• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNIK PENGUKURAN KADAR AIR BENIH JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) DENGAN MENGGUNAKAN METODE LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TEKNIK PENGUKURAN KADAR AIR BENIH JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) DENGAN MENGGUNAKAN METODE LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

TEKNIK PENGUKURAN KADAR AIR BENIH JARAK PAGAR

(Jatropha curcas Linn.) DENGAN MENGGUNAKAN

METODE LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG

Oleh

Pifit Fitri Sa’diyah A34404026

PROGRAM STUDI

PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

(2)

TEKNIK PENGUKURAN KADAR AIR BENIH JARAK PAGAR

(Jatropha curcas Linn.) DENGAN MENGGUNAKAN

METODE LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

Pifit Fitri Sa’diyah A34404026

PROGRAM STUDI

PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

(3)

RINGKASAN

PIFIT FITRI SA’DIYAH. Teknik Pengukuran Kadar Air Benih Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.) dengan Menggunakan Metode Langsung dan Tidak Langsung. Dibimbing oleh ABDUL QADIR dan RR. SRI HARTATI.

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan dan menentukan metode yang cepat dan tepat untuk menghitung nilai kadar air benih jarak pagar (Jatropha

curcas L.) yang diukur dengan menggunakan metode pengukuran kadar air secara

langsung dan tidak langsung. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai bulan Juni 2008. Penelitian dilakukan di laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, IPB untuk percobaan menggunakan metode langsung dan di laboratorium Energi dan Elektrifikasi, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB untuk percobaan menggunakan metode tidak langsung.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan benih jarak pagar yang berasal dari dua provenan, yaitu provenan yang mewakili tanaman jarak pagar pada daerah basah: Improved Population-1 Pakuwon (IP-1P) dan daerah kering:

Improved Population-1 Asembagus (IP-1A). Penelitian dilakukan dengan dua tahap percobaan. Percobaan pertama ialah pengukuran kadar air dengan menggunakan metode langsung dan percobaan kedua ialah percobaan untuk membandingkan metode pengukuran kadar air metode langsung dan tidak langsung.

Rancangan percobaan yang digunakan, yaitu Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah kondisi benih (benih utuh, benih dibelah dua, dan benih dibelah empat) dan faktor kedua adalah durasi waktu lamanya pengeringan (8, 12, 16, 20, dan 24 jam). Rancangan ini digunakan untuk percobaan pertama. Percobaan kedua menggunakan analisis korelasi regresi linier sederhana.

Hasil yang diperoleh dari pengukuran kadar air benih jarak pagar dengan menggunakan metode langsung atau pengukuran dengan menggunakan oven yaitu faktor lamanya pengeringan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air benih. Nilai kadar air benih, baik pada benih IP-1A maupun pada benih IP-1P relatif konstan walaupun lama pengeringan diperpanjang.

(4)

Faktor yang kedua yaitu, faktor kondisi benih. Hasil yang diperoleh pada uji F yaitu faktor kondisi benih memberikan pengaruh yang nyata pada benih IP-1A dan sangat nyata pada benih IP-1P terhadap nilai kadar airnya. Nilai rata-rata kadar air benih tertinggi pada benih populasi IP-1A diperoleh pada kondisi benih dibelah menjadi empat bagian, sedangkan pada benih IP-1P pada kondisi utuh. Pengukuran kadar air benih jarak pagar dapat dilakukan dengan menggunakan oven suhu rendah (1032˚C) selama 8 jam dengan benih terlebih dahulu dibagi

menjadi empat bagian untuk benih dengan kadar air yang sudah rendah atau kondisi utuh untuk benih dengan kadar air yang masih tinggi.

Pengukuran kadar air benih dengan menggunakan metode langsung (oven) dan tidak langsung (alat digital) menunjukkan adanya hubungan linier yang sangat erat pada range kadar air 7 – 19 %. Alat digital yang digunakan yaitu Digital Moisture Tester Model TD-1 (DMT TD-1) serta Kett Grain Moisture Tester Model PM 300 (Kett). Pengukuran kadar air dengan menggunakan alat digital dapat memberikan hasil yang sama secara proporsional dengan nilai kadar air dengan menggunakan oven.

Persamaan linear yang diperoleh ialah sebagai berikut: Y = -3.628 + 0.86 X1, dengan nilai koefesien determinasi (R2) sebesar 91.39 % dan Y = -0.254 + 1.17 X2, dengan nilai koefesien determinasi (R2) sebesar 98.41 %, untuk Y adalah nilai kadar air benih yang diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan oven, X1 adalah nilai kadar benih yang diperoleh dengan menggunakan alat DMT-TD-1, dan X2 adalah nilai kadar air benih yang diperoleh dengan menggunakan alat Kett.

(5)

Judul : TEKNIK PENGUKURAN KADAR AIR BENIH JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) DENGAN MENGGUNAKAN METODE LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG

Nama : Pifit Fitri Sa’diyah NRP : A34404026

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Abdul Qadir, MS Ir. Rr. Sri Hartati, MP

NIP : 131 667 786 NIP : 080 098 422

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr NIP : 131 124 019

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Cirebon pada tanggal 5 Juni 1987. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Agus Hidayat dan Ibu Ernawati.

Tahun 1998 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Pangrango kota Cirebon. Pendidikan lanjutan tingkat pertama ditempuh di SLTPN 1 Kota Cirebon dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan lanjutan tingkat atas di SMUN 1 Kota Cirebon dan lulus pada tahun 2004.

Penulis melanjutkan kuliah di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama kuliah penulis aktif dalam beberapa organisasi dan kepanitiaan, diantaranya berpastisipasi dalam kepanitiaan Festival Tanaman XXVI tahun 2005, panitia pada acara Try Out SPMB 2005 dan 2006 di Cirebon, panitia Campus Fair 2005 dan 2006, dan panitia pada kegiatan Sarana Akselerasi Wawasan Agronomi dan Hortikultura 2006 (SAWAH 2006). Penulis aktif sebagai anggota Koperasi Mahasiswa (KOPMA) dari tahun 2004 sampai dengan sekarang, menjadi sekertaris umum Organisasi Mahasiswa Daerah Cirebon Pada tahun 2005-2006, dan anggota Forum Silaturahmi Mahasiswa Bogor (FOSMA Bogor) dari tahun 2005 sampai dengan sekarang.

Penulis pernah mengikuti magang di PT Inggu Laut Abadi Cipanas, Cianjur pada semester lima tahun ajaran 2006/2007, di bagian laboratorium kultur jaringan, aklimatisasi, dan pembibitan krisan. Semester genap tahun ajaran 2007/2008 penulis diberi amanat untuk menjadi asisten dalam pelaksanaan praktikum Dasar-dasar Ilmu dan Teknologi Benih serta praktikum Produksi dan Pengolahan Benih.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Rabbi yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayahnya-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW sebagai panutan yang paling benar.

Penelitian pengukuran kadar air pada komoditas jarak pagar (Jatropha curcas Linn.) ini didasari oleh keinginan penulis untuk mengembangkan metode pengujian benih pada komoditas tersebut. Jarak pagar merupakan komoditas yang dapat dijadikan bahan bakar nabati sebagai alternatif dari bahan bakar fosil yang semakin langka.

Penulis menyampaikan rasa penghargaan dan terima kasih kepada :

1. Dosen pembimbing skripsi Ir. Abdul Qadir, MS dan Ir. Rr. Sri Hartati, MP atas bimbingan, saran, dan motivasi selama pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi.

2. Dr. Tatiek Kartika Suharsi, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan sehingga skripsi ini dapat tersusun dengan lebih baik.

3. Ayah, ibu, dan kedua adikku atas kemurnian cintanya, dorongan serta doa yang selalu dipanjatkan.

4. Ashar-chan yang selalu tulus memberikan doa, bantuan, serta dorongan semangat selama penelitian dan penulisan skripsi.

5. Teman seperjuangan Rahmasyahraini atas bantuan, informasi, dan kekompakannya.

6. Lela, Rika, Mega, Irwan, Arfan, Pengky atas bantuannya saat penelitian berlangsung.

7. Baka-chan yang telah memberikan sumbangan buku jarak pagar.

8. Zizah yang telah ikhlas meminjamkan komputernya selama penyusunan skripsi.

9. Hewir family (Feti dan Weny), PJ’s Party (Dita, Eva, Imel, Novi, Nana, Pipit, Farah, dan Yono) atas keceriaan dan persahabatannya selama ini.

(8)

10.Teman-teman asisten dastekben (Amin, Gani, Risma, Warid, dan Gilang) yang telah memberikan informasi dan semangat untuk menghadapi hari-hari penelitian.

11.Raihana Crew (Wai, Giga, dan Nola) atas kepedulian dan motivasinya, serta keluarga PMTTB 41 atas indahnya persahabatan yang telah diberikan.

Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca pada umumnya, serta bagi peneliti dan mahasiswa pada khususnya.

Bogor, Juli 2008

(9)

DAFTAR ISI

Halaman PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 3 Hipotesis ... 3 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Klasifikasi dan Morfologi Jarak Pagar ... 4

Perbenihan Tanaman Jarak Pagar ... 6

Kadar Air Benih ... 8

BAHAN DAN METODE ... 12

Tempat dan Waktu Penelitian... 12

Bahan dan Alat ... 12

Rancangan Percobaan ... 13

1. Percobaan pertama ... 13

2. Percobaan kedua ... 15

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

Percobaan Pertama ... 19

Percobaan kedua ... 24

KESIMPULAN DAN SARAN ... 28

Kesimpulan ... 28

Saran ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 30

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Rekapitulasi Uji F Pengaruh Kondisi dan Lama Pengeringan Terhadap

Kadar Air Benih Jarak Pagar ... 20

2. Rata-rata Bobot Kering Benih Jarak Pagar Setelah Dioven ... 21

3. Rekapitulasi Uji F Pengaruh Lama Pengeringan Terhadap Bobot Kering Benih Jarak Pagar ... 21

4. Perbedaan Nilai Bobot Kering Benih Jarak Pagar Populasi IP-1A Berdasarkan Uji DMRT ... 22

5. Perbedaan Nilai Kadar Air Benih Jarak Pagar Berdasarkan Uji DMRT ... 22

Lampiran 1. Batasan Nilai Kadar Air dan Berat Produk Untuk Penggunaan Alat Kett Grain Moisture Tester Model PM 300 ... 33

2. Nilai Toleransi Kadar Air Benih Jarak Pagar Populasi IP-1A ... 34

3. Nilai Toleransi Kadar Air Benih Jarak Pagar Populasi IP-1P ... 35

4. Analisis Keragaman Kadar Air Benih Jarak Pagar Populasi IP-1A ... 36

6. Analisis Keragaman Bobot Kering Benih Jarak Pagar Populasi IP-1A Kondisi Utuh ... 36

7. Analisis Keragaman Bobot Kering Benih Jarak Pagar Populasi IP-1A Kondisi Belah Dua ... 37

8. Analisis Keragaman Bobot Kering Benih Jarak Pagar Populasi IP-1A Kondisi Belah Empat ... 37

9. Analisis Keragaman Bobot Kering Benih Jarak Pagar Populasi IP-1P Kondisi Utuh ... 37

10. Analisis Keragaman Bobot Kering Benih Jarak Pagar Populasi IP-1P Kondisi Belah Dua ... 37

11. Analisis Keragaman Bobot Kering Benih Jarak Pagar Populasi IP-1P Kondisi Belah Empat ... 37

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. Alat Ukur Kadar Air Digital Moisture Tester Model TD-1 ... 12

2. Alat Ukur Kadar Air Kett Grain Moisture Tester Model PM 300... 12

3. Kondisi Benih Jarak Pagar: Utuh, Belah Dua, dan Belah Empat ... 14

4. Benih Jarak Pagar Yang Sudah Dicacah dan Sample Saucer ... 17

5. Benih dalam Sample Saucer dan Handle ... 17

6. Tombol untuk Mengetahui Nilai Kadar Air (Measurement Button) ... 17

7. Bagian-bagian Alat Kett Grain Moisture Tester Model PM 300... 18

8. Persamaan Linier Nilai Kadar Air dengan Menggunakan Oven dan DMT-TD 1 ... 25

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Persediaan bahan bakar fosil semakin hari semakin menipis, hal tersebut mengakibatkan pemerintah mulai mengembangkan sumber energi alternatif yang berasal dari bahan bakar nabati (BBN). Pemerintah dalam rencananya akan menanam 1.5 juta hektar kelapa sawit, 1.5 juta hektar jarak pagar, 0.75 juta hektar tebu, dan 1.5 juta hektar ubikayu (Departemen ESDM dalam Hasnam, 2007b). Jarak pagar dipandang paling potensial sebagai sumber BBN karena tanaman tersebut memiliki keunggulan-keunggulan, seperti: pemanfaatan biji atau minyaknya tidak berkompetisi dengan penggunaan untuk pangan atau industri, memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap lahan marginal dan lahan kritis, bijinya memiliki kandungan minyak yang tinggi, serta produksinya murah, dan ramah lingkungan.

Pengembangan 1.5 juta hektar jarak pagar dilaksanakan dalam waktu empat tahun mulai dari tahun 2007 dan membutuhkan 937,5 ton benih jarak pagar per tahunnya (Hasnam, 2007b). Benih yang dipilih haruslah benih yang unggul dan bermutu, karena kesalahan dalam penggunaan benih akan berakibat menurunkan kualitas dan produktivitas panen, serta resiko menjadi rendahnya ketahanan tanaman terhadap hama dan penyakit. Saat ini benih yang telah tersedia berasal dari Puslitbang Perkebunan, yang terdiri dari tiga populasi komposit, yaitu

Improved Population-1 Asembagus (IP-1A), Improved Population-1 Pakuwon (IP-1P), dan Improved Population-1 Muktiharjo (IP-1M) dengan perkiraan produktivitas 2-4 ton per hektar setelah berumur tiga tahun (Hasnam dan Hartati, 2007).

Penanganan benih setelah panen merupakan hal yang penting dalam kegiatan penyediaan benih unggul. Pengukuran kadar air benih merupakan salah satu kegiatan perbenihan yang cukup penting dilakukan, karena kadar air benih erat kaitannya dengan proses pengolahan dan daya simpan benih.

Benih yang berkadar air terlalu tinggi akan mengalami kemunduran yang lebih cepat, viabilitas akan menurun selama penyimpanan dan beresiko tinggi terhadap kerusakan mekanis akibat pengeringan. Benih yang berkadar air terlalu

(13)

2 rendah juga dapat meningkatkan kepekaan benih terhadap kerusakan mekanis, sehingga dapat mengakibatkan bagian penting benih pecah atau retak yang kemudian mudah terserang cendawan dan dapat menurunkan daya simpannya (Justice dan Bass, 2002).

Metode yang paling umum untuk mengukur kadar air benih adalah metode langsung, yaitu benih dikeringkan dalam oven. Prinsip dalam metode oven ialah air dalam benih dihilangkan dengan cara pengeringan dalam suhu dan waktu tertentu. Kadar air benihnya merupakan selisih bobot benih sebelum dan sesudah pengeringan dibagi bobot sebelum pengeringan.

Hasil pengukuran kadar air benih dengan menggunakan oven lebih teliti dibandingkan dengan alat pengukur kadar air lainnya. Beberapa kelemahan pengukuran dengan menggunakan oven antara lain, memerlukan waktu yang lebih lama, pengaturan suhu yang tepat, banyaknya peralatan yang dibutuhkan, serta harus seringnya menimbang benih yang diuji (Justice dan Bass, 2002).

Selama dalam pemrosesan dan penanganan benih di lapang, diperlukan hasil pengukuran yang cepat agar tahapan-tahapan selanjutnya dapat berjalan. Pengukuran kadar air benih dengan menggunakan oven membutuhkan waktu yang lama, karena itu terdapat alternatif lain, yaitu dengan menggunakan metode tidak langsung. Pengukuran kadar air dengan metode tidak langsung menggunakan pengukur kadar air listrik atau alat digital. Beberapa model alat ukur kadar air benih digital antara lain Digital Moisture Tester Model TD-1 dan Kett Grain Moisture Tester Model PM 300.

International Seed Testing Association (ISTA) dalam BPMBTPH (2006) menyebutkan bahwa dalam pengukuran kadar air benih dengan menggunakan oven, benih-benih yang berukuran besar perlu dihaluskan (grinding). Benih jarak pagar termasuk ke dalam kategori benih besar (lebih dari 10 mm), namun benih jarak mengandung minyak yang tinggi. Penghalusan terhadap benih besar yang mempunyai kandungan minyak tinggi akan menyebabkan terjadinya oksidasi minyak yang berpengaruh terhadap bobot benih dan menyebabkan kesalahan dalam pengukuran nilai kadar air benih. Edi (1993) menyebutkan, untuk mengatasi hal tersebut terdapat alternatif metode pengukuran kadar air benih besar berminyak, yaitu dengan cara memotong atau memecah benih menjadi bagian-bagian kecil.

(14)

3 ISTA telah mengatur prosedur standar dalam pengukuran kadar air benih dengan metode oven mengenai lama pengeringan dan suhu oven. Edi (1993) yang mengutip Wang (1990) menyatakan bahwa prosedur dan metode untuk pengukuran kadar air benih-benih tropis, khususnya benih yang mengandung minyak tinggi sering tidak cocok dengan prosedur standar pada ISTA. Benih jarak pagar merupakan benih dengan kandungan minyak yang tinggi, oleh karena itu, metode pengukuran kadar air benih jarak pagar menjadi hal yang penting untuk dikembangkan, baik menggunakan metode oven maupun dengan menggunakan alat pengukur kadar air lainnya agar didapatkan metode pengukuran kadar air yang cepat dan tepat.

Tujuan

Tujuan penelitan ini adalah untuk membandingkan dan menentukan metode yang cepat dan tepat dalam menghitung nilai kadar air benih jarak pagar (Jatropha curcas Linn.) yang diukur dengan menggunakan metode pengukuran kadar air secara langsung dan tidak langsung.

Hipotesis

1. Terdapat metode yang tepat untuk mengukur kadar air benih jarak pagar (Jatropha curcas Linn.) dengan menggunakan metode langsung berdasarkan kondisi benih dan lamanya pengeringan.

2. Pengukuran kadar air benih jarak pagar (Jatropha curcas Linn.) menggunakan metode tidak langsung dapat memberikan hasil yang sama secara proporsional dengan metode langsung sebagai acuan.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi dan Morfologi Jarak Pagar

Jarak pagar (Jatropha curcas Linn.) adalah tanaman yang berasal dari Mexico, Amerika Tengah. Tanaman ini masuk ke Indonesia pada masa pemerintahan Jepang (1942). Tentara Jepang memerintahkan masyarakat Indonesia untuk menanam jarak pagar di kebun mereka karena biji tanaman ini akan dijadikan BBN untuk keperluan perang (Hambali et al., 2007). Sejak saat itu, jarak pagar tumbuh menyebar di berbagai daerah di Indonesia dengan berbagai nama daerah seperti nawaih, nawas (Aceh), jirak (Sumatra Barat), jarak kosta, jarak kusta, jarak budeg, dan kalake pagar (Sunda), jarak gandul, jarak cina, jarak iri, dan jarak pager (Jawa), kalekhe pagar (Madura), serta nama daerah lainnya (Alam Syah, 2006).

Heller (1996) yang dikutip dari situs Deptan menyatakan tanaman jarak pagar berasal dari daerah tropis dan menyebar di daerah tropis dan subtropis. Jarak pagar tidak tahan terhadap cuaca yang sangat dingin (frost) dan tidak sensitif terhadap panjang hari (daylength). Tanaman ini dapat beradaptasi dengan baik pada kondisi arid dan semi-arid, karena itu jarak pagar dapat bertahan pada periode kekeringan yang relatif panjang, dengan menggugurkan daunnya untuk mengurangi transpirasi.

Manfaat tanaman jarak pagar sudah lama dikenal oleh masyarakat, diantaranya digunakan sebagai tanaman obat. Jarak pagar merupakan tanaman yang dapat tumbuh dengan cepat dan dapat dijadikan sebagai pagar hidup di pekarangan atau kebun karena daunnya tidak disukai hewan ternak (Mahmud et al., 2006). Minyak jarak dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan sabun dan kosmetik. Sudrajat (2006) menyebutkan kayu tanaman jarak dapat dijadikan kayu bakar, arang, dan briket arang, sedangkan serat kayunya cocok untuk dijadikan pulp kertas dan papan serat. Bungkil jarak dapat dijadikan makanan ternak, biopestisida, dan briket arang.

Jarak Pagar adalah tanaman yang masih satu keluarga dengan tanaman karet, kemiri, dan ubi kayu. Klasifikasi jarak pagar sebagai berikut.

Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae

(16)

5

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Jatropha

Spesies : Jatropha curcas

Jarak Pagar berbentuk pohon kecil atau belukar besar dengan tinggi mencapai 5 m dengan percabangan tidak teratur. Batang pohon jarak berkayu, berbentuk silindris, dan mengeluarkan lateks berwarna putih jika dipotong (Hasnam dan Mahmud, 2006).

Daun jarak pagar berupa daun tunggal, berwarna hijau muda sampai hijau tua dengan permukaan bawahnya berwarna lebih pucat daripada bagian atasnya. Bentuk daun agak menjari (lima sampai tujuh lekukan) dengan panjang dan lebar 5 - 15 cm yang tersusun secara selang-seling dan panjang tangkai daun sekitar 4 - 15 cm (Hambali et al., 2007).

Bunga jarak pagar berumah satu yaitu bunga jantan dan bunga betinanya terdapat dalam satu tanaman. Persentase bunga betina 5 - 10% dari total bunga. Bunga tanaman ini berwarna hijau kekuningan atau coklat kekuningan dan memiliki lima sepal dan lima petal. Bunga betina mempunyai ukuran yang lebih besar dari bunga jantan dan akan membuka satu sampai dua hari sebelum bunga jantannya (Hasnam, 2007a). Proses perkawinan tanaman Jatropha curcas

dilakukan oleh serangga karena bunganya manis, harum diwaktu malam, dan warnanya kuning kehijauan (Hasnam dan Mahmud, 2006).

Buah jarak pagar berbentuk buah kendaga, oval, berupa buah kotak, berdiameter 2 - 4 cm. Buah jarak terbagi menjadi tiga ruang dan masing-masing ruang berisi satu biji. Pembentukan buah membutuhkan waktu selama 90 hari dari pembungaan sampai matang. Buah Jatropha curcas tidak matang serempak, dalam satu tandan buah terdapat bunga, buah muda, buah masak, serta buah yang sudah kering (Prihandana dan Hendroko, 2006).

Biji Jatropha curcas berbentuk bulat lonjong, berwarna coklat kehitaman dengan ukuran panjang 2 cm, tebal 1 cm, dan berat 0.4 - 0.6 gram/biji. Biji yang masak ditandai dari buahnya yang telah berwarna kuning (Hasnam dan Mahmud, 2006).

(17)

6 Panen jarak pagar pertama dapat dilakukan pada saat tanaman sudah berumur 6 - 8 bulan setelah tanam dengan produktivitas 0.5 - 1.0 ton biji kering per hektar per tahun yang selanjutnya akan meningkat secara bertahap dan akan stabil pada tahun kelima setelah tanam (Mahmud et al., 2007). Hasnam dan Hartati (2007) menyatakan produktivitas tiga populasi komposit jarak pagar IP-1A, IP-1P, dan IP-1M diperkirakan mencapai 2 - 4 ton per hektar setelah berumur tiga tahun.

Terdapat jenis lain dari tanaman jarak yang sudah lebih dahulu dikenal oleh masyarakat Indonesia, yaitu jarak kaliki atau jarak kepyar (Ricinus communis

L.). Berbeda dengan jarak pagar, biji jarak kepyar memiliki corak (belang) dan buahnya berwarna keabu-abuan seperti warna tanah bila sudah masak. Buah jarak kepyar memiliki rambut atau duri seperti buah rambutan dan daunnya menjari dengan 5 sampai 11 lekukan (Mardjono, 2000). Minyak biji jarak kepyar tidak dapat digunakan sebagai biodiesel karena terlalu kental, minyak tersebut hanya dapat digunakan sebagai pelumas dan bahan tambahan pada industri cat vernis, kosmetika, plastik, dan farmasi (Prihandana dan Hendroko, 2006).

Perbenihan Tanaman Jarak Pagar

Benih merupakan bahan pertanaman utama dalam budidaya suatu tanaman. Perbanyakan jarak pagar dianjurkan menggunakan bibit yang berasal dari biji, karena tanaman yang diperbanyak dengan biji umumnya menghasilkan batang dan perakaran yang kuat. Menurut Heller (1996) dalam Hasnam (2007b) untuk perkebunan berjangka panjang (long-live plantation) dan untuk produksi minyak tanaman yang berasal dari biji akan lebih baik daripada tanaman yang diperbanyak dengan stek.

Tanaman jarak pagar merupakan tanaman yang mudah tumbuh, namun belum ada varietas unggul yang sudah dilepas dan jumlah ketersediaan benihnya terbatas. Benih yang ada saat ini disebut sebagai benih IP (Improved population), terdiri dari IP-1 dan IP-2. Benih IP ini dikembangkan oleh Puslitbang Perkebunan.

Benih IP-1 merupakan hasil seleksi pada populasi jarak pagar yang merupakan hasil eksplorasi 10 propinsi di Indonesia. Hasil eksplorasi tersebut ditanam di tiga kebun percobaan, yaitu kebun percobaan Asembagus, Situbondo

(18)

7 Jawa Timur untuk mewakili wilayah iklim sangat kering, kebun percobaan Muktiharjo, Pati Jawa Tengah untuk mewakili wilayah iklim sedang, dan kebun percobaan Pakuwon, Sukabumi Jawa Barat untuk mewakili wilayah iklim basah. Benih ini telah diluncurkan oleh Menteri Pertanian pada tahun 2006 dan telah diuji oleh ahli benih Puslitbang Perkebunan dan Balai Pengawas dan Pengujian Mutu Benih (BP2MB) dengan nama Improved Population-1 Asembagus (IP-1A),

Improved Population-1 Muktiharjo (IP-1M), dan Improved Population-1

Pakuwon (IP-1P) (Maya, 2007).

Benih tanaman jarak pagar termasuk benih ortodoks. Benih tersebut tahan dikeringkan hingga kadar air rendah dan toleran terhadap suhu rendah. Menurut Hasnam dan Mahmud (2006), untuk penyimpanan benih jarak pagar harus dikeringkan sampai kadar airnya mencapai 5 - 7 %, namun karena mempunyai kadar minyak yang tinggi benih jarak tidak dapat disimpan lama tanpa perlakuan khusus. Pada observasi di kebun percobaan Muktiharjo, untuk mengeringkan benih jarak sampai kadar airnya lebih kurang 7 % diperlukan waktu 3 - 4 hari dengan pengeringan di bawah sinar matahari hanya sampai jam sembilan pagi (Sudjindro dan Adikadarsih, 2007).

Benih jarak pagar yang baik merupakan benih yang berasal dari buah yang telah berwarna kuning. Benih dari buah yang kuning memiliki vigor dan daya berkecambah yang paling tinggi dibandingkan benih yang berasal dari buah yang berwarna hijau, hijau kekuningan, kuning kehitaman atau yang berwarna hitam (Adikadarsih dan Hartono, 2007).

Buah jarak pagar tidak masak serempak dalam satu tandan yang sama. Menurut Adikadarsih dan Hartono (2007) untuk pemanenan sebaiknya dilakukan per buahnya. Jika dilakukan pemanenan buah per tandan, daya berkecambah dan vigor benihnya menjadi lebih rendah, karena benih dari buah yang berwarna hijau atau hitam akan ikut terpetik.

Ekstraksi buah jarak dilakukan dengan cara manual atau dengan menggunakan mesin pengupas jarak. Setelah diekstraksi, benih dikeringkan di tempat teduh, hingga kadar airnya mencapai 5 - 7%. Benih kemudian diseleksi secara manual. Benih yang dipilih yaitu benih yang utuh, tidak cacat atau pecah,

(19)

8 bernas, bentuknya normal, dan ukurannya relatif seragam. Benih selanjutnya diuji mutunya dengan peubah daya berkecambah.

Pada kebun induk jarak pagar di Muktiharjo, benih yang telah memenuhi kriteria daya berkecambah lebih dari 80%, kadar air  7%, kemurnian serta mutu fisik yang baik, selanjutnya dikemas dalam kantong plastik setebal 0.03 mm dengan kapasitas 2.5 kg benih. Benih yang telah dikemas disimpan di dalam gudang yang memiliki ventilasi udara yang baik atau pada gudang dengan temperatur  16ºC untuk menjaga mutunya (Sudjindro dan Adikadarsih, 2007).

Pada beberapa provenan jarak pagar, biji segar yang baru dipanen memiliki sifat innate dormansi, namun akan hilang dengan sendirinya setelah beberapa waktu. Dormansi ini juga dapat dipatahkan dengan cara perendaman benih atau melakukan pelepasan kulit biji (testa) (Hasnam, 2007b). Benih akan berkecambah setelah 7 - 10 hari dengan tipe perkecambahan epigeal (Hasnam dan Mahmud, 2006).

Kadar Air Benih

Kadar air benih adalah jumlah air benih yang dapat diuapkan atau diukur melalui metode pengukuran yang telah dibakukan. Kadar air benih dihitung berdasarkan bobot basah atau bobot kering benih (Justice dan Bass, 2002). Umumnya kadar air dalam persentase berat kering jarang digunakan, karena akan mungkin terjadi nilai kadar air benih menjadi lebih dari 100% (Schmidt, 2002).

Tujuan pengujian kadar air benih adalah untuk mengetahui seberapa besar kandungan air yang terdapat di dalam benih dalam rangka memenuhi standar mutu benih yang diberlakukan. Kadar air benih penting dilakukan karena berkaitan dengan kualitas benih, daya simpan benih, proses pengolahan benih, dan resiko terserang hama dan penyakit pada saat penyimpanan (Kuswanto, 1997).

Air dalam benih terbagi ke dalam tiga bentuk, yaitu air kapiler (free absorbed water) atau disebut air region III, air koloidal (colloidal bound water) atau air region II, dan air dari komposisi kimia benih (water of composition) atau air region I. Air kapiler adalah air yang mengisi rongga antar sel dan terikat secara lemah oleh gaya kapiler. Air koloid adalah air yang terdapat pada bahan terlarut di dalam benih dan terikat agak kuat. Air komposisi kimia benih adalah air yang

(20)

9 terikat sangat kuat dalam bentuk ikatan kovalen H2 atau O2 dalam karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral.

Pengukuran kadar air dalam benih tidak dapat mengukur semua air dalam benih. Kadar air yang diukur adalah air yang terdapat pada region II dan III, sedangkan air pada region I hanya dapat dilepas dengan pengeringan yang tinggi, namun pengeringan yang tinggi dapat menguapkan bahan volatil (minyak dan lemak) yang terdapat di dalam benih sehingga kadar air yang terukur menjadi seolah tinggi. Umumnya dalam pengukuran kadar air, benih hanya dikeringkan pada suhu 130ºC dan beberapa benih lainnya tidak boleh dikeringkan pada suhu diatas 103±2ºC.

Kandungan air dalam benih merupakan faktor internal yang berpengaruh pada viabilitas benih selama penyimpanan. Benih yang memiliki kadar air rendah peka terhadap kerusakan mekanis, sehingga benih dapat mudah terserang cendawan. Benih yang mempunyai kadar air terlalu tinggi akan mengalami kemunduran benih yang lebih cepat dan tingginya resiko terserang cendawan (Barton dalam Justice dan Bass, 2002).

Metode pengukuran kadar air menurut Edi (1993) yang mengutip Bonner (1984) terdiri dari 3 cara umum, yaitu pengukuran dengan cara oven-drying, pengukuran cepat dengan alat ukur elektrik, dan prosedur laboratorium dengan menggunakan bahan kimia. Metode oven dan reaksi kimia disebut juga metode primer atau langsung, sedangkan metode dengan alat ukur elektrik disebut metode tidak langsung.

Hasil pengukuran dengan menggunakan metode oven lebih akurat dan merupakan cara yang paling umum atau baku untuk pengukuran kadar air. Justice dan Bass (2002) menyatakan walaupun metode oven lebih akurat, metode ini mempunyai beberapa kekurangan, yaitu untuk mendapatkan hasil dibutuhkan waktu yang lama dan suhu yang tepat tergantung dari jenis benihnya, membutuhkan peralatan yang banyak dan harus seringnya menimbang benih yang diuji.

Pengukuran kadar air metode oven umumnya dilakukan dengan suhu rendah konstan (103 ± 2)ºC dengan lama pengeringan 17±1 jam, yaitu untuk benih-benih seperti bawang merah, cabai, kacang tanah, kol, lobak, sawi, kedelai,

(21)

10 jarak kepyar, wijen, dan lain-lain. Metode oven suhu tinggi dilakukan pada temperatur 130ºC dan lama pengeringan tergantung dari jenis benih (umumnya untuk jagung dikeringkan selama 4 jam dan 2 jam untuk serealia lain). Benih-benih yang dapat dikeringkan dalam suhu tinggi antara lain asparagus, selada, tomat, tembakau, jagung, padi, semangka, wortel, kacang merah, dan lain-lain (BPMBTPH, 2006).

ISTA menyebutkan bahwa dalam pengukuran kadar air, benih-benih yang berukuran besar perlu dihaluskan (grinding). Benih jarak pagar termasuk ke dalam kategori benih besar, namun benih jarak mengandung minyak yang tinggi, penghalusan terhadap benih besar yang mempunyai kandungan minyak tinggi akan menyebabkan terjadinya oksidasi minyak yang berpengaruh terhadap berat benih dan menyebabkan kesalahan dalam penentuan nilai kadar air. Edi (1993) menyebutkan untuk mengatasi hal tersebut terdapat alternatif metode pengukuran kadar air benih besar berminyak, yaitu dengan cara memotong atau memecah benih menjadi bagian-bagian kecil.

Pengukuran kadar air dapat dilakukan dengan menggunakan dua ulangan dan toleransi yang telah ditetapkan ISTA adalah antara kedua ulangan perbedaanya dibatasi maksimum 0.2 %. Apabila nilai perbedaan kedua ulangan lebih dari 0.2 % maka pengukuran kadar air harus diulang dengan menggunakan contoh kerja yang baru (BPMBTPH, 2006). Menurut Bonner (1984) yang dikutip Edi (1993) batas toleransi ini kurang tepat untuk tanaman-tanaman kehutanan yang umumnya terdiri dari benih yang besar. Diduga semakin besar ukuran benih biasanya semakin meningkat pula kadar airnya, sehingga cukup sulit untuk memperoleh nilai kadar air dengan toleransi 0.2 %.

Metode pengukuran kadar air benih secara tidak langsung menggunakan pengukur kadar air listrik atau alat digital bekerja berdasarkan pengukuran daya hantar listrik atau sifat dielektrik benih yang berkolerasi dengan kadar air. Pengukuran dengan metode langsung lebih cepat meskipun tidak setepat metode langsung. Alat tersebut juga tidak dapat mengukur benih yang berkadar air sangat tinggi atau sangat rendah (Justice dan Bass, 2002).

Terdapat hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan alat ukur kadar air benih digital, yaitu: manual cara pemakaian alat, sumber arus listrik,

(22)

11 kebersihan alat, dan batas kadar air tertentu yang dapat diukur oleh alat tersebut. Jumlah contoh yang diukur dapat pula menjadi faktor penentu ketepatan pengukuran kadar air benih. Contoh dengan jumlah yang lebih banyak akan lebih tepat hasil pengukurannya (Baadilla, 1975). Jika pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan alat digital yang mempunyai kapasitas contoh kerja yang sedikit, maka agar lebih tepat hasil pengukurannya dapat disiasati dengan penggunaan banyak ulangan dan mengambil rata-ratanya.

Metode pengukuran kadar air dengan menggunakan bahan kimia, yaitu metode destilasi Toluene dan metode Karl Fischer. Prinsip metode ini sama seperti metode oven, yaitu dengan menghitung jumlah air yang hilang terhadap bobot basah benihnya. Metode destilasi Toluen dapat digunakan dalam pengukuran kadar air benih-benih yang mengandung minyak. Saat ini metode destilasi Toluen dan metode Karl Fischer sudah tidak digunakan lagi karena kurang praktis dan membutuhkan peralatan serta keahlian khusus (ISTA dalam

(23)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian dan laboratorium Energi dan Elektrifikasi, Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB dari bulan April 2008 sampai bulan Juni 2008.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih jarak pagar (Jatropha curcas) IP-1P yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri (BALITTRI), Sukabumi dan benih IP-1A yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat (BALITTAS), Malang.

Alat yang digunakan meliputi oven, Digital Moisture Tester model TD-1 (Gambar 1), Kett Grain Moisture Tester Model PM 300 (Gambar 2), timbangan analitik, desikator, pisau, wadah, alumunium foil, sarung tangan plastik, dan penjepit untuk memasukkan dan mengeluarkan wadah dari oven.

Gambar 1. Alat Ukur Kadar Air Digital Moisture Tester Model TD-1

(24)

13 Rancangan Percobaan

Penelitian ini akan dilakukan dalam dua tahap percobaan dengan menggunakan dua provenan yang mewakili tanaman jarak pagar pada daerah basah (IP-1P) dan daerah kering (IP-1A).

1. Percobaan pertama

Percobaan pertama ialah percobaan berdasarkan kondisi benih dan lama pengeringan dalam oven suhu 1032˚C. Percobaan ini terdiri atas dua

faktor, yaitu faktor kondisi benih (K) dan faktor lamanya pengeringan (L). Faktor kondisi benih terdiri atas tiga taraf, yaitu benih utuh (K1), benih

dibelah menjadi dua bagian (K2), dan benih dibelah menjadi empat bagian (K3). Faktor kedua adalah faktor lamanya pengeringan yang terdiri atas lima perlakuan, yaitu pengeringan selama 8 jam (L1), 12 jam (L2), 16 jam (L3), 20 jam (L4), dan 24 jam (L5). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga terdiri atas 45 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 5 gram benih, sehingga kebutuhan benih dalam percobaan ini ialah sebanyak 225 gram benih untuk tiap provenan.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan kelompok lengkap teracak faktorial dengan dua faktor.

Model rancangannya adalah :

Yijk = µ + γi + αj + βk +(αβ)jk + εijk ; i = 1, 2, 3 j = 1, 2, 3 k = 1, 2, 3

Yij : Nilai pengamatan pengaruh faktor kondisi benih ke-j dan faktor lamanya pengeringan ke-k, dan kelompok ke-i

µ : Rataan umum

γi : Nilai tambah pengaruh kelompok ke-i

αj : Nilai tambah pengaruh faktor kondisi benih ke-j

βk : Nilai tambah pengaruh faktor lamanya pengeringan ke-k

(αβ)jk : Nilai tambah pengaruh interaksi faktor kondisi benih ke-j dengan

faktor lamanya pengeringan ke-k εijk : Galat percobaan

(25)

14 a. Pelaksanaan Penelitian Percobaan Pertama

Pelaksanaan penelitian ini terdiri dari beberapa langkah, yaitu : 1. Wadah beserta tutupnya dikeringkan dalam oven selama satu jam.

2. Wadah pada butir satu (1) kemudian didinginkan dalam desikator selama 30-45 menit dan masing-masing ditimbang dengan timbangan analitik (M1).

3. Benih dibelah secara longitudinal (Gambar 3) ditimbang sebanyak ±5 gram untuk setiap masing-masing percobaan lalu dimasukkan ke dalam wadah, ditutup sesuai tutup wadahnya lalu ditimbang kembali (M2).

Gambar 3. Kondisi Benih Jarak Pagar: Utuh, Belah Dua, dan Belah Empat

4. Wadah pada butir tiga (3) dimasukkan ke dalam oven pada suhu 1032˚C

dan lama pengeringan yang disesuaikan dengan rancangan percobaan. Tutup wadah selama pengeringan dibuka untuk memudahkan terjadinya penguapan.

5. Apabila waktu pengeringan tercapai, wadah-wadah tersebut kemudian dikeluarkan dari oven dan dimasukkan dalam desikator selama 30-45 menit. Dalam desikator wadah-wadah tersebut dalam kondisi tertutup. 6. Wadah pada butir lima (5) kemudian ditimbang dengan timbangan analitik

(M3).

(26)

15

Kadar air benih = Keterangan :

M1 : Berat wadah + tutup

M2 : Berat wadah + tutup + benih sebelum dikeringkan M3 : Berat wadah + tutup + benih setelah dikeringkan

b. Pengamatan dan Analisis Data

Pengamatan dilakukan terhadap nilai kadar air benih pada masing-masing perlakuan. Analisis dilakukan dengan menggunakan ANOVA (uji F) dan apabila data-data kadar air berpengaruh nyata, maka untuk mengetahui lebih lanjut perlakuan yang menimbulkan perbedaan terhadap nilai kadar air benih akan dilakukan uji nilai tengah DMRT.

Perlakuan teknik pengukuran kadar air benih jarak pagar dipilih berdasarkan: (1) nilai kadar air yang diperoleh dengan kriteria maksimum dan konstan, (2) lama pengeringan yang paling pendek.

2. Percobaan kedua

Percobaan kedua adalah percobaan untuk membandingkan metode kadar air langsung dan tidak langsung. Metode pengukuran kadar air benih secara langsung menggunakan oven suhu rendah (1032˚C) pada kondisi

benih dan lama pengeringan hasil percobaan pertama.

Metode tidak langsung ialah mengukur kadar benih dengan menggunakan alat Digital Moisture Tester Model TD-1 dan Kett Grain Moisture Tester Model PM 300 dengan percobaan yang terpisah antara masing-masing alat tersebut. Percobaan kedua terdiri atas dua faktor. Faktor pertama adalah pengukuran kadar air dengan menggunakan oven (O) dan faktor yang kedua adalah pengukuran kadar air dengan menggunakan Digital Moisture Tester Model TD-1 (S1) atau menggunakan Kett Grain Moisture Tester Model PM 300 (S2).

Masing-masing percobaan terdiri atas tiga taraf tingkat kadar air, yaitu: benih dengan kadar air kurang dari 10%, benih dengan kadar air 10-15%, dan

100% X

M2 – M3 M2 – M1

(27)

16 benih dengan kadar air lebih dari 15%. Masing-masing perlakuan diulang 10 kali, sehingga setiap percobaan terdiri atas 60 satuan percobaan.

Analisis data menggunakan korelasi regresi linier sederhana dengan model persamaan :

Yij = µ + βXi +

ε

ij

Y : Nilai kadar air dengan menggunakan oven

X : Nilai kadar air dengan menggunakan Digital Moisture Tester Model TD-1 atau Kett Grain Moisture Tester Model PM 300

µ, β : Parameter yang diduga oleh m dan b

ε

: Galat percobaan

Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui hubungan metode pengukuran kadar air langsung dan tidak langsung, sedangkan regresi digunakan untuk kalibrasi terhadap pengukur Digital Moisture Tester Model TD-1 dan Kett Grain Moisture Tester Model PM 300.

Pelaksanaan Penelitian Percobaan Kedua a.Digital Moisture Tester model TD-1

Pelaksanaan penelitian dengan menggunakan alat Digital Moisture Tester Model TD-1 terdiri dari beberapa langkah, yaitu:

1. Benih jarak pagar sebanyak dua butir dicacah dengan menggunakan pisau, kemudian dimasukkan ke dalam sample saucer (Gambar 4). 2. Benih dimasukkan ke dalam alat digital dan kemudian handle diputar

hingga maksimal (Gambar 5).

3. Tombol untuk mengetahui nilai kadar air ditekan sampai angkanya stabil (Gambar 6).

4. Dilakukan prosedur yang sama untuk pengukuran kadar air ulangan selanjutnya, dengan sebelumnya handle dibuka dan alat dibersihkan. 5. Setiap perlakuan dilakukan 10 kali ulangan untuk masing-masing tingkat

(28)

17

Gambar 4. Benih Jarak Pagar Yang Sudah Dicacah dan Sample Saucer

Gambar 5. Benih dalam Sample Saucer dan Handle

Gambar 6. Tombol untuk Mengetahui Nilai Kadar Air (Measurement Button) b. Kett Grain Moisture Tester Model PM 300

Pelaksanaan penelitian dengan menggunakan alat Kett Grain Moisture Tester Model PM 300 terdiri dari beberapa langkah, yaitu:

1. Alat moisture tester yang akan digunakan dipastikan dalam keadaan bersih.

2. Tombol “on” yang terdapat pada alat ditekan untuk menyalakan

powernya.

3. Setelah dua detik, pada layar LCD akan terlihat angka “01”. Angka tersebut merupakan nomor list produk yang akan diukur kadar airnya.

Handle

Sample saucer

(29)

18 Nomor bahan kemudian dipilih (Tabel Lampiran 1), untuk benih jarak dipilih nomor 65, yaitu pilihan untuk benih coklat, karena benihnya memiliki kandungan lemak yang tinggi dan ukurannya relatif besar mirip dengan benih jarak pagar.

4. Benih jarak pagar kemudian ditimbang dengan menggunakan sample cup

(Gambar 7) sesuai dengan kriteria berat pada list produk (Tabel Lampiran 1).

Gambar 7. Bagian-bagian Alat Kett Grain Moisture Tester Model PM 300 5. Setelah benih siap, tombol “mea” ditekan sampai muncul kata “pour”

pada layar LCD.

6. Benih jarak kemudian dituangkan melalui measuring section (Gambar 7) secara pelan-pelan dan merata.

7. Setelah empat detik, angka kadar air akan terlihat pada layar LCD. 8. Pengukuran kadar air ulangan selanjutnya, dilakukan prosedur yang

sama dimulai dari langkah ke-4.

9. Setiap perlakuan dilakukan 10 kali ulangan untuk masing-masing tingkat kadar air.

(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Percobaan Pertama

Percobaan pertama dalam penelitian ini ialah mengukur kadar air benih jarak pagar dengan menggunakan metode langsung, yaitu dengan menggunakan oven suhu rendah (1032˚C). Penggunaan oven suhu rendah ini dipilih karena

benih jarak pagar memiliki komposisi lemak atau minyak yang tinggi. Didukung dengan ketentuan dari BPMBTPH (2006) yang menyebutkan tanaman jarak kepyar (Ricinus communis) yang merupakan satu famili dengan jarak pagar, pengukuran kadar airnya menggunakan metode oven suhu rendah.

Rata-rata kelembaban udara nisbi (RH) di laboratorium saat mengerjakan pengukuran kadar air benih jarak pagar ialah: pada pagi hari 66%, siang hari 61%, dan malam hari 60%, hal ini sesuai dengan prosedur pengukuran kadar air, bahwa saat pengerjaan, kelembaban udara nisbi laboratorium harus kurang dari 70% (BPMBTPH, 2006). Diharapkan dengan kelembaban udara yang kering ini akan mengurangi pengaruh sifat higroskopis benih, yaitu mudah menyerap dan menahan uap air, sehingga nilai kadar air benihnya tidak bertambah dari penyerapan uap air di laboratorium.

Toleransi antara ketiga ulangan masing-masing nilai kadar air benih jarak pagar dengan kondisi benih dan lamanya pengeringan tidak semuanya dapat memenuhi standar yang telah ditetapkan ISTA, yaitu maksimum 0.2 %. Nilai toleransi tersebut dapat dilihat pada Tabel Lampiran 2 dan Tabel Lampiran 3. Tidak tercapainya toleransi diduga karena tidak homogennya benih yang digunakan. Selain itu, menurut Bonner (1984) yang dikutip Edi (1993) batas toleransi ini kurang tepat untuk tanaman-tanaman kehutanan, yang umumnya terdiri dari benih-benih berukuran besar. Diduga, semakin besar ukuran benih-benih akan semakin meningkatkan nilai kadar airnya dan dengan demikian akan sulit memenuhi batas toleransi tersebut.

Lama Pengeringan

Analisis keragaman pengaruh perbedaan lama pengeringan dalam oven terhadap kadar air benih jarak pagar populasi IP-1A dan IP-1P menunjukkan hasil

(31)

20 yang tidak berpengaruh nyata (Tabel 1). Penelitian Suyanto (1992) mengenai pengukuran kadar air benih kemiri (Aleurites mollucana Wild.) pada lama pengeringan 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20, 22, 24 jam menunjukkan pula bahwa berbagai lama pengeringan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air benih. Kemiri merupakan tanaman yang masih satu famili dengan jarak pagar, memiliki kandungan minyak yang tinggi dan benihnya berukuran besar.

Tabel 1. Rekapitulasi Uji F Pengaruh Kondisi dan Lama Pengeringan Terhadap Kadar Air Benih Jarak Pagar

Sumber Keragaman Populasi

IP-1A IP-1P

Kondisi benih * **

Lama pengeringan tn tn

Ulangan tn tn

Kondisi benih x lama

pengeringan tn tn

* berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95% (< 0.05) ** berbeda sangat nyata pada tingkat kepercayaan 95% (< 0.01) tn tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95% (> 0.05)

Sadjad dalam Yafid (1993) menyatakan apabila kandungan air dalam benih telah diuapkan secara total, maka bobot kering benih akan relatif tetap walaupun lama pengeringan diperpanjang. Menurut Justice dan Bass (2002) bobot kering yang konstan dapat digunakan sebagai jaminan bahwa semua air yang ada di dalam benih telah menguap, sehingga bobot kering yang konstan umum digunakan sebagai metode dasar dalam penentuan kadar air benih.

Rata-rata bobot kering benih jarak populasi IP-1A dan IP-1P dapat dilihat pada Tabel 2. Bobot kering benih jarak pagar relatif konstan dengan semakin lamanya pengeringan. Analisis secara statistik dengan menggunakan uji F menunjukkan bobot kering benih IP-1A dalam kondisi utuh, dibelah dua, dan dibelah empat tidak berbeda nyata. Analisis bobot kering benih IP-1P dengan kondisi utuh dan dibelah empat tidak berbeda nyata, sedangkan benih yang dibelah dua berbeda nyata (Tabel 3). Tabel 4 menunjukkan uji nilai tengah Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) untuk mengetahui perlakuan yang menimbulkan perbedaan terhadap nilai rata-rata bobot kering benih.

(32)

21

Pengukuran kadar air benih jarak pagar dengan oven suhu 1032˚C cukup

dilakukan selama 8 jam. Kandungan air benih telah cukup untuk diuapkan secara total dengan lama pengeringan tersebut, terbukti dari bobot kering yang relatif konstan walaupun lama pengeringan diperpanjang. Pemilihan metode pengukuran kadar air benih jarak pagar dengan lama pengeringan 8 jam akan dapat menghemat waktu dan energi dari penggunaan oven yang umumnya dilakukan selama 171 jam.

Tabel 2. Rata-rata Bobot Kering Benih Jarak Pagar Setelah Dioven Waktu Pengeringan (jam) Kondisi Benih Rata-rata Bobot Kering Benih IP-1A (g) Rata-rata Bobot Kering Benih IP-1P (g) Utuh Belah dua Belah empat 4.9384 4.7378 4.7023 4.5731 4.5153 4.4684 8 Utuh Belah dua Belah empat 4.8164 4.7776 4.6782 4.7812 4.4829 4.5472 12 Utuh Belah dua Belah empat 4.7966 4.7182 4.7172 4.6478 4.4996 4.5903 16 Utuh Belah dua Belah empat 4.6975 4.7449 4.7640 4.5012 4.4795 4.5319 20 Utuh Belah dua Belah empat 4.7009 4.7827 4.7515 4.5499 4.5912 4.5704 24

Tabel 3. Rekapitulasi Uji F Pengaruh Lama Pengeringan Terhadap Bobot Kering Benih Jarak Pagar

Sumber Keragaman Kondisi Populasi IP-1A IP-1P Lama Pengeringan Utuh Belah dua Belah empat tn * tn tn tn tn Ulangan Utuh Belah dua Belah empat tn tn tn tn tn tn * berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95% (< 0.05)

** berbeda sangat nyata pada tingkat kepercayaan 95% (< 0.01) tn tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95% (> 0.05)

(33)

22 Tabel 4. Perbedaan Nilai Bobot Kering Benih Jarak Pagar Populasi IP-1A

Berdasarkan Uji DMRT

Kondisi Benih

Lama Pengeringan

(Jam)

Nilai Rata-rata Bobot Kering Benih (g) Belah dua 8 12 16 20 24 4.7378 bc 4.7776 ab 4.7181 c 4.7449 abc 4.7827 a*

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh satu huruf atau lebih huruf yang sama menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata pada tingkat kepercayaan 95% * Nilai rata-rata bobot kering benih tertinggi

Kondisi Benih

Kondisi benih jarak pagar populasi IP-1A berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air benihnya, sedangkan pada populasi IP-1P kondisi benih sangat berpengaruh nyata (Tabel 1). Untuk lebih mengetahui perlakuan yang menimbulkan perbedaan terhadap nilai kadar air benih, maka dilakukan uji nilai tengah Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) (Tabel 5).

Tabel 5. Perbedaan Nilai Kadar Air Benih Jarak Pagar Berdasarkan Uji DMRT

Populasi Jarak Pagar Kondisi Nilai Rata-rata Kadar Air Benih (%) IP-1A Utuh 7.2927 b Belah dua 7.2800 b Belah empat 7.4393 a* IP-1P Utuh 12.1307 a* Belah dua 11.4160 b Belah empat 11.0567 c

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh satu huruf atau lebih huruf yang sama menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata pada tingkat kepercayaan 95%

* Nilai rata-rata kadar air benih tertinggi

Uji lanjut perlakuan kondisi benih terhadap nilai kadar air pada benih IP-1A menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar air benih pada kondisi utuh dan benih dibelah dua tidak berbeda nyata. Pada kondisi benih dibelah empat menunjukkan

(34)

23 adanya perbedaan yang nyata terhadap nilai kadar air benihnya dan pada kondisi ini juga nilai rata-rata kadar air benihnya mencapai persentase yang paling tinggi. Hasil uji lanjut benih IP-1P menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata antar masing-masing kondisi benih, yaitu kondisi utuh, benih dibelah dua, dan benih dibelah empat. Nilai rata-rata kadar air benih yang paling tinggi dicapai pada saat kondisi benih dalam keadaan utuh.

Terjadi kontradiksi pada data uji lanjut pengukuran kadar air benih IP-1P, bahwa kondisi benih utuh memiliki nilai kadar air yang lebih tinggi daripada benih yang dibelah menjadi dua bagian atau empat bagian. Menurut Komar (1994) hal tersebut sudah sering terjadi, umumnya disebabkan oleh kondisi masing-masing benih itu sendiri. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Edi (1993), menunjukkan hal yang sama, yaitu pada benih Vatica sumatrana dan Shorea selanica diperoleh data bahwa benih yang utuh memiliki nilai kadar air yang lebih tinggi dari pada benih yang dibelah menjadi dua bagian, empat bagian atau dihaluskan.

Permasalahan yang terjadi pada benih jarak pagar populasi IP-1P diduga karena benih yang dibelah dua atau empat mengalami desorpsi (pelepasan uap air dari dalam benih ke lingkungan sekitar). Desorpsi ini terjadi karena kadar air yang terkandung di dalam benih cukup tinggi, yaitu  12% dan RH di ruang laboratorium cukup kering berkisar  60%. Benih dengan kondisi dibelah akan lebih mudah menguapkan airnya ke lingkungan sekitar dibandingkan dengan benih utuh yang terlindung oleh kulit benihnya.

Kadar air dalam benih akan selalu mengadakan kesetimbangan dengan udara disekitarnya pada setiap keadaan. Kadar air kesetimbangan benih tidak selalu sama untuk setiap jenis benih, lot benih, keadaan lingkungan penyimpanan, dan tingkat kelembaban nisbinya. Benih kapas dan kacang tanah yang memiliki kandungan minyak yang cukup tinggi mempunyai kadar air kesetimbangan masing-masing ialah 9.1% dan 7.0%, pada RH 60% dan suhu sekitar 12C – 25C (Justice dan Bass, 2002). Data tersebut dapat menjadi angka taksiran terhadap nilai kadar air kesetimbangan benih jarak pagar, meski data tersebut mungkin dapat berbeda pada benih kapas dan kacang tanah dengan kondisi yang lain.

(35)

24 Pengukuran kadar air benih jarak pagar populasi IP-1A dipilih dengan cara memotong benih menjadi empat bagian, karena diasumsikan benih yang dibelah akan lebih mempermudah proses penguapan air dibandingkan dengan benih utuh. Benih jarak pagar populasi IP-1P yang memiliki nilai kadar air benih yang lebih tinggi untuk pengukuran kadar airnya tidak perlu dibelah, karena diduga jika kondisi laboratorium terlalu kering, benih dengan kadar air tinggi akan mengalami desorpsi.

Hasil rekapitulasi uji F yang disajikan pada Tabel 1 menunjukkan tidak terdapat interaksi antara lama pengeringan dengan kondisi benih. Artinya, faktor lamanya pengeringan tidak akan berubah bila faktor kondisi benih berubah, atau dengan kata lain, hasil percobaan faktor tunggal secara terpisah adalah sama dengan suatu percobaan faktorial dengan semua faktor diuji bersama (Gomes dan Gomes, 1995).

Percobaan kedua

Percobaan kedua ialah pengukuran kadar air secara tidak langsung, yaitu dengan menggunakan alat Digital Moisture Tester Model TD-1 (DMT TD-1) dan Kett Grain Moisture Tester Model PM 300 (Kett). Kedua alat ini bekerja berdasarkan pengukuran daya hantar listrik yang berkolerasi dengan kadar airnya. Semakin tinggi air yang dikandung suatu benih maka semakin tinggi pula daya hantar listriknya.

Hubungan antara pengukuran kadar air dengan menggunakan oven dan DMT TD-1 dijelaskan melalui persamaan korelasi regresi linier sederhana. Hasil yang diperoleh yaitu pada tingkat kadar air benih 7 – 19 % terdapat korelasi yang sangat nyata antara nilai kadar air dengan menggunakan oven dan DMT TD-1, karena P-value korelasinya sebesar 0.000. Nilai koefesien korelasi (r) yang diperoleh ialah 0.956, artinya terdapat hubungan linier yang sangat erat antara nilai kadar air benih dengan menggunakan oven dan dengan menggunakan alat DMT TD-1, karena nilai koefesien korelasi yang mendekati 1 atau -1 menunjukkan hubungan linier yang semakin erat diantara kedua peubah (Gomez dan Gomez, 1995).

(36)

25 Koefesien determinasi (R2) yang diperoleh mempunyai nilai sebesar 91. 39 %, yang artinya bahwa 91.39 % diantara keragaman dalam nilai-nilai kadar air dengan menggunakan oven dapat dijelaskan oleh hubungan linier dengan nilai kadar air yang menggunakan DMT TD-1. Persamaan linier yang diperoleh adalah: Y = -3.628 + 0.86 X1 (Gambar 8), untuk Y adalah nilai kadar air dengan menggunakan oven dan X1 adalah nilai kadar air yang diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan DMT TD-1. Persamaan tersebut dapat digunakan pada kisaran kadar air benih 7 – 19 %.

Gambar 8. Persamaan Linier Nilai Kadar Air dengan Menggunakan Oven dan DMT-TD 1

P-value korelasi yang diperoleh dari hasil analisis antara nilai kadar air menggunakan oven dan alat Kett ialah 0.000. Nilai tersebut menjelaskan bahwa terdapat korelasi yang sangat nyata antara nilai kadar air dengan menggunakan oven dan Kett. Nilai koefesien korelasi (r) yang diperoleh ialah sebesar 0.992. Nilai tersebut dapat menunjukkan adanya pola hubungan yang sangat erat antara nilai kadar air dengan menggunakan oven dan dengan menggunakan Kett pada kisaran kadar air 7 – 19 %.

Nilai koefesien determinasi (R2) yang diperoleh dari hasil analisis regresi mendekati 100%, artinya keragaman dari nilai-nilai kadar air dengan menggunakan oven dapat dijelaskan oleh hubungan linier dengan nilai kadar air menggunakan Kett. Persamaan linier yang diperoleh adalah: Y = - 0.254 +1.17 X2 (Gambar 9), dengan Y adalah nilai kadar air dengan menggunakan oven dan X2 adalah nilai

Nilai KA DMT-TD 1 (%) N ila i K A O v e n ( % ) 25.0 22.5 20.0 17.5 15.0 20 18 16 14 12 10 8 S 1.14038 R-Sq 91.4% R-Sq(adj) 91.1% oven = - 3.628 + 0.86 td-1

(37)

26 kadarair yang diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan Kett. Persamaan tersebut dapat digunakan pada kisaran kadar air benih 7 – 19 %.

Gambar 9. Persamaan Linier Nilai Kadar Air dengan Menggunakan Oven dan Kett

Alat pengukur kadar air benih memiliki kelebihan serta kekurangannya masing-masing. Pengukuran kadar air benih dengan menggunakan oven lebih akurat, dapat memuat banyak contoh dalam satu waktu pengukuran, dan merupakan cara yang paling umum dilakukan. Kekurangan metode oven disebutkan dalam Justice dan Bass (2002) yaitu, penggunaan metode oven membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan hasil serta suhu yang tepat tergantung dari jenis benihnya, selain itu membutuhkan peralatan yang banyak serta harus seringnya menimbang benih yang diuji.

Kelebihan alat pengukur Digital Moisture Tester Model TD-1 antara lain, hasil dapat diperoleh dalam waktu cepat, mudah dibersihkan, mudah dibawa, dan sumber arus listrik kecil (empat baterai). Justice dan Bass (2002) menyatakan kekurangan alat ini dan alat pengukur digital lainnya yaitu kekurangtelitian dalam mengukur benih yang berkadar air sangat tinggi atau sangat rendah dan jumlah

sample yang dapat diukur sedikit. Menurut Baadilla (1975) jumlah sample dapat menjadi faktor penentu ketepatan dalam pengukuran. Sample dengan jumlah yang lebih besar, hasil pengukuran kadar airnya akan lebih tepat daripada sample

dengan jumlah yang sedikit.

Nilai KA Kett (%) N ila i K A O v e n ( % ) 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 20.0 17.5 15.0 12.5 10.0 S 0.488295 R-Sq 98.4% R-Sq(adj) 98.4% oven = - 0.254 + 1.17 kett

(38)

27 Alat pengukur kadar air Kett Grain Moisture Tester Model PM 300 mempunyai kelebihan antara lain, hasil yang diperoleh cepat, tidak merusak

sample yang diukur, mudah dibersihkan, dapat mengukur suhu sample yang diuji, dapat menghitung rata-rata dari beberapa ulangan, dan kapasitas sample lebih banyak daripada alat DMT TD-1. Adapun kekurangan dari alat ini yaitu, batasan nilai kadar air dan berat sample memiliki spesifikasi tertentu, serta ukuran dan berat yang lebih besar dari alat DMT TD-1 sehingga lebih sulit untuk dibawa.

(39)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Teknik pengukuran kadar air yang tepat untuk benih jarak pagar (Jatropha curcas Linn.) dapat dilakukan dengan menggunakan metode langsung dan tidak langsung. Pengukuran dengan menggunakan metode langsung yaitu dengan cara mengeringkan benih dalam oven suhu 1032ºC selama 8 jam. Benih terlebih dahulu dibelah menjadi 4 bagian untuk populasi IP-1A yang mempunyai kadar air awal rendah, dan dalam keadaan utuh untuk benih populasi IP-1P yang mempunyai nilai kadar air awal tinggi.

Pengukuran kadar air benih jarak pagar menggunakan metode tidak langsung, dapat menggunakan alat Digital Moisture Tester Model TD-1 (DMT TD-1) dan Kett Grain Moisture Tester Model PM 300 (Kett) untuk range kadar air 7 – 19 %. Pengukuran kadar air benih dengan metode tidak langsung, mempunyai pola hubungan linier yang sangat erat dengan nilai kadar air benih menggunakan metode langsung dengan persamaan linear :

a. Y = - 3.628 + 0.86 X1, dengan nilai koefesien determinasi (R2) sebesar 91.39%, untuk Y adalah nilai kadar air benih dengan menggunakan oven dan X1 adalah nilai kadar air benih yang diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan DMT TD-1.

b. Y = - 0.254 + 1.17 X2, dengan nilai koefesien determinasi (R2) sebesar 98.41%, untuk Y adalah nilai kadar air benih dengan menggunakan oven dan X2 adalah nilai kadar air benih yang diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan Kett.

Saran

Pengukuran kadar air benih jarak pagar (Jatropha curcas Linn.) dapat dilakukan dengan cara mengeringkan benih dalam oven selama 8 jam dengan kondisi benih utuh atau dibelah menjadi empat tergantung dari kadar air awal benihnya. Jika kadar air awalnya rendah maka benih dibelah menjadi empat dan jika kadar air awalnya tinggi benih dalam kondisi utuh.

(40)

29 Pengukuran kadar air benih jarak pagar pada range kadar air 7 – 19 % dapat menggunakan alat Digital Moisture Tester Model TD-1 (DMT TD-1) dengan perhitungan: Y = -3.628 + 0.86 X1 atau menggunakan alat Kett Grain Moisture Tester Model PM 300 (Kett) dengan perhitungan: Y = -0.254 + 1.17 X2, untuk Y adalah nilai kadar air dengan menggunakan oven, X1 adalah nilai kadar air yang diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan DMT TD-1, dan X2 adalah nilai kadar air yang diperoleh dari Kett.

Penelitian lanjutan mengenai metode pengukuran kadar air benih jarak pagar perlu dilakukan dengan berbagai tingkat kadar air dan berbagai populasi benih jarak pagar, agar diperoleh metode pengukuran kadar air benih yang lebih umum, tidak terkait dengan asal populasi benih dan nilai kadar air awalnya.

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Adikadarsih, S. dan J. Hartono. 2007. Pengaruh Kemasakan Buah Terhadap Mutu Benih Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Prosiding Lokakarya II Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.), Bogor ; Puslitbangbun.. Vol. 1: 143-148.

Alam Syah, A. N. 2006. Biodiesel Jarak Pagar Bahan Bakar Alternatif yang Ramah Lingkungan. Cetakan pertama. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta. 116 hal.

Baadilla, O. H. 1975. Cara-cara Penentuan Kadar Air Gabah dan Relevansinya. Seminar Kadar Air dan Daya Tahan Gabah, Bogor ; Fak. Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian, Dep. Teknologi Hasil Pertanian., IPB. Hal: 56-74.

BPMBTPH. 2006. Pedoman Laboratorium Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikutura. Dirjen Tanaman Pangan. Dirjen Hortikultura, Deptan. Jakarta. 282 hal.

Ditjenbun. 2007. Pedoman Budidaya Tanaman Jarak Pagar. http://ditjenbun. deptan.go.id/tahunanbun/tahunan. 19 April 2008.

Edi, T. 1993. Teknik penentuan kadar air benih Shorea pinanga, Vatica

sumatrana dan Shorea selanica. Bul. Balai Teknologi Perbenihan.

Balitbanghut, Dephut. 03 (134): 1-28.

Gomez, K. A. dan A. A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. (terjemahan). Cetakan pertama. UI Press. Jakarta. 698 hal.

Hambali, E., A. Suryani, Dadang, et al. 2007. Jatropha curcas as Biodiesel Feedstock. 1st edition. SBRC. Bogor. 124 p.

Hasnam. 2007a. Biologi bunga jarak pagar (Jatropha curcas L.). Infotek Jarak Pagar. Puslitbangbun. 1 (4) : 13.

______. 2007b. Status Perbaikan dan Penyediaan Bahan Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Prosiding Lokakarya II Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.), Bogor ; Puslitbangbun. Vol. 1:7-16. ______ dan Rr. S. Hartati. 2007. Penyediaan Benih Unggul Harapan Jarak Pagar

(Jatropha curcas L.). Prosiding Lokakarya II Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.), Bogor ; Puslitbangbun. Vol. 1: 35-42. ______ dan Z. Mahmud. 2006. Panduan Umum Perbenihan Jarak Pagar (Jatropha

(42)

31 Justice, O. L. dan L. N. Bass. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih.

(terjemahan). Cetakan ke-3. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta. 446 hal. Komar, T. E. 1994. Penentuan kadar air benih leda (Eucaliptus deglupta). Bul.

Balai Teknologi Perbenihan. Balitbanghut, Dephut. 03(152): 1-12. Kuswanto, H. 1997. Analisis Benih. Andi. Yogyakarta. 140 hal.

Mahmud, Z., A. A. Rivaie, dan D. Allorerung. 2006. Petunjuk Teknis Budidaya Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Puslitbangbun, Balitbangtan. Bogor. 35 hal.

Mardjono, R. 2000. Jarak. Balittas. Malang. 30 hal.

Maya, I. N. 2006. Peluncuran perdana benih unggul jarak pagar (Jatropha curcas

L.). Infotek Jarak Pagar. Puslitbangbun. 1 (7) : 25.

Prihandana, R. dan R. Hendroko. 2006. Petunjuk Budidaya Jarak Pagar. Cetakan ke-1. Agromedia Pustaka. Jakarta. 84 hal.

Schmidt, L. 2002. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Subtropis 2000. (terjemahan). Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, Dephut. Jakarta. 529 hal.

Sudjindro dan S. Adikadarsih. 2007. Informasi Viabilitas Benih Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) IP-1A Sebelum Penyimpanan. Prosiding Lokakarya II Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.), Bogor ; Puslitbangbun. Vol. 1: 130-134.

Sudradjat, H. R. 2006. Memproduksi Biodiessel Jarak Pagar. Cetakan ke-1. Penebar Swadaya. Jakarta. 103 hal.

Suyanto, H. 1992. Cara penentuan kadar air benih kemiri (Aleurites mollucana

Wild.). Bul. Balai Teknologi Perbenihan. Balitbanghut, Dephut. 02 (129): 1-19.

Yafid, B. 1993. Cara penentuan kadar air benih jati (Tectona grandis). Bul. Balai Teknologi Perbenihan. Balitbanghut, Dephut. 03(138): 1-18.

(43)
(44)

33 Tabel Lampiran 1. Batasan Nilai Kadar Air dan Berat Produk Untuk

Penggunaan Alat Kett Grain Moisture Tester Model PM 300

No Produk Batasan Nilai

Kadar Air (%) Berat Produk (g)

21 Wheat 6 - 40 140 22 Corn 6 - 40 140 23 Soybean 6 - 30 150 24 Barley 6 - 40 120 25 Rye 6 - 30 140 26 Oat 6 - 30 100 27 Sorghum 6 - 30 150 28 Rapeseed 6 - 30 130 29 Sunflower large 6 - 30 60 30 Sunflower small 6 - 30 80 31 Rice 6 - 20 170 32 Paddy long 6 - 30 110 33 Paddy short 6 - 35 100 34 Ackerbohnen 6 - 30 180 35 Mungbean 6 - 30 160 36 Green lentil 6 - 30 150 37 Red lentil 6 - 30 150 62 Raw coffee 4 - 30 90 63 Green coffee 4 - 30 100 64 Roast coffee 1 - 20 70 65 Cacao 6 - 30 100 67 Parchment (coffee) 4 - 40 80

68 Oo long tea (low) 1 - 20 40

69 Oo long tea (hight) 20 - 45 30

81 Peanuts 4 - 20 130

82 Hazelnuts 4 - 15 110

83 Pistachionuts 4 - 20 100

85 Fish meal 4 - 20 120

90 Flour (low protein) 8 - 20 90

91 Flour (high protein) 8 - 20 100

(45)

34

Tabel Lampiran 2. Nilai Toleransi Kadar Air Benih Jarak Pagar Populasi IP-1A Waktu

Pemanasan

Kondisi

Benih Ulangan

Nilai Toleransi Antar Ulangan (%)

1 2 3

1 - 0.41 0.00

Utuh 2 0.41 - 0.41

3 0.00 0.41 -

1 - 0.04 0.10

8 jam Belah dua 2 0.04 - 0.06

3 0.10 0.06 - 1 - 0.29 0.12 Belah empat 2 0.29 - 0.41 3 0.12 0.41 - 1 - 0.15 0.05 Utuh 2 0.15 - 0.10 3 0.05 0.10 - 1 - 0.10 0.38

12 jam Belah dua 2 0.10 - 0.28

3 0.38 0.28 - 1 - 0.12 0.09 Belah empat 2 0.12 - 0.21 3 0.09 0.21 - 1 - 0.22 0.22 Utuh 2 0.22 - 0.00 3 0.22 0.00 - 1 - 0.29 0.40

16 jam Belah dua 2 0.29 - 0.11

3 0.40 0.11 - 1 - 0.14 0.24 Belah empat 2 0.14 - 0.10 3 0.24 0.10 - 1 - 0.20 0.31 Utuh 2 0.20 - 0.11 3 0.31 0.11 - 1 - 0.04 0.45

20 jam Belah dua 2 0.04 - 0.41

3 0.45 0.41 - 1 - 0.23 0.02 Belah empat 2 0.23 - 0.25 3 0.02 0.25 - 1 - 0.01 0.04 Utuh 2 0.01 - 0.05 3 0.04 0.05 - 1 - 0.12 0.03

24 jam Belah dua 2 0.12 - 0.15

Referensi

Dokumen terkait

Selain layanan interkoneksi dengan biaya sebagaimana dimaksud butir 1 diatas, Indosat membuka kemungkinan adanya penyesuaian biaya interkoneksi atas dasar nilai ekonomis

Sebagai perbandingan, pada proses konvensional komersial, energi panas pembakaran bahan bakar fosil masuk ke reformer pada temperatur sekitar 950 o C, dan karena proses

Slaich (1982-1983) telah membangun suatu dasar filosofi perancangan yang konsisten pada struktur yang berada di daerah B dan D yaitu perancangan dengan Strut and Tie model.

kecamatan di wilayah Kabupaten Sumba Timur. Data karakteristik wilayah pendayagunaan sumber daya air yang terdiri atas potensi sumber air, IPA, jumlah penduduk, sawah,

Dalam konteks Indonesia yang dikenal amat majemuk, penanaman pemahaman multikultural menjadi sangat strategis untuk dapat mengelola kemajemukan secara kreatif, sehingga konflik yang

Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia merupakan salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tertera dalam paragraf

Faktor yang berkaitan dengan ISPA pada balita antara lain usia, keadaan gizi yang buruk, status imunisasi yang tidak lengkap serta kondisi lingkungan yang buruk seperti

Mengapa, karena Pendidikan dasar gratis adalah pelayanan pendidikan jenjang SD/MI/lain yang sederajat dan SMP/MTs/lain yang sederajat yang diberikan kepada peserta didik