perkiraan kebutuhan area pemanduan dan penundaan di

dalam DLKr harus memperhitungkan kriteria sebagai berikut, antara lain:

Panjang kapal rencana (LOA);

Kedalaman perairan minimal sama dengan tinggi full load draft kapal

rencana ditambah 1 meter untuk faktor keselamatan;

Referensi LWS;

Jumlah kunjungan kapal;

Kondisi perairan;

Rumus pendekatan:

A

= (L x P)

Dimana,

 A

= Luas perairan

L

= Lebar alur

(25)

P

= Panjang alur.

(c) Fasilitas Perairan (DLKr Perairan)

DLKp pelabuhan adalah wilayah perairan disekeliling DLKr perairan

pelabuhan yang digunakan untuk menjamin keselamatan pelayaran. Pada

wilayah DLKp akan dianalisis mengenai kebutuhan alur pelayaran dari dan

ke pelabuhan. Prinsip perencanaan alur pelayaran adalah aman dan lancar

dalam operasional serta olah gerak kapal baik terhadap kondisi kapal

maupun kondisi alam yang timbul antara lain gelombang, angin, pasang

surut, pengendapan dan fenomena kondisi alam. Berikut ini adalah

ketentuan dalam perencanaan alur pelayaran :

(1)

Alur Pelayaran

Tata letak alur pelayaran

  Tata letak alur pelayaran masuk dan keluar pelabuhan banyak

ditentukan oleh kondisi hidrografi dan kondisi alam perairan dengan

aspek-aspek yang harus diperhitungkan adalah sebagai berikut:

  Alur pelayaran sedapat mungkin menghindari adanya

tikungan-tikungan;

Bila tikungan tidak dapat dihindari dan terdapat beberapa tikungan,

maka jarak antara tikungan minimal 10 L (L = Panjang Kapal);

Sudut sumbu pertemuan tikungan tidak boleh lebih dari 30

o

, atau bila

lebih dari 30

o

 maka garis tengah tikungan harus membentuk busur

dengan jari-jari lengkung minimal 10 L atau untuk kondisi tertentu

dapat ≥ 5 L dengan penambahan lebar jalur;

(26)

Tabel 1 Kriteria Lebar Alur (i)

Panjang Alur

Kondisi Navigasi

Lebar Alur

2

 –

 

jalur

relatif

panjang, alur lurus

Kapal dengan

frekuensi tinggi

7 B + 30 Meter

Kapal dengan

frekuensi rendah

4 B + 30 Meter

2

 –

 

Jalur,

alur

membelok/ menikung

Kapal dengan

frekuensi tinggi

9 B + 30 Meter

Kapal dengan

frekuensi rendah

6 B + 30 Meter

Dimana B = Lebar kapal rencana maksimum,

Sumber : Juknis Penyusunan RIP, 2014

 Atau

Tabel 2 Kriteria Lebar Alur (ii)

Panjang Alur

Kondisi Navigasi

Lebar Alur

 Alur

yang

relatif

panjang

Kapal

dengan

frekuensi tinggi

2 L

Kapal

dengan

frekuensi rendah

1,5 L

 Alur

yang

relatif

pendek

Kapal

dengan

frekuensi tinggi

1,5 L

Kapal

dengan

frekuensi rendah

L

Dimana L = Panjang kapal,

Sumber : Juknis Penyusunan RIP, 2014

Kedalaman alur pelayaran

Kedalaman alur pelayaran diisyaratkan tidak boleh kurang dari full load

draft dan perlu mempertimbangkan terhadap goncangan kapal akibat

kondisi alur seperti angin, gelombang, pasang surut dan olah gerak

kapal. Penentuan dalam alur sebagai berikut:

Alur di dalam pelabuhan:

d = 1,10 D

(27)

d = kedalaman alur

D = full load draft kapal

Alur di luar pelabuhan:

d

= D + D’

- 0,1 H

dimana,

d = kedalaman alur

D = full load draft kapal

D’

= clearence for ship squat and trim

H = tinggi gelombang diluar pelabuhan

(2)

Areal pindah labuh kapal.

 Faktor yang perlu diperhatikan: kunjungan

kapal, ukuran kapal rencana yang berkunjung, draft kapal rencana yang

berkunjung dan draft yang dibutuhkan untuk labuh. Rumus pendekatan

dalam perhitungan luasan tempat/areal pindah labuh kapal:

A

= π*R2

R

= L + 6 (D) + 30 Meter

Dimana,

 A

= Luas perairan tempat/areal pindah labuh kapal

R

= Jari-jari tempat/area alih muat antar kapal

L

= Panjang kapal maksimum yang melakukan alih muat antar kapal

D

= Kedalaman perairan tempat/area alih muat antar kapal (referensi

LWS).

(3)

Areal Keperluan keadaan darurat,

faktor yang perlu diperhatikan

yaitu: kecelakaan kapal, kebakaran kapal, kapal kandas dan lain-lain.

Luas yang dibutuhkan sekitar setengah dari luas areal pindah labuh

kapal.

(28)

(6)

Percobaan berlayar.

Faktor yang perlu diperhatikan adalah ukuran

kapal rencana. Luas yang dibutuhkan sekitar setengah dari luas areal

pindah labuh kapal.

(7)

Perairan wajib pandu.

Faktor yang yang perlu diperhatikan: kondisi

alur, ukuran kapal rencana dan kunjungan kapal. Luas yang dibutuhkan

disesuaikan dengan kondisi fisik alur dan ukuran kapal yang

menggunakan alur pelayaran.

(8)

Fasilitas pembangunan dan pemeliharaan.

Faktor yang perlu

diperhatikan: ukuran kapal maksimum yang dibangun/diperbaiki. Luas

yang dibutuhkan sekitar setengah dari luas areal pindah labuh kapal.

2.1.2 Tahapan Penyusunan Laporan

Penyusunan Laporan pekerjaan penentuan batas-batas DLKR dan DLKP ini

terdiri dari

Laporan Pendahuluan, Laporan Antara, Laporan Draft Akhir,

Laporan Akhir, dan Ringkasan Eksekutif 

 (

Executive Summary 

).

A. Laporan Pendahuluan

Laporan pendahuluan berisi latar belakang pekerjaan, maksud dan tujuan

studi, gambaran umum pelabuhan, tanggapan terhadap KAK, metodologi

pelaksanaan pekerjaan, dan organisasi serta rencana kerja. Inti dari laporan

pendahuluan adalah penyedia jasa melaporkan hasil survey pendahuluan ke

lokasi pelabuhan dan dapat menggambarkan kondisi eksisting dan

permasalahan yang ada di pelabuhan, termasuk rencana-rencana pemerintah

daerah terkait pengembangan kawasan pelabuhan dan areal di sekitarnya di

masa yang akan datang.

Secara sistematika, laporan pendahuluan harus memuat minimal :

Pendahuluan, berisi latar belakang, maksud dan tujuan, lokasi studi, ruang

lingkup pekerjaan, dan landasan hukum.

Gambaran umum pelabuhan, berisi antara lain hierarki pelabuhan, fasilitas

esksitng, data opersioanl, potensi wilayah hinterland, kondisi aksesibilitas,

serta permasalahan pelabuhan.

(29)

Tanggapan terhadap KAK, berisi antara lain tanggapan penyedia jasa

terhadap KAK yang sudah disusun oleh pemberi kerja, serta usulan inovasi

dari penyedia jasa terhadap metodologi pekerjaan.

  Metodologi pelaksanaan pekerjaan, berisi antara lain metode

pengumpulan data, metode survey lapangan, metode analisis, dan m etode

pemetaan.

Organisasi dan Rencana kerja, berisi antara lain jadwal penugasan tenaga

ahli dan rencana kerja.

B. Laporan Antara

Laporan antara berisi hasil survey lapangan berupa titik-titik batas koordinat

sesuai dengan RIP dan status lahan yang sudah dimiliki penyelenggara

pelabuhan, tanda alam batas-batas DLKR dan DLKP, serta inventarisasi data

status lahan. Pada laporan ini, penyedia jasa juga harus menampilkan hasil

perhitungan kebutuhan untuk fasilitas daratan dan perairan berdasarkan hasil

perhitungan sendiri, kemudian membandingkannya dengan hasil perhitungan

di dokumen Rencana Induk Pelabuhan, kemudian membuat justifikasi mana

yang akan dipakai dalam penetapan DLKR dan DLKP Pelabuhan yang

dimaksud.

Secara sistematika, laporan antara harus memuat minimal :

Pendahuluan, berisi latar belakang, maksud dan tujuan, lokasi studi, ruang

lingkup pekerjaan, dan landasan hukum.

Gambaran umum pelabuhan, berisi antara lain hierarki pelabuhan, fasilitas

esksitng, data opersioanl, potensi wilayah hinterland, kondisi aksesibilitas,

serta permasalahan pelabuhan.

(30)

Review RIP, memuat antara lain tinjau ulang terhadap batas-batas DKLR

dan DLKP yang sudah ditetapkan dalam RIP, kemudian penyedia jasa

diminta menghitung ulang mulai dari proyeksi, sampai perhitungan analisis

kebutuhan fasilitas pelabuhan, dan rencana tahapan pembangunan

pelabuhan dari jangka pendek, menegah, panjang kemudian melakukan

 justifikasi teknis terhadap batas-batas DLKR dan DLKP yang sudah

ditetapkan dalam RIP dengan hasil hasil analisis sendiri dan kondisi di

lapangan. Pada bagian ini juga disampaikan rencana pemerintah daerah

yang terkait dengan pelabuhan atau areal di sekitar pelabuhan.

C. Laporan Draft Akhir

Laporan Draft Akhir berisi hasil perbaikan dari Laporan antara ditambah

pemetaan titik-titik batas DLKR dan DLKP pelabuhan yang sudah dianalisis

berdasarkan hasil perhitungan dan kondisi di lapangan. Secara sistematika,

laporan Draft akhir minimal harus memuat :

Pendahuluan, berisi latar belakang, maksud dan tujuan, lokasi studi, ruang

lingkup pekerjaan, dan landasan hukum.

Gambaran umum pelabuhan, berisi antara lain hierarki pelabuhan, fasilitas

esksitng, data opersioanl, potensi wilayah hinterland, kondisi aksesibilitas,

serta permasalahan pelabuhan.

Hasil survey lapangan, memuat antara lain penentuan titik koordinat

Batas-Batas DLKr dan DLKp yang isinya antara lain proses pengukuran dan

pengolahan data serta dokumentasi penentuan titik-titik batas, kemudian

penentuan tanda-tanda alam sebagai batas DLKR DLKP secara visual,

dan data status lahan.

Perhitungan Kebutuhan Luasan Daratan dan Perairan Pelabuhan, yang

berisi proyeksi arus bongkar muat barang dan kunjungan kapal,

perhitungan dan analisis kebutuhan fasilitas pelabuhan, dan rencana

tahapan pembangunan pelabuhan dari jangka pendek, menegah, panjang

kemudian melakukan justifikasi teknis terhadap batas-batas DLKR dan

DLKP yang sudah ditetapkan dalam RIP dengan hasil hasil analisis sendiri

dan kondisi di lapangan.

(31)

Deskripsi Batas-batas DLKR dan DLKP pelabuhan, yang berisi penjelasan

deskriptif mengenai titik koordinat beserta jarak antar titik dan posisinya.

Pada bab ini juga harus ditampilkan peta usulan DLKr dan DLKp

pelabuhan yang dimaksud.

Penutup, berisi kesimpulan hasil studi dan saran-saran atau rekomendasi

terkait dengan penetapan batas-batas DLKR dan DLKP atau

pengembangan pelabuhan ke depan.

D. Laporan Akhir

Laporan Akhir berisi hasil penyempurnaan dari Laporan Draft Akhir sesuai

dengan hasil masukan pada saat rapat dan asistensi dengan tim teknis.

Secara sistematika, Laporan Akhir sama dengan laporan draft akhir ditambah

dengan lampiran-lampiran.

Secara sistematika, Laporan Akhir minimal harus memuat :

Pendahuluan, berisi latar belakang, maksud dan tujuan, lokasi studi, ruang

lingkup pekerjaan, dan landasan hukum.

Gambaran umum pelabuhan, berisi antara lain hierarki pelabuhan, fasilitas

esksitng, data opersioanl, potensi wilayah hinterland, kondisi aksesibilitas,

serta permasalahan pelabuhan.

Hasil survey lapangan, memuat antara lain penentuan titik koordinat

Batas-Batas DLKr dan DLKp yang isinya antara lain proses pengukuran dan

pengolahan data serta dokumentasi penentuan titik-titik batas, kemudian

penentuan tanda-tanda alam sebagai batas DLKR DLKP secara visual,

dan data status lahan.

Perhitungan Kebutuhan Luasan Daratan dan Perairan Pelabuhan, yang

(32)

Deskripsi Batas-batas DLKR dan DLKP pelabuhan, yang berisi penjelasan

deskriptif mengenai titik koordinat beserta jarak antar titik dan posisinya.

Pada bab ini juga harus ditampilkan peta usulan DLKr dan DLKp

pelabuhan yang dimaksud.

Penutup, berisi kesimpulan hasil studi dan saran-saran atau rekomendasi

terkait dengan penetapan batas-batas DLKR dan DLKP atau

pengembangan pelabuhan ke depan.

Lampiran 1 berisi Draft Keputusan Menteri/ Gubernur/ Walikota/ Bupati

Tentang Penetapan DLKR DLKP Pelabuhan

Lampiran 2 Berisi Peta DLKR DLKP Pelabuhan (A1).

Lampiran 3 berisi Surat Keputusan Menteri/ Gubernur/ Walikota/ Bupati

Tentang Penetapan Rencana Induk Pelabuhan

Lampiran 4 berisi Laporan Survey Lapangan

E. Ringkasan Eksekutif (E xecutive S ummary 

)

Laporan ringkasan eksekutif merupakan ringkasan komprehensif dari seluruh

kegiatan penyusunan batas-batas DLKR dan DLKP pelabuhan. Dibuat dalam

kertas A3 dengan format landscape 2 kolom. Berisi atau memuat ringkasan

dari seluruh tahapan kegiatan yang dilakukan.

2.2 KONSEP PENETAPAN BATAS-BATAS DLKR DAN DLKP

Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) adalah wilayah perairan dan daratan pada

pelabuhan atau terminal khusus yang digunakan secara langsung untuk

kegiatan pelabuhan. DLKr terdiri dari DLKr daratan dan DLKr perairan. DLKr

daratan digunakan untuk kegiatan fasilitas pokok dan fasilitas penunjang.

Penetapan batas-batas DLKr daratan berpedoman pada :

1) Rencana induk pelabuhan yang mencakup:

a. Rencana Jangka pendek;

b. Rencana Jangka menengah;

c. Rencana Jangka panjang.

(33)

3) Rencana kebutuhan areal untuk fasilitas pokok dan penunjang;

4) Penguasaan areal tanah;

5) Rencana pembebasan tanah;

6) Rencana reklamasi.

Namun demikian, untuk mencegah terjadinya konflik akibat adanya

perselisihan kepemilikan lahan,

penetapan DLKr daratan berpedoman pada

kepemilihan lahan yang sudah bersertifikat hak milik atau hak guna pakai

oleh Penyelenggara Pelabuhan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN)

setempat. Oleh sebab itu, penyedia jasa wajib mendapatkan data sertifikat

lahan pelabuhan yang diterbitkan oleh BPN.

DLKr perairan terdiri dari :

1) Alur pelayaran

2) Areal labuh kapal

3) Areal alih muat antar kapal

4) Areal sandar kapal

5) Areal kolam putar

6) Areal Pemanduan dan Penundaan di dalam DLKr.

DLKP pelabuhan adalah wilayah perairan disekeliling DLKR perairan

pelabuhan yang digunakan untuk menjamin keselamatan pelayaran.

DLKp

pelabuhan terdiri dari :

1) Areal pindah labuh kapal

2) Areal keperluan darurat

(34)

2.3 PEMETAAN

Hasil survey lapangan dan analisis harus dituangkan dalam bentuk peta

digital. Proses pemetan adalah penggambaran situasi di lapangan degan

menggunakan proyeksi tertentu sehingga semua detail yang ada di lapangan

berupa batas-batas DLKR/DLKP tergambar di dalam bidang datar

(softcopy/hardcopy) dengn skala tertentu. Proses pemetaan dapat dilakukan

dengan alat bantu software pemetaan yang umum digunakan saat ini seperti

 ArcGIS atau AutoCAD.

Di dalam kegiatan ini pemetaan yang dilakukan adalah mengambarkan

batas-batas :

DLKR daratan

DLKR perairan

  DLKP

Zonasi kegiatan kepelabuhanan.

Pemetaan ini mengacu pada ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

-

Ellipsoide : WGS 1984

-

Proyeksi : Universal Traverse Mercator

-

Peta menggunakan kertas ukuran A1 dan bila luas daerah yang disurvei

melebihi ukuran di atas, peta dibagi dalam beberapa lembar.

-

Peta harus dibuat dengan skala besar yang memperlihatkan area survei

secara keseluruhan.

-

Peta DLKR dan DLKP disajikan dalam bentuk peta analog (hardcopy) dan

peta digital (soft copy) untuk perangkat lunak grafis dan sistem informasi

geografi digunakan seperti Auto CAD Map dan ArcGIS / ArcVIEW (file

berekstensi .dwg, .dxf, .shp, .shx dan .dbf).

-

Ketentuan detail mengenai skala peta penggambaran notasi, dan

sebagainya, mengacu kepada

Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 8 Tahun 2013 Tentang Ketelitian Peta Rencana Tata

Ruang.

(35)

BAB 3

TATA CARA PENETAPAN DLKR DAN DLKP

3.1

Prosedur Penetapan

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang

Kepelabuhanan sebagaimana diubah menjadi Peraturan Pemerintah Nomor

64 Tahun 2015; Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan

Kepentingan pelabuhan ditetapkan oleh:

a.

Menteri untuk pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul;

b.

gubernur untuk pelabuhan pengumpan regional; atau

c.

bupati/walikota untuk pelabuhan pengumpan local serta pelabuhan sungai

dan danau.

Menteri dalam menetapkan Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan

Kepentingan pelabuhan harus terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari

gubernur dan bupati/walikota mengenai kesesuaian dengan tata ruang

wilayah provinsi dan kabupaten/kota.

Gubernur dalam menetapkan Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah

Lingkungan Kepentingan pelabuhan harus terlebih dahulu mendapat

rekomendasi dari bupati/walikota mengenai kesesuaian dengan tata

ruang wilayah kabupaten/kota.

Dalam penetapan batas Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan

Kepentingan pelabuhan paling sedikit memuat:

(36)

Secara prosedur, proses penetapan DLKr dan DLKp Pelabuhan sebagaimana

disajikan pada gambar di bawah ini.

SURAT PERMOHONAN PENETAPAN DLKR/DLKP PENYELENGGARA PELABUHAN (UTAMA/

PENGUMPUL) MENTERI PERHUBUNGAN Cq. DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT EVALUASI DOKUMEN USULAN DLKR/DLKP DIREKTUR JENDERAL  PERHUBUNGAN LAUT EVALUASI DOKUMEN USULAN DLKR/DLKP MENTERI PERHUBUNGAN Cq. SEKRETARIS JENDERAL PENETAPAN DLKR DLKP MENTERI PERHUBUNGAN

LEGALISASI (DILEMBAR NEGARAKAN)

KEMENKUMHAM

PUBLIKASI

DISAMPAIKAN KEPADA PENYELENGGARA PELABUHAN

WEBSITE KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

REKOMENDASI GUBERNUR/BUPATI/ WALIKOTA YA TIDAK PERBAIKAN PERBAIKAN DOKUMEN (MAKS. 2 BLN) PENYELENGGARA PELABUHAN YA TIDAK

(37)

SURAT PERMOHONAN PENETAPAN DLKR/DLKP PENYELENGGARA PELABUHAN (PENGUMPAN

REGIONAL) GUBERNUR EVALUASI PERMOHONAN PENETAPAN DLKR DLKP PEMERINTAH PROVINSI PENETAPAN DLKR DLKP GUBERNUR DISAMPAIKAN KEPADA PENYELENGGARA PELABUHAN REKOMENDASI BUPATI/ WALIKOTA PERTIMBANGAN TEKNIS

DARI DIRJEN HUBLA

YA TIDAK

PERBAIKAN

DISAMPAIKAN KEPADA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

Cq DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT

(38)

SURAT PERMOHONAN PENETAPAN DLKR/DLKP PENYELENGGARA PELABUHAN (PENGUMPAN

LOKAL) BUPATI/WALIKOTA EVALUASI PERMOHONAN PENETAPAN DLKR DLKP PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PENETAPAN DLKR DLKP BUPATI/WALIKOTA DISAMPAIKAN KEPADA PENYELENGGARA PELABUHAN

PERSETUJUAN TEKNIS DARI DIRJEN HUBLA YA TIDAK PERBAIKAN DISAMPAIKAN KEPADA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN Cq DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT DAN

GUBERNUR

Gambar 3. 3 Prosedur / Tata Cara Penetapan DLKR dan DLKP Pelabuhan Pengumpan Lokal

3.2

Format Draft Surat Keputusan Penetapan Batas DLKR dan DLKP

Pada dasarnya, isi dari draft surat keputusan menteri/gubernur/bupati/walikota

tentang penetapan batas DLKR dan DLKP pelabuhan berisi

Pertama, Batas Daerah Lingkungan Kerja Daratan dan Perairan

Pelabuhan, yang menyebutkan luasannya, titik-titik batas, dan

(39)

tanda-tanda batas yang menunjukan posisi titik-titik batas DLKR daratan dan

perairan pelabuhan tersebut.

Kedua, Batas Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan, yang

menyebutkan luasannya, titik-titik batas, dan tanda-tanda batas yang

menunjukan posisi titik-titik batas DLKP pelabuhan tersebut.

Ketiga, Batas DLKR dan DLKP Pelabuhan digambarkan pada peta-peta

terlampir yang tidak terpisahkan dari peraturan atau surat keputusan ini.

Keempat, penyerahan tanah yang termasuk ke dalam batas DLKR

Pelabuhan diserahkan pengelolaannya kepada Direktorat Jenderal

Perhubungan Laut sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kelima, kewajiban Direktur Jenderal Perhubungan Laut terkait kewajiban

terhadap pemberian hak pakai/pengelolaan lahan untuk DLKR

Pelabuhan.

(40)

BAB 4

PENUTUP

Petunjuk Teknis ini merupakan pedoman/panduan dalam penyusunan DLKR

dan DLKP pelabuhan yang ditetapkan berdasarkan peraturan yang berlaku

untuk dapat dilaksanakan sebaik-baiknya dan penuh tanggung jawab.

Petunjuk Teknis ini dapat ditinjau ulang dan dilakukan penyempurnaan untuk

keperluan penyusunan, penetapan dan tinjau ulang Rencana Induk

Pelabuhan.

(41)

LAMPIRAN

(42)

41

Contoh Peta DLKR Daratan

(43)

42

Contoh Peta DLKR Perairan dan DLKP

Contoh Draft Penetapan Batas-batas DLKR dan DLKP

Pelabuhan (Pelabuhan Pengumpan Regional)

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN /

GUBERNUR PROVINSI ... /

BUPATI/WALIKOTA ... .

(44)

Contoh Draft Penetapan Batas-batas DLKR dan DLKP

Pelabuhan (Pelabuhan Pengumpan Regional)

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN /

GUBERNUR PROVINSI ... /

BUPATI/WALIKOTA ... .

NOMOR : …...

 TENTANG

BATAS-BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA DAN

DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN

PELABUHAN ...

PROVINSI ...

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA /

GUBERNUR PROVINSI .../

BUPATI/WALIKOTA ...

Membaca

: 1. Surat Gubernur Provinsi ...

Nomor … Tanggal … tentang

Rekomendasi Batas-Batas Daerah Lingkungan Kerja dan

Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan ...;

2. Surat Bupati/Walikota ...

Nomor … Tanggal …

tentang Rekomendasi Batas-Batas Daerah Lingkungan Kerja

dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan ...

Menimbang : a.

bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 61

 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan, untuk kepentingan

penyelenggaraan pelabuhan umum ditetapkan daerah

(45)

lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan

pelabuhan;

b.

bahwa batas-batas daerah lingkungan kerja dan daerah

lingkungan kepentingan pelabuhan umum sebagaimana

dimaksud

dalam

huruf

a,

untuk

pelabuhan

Utama/Pengumpul/Pengumpan ditetapkan oleh Menteri

Perhubungan/Gubernur/Bupati/Walikota ... setelah

mendapat rekomendasi dari Gubernur/Bupati/Walikota;

c.

bahwa sehubungan dengan hal tersebut huruf a dan huruf

b, serta dalam rangka menjamin kepastian hukum guna

penyediaan dan penggunaan tanah di Pelabuhan ...,

perlu

ditetapkan

Keputusan

Menteri

Perhubungan/Gubernur/Bupati/Walikota ... tentang

Batas-Batas Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah

Lingkungan Kepentingan Pelabuhan ...

Mengingat

: 1.

Undang

 – 

Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang

Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4849);

2.

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia

(46)

Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587);

4.

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48);

5.

Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang

tentang Kenavigasian (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2010 Nomor 8, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5093);

6.

Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2011 tentang

Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 20

 Tahun 2010 tentang Angkutan Di Perairan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43,

 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5208);

7.

Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2015 tentang

Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 61

 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 193, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5731);

8.

Peraturan Presiden Nomor 30 Tahun 2015 tentang

Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 71

 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan

 Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;

(47)

9.

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 25 Tahun

2011 tentang Sarana Bantu Navigasi Pelayaran;

10.

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 68 Tahun

2011 tentang Alur Pelayaran Di Laut (Berita Negara

Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 380);

11.

Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala

Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 2015

tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan

Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 2012 tentang

Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah (Berita

Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 648);

12.

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun

2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut (Berita

Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 311);

13.

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 130 Tahun

2015 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri

Perhubungan Nomor KM 62 Tahun 2010 tentang

Organisasi Dan Tata Kerja Kantor Unit Penyelenggara

Pelabuhan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun

2015 Nomor 1400);

(48)

15.

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 136 Tahun

2015 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri

Perhubungan Nomor PM 52 Tahun 2011 Pengerukan

dan Reklamasi (Berita Negara Republik Indonesia

 Tahun 2015 Nomor 1309);

16.

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 86 Tahun

2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri

Perhubungan Nomor PM 189 Tahun 2015 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan

(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor

1012);

17.

Keputusan

Menteri

Perhubungan

/

Keputusan

Gubernur .../ Keputusan Bupati/Walikota ...

Nomor ... Tahun ... tentang Rencana Induk

Pelabuhan ... (Berita Negara Republik Indonesia

 Tahun ... Nomor ...);

18.

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 31 Tahun

2006 tentang Pedoman Perencanaan Di Lingkungan

Departemen Perhubungan;

19.

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 725 Tahun

2014 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri

Perhubungan Nomor KM 414 Tahun 2013 tentang

Penetapan Rencana Induk Pelabuhan Nasional;

(49)

20.

Peraturan Daerah Provinsi ... Nomor

... Tahun ... tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Provinsi ...;

21.

Peraturan Daerah Kabupaten/Kota ... Nomor

... Tahun ... tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Kabupaten/Kota ... .

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : KEPUTUSAN

MENTERI

PERHUBUNGAN/GUBERNUR

PROVINSI/BUPATI/WALIKOTA ... TENTANG

BATAS-BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA DAN DAERAH

LINGKUNGAN KEPENTINGAN PELABUHAN ...

PERTAMA

: Batas-batas Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan ...

adalah sebagai berikut:

a. Batas-batas Daerah Lingkungan Kerja Daratan Pelabuhan

...

yang

luasnya

...

M

2

(...) meter persegi, dimulai dari titik A

 yang terletak di sebelah ... Pelabuhan ... pada titik

koordinat geografis :

(50)

selanjutnya ditarik garis lurus ke arah ... sampai di

titik B yang terletak di ... pelabuhan pada titik

koordinat geografis :

... " LU

... " BT

selanjutnya ditarik garis lurus ke arah Utara dan kembali ke

titik A.

(...dan seterusnya ...)

b. Batas-batas Daerah Lingkungan Kerja Perairan Pelabuhan

...

seluas

lebih

kurang

...

Ha

(...) Hektar, dimulai dari titik AI yang

terletak di ... Pelabuhan ... pada titik

koordinat geografis :

... " LU

... " BT

selanjutnya ditarik garis ... sampai di titik BI yang

terletak di ... titik koordinat geografis :

... " LU

... " BT

ke arah Utara dan kembali ke titik AI.

(51)

KEDUA

: Batas-batas Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan

...

seluas

lebih

kurang

...

Ha

(...) Hektar dimulai dari titik AA yang terletak

di ... titik koordinat geografis :

... " LU

... " BT

selanjutnya ditarik garis ke ... sampai di titik BB yang

terletak di ... geografis:

... " LU

... " BT

(...dan seterusnya ...)

selanjutnya ditarik garis ke ... dan kembali ke titik AA.

KETIGA

: Batas-batas Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan

Kepentingan Pelabuhan ... sebagaimana dimaksud

Diktum PERTAMA dan KEDUA tergambar pada peta terlampir

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Keputusan ini.

(52)

KELIMA

: Untuk pemberian Hak Pengelolaan pada Diktum KEEMPAT

Kementerian Perhubungan diwajibkan:

a.

membebaskan tanah yang masih dikuasai oleh Pihak

Ketiga yang terletak di dalam Daerah Lingkungan Kerja

Daratan Pelabuhan;

b.

membentuk Panitia Penunjuk Batas Daerah Lingkungan

Kerja Daratan Pelabuhan yang terdiri dari Kementerian

Perhubungan melalui UUP Pelabuhan ..., Badan

Pertanahan Nasional setempat dan Pemerintah Daerah,

berdasarkan

titik

koordinat

geografis

pada

peta

sebagaimana dimaksud Diktum PERTAMA, yang dalam

pelaksanaannya

dimungkinkan

adanya

penyesuaian

dengan keadaan lapangan;

c.

mendaftarkan areal tanah yang merupakan Daerah

Lingkungan Kerja Daratan Pelabuhan untuk memperoleh

Hak Pengelolaan, setelah dilakukan pembebasan tanah

 yang dikuasai oleh pihak ketiga sesuai peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

KEENAM

: Hak Pengelolaan tersebut pada Diktum KEEMPAT, sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku memberi

wewenang kepada Kementerian Perhubungan melalui UPP

Pelabuhan ... untuk :

a.

merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang

bersangkutan;

(53)

b.

menggunakan

tanah

tersebut

untuk

keperluan

pelaksanaan usahanya;

c.

menyerahkan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada

Pihak Ketiga menurut persyaratan yang ditentukan oleh

Kementerian Perhubungan melalui UPP Pelabuhan

...

yang

meliputi

segi-segi

peruntukan,

penggunaan, jangka waktu dan keuangannya dengan

ketentuan bahwa pemberian hakatas tanah kepada Pihak

Ketiga tersebut dilakukan oleh pejabat Badan Pertanahan

Nasional sesuai dengan peraturan perundang-undangan

 yang berlaku.

KETUJUH

: Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : ...

pada tanggal : ...

---MENTERI PERHUBUNGAN/

GUBERNUR/BUPATI/WALIKOTA

...

(…………NAMA

…….….)

(54)

5.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara;

6.

Panglima TNI;

7.

Kepala Badan Pemeriksa Keuangan;

8.

Kepala Badan Pertanahan Nasional;

9.

Kepala Staf TNI Angkatan Laut;

10. Kepala Kepolisian Republik Indonesia;

11. Gubernur Bank Indonesia;

12. Gubernur/Bupati/Walikota ...;

13. Sekjen, Irjen, para Irjen, para Kabadan di lingkungan

Kemenhub;

14. Direktur Jenderal Umum Pemerintahan Kementerian Dalam

Negeri;

15. Kepala Biro Perencanaan dan Kepala Biro Hukum dan

Organisasi Kemenhub;

(55)

CONTOH USULAN PENYUSUNAN STUDI DLKR DLKP

Nomor : (nama tempat), (Tanggal-Bulan-Tahun)

Klasifikasi : Lampiran :

Perihal : Usulan Penyusunan studi DLKr DLKp Pelabuhan (nama Pelabuhan)

Kepada:

Yth. Direktur Jenderal

Perhubungan Laut Cq. Direktur Kepelabuhanan

di

J A K A R T A

1. Menunjuk Peraturan Pemerintah RI Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan

setiap pelabuhan wajib memiliki Rencana Induk Pelabuhan,

serta untuk penyelenggaraan pelabuhan yang efektif dan efisien perlu

disusun Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan (DLKr) dan Daerah

Lingkungan Kepentingan Pelabuhan (DLKp), dengan ini disampaikan bahwa

sampai saat ini Pelabuhan (nama Pelabuhan), Kabupaten (nama Kabupaten) Provinsi  (nama Provinsi) belum memiliki studi DLKr dan DLKp sebagai dasar penetapan DLKr dan DLkp.

2. Berkenaan dengan butir 1 (satu) tersebut di atas, dengan hormat diusulkan agar kegiatan studi penyusunan DLKr/DLKp Pelabuhan (nama Pelabuhan dimasukkan dalam kegiatan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Tahun  Anggaran (tahun anggaran).

3. Demikian disampaikan untuk proses lebih lanjut, atas perhatian dan kerjasamanya diucapkan terima kasih.

PENYELENGGARA PELABUHAN (namaPelabuhan)

(56)

CONTOH PERMOHONAN REKOMENDASI UNTUK

PENETAPAN DLKR DAN DLKP

Nomor : (nama tempat), (Tanggal-Bulan-Tahun)

Klasifikasi : Lampiran :

Perihal : Permohonan Rekomendasi DLKr DLKp Pelabuhan (nama Pelabuhan)

Kepada:

Yth. Gubernur/ Walikota/ Bupati (nama Provinsi /Kota/

Kabupaten) di

TEMPAT

1. Menunjuk Peraturan Pemerintah RI Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan

setiap pelabuhan wajib memiliki Rencana Induk

Pelabuhan, serta untuk penyelenggaraan pelabuhan yang efektif dan

efisien perlu disusun Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan (DLKr) dan

Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan (DLKp)

, dan penetapan DLKp dan DLKp harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota.

2. Pelabuhan (nama Pelabuhan) sesuai dengan hierarki peran dan fungsi dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 414 Tahun 2013 tentang Penetapan Rencana Induk Pelabuhan Nasional adalah pelabuhan (Utama / Pengumpul / Pengumpan Regional) yang penetapannya oleh (Menteri Perhubungan/Gubernur).

3. DLKR dan DLKp Pelabuhan (nama Pelabuhan) dipergunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan program pembangunan dan pengembangan pelabuhan sebagai salah satu sarana penunjang perekonomian di Kabupaten/Kota khususnya dan Provinsi pada umumnya.

4. Berkenaan dengan butir-butir tersebut di atas, mohon kiranya (bapak/ibu) (Gubernur, Bupati/Walikota) dapat memberikan rekomendasi kesesuaian DLKR dan DLKp Pelabuhan (nama Pelabuhan) dengan Rencana Tata Ruang W ilayah ( Provinsi/Kota/Kabupaten).

5. Demikian disampaikan sebagai bahan pertimbangan, atas perkenan (Bapak/Ibu) (Gubernur/Bupati/Walikota) diucapkan t erima kasih.

PENYELENGGARA PELABUHAN (namaPelabuhan)

Pangkat (Gol) NIP Tembusan :

1. Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan; 2. Direktur Kepelabuhanan, Ditjen Hubla.

Gambar

Gambar 1. 2 Contoh Batas-batas DLKr Perairan dan DLKp PelabuhanGambar 1. 2 Contoh Batas-batas DLKr Perairan dan DLKp Pelabuhan
Gambar 2. 1 Tahapan Kegiatan Studi Penyusunan Batas-Batas DLKr dan DLKp Pelabuhan
Gambar 2. 2 GPS G eodetic Tri mble 5700 Dual Frequency
Gambar 2. 3  Metode Statik Differential dan Real Time Kinematic (RTK)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.Per.16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan, bahwa rencana induk pelabuhan perikanan disusun dengan mempertimbangkan daya

Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.Per.16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan, bahwa rencana induk pelabuhan perikanan disusun dengan mempertimbangkan daya

Kemenkes RI, 2013, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 34 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Tindakan Hapus Tikus dan Hapus Serangga pada alat angkut di pelabuhan,

Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca;. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2OlL tentang

Nama Kegiatan : Penyusunan Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RI Penyusunan Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RI Penyusunan Rencana Induk Sistem

Sedangkan jasa usaha kepelabuhanan memiliki arti segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan pelabuhan dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan

Fungsi pelabuhan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2009 pada pasal 1 [8] menyatakan bahwa “Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan / atau perairan

Penyelenggaraan pengembangan sistem pengelolaan air limbah terpusat rencana induk sistem pengelolaan air limbah terpusat Kota Banjarmasin Provinsi Kalimantan