• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mendahului dan menentukan tindakan tindakan tersebut James F. Engel et

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mendahului dan menentukan tindakan tindakan tersebut James F. Engel et"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan-tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh dan menggunakan barang- barang jasa ekonomis termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan – tindakan tersebut James F. Engel et al. (1968: 8).

David L. Loudon dan Albert J. Della Bitta ( 1984: 6) mengemukakan bahwa perilaku konsumen dapat didefinisikan sebagai proses pengambilan keputusan dan aktivitas individu secara fisik yang dilibatkan dalam proses mengevaluasi, memperoleh, menggunakan atau dapat mempergunakan barang–barang dan jasa.

Menurut American Marketing Association perilaku konsumen (customer behavior) adalah interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi, perilaku, dan kejadian di sekitar kita dimana manusia melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu, kelompok, atau organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dalam mendapatkan, menggunakan barang-barang atau jasa ekonomis yang dapat dipengaruhi lingkungan.

(2)

Ada tiga macam ide penting dalam definisi diatas meliputi : a. Perilaku konsumen adalah dinamis

Definisi di atas menekankan bahwa perilaku konsumen itu dinamis. Ini berarti bahwa seorang konsumen, grup konsumen, serta masyarakat luas selalu berubah dan bergerak sepanjang waktu. Hal ini memiliki implikasi terhadap studi perilaku konsumen, demikian pula pada pengembangan starategi pengembangan. Dalam hal studi perilaku konsumen, salah satu implikasinya adalah bahwa generalisasi perilaku konsumen biasanya terbatas untuk satu jangka waktu tertentu, produk, dan individu atau grup tertentu. Dalam hal pengembangan strategi pemasaran, sifat dinamis perilaku konsumen menyiratkan bahwa seorang tidak boleh berharap bahwa suatu strategi pemasaran yang sama dapat memberikan hasil yang sama disepanjang waktu, pasar, dan industri.

b. Perilaku konsumen melibatkan interaksi

Perilaku konsumen adalah keterlibatan interaksi antara pengaruh dan kognisi, perilaku dan kejadian disekitar. Ini berarti bahwa untuk memahami konsumen dan mengembangkan strategi pemasaran yang tepat kita harus memahami apa yang mereka pikirkan (kognisi), dan mereka rasakan (pengaruh), apa yang mereka lakukan (perilaku), dan apa serta di mana (kejadian disekitar).

c. Perilaku konsumen melibatkan pertukaran

Perilaku konsumen adalah pertukaran diantara individu. Hal ini membuat definisi perilaku konsumen tetap konsisten dengan definisi pemasaran

(3)

yang sejauh ini juga menekankan pertukaran. Kenyataannya peran pemasaran adalah untuk menciptakan pertukaran dengan konsumen melalui formulasi dan penerapan strategi pemasaran.

B. Perspektif kualitas

“Kualitas adalah mutu, kualitet atau baik buruknya barang”. Al Barry. (2001:384). Menurut Goesth dan Davis dalam Tjiptono (2000;51) “bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan-harapan.

Terdapat lima macam perspektif yang bisa menjelaskan mengapa kualitas bisa diartikan secara beraneka ragam oleh orang yang berbeda dalam situasi yang berlainan (Garvin dikutip Tjiptono, 2000;52). Adapun kelima macam perspektif kualitas tersebut meliputi:

a. Trancendental approach

Dalam pendekatan ini kualitas dipandang sebagai innate excellent, dimana kualitas dapat dirasakan atau diketahui dan diopersionalkan. Sudut pandang ini biasanya diterapkan dalam dunia seni, misalnya seni musik, drama, tari, dan seni rupa.

b. Product based approach

Pendekatan ini menganggap bahwa kualitas merupakan karakteristik atau atribut yang dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur. Perbedaan dalam

(4)

kualitas mencerminkan perbedaan dalam jumlah beberapa unsur atau atribut yang dimiliki produk.

c. Used based approach

Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, sehingga produk yang paling memuaskan preferensi seseorang (perceived quality) merupakan produk yang berkualitas paling tinggi.

d. Manufacturing-based approach

Perspektif ini bersifat supply-based dan terutama memperhatikan praktik-praktik perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian/sama dengan persyaratan (conformance to requirements). Jadi yang menentukan kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan, bukan konsumen yang menggunakannya.

e. Value-based approach

Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Dengan mempertimbangkan trade-off antara kinerja dan harga, kualitas didefinisikan sebagai “affordable excellence”. Kualitas dalam perspektif ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai.

C. Kualitas Jasa

Payne (2000;275) mengungkapkan bahwa “kualitas jasa berkaitan dengan kemampuan sebuah organisasi untuk memenuhi atau melebihi

(5)

harapan pelanggan. Ukuran kinerja adalah kualitas jasa yang dipersepsikan. Tjiptono (2000;59) mengutip beberapa definisi kualitas jasa diantaranya; a. Menurut Wyckof dalam Lovelock (1988), kualitas jasa adalah tingkat

keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas keunggulan tersebut memenuhi keinginan pelanggan.

b. Menurut Parasuraman, et,al (1985) kualitas jasa dipengaruhi oleh expected services dan perceived services.

c. Menurut Chandra (2002;6) kualitas jasa mencerminkan semua dimensi penawaran produk yang menghasilkan manfaat (benefit)bagi pelanggan.

D. Dimensi Kualitas Jasa

Menurut Kotler dalam Alma (2002;231) mengungkapkan tardapat faktor dominan atau penentu kualitas jasa yaitu:

a. Berwujud (Tangibles) yaitu berupa penampilan fisik, peralatan, dan berbagai materi komunikasi.

b. Keandalan (Reliability) yaitu kemampuan untuk memberikan jasa sesuai dengan yang dijanjikan terpercaya dan akurat, konsisten dan kesesuaian pelayanan.

c. Daya tanggap (Responsiveness) yaitu kemauan karyawan dan pengusaha untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat serta mendengar dan mengatasi keluhan/komplain yang diajukan konsumen.

(6)

d. Kepastian (Assurance) yaitu berupa kemampuan karyawan untuk menimbulkan keyakinan dan kepercayaan terhadap janji yang telah dikemukakan kepada konsumen.

e. Empati (Emphaty) yaitu kesediaan karyawan dan pengusaha untuk lebih peduli memberikan perhatian secara pribadi kepada pelanggan.

Groonros dalam Tjiptono (2000;73), menyatakan bahwa terdapat tiga kriteria pokok yang digunakan dalam menilai kualitas jasa, yaitu outcome-related, process-outcome-related, dan imaged-related. Ketiga kriteria tarsebut dapat dijabarkan menjadi enam unsur, yaitu:

a) Professionalism dan skills

Kriteria ini merupakan outcome-related criteria, dimana pelanggan menyadari bahwa penyedia jasa (service provider), karyawan, sistem operasional dan sumber daya fisik, memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah pelanggan secara profesional.

b) Attitudes and behavior

Kriteria ini adalah process-related criteria, pelanggan merasa bahwa karyawan perusahaan menaruh perhatian terhadap mereka dan berusaha membantu dalam memecahkan masalah mereka secara spontan dan senang hati.

c) Accesibility and flexbility

Kriteria ini termasuk dalam process-related criteria, pelanggan merasa bahwa penyedia jasa, lokasi, jam kerja, karyawan, dan sistem

(7)

operasionalnya, dirancang dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga dapat melakukan akses dengan mudah.

d) Reliability dan trustworthiness

Pelanggan memahami bahwa apapun yang terjadi, mereka bisa mempercayakan segala sesuatunya kepada penyedia jasa beserta karyawan dan sistemnya.

e) Recovey

Pelanggan menyadari bahwa bila ada kesalahan dan atau bila terjadi sesuatu yang tidak diharapkan, maka penyedia jasa akan segera mengambil tindakan untuk mengendalikan situasi dan mencari pemecahan yang tepat.

f) Reputation and credibility

Pelanggan menyakini bahwa operasi dari penyedia jasa dapat dipercaya dan memberikan nilai atau imbalan yang sesuai dengan pengorbanannya.

E. Metode Servqual

Model kualitas jasa yang populer dan hingga kini banyak dijadikan acuan dalam riset pemasaran adalah model servqual (singkatan dari service quality) yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zethaml, dan Berry dalam serangkaian penelitian mereka terhadap enam sektor jasa; reparasi peralatan rumah tangga, kartu kredit, asuransi, sambungan telepon jarak jauh, perbankan ritel, dan pialang sekuritas (1985, 1988, 1990, 1993, 1994). Model ini berkaitan erat dengan model kepuasan pelanggan yang sebagian besar

(8)

didasarkan pada pendekatan diskonfirmasi Oliver (1997). Dalam pendekatan ini ditegaskan bahwa bila kinerja pada suatu atribut (attribute performance) meningkat lebih besar daripada harapan (expectation) atas atribut yang bersangkutan, maka kepuasan (dan kualitas jasa) pun akan meningkat. Begitu pula sebaliknya.

Dalam model servqual, kualitas jasa didefinisikan sebagai “ penilaian atau sikap global berkenaan dengan superioritas suatu jasa” (Parasuraman, et al., 1985; p. 16). Definisi ini didasarkan pada tiga landasan konseptual utama yakni; 1) kualitas jasa lebih sukar dievaluasi konsumen daripada kualitas barang; (2) persepsi terhadap kualitas jasa merupakan hasil dari perbandingan antara harapan pelanggan dengan kinerja aktual jasa; dan (3) evaluasi kualitas tidak hanya dilakukan atas hasil jasa, namun juga mencakup evaluasi terhadap proses penyampaian jasa.

Model servqual meliputi analisis terhadap lima gap yang berpengaruh terhadap kualitas jasa. Gap pertama adalah kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen terhadap harapan pelanggan (knowledge gap). Beberapa strategi yang bisa dilakukan untuk mengurangi gap ini antara lain sebagai berikut:

a. Berusaha mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai harapan pelanggan melalui riset, analisis komplain, panel pelanggan, dan lain-lain. b. Meningkatkan interaksi langsung antara manajer dan pelanggan untuk

(9)

c. Memperbaiki komunikasi ke atas (upward communication) dari personel kontak ke manajemen, dan mengurangi jumlah jenjang/level manajemen diantara keduanya.

d. Menindaklanjuti informasi dan pemahaman yang diperoleh ke dalam tindakan nyata.

GAP 5

---

PEMASAR GAP 4 GAP 4

GAP 3

GAP 2

Gambar 2.1 Model Konseptual Servqual Sumber: Zeithaml, V.A., et al. (1990:46)

Komunikasi Gethok Tular

Jasa Yang Diharapkan Kebutuhan

Pribadi

Pengalaman Masa Lalu

Jasa yang dipersepsikan

Komunikasi Eksternal pada Pelanggan Penyampaian Jasa Spesifikasi Kualitas Jasa

Persepsi Manajemen Atas Harapan Pelanggan

(10)

Gap kedua berupa perbedaan antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan spesifikasi kualitas jasa (standards gap). Manajemen mungkin mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan pelanggan, namun mereka tidak menyusun standar kinerja yang jelas. Ini bisa karena tiga penyebab antara lain; (1) tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas jasa; (2) kekurangan sumber daya; (3) adanya kelebihan permintaan. Strategi yang bisa diterapkan untuk mengurangi gap ini meliputi beberapa hal dibawah ini.

a. Memastikan bahwa manajemen puncak menunjukan komitmen berkesinambungan pada kualitas berdasarkan sudut pandang pelanggan. b. Melibatkan manajemen madya dalam penetapan, pengomunikasian, dan

penerapan standar jasa berorientasi pelanggan dalam unit kerja mereka. c. Membekali para manajer dengan keterampilan-keterampilan yang

dibutuhkan untuk memimpin karyawan agar dapat mewujudkan jasa berkualitas. Ini bisa direalisasikan melalui program pelatihan, baik on-the-job maupun off-the-job.

d. Bersikap reseptif terhadap cara-cara baru untuk menjalankan bisnis yang bisa mengatasi berbagai hambatan dalam rangka mewujudkan jasa berkualitas.

Gap ketiga berupa perbedaan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa (delivery gap). Gap ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya; karyawan kurang terlatih (belum menguasai tugasnya); beban kerja terlampau berlebihan; standar kinerja tidak dapat dipenuhi

(11)

oleh karyawan; atau bahkan karyawan tidak bersedia memenuhi standar kinerja yang ditetapkan. Untuk mengurangi gap ini, dibutuhkan strategi sebagai berikut:

e. Mengklarifikasi peranan setiap karyawan melalui deskripsi kerja yang jelas dan rinci.

f. Memastikan bahwa semua karyawan memahami kontribusi pekerjaan mereka terhadap kepuasan pelanggan.

g. Menyelaraskan karyawan dengan pekerjaan melalui proses seleksi yang menekankan kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk melakukan setiap pekerjaan dengan baik.

h. Melatih para karyawan dalam hal keterampilan antar pribadi, khususnya menyangkut interaksi dengan pelanggan dalam kondisi stres dan penuh tekanan.

Gap keempat berupa perbedaan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal (communication gap). Seringkali harapan pelanggan dipengaruhi iklan dan pernyataan/janji/slogan yang dibuat perusahaan. Resikonya, harapan pelanggan bisa membumbung tinggi dan sulit dipenuhi, terutama jika perusahaan memberikan janji yang muluk-muluk. Strategi yang dapat diimplementasikan agar gap ini bisa berkurang, antara lain sebagai berikut: a. Mengumpulkan masukan dari karyawan operasional sewaktu iklan baru

sedang dibuat.

b. Menyusun iklan yang menonjolkan karyawan riil yang sedang melakukan tugas mereka.

(12)

c. Memberikan kesempatan kepada penyedia jasa untuk menelaah iklan sebelum diekspos kepada para pelanggan.

d. Meminta staf penjualan agar melibatkan staf operasi dalam pertemuan dengan pelanggan.

Sedangkan gap kelima adalah kesenjangan antara jasa yang dipersepsikan dan jasa yang diharapkan (service gap). Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja/prestasi perusahaan dengan cara/ukuran yang berbeda, atau bisa juga mereka keliru mempersepsikan kualitas jasa tersebut. Penilaian kualitas jasa menggunakan model servqual mencakup perhitungan perbedaan di antara nilai yang diberikan para pelanggan untuk setiap pasang pertanyaan berkaitan dengan harapan dan persepsi. Skor servqual untuk setiap pasang pertanyaan, bagi masing-masing pelanggan dapat dihitung berdasarkan rumus berikut (Zeithaml, et al., 1990) dalam (Tjiptono, 2005).

Pada prinsipnya, data yang diperoleh melalui instrument servqual dapat dipergunakan untuk menghitung skor gap kualitas jasa pada berbagai level secara rinci seperti di bawah ini:

Item-by-item analysis, misalnya, K1 – H1, K2 – H2, dan seterusnya. • Dimension-by-dimension analysis, contohnya, (K1 + K2 + K3+P4/4) –

(H1+ H2 + H3+ H4/4), di mana K1 sampai K4 dan dan H1 sampai H4 Skor Servqual = Skor kinerja - Skor Harapan

(13)

mencerminkan empat pernyataan persepsi dan harapan berkaitan dengan dimensi tertentu,

• Perhitungan ukuran tunggal kualitas jasa atau gap servqual, yaitu (K1 + K2 + K3 +… + K22/22) – (H1 + H2 + H3 … + H22/22).

Melalui analisis terhadap berbagai skor gap ini, perusahaan jasa tidak hanya bisa menilai kualitas keseluruhan jasanya sebagaimana dipersepsikan pelanggan. Akan tetapi, juga bisa mengidentifikasi dimensi-dimensi kunci dan aspek-aspek dalam setiap dimensi tersebut yang membutuhkan penyempurnaan kualitas.

F. Jasa yang diharapkan

Model servqual menekankan arti penting harapan pelanggan sebelum membeli atau mengkonsumsi suatu jasa sebagai standar/acuan dalam mengevaluasi kinerja jasa yang bersangkutan. Hasil penelitian Zeithmal, et al. (1993) menunjukan bahwa terdapat sepuluh faktor utama yang mempengaruhi harapan pelanggan terhadap suatu jasa. Kesepuluh faktor tersebut meliputi, (1) enduring service intensifiers, berupa harapan yang disebabkan oleh orang lain dan filosofi pribadi seseorang mengenai suatu jasa; (2) kebutuhan pribadi, meliputi kebutuhan fisik, sosial dan psikologis; (3) transitory service intensifiers, terdiri atas situasi darurat yang membutuhkan jasa tertentu (asuransi kesehatan dan asuransi kecelakaan) dan jasa terakhir yang pernah dikonsumsi pelanggan; (4) persepsi pelanggan

(14)

terhadap tingkat layanan perusahaan lain; (5) self - perceived service role, yaitu persepsi pelanggan terhadap tingkat keterlibatannya dalam proses penyampaian jasa; (6) faktor situasional yang berada diluar kendali penyedia jasa; (7) janji layanan eksplisit, baik berupa iklan, personal selling, perjanjian, maupun komunikasi dengan karyawan penyedia jasa; (8) janji layanan implisit, yang tercemin dari harga dan sarana pendukung jasa; (9) word–of–mouth, baik dari teman, keluarga, rekan kerja, pakar, maupun publikasi media massa; dan (10) pengalaman masa lampau.

G. Kepuasan pelanggan

Chandra (2002;6) bahwa tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk tertentu merupakan hasil dari perbandingan yang dilakukan pelanggan bersangkutan atas tingkat manfaat yang dipersepsikan telah diterimanya setelah mengkonsumsi atau menggunakan produk dan tingkat manfaat yang diharapkan sebelum pembelian”.

Triyono (2006;152) “pelanggan disebut puas bila harapannya terpenuhi atau terlampaui”. Dari pengertian kepuasan pelanggan diatas dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan adalah pemenuhan kebutuhan sesuai harapan atau melebihi harapan pelanggan.

Schnaars (1991), pada dasarnya tujuan dari suatu bisnis adalah umtuk menciptakan para pelanggan yang merasa puas. Terciptanya kepuasan pelanggan dapat memberikan manfaat, diantaranya hubungan antara

(15)

perusahaan dan pelanggannya menjadi harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya loyalitas pelanggan, dan membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang menguntungkan bagi perusahaan Tjiptono, (1994). Ada beberapa pakar yang mendefinisikan mengenai kepuasan/ketidakpuasan pelanggan.

Wilkie (1994) mendefinisikannya sebagai suatu tanggapan emosional pada evaluasi terhadap pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa.

Engel, et al, (1990) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli di mana alternatif yang di pilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil (outcome) tidak memenuhi harapan.

Kotler ,et al., (1996) menandaskan bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang ia rasakan di bandingkan dengan harapannya.

Dari berbagai definisi di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa pada dasarnya pengertian kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja atau hasil yang di rasakan. Pengertian ini di dasarkan pada disconfirmatin paradigm dari Oliver (dalam Engel, et al., 1990; Pawitra, 1993).

Jadi tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapannya. Apabila kinerja dibawah harapan, maka konsumen akan kecewa. Bila kinerja melebihi harapan, konsumen akan

(16)

sangat puas. Harapan konsumen dapat dibentuk oleh pengalaman masa lampau, komentar dari kerabatnya serta janji dan informasi pemasar dan saingannya. Konsumen yang puas akan setia lebih lama, kurang sensitiv terhadap harga dan memberi komentar yang baik tentang perusahaan. Secara konsep kepuasan pelanggan dapat dijelaskan dengan skema sebagai berikut :

Gambar 2.2

Konsep Kepuasan Pelanggan

Sumber : Tjiptono (2007), Pemasaran Jasa Dan Kualitas Pelayanan

H. Keterkaitan Kualitas Jasa dan Kepuasan Pelanggan

Dalam menentukan kepuasan pelanggan, terdapat lima faktor utama yang harus diperhatikan oleh perusahaan yaitu, yang pertama kualitas produk. Pelanggan akan merasa puas apabila hasil evaluasi mereka menunjukan bahwa produk mereka gunakan berkualitas. Kedua, kualitas pelayanan. Pelanggan akan merasa puas apabila mereka mendapatkan

Tujuan Perusahaan

Produk

Nilai Produk Bagi pelanggan Tingkat Kepuasan Pelanggan Harapan Pelanggan Terhadap Produk Kebutuhan Dan Keinginan Pelanggan

(17)

pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan. Ketiga emosional. Pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang tinggi. Keempat adalah harga. Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga yang relatif lebih murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pelanggannya. Faktor yang terakhir adalah biaya. Pelanggan yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung puas terhadap produk atau jasa itu Lupiyoadi, (2001;158).

Chandra (2002;9) kualitas produk yang dirasakan pelanggan akan menentukan persepsi pelanggan terhadap kinerja, yang pada gilirannya akan berdampak pada kepuasan pelanggan.

I. Pengukuran dan Evaluasi Kepuasan Pelanggan

Menurut Tjiptono (1997;35) diungkapakan ada empat teknik pengukuran kepuasan pelanggan, yaitu:

1. Pengukuran dapat dilakukan secara langsung dengan pertanyaan seperti ungkapan seberapa puas saudara terhadap pelayanan akademik UMP. 2. Responden diberi pertanyaan mengenai seberapa besar mereka

mengharapkan suatu atribut tertentu dan seberapa yang mereka rasakan (derived dissatisfaction).

(18)

3. Responden diminta untuk menuliskan masalah-maslah yang mereka hadapi berkaitan dengan penawaran dari perusahaan dan juga diminta untuk menuliskan perbaikan-perbaikan yang mereka sarankan (problem analysis).

4. Importance-perfomance analysis

Responden dapat diminta untuk merangking berbagai elemen (atribut) dari penawaran berdasarkan derajat pentingnya setiap elemen dan seberapa baik kinerja perusahaan dalam masing-masing elemen.

J. Kerangka Pemikiran

Kepuasan adalah salah satu faktor yang sangat penting dimana kita dapat mengetahui apakah mahasiswa tersebut merasa puas atau tidak sehingga perlu diukur salah satunya yaitu dengan menggunakan tools servqual yang meliputi lima dimensi yaitu tangibles, reliability, responsiveness, assurance, emphaty.

Perbedaan gap yang terjadi antara harapan yang diinginkan mahasiswa berdasarkan kepentingannya dengan Universitas Muhammadiyah Purwokerto merupakan sebuah permasalahan yang akan dianalisis dalam skripsi ini. Berikut diagram kerangka pemikirannya:

(19)

Gambar 2.3 Diagram Kerangka Pemikiran K. Hipotesis

H1 : Mahasiswa merasa puas dengan kinerja yang diberikan layanan akademik UMP.

H2 : Mahasiswa puas dengan dimensi tangibles terhadap kinerja layanan akademik UMP.

H3 : Mahasiswa puas dengan dimensi reliability terhadap kinerja layanan akademik UMP.

H4 : Mahasiswa puas dengan dimensi Responsiveness terhadap kinerja layanan akademik UMP.

Kepuasan Mahasiswa Tools = Servqual Kinerja Jasa 5 Dimensi servqual : Tangibles Reliability Responsiveness Assurance Emphaty Harapan Pengguna (Ekspektasi) 5 Dimensi Servqual : Tangibles Reliability Responsiveness Assurance Emphaty GAP

(20)

H5 : Mahasiswa puas dengan dimensi Assurance terhadap kinerja layanan akademik UMP.

H6 : Mahasiswa merasa puas dengan dimensi Emphaty terhadap kinerja layanan akademik UMP.

Gambar

Gambar 2.1 Model Konseptual Servqual
Gambar 2.3 Diagram Kerangka Pemikiran  K.  Hipotesis

Referensi

Dokumen terkait

Dalam lingkungan yang sangat kompetitif jika perusahaan tidak mampu untuk mengembangkan dan menerapkan proyek sistem informasi yang akan membuat mereka mendapatkan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas promosi Toraja Destination Management Organization (DMO) dalam

Oleh karena itu, pada penelitian ini dikaji kondisi optimum (tegangan dan waktu) pelapisan kitosan pada stainless steel 304 dan kualitas hasil lapisan ditentukan

Secara umum kondisi kelembaban udara pada bulan Maret 2021 di wilayah Sampit cukup tinggi, telihat dari rata-rata nilai kelembaban udara harian yang terdapat pada grafik yaitu di

Ekstraksi merupakan suatu metode yang digunakan untuk menarik satu atau lebih senyawa dari tempat asalnya dengan menggunakan pelarut yang sesuai (Syamsuni, 2006).. Tujuan

Berdasarkan analisis data penelitian yang diperoleh dari penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: (1) Metode pembelajaran GASING

Kitab Methoda Al-Qotru merupakan kitab ilmu falak yang digunakan di kalangan LFNU Kabupaten Blitar. Bahasa pengantar kitab ini bukanlah bahasa Arab seperti

Pembelajaran memasak pada anak-anak, saat ini diberikan sebagai salah satu kegiatan penunjang di sekolah dan dibimbing oleh guru maupun pembelajaran dengan orang tua di