• Tidak ada hasil yang ditemukan

NLP. Indi Dharmayanti 1 & Risa Indriani 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "NLP. Indi Dharmayanti 1 & Risa Indriani 1"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

(Efficacy of Bivalent Inactive Vaccine of Avian Influenza H5N1 Subtype (Clade 2.1.3.

and Clade 2.3.2) in Indonesia)

NLP. Indi Dharmayanti1 & Risa Indriani1

1Balai Besar Penelitian Veteriner, JL RE Martadianata 30, Bogor 16114

Email : [email protected]

Memasukkan: November 2014, Diterima: Januari 2015

ABSTRACT

Status of avian influenza virus subtype H5N1 in Indonesia until 2014 is still endemic in poultry and recorded, there were two types clade of circulating H5N1 namely clade 2.1.3 and the new introduction of lade 2.3.2 since the end of 2012. Both of the clade of avian influenza viruses subtype H5N1 (clade 2.1.3 and 2.3.2) caused the the AI vaccination program to control of AI in poultry needs to be evaluated. In this study, we developed a bivalent AI vaccine (which contains clade 2.1.3 and 2.3.2 viruses as a seed vaccine) that adapted with the circulation of AI viruses in the field. Result of the study showed that the bivalent vaccine which developed in this study has good efficacy that was challanged with both of AI clade AI and proven to reduce shedding / viral contamination to the environment. It is expected that the development of bivalent H5N1 vaccine will increase the effectiveness and efficacy of vaccination programs to control highly pathogenic avian influenza disease in Indonesia.

Keywords : avian influenza virus, clade, vaccine, bivalent

ABSTRAK

Status virus avian influenza subtipe H5N1 sampai tahun 2014 di Indonesia masih endemis pada unggas dan tercatat terdapat dua jenis clade H5N1 yang bersirkulasi yaitu clade 2.1.3 dan adanya introduksi baru clade baru 2.3.2 sejak akhir tahun 2012. Bersirkulasinya kedua clade virus AI subtipe H5N1 (clade 2.1.3 dan 2.3.2) di Indonesia ini menyebabkan penggunaan vaksinasi AI dalam mengendalikan penyakit AI pada unggas perlu dievaluasi, sehingga dalam penelitian ini dikembangkan vaksin bivalen AI (yang mengandung seed virus AI clade 2.1.3 dan 2.3.2) dalam mengendalikan penyakit AI disesuaikan dengan sirkulasi virus AI yang beredar di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa vaksin bivalen dalam studi ini secara uji laboratoris merupakan vaksin yang berpotensi dan mempunyai efikasi yang baik dalam mengatasi penyakit AI dari kedua clade yang beredar dan terbukti mengurangi shedding cemaran virus ke lingkungan. Diharapkan dengan pengembangan vaksin bivalen H5N1 akan menambah keefektifan dan efikasi program vaksinasi dalam mengendalikan penyakit avian influenza di Indonesia.

Kata Kunci : virus avian influenza, clade, vaksin, bivalen

PENDAHULUAN

Penyakit avian influenza yang disebabkan virus AI subtipe H5N1 telah bersirkulasi lebih dari sepuluh tahun sejak diidentifikasi pada tahun 2003 (Dharmayanti et al. 2004; Wiyono

et al. 2004). Virus AI/H5N1 di Indonesia telah

menjadi endemis di Indonesia (Sedyaningsih et al. 2007) dan berkembang menjadi penyakit zoonosis yang menyebabkan transmisi zoonotik ke manusia sejak Juli tahun 2005 (Sedyaningsih

et al. 2007). Menurut klasifikasi WHO/OIE/

FAO, semua virus H5N1 yang diisolasi dari unggas dan manusia di Indonesia termasuk dalam clade 2.1, dimana virus H5N1 yang predominan ditemukan sejak tahun 2005 sampai

saat ini berasal dari clade 2.1.3 (2.1.3.1, 2.1.3.2, dan 2.1.3.3). Sebagian besar virus H5N1 termasuk kelompok clade 1 dan 2. Secara genetik berbeda kelompok merefleksikan distribusi geografi dari spesies unggas (WHO 2008; WHO 2012).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa infeksi virus-virus H5N1 clade 2.1 pada golongan ayam (gallinaceous) seperti ayam layer, ayam broiler, ayam kampung bersifat sangat pathogen, menyebabkan sakit perakut dan kematian dalam jumlah tinggi, sedangkan itik dan unggas air lainnya relatif lebih tahan terhadap infeksi virus -virus ini. Namun sejak September 2012, perkembangan virus avian influenza subtipe H5N1 menimbulkan banyak kematian pada itik yang disebabkan oleh adanya introduksi virus

(2)

AI clade 2.3.2. Virus AI H5N1 di Indonesia sebelumnya dan sampai saat ini masih bersirkulasi adalah virus AI clade 2.1 (2.1.1; 2.1.2. dan 2.1.3) yang telah menginfeksi unggas dan manusia. Berdasarkan hasil penelitian Dharmayanti et al.

(2013, 2014) kedelapan gen virus AI clade 2.3.2 ini berasal dari sumber luar negeri sehingga kemungkinan besar virus ini bukan merupakan hasil mutasi clade sebelumya yaitu 2.1, namun merupakan introduksi virus dari luar Indonesia.

Bersirkulasinya kedua clade virus AI subtipe H5N1 (clade 2.1.3 dan 2.3.2) di Indonesia ini menyebabkan penggunaan vaksinasi AI dalam mengendalikan penyakit AI pada unggas perlu dievaluasi, sehingga dalam penelitian ini dikembangkan vaksin bivalen AI (yang mengandung seed virus AI clade 2.1.3 dan 2.3.2) dalam mengendalikan penyakit AI disesuaikan dengan sirkulasi virus AI yang beredar di Indonesia. Vaksin bivalen ini mengandung virus AI clade 2.1.3 (A/Chicken/ West Java/Pwt-Wij/2006) yang merupakan virus yang diidentifikasi oleh BBLitvet yang merupakan virus AI yang mengalami antigenic

drift yang diisolasi pada tahun 2006

(Dharmayanti et al. 2011). Virus ini merupakan salah satu virus AI H5N1 yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia sebagai salah satu seed

vaksin yang direkomendasikan untuk digunakan sebagai vaksin H5N1 pada unggas yang didistribusikan di Indonesia. Setidaknya ada dua perusahaan vaksin nasional yang menggunakan virus ini sebagai master seed vaksin dan telah didistribusikan di seluruh Indonesia dan terbukti mampu mengendalikan penyakit AI di peternakan ayam. Dalam vaksin bivalen yang sekarang dikembangkan ini selain mengandung antigen dari virus A/Chicken/West Java/Pwt-Wij/2006 juga mengandung virus AI clade 2.3.2 (A/Muscovy Duck/ Banten/Br7/2013). Pada penelitian ini akan dilakukan uji laboratorium pengembangan vaksin bivalen ini pada ayam petelur. Hasil penelitian diharapkan dapat diperoleh vaksin bivalen yang mempunyai efikasi yang tinggi dalam mengendalikan virus AI yang bersirkulasi di Indonesia.

BAHAN DAN CARA KERJA

Virus yang digunakan pada penelitian ini adalah virus A/Chicken/West Java/Pwt-Wij/2006

(clade 2.1.3) yang telah dikarakterisasi pada penelitian sebelumnya (Dharmayanti et al. 2011) dan telah digunakan sebagai seed vaksin oleh beberapa produsen vaksin lokal dan virus clade 2.3.2 yang diisolasi dari wabah AI pada unggas air yaitu A/Muscovy/Banten/BR7/2013. Metode RT -PCR digunakan untuk mengidentifikasi virus avian influenza subtipe H5 ini sesuai dengan Lee at al. (2001) dan dilanjutkan dengan DNA sekuensing untuk menentukan homologi virus dengan virus tantang dengan metode yang telah dipublikasi sebelumnya (Hoffman et al. 2001; Dharmayanti et al. 2014).

Virus tantang yang digunakan untuk menguji efekasi vaksin bivalen adalah adalah virus HPAI H5N1 clade 2.3.2 yaitu A/Duck/Sukoharjo/Bbvw -1428-9/2012 clade 2.3.2 (Dharmayanti et al. 2014; Wibawa et al. 2012), sedangkan virus HPAI H5N1 clade 2.1.3 adalah A/Chicken/West Java/Pwt-Wij/2006.

Vaksin inaktif bivalen AI H5N1 dipersiapkan dari virus HPAI A/Muscovy/Banten/BR7/2013 clade 2.3.2 (diisolasi dan dikarakterisasi pada penelitian ini) dan A/Chicken/West Java/Pwt-Wij/2006 clade 2.1.3 (Dharmayanti et al. 2011) menggunakan telur ayam

spesific pathogenic free (SPF) tertunas umur 11 hari

(PT. Vaksindo). Kedua virus diinaktifasi dengan β-propiolacton (1:3000) dan diformulasi dengan ratio

water to oil 30:70 yaitu, 30% virus vaksin dalam

phosphate buffer saline (PBS) dan 70% adjuvant ISA

71VG Montanide™. Massa antigen di dalam vaksin AI bivalen mengandung 256 HAU (128 HAU antigen A/Muscovy Duck/Banten/BR7/2013 clade 2.3.2 dan 128 HAU A/Chicken/West Java/2006 clade 2.1.3) per dosis.

Ayam layer spesific pathogenic free (SPF) dipelihara dari DOC (day old chicken) dikandang BSL 3 (Biosafety level 3) (BBLitvet), diberi makan dan minum secara adlibitum. Empat puluh ekor ayam SPF umur 3 minggu dikelompokan menjadi 2, yaitu kelompok 1 terdiri dari ayam layer SPF divaksinasi dengan 1 dosis vaksin inaktif bivalen AI H5N1 dan kelompok 2 yaitu ayam layer SPF tidak divaksinasi (sebagai kontrol), setiap kelompok terdiri dari 20 ekor ayam SPF. Kelompok ayam layer SPF coba diambil sampel darah sebelum divaksinasi dan setelah 3 minggu pascavaksinasi untuk diuji hemaglutinasi inhibisi (HI) dengan menggunakan antigen AI H5N1 clade 2.3.2 dan antigen AI H5N1 clade 2.1.3.

(3)

Selanjutnya ayam layer SPF divaksinasi dan ayam layer SPF kontrol (tidak divaksin) dibagi ke dalam 2 kelompok, yaitu kelompok ditantang dengan virus HPAI A/Duck/Sukoharjo/Bbvw-1428-9/2012 clade 2.3.2 dan kelompok ditantang dengan virus HPAI A/Chicken/West Java/Pwt-Wij/2006 clade 2.1.3., setiap kelompok terdiri dari 10 ekor dan ditantang dengan titer virus 105–106 EID50 per 0,1 ml/ekor secara intra

nasal di dalam kandang isolator BSL-3 Moduler (BBLitvet). Pengamatan gejala klinis dari morbiditas dan mortalitas setiap pagi dan sore hari selama 14 hari. Pengamatan sheeding virus tantang dilakukan pada hari ke 2, 5, 8, 11 dan 14 pascatantang, dengan mengkoleksi swab

Oropharyngeal dan kloaka. Selanjutnya dilakukan

uji reisolasi virus tantang.

Serum darah ayam layer SPF coba di Uji HI untuk mengukur kandungan titer antibodi terhadap antigen AI dalam serum ayam coba. Pada penelitian ini setiap serum diuji terhadap antigen AI HPAI A/Muscovy Duck/Banten/ BR7/2013 clade 2.3.2 dan A/Chicken/West Java/Pwt-Wij/2006 clade 2.1.3. Prosedur uji HI mengikuti Oie (2012) dan Indriani et al. (2004). Untuk mengetahui adanya shedding dari virus tantang pada ayam coba, virus diisolasi pada telur ayam specific pathogenic free (SPF) tertunas umur 10 hari. Setiap sampel ulas/swab diinfeksikan ke dalam 3 butir telur secara intra alantoik. Sampel ulas/swab Oropharyngeal maupun kloaka dalam media transpor DMEM yang mengadung 500 IU Penicillin-Streptomycin, Gentamycin, Fungizone dan 2% Foetal calf

serum di sentrifugasi pada kecepatan 1000 g

selama 10 menit, setiap sampel swab di inokulasikan ke dalam cairan alantois telur ayam tertunas SPF umur 10 hari. Telur yang telah diinokulasi kemudian diinkubasi pada suhu antara 370C selama 72 jam. Selanjutnya

cairan alantois dari telur yang telah terinfeksi diuji terhadap aktivitas haemaglutinasi (HA), dan apabila hasilnya memberikan reaksi negatif maka dilakukan lintasan/pasase selanjutnya ke telur tertunas lainnya sampai maksimum 3 lintasan untuk menyatakan bahwa isolasi virus negatif (Swayne & Jackwood 2006).

Data hasil uji serum (serologi) yang berupa kandungan antibodi (titer HI) dari sampel serum pre dan pasca vaksinasi serta pascatantang di

analisa dengan Geometrik mean.

HASIL

Analisis filogenetika virus vaksin bivalen dibandingkan dengan virus tantang

Analisis homologi virus menunjukkan bahwa virus A/Muscovy Duck/Banten/BR7/2013 pada tingkat nukleotida mempunyai homologi sekitar 90% dan 89% pada tingkat asam amino dengan virus A/Chicken/West Java/Pwt-Wij/2006, dan 98% (nukleotida), 98% (asam amino) dengan virus A/Duck/Sukoharjo/Bbvw-1428-9/2012. Sedangkan antara virus A/Duck/Sukoharjo/ Bbvw-1428-9/2012dengan virus A/Chicken/West Java/Pwt-Wij/2006 mempunyai homologi sekitar 92% (nukloetida) dan 90% (asam amino). Hasil analisis ini memperlihatkan bahwa virus BR7 dan virus Sukoharjo mempunyai kemiripan genetik yang sangat tinggi dan mempunyai perbedaan cukup besar dengan virus A/Chicken/ West Java/Pwt-Wij/2006 yaitu sekitar 10% pada asam aminonya. Perbedaan yang cukup besar ini diduga akan menurunkan efektivitas vaksin clade 2.1.3 terhadap virus clade 2.3.2 dan akan memperpanjang shedding virus yang terjadi. Hal yang serupa juga diperlihatkan pada analisis filogenetika (Gambar 1) yang memperlihatkan jarak genetik cukup jauh antara virus A/ Muscovy Duck/Banten/BR7/2013 sebagai seed

vaksin dan virus A/Duck/Sukoharjo/Bbvw-1428 -9/2012 yang merupakan clade 2.3.2 dengan virus A/Chicken/West Java/Pwt-Wij/2006 (clade 2.1.3). Namun 2 jenis virus H5N1 ini adalah virus yang sekarang sedang bersirkulasi di Indonesia, sehingga pada penelitian ini dilakukan formulasi vaksin bivalen yang mengandung kedua jenis clade yang bertujuan untuk memperoleh kekebalan yang lebih baik pada unggas.

Respon pascavaksinasi vaksin inaktif bivalen AI H5N1

Respon vaksin bivalen AI H5N1 pada ayam layer SPF disampaikan di dalam Gambar 1. Ayam layer SPF umur 1 hari (DOC) tidak memperlihatkan adanya antibodi AI H5N1. Ayam layer SPF umur 3 minggu tidak memperlihatkan adanya titer antibodi AI, kemudian divaksinasi dengan vaksin bivalen AI

(4)

A / C h i c k e n / W e s t Ja va / S M IP A T/ 2 0 0 6 A / C k / J a k a rt a / D K IN u rs / 2 0 0 7 A / C h i c k e n / W e s t Ja va / P W TW IJ/ 2 0 0 6 A / M u s c o vy d u c k / W e s t J a va / B k s 3 / 2 0 0 7 A / In d o n e s ia / C D C 1 0 3 2 / 2 0 0 7 A / In d o n e s ia / C D C 1 0 4 7 / 2 0 0 7 A / M u s c o vy d u c k / J a k a rt a / D K IS u m 1 0 6 / 2 0 0 6 A / C h ic k e n / In d o n e s ia / B a n d u n g 1 6 3 1 4 9 / 2 0 0 6 A / C k / W e s t Ja va / S m iA c u l/ 2 0 0 8 A / M u s c o vy D u c k / Ja k a rt a / H A B W IN / 2 0 0 6 A / C h i c k e n / In d o n e s ia / S ia k 1 6 3 1 2 / 2 0 0 6 A / M u s c o vy D u c k / In d o n e s ia / K e d ri1 6 3 1 2 4 / 2 0 0 6 A / C h ic k e n / M u ra o Ja m b i / B B P V II/ 2 0 0 5 A / In d o n e s ia / 5 / 2 0 0 5 A / C k / W e s t Ja va / S m iH a y / 2 0 0 5 A / In d o n e s ia / C D C 7 / 2 0 0 5 A / C h ic k e n / B a n d a r L a m p u n g / B B P V III/ 2 0 0 6 A / C h ic k e n / P a le m b a n g / B P P V III/ 2 0 0 5 A / C k / In h u / B P P V R II/ 2 0 0 7 A / C k / P e s s e l/ B P P V R II/ 2 0 0 7 A / M u s c o vy d u c k / B g rC w / 2 0 0 5 A / D u c k / B a n t e n / P d g lK a s / 2 0 0 4 A / M u s c o vy d u c k / J a k a rt a / D K IU w it / 2 0 0 4 A / In d o n e s ia / 6 / 2 0 0 5 A / C h ic k e n / D e li S e rd a n g / B P P V 1 / 2 0 0 5 A / C h ic k e n / K a ro / B B P V II/ 2 0 0 6 A / C h ic k e n / P a d a n g / B B P V II/ 2 0 0 6 A / In d o n e s ia / C D C 5 9 4 / 2 0 0 6 A / In d o n e s ia / C D C 5 9 6 / 2 0 0 6 A / In d o n e s ia / C D C 5 9 7 / 2 0 0 6 A / C k / W e s t J a va / 1 0 7 4 / 2 0 0 3 A / c h ic k e n / In d o n e s i a / 1 1 / 2 0 0 3 A / C h i c k e n / W e s t Ja va / H A M D / 2 0 0 6 A / c h ic k e n / In d o n e s ia / 7 / 2 0 0 3 A / C k / W e s t Ja va / B L IP A / 2 0 0 3 A / D u c k / Ta b a n a n / B P P V 1 / 2 0 0 5 A / c h ic k e n / Y a m a g u c h i/ 7 / 2 0 0 4 A / c ro w / K y o t o / 5 3 / 2 0 0 4 A / w h o o p e r s w a n / M o n g o lia / 2 4 4 / 2 0 0 5 A / E g y p t / 3 3 0 0 -N A M R U 3 / 2 0 0 8 H A A / E g y p t / 2 3 2 1 -N A M R U 3 / 2 0 0 7 A / G o o s e / G u a n g d o n g / 1 / 9 6 A / m ig ra t o ry d u c k / Jia n g x i/ 1 6 5 7 / 2 0 0 5 A / q u a il / V ie t n a m / 1 7 7 / 2 0 0 4 A / Th a ila n d / 1 6 / 2 0 0 4 A / Th a ila n d / 6 7 6 / 2 0 0 5 A / C h ic k e n / Y u n n a n / 4 9 3 / 0 5 A / d u c k / G u i y a n g / 3 2 4 2 / 2 0 0 5 A / c h ic k e n / G u iy a n g / 3 0 5 5 / 2 0 0 5 A / c h ic k e n / Th a ila n d / N P 1 7 2 / 2 0 0 6 A / G u a n g z h o u / 1 / 2 0 0 6 A / c h ic k e n / M a la y s ia / 5 2 2 3 / 2 0 0 7 A / A n h u i/ 1 / 2 0 0 5 A / M u s c o vy d u c k / V ie t n a m / 3 9 / 2 0 0 7 A / d u c k / H u n a n / 1 4 9 / 2 0 0 5 A / d u c k / H u n a n / 1 2 7 / 2 0 0 5 A / M u s c o vy D u c k / B a n t e n / B R 7 / 2 0 1 3 A / D u c k / B a n t u l/ B B V W 1 4 4 3 9 / 2 0 1 2 A / D u c k / S u k o h a rjo / B B V W 1 4 2 8 9 / 2 0 1 2 A / E n viro n m e n t / E a s t Ja va / L B M L M 1 3 / 2 0 1 2 A / d u c k / V ie t n a m / O IE -2 2 0 2 / 2 0 1 2 A / c h ic k e n / V ie t n a m / O IE -2 2 1 5 / 2 0 1 2 A / g re a t b la c k h e a d e d g u ll/ Q in g h a i/ 3 / 2 0 0 9 A / g re a t b la c k -h e a d e d g u ll/ Q in g h a i/ 3 / 2 0 0 9 A / g re a t b l a c k h e a d e d g u l l/ 1 / 2 0 0 9 A / e n viro n m e n t / C h a n g S h a / 1 / 2 0 0 9 A / d u c k / L a o / 4 6 3 / 2 0 1 0 A / c h ic k e n / N e p a l/ 2 5 3 / 2 0 1 0 A / c h ic k e n / N e p a l/ 5 -1 c l/ 2 0 1 0 A / ru d d y s h e ld u c k / M o n g o lia / X4 2 / 2 0 0 9 A / b a r-h e a d e d g o o s e / M o n g o lia / X2 5 / 2 0 0 9 A / d u c k / H o k k a id o / W Z8 3 / 2 0 1 0 A / m a n d a rin d u c k / K o re a / K 1 0 4 8 3 / 2 0 1 0 A / m a n d a rin d u c k / N a g a s a k i/ 4 2 0 1 A 0 1 2 / 2 0 1 1 7 8 9 9 1 0 0 6 6 9 9 9 4 6 0 6 0 6 7 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 8 3 1 0 0 1 0 0 9 9 1 0 0 1 0 0 1 0 0 9 9 7 2 6 9 8 8 9 5 9 1 1 0 0 8 6 7 1 7 0 1 0 0 7 7 9 2 9 5 7 4 8 7 6 2 7 6 7 6 6 1 9 5 7 8 8 9 9 1 9 8 6 6 0 .0 0 5 Virus H5N1 clade 2.1.3 Virus H5N1 clade 2.3.2

H5N1. Respon pascavaksinasi vaksin bivalen AI H5N1 pada ayam layer SPF setelah 3 minggu pascavaksinasi (umur 6 minggu) titer antibodi meningkat tajam secara individu dengan mean titer 6,5 log2 dan confidience interval (CI) 5,99 – 7,03 terhadap antigen AI H5 BR7 dan mean titer 6,7 log2

dan confidience interval (CI) 6,29 – 7,13 terhadap

antigen AI H5 PWT.

Morbiditas dan mortalitas ayam SPF coba pascatantang

Ayam layer SPF divaksinasi vaksin bivalen AI H5N1 pada umur 6 minggu, setelah 3 minggu

pascavaksinasi diinfeksi virus tantang H5N1 A/ck/ wj/Pwt-Wij/2006 clade 2.1.3 dan A/Duck/Sukoharjo/ Bbvw-1428-9/2012 clade 2.3.2. dengan dosis 106

EID50 per 0,1 ml/ekor disampaikan dalam Tabel 1.

Kelompok virus tantang H5N1 clade 2.3.2

Ayam layer SPF divaksinasi vaksin bivalen AI H5N1 dan diinfeksi virus A/Duck/Sukoharjo/ Bbvw-1428-9/2012 subtipe H5N1 clade 2.3.2 tidak memperlihatkan klinis AI dan tidak terjadi morbiditas dan mortalitas hingga akhir pengamatan (14 hari pascainfeksi), sedangkan kelompok ayam layer SPF kontrol (tidak divaksinasi) dan diinfeksi

Gambar 1. Filogenetika gen HA virus avian influenza subtipe H5N1. Gambar panah menggambarkan posisi

(5)

virus tantang A/Duck/Sukoharjo/Bbvw-1428-9/2012 subtipe H5N1 clade 2.3.2 memperlihatkan klinis dan kematian dengan mean dead time (MDT) 3,5 hari pascainfeksi.

Kelompok virus tantang H5N1 clade 2.1.3

Ayam layer SPF divaksinasi vaksin bivalen AI H5N1 dan diinfeksi virus A/ck/wj/Pwt-Wij/2006 clade 2.1.3 tidak memperlihatkan morbiditas dan mortalitas hingga hari ke 14 pascainfeksi, sementara pada kelompok ayam layer SPF kontrol (tidak divaksinasi) dan diinfeksi virus tantang A/ck/wj/Pwt-Wij/2006 clade 2.1.3 memperlihatkan klinis dan kematian dengan mean

dead time (MDT) 3,3 hari pascainfeksi.

Shedding virus tantang

Pola pelepasan (shedding) virus tantang yaitu;

route dan duration ditentukan dengan mendeteksi

virus hidup melaui oropharyngeal dan kloaka (Tabel 1).

Ayam layer SPF divaksinasi vaksin bivalen AI H5N1 dan diinfeksi virus A/Duck/ Sukoharjo/Bbvw-1428-9/2012 subtipe H5N1 clade 2.3.2 terdeteksi adanya shedding virus pada hari ke 2 pascainfeksi melalui oropharyngeal 2 dari 10 ekor ayam layer SPF coba, dan tidak terdeteksi pada hari ke 5, 8, 11 dan 14 pascainfeksi, sedangkan pada ayam layer SPF kontrol (tidak divaksinasi) terdeteksi shedding virus tantang pada hari ke 2 pascainfeksi 10 dari 10 ekor ayam layer SPF coba, baik melalui oropharyngeal maupun kloaka.

Ayam layer SPF divaksinasi vaksin bivalen AI H5N1 dan diinfeksi virus A/Chicken/West Java/Pwt-Wij/2006 clade 2.1.3 tidak terdeteksi adanya shedding virus tantang baik melalui

oropharyngeal maupun kloaka pada hari ke 2, 5, 8,

11, dan 14 pascainfeksi, sementara pada ayam layer SPF kontrol (tidak divaksinasi) terdeteksi shedding

virus tantang pada hari ke 2 pascainfeksi 10 dari 10 ekor ayam layer SPF coba, baik melalui

oropharyngeal maupun kloaka.

Respon antibodi AI pascainfeksi

Kandungan antibodi AI pada ayam layer SPF divaksinasi vaksin bivalen AI H5N1 setelah 14 hari pascainfeksi virus tantang memperlihatkan kenaikan titer antibodi yang sangat tajam bila dibandingkan dengan kontrol,

seperti disampaikan dalam Gambar 2. Ayam layer SPF divaksinasi vaksin bivalen AI H5N1 dan diinfeksi virus A/Duck/Sukoharjo/Bbvw-1428-9/2012 subtipe H5N1 clade 2.3.2 memiliki titer antibodi AI 10,55 log2 dengan CI 10,5-10,96 terhadap antigen AI H5 BR7 , Sedangkan Ayam layer SPF divaksinasi vaksin bivalen AI H5N1 dan diinfeksi virus A/ Chicken/West Java/2006 clade 2.1.3 memiliki titer antibodi 11 log2 dengan CI 11-11 terhadap antigen AI H5 PWT. Hal ini menunjukan virus tantang bekerja dengan baik.

Hasil uji Efikasi Vaksin bivalen AI H5N1 yang dipersiapkan dari 2 seed virus AI H5N1 termasuk ke dalam clade 2.3.2 (A/Muscovy Duck/Banten/BR7/2013) dan clade 2.1.3 (A/ Chicken/West Java/2006) memperlihatkan kemampuannya dalam memberi perlindungan pada ayam SPF coba umur 3 minggu dari infeksi virus AI H5N1 A/Duck/Sukoharjo/ Bbvw-1428-9/2012 clade 2.3.2 dan A/Chicken/ West Java/2006 clade 2.1.3, dengan tingkat proteksi 100% dan shedding virus tidak terdeteksi pada ayam SPF coba terinfeksi virus AI H5N1 clade 2.1.3 (homolog), sementara ayam SPF coba terinfeksi virus AI H5N1 clade 2.3.2 terdeteksi pada hari ke 2 PI. Sesuai FOHI (2013) vaksin AI H5N1 yang baik sekurang-kurangnya memberikan perlindungan 90% dan

shedding virus > 8 hari PI. Dengan demikian

diharapkan vaksin AI bivalen H5N1 dapat diaplikasikan pada ayam layer untuk mencegah adanya paparan infeksi virus AI H5N1 clade 2.3.2 dan clade 2.1.3 serupa dilapang.

PEMBAHASAN

Evolusi virus AI terus menerus terjadi secara dominan di glikoprotein permukaan virus, namun hal ini dapat juga terjadi pada segmen gen lainnya. Variabilitas virus adalah sebagai hasil dari akumulasi perubahan molekul pada delapan segmen RNA yang dapat terjadi melalui mekanisme mutasi titik (antigenic drift), gene reassortment (antigenic shift),

defective-interfering particles dan rekombinasi

RNA. Setiap mekanisme ini berkontribusi terhadap evolusi virus avian influenza (Webster

(6)

dan insersi adalah salah satu mekanisme paling penting dalam menghasilkan variasi virus influenza. Kurangnya aktifitas proofreading

polimerase RNA berkontribusi terhadap kesalahan replikasi 1 basa setiap 104basa (Holland et al.

1982). Setiap siklus replikasi RNA menghasilkan campuran populasi dengan beberapa varian, sebagian besar dari mereka seringkali tidak tampak, namun mempunyai potensi untuk mutasi sehingga dapat menjadi dominan dibawah seleksi positif (Webster et al.

1992). Mutasi inilah yang mengakibatkan perubahan karakter virus harus terus dimonitoring,

karena perubahan pada virus mungkin akan menyebabkan harus dievaluasinya seed virus vaksin secara periodik, untuk meningkatkan efektifitas vaksin dalam menghadapi virus yang bersirkulasi di lapang.

Program pengendalian penyakit AI terutama bertujuan untuk pencegahan, managemen dan eradikasi penyakit (Swayne 2009). Program-program tersebut dalam pengendalian AI diantaranya adalah penerapan biosekuriti, diagnosa penyakit, surveilans, eliminasi hewan terinfeksi, meningkatkan kekebalan inang dan pendidikan personil (Swayne 2009). Di Indonesia, dalam rangka mengeradikasi

T it er a nt ib od i A I H 5N 1 (l og 2) 6 mgg (3mgg PV.) 6 mgg (3mgg PV) 3 mgg DOC 8 7 6 5 4 3 2 1 0

95% CI for the Mean

Respon pascavaksinasi vaksin AI bivalen BR7 PWT pada ayam SPF

Umur ayam SPF

Atg AI H5 BR7 Atg AI H5 PWT

Gambar 2. Titer antibodi AI pada ayam layer SPF pascavaksinasi vaksin bivalen AI H5N1

Tabel 1. Tingkat Perlindungan vaksin bivalen AI H5N1 terhadap virus HPAI A/Chicken/West

Java/Pwt-Wij/2006 clade 2.1.3 dan A/Duck/Sukoharjo/Bbvw-428-9/2012 clade 2.3.2 pada ayam layer SPF Mortalitas

Virus Tantang

Mortalitas/To

tal (MDT) Sampel 2 hari PT 5 hari PT 8 hari PT 11 hari PT 14 hari PT Positif/total Positif/total Positif/total Positif/total Positif/total

Vaksinasi 0/10 oropharyngeal 2-Oct 0/10 0/10 0/10 0/10

kloaka 0/10 0/10 0/10 0/10 0/10 Kontrol 10/10 (3.5)* oropharyngeal 10 TD TD TD TD kloaka 10 TD TD TD TD Vaksinasi 0/10 oropharyngeal 0/10 0/10 0/10 0/10 0/10 kloaka 0/10 0/10 0/10 0/10 0/10 Kontrol 10/10 (3.3)* oropharyngeal 10 TD TD TD TD kloaka 10 TD TD TD TD Virus AI H5 terdeteksi H5N1 clade 2.3.2 H5N1 clade 2.1.3

(7)

dan menurunkan penyebaran virus AI, pemerintah melalui Direktorat Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian menetapkan sembilan langkah strategis pengendalian penyakit AI yaitu 1) biosekuriti; 2) vaksinasi; 3) depopulasi selektif; 4) pengendalian lalu lintas unggas, produk serta limbahnya; 5) surveilans dan penelusuran; 6) pengisian kandang kembali; 7) stamping out di daerah tertular baru; 8) peningkatan kesadaran masyarakat serta 9) monitoring dan evaluasi. Vaksinasi sebagai salah satu alat untuk mengendalikan penyakit AI telah dilakukan pemerintah sejak bulan Agustus 2004 yaitu dengan melakukan vaksinasi masal terhadap beberapa jenis unggas seperti ayam ras, buras, puyuh, itik dan lain-lain dengan menggunakan autogenus vaksin. Pemilihan vaksin yang digunakan Indonesia pada saat ini adalah menggunakan virus clade 2.1.3.1 yang merupakan virus predominan di Indonesia (Dharmayanti et al. 2012).

Bersirkulasinya virus clade 2.3.2 di Indonesia yang berdampingan dengan virus clade 2.1.3 yang merupakan virus predominan membuat kebijakan vaksinasi dalam pengendalian penyakit AI pada unggas harus dievaluasi. Indriani et al. (2014) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa vaksin AI subtipe H5N1 clade 2.1.3 komersial yang beredar di Indonesia mempunyai tingkat protektifitas yang beragam mulai 60-100% terhadap virus AI subtipe H5N1 clade 2.3.2 yang bersirkulasi di Indonesia. Hal menarik diungkapkan juga dalam penelitian Indriani et al. (2014) bahwa meskipun mempunyai proteksifitas 100% vaksin yang mengadung seed vaksin clade 2.1.3 mempunyai masa shedding virus yang lama yaitu lebih dari 8 hari. Hal ini tidak sesuai dengan standar produksi vaksin Indonesia (FOHI) yaitu shedding virus vaksin harus kurang dari 8 hari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa vaksin AI subtipe H5N1 clade 2.1.3 yang beredar di Indonesia meskipun proteksifitasnya tergantung pada strain dan formulasi vaksin yang digunakan, dalam tidak dapat menurunkan shedding virus. Hal ini menjadi penting kerena unggas sehat yang masih mampu mengeluarkan virus meskipun sudah divaksin dan akan menjadi faktor resiko terjadinya transmisi virus dari unggas ke unggas lainnya sehingga terjadi wabah atau penularan dari unggas ke manusia.

Unggas yang divaksinasi dengan vaksin bivalen pada penelitian ini mampu memberikan proteksi yang baik pada ayam SPF dan shedding

tidak terjadi ketika ditantang dengan virus A/ Chicken/West Java/Pwt-Wij/2006. Shedding

virus terjadi sampai hari kedua ketika unggas ditantang dengan virus dari clade 2.3.2. Hasil ini memperlihatkan bahwa virus clade 2.3.2 mempunyai kecenderungan masih belum dapat dinetralisir oleh antibodi yang terbentuk setelah vaksinasi dengan vaksin bivalen. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi pemerintah Indonesia, dalam menentukan dan mengevaluasi jenis vaksin dan program vaksinasi pada unggas dalam mengendalikan virus avian influenza yang sekarang bersirkulasi di Indonsia yaitu clade 2.1.3 dan clade 2.3.2.

KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa unggas yang divaksin dengan vaksin bivalen yang mengandung jenis virus H5N1 yang berbeda clade yaitu 2.1.3 dan 2.3.2 mempunyai proteksifitas yang optimal terhadap kedua clade dan mampu menurunkan shedding virus.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada Dinas Pertanian Kabupaten Tangerang atas kontribusinya pada penelitian ini. Ucapan terima kasih kepada Nana Suryana dan Teguh Suyatno atas bantuan teknisnya serta semua pihak yang telah membantu selama penelitian ini berlangsung.

DAFTAR PUSTAKA

Dharmayanti, NLPI., K. Diwyanto & S. Bahri. 2012. Mewaspadai perkembangan Avian influenza (AI) dan Keragaman Genetik Virus AI/H5N1 di Indonesia. Pengembangan Inovasi

Pertanian. 5(2): 124-141.

Dharmayanti, NLPI., G. Samaan, F. Ibrahim, R. Indriani, Darminto & A. Soebandrio. 2011. The genetic drift of avian influenza A H5N1 viruses in Indonesia during 2003-2008. Microbiology Indonesia. 5(2): 69-80. Dharmayanti, NLPI., R. Hartawan, Pudjiatmoko,

(8)

C. T. Davis & G. Samaan. 2014. Genetic Characterization of Clade 2.3.2.1 Avian Influenza A(H5N1) Viruses, Indonesia, 2012.

Emerging Infectious Diseases. 20(4):

671-674.

Dharmayanti, NLPI., R. Damayanti, A. Wiyono, R. Indriani & Darminto. 2004. Identifikasi virus avian influenza virus isolat Indonesia dengan metode reverse transcriptase polymerase chain reaction RT-PCR. Jurnal Ilmu Ternak dan

Veteriner. 9(2): 136-143.

Dharmayanti, NLPI., R. Hartawan, DA. Hewajuli, Hardiman, H. Wibawa & Pudjiatmoko. 2013. Karakteristik molekuler dan patogenesitas virus H5N1 clade 2.3.2 asal Indonesia. Jurnal

Ilmu Ternak dan Veteriner. 18.2 : 99-113.

Farmakope Obat Hewan Indonesia (FOHI). 2013. Vaksin Influenza Inaktif. Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan. Edisi 4. pp 69-70.

Hoffman, E., J. Stech, Y. Guan, RG. Webster & DR. Perez. 2001. Universal primer set for the full-length amplification of all influenza A viruses.

Archives of Virology. 146. 2275-2289.

Holland, J., K. Spindler, F. Horodyski, E. Grabau, S. Nichol & S. VandePol. 1982. Rapid evolution of RNA genomes. Science. 215: 1577-1585. Indriani, R., NLPI Dharmayanti, L. Parede, A.

Wiyono & Darminto. 2004. Deteksi Respon Antibodi dengan Uji Hemagglutinasi Inhibisi dan titer proteksi terhadap virus Avian Influenza subtipe H5N1. Jurnal Ilmu Ternak

dan Veteriner. 9: 204-209.

Indriani, R., NLPI. Dharmayanti & RMA. Adjid. 2014. Efikasi Vaksin AI H5N1 clade 2.1.3 yang beredar di Indonesia pada itik Mojosari terhadap virus tantang AI H5N1 clade 2.3.2. Jurnal Ilmu Ternak

dan Veteriner. 19(13): 59-66.

Lee, MS., PC. Chang, JH. Shien, MC. Cheng & HP. Shieh. 2001. Identification and subtyping of avian influenza viruses by reverse transcription-PCR. Journal of

Virology. Methods. 97: 13-22.

Sedyaningsih, ER., S. Isfandari, V. Setyawati,

L. Rifati, S. Harun, W. Purba, S. Imari, S. Giriputra, PJ. Blair, SD. Putnam, TM. Uyeki & T. Soendoro. 2007. Epidemiology of cases of H5N1 virus infection in Indonesia, July 2005-June 2006. Journal of Infectious

Diseases. 196: 522-527.

Swayne, DE & M. Patin-Jackwood. 2006. Pathogenicity of avian influenza viruses in poultry. Developmental Biology. (Basel). 124: 61-67.

Swayne, DE. 2009. Avian influenza vaccines and therapies for poultry. Comparative Immunology, Microbiology Infectious

Diseases. 32(4): 351–63.

[OIE] Office International Des Epizooties. 2012. Manual of Standards for Diagnostik Tests and Vaccines. Edisi 7. pp 436-452.

Webster, RG., WJ. Bean, OT. Gorman, TM. Chambers & Y. Kawaoka. 1992. Evolution and Ecology of influenza A viruses.

Microbiological Reviews. 56: 152-179.

Wibawa, H., WB. Prijono, NLPI. Dharmayanti, SH. Irianingsih, Y. Miswati, A. Rohmah, E. Andesyha, Romlah, RSD. Daulay & K. Safitria. 2012. Investigasi wabah penyakit pada itik di Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur : Identifikasi sebuah clade baru virus avian influenza subtipe H5N1 di Indonesia. Buletin Laboratorium

Veteriner. 12(2): 2-9.

Wiyono, A., R. Indriani, NLPI. Dharmayanti, R. Damayanti & Darminto. 2004. Isolasi dan Karakterisasi Virus Highly Pathogenic Avian Influenza subtipe H5 dari ayam asal Wabah di Indonesia. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner.

9(1) : 61-71.

WHO (World Health Organization). 2008. Toward a unified nomenclature system for highly pathogenic avian influenza virus (H5N1).

Emerging Infectious Diseases. 14.7. e1

WHO. 2012. Continued evolution of highly pathogenic avian influenza A (H5N1): updated nomenclature. WHO/OIE/FAO H5N1 Working Group. Influenza Other

Gambar

Gambar 1. Filogenetika gen HA virus avian influenza subtipe H5N1.  Gambar panah menggambarkan posisi  virus H5N1 clade 2.1.3 dan clade 2.3.2 yang digunakan dalam penelitian ini
Gambar 2. Titer antibodi AI pada ayam layer SPF pascavaksinasi vaksin bivalen AI H5N1   Tabel  1

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini kelompok ayam yang mendapat vaksinasi AI subtipe H5N1 ketika terinfeksi dengan virus tantang HPAI A/chicken/West Java/Smi-Pat/2006

Pada hewan percobaan mencit respons imun yang timbul akibat vaksinasi dengan koktail virus dengue inaktif (DENV-1, DENV-2, DENV-3 dan DENV-4) menunjukkan titer

Sementara itu, vaksin inaktif AI H5N1 clade 2.1.3 komersial, memberikan perlindungan pada itik dari klinis dan kematian sebesar 67-100% terhadap infeksi virus AI H5N1

perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user86.Sawi Monumen Sawi monumen tubuhnya amat tegak dan berdaun kompak. Penampilan sawi jenis ini sekilas mirip dengan petsai. Tangkai daun berwarna putih berukuran agak lebar dengan tulang daun yang juga berwarna putih. Daunnya sendiri berwarna hijau segar. Jenis sawi ini tegolong terbesar dan terberat di antara jenis sawi lainnya. D.Syarat Tumbuh Tanaman Sawi Syarat tumbuh tanaman sawi dalam budidaya tanaman sawi adalah sebagai berikut : 1.Iklim Tanaman sawi tidak cocok dengan hawa panas, yang dikehendaki ialah hawa yang dingin dengan suhu antara 150 C - 200 C. Pada suhu di bawah 150 C cepat berbunga, sedangkan pada suhu di atas 200 C tidak akan berbunga. 2.Ketinggian Tempat Di daerah pegunungan yang tingginya lebih dari 1000 m dpl tanaman sawi bisa bertelur, tetapi di daerah rendah tak bisa bertelur. 3.Tanah Tanaman sawi tumbuh dengan baik pada tanah lempung yang subur dan cukup menahan air. (AAK, 1992). Syarat-syarat penting untuk bertanam sawi ialah tanahnya gembur, banyak mengandung humus (subur), dan keadaan pembuangan airnya (drainase) baik. Derajat keasaman tanah (pH) antara 6–7 (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user9E.Teknik Budidaya Tanaman Sawi 1.Pengadaan benih Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha tani. Kebutuhan benih sawi untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 gram. Benih sawi berbentuk bulat, kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras. Warna kulit benih coklat kehitaman. Benih yang akan kita gunakan harus mempunyai kualitas yang baik, seandainya beli harus kita perhatikan lama penyimpanan, varietas, kadar air, suhu dan tempat menyimpannya. Selain itu juga harus memperhatikan kemasan benih harus utuh. kemasan yang baik adalah dengan alumunium foil. Apabila benih yang kita gunakan dari hasil pananaman kita harus memperhatikan kualitas benih itu, misalnya tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari. Penanaman sawi memperhatikan proses yang akan dilakukan misalnya dengan dianginkan, disimpan di tempat penyimpanan dan diharapkan lama penyimpanan benih tidak lebih dari 3 tahun.( Eko Margiyanto, 2007) Pengadaan benih dapat dilakukan dengan cara membuat sendiri atau membeli benih yang telah siap tanam. Pengadaan benih dengan cara membeli akan lebih praktis, petani tinggal menggunakan tanpa jerih payah. Sedangkan pengadaan benih dengan cara membuat sendiri cukup rumit. Di samping itu, mutunya belum tentu terjamin baik (Cahyono, 2003). Sawi diperbanyak dengan benih. Benih yang akan diusahakan harus dipilih yang berdaya tumbuh baik. Benih sawi sudah banyak dijual di toko-toko pertanian. Sebelum ditanam di lapang, sebaiknya benih sawi disemaikan terlebih dahulu. Persemaian dapat dilakukan di bedengan atau di kotak persemaian (Anonim, 2007). 2.Pengolahan tanah Sebelum menanam sawi hendaknya tanah digarap lebih dahulu, supaya tanah-tanah yang padat bisa menjadi longgar, sehingga pertukaran perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user10udara di dalam tanah menjadi baik, gas-gas oksigen dapat masuk ke dalam tanah, gas-gas yang meracuni akar tanaman dapat teroksidasi, dan asam-asam dapat keluar dari tanah. Selain itu, dengan longgarnya tanah maka akar tanaman dapat bergerak dengan bebas meyerap zat-zat makanan di dalamnya (AAK, 1992). Untuk tanaman sayuran dibutuhkan tanah yang mempunyai syarat-syarat di bawah ini : a.Tanah harus gembur sampai cukup dalam. b.Di dalam tanah tidak boleh banyak batu. c.Air dalam tanah mudah meresap ke bawah. Ini berarti tanah tersebut tidak boleh mudah menjadi padat. d.Dalam musim hujan, air harus mudah meresap ke dalam tanah. Ini berarti pembuangan air harus cukup baik. Tujuan pembuatan bedengan dalam budidaya tanaman sayuran adalah : a.Memudahkan pembuangan air hujan, melalui selokan. b.Memudahkan meresapnya air hujan maupun air penyiraman ke dalam tanah. c.Memudahkan pemeliharaan, karena kita dapat berjalan antar bedengan dengan bedengan. d.Menghindarkan terinjak-injaknya tanah antara tanaman hingga menjadi padat. ( Rismunandar, 1983 ). 3.Penanaman Pada penanaman yang benihnya langsung disebarkan di tempat penanaman, yang perlu dijalankan adalah : a.Supaya keadaan tanah tetap lembab dan untuk mempercepat berkecambahnya benih, sehari sebelum tanam, tanah harus diairi terlebih dahulu. perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user11b.Tanah diaduk (dihaluskan), rumput-rumput dihilangkan, kemudian benih disebarkan menurut deretan secara merata. c.Setelah disebarkan, benih tersebut ditutup dengan tanah, pasir, atau pupuk kandang yang halus. d.Kemudian disiram sampai merata, dan waktu yang baik dalam meyebarkan benih adalah pagi atau sore hari. (AAK, 1992). Penanaman dapat dilakukan setelah tanaman sawi berumur 3 - 4 Minggu sejak benih disemaikan. Jarak tanam yang digunakan umumnya 20 x 20 cm. Kegiatan penanaman ini sebaiknya dilakukan pada sore hari agar air siraman tidak menguap dan tanah menjadi lembab (Anonim, 2007). Waktu bertanam yang baik adalah pada akhir musim hujan (Maret). Walaupun demikian dapat pula ditanam pada musim kemarau, asalkan diberi air secukupnya (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). 4.Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan dalam budidaya tanaman sawi meliputi tahapan penjarangan tanaman, penyiangan dan pembumbunan, serta pemupukan susulan. a.Penjarangan tanaman Penanaman sawi tanpa melalui tahap pembibitan biasanya tumbuh kurang teratur. Di sana-sini sering terlihat tanaman-tanaman yang terlalu pendek/dekat. Jika hal ini dibiarkan akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tersebut kurang begitu baik. Jarak yang terlalu rapat menyebabkan adanya persaingan dalam menyerap unsur-unsur hara di dalam tanah. Dalam hal ini penjarangan dilakukan untuk mendapatkan kualitas hasil yang baik. Penjarangan umumnya dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat. Sisakan tanaman yang tumbuh baik dengan jarak antar tanaman yang teratur (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user12b.Penyiangan dan pembumbunan Biasanya setelah turun hujan, tanah di sekitar tanaman menjadi padat sehingga perlu digemburkan. Sambil menggemburkan tanah, kita juga dapat melakukan pencabutan rumput-rumput liar yang tumbuh. Penggemburan tanah ini jangan sampai merusak perakaran tanaman. Kegiatan ini biasanya dilakukan 2 minggu sekali (Anonim, 2007). Untuk membersihkan tanaman liar berupa rerumputan seperti alang-alang hampir sama dengan tanaman perdu, mula-mula rumput dicabut kemudian tanah dikorek dengan gancu. Akar-akar yang terangkat diambil, dikumpulkan, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah kering, rumput kemudian dibakar (Duljapar dan Khoirudin, 2000). Ketika tanaman berumur satu bulan perlu dilakukan penyiangan dan pembumbunan. Tujuannya agar tanaman tidak terganggu oleh gulma dan menjaga agar akar tanaman tidak terkena sinar matahari secara langsung (Tim Penulis PS, 1995 ). c.Pemupukan Setelah tanaman tumbuh baik, kira-kira 10 hari setelah tanam, pemupukan perlu dilakukan. Oleh karena yang akan dikonsumsi adalah daunnya yang tentunya diinginkan penampilan daun yang baik, maka pupuk yang diberikan sebaiknya mengandung Nitrogen (Anonim, 2007). Pemberian Urea sebagai pupuk tambahan bisa dilakukan dengan cara penaburan dalam larikan yang lantas ditutupi tanah kembali. Dapat juga dengan melarutkan dalam air, lalu disiramkan pada bedeng penanaman. Satu sendok urea, sekitar 25 g, dilarutkan dalam 25 l air dapat disiramkan untuk 5 m bedengan. Pada saat penyiraman, tanah dalam bedengan sebaiknya tidak dalam keadaan kering. Waktu penyiraman pupuk tambahan dapat dilakukan pagi atau sore hari (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user13Jenis-jenis unsur yag diperlukan tanaman sudah kita ketahui bersama. Kini kita beralih membicarakan pupuk atau rabuk, yang merupakan kunci dari kesuburan tanah kita. Karena pupuk tak lain dari zat yang berisisi satu unsur atau lebih yang dimaksudkan untuk menggantikan unsur yang habis diserap tanaman dari tanah. Jadi kalau kita memupuk berarti menambah unsur hara bagi tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Sama dengan unsur hara tanah yang mengenal unsur hara makro dan mikro, pupuk juga demikian. Jadi meskipun jumlah pupuk belakangan cenderung makin beragam dengan merek yang bermacam-macam, kita tidak akan terkecoh. Sebab pupuk apapun namanya, entah itu buatan manca negara, dari segi unsur yang dikandungnya ia tak lain dari pupuk makro atau pupuk mikro. Jadi patokan kita dalam membeli pupuk adalah unsur yang dikandungnya (Lingga, 1997). Pemupukan membantu tanaman memperoleh hara yang dibutuhkanya. Unsur hara yang pokok dibutuhkan tanaman adalah unsur Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Itulah sebabnya ketiga unsur ini (NPK) merupakan pupuk utama yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk organik juga dibutuhkan oleh tanaman, memang kandungan haranya jauh dibawah pupuk kimia, tetapi pupuk organik memiliki kelebihan membantu menggemburkan tanah dan menyatu secara alami menambah unsur hara dan memperbaiki struktur tanah (Nazarudin, 1998). 5.Pengendalian hama dan penyakit Hama yang sering menyerang tanaman sawi adalah ulat daun. Apabila tanaman telah diserangnya, maka tanaman perlu disemprot dengan insektisida. Yang perlu diperhatikan adalah waktu penyemprotannya. Untuk tanaman sayur-sayuran, penyemprotan dilakukan minimal 20 hari sebelum dipanen agar keracunan pada konsumen dapat terhindar (Anonim, 2007). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user14OPT yang menyerang pada tanaman sawi yaitu kumbang daun (Phyllotreta vitata), ulat daun (Plutella xylostella), ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis), dan lalat pengerek daun (Lyriomiza sp.). Berdasarkan tingkat populasi dan kerusakan tanaman yang ditimbulkan, maka peringkat OPT yang menyerang tanaman sawi berturut-turut adalah P. vitata, Lyriomiza sp., P. xylostella, dan C. binotalis. Hama P. vitatamerupakan hama utama, dan hama P. xylostella serta Lyriomiza sp. merupakan hama potensial pada tanaman sawi, sedangkan hamaC. binotalis perlu diwaspadai keberadaanya (Mukasan et al., 2005). Beberapa jenis penyakit yang diketahui menyerang tanaman sawi antara lain: penyakit akar pekuk/akar gada, bercak daun altermaria, busuk basah, embun tepung, rebah semai, busuk daun, busuk Rhizoctonia, bercak daun, dan virus mosaik (Haryanto et al., 1995). 6.Pemanenan Tanaman sawi dapat dipetik hasilnya setelah berumur 2 bulan. Banyak cara yang dilakukan untuk memanen sawi, yaitu: ada yang mencabut seluruh tanaman, ada yang memotong bagian batangnya tepat di atas permukaan tanah, dan ada juga yang memetik daunnya satu per satu. Cara yang terakhir ini dimaksudkan agar tanaman bisa tahan lama (Edy margiyanto,

perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user86.Sawi Monumen Sawi monumen tubuhnya amat tegak dan berdaun kompak. Penampilan sawi jenis ini sekilas mirip dengan petsai. Tangkai daun berwarna putih berukuran agak lebar dengan tulang daun yang juga berwarna putih. Daunnya sendiri berwarna hijau segar. Jenis sawi ini tegolong terbesar dan terberat di antara jenis sawi lainnya. D.Syarat Tumbuh Tanaman Sawi Syarat tumbuh tanaman sawi dalam budidaya tanaman sawi adalah sebagai berikut : 1.Iklim Tanaman sawi tidak cocok dengan hawa panas, yang dikehendaki ialah hawa yang dingin dengan suhu antara 150 C - 200 C. Pada suhu di bawah 150 C cepat berbunga, sedangkan pada suhu di atas 200 C tidak akan berbunga. 2.Ketinggian Tempat Di daerah pegunungan yang tingginya lebih dari 1000 m dpl tanaman sawi bisa bertelur, tetapi di daerah rendah tak bisa bertelur. 3.Tanah Tanaman sawi tumbuh dengan baik pada tanah lempung yang subur dan cukup menahan air. (AAK, 1992). Syarat-syarat penting untuk bertanam sawi ialah tanahnya gembur, banyak mengandung humus (subur), dan keadaan pembuangan airnya (drainase) baik. Derajat keasaman tanah (pH) antara 6–7 (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user9E.Teknik Budidaya Tanaman Sawi 1.Pengadaan benih Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha tani. Kebutuhan benih sawi untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 gram. Benih sawi berbentuk bulat, kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras. Warna kulit benih coklat kehitaman. Benih yang akan kita gunakan harus mempunyai kualitas yang baik, seandainya beli harus kita perhatikan lama penyimpanan, varietas, kadar air, suhu dan tempat menyimpannya. Selain itu juga harus memperhatikan kemasan benih harus utuh. kemasan yang baik adalah dengan alumunium foil. Apabila benih yang kita gunakan dari hasil pananaman kita harus memperhatikan kualitas benih itu, misalnya tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari. Penanaman sawi memperhatikan proses yang akan dilakukan misalnya dengan dianginkan, disimpan di tempat penyimpanan dan diharapkan lama penyimpanan benih tidak lebih dari 3 tahun.( Eko Margiyanto, 2007) Pengadaan benih dapat dilakukan dengan cara membuat sendiri atau membeli benih yang telah siap tanam. Pengadaan benih dengan cara membeli akan lebih praktis, petani tinggal menggunakan tanpa jerih payah. Sedangkan pengadaan benih dengan cara membuat sendiri cukup rumit. Di samping itu, mutunya belum tentu terjamin baik (Cahyono, 2003). Sawi diperbanyak dengan benih. Benih yang akan diusahakan harus dipilih yang berdaya tumbuh baik. Benih sawi sudah banyak dijual di toko-toko pertanian. Sebelum ditanam di lapang, sebaiknya benih sawi disemaikan terlebih dahulu. Persemaian dapat dilakukan di bedengan atau di kotak persemaian (Anonim, 2007). 2.Pengolahan tanah Sebelum menanam sawi hendaknya tanah digarap lebih dahulu, supaya tanah-tanah yang padat bisa menjadi longgar, sehingga pertukaran perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user10udara di dalam tanah menjadi baik, gas-gas oksigen dapat masuk ke dalam tanah, gas-gas yang meracuni akar tanaman dapat teroksidasi, dan asam-asam dapat keluar dari tanah. Selain itu, dengan longgarnya tanah maka akar tanaman dapat bergerak dengan bebas meyerap zat-zat makanan di dalamnya (AAK, 1992). Untuk tanaman sayuran dibutuhkan tanah yang mempunyai syarat-syarat di bawah ini : a.Tanah harus gembur sampai cukup dalam. b.Di dalam tanah tidak boleh banyak batu. c.Air dalam tanah mudah meresap ke bawah. Ini berarti tanah tersebut tidak boleh mudah menjadi padat. d.Dalam musim hujan, air harus mudah meresap ke dalam tanah. Ini berarti pembuangan air harus cukup baik. Tujuan pembuatan bedengan dalam budidaya tanaman sayuran adalah : a.Memudahkan pembuangan air hujan, melalui selokan. b.Memudahkan meresapnya air hujan maupun air penyiraman ke dalam tanah. c.Memudahkan pemeliharaan, karena kita dapat berjalan antar bedengan dengan bedengan. d.Menghindarkan terinjak-injaknya tanah antara tanaman hingga menjadi padat. ( Rismunandar, 1983 ). 3.Penanaman Pada penanaman yang benihnya langsung disebarkan di tempat penanaman, yang perlu dijalankan adalah : a.Supaya keadaan tanah tetap lembab dan untuk mempercepat berkecambahnya benih, sehari sebelum tanam, tanah harus diairi terlebih dahulu. perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user11b.Tanah diaduk (dihaluskan), rumput-rumput dihilangkan, kemudian benih disebarkan menurut deretan secara merata. c.Setelah disebarkan, benih tersebut ditutup dengan tanah, pasir, atau pupuk kandang yang halus. d.Kemudian disiram sampai merata, dan waktu yang baik dalam meyebarkan benih adalah pagi atau sore hari. (AAK, 1992). Penanaman dapat dilakukan setelah tanaman sawi berumur 3 - 4 Minggu sejak benih disemaikan. Jarak tanam yang digunakan umumnya 20 x 20 cm. Kegiatan penanaman ini sebaiknya dilakukan pada sore hari agar air siraman tidak menguap dan tanah menjadi lembab (Anonim, 2007). Waktu bertanam yang baik adalah pada akhir musim hujan (Maret). Walaupun demikian dapat pula ditanam pada musim kemarau, asalkan diberi air secukupnya (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). 4.Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan dalam budidaya tanaman sawi meliputi tahapan penjarangan tanaman, penyiangan dan pembumbunan, serta pemupukan susulan. a.Penjarangan tanaman Penanaman sawi tanpa melalui tahap pembibitan biasanya tumbuh kurang teratur. Di sana-sini sering terlihat tanaman-tanaman yang terlalu pendek/dekat. Jika hal ini dibiarkan akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tersebut kurang begitu baik. Jarak yang terlalu rapat menyebabkan adanya persaingan dalam menyerap unsur-unsur hara di dalam tanah. Dalam hal ini penjarangan dilakukan untuk mendapatkan kualitas hasil yang baik. Penjarangan umumnya dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat. Sisakan tanaman yang tumbuh baik dengan jarak antar tanaman yang teratur (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user12b.Penyiangan dan pembumbunan Biasanya setelah turun hujan, tanah di sekitar tanaman menjadi padat sehingga perlu digemburkan. Sambil menggemburkan tanah, kita juga dapat melakukan pencabutan rumput-rumput liar yang tumbuh. Penggemburan tanah ini jangan sampai merusak perakaran tanaman. Kegiatan ini biasanya dilakukan 2 minggu sekali (Anonim, 2007). Untuk membersihkan tanaman liar berupa rerumputan seperti alang-alang hampir sama dengan tanaman perdu, mula-mula rumput dicabut kemudian tanah dikorek dengan gancu. Akar-akar yang terangkat diambil, dikumpulkan, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah kering, rumput kemudian dibakar (Duljapar dan Khoirudin, 2000). Ketika tanaman berumur satu bulan perlu dilakukan penyiangan dan pembumbunan. Tujuannya agar tanaman tidak terganggu oleh gulma dan menjaga agar akar tanaman tidak terkena sinar matahari secara langsung (Tim Penulis PS, 1995 ). c.Pemupukan Setelah tanaman tumbuh baik, kira-kira 10 hari setelah tanam, pemupukan perlu dilakukan. Oleh karena yang akan dikonsumsi adalah daunnya yang tentunya diinginkan penampilan daun yang baik, maka pupuk yang diberikan sebaiknya mengandung Nitrogen (Anonim, 2007). Pemberian Urea sebagai pupuk tambahan bisa dilakukan dengan cara penaburan dalam larikan yang lantas ditutupi tanah kembali. Dapat juga dengan melarutkan dalam air, lalu disiramkan pada bedeng penanaman. Satu sendok urea, sekitar 25 g, dilarutkan dalam 25 l air dapat disiramkan untuk 5 m bedengan. Pada saat penyiraman, tanah dalam bedengan sebaiknya tidak dalam keadaan kering. Waktu penyiraman pupuk tambahan dapat dilakukan pagi atau sore hari (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user13Jenis-jenis unsur yag diperlukan tanaman sudah kita ketahui bersama. Kini kita beralih membicarakan pupuk atau rabuk, yang merupakan kunci dari kesuburan tanah kita. Karena pupuk tak lain dari zat yang berisisi satu unsur atau lebih yang dimaksudkan untuk menggantikan unsur yang habis diserap tanaman dari tanah. Jadi kalau kita memupuk berarti menambah unsur hara bagi tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Sama dengan unsur hara tanah yang mengenal unsur hara makro dan mikro, pupuk juga demikian. Jadi meskipun jumlah pupuk belakangan cenderung makin beragam dengan merek yang bermacam-macam, kita tidak akan terkecoh. Sebab pupuk apapun namanya, entah itu buatan manca negara, dari segi unsur yang dikandungnya ia tak lain dari pupuk makro atau pupuk mikro. Jadi patokan kita dalam membeli pupuk adalah unsur yang dikandungnya (Lingga, 1997). Pemupukan membantu tanaman memperoleh hara yang dibutuhkanya. Unsur hara yang pokok dibutuhkan tanaman adalah unsur Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Itulah sebabnya ketiga unsur ini (NPK) merupakan pupuk utama yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk organik juga dibutuhkan oleh tanaman, memang kandungan haranya jauh dibawah pupuk kimia, tetapi pupuk organik memiliki kelebihan membantu menggemburkan tanah dan menyatu secara alami menambah unsur hara dan memperbaiki struktur tanah (Nazarudin, 1998). 5.Pengendalian hama dan penyakit Hama yang sering menyerang tanaman sawi adalah ulat daun. Apabila tanaman telah diserangnya, maka tanaman perlu disemprot dengan insektisida. Yang perlu diperhatikan adalah waktu penyemprotannya. Untuk tanaman sayur-sayuran, penyemprotan dilakukan minimal 20 hari sebelum dipanen agar keracunan pada konsumen dapat terhindar (Anonim, 2007). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user14OPT yang menyerang pada tanaman sawi yaitu kumbang daun (Phyllotreta vitata), ulat daun (Plutella xylostella), ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis), dan lalat pengerek daun (Lyriomiza sp.). Berdasarkan tingkat populasi dan kerusakan tanaman yang ditimbulkan, maka peringkat OPT yang menyerang tanaman sawi berturut-turut adalah P. vitata, Lyriomiza sp., P. xylostella, dan C. binotalis. Hama P. vitatamerupakan hama utama, dan hama P. xylostella serta Lyriomiza sp. merupakan hama potensial pada tanaman sawi, sedangkan hamaC. binotalis perlu diwaspadai keberadaanya (Mukasan et al., 2005). Beberapa jenis penyakit yang diketahui menyerang tanaman sawi antara lain: penyakit akar pekuk/akar gada, bercak daun altermaria, busuk basah, embun tepung, rebah semai, busuk daun, busuk Rhizoctonia, bercak daun, dan virus mosaik (Haryanto et al., 1995). 6.Pemanenan Tanaman sawi dapat dipetik hasilnya setelah berumur 2 bulan. Banyak cara yang dilakukan untuk memanen sawi, yaitu: ada yang mencabut seluruh tanaman, ada yang memotong bagian batangnya tepat di atas permukaan tanah, dan ada juga yang memetik daunnya satu per satu. Cara yang terakhir ini dimaksudkan agar tanaman bisa tahan lama (Edy margiyanto,

perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user86.Sawi Monumen Sawi monumen tubuhnya amat tegak dan berdaun kompak. Penampilan sawi jenis ini sekilas mirip dengan petsai. Tangkai daun berwarna putih berukuran agak lebar dengan tulang daun yang juga berwarna putih. Daunnya sendiri berwarna hijau segar. Jenis sawi ini tegolong terbesar dan terberat di antara jenis sawi lainnya. D.Syarat Tumbuh Tanaman Sawi Syarat tumbuh tanaman sawi dalam budidaya tanaman sawi adalah sebagai berikut : 1.Iklim Tanaman sawi tidak cocok dengan hawa panas, yang dikehendaki ialah hawa yang dingin dengan suhu antara 150 C - 200 C. Pada suhu di bawah 150 C cepat berbunga, sedangkan pada suhu di atas 200 C tidak akan berbunga. 2.Ketinggian Tempat Di daerah pegunungan yang tingginya lebih dari 1000 m dpl tanaman sawi bisa bertelur, tetapi di daerah rendah tak bisa bertelur. 3.Tanah Tanaman sawi tumbuh dengan baik pada tanah lempung yang subur dan cukup menahan air. (AAK, 1992). Syarat-syarat penting untuk bertanam sawi ialah tanahnya gembur, banyak mengandung humus (subur), dan keadaan pembuangan airnya (drainase) baik. Derajat keasaman tanah (pH) antara 6–7 (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user9E.Teknik Budidaya Tanaman Sawi 1.Pengadaan benih Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha tani. Kebutuhan benih sawi untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 gram. Benih sawi berbentuk bulat, kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras. Warna kulit benih coklat kehitaman. Benih yang akan kita gunakan harus mempunyai kualitas yang baik, seandainya beli harus kita perhatikan lama penyimpanan, varietas, kadar air, suhu dan tempat menyimpannya. Selain itu juga harus memperhatikan kemasan benih harus utuh. kemasan yang baik adalah dengan alumunium foil. Apabila benih yang kita gunakan dari hasil pananaman kita harus memperhatikan kualitas benih itu, misalnya tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari. Penanaman sawi memperhatikan proses yang akan dilakukan misalnya dengan dianginkan, disimpan di tempat penyimpanan dan diharapkan lama penyimpanan benih tidak lebih dari 3 tahun.( Eko Margiyanto, 2007) Pengadaan benih dapat dilakukan dengan cara membuat sendiri atau membeli benih yang telah siap tanam. Pengadaan benih dengan cara membeli akan lebih praktis, petani tinggal menggunakan tanpa jerih payah. Sedangkan pengadaan benih dengan cara membuat sendiri cukup rumit. Di samping itu, mutunya belum tentu terjamin baik (Cahyono, 2003). Sawi diperbanyak dengan benih. Benih yang akan diusahakan harus dipilih yang berdaya tumbuh baik. Benih sawi sudah banyak dijual di toko-toko pertanian. Sebelum ditanam di lapang, sebaiknya benih sawi disemaikan terlebih dahulu. Persemaian dapat dilakukan di bedengan atau di kotak persemaian (Anonim, 2007). 2.Pengolahan tanah Sebelum menanam sawi hendaknya tanah digarap lebih dahulu, supaya tanah-tanah yang padat bisa menjadi longgar, sehingga pertukaran perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user10udara di dalam tanah menjadi baik, gas-gas oksigen dapat masuk ke dalam tanah, gas-gas yang meracuni akar tanaman dapat teroksidasi, dan asam-asam dapat keluar dari tanah. Selain itu, dengan longgarnya tanah maka akar tanaman dapat bergerak dengan bebas meyerap zat-zat makanan di dalamnya (AAK, 1992). Untuk tanaman sayuran dibutuhkan tanah yang mempunyai syarat-syarat di bawah ini : a.Tanah harus gembur sampai cukup dalam. b.Di dalam tanah tidak boleh banyak batu. c.Air dalam tanah mudah meresap ke bawah. Ini berarti tanah tersebut tidak boleh mudah menjadi padat. d.Dalam musim hujan, air harus mudah meresap ke dalam tanah. Ini berarti pembuangan air harus cukup baik. Tujuan pembuatan bedengan dalam budidaya tanaman sayuran adalah : a.Memudahkan pembuangan air hujan, melalui selokan. b.Memudahkan meresapnya air hujan maupun air penyiraman ke dalam tanah. c.Memudahkan pemeliharaan, karena kita dapat berjalan antar bedengan dengan bedengan. d.Menghindarkan terinjak-injaknya tanah antara tanaman hingga menjadi padat. ( Rismunandar, 1983 ). 3.Penanaman Pada penanaman yang benihnya langsung disebarkan di tempat penanaman, yang perlu dijalankan adalah : a.Supaya keadaan tanah tetap lembab dan untuk mempercepat berkecambahnya benih, sehari sebelum tanam, tanah harus diairi terlebih dahulu. perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user11b.Tanah diaduk (dihaluskan), rumput-rumput dihilangkan, kemudian benih disebarkan menurut deretan secara merata. c.Setelah disebarkan, benih tersebut ditutup dengan tanah, pasir, atau pupuk kandang yang halus. d.Kemudian disiram sampai merata, dan waktu yang baik dalam meyebarkan benih adalah pagi atau sore hari. (AAK, 1992). Penanaman dapat dilakukan setelah tanaman sawi berumur 3 - 4 Minggu sejak benih disemaikan. Jarak tanam yang digunakan umumnya 20 x 20 cm. Kegiatan penanaman ini sebaiknya dilakukan pada sore hari agar air siraman tidak menguap dan tanah menjadi lembab (Anonim, 2007). Waktu bertanam yang baik adalah pada akhir musim hujan (Maret). Walaupun demikian dapat pula ditanam pada musim kemarau, asalkan diberi air secukupnya (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). 4.Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan dalam budidaya tanaman sawi meliputi tahapan penjarangan tanaman, penyiangan dan pembumbunan, serta pemupukan susulan. a.Penjarangan tanaman Penanaman sawi tanpa melalui tahap pembibitan biasanya tumbuh kurang teratur. Di sana-sini sering terlihat tanaman-tanaman yang terlalu pendek/dekat. Jika hal ini dibiarkan akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tersebut kurang begitu baik. Jarak yang terlalu rapat menyebabkan adanya persaingan dalam menyerap unsur-unsur hara di dalam tanah. Dalam hal ini penjarangan dilakukan untuk mendapatkan kualitas hasil yang baik. Penjarangan umumnya dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat. Sisakan tanaman yang tumbuh baik dengan jarak antar tanaman yang teratur (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user12b.Penyiangan dan pembumbunan Biasanya setelah turun hujan, tanah di sekitar tanaman menjadi padat sehingga perlu digemburkan. Sambil menggemburkan tanah, kita juga dapat melakukan pencabutan rumput-rumput liar yang tumbuh. Penggemburan tanah ini jangan sampai merusak perakaran tanaman. Kegiatan ini biasanya dilakukan 2 minggu sekali (Anonim, 2007). Untuk membersihkan tanaman liar berupa rerumputan seperti alang-alang hampir sama dengan tanaman perdu, mula-mula rumput dicabut kemudian tanah dikorek dengan gancu. Akar-akar yang terangkat diambil, dikumpulkan, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah kering, rumput kemudian dibakar (Duljapar dan Khoirudin, 2000). Ketika tanaman berumur satu bulan perlu dilakukan penyiangan dan pembumbunan. Tujuannya agar tanaman tidak terganggu oleh gulma dan menjaga agar akar tanaman tidak terkena sinar matahari secara langsung (Tim Penulis PS, 1995 ). c.Pemupukan Setelah tanaman tumbuh baik, kira-kira 10 hari setelah tanam, pemupukan perlu dilakukan. Oleh karena yang akan dikonsumsi adalah daunnya yang tentunya diinginkan penampilan daun yang baik, maka pupuk yang diberikan sebaiknya mengandung Nitrogen (Anonim, 2007). Pemberian Urea sebagai pupuk tambahan bisa dilakukan dengan cara penaburan dalam larikan yang lantas ditutupi tanah kembali. Dapat juga dengan melarutkan dalam air, lalu disiramkan pada bedeng penanaman. Satu sendok urea, sekitar 25 g, dilarutkan dalam 25 l air dapat disiramkan untuk 5 m bedengan. Pada saat penyiraman, tanah dalam bedengan sebaiknya tidak dalam keadaan kering. Waktu penyiraman pupuk tambahan dapat dilakukan pagi atau sore hari (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user13Jenis-jenis unsur yag diperlukan tanaman sudah kita ketahui bersama. Kini kita beralih membicarakan pupuk atau rabuk, yang merupakan kunci dari kesuburan tanah kita. Karena pupuk tak lain dari zat yang berisisi satu unsur atau lebih yang dimaksudkan untuk menggantikan unsur yang habis diserap tanaman dari tanah. Jadi kalau kita memupuk berarti menambah unsur hara bagi tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Sama dengan unsur hara tanah yang mengenal unsur hara makro dan mikro, pupuk juga demikian. Jadi meskipun jumlah pupuk belakangan cenderung makin beragam dengan merek yang bermacam-macam, kita tidak akan terkecoh. Sebab pupuk apapun namanya, entah itu buatan manca negara, dari segi unsur yang dikandungnya ia tak lain dari pupuk makro atau pupuk mikro. Jadi patokan kita dalam membeli pupuk adalah unsur yang dikandungnya (Lingga, 1997). Pemupukan membantu tanaman memperoleh hara yang dibutuhkanya. Unsur hara yang pokok dibutuhkan tanaman adalah unsur Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Itulah sebabnya ketiga unsur ini (NPK) merupakan pupuk utama yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk organik juga dibutuhkan oleh tanaman, memang kandungan haranya jauh dibawah pupuk kimia, tetapi pupuk organik memiliki kelebihan membantu menggemburkan tanah dan menyatu secara alami menambah unsur hara dan memperbaiki struktur tanah (Nazarudin, 1998). 5.Pengendalian hama dan penyakit Hama yang sering menyerang tanaman sawi adalah ulat daun. Apabila tanaman telah diserangnya, maka tanaman perlu disemprot dengan insektisida. Yang perlu diperhatikan adalah waktu penyemprotannya. Untuk tanaman sayur-sayuran, penyemprotan dilakukan minimal 20 hari sebelum dipanen agar keracunan pada konsumen dapat terhindar (Anonim, 2007). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user14OPT yang menyerang pada tanaman sawi yaitu kumbang daun (Phyllotreta vitata), ulat daun (Plutella xylostella), ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis), dan lalat pengerek daun (Lyriomiza sp.). Berdasarkan tingkat populasi dan kerusakan tanaman yang ditimbulkan, maka peringkat OPT yang menyerang tanaman sawi berturut-turut adalah P. vitata, Lyriomiza sp., P. xylostella, dan C. binotalis. Hama P. vitatamerupakan hama utama, dan hama P. xylostella serta Lyriomiza sp. merupakan hama potensial pada tanaman sawi, sedangkan hamaC. binotalis perlu diwaspadai keberadaanya (Mukasan et al., 2005). Beberapa jenis penyakit yang diketahui menyerang tanaman sawi antara lain: penyakit akar pekuk/akar gada, bercak daun altermaria, busuk basah, embun tepung, rebah semai, busuk daun, busuk Rhizoctonia, bercak daun, dan virus mosaik (Haryanto et al., 1995). 6.Pemanenan Tanaman sawi dapat dipetik hasilnya setelah berumur 2 bulan. Banyak cara yang dilakukan untuk memanen sawi, yaitu: ada yang mencabut seluruh tanaman, ada yang memotong bagian batangnya tepat di atas permukaan tanah, dan ada juga yang memetik daunnya satu per satu. Cara yang terakhir ini dimaksudkan agar tanaman bisa tahan lama (Edy margiyanto,