• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Sektor Kunci dan Dampaknya terhadap Output, Pendapatan dan Kesempatan Kerja di Kota Bandung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penentuan Sektor Kunci dan Dampaknya terhadap Output, Pendapatan dan Kesempatan Kerja di Kota Bandung"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN SEKTOR KUNCI

SERTA DAMPAKNYA TERHADAP OUTPUT,

PENDAPATAN DAN KESEMPATAN KERJA

DI KOTA BANDUNG

Oleh:

DADAN SIDQUL ANWAR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

DADAN SIDQUL ANWAR. Key Sectors Identification and Their Impact on Output, Income, and Employment in Bandung City (BONAR MARULITUA SINAGA as a Chairman and D.S. PRIYARSONO as a Member of The Advisory Committee).

The attractiveness of Bandung City as a Jakarta’s buffer and the Capital City of West Java has attracted many migrants and increased its population. This phenomenon has brought impact on an increase in unemployment. This study identifies key sectors and analyses their impact on output, income, employment of Bandung City. Analysis was performed by using input-output. The result of the research showed that hotels and communication sectors have significant role in Bandung economy. There fore the sectors could become key sectors of Bandung City. Their multiplier effect and linkage are high. Their impact on output and income is also high. However, their impact on employment is low. Combination in prioritizing between the key sectors and agriculture sectors could be more fruitful not only on output and income, but also on employment.

(3)

DADAN SIDQUL ANWAR. Penentuan Sektor Kunci dan Dampaknya Terhadap Output, Pendapatan, Kesempatan Kerja dan Kelembagaan di Kota Bandung (BONAR MARULITUA SINAGA sebagai ketua dan D.S. PRIYARSONO sebagai anggota komisi pembimbing).

Daya tarik kota Bandung sebagai penyangga Kota Jakarta dan Ibu Kota Jawa Barat telah menarik para pendatang dari wilayah sekitar dan meningkatkan populasi Kota tersebut. Fenomena ini menyebabkan semakin meningkatnya pengangguran di Kota ini. Untuk menginvestigasi peranan desentralisai fiskal dalam mengatasi persoalan tersebut, penelitian ini bertujuan: (1) menganalisis struktur perekonomian Kota Bandung ditinjau dari struktur output sektoral, struktur permintaan dan penawaran, struktur konsumsi, struktur investasi dan perubahan stok, struktur ekspor dan impor serta struktur nilai tambah bruto (pendapatan daerah), (2) menganalisis sektor-sektor jasa yang dapat menjadi sektor kunci dan perlu diprioritaskan dalam pembangunan ekonomi Kota Bandung, (3) menganalisis dampak investasi dan konsumsi terhadap output, pendapatan dan kesempatan kerja, dan (4) menganalisis dampak realokasi investasi pada sektor-sektor kunci dan sektor-sektor-sektor-sektor lainnya terhadap output, pendapatan dan kesempatan kerja.

Penelitian ini menggunakan beberapa metode analisis sesuai dengan tujuan penelitian. Untuk menjawab tujuan 1 digunakan metode analisis tabel input output; tujuan 2 dikaji dengan berdasarkan analisis keterkaitan dan analisis dampak (multiflier) dengan mengolah lebih lanjut tabel input output dengan bantuan Grimp 7.1 dan Excel; tujuan 3 dan 4 dikaji dengan menggunakan analisis simulasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan sektor hotel dan sektor komunikasi memiliki peranan yang signifikan dalam perekonomian Kota Bandung. Dampak pengganda dan tingkat keterkaitan kedua sektor tersebut relatif tinggi. Oleh karena itu, kedua sektor tersebut dapat dijadikan sektor-sektor kunci Kota Bandung. Dampak kedua sektor tersebut terhadap output dan pendapatan cukup tinggi. Namun, dampaknya terhadap kesempatan kerja relatif kecil. Oleh karena itu, untuk lebih meningkatkan pembangunan ekonomi Kota Bandung perlu kombinasi prioritas antara kedua sektor kunci tersebut dengan sektor pertanian, peternakan dan perikanan.

(4)

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul:

PENENTUAN SEKTOR KUNCI DAN DAMPAKNYA TERHADAP OUTPUT, PENDAPATAN, KESEMPATAN KERJA DI KOTA BANDUNG

merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri dengan pembimbingan komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan dengan jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Agustus 2008

Dadan Sidqul Anwar

(5)

PENENTUAN SEKTOR KUNCI

SERTA DAMPAKNYA TERHADAP OUTPUT,

PENDAPATAN DAN KESEMPATAN KERJA

DI KOTA BANDUNG

Oleh:

DADAN SIDQUL ANWAR

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

di Kota Bandung

Nama Mahasiswa : Dadan Sidqul Anwar

Nomor Register Pokok : A151020261

Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Dr. Ir. D.S. Priyarsono, MS Ketua Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Ekonomi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodipuro, MS

(7)

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT. Hanya dengan perkenanNya,

kehidupan dalam berbagai manisfestasinya bergerak dinamis laksana pergerakan air dari

satu tempat ke tempat lainnya. Pergerakan dinamika pengerjaan tesis ini dari proses

penyiapan sampai selesai juga tidak terlepas dari perkenanNya.

Bagi para aparatur negara, dalam mengemban amanah penyelenggaraan negara

sesungguhnya terkandung makna pengabdian yang sangat suci. Pengabdian tersebut

sejatinya terefleksikan dalam berbagai jurus kebijakan yang berpihak kepada masyarakat

banyak yang dalam istilah ekonomi seringkali diasosiasikan dengan making most people better off. Kondisi tersebut dalam realitasnya masih jauh panggang dari api. Dinamika penyelenggaraan negara masih diwarnai dengan riuh rendahnya kegaduhan politik yang

hanya menguntungkan para elit dan melupakan tugas suci mensejahterakan rakyat.

Alhasil, terjadi paradoks penyelenggaraan negara. Di satu sisi, sistem penyelenggaraan negara dianggap membaik ditinjau dari kelembagaan demokrasi dan sistem pasar yang menjadi global mainstream saat ini. Namun, di sisi lain, kondisi perekonomian masyarakat terutama masyarakat menengah ke bawah semakin memburuk. Bahkan, tanpa melakukan protes terhadap negara, banyak anggota masyarakat yang harus mengakhiri hidupnya dalam kenestapaan dan kelaparan di tengah

banyak elit masyarakat yang kekenyangan.

Kondisi ini telah menjadi kegundahan dan kegelisahan penulis yang sangat luar

biasa. Di satu sisi, sebagai salah satu aparatur negara, penulis ingin sekali menjadi bagian

dari solusi terhadap permasalahan kemasyarakatan saat ini. Di sisi lain, penulis hanyalah

”tangan kecil” di tengah hutan belantara persoalan negara. Kadang arus deras persoalan

semakin sulit dibendung.

Namun, kalaupun belum bisa menerangi semua maka paling tidak penulis saat ini

berupaya untuk dapat menjadi lilin yang menerangi sekitarnya. Nyala lilin tersebut

tentunya sangat mudah tertiup angin, tetapi karena tanggung jawab kemasyarakatan

tentunya lilin harus terus bertahan dan semoga nanti menjadi alat penerang yang lebih

(8)

dan praktek administrasi publik yang pro-publik” (Public Administration for The Poor). Hal ini merupakan respons penulis terhadap fenomena pengembangan konsep dan praktek administrasi publik yang masih cenderung self-interested, pro-birokrasi dan politik serta masih masih memarjinalkan masyarakat kecil. Berbagai upaya telah dan sedang dilakukan dari mulai diskusi, penulisan buku, pengembangan

jaringan dan sebagainya.

Pendidikan di IPB dan tesis ini merupakan salah satu bagian proses penulis untuk

pengembangan konsep dan praktek administrasi publik yang pro-publik yang sangat

bermakna (meaningful). Kebermaknaan dalam proses ini tidak terlepas dari bimbingan ”Guru sekaligus Orang Tua Kedua” saya yaitu Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA; dan

Dr. Ir. D. S. Priyarsono. Keduanya tidak hanya memberikan bimbingan teknis substansi

akademik tetapi juga memberikan perhatian dan bantuan layaknya orang tua sendiri.

Bantuan tersebut sangat berarti dalam menunjang kelangsungan perjuangan idealisme

kemasyarakatan, kelangsungan ekonomi keluarga dan kelangsungan proses akademik.

Atas kebaikan yang tidak ternilai dari keduanya, saya ucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya.

Dukungan yang tidak ternilai juga telah diberikan oleh istri tercinta : Kania

Anindhita, SP dan anak-anak tersayang: Mevlana Yasin Anwar (Meva) dan Nisriina

Amani (Ica). Mereka telah merelakan saya untuk berjuang menimba ilmu serta mengabdi

tidak hanya untuk keluarga tetapi juga masyarakat dan negara. Merekapun telah menjadi

penyemangat hidup saya. Dukungan yang tiada henti dan tidak kenal ruang dan waktu

juga diberikan oleh orang tua saya tercinta, ayahanda Drs. HM Nasihin Anwar, M.Pd

(Almarhum) dan Ibunda Hj. Aat Sholihat, S.Ag. serta mertua Ibunda Dra. Siti Mariam.

Do’a mereka telah menghantarkan perjalanan saya ke negeri yang jauh sekalipun (Inggris

dan Rusia). Banyak juga pihak lain yang mendukung baik para guru/dosen, saudara,

teman dan senior saya seperjuangan di Lembaga Administrasi Negara serta masyarakat

(9)

yang berminat di bidang desentralisasi fiskal dan kesejahteraan masyarakat.

Bogor, Agustus 2008

Dadan Sidqul Anwar

(10)
(11)
(12)

Halaman

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Kegunaan Penelitian ... 7

1.5. Ruang Lingkup Penelitian dan Keterbatasan Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Kesempatan Kerja ... 9

2.2. Keterkaitan Antar Sektor dalam Struktur Ekonomi ... 11

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 19

3.1. Kerangka Koseptual ... 19

3.2. Kerangka Teori ... 21

3.2.1. Model Input Output ... 21

3.2.2. Analisis Input Output ... 25

IV. METODE PENELITIAN ... 31

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 31

4.3. Metode Analisis ... 31

4.3.1. Analisis Tabulasi ... 32

4.3.2. Analisis Keterkaitan dan Penyebaran ... 32

4.3.3. Analisis Pengganda ... 35

(13)

V. PROFIL KOTA BANDUNG ... 44

5.1. Gambaran Umum ... 44

5.2 Penduduk dan Ketenagakerjaan ... 45

5.3 Pertumbuhan Ekonomi Kota Bandung ... 47

5.4. Cetak Biru Kebijakan Pengembangan Kota Bandung ... 49

VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN KOTA BANDUNG ... 55

6.1 Struktur Output Sektoral ... 55

6.2. Struktur Permintaan dan Penawaran ... 57

6.3 Struktur Konsumsi ... 60

6.4 Struktur Investasi dan Perubahan Stok ... 62

6.5 Struktur Ekspor dan Impor ... 65

6.6 Struktur Nilai Tambah Bruto ... 69

VII. PENENTUAN SEKTOR KUNCI ... 73

7.1. Analisis Keterkaitan Antar Sektor Ekonomi ... 73

7.1.1. Keterkaitan Ke Depan ... 73

7.1.2. Keterkaitan Ke Belakang... 76

7.2. Analisis Penyebaran ... 78

7.2.1. Penyebaran Ke Depan ... 79

7.2.2. Penyebaran Ke Belakang... 82

7.3. Analisis Pengganda ... 84

7.3.1. Pengganda Output ... 84

7.3.2. Pengganda Pendapatan ... 87

7.3.3. Pengganda Tenaga Kerja ... 90

(14)

DAN KESEMPATAN KERJA ... 97

8.1. Kinerja Perekonomian Kota Bandung Sebelum dan Sesudah Penerapan Desentralisasi ... 97

8.2. Dampak Konsumsi Rumah Tangga dan Investasi Terhadap Output, Pendapatan dan Kesempatan Kerja ... 98

8.3. Simulasi Dampak Investasi pada Sektor-Sektor Kunci dan lainnya Terhadap Output, Pendapatan dan Kesempatan Kerja ... 101

X. KESIMPULAN DAN SARAN ... 106

9.1. Kesimpulan ... 106

9.2. Saran Kebijakan ... 108

DAFTAR PUSTAKA ... 109

(15)

Nomor

1. Laju Pertumbuhan PDRB Kota Bandung Berdasarkan

Lapangan Usaha Tahun 2000-2005 ... 4

2. Tabel Transaksi Input-Output Sederhana ... 23

3. Rumus Multiplier Output, Pendapatan, dan Tenaga Kerja ... 36

4. Distribusi Tenaga Kerja Berdasarkan Kelompok Sektor Utama 46

5. Pertumbuhan PDRB Atas Harga Berlaku dan Harga Konstan Tahun 1999-2004 ... 48

6. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan Kota Bandung, Tahun 2000-2004 ... 49

7. Distribusi Output Kota Bandung, Tahun 2000 dan 2003 ... 56

8. Total Permintaan Sektoral Kota Bandung, Tahun 2000 dan 2003 ... 59

9. Jumlah Konsumsi Rumah Tangga dan Pemerintah, Tahun 2000 dan 2003 ... 61

10. Besarnya Pembentukan Modal Tetap dan Perubahan Stok, Tahun 2000 dan 2003 ... 64

11. Jumlah Ekspor dan Impor, Tahun 2000 dan 2003 ... 67

12. Struktur Nilai Tambah Bruto, Tahun 2000 dan 2003 ... 71

13. Keterkaitan Ke Depan ... 75

14. Keterkaitan Ke Belakang ... 77

15. Penyebaran Ke Depan ... 80

16. Penyebaran Ke Belakang ... 83

17. Peringkat 10 Besar Pengganda Output Tipe I dan Tipe II Tahun 2000 dan 2003 ... 85

18. Peringkat 10 Besar Pengganda Pendapatan Tipe I dan Tipe II Tahun 2000 dan 2003 ... 89

19. Peringkat 10 Besar Pengganda Tenaga Kerja Tipe I dan Tipe II Tahun 2000 dan 2003 ... 92

20. Sektor-sektor Unggulan Berdasarkan Indikator Keterkaitan dan Penyebaran Tahun 2000 dan 2003 ... 93

(16)

21. Sektor-sektor Unggulan Berdasarkan Multiplier Output,

Pendapatan dan Kesempatan Kerja Tahun 2000 dan 2003 ... 95

22. Kinerja Perekonomian Kota Bandung ... 98

23. Dampak Konsumsi Rumah Tangga dan Investasi terhadap Output, Pendapatan dan Kesempatan Kerja ... 99

24. Dampak Investasi terhadap Output, Pendapatan

dan Kesempatan Kerja ... 100

25. Dampak Investasi terhadap Output, Pendapatan

dan Kesempatan Kerja ... 102

(17)

Nomor Halaman

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

1. Laju Klasifikasi Sektor Tabel I-O Kota Bandung Tahun 2000 dan 2003 ... 113

2. Alokasi dan Realokasi Investasi ... 116

3. Transaksi Domestik Kota Bandung Tahun 2000 Atas Dasar

Harga Produsen ... 117

4. Transaksi Domestik Kota Bandung Tahun 2003 Atas Dasar

Harga Produsen ... 121

(19)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sejak sepuluh tahun paska krisis ekonomi, reformasi administrasi negara menuju

terciptanya Good Governance (tata kelola pemerintahan yang baik) menjadi spirit perubahan para aparatur Negara baik di lingkungan pemerintah pusat maupun pemerintah

daerah. Salah satu reformasi mendasar adalah reformasi dari sistem pemerintahan yang

sentralistis ke sistem pemerintahan yang desentralistis melalui diberlakukannya kebijakan

otonomi daerah dan desentralisasi. Atas keberanian melakukan reformasi tersebut, para

pakar dari banyak Negara menyebut fenomena desentralisasi di Indonesia sebagai “big bang” karena desentralisasi di Indonesia dianggap desentralisasi yang massif dan tidak setengah-setengah. Indonesia juga pernah dinobatkan menjadi Negara demokrasi terbesar

ketiga di dunia setelah Amerika dan India.

Desentralisasi tentunya membawa implikasi tanggung jawab Pemerintah Daerah

yang lebih besar tidak hanya dalam mereformasi sistem administrasi daerah tetapi juga

dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Keberhasilan dan kegagalan dalam

penyelenggaraan pemerintah daerah dapat dilihat dari keberhasilan dan kegagalan dari

pemerintah daerah tersebut dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam

membangun perekonomian daerah tersebut, pemerintah daerah bekerjasama dengan para

pelaku ekonomi swasta (private). Kerjasama antara pemerintah dan swasta tersebut seringkali juga disebut local economic governance (tata kelola ekonomi daerah). Dalam hal ini, pemerintah daerah berkewajiban untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi

tumbuhnya dunia usaha, sedangkan swasta menjadi aktor utama dalam perekonomian

(20)

Fakta menunjukkan bahwa beberapa daerah yang dianggap berhasil adalah

daerah-daerah yang tidak hanya mereformasi sistem administrasinya namun juga dapat

mensejahterakan masyarakatnya. Kesejahteraan masyarakat tersebut antara lain

ditentukan oleh kejelasan arah pembangunan ekonomi daerah serta penciptaan iklim yang

kondusif bagi tumbuhnya dunia usaha. Sebagai contoh, pada level kabupaten, Sragen

dinobatkan oleh berbagai pihak, baik pemerintah maupun media masa sebagai daerah

yang berhasil karena daerah tersebut dapat mensejahterakan masyarakatnya. Demikian

juga dengan daerah lainnya seperti Jembrana dan Gorontalo. Keberhasilan beberapa

daerah tersebut antara lain ditentukan oleh keberhasilan daerah tersebut dalam

menentukan ketepatan arah pembangunan ekonomi daerah, mengoptimalkan potensi

ekonomi daerah tersebut serta menciptakan iklim yang kondusif bagi tumbuhnya dunia

usaha khususnya sektor-sektor andalan. Sragen menolak mengeluarkan ijin mal-mal

selama 20 tahun. Daerah ini menyadari bahwa potensi ekonomi justru pertanian sehingga

sektor tersebut dijadikan andalan. Demikian juga dengan Gorontalo yang berhasil

mengandalkan komoditas jagung sebagai pendongkrak perekonomian daerahnya.

Seiring dengan diberlakukannya kebijakan desentrralisasi dan otonomi daerah,

Pemerintah Kota Bandung telah berupaya merancang arah kebijakan ekonomi yang

diharapkan dapat kesejahteraan masyarakat Kota Bandung dan daerah-daerah sekitarnya.

Salah satu upaya tersebut adalah penetapan Bandung sebagai Kota metropolitan yang

mengandalkan sektor jasa sebagai sektor unggulannya. Hal ini terefleksikan dalam

struktur tata ruang provinsi Jawa Barat yang menetapkan Bandung sebagai Pusat

Kegiatan Nasional (PKN) Metropolitan Bandung. Dokumen kebijakan lainnya adalah

(21)

Bandung sebagai pusat kegiatan pemerintahan, pusat kegitatan perdagangan, regional

Jabar, pusat kegiatan pendidikan tinggi, pusat kegiatan kebudayaan dan pariwisata, serta

pusat kegiatan industri. Atas dominannya keempat pertama fungsi pusat kegiatan tersebut

maka strategi dan kebijakan dasar pembangunan kota Bandung diarahkan pada

kedudukannya sebagai kota jasa (RTRW Kota Bandung 2001-2010, hal IV-1).

Pilihan terhadap sektor jasa tersebut relatif tepat jika dikaitkan dengan beberapa

kendala yang dimiliki Kota Bandung untuk mengembangkan sektor-sektor lainnya.

Beberapa kendala tersebut adalah keterbatasan lahan dan ketersediaan air bersih untuk

pengembangan sektor pertanian dan atau sektor industri.

Dalam realitasnya, sampai saat ini, sebagai Kota Metropolitan serta penyangga

perekonomian (economic buffer) Kota Jakarta, Kota Bandung memiliki daya tarik bagi masyarakat di daerah-daerah sekitarnya. Salah satu daya tarik Kota ini adalah daya tarik

kesempatan kerja. Hal ini sangat beralasan karena ditinjau dari laju pertumbuhan

ekonomi, Kota Bandung memiliki keunggulan dibandingkan dengan beberapa daerah

lainnya yang berada di sekitar Kota tersebut. Dalam Kebijakan Umum Anggaran (KUA)

2007 Kota Bandung, Bappeda Kota Bandung melaporkan tingkat laju pertumbuhan

ekonomi Kota Bandung mencapai 7 persen masih di atas laju pertumbuhan ekonomi

daerah sekitarnya yang hanya mencapai kisaran 3-5 persen, serta masih di atas capaian

laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat yang mencapai 5.3 persen untuk tahun

2005.

Tabel 1 menunjukkan laju pertumbuhan PDRB Kota Bandung berdasarkan

beberapa kelompok lapangan usaha. Berdasarkan tabel tersebut, laju pertumbuhan PDRB

(22)

kedua adalah listrik, gas dan air bersih dengan tingkat rerata tumbuh sebesar 8.73 persen;

peringkat ketiga adalah industri pengolahan sebesar 8.48 persen; peringkat keempat

adalah keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar 8.43 persen; dan peringkat

kelima adalah perdagangan, hotel dan restoran sebesar 7.05 persen.

Tabel 1. Laju Pertumbuhan PDRB Kota Bandung Berdasarkan Lapangan Usaha Tahun 2000-2005

Lapangan Usaha 2001 2002 2003 2004 Rerata

Tumbuh

Pertanian -2.42 -2.02 1.89 -5.20 -1.93

Pertambangan dan Penggalian

0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Industri Pengolahan 11.25 9.65 6.88 6.17 8.48

Listrik, Gas dan Air Bersih

3.13 11.28 10.29 10.25 8.73

Bangunan Konstruksi 2.44 5.32 7.92 7.55 5.80

Perdagangan, Hotel dan Restoran

6.27 5.52 7.13 9.26 7.05

Pengangkutan dan Komunikasi

11.28 10.47 6.97 8.26 9.20

Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

5.71 4.86 14.87 8.29 8.43

Jasa-jasa 3.24 3.83 4.63 4.67 4.09

PDRB 7.54 7.13 7.34 7.49 7.37

Namun demikian, seiring dengan pencapaian pembangunan ekonomi tersebut,

Kota Bandung masih dihadapkan pada beberapa persoalan yang cukup mendasar.

Semakin banyaknya para pencari kerja (job-seekers) telah menyebabkan semakin padatnya Kota Bandung. Kota dengan wilayah 16 729 hektar tersebut kini telah mencapai

angka 3 juta jiwa (siang hari) dan 2.5 juta di malam hari. Padahal Lembaga Perserikatan

Bangsa-Bangsa (PBB) Unesco memberi batas ideal pemukim sebuah kota 60 jiwa setiap

hektar, tetapi Bandung jauh di atas itu. Dibanding luas wilayah dan jumlah pemukim,

(23)

pemerintahan, perdagangan dan segala macam daya tarik berkisar 90 jiwa/hektar.

Akhimya, Kota Bandung terancam oleh semakin banyaknya pengangguran karena

ketidakseimbangan antara penawaran dengan permintaan tenaga kerja. Kondisi ini

semakin diperparah dengan memburuknya kondisi perekonomian Bandung sebagai akibat

dari kebijakan kenaikan harga BBM (Bahan Bakar Minyak). Akibat dari kenaikan harga

tersebut, di Bandung, ada banyak perusahaan yang tutup pada tahun 2005 dan

mengakibatkan menganggurnya ribuan tenaga kerja. Pemutusan hubungan kerja juga

banyak terjadi karena perusahaan mengurangi waktu giliran kerja dan kapasitas produksi.

Hal ini tentu akan menambah jumlah pengangguran di kota tersebut. Setiap tahun ada

31.500 penduduk Kota Bandung lulus dari sekolah lanjutan tingkat atas dan kuliah

jenjang strata I serta strata II yang mencari pekerjaan di Kota Bandung. Namun, hanya

5000 orang yang terserap. Akibatnya, sekitar 27 500 orang Kota Bandung menganggur

tiap tahunnya (Kompas 17/11/05).

Untuk mengatasi masalah pengangguran tersebut maka penciptaan kesempatan

kerja telah dijadikan sebagai satu agenda utama kebijakan Pemerintah Kota Bandung.

Aspek kesempatan kerja merupakan indikator yang paling relevan dalam usaha

Pemerintah Kota Bandung meningkatkan kesejahteraan masyarakat, selain itu usaha ini

pun akan secara tidak langsung menurunkan angka pengangguran.

Sesuai dengan agenda kebijakan Kota bandung sebagaimana termaktub dalam

RTRW Kota tersebut maka pengembangan sektor kunci yaitu sektor jasa diharapkan

dapat meningkatkan output, pendapatan dan kesempatan kerja. Namun, perlu diperjelas

sektor jasa apa yang perlu diprioritaskan dalam rancangan kebijakan perekonomian Kota

(24)

1.2. Perumusan Masalah

Sementara ini, Pemerintah Kota Bandung telah menetapkan pilihan sektor jasa

sebagai sektor unggulan. Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah menentukan

sektor jasa apa yang dapat dijadikan sebagai sektor kunci. Penentuan yang lebih

terperinci ini sangat diperlukan untuk merancang kebijakan dan pelayanan yang

mendukung pengembangan sektor tersebut. Oleh karena itu, rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah struktur perekonomian Kota Bandung ditinjau dari struktur output

sektoral, struktur permintaan dan penawaran, struktur konsumsi, struktur investasi

dan perubahan stok, struktur ekspor dan impor serta struktur nilai tambah bruto

(pendapatan daerah)?

2. Ditinjau dari analisis keterkaitan, penyebaran dan multiplier, sektor-sektor jasa

apakah yang dapat menjadi sektor kunci dan perlu diprioritaskan dalam pembangunan

ekonomi Kota Bandung?

3. Bagaimanakah dampak konsumsi dan investasi terhadap output, pendapatan dan

kesempatan kerja sebelum dan sesudah era desentralisasi?

4. Bagaimanakah dampak realokasi investasi pada sektor-sektor kunci dan sektor-sektor

lainnya terhadap output, pendapatan dan kesempatan kerja?

1.3. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sektor-sektor kunci

yang perlu diprioritaskan dalam kebijakan ekonomi Kota Bandung. Secara spesifik tujuan

(25)

1. Menganalisis struktur perekonomian Kota Bandung ditinjau dari struktur output

sektoral, struktur permintaan dan penawaran, struktur konsumsi, struktur investasi

dan perubahan stok, struktur ekspor dan impor serta struktur nilai tambah bruto

(pendapatan daerah).

2. Menganalisis sektor-sektor jasa yang dapat menjadi sektor kunci dan perlu

diprioritaskan dalam pembangunan ekonomi Kota Bandung.

3. Menganalisis dampak investasi dan konsumsi terhadap output, pendapatan dan

kesempatan kerja.

4. Menganalisis dampak realokasi investasi pada sektor-sektor kunci dan sektor-sektor

lainnya terhadap output, pendapatan dan kesempatan kerja.

1.4. Kegunaan Penelitian

Sehubungan dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka hasil penelitian ini

diharapkan berguna untuk:

1. Bahan evaluasi kebijakan ekonomi Pemerintah Kota Bandung

2. Bahan masukan dan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan ekonomi dalam

kerangka desentralisasi fiskal di Kota Bandung.

3. Data dasar bagi penelitian berikutnya yang berkenaan dengan pengembangan

(26)

1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis sektor-sektor kunci yang perlu

diprioritaskan dalam pembangunan ekonomi kota bandung. Penelitian ini juga

mengevaluasi kinerja investasi dan konsumsi pada periode sebelum dan sesudah

penerapan desentralisasi. Analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

analisis input output. Oleh karena itu, secara teknis, metodologis, maupun asumsi yang

digunakan, penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, antara lain:

1. Analisis input output ini bersifat statis yaitu analisis tersebut terbatas pada kurun

waktu tahun pembuatan, sehingga analisis kebijakan lebih menjelaskan sesuai

dengan kurun waktu pembuatan tersebut.

2. Dibatasi oleh beberapa asumsi seperti homogenitas, proporsionalitas dan additivitas.

3. Diasumsikan terjadi pasar persaingan pasar sempurna padahal pasar persaingan

sempurna mungkin mudah dalam tataran konseptual, akan tetapi sulit dilaksakan

(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Kesempatan Kerja

Para pakar ekonomi dan perencanaan pembangunan cenderung sepakat dalam

memandang pembangunan ekonomi sebagai suatu kebutuhan bagi suatu negara.

Beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam pembangunan ekonomi adalah menciptakan

pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pemerataan pendapatan dan penciptaan lapangan

kerja yang luas sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran. Dalam hal ini,

pertumbuhan ekonomi yang tinggi dipandang sebagai salah satu indikator keberhasilan

pembangunan ekonomi suatu negara. Pengertian pertumbuhan ekonomi pada dasamya

terkait dengan proses peningkataan produksi barang dan jasa dalam suatu perekonomian

(Djojohadikusumo, 1994). Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dapat diukur dengan

meningkatnya hasil produksi (output) dan pendapatan. Kuznet dalam Djojohadikusumo (1994) mencirikan pertumbuhan ekonomi sebagai berikut: (1) laju pertumbuhan

pendapatan perkapita dalam arti nyata, dan (2) distribusi angkatan kerja menurut sektor

kegiatan produksi yang menjadi sumber nafkahnya dan pola penyebaran penduduk.

Proses pembangunan ekonomi menurut beberapa pakar mengalami

tahapan-tahapan sesuai dengan perkembangan masyarakat pada wilayah tersebut. Konsep sektor

primer, sekunder, dan tersier diperkenalkan oleh Fisher (1935) dan dark (1949) dalam

Sukimo (1976) untuk menjelaskan tahap-tahap pembangunan ekonomi suatu negara.

Dalam proses pembangunan tersebut, akan terjadi pergeseran tenaga kerja dari sector

primer ke sektor sekunder dan tersier. Seiring dengan transformasi tersebut, pertumbuhan

ekonomi dapat dicapai dengan meningkatnya output per pekerja dalam setiap sektor dan

(28)

sektor dengan produktivitas tenaga kerja yang lebih tinggi.

Rostow (1960) melengkapi pandangan Fisher-dark. Menurut Rostow, peralihan

suatu negara ke pembangunan industri secara sungguh-sungguh hanya akan terjadi

apabila dalam negara tersebut terjadi modemisasi pertanian dan meningkatnya

penyediaan modal sarana social. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi dalam suatu

negara dikelompokkan oleh Rostow ke dalam lima tahapan. Pada tahap awal, kesempatan

kerja paling tinggi terdapat pada sector pertanian dan selanjutnya terjadi pergeseran

kesempatan kerja ke sector industri pengolahan (manufacturing) dan jasa.

Fenomena adanya perubahan struktur tersebut ternyata terbukti dari beberapa hasil

penelitian yang dilakukan di beberapa negara. Fenomena terebut terjadi tidak hanya di

negara-negara maju, tetapi juga terjadi di negara-negara berkembang. Kalau proses suatu

negara dari negara berkembang menuju negara maju itu dianggap sebuah lintasan, maka

negara tersebut akan mengalami fase dari pertanian ke industri. Dalam hal ini Todaro

(1978) mengemukakan bahwa di negara berkembang, peranan sektor pertanian terhadap

terhadap pendapatan nasional dan penyerapan tenaga kerja lebih besar dari pada sector

industri dan jasa. Sedangkan fenomena di negara maju antara lain diungkapkan oleh

Kuznets (1966) bahwa pada negara-negara maju peranan industri dan jasa terhadap

pendapatan nasional maupun penyediaan kesempatan kerja lebih besar dari pada sektor

pertanian.

Setiap fase dalam pembangunan ekonomi suatu wilayah tidak terlepas dari

perubahan-perubahan social ekonomi masyarakat wilayah tersebut. Chenery dan Syrquin

(1975) dalam Todaro (1978) mengemukakan bahwa perubahan-perubahan tersebut

(29)

pemerintah, dan pendidikan; (2) perubahan proses alokasi sumber daya, mencakup

struktur permintaan domestik, struktur produksi, dan struktur perdagangan; (3) perubahan

proses demografis, dan distribusi pendapatan.

Uraian di atas telah memberikan gambaran bahwa kemajuan atau perkembangan

perekonomian suatu negara atau daerah berkaitan dengan perkembangan sektor-sektor

perekonomian di wilayah tersebut. Oleh karena itu, dalam konteks pembangunan

ekonomi daerah diperlukan analisis peranan sektor terutama dalam rangka efesiensi

kegiatan ekonomi dan pemilihan prioritas proyek-proyek pembangunan daerah yang akan

memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat daerah tersebut.

2.2. Keterkaitan Antar Sektor dalam Struktur Ekonomi

Perumusan strategi pembangunan baik nasional maupun daerah memerlukan

gambaran mengenai keterkaitan antar sek tor dalam struktur ekonomi wilayah tersebut.

Keterkaitan antar sektor dapat menunjukkan tingkat ketergantungan antar sektor dalam

perekonomian dan besamya pengaruh suatu sektor terhadap pertumbuhan sektor lainnya

sehingga pihak otoritas wilayah dapat menentukan sektor mana yang perlu didorong dan

akan menguntungkan wilayah tersebut. Metode analisis ketergantungan (the analysis of linkages) telah lama berkembang dalam bidang analisis input-output. Beberapa penggagas metode ini adalah Chenery & Watanabe (1958), Rasmussen (1956) and

Hirschman (1958).

Berdasarkan konsep ini, strategi pembangunan wilayah perlu diprioritaskan pada

(30)

tersebut antara lain diindikasikan dengan banyaknya keterkaitan pada sektor atau

kegiatan lainnya. Keterkaitan tersebut dapat berupa kaitan ke muka (forward linkages)

maupun ke belakang (backward linkages). Kaitan ke depan berarti pengembangan sektor lain sebagai tempat membeli dan kaitan ke depan berarti pengembangan sektor lain

sebagai tempat menjual (Suparmoko, 2001). Semakin banyak keterkaitannya, maka

perkembangan perekonomian di daerah tersebut akan semakin cepat.

Secara umum, dampak-dampak yang diharapkan dari suatu aktivitas

perekonomian wilayah dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori, yaitu: 1) keterkaitan

antar industri (inter-industry linkages); 2) keterkaitan kesempatan kerja (employment linkage); dan 3) keterkaitan pendapatan (income generation linkage). Apabila tingkat keterkaitannya besar maka hal tersebut menunjukkan tingkat ketergantungan antar sektor

dalam struktur perekonomian dan menunjukkan pula sektor-sektor yang dapat medorong

perkembangan sektor lainnya.

Penelitian mengenai keterkaitan antar sektor telah berkembang luas baik di

negara-negara maju maupun negara-negara berkembang. Penelitian Chenery dan

Watanabe (1958) di beberapa negara maju, yaitu USA, Norwegia, Italia dan Jepang

menggunakan analisis direct backward dan forward linkage untuk mengtahui tingkat keterkaitan antar sektor di beberapa negara tersebut. Studi yang dilakukan oleh

O’Callaghan dan Yue (2000) juga melakukan analisis keterkaitan antar sektor dalam

perekonomian Cina dari tahun 1987 sampai 1997. Studi lainnya, Muflihati (1996)

menganalisis keterkaitan sektor dalam struktur ekonomi dan kesempatan kerja di Provinsi

Jawa Barat. Penelitian Puspitawati (2000) dan Triwibowo (2000), menganalisis pengaruh

(31)

belakang.

Dalam konteks yang lebih luas, yakni peranan sektor kunci terhadap pertumbuhan

dan pembangunan ekonomi suatu wilayah, model input-output telah pula digunakan

dalam beberapa studi. Beberapa studi tersebut antara lain dilakukan oleh

Vander-Schaff(1995), Hughes dan Holland (1994), Hefner dan Guimares (1994), Stull dan

Madden (1990), Oksanen dan Williams (1984), Beyars (1974), O’Callaghan dan Yue

(2000), Pratt dan Kay (2000), dan Sembiring (1995). Studi yang dilakukan oleh Beyars

(1974) pada Wilayah Puget Sound di Washington state menemukan tingginya pengganda

output (output multipliers) di sektor jasa yang meliputi jasa keuangan, bisnis, dan teknik/ riset/ manajemen. Sementara itu, studi yang dilakukan oleh Stull and Madden's (1990)

pada wilayah metropolitan Philadelphia menunjukkan tingginya output pengganda pada

jasa pendidikan, keuangan, kesehatan dan wisata (tourism). Oleh karena itu, bagi Philadelphia dan Puget Sound, kelompok sektor jasa dapat menjadi faktor pendorong

pertumbuhan dan pembangunan ekonomi di kedua wilayah tersebut. Berdasarkan

indikator-indikator keterkaitan total (total linkage indicators), O’Callaghan dan Yue (2000) menemukan sektor kimia dan logam dasar sebagai sector-sektor kunci di Cina

pada periode tahun 1987 sampai 1997. Pratt dan Kay (2000) dalam studi menyimpulkan

jasa pelayanan anak (a child care services) sebagai sektor kunci di New York. Khusus di bidang agroindustri, hasil studi sembiring (1995) memperlihatkan bahwa sektor pertanian

merupakan leading sector di Sumatera Utara.

Studi terdahulu tersebut menunjukkan bahwa analisis Input-Output tidak hanya

dapat digunakan untuk melihat keterkaitan antar sektor dalam perekonomian suatu negara

atau wilayah tertentu, namun juga dapat digunakan untuk menentukan sektor-sektor yang

(32)

Meskipun model 1-0 yang digunakan untuk menganalisis keterkaitan antar sektor

tersebut hanya menggambarkan keadaan perekonomian wilayah secara statis, namun

dalam jangka pendek analisis ini dapat dijadikan sebagai tolok ukur dalam memilih

sektor-sektor yang perlu diprioritaskan dalam perencanaan pembangunan ekonomi

wilayah tersebut. Di samping itu, penggunaan analisis Input-Output dapat ditujukan

untuk berbagai keperluan, diantaranya adalah untuk mengetahui (Miemyk, (1969):

1. Struktur Perekonomian

Tabel Input-Output secara simultan menggambarkan hubungan permintaan dan

penawaran pada tingkat keseimbangan. Dalam kondisi struktur perekonomian yang

seimbang, baik interaksi maupun interdependensi antar segenap struktur ekonomi bisa

diketahui pola dan kecenderungan perkembangannya.

2. Peramalan Ekonomi

Hubungan antara permintaan akhir dengan tingkat output terdapat hubungan yang

bersifat linear. Atas dasar hubungan yang demikian ini, dengan melalui perlakuan

(menentukan nilai permintaan akhir sedemikian rupa sesuai dengan nilai yang diprediksi

akan terjadi di masa mendatang), maka akan dapat dilihat pengaruhnya terhadap tingkat

output (prtumbuhan ekonomi) di masa yang akan datang.

Sehubungan dengan peramalan ekonomi, Stone (1966) menyatakan bahwa dengan

melalui metoded RAS terhadap tabel Input-Output maka informasi perekonomian di

masa mendatang dapat diketahui. RAS tersebut diartikan sebagai suatu perkalian antara R

(33)

koefesien input antara dan S sebagai pengali fabrikasi yang beroperasi di sepanjang

kolom.

3. Akibat dari Permintaan Akhir

Melalui proses pengolahan data maka dari tabel Input-Output dapat dihasilkan

berbagai jenis nilai koefesien, yang masing-masing mempunyai fungsi analisis sesuai

dengan aspek perekonomian yang dikaji. Atas dasar fungsi-fungsinya tersebut maka

melalui tabel Input-Output dapat diketahui dampak dari suatu injeksi investasi, seperti

halnya terhadap pendapatan, peyerapan tenaga kerja, keterkaitan antar sektor, kepekaan

sektoral, multiplier dan sebagainya.

4. Kelayakan dan Kepekaan Sektoral

Tabel Input-Output juga dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kelayakan

ekonomi pengembangan sektoral sekaligus derajat kepekaan sektoral. Oleh karena itu

maka dapat diketahui pula mengenai sektor yang secara nyata mempunyai pengaruh

terhadap pertumbuhan perekonomian wilayah.

5. Analisis Input-Output

Melaui mekanisme perhitungan ruus-rumus yang berlaku di dalamnya maka tabel

Input-Output dapat digunakan untuk mengetahui gambaran perekonomian suatu wilayah

sesuai dengan aspek kepentingan analisis. Aspek-aspek yang mempunyai fungsi dan

(34)

6. Efek Pengganda

Telah dinyatakan oleh Kadariah (1978) bahwa peningkatan aktivitas pemimpin

sector (leading sector) ekonomi di suatu daerah pada masa berikutnya akan berpengaruh terhadap meningkatnya ams pendapatan ke daerah tersebut, meningkatkan konsumsi,

meningkatkan permintaan barang dan jasa sektor-sektor lain yang pada akhimya akan

meningkatkan pula aktivitas sektor-sektor lain yang belum sempat menjadi pemimpin

sektor. Demikian pula bahwa apabila terjadi mekanisme yang sebaliknya maka akan

terjadi pengaruh yang sebaliknya pula.

7. Efesiensi Teknis

Mengingat bahwa sistem perekonomian makro suatu daerah pada dasamya juga

merupakan suatu aktivitas produksi atau aktivitas ekonomi maka sehubungan dengan

tersedianya faktor produksi yang terbatas, perlu dikaji mengenai kemampuan efesiensi

ekonominya. Aktivitas perekonomian suatu daerah dikategorikan sebagai aktivitas

produksi yang efisien apabila dalam dalam menghasilkan output daerahnya mampu

menciptakan proporsi Nilai Tambah Bruto (NTB) yang lebih besar dari pada kebutuhan

input antara.

Sebaliknya bahwa apabila proporsi NTB yang diciptakannya lebih kecil dari pada

proporsi input antara yang dibutuhkan, maka hal demikian berarti menunjukkan

kemampuan produksi daerah yang bersangkutan tidak efisien. Hal demikian ini pada

dasarya juga menujukkan bahwa aktivitas produksi daerah yang bersangkutan terlalu

menggantungkan pada faktor sumber daya lingkungan setempat dari pada mementingkan

(35)

8. Keterkaitan Antar Sektor Ekonomi

Pada dasamya upaya pembangunan ekonomi setiap daerah merupakan upaya

menghidupkan segenap sektor perekonomian sebagai satu kesatuan, tetapi menjadi

persoalan adalah bagaimana tingkat keterkaitan antar sektomya masing-masing, karena

tidak semua sektor dalam suatu daerah perekonomian mempunyai nilai keterkaitan antar

sektor yang sama.

Di dalam pembangunan ekonomi, suatu program dikategorikan efektif apabila

injeksi investasi yang dilakukan lebih cenderung ditujukan kepada sektor-sektor yang

mempunyai deerajat keterkaitan yang tinggi. Karena hal demikian pada dasamya

menunjukkan bahwa nilai keterkaitan antara sektor suatu system perekonomian daerah

yang tinggi, juga menunjukkan kemampuan di dalam menciptakan kekokohan ekonomi

daerah. Mengingat kondisi yang demikian ini berarti mempunyai kedudukan interaksi

antar sektor yang kondusif.

9. Derajat Penyebaran Antar Sektor

Injeksi investasi akan menghasilkan nilai tambah (value added) yang tinggi apabila sasaran injeksi tersebut diarahkan pada sektor yang mampu menarik sektor-sektor

lainnya untuk meningkatkan outputnya, yang dalam hubungan analisis Input-Output

disebut sebagai sektor yang mempunyai nilai Backward Spread tinggi. Di samping mampu menarik, maka suatu sektor dalam perkembangannya mampu menciptakan

kepekaan terhadap perkembangan sektor-sektor lainnya.

Suatu sektor dapat dikategorikan sebagai sektor yang peka terhadap pertumbuhan

(36)

lainnya dalam meningkatkan outputnya, yang dalam analisis Input-Output disebut sektor

(37)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Konseptual

Kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal membuka ruang bagi

penyelenggara pemerintah Kota Bandung untuk berkreasi dalam meningkatan

pembangunan ekonomi daerah tersebut. Dengan memanfaatkan potensi ekonominya,

Pemerintah Kota Bandung harus dapat memanfaatkan momentum otonomi dan

desentralisasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu prasyarat

keberhasilan Kota Bandung adalah adanya dukungan untuk mengembangkan

sektor-sektor yang dapat menggerakkan roda perekonomian Kota Bandung.

Saat ini, salah satu permasalahan pembangunan Kota Bandung adalah masalah

pengangguran. Permasalahan ini tentunya perlu segera diresolusi. Dalam konteks

rancangan kebijakan ekonomi, alternatif solusi tersebut adalah melalui penentuan

sektor-sektor kunci yang diharapkan dapat memiliki dampak terhadap peningkatan output,

pendapatan dan kesempatan kerja. Kesalahan dalam penentuan prioritas sektor hanya

dapat menghasilkan kesia-sian dalam mengatasi permasalahan pembangunan kota

tersebut.

Dalam mengidentifikasi sektor-sektor kunci Kota Bandung dan dampaknya

terhadap terhadap output, pendapatan dan kesempatan kerja penulis menggunakan model

input output Kota Bandung. Selanjutnya, berdasarkan konsep dan penelitian empiris yang

telah diuraikan pada bagian tinjauan pustaka dan mengacu pada tujuan penelitian, maka

kerangka pemikiran penelitian ini dapat disimplifikasi sebagaimana ditunjukkkan dalam

(38)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Iklim Investasi yang Kondusif

Swasta

Investasi

Pemerintah Kota Bandung

Realokasi Investasi

Sektor-sektor lainnya Sektor-sektor

kunci

Dampak terhadap output,

pendapatan dan kesempatan

(39)

3.2. Kerangka Teori

3.2.1. Model Input Output

Model Input-Output (I-O) yang untuk pertama kalinya dikembangkan oleh

Wassily Leontief pada tahun 1930 pada umumnya digunakan dalam analisis perencanaan

makro di bidang ekonomi pembangunan baik dalam lingkup nasional maupun regional.

Model ini didasarkan pada pendekatan bahwa hubungan interdependensi antara suatu

sektor dengan sector lainnya dalam perekonomian adalah sedemikian rupa sehingga dapat

dinyatakan dalam rangkaian persamaan linear. Keadaan struktur perekonomian terlihat

pada besamya nilai-nilai ketergantungan antar sektor tersebut (Luthan, 1975).

Model Input-Output memiliki beberapa kunci sebagai variabel keputusan. Salah

satu maupun kombinasi berbagai variabel keputusan (misalnya fiskal) dapat ditentukan

nilai-nilainya (dikaitkan dengan keputusan-keputusan ekonomi, bisnis atau kebijakan).

Berdasarkan hal tersebut, model input-output dapat mensimulasikan apa yang akan terjadi

pada perekonomian suatu wilayah. Hasilnya dapat berupa sesuatu yang bermanfaat atau

merugikan. Hal ini tergantung pada keputusan-keputusan yang diambil (kunci yang

ditekan) dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat.

Berdasarkan model ini, pemerintah kabupaten/kota, masyarakat dan swasta

merupakan para pelaku utama dalam perekonomian wilayah tersebut. Kontribusi mereka

berupa kontribusi langsung (direct contribution) ke permintaan akhir (final demand) yang terefleksikan dalam konsumsi pemerintah, konsumsi rumah tangga dan investasi. Bahkan

(40)

konsumen), melalui kebijakan-kebijakan ekonomi baik fiskal maupun moneter, dan

melalui penciptaan uklim investasi yang kondusif.

Khusus dalam penelitian ini, dengan menggunakan model I-O akan dianalisis

sektor-sektor kunci serta dampaknya dalam perekonomian Kota Bandung. Sesuai dengan

alat analisis yang digunakan, maka penelitian ini memiliki beberapa asumsi, yaitu (BPS,

2003):

1. Keseragaman (homogeneity), yaitu asumsi bahwa setiap sektor ekonomi memproduksi satu jenis barang dan jasa dengan susunan input tunggal (seragam) dan tidak ada

substitusi otomatis terhadap input dari output sektor yang berbeda.

2. Kesebandingan (proportionality), yaitu asumsi bahwa hubungan antara input dan output pada setiap sektor produksi merupakan fungsi linier, artinya kenaikan dan

penurunan output suatu sektor akan sebanding dengan kenaikan dan penurunan input

yang digunakan oleh sektor tersebut.

3. Penjumlahan (additivity), yaitu asumsi bahwa total efek dari kegiatan produksi di berbagai sektor merupakan penjumlahan dari efek pada masing-masing kegiatan.

Oleh karena asumsi di atas, maka penggunaan model analisis ini memiliki

keterbatasan, yaitu selama periode analisis atau proyeksi, koefisien input atau koefisien

teknis disumsikan tetap. Dengan demikian, teknologi yang digunakan oleh sector-sektor

ekonomi dalam proses produksi dianggap konstan, sehingga perubahan kuantitas dan

harga input akan selalu sebanding dengan perubahan kuantitas dan harga output.

Selanjutnya, penggunaan model I-O dalam analisis ini memerlukan penyusunan

(41)

koefesien input, dan koefesien saling ketergantungan antar sektor.

1. Tabel Transaksi

Tabel transaksi (Tabel I-O) merupakan suatu gambaran arus komoditi barang dan

jasa yang dinyatakan dalam nilai uang diantara sektor-sektor dalam satu satuan waktu

sistem ekonomi tertentu. Penjualan dan pembelian antar sektor ekonomi diproyeksikan

dalam satu matriks. Pada setiap baris didistribusikan penjualan output suatu sektor ke

sektor lain dan konsumen (permintaan akhir). Sedangkan pembelian sektor tertentu

terhadap output sektor lain dan pembelian faktor-faktor produksi primer didistribusikan

menurut lajur. Sebagai gambaran bentuk tabel I-O sederhana dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 2. Tabel transaksi input-output sederhana

Alokasi Output Permintaan Antara Permintaan

Akhir

Jumlah Output

Susunan Input

Sektor-sektor

1 2 3

Input Sektor 1 x11 x12 x13 F1 X1

Antara 2 x21 x22 x23 F2 X2

3 x31 x32 x33 F3 X3

Input Primer V1 V2 V3

Total Input X1 X2 X3

Sumber : Richardson, 1972

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa secara baris sektor 1 menghasilkan

output sebesar X1 yang didistribusikan sebesar x11, x12, dan x13 sebagai permintaan antara

serta sebesar F1 untuk memenuhi permintaan akhir. Persamaan aljabar alokasi output

(42)

X1 = x11 + x12 + x13 + F1

X2 = x21 + x22 + x23 + F2

X3 = x31 + x32 + x33 + F3

Atau dapat disederhanakan menjadi :

j n

i

i ij F X

x + =

=1

untuk i = 1,2,3, dst………...……...(1)

Dimana xij adalah banyaknya output yang dibeli sebagai input oleh sektor j dan Fi adalah

permintaan akhir terhadap sektor I serta Xi adalah jumlah output sektor i.

Demikian pula dengan persamaan aljabar secara kolom dapat dirumuskan dalam

bentuk persamaan aljabar sebagai berikut:

X1 = x11 + x21 + x13 + V1

X2 = x21 + x22 + x23 + V2

X3 = x31 + x32 + x33 + V3

Atau dapat disederhanakan menjadi:

j n

j

j ij V X

x + +=

=1

untuk j = 1,2,3, dst ………... (2)

Dimana xij adalah banyaknya output sektor i yang dijual sebagai input sektor i, Vj adalah

input primer dari sektor j dan mj impor sektor ke j.

Aliran antar sektor dapat diformulasikan dalam koefisien-koefisien dengan

mengasumsikan bahwa jumlah berbagai pembelianan tetap, koefisien itu antara lain :

Aij = xij/Xj ………...………... (3)

Atau xij = aij Xj ………...………... (4)

(43)

=

= +

n i

j j

ijX Fi X a

1

untuk i = 1,2,3 dst ………...(5)

Dalam notasi matrik persamaan (5) dapat ditulis, sebagai berikut:

AX + F = X ………...(6)

Atau dalam tabel input output biasa dinotasikan menjadi:

(I – A)-1F = X ………...……...(7)

Persamaan (7) di atas merupakan persamaan kunci dalam analisis input-output.

Nilai F merupakan permintaan akhir yang bersifat eksogenus. Dengan memasukkan

berbagai nilai tertentu pada F, maka dapat diperoleh besaran X (total output). Nilai F

tersebut dapat diuraikan lagi sesuai dengan banyaknya permintaan akhir, yaitu

pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan

modal tetap, perubahan stok dan ekspor pemerintah. Sedangkan matriks kebalikan

Leontief (I - A)-1 dapat digunakan untuk menghitung kaitan antar sektor.

Permintaan akhir juga dapat merefleksikan peran beberapa aktor dalam

perekonomian suatu wilayah. Melalui permintaan akhir, masyarakat dapat mempengaruhi

konsumsi rumah tangga, pemerintah dapat mempengaruhi pengeluaran konsumsi

pemerintah, dan pihak swasta dapat mempengaruhi pembentukan modal tetap atau

investasi.

3.2.2. Analisis Input Output 1. Analisis Keterkaitan

Konsep keterkaitan dapat digunakan sebagai dasar perumusan strategi

pembangunan ekonomi dengan melihat keterkaitan antar sektor dalam suatu

(44)

keterkaitan ke belakang (backward linkage) yang menunjukan hubungan keterkaitan antar sektor dalam pembelian terhadap total pembelian input yang digunakan untuk

proses produksi dan keterkaitan ke depan (forward linkage) yang menunjukkan hubungan keterkaitan antar sektor dalam penjualan terhadap total penjualan output yang

dihasilkannya.

Berdasarkan konsep ini dapat diketahui besarnya pertumbuhan suatu sektor

yang dapat mendorong pertumbuhan sektor lainnya. Keterkaitan langsung antar sektor

perekonomian dalam pembelian dan penjualan input antara ditunjukan oleh koefisein

langsung, sedangkan keterkaitan langsung dan tidak langsung ditunjukan dari matrik

kebalikan leontief.

Matrik kebalikan leontief ( ) disebut sebagai matrik koefisien keterkaitan,

karena matrik ini mengandung informasi penting tentang struktur perekonomian yang

dipelajari dengan menentukan tingkat keterkaitan antar sektor perekonomian.

2. Analisis Pengganda

Salah satu jenis analisis yang umum dilakukan dalam kerangka analisis input

output adalah analisis Pengganda. Pada intinya, analisis Pengganda ini mencoba melihat

apa yang terjadi terhadap variabel-variabel endogen tertentu apabila terjadi perubahan

variabel-variabel eksogen seperti permintaan akhir di dalam perekonomian. Tiga variabel

yang menjadi perhatian utama dalam analisis Pengganda ini adalah output sektor-sektor

(45)

a. PenggandaOutput

Secara sederhana dapat dirumuskan bahwa Pengganda output suatu sektor

adalah nilai total dari output atau produksi yang dihasilkan oleh perekonomian untuk

memenuhi (atau akibat) adanya perubahan satu unit moneter permintaan akhir suatu

sektor tersebut. Peningkatan permintaan akhir di suatu sektor tidak hanya akan

meningkatkan output di suatu sektor tidak hanya meningkatkat output pada sektor

tersebut, tetapi juga mengakibatkan peningkatan output pada sektor lain di perekonomian.

Peningkatan output sektor-sektor lain ini tercipta akibat efek langsung dan efek tidak

langsung dari peningkatan permintaan akhir suatu sektor tersebut.

Pengganda output dihitung dalam per unit perubahan output sebagai efek awal

(initial effect), yaitu kenaikan atau penurunan output sebesar satu unit satuan moneter. Setiap elemen dalam matrik kebalikan leontief (matrik invers) α menunjukan total

pembelian input baik tidak langsung maupun langsung dari sektor i yang disebabkan

karena adanya peningkatan penjualan dari sektor i sebesar satu unit satuan moneter

kepermintaan akhir. Matrik invers dirumuskan dengan persamaan

α = (I – A)-1= (αij)………...………..(8)

Dengan demikian matrik α mengandung informasi penting tentang struktur

perekonomian yang dipelajari dengan menentukan tingkat keterkaitan antar sektor dalam

perekonomian suatu wilayah atau negara. Koefosien dari matrik invers ini (αij)

menunjukan besarnya perubahan aktivitas dari suatu sektor yang akan mempengaruhi

(46)

b. Pengganda Pendapatan

Pengganda pendapatan (income multiplier) juga sering disebut dengan efek pendapatan (income efek) dari model input output. Nilai Pengganda pendapatan suatu sektor menunjukan jumlah pendapatan total yang tercipta akibat adanya tambahan satu

unit satuan moneter permintaan akhir di suatu sektor tersebut. Jadi kalau Pengganda

output menghitung output total yang tercipta akibat adanya satu satuan moneter

permintaan akhir, maka Pengganda pendapatan rumah tangga ini mencoba

menerjemahkan peningkatan permintaan akhir tersebut dalam bentuk pendapatan.

Jika terdapat perubahan permintaan akhir dalam model input-output ini, terjadi

pula perubahan output yang diproduksi oleh sektor-sektor produksi di perekonomian.

Hal ini telah ditunjukkan oleh angka pengganda output. Perubahan jumlah output yang

diproduksi tersebut tentunya akan pula mengubah permintaan tenaga kerja yang

dibutuhkan. Tentunya peningkatan output yang diproduksi akan meningkatkan

permintaan tenaga kerja, dan penurunan output yang diproduksi akan menurunkan

permintaan tenaga kerja. Karena balas jasa tenaga kerja tersebut merupakan sumber

pendapatan rumah tangga, maka perubahan permintaan tenaga kerja tersebut akan

mempengaruhi pendapatan rumah tangga.

c. Pengganda Tenaga Kerja

Pengganda tenaga kerja menunjukkan perubahan tenaga kerja yang disebabkan

oleh perubahan awal dari sisi output. Untuk Pengganda tenaga kerja maka pada tabel

input output harus ditambahkan baris yang menunjukkan jumlah dari tenaga kerja untuk

(47)

kerja (ei ) menunjukkan efek langsung ketenagakerjaan dari setiap sektor akibat adanya

perubahan output sektor ke-i. Efek tidak langsung ditunjukkan dengan ijei untuk setiap

sektor, dan efek total ditunjukkan dari dari ij*ei.

Respon atau efek Pengganda output, pendapatan dan tenaga kerja

diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Dampak awal (initial impact), merupakan stimulus perekonomian diasumsikan

sebagai peningkatan atau penurunan penjualan dalam satu unit satuan moneter. Dari

sisi output, sebagai peningkatan penjualan ke permintaan akhir sebesar satu unit

satuan moneter. Peningkatan output memberikan efek peningkatan pendapatan dan

kesempatan kerja. Efek awal dari sisi pendapatan ditunjukkan oleh koefisien

pendapatan rumah tangga (hi) dan efek awal dari sisi tenaga kerja ditunjukkan oleh

koefisien tenaga kerja (ei).

2. Efek putaran pertama (first round effect), menunjukkan efek langsung dari pembelian tiap sektor untuk setiap peningkatan output sebesar satu unit satuan moneter. Dari

sisi output, ditunjukkan oleh koefisien langsung , sedang dari sisi permintaan ( aij hi)

menunjukkan peningkatan pendapatan dari setiap sektor akibat adanya adanya efek

putaran pertama dari sisi output, dari sisi tenaga kerja ( aij ei) menunjukkan

peningkatan penyerapan tenaga kerja akibat adanya efek putaran pertama dari sisi

output.

3. Efek dukungan industri (industrial support effect), dari sisi output menunjukkan efek dari peningkatan output putaran kedua dan selanjutnya akibat adanya stimulus

(48)

pendapatan dan penyerapan tenaga kerja putaran kedua akibat dukungan industri

menghasilkan output.

4. Efek induksi komsumsi (consumption induced effect), dari sisi output menunjukkan suatu pengaruh induksi akibat pendapatan rumah tangga. Dari sisi pendapatan dan

tenaga kerja, diperoleh masing-masing dengan mengalikan efek induksi komsumsi

output dengan koefisien pendapatan rumah tangga dan koefisien tenaga kerja.

5. Efek lanjutan (flow-on effect), merupakan efek dari output, pendapatan, dan tenaga kerja yang terjadi pada semua sektor perekonomian dalam suatu Negara atau wilayah

akibat adanya peningkatan penjumlahan dari suatu sektor. Efek lanjutan dapat

(49)

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Bandung, Jawa Barat. Pemilihan lokasi di

Kota Bandung mengingat posisi kota tersebut yang sangat strategis dalam menopang

pembangunan ekonomi khususnya di daerah sekitar kota tersebut dan umumnya

daerah-daerah di wilayah propinsi Jawa Barat dan sekitamya. Waktu penelitian dilakukan pada

bulan May-Juli 2007 .

4.2. Jenis dan Sumber Data

Untuk menganalisis penentuan sektor jasa yang perlu diprioritaskan di Kota

Bandung maka data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder tersebut antara

lain meliputi data kependudukan dan ketenagakerjaan Kota bandung, Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) Kota Bandung, Tabel Input-Output Kota Bandung tahun 2000

dan 2003, serta sumber lain yang terkait.

4.3. Metode Analisis

Penelitian ini menggunakan beberapa metode analisis sesuai dengan tujuan

penelitian. Untuk menjawab tujuan 1 digunakan metode analisis tabulasi berdasarkan

tabel input output; tujuan 2 dikaji dengan berdasarkan analisis keterkaitan, analisis

penyebaran dan analisis pengganda (multiplier) dengan mengolah lebih lanjut tabel input output dengan bantuan Grimp 7.1 dan Excel; tujuan 3 dan 4 dikaji dengan menggunakan

(50)

4.3.1. Analisis Tabulasi

Dengan menggunakan analisis tabulasi berdasarkan tabel input output dapat

diketahui struktur perekonomian Kota Bandung dengan melihat : struktur permintaan,

struktur penawaran dan permintaan output, struktur nilai tambah bruto (pendapatan

daerah), struktur permintaan akhir, dan struktur tenaga kerja secara langsung karena

sudah disajikan di dalam tabel input output tersebut.

4.3.2. Analisis Keterkaitan dan Penyebaran

Koefisien keterkaitan dan penyebaran sering digunakan untuk menyusun

prioritas-prioritas sektor dalam perekonomian (pembangunan) dan menentukan sektor

kunci dalam perekonomian. Keterkaitan antar sektor perekonomian mengukur derajat

saling ketergantungan antar sektor. Keterkaitan antar sektor memberikan gambaran

sejauh mana suatu sektor mempengaruhi atau dipengaruhi oleh pertumbuhan

sektor-sektor lain. Sedangkan analisis penyebaran mengukur berapa besar efek penyebaran dan

dampak pembangunan suatu sektor pada sektor lainnya.

Beberapa koefisein keterkaitan antar sektor dalam analisis perekonomian

wilayah antara lain: keterkaitan ke belakang dan Keterkaitan ke depan.

1. Analisis Keterkaitan Ke Belakang

Keterkaitan ini menunjukan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap

sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor-sektor tersebut secara langsung dan tak

(51)

= = n j j j j X n X n U 1 2 . 1 . 1

; untuk j = 1,2…,n ………...…………...(1)

dimana :

Uj = Keterkaitan ke belakang

X.j = Jumlah dari elemen kolom

2. Analisis Keterkaitan Ke Depan

Keterkaitan ini merupakan pengaruh suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor

yang menggunakan sebahagian dari output sektor tersebut per unit kenaikan permintaan

total keterkaitan ini dirumuskan sebagai berikut:

= = n i i i X n i X n U 1 2 . 1 . 1

untuk i = 1,2,..,n ……...………...(2)

dimana:

Ui = Keterkaitan Ke Depan

X.i = Jumlah dari elemen baris

Analisis efek penyebaran juga dibagi menjadi efek penyebaran ke belakang dan

efek penyebaran ke depan.

1. Efek Penyebaran Ke Belakang

Analisis efek penyebaran ke belakang menunjukan koefisien yang memberikan

gambaran tentang pengaruh yang ditimbulkan oleh satu unit permintaan akhir untuk

(52)

kemampuan suatu sektor untuk menarik sektor hulu, atau dengan kata lain suatu dampak

yang menunjukkan dampak relatif yang ditimbulkan karena keterkaitan kebelakang

secara langsung dan tidak langsung antara satu sektor dengan semua sektor yang ada.

= = n j j j j n V V S 1

untuk j = 1,2…,n ………...………...(3)

dimana :

Sj : Efek Penyebaran Ke Belakang

Vj : Koefisien Keragaman

2. Efek Penyebaran Ke Depan.

Efek penyebaran ke depan memberikan gambaran tentang pengaruh yang

ditimbulkan oleh satu unit pennintaan akhir untuk semua sektor di dalam suatu

perekonomian. Efek penyebaran kedepan merupakan efek relatif yang disebabkan oleh

suatu ekonomi tertentu terhadap peningkatan output sektor-sektor lain yang

menggunakan output yang berasal dari sektor tersebut baik langsung maupun tidak

langsung karena peningkatan output dari sektor yang bersangkutan atau mampu

mendorong sektor hilirnya.

= = n i i i i n V V S 1

untuk i = 1,2,..,n ………...(4)

dimana:

Si : Efek penyebaran ke belakang

(53)

4.3.3. Analisis Pengganda

Analisis pengganda (multiplier) adalah pengukuran suatu respon atau merupakan dampak dari stimulus ekonomi. Analisis pengganda secara spesifik bertujuan melihat

dampak perubahan (umumnya peningkatan) permintaan akhir suatu sektor ekonomi

terhadap semua sektor yang ada tiap satuan perubahan jenis pengganda. Stimulus

ekonomi yang dimaksud dapat berupa output, pendapatan dan kesempatan kerja.

Koefisien pengganda merupakan total dari (1) efek awal (initial effect), (2) efek putaran pertama (first round effect), (3) efek dukungan industri (industrial support effect), dan (4) efek induksi konsumsi (consumption-induced effect).

1. Efek Awal

Efek awal (Initial Effect) menggambarkan berapa besar perubahan disetiap sektor ekonomi, jika terjadi perubahan dalam permintaan akhir sebesar satu satuan. Dari sisi

output, efek awal ini diasumsikan sebagai peningkatan penjualan ke permintaan akhir

sebesar satu unit (satuan moneter). Peningkatan output tersebut akan memberikan

dampak terhadap peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja.

2. Efek putaran pertama

Efek putaran pertama (First round effect) adalah besarnya pembelian input yang dibutuhkan sautu sektor dari sektor lain untuk meningkatkan produksinya sebesar satu

unit.

(54)

Efek dukungan industri (industrial support effect) adalah efek-efek lanjutan dari suatu sektor ekonomi akibat pembelian input dari sektor lainnya pada tahap pertama. Dari

sisi output menunjukkan efek peningkatan output putaran kedua dan selanjutnya yang

terjadi secara bergelombang yang disebabkan oleh adanya stimulus ekonomi. Dari sisi

pendapatan dan tenaga kerja, efek tersebut masing-masing menunjukkan efek

peningkatan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja putaran kedua dan selanjutnya yang

terjadi secara bergelombang.

3. Efek induksi konsumsi

Efek induksi konsumsi (comsumption-induced effect) adalah pengaruh pengeluaran rumah tangga terhadap perekonomian wilayah, atau permintaan rumah

tangga sebagai pembayaran upah tenaga kerja dalam memproduksi tambahan output

suatu sektor.

Tabel 3. Rumus Multiplier Output, Pendapatan, dan Tenaga Kerja

No. Nilai

Multiplier Output

(Rp)

Pendapatan (Rp)

Tenaga Kerja (orang)

1. Efek awal 1 hj ej

2. Efek Putaran

pertama

iaij iaij hj iaij ej

3. Efek dukungan

industri

i ij-1- iaij i ijhj- hj- iaij hj i ijeij - iaij ej

4. Efek induksi

konsumsi

i *ij-1- iaij i *ijhj- hj- iaij hj i *ijeij –

Gambar

Tabel  1.  Laju  Pertumbuhan  PDRB  Kota  Bandung  Berdasarkan  Lapangan  Usaha  Tahun  2000-2005
Gambar 1.  Kerangka Pemikiran Penelitian  Iklim Investasi  yang Kondusif  SwastaInvestasi Pemerintah Kota Bandung Realokasi InvestasiSektor-sektor lainnyaSektor-sektor kunci
Tabel transaksi (Tabel I-O) merupakan suatu gambaran arus komoditi barang dan  jasa  yang  dinyatakan  dalam  nilai  uang  diantara  sektor-sektor  dalam  satu  satuan  waktu  sistem  ekonomi  tertentu
Tabel 3.  Rumus Multiplier Output, Pendapatan, dan Tenaga Kerja
+7

Referensi

Dokumen terkait

PARA WISATAWAN DISUGUHI PEMANDANGAN ALAM BERUPA LEMBAH DAN NGARAI // KONON / BUKIT YANG DIPERCAYA SEBAGAI GUNUNG MERAPI PURBA INI / WISATAWAN DAPAT. MELIHAT PANORAMA

“persegi adalah bangun yang memiliki empat sudut dan semuanya siku - siku” kemudian memberikan kesempatan untuk menjelaskan. Guru menjelaskan bahwa persegi merupakan

98 Profesional Menguasai materi, Melakukan rias kuku (nail Menyiapkan alat dan kosmetika.. struktur,konsep dan pola pikir keilmuan yang. mendukung mata pelajaran Menicure

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasi masalah- masalah sebagai berikut: (1) Pembelajaran Bahasa Indonesia masih berpusat pada guru sehingga siswa pasif

Tiki JNE S1, Universitas Krisnadwipayana – Jakarta, 1993 S2, Universitas Oklahoma – Amerika Serikat, 1995. Tahun 2016-2021 Ketua Umum ASPERINDO Ketua HDCI

d) Guru mengambil tongkat yang telah dipersiapkan dan memberikannya kepada salah satu siswa. e) Siswa yang mendapatkan tongkat harus menjawab pertanyaan dari guru.

[r]

Sehubungan dengan keaslian judul skripsi ini dilakukan pemeriksaan pada Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk membuktikan