PDRB Atas Dasar Harga Konstan
VI. STRUKTUR PEREKONOMIAN KOTA BANDUNG
6.5. Struktur Ekspor dan Impor
Sama halnya dengan daerah lain, daerah juga aktif melakukan perdagangan luar
negeri yang terdiri dari kegiatan ekspor dan impor. Kegiatan ekspor untuk memperoleh
devisa yang selanjutnya dipergunakan untuk membeli barang-barang dari luar negeri
yang belum dapat diproduksi di dalam negeri, khususnya barang-barang modal berupa
mesin-mesin dan barang-barang tahan lama lainnya. Untuk melihat sektor-sektor mana
yang mampu mengekspor banyak dan sektor mana yang sangat tergantung dari impor
selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 11.
Pada Tabel 11 terlihat bahwa total ekspor Kota Bandung pada tahun 2000 sebesar
Rp. 10351454 juta. Dimana sektor yang paling banyak nilai ekspornya adalah sektor
Industri tekstil, pakaian jadi dan kulit yaitu Rp. 5732457 juta atau 55.4 persen, sedangkan
selanjutnya diikuti oleh Industri barang dari logam, mesin dan peralatannya yaitu
1048444 juta atau 10.13 persen; sektor Karet dan plastik sebesar 552516 juta atau 5.34
persen; Industri makanan, minuman dan tembakau sebesar 402615 juta atau 3.89 persen.
Untuk melaksanakan usahanya, setiap sektor membutuhkan input antara untuk
menghasilkan output yang diharapkan. Tidak setiap barang atau jasa yang digunakan
sebagai input antara dapat diperoleh dari hasil produksi domestik. Untuk memenuhi
kebutuhan barang dan jasa tersebut maka tidak ada cara lain kecuali menggunakan barang
dan jasa yang didatangkan dari luar daerah atau dengan kata lain impor. Ditinjau dari sisi
impor terhadap barang dan jasa ternyata sektor industri tekstil, pakaian jadi dan kulit
memberikan kontribusi terbesar yaitu sebesar Rp. 595561 juta atau 21.8 persen,
kemudian sektor karet dan plastik sebesar Rp. 456864 juta atau 16.72 persen, dan diikuti
angkutan darat sebesar Rp. 348662 juta atau 12.76 persen, industri barang dari logam, mesin dan peralatannya sebesar Rp. 388485 juta atau 14.22 persen, hampir semua sektor
membutuhkan bahan baku impor.
Sedangkan dengan memperhatikan selisih antara total ekspor dan impor, maka
sektor-sektor yang mengalami surplus yaitu sektor industri tekstil, pakaian jadi dan kulit
yang merupakan peringkat utama yang diikuti oleh sektor perdagangan eceran; industri
barang dari logam, mesin dan peralatannya; Industri makanan, minuman dan tembakau;
Karet dan plastik; dan Industi logam dasar. Dimana selisih total ekspor-impor sektor
industri tekstil, pakaian jadi dan kulit mengalami surplus perdagangan terbesar yaitu Rp.
5136896 juta atau 67.41 persen, sektor perdagangan eceran sebesar Rp. 2272337 juta atau
29.82 persen dan sektor industri barang dari logam, mesin dan peralatannya sebesar Rp.
Tabel 11. Jumlah Ekspor dan Impor, Tahun 2000 dan 2003 (Juta Rupiah) No 2000 2003 Ekspor (X) Impor (M) Selisih (X-M) Ekspor (X) Impor (M) Selisih (X-M) Nilai (%) Nilai (%) Nilai (%) Nilai (%) Nilai (%) Nilai (%) 1 0 0 3840 0.14 -3840 -0.05 0 0 17981 0.3 -17981 -0.21 2 402615 3.89 29527 1.1 373088 4.9 81826 0.6 156949 2.69 -75123 -0.9 3 5732457 55.4 595561 21.8 5136896 67.41 6293690 44.5 1741566 29.74 4552124 54.89 4 3401 0.03 9133 0.33 -5732 -0.07 48343 0.34 48005 0.82 338 0 5 0 0 23270 0.85 -23270 -0.3 65395 0.46 47513 0.81 17882 0.21 6 552516 5.34 456864 16.7 2 95652 1.26 288677 2.04 262447 4.5 26230 0.32 7 16029 0.15 4563 0.17 11466 0.15 827 0 6484 0.11 -5657 -0.07 8 19902 0.19 15143 0.55 4759 0.06 132213 0.93 102327 1.75 29886 0.36 9 1048444 10.13 388485 14.2 2 659959 8.66 651644 4.6 430330 7.35 221314 2.67 10 356 0 5023 0.18 -4667 -0.06 13411 0.09 20868 0.35 -7457 -0.09 11 0 0 55558 2.03 -55558 -0.73 473922 3.35 300855 5.14 173067 2.08 12 0 0 9216 0.34 -9216 -0.12 4056 0.03 7885 0.13 -3829 -0.04 13 0 0 123049 4.5 -123049 -1.61 0 0 327714 5.6 -327714 -3.95 14 22749 0.22 105501 3.86 -82752 -1.1 43041 0.3 376253.5 6.42 -333213 -4.02 15 2373775 22.93 101438 3.71 2272337 29.82 4491168 31.74 361763.5 6.18 4129405 49.8 16 0 0 29798 1.1 -29798 -0.4 34382 0.24 140775 2.4 -106393 -1.3 17 0 0 115689 4.23 -115689 -1.52 272195 1.92 53236 0.91 218959 2.64 18 173422 1.67 348662 12.7 6 -175240 -2.3 40415 0.29 182628 3.12 -142213 -1.71 19 3523 0.03 4784 0.18 -1261 -0.02 97744 0.7 73923 1.26 23821 0.28 20 2265 0.02 17325 0.63 -15060 -0.2 14388 0.1 21268 0.36 -6880 -0.08 21 0 0 176473 6.46 -176473 -2.32 679622 4.8 291567 5 388055 4.7 22 0 0 81441 3 -81441 -1.06 357678 2.53 191775 3.27 165903 2 23 0 0 2633 0.1 -2633 -0.03 46221 0.33 1186 0.02 45035 0.54 24 0 0 12094 0.44 -12094 -0.16 550 0 50554 0.86 -50004 -0.6 25 0 0 0 0 0 0 5142 0.04 383301 6.54 -378159 -4.56 26 0 0 11060 0.4 -11060 -0.14 645 0 251505 4.3 -250860 -3.02 27 0 0 1044 0.04 -1044 -0.01 5979 0.04 3137 0.05 2842 0.03 28 0 0 4314 0.16 -4314 -0.06 4496 0.03 1530 0.02 2966 0.03 10351454 100 2731488 100 7619966 100 1414767 0 100 5855326 100 8292344 100
Sumber: Tabel Input-Output Kota Bandung, Tahun 2000 dan 2003 (Diolah)
Pada tahun 2003 total ekspor naik menjadi sebesar Rp. 14147670 juta. Pada tahun
tersebut, sektor yang paling banyak nilai ekspornya adalah sektor industri tekstil, pakaian
perdagangan eceran sebesar Rp. 4491168 juta atau 31.74 persen selanjutnya diikuti oleh
komunikasi yaitu Rp. 679622 juta atau 4.8 persen; industri barang dari logam, mesin dan
peralatannya yaitu Rp. 651644 juta atau 4.6 persen; listrik sebesar Rp. 473922 juta atau
3.35 persen; keuangan Rp. 357678 juta atau 2.53 persen; dan restoran sebesar Rp. 272
195 juta atau 1.92 persen.
Ditinjau dari sisi impor terhadap barang dan jasa ternyata sektor Industri tekstil,
pakaian jadi dan kulit masih memberikan kontribusi terbesar yaitu sebesar Rp. 1741566
juta atau 29.74 persen, kemudian sektor industri barang dari logam, mesin dan
peralatannya sebesar Rp. 430330 juta atau 7.34 persen, dan diikuti perdagangan besar
sebesar Rp. 376253.5 juta atau 6.42 persen, perdagangan kecil sebesar Rp. 361763.5 juta
atau 6.18 persen, dan hampir semua sektor membutuhkan bahan baku impor.
Sedangkan dengan memperhatikan selisih antara total ekspor dan impor, maka
sektor-sektor yang mengalami surplus yaitu sektor industri tekstil, pakaian jadi dan kulit
yang masih merupakan peringkat utama yang diikuti oleh sektor perdagangan eceran;
komunikasi, industri barang dari logam, mesin dan peralatannya; komunikasi; restoran;
dan listrik. Selisih total ekspor-impor sektor industri tekstil, pakaian jadi dan kulit
mengalami surplus perdagangan terbesar yaitu Rp. 4552124 juta atau 54.89 persen, sektor
perdagangan eceran sebesar Rp. 4129405 juta atau 49.8 persen dan sektor komunikasi
sebesar Rp. 388055 juta atau 4.7 persen.
Tingginya input yang harus diimpor khususnya oleh sektor sektor Industri tekstil,
pakaian jadi dan kulit menunjukkan masih rendahnya pendalaman struktur industri
pengolahan di wilayah Kota Bandung. Rendahnya pendalaman struktur ini disebabkan
lamanya jangka waktu pengembalian modal serta besarnya resiko usaha yang harus
ditanggung oleh pengusaha. Padahal di satu sisi suatu sektor industri akan kuat apabila
pendalaman struktur industrinya tinggi atau dengan kata lain ada kaitan yang kuat antara
industri hulu yang bertindak sebagai penyedia bahan baku dengan industri hilir yang
menggunakan bahan baku dari industri hulu tersebut. Karena sebagian besar barang
modal dan komponen diimpor, pertumbuhan sektor industri yang tinggi akan selalu
diikuti dengan kenaikan impor yang tinggi pula.
Ada juga defisit yang terjadi di beberapa sektor sebagaimana ditunjukkan pada
Tabel 11, sedangkan cadangan devisa terbatas maka dapat ditempuh upaya untuk
menghemat devisa ataupun meningkatkan penciptaan devisa. Penghematan devisa dapat
dilakukan dengan mengurangi impor yaitu dengan berusaha memproduksi kebutuhan
barang di dalam negeri untuk barang yang semula diimpor. Sedangkan upaya untuk
meningkatkan penciptaan devisa dapat ditempuh strategi promosi ekspor yaitu berusaha
untuk memperluas ekspor, baik dari segi luas pasar, volume maupun mengintroduksikan
komoditi ekspor baru di pasar nasional dan internasional. Strategi ini mengharuskan
sektor yang ada di wilayah ini untuk melakukan inovasi teknologi agar efisiensi produksi
dapat tercapai sehingga dapat bersaing di pasar nasional dan internasional. Namun secara
keseluruhan transaksi perdagangan Kota Bandung masih surplus sebear Rp. 7619966 juta
pada tahun 2000, bahkan meningkat menjadi Rp. 8292344 juta pada tahun 2003.