• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEDOMAN I N O S

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEDOMAN I N O S"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

PRINSIP DASAR

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI

Tindakan-tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi meliputi

 Kewaspadaan standar diterapkan pada semua klien dan pasien / orang yang datang ke fasilitas peleyanan kesehaan. (Infection controlled guidelines CDC, Australia)

 Kewaspadaan berdasarkan penularan / transmisi hanya diterapkan pada pasien yang dirawat inap di rumah sakit (Garner and HICAP 1996). Sampai diagnosis tersebut dapat dikesampingkan.1

Siklus penularan penyakit dan cara penularan penyakit dijelaskan secara rinci pada Lampiran B.

Upaya pencegahan dan pengendalian infeksi, dirancang untuk memutus siklus penularan penyakit dan melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan masyarakat.

KEWASPADAAN STANDAR

Oleh karena sebagian besar orang yang terinfeksi virus melalui darah seperti HIV dan Hepatitis B tidak menunjukkan gejala setelah tertular, maka Kewaspadaan Standar Dirancang untuk perawatan bagi semua orang, pasien, petugas atau pengunjung tanpa menghiraukan apakah mereka terinfeksi atau tidak. Termasuk bagi orang-orang yang aru terinfeksi dengan penyakit menular melalui cara lain dan belum menunjukkan gejala. Kewaspadaan Standar diterapkan untuk sekreta pernafasan, darah dan semua cairan tubuh lainnya serta semua eksreta (kecuali keringat), kulit yang tidak utuh dan membrane mukosa. Penerapan ditujukan untuk mengurangi risiko penyebaran mikroorganisme dari sumber infeksi yang diketahui ataupun tidak diketahui dalam sistem pelayanan kesehatan seperti pasien, benda yang tercemar, jarum atau spirit yang telah digunakan.

Kewaspadaan Standar dirancang untuk mengurangi risiko penularan mikroorganisme dirumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan, baik dari sumber infeksi yang

diketahui maupun yang tidak diketahui Komponen utama kewaspadaan standar dan penerapannya

Komponen utama Kewaspadaan Standar dan penerapannya diuraikan pada Tabel 1-1 Penggunaan pelindung (barrier) fisik, mekanik atau kimia antara mikroorganisme dengan individu baik untuk pasien rawat jalan, pasien rawat inap atau petugas kesehatan adalah cara yang sangat efektif untuk mencegah penyebaran infeksi. Pelindung berfungsi untuk memutus rantai penularan penyakit. Sebagai contoh, tindakan berikut bertujuan melindungi pasien, petugas kesehatan serta pengunjung dari penularan infeksi dan merupakan cara penerapan Kewaspadaan Standar.

MENCUCI TANGAN (atau menggunakan antiseptic / hadrub)

 Setelah menyentuh darah. Cairan tubuh, sekreta, ekskreta dan barang-barang yang tercemar

 Segera setelah membuka sarung tangan  Diantara kontak pasien

 Sebelum dan sesudah melakukan tindakan mvasif  Setelah menggunakan toilet

(2)

SARUNG TANGAN

 Bila kontak dengan darah, cairan tubuh, sekreta, ekskreta dan barang-barang yang tercemar

 Bila kontak dengan membrane mukosa / selaput lender dan kulit yang tidak utuh

 Sebelum melakukan tindakan invasif

MASKER, KACA MATA, PELINDUNG WAJAH

 Melindungi kulit dari kemungkinan terkena percikan ketika kontak dengan darah atau cairan tubuh

 Mencegah kontaminasi pakaian selama melakukan tindakan yang melibatkan kontak dengan darah atau cairan tubuh.

GAUN

 Melindungi kulit dari kemungkinan terkena percikan aketika kontak dengan darah atau cairan tubuh

 Mencegah kontaminasi pakaian selama melakukan tindakan yang melibatkan kontak dengan dan atau cairan tubuh.

LINEN

 Tangani linen kotor dengan menjaga tangan terkena kulit atau memberan mukosa

 Jangan merendam / membilas linen kotor di wilayah ruang perawatan  Jangan meletakkan linen kotor dilantai dan mengibarkan linen kotor  Segera ganti linen yang tercemar / terkena darah atau cairan tubuh PERALATAN PERAWATAN PASIEN

 Tangani peralatan yang tercemar dengan benar untuk mencegah kontak langsung dengan kulit atau membran mukosa / selaput lendir.

 Cegah terjadinya kontaminasi pada pakaian atau lingkungan

 Cuci dan desinfeksi peralatan bekas paku sebelum digunakan kembali

KEBERSIHAN LINGKUNGAN

 Bersihkan, rawat dan disinfeksi peralatan dan perlengkapan dalam ruang perawatan pasien secara rutin setiap hari dan bilamana perlu.

BENDA TAJAM

 Hindari menutup kembali jarum yang sudah digunakan, bila terpaksa lakukan dengan teknik satu tangan.

 Hindari melepas jarum yang telah digunakan dari spuit sekali pakai.

 Hindari membengkokkan, menghancurkan atau memanipulasi jarum dengan tangan.

 Masukkan instrument tajam ke dalam wadah yang tahan tusukan dan tahan air.

RESUSITASI PASIEN

 Gunakan penghubung mulut (mountpiece/Goedel). Ambang atau alat ventilasi lain untuk resusitasi mulut ke mulut secara langsung.

PENEMPATAN PASIEN

 Isolasi pasien yang tidak dapat menjaga kebersihan diri serta lingkungan dan dapat mencemari lingkungan di dalam ruangan terpisah / khusus (ruang isolasi) Pertimbangan Praktis

(3)

 Perlakukan baik pasien atau petugas sebagai individu yang potensial menularkan dan rentan terhadap infeksi.

 Cuci tangan – prosedur paling penting untuk mencegah pencemaran silang dari orang ke orang atau objek yang tercemar ke orang.

 Gunakan sarung tangan pada kedua tangan sebelum menyentuh kulit yang luka, membran mukosa, darah, cairan tubuh sekreta dan eksreta atau peralatan kantor dan bahan sampah yang tercemar atau sebelum melakukan prosedur invasive.

 Gunakan Alat Pelindung Diri / APD (sarung tangan, masker pelindung muka, kacamata dan apron pelindung) jika ada kemungkinan tertumpah atau terpecik cairan tubuh (sekreta dan eksreta), seperti membersihkan peralatan dan barang-barang tercemar.

 Gunakan antiseptic berbasis alkohol untuk membersihkan kulit atau membran mukosa sebelum pembedahan, membersihkan luka, serta melakukan pennggosokkan tangan surgical handsrub.

 Terapkan cara kerja aman, tidak memasang kembali penutup jarum, atau membengkokkan jarum dan menjahit dengan jarum tumpul.

 Buang sampah infeksius ke tempat yang aman untuk melindungi dan mencegah penularan atauinfeksi kepada masyarakat.

 Proses peralatan, sarung tangan dan barang-barang lain dengan terlebih dahulu melakukan dekontaminasi, pencucian kemudian melakukan sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi, sesuai prosedur yang direkomendasikan.

KEWASPADAAN BERDASARKAN PENULARAN / TRANSMISI

Kewaspadaan berdasarkan penularan/transmisi diperuntukkan bagi pasien yang menunjukkan gejala atau dicurigai atau mengalami kolonisasi dengan kuman yang sangat mudah menular atau sangat pathogen dimana perlu upaya pencegahan tambah selain kewaspadaan. Standar untuk memutus rantai penyebaran infeksi. Kewaspadana Berdasarkan Transmisi perlu dilakukan sebagai tambahan Kewaspadaan Standar. Tiga jenis Kewaspadaan Berdasarkan Penularan / Transmisi adalah sebagai berikut :

 Kewaspadaan penularan melalui kontak

Kewaspadaan ini dirancang untuk mengurangi resiko transmisi organisme patogen melalui kontak langsung atau tidak langsung. Transmisi kontak langsung dapat terjadi pada kontak kulit dengan kulit dan berpindahnya organisme Selama kegiatan perawatan pasien. Transmisi kontak langsung juga dapat terjadi antar dua pasien. Tranmisi kontak tidak langsung dapat terjadi bila ada kontak seseorang yang rentan dengan objek tercemar yang berada di lingkungan pasien. Pasien dengan infeksi kulit atau mata yang dapat menular misalnya herpes zoster, impetigo, konjungtivitis, kutu atau infeksi luka lainnya memerlukan penerapan tindakan pencegahan kontak.

 Kewaspadaan penularan melalui percikan (droplet)

Kewaspadaan penlaran melalui droplet dirancang untuk mengurangi risiko penularan melalui percikan bahan infeksius. Transmisi droplet terjadi melalui kontak dengan konjungtiva, membran mukosa hidung atau mulut individu yang rentan oleh percikan partikel besar (> 5 [mikron]) yang mengandung mikroorganisme. Berbicara, batuk, bersin dan tindakan seperti persiapan pengasapan lendir dan bronskoskopi dapat menyebarkan organisme.

 Kewaspadaan penularan melalui udara (Airbone)

Kewaspadaan penularan melalui udara dirancang untuk mengurangi risiko penularan melalui penyebaran partikel kecil (≤ 5 µm) ke udara, baik secara langsung atau melalui partikel debu yang mengandung mikroorganisme infeksius.

(4)

Partikel ini dapat tersebar dengan cara batuk, bersin, berbicara dan tindakan seperti brosnkoskopi atau pengisapan lender. Partikel infeksius dapa menetap di udara selama beberapa jam dan dapat disebabkan secara luas dalma suatu ruangan atau dalam jarak yang lebih jauh. Pengelolaan udara secara khusus dan ventilasi diperlukan untuk mencegah transmisi melalui udara.

Kewaspadaan Berbasis Transmisi harus Dilaksanakan sebagai

Tambahan Kewaspadaan Standar, bila penyakit menular selain melalui darah.

GANGGUAN TINDAKAN PENCEGAHAN

Penularan melalui droplet dan kontak merupakan cara penyebaran flu musiman tersering, termasuk H5N1. Menggabungkan ketiga kewaspadaan Berdasarkan Transmisi disamping penerapan Kewaspadaan Standar akan menghasilan tingkat kewaspadaan yang mewadai untuk semua penyakit menular (Emerging Infections Diseases). Tindakan pencegahan perlu diterapkan pada pasien infeksius, sebagai berikut :

 Tindakan kewaspadana perlu dilakukan saat mulai masuk fasilitas sampai dengan batas mada penularan, contoh :

- Untuk kasus flu burung orang dewasa (-12 tahun) sampai / hari bebas demam

- Anak-anak (usia < 12 tahun) sampai 21 hari sejak onset penyakit  Apabila ini tidak mungkin dilakukan misalnya karena kekurangan sumber daya setempat, keluarga harus diberi pendidikan mengenai cara menjaga kebersihan pribadi dan cara pencegahan infeksi. Sebagai contoh, selalu cuci tangan dan gunakan masker kertas atau masker bedah pada anak yang sedang batuk.

Komponen utama Kewaspadaan Berdasarkan Penularan / Trsanmisi dan Penerapannya

Menjaga kebersihan tangan dan pemakaian sarung tangan

- Petugas kesehatan harus mencuci tangan atau menggunakan hadrub alkohol setelah kontak dengan setiap pasien ataubahan menular dan setelah melepaskan sarung tangan.

- Sarung tangan bukan menggantikan kebutuhan mencuci tangan, karena pada sarung tangan mungkin ada pori kecil yang tidak terlihat atau sobek selama penggunaan atau tangan dapat terkontaminasi pada sata melepaskan sarung tangan.

- Tidak mengganti sarung tangan setelah kontak antar pasien merupakan risiko penyebaran infeksi

- Petugas kesehatan harus melepas sarung tangan sebelum meninggalkan ruangan pasien dan segera menuci tangan atau menggunakan handrub berbasis alkohol.

Masker, pelindung pernafasan, pelindung mata dan pelindung wajah

- Setiap orang yang berhubungan langsung, berada dekat dengan pasien atau memasuki suatu ruangan dimana ada pasien dengan penyakit menular harus menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai. Untuk p[asien dengan penyakir menular melalui udara, petugas perlu menggunakan masker khusus yang dapat melindungi setidaknya seperti N95, EU FFP2 atau sejenis yang tersertifikasi oleh U.S. NIOSH, gaun, pelindung wajah atau pelindung mata / goggles dan sarung tangan.

- Berbagai macam jenis masker, pelindung mata dan pelindung wajah dapat digunakan terpisah atau bersamaan tuntuk memberi plerindungan yang efektif. - Semua orang yang memasuki ruangan pasien dengan penyakit menular melalui udara, harus menggunakan masker N-95. Ini dapat digunakan beberapa

(5)

kali, jika digunakan oleh orang yang sama. Lapisi respirator dengan masker bedah yang dibuang setiap setelah digunakan. Jika respirator khusus tidak tersedia, petugas harus menggunakan masker bedah yang dapat melekat erat menuitup hidung dan mulut dengan rapat.

- Masker prosedur dan masker bedah tidak memberikan perlindungan terhadap aerosol partikel kecil (nuclei droplet). Tindakan yang menimbulkan aerosol tidak boleh dilakukan untuk pasien dengan penyakit menular melalui udara jika respirator khusus tiudak tersedia.

- Prosedur standar yang tepat perlu dilakukan untuk memilih respirator khusus yang sesuai dan uji kelekatan oleh pengguna setiap kali respiratorsekali pakai akan digunakan.

Gaun dan aproun

 Gaun dan apron dipakai sebagai perlindungan diri dan untuk mengurangi kemungkinan penyebaran mikroorganisme di dalam rumah sakit.

 Gaun perlu dipakai untuk mencegah kontaminasi pakaian dan untuk melindungi kulit petugas dari pajanan darah atau cairan tubuh.

 Gaun yang dipakai hendaknya terbuat dari bahan kedap air. Penutup kaki atau sepatu boot akan memberikan perlidungan lebi hlanjut terhadap kulit bila ada kemungkinan terjadi rumpahan atau percikan bahan infeksius dalam jumlah besar.  Petugas kesehatan hendaknya memakai gaun ketika merawat pasien yang terinfeksi pathogen infeksius untuk mengurangi kemungkinan penyebaran dari pasien atau barang di lingkungan mereka kepada pasien atau lingkungan lain.  Petugas kesehatan harus melepas gaun tersebut sebelum meninggalkan lingkungan pasien dan sebelum mencuci tangan.

 Belum ada data yang cukup mengenai spesifikasi gaun yang tepat untuk tujuan ini.

Petugas wajib mengganti APD dan mencui tangan jika Meninggalkan area isolasi

Linen dan pakaian kotor

 Meskipun linen tercemar oleh mikroorganisme pathogen, risiko penularan penyakit akan minimal jika linen tersebut ditangani dengan baik, diangkat dan dicuci dengan cara yang dapat mencegah penyebaran mikroorganisme pada pasien, patugas dan lingkungan.

 Petugas tidak boleh memegang linen dekat tubuh atau mengibaskan linen tersebut.

 Menjaga kebersihan, penanganan dan penyimpanan linen bersih sangat dianjutkan.

Makanan, gelas, cangkir dan peralatan makan

Bagi pasien dengan penyakit menular melalui udara dan percikan, bila memungkinkan, upayakan penggunaan satu barang untuk satu pasien. Tidak dibenarkan orang lain menggunakan bersama-sama perlatan makan pasien. Peralatan makan dapat digunakan kembali untuk pasien suspek dan probable penyakit menular, dengan menerapkan pencegahan Kewaspadaan Standar. Piring dan peralatan makan yang akan digunakan kembali, dicuci dengan air panas dan sabun deterjen, bila mungkin di dalam mesinm pencuci piring. Petugas perlu menggunakan sarung tangan ketika menangani nampan, piring dan peralatan makan pasien.

Pencegahan infeksi untuk prosedur yang menimbulkan aerosol pada pasien yang suspek atau probable menderita penyakit menular melalui udara / airborue

(6)

Tindakan yang dapat menimbulkan batuk akan meningkatkan pengeluaran droplet nuclei ke udara. Tindakan yang menghasilkan aerosol antara lain tindakan pengibatan diaerosolisasi (misalnya salbutamol), induksi sputum diagnostik, bronkoskopi, pengisapan jalan napas dan intubasi endotrakeal.

 Petugas kesehatan harus memastikan bahwa pasien sudah diobservasi terhadap kemungkinan penyakit menular melalui udara / airborne sebelum memulai prosedur yang menimbulkan erosol.

 Tindakan yang menimbulkan erosol pada pasien dengan penyakit menular melalui udara / airborne, dilakukan hanya bila ada indikasi medis yang penting.  Tindakan harus dilakukan dengan menerapkan Kewaspadaan Berdasarkan Penularan melalui udara.

Petugas kesehatan harus menerapkan Kewaspadaan Standar (cuci tangan), Kewaspadaan Berdasarkan Penularan melalui udara (alat pelindung pernafasan dengan efisiensi penyaringan sama atau lebih 95%) dan Kewaspadaan Berdasarkan Penularan melalui kontak (sarung tangan, gaun dan

pelindung mata) ketika melakukan tindakan yang menghasilkan aerosol dilakukan pada pasien dengan penyakit menular melalui udara / airbone Pemrosesan peralatan yang aman

Bagi pasien dengan penyakit menular melalui udara / airbone, perlu diikuti petunju umum untuk pemrosesan peralatan (lihat Lampiran D)

PERAWATAN PASIEN DALAM ISOLASI

Pasien dengan penyakit menular melalui udara hyrus dirawat diruang isolasi (bila memungkinkan) untuk mencegah transmisi langsung atau tidak langsung.

Jumlah petugas yang merawat pasien, harus dijaga seminimal mungkin sesuai dengan tingkat perawatan. Petugas perlu diawasi secara ketat dan hendaknya berpengalaman di dalam pencegahan pengendalian infeksi

Setiap langkah pencegahan dan pengendalian infeksi perlu dilakukan sesuai petunjuk untuk mencegah transmisi infeksi antar pasien dan dari pasien ke petugas pelayanan keehatan atau orang lain.

Perawatan pasien diruang isolasi menjadi sulit, jika sumber daya tidak mencukupi, pasien tidak memiliki kebiasaan menjaga kebersihan, sengaja mencemari lingkungan atau tidak dapat diharapkan bekerja sama dalam menerapkan tindakan pencegahan infeksi dan transmiri mikroorganisme. Hal ini dapat ditemukan misalnya pada anak-anak, pasien dengan keadaan mental yang berubah-ubah atau orang lanjut usia.

Untuk perawatan pasien penyakit menular melalui udara diruang isolasi, petugas kesehatan perlu mentaati petunjuk sebagai berikut :

Persiapan dan pemeliharaan ruang isolasi

 Lakukan tindakan pencegahan tambahan dengan meltakkan tanda peringatan pada pintu.

 Sediakan lembar catatan pada pintu masuk ruang isolasi. Semua petugas kesehatan atau pengunjung yang masuk area isolasi harus mengisi lembar catatan tersebut, agar bila dibutuhkan tindak lanjut, tersedia data yang dibutuhkan.

 Pastikan bahwa setiap orang yang memasuki ruangan, termasuk petugas kebersihan memakai APD yang lengkap

 Pindahkan semua perabotan yang tidak penting  Kumpulkan linen seperlunya

 Lengkapi tempat cuci tangan dengan kebutuhan untuk cuci tangan yang cukup  Sediakan kantong sampah yang sesuai dalam tempat sampah yang dioperasikan dalam ruangan

(7)

 Upayakan agar pasien tidak menggunakan barang pribadi. Letakkan tampat air minum dan cakir, tissue dan semua barang untuk kebersihan pribadi berada dalam jangkauan

 Sediakan peralatan yang diperlukan tersendiri untuk masing-masing pasien seperti stetoskop, termometer dan tensimeter. Bila karena keterbatasan ketersediaan, peralatan digunakan pasien lain maka semua peralatan hendaknya dibersihkan dan didisinfeksi sebelum digunakan.

 Diluar pintu masuk ruang isolasi (diruang ganti) sediakan tempat (rak, troli, lemari) untuk menyimpan APD. Sediakan daftar tilik untuk meyakinkan semua peralatan yang dibutuhkan tersedia

 Diluar pintu keluar ruang isolasi, letakkan wadah tertutup sesuai untuk setiap peralatan bekas pakai yang akan diproses ulang. Sesuai kebijakan masing-masing Rumah Sakit, langsung kirim peralatan bekas pakai tersebut ke unit pelayanan sterilisasi atau dekontaminasi terlebih dahulu di ruangan khusus sebelum dikirim.  Sediakan peralatan kebersihan (mop/pel basah, lap) dan disinfeksi yang dibutuhkan didalam ruangan pasien.

 Bersihkan ruangan pasien secara menyeluruh setiap hari meliputi semua permukaan. Yakinkan bahwa barang-barang seperti meja pasien, kaki tempat tidur  Masukkan linen bekas pakai ke dalam kantong linen ketika di dalam ruangan dan kemudian ke dalam kantong lain ketika sudah diluar ruangan. Kirim segera ke unit pencucian (laundry) dan tangani sebagai linen yang kotor atau terkontaminasi.

 Buang semua sampah ke dalam kantong sampah infeksius ketika di dalam ruangan. Ketika sampah akan dibuang, diluar ruangan masukkan kantong tersebut ke dalam kantong lain dan kemudian tangani sebagai sampah infeksius.

 Bersihkan dan disinfeksi urinal dan bedpan sebelum digunakan untuk pasien lain

 Hindari penggunaan disinfektan semprotan

 Bersihkan semua peralatan kebersihan (mop/lap) setelah setiap penggunaan. Kirim semua peralatan kebersihan tersebut ke laundry untuk dicuci dengan air panas.

 Jika mungkin, yakinkan arah aliran udara pendingin (AC) berasal dari luar ruangan (koridor) ke dalam ruangan (tekanan negatif)

 Bersihkan peralatan makan dalam air sabun panas

 Untuk informasi lebih lanjut mengenai ruanganisolasi, lihat : Petunjuk CDC

untuk Kewaspadaan Isolasi di Rumah Sakit :

http://www.cdc.hov/ncidod/hip/isolat.htm Memasuki Ruangan

 Siapkan semua peralatan yang dibutuhkan

 Cuci tangan dengan air mengalir atau gunakan handrub berbasis alcohol  Pakai APD (lihat : Bab 4)

 Masuk ruangan dan tutup pintu Meninggalkan ruangan

 Di pintu keluar atau ruangan antara (anteroom), lepaskan APD dengan urutan yang benar (lihat bab 4) :

- Sarung tangan : lepas dan buang ke dalam tong sampah

- Kaca mata atau pelindung wajah : letakkan di dalam wadah peralatan bekas pakai

- Gaun : dengan tidak memegang bagian luar gam, masukkan ke dalam tempat cucian

- Cuci tangan dengan air mengalir atau gunakan handrub berbasis alcohol

- Tinggalkan ruangan

- Lepaskan masker atau respirator dengan memegang elastis di belakang telinga; jangan memegang bagian depan masker

(8)

- Setelah ke luar ruangan, gunakan kembali handrub berbasis alcohol atau cuci tangan dengan air mengalir.

- Petugas mandi dikamar mandi yang disediakan di ruangan ganti sebelum meninggalkan ruangan dan menggunakan pakaian dari rumah.

Gambar 1.3. Manajemen kasus : Pencegahan Infeksi Awal dan Kontrol Tindakan Pencegahan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan

MANAJEMEN KASUS DENGAN PENYAKIT MENULAR MELALUI UDARA

Diadaptasi dari : WGO. 2004. Influenza A (H5N1): WHO Interiom Infection Control Guidelines for Health Care Facilities (Uptaded 10 March)

PASIEN dengan gejala penyakit pernafasan akut dan riwayat

terpajan / kontak

TINDAKAN PENCEGAHAN dan Pengendalian Infeksi

Pasien dilakukan triage

1. Pakaikan masker (mis. Masker bedah) pada pasien. Jika masker tidak siap tersedia-minta pasien untuk menutup mulut dan hidung dengan tissue ketika bersin atau batuk.

2. Tempatkan pasien terpisah dari pasien lain (diisolasi)

Pasien dilakukan pemeriksaan

untuk penyakit menular Tempatkan diruang tersendiri – dengan tekanan negatif Petugas harus memakai APD lengkap ketika mask ruangan

Pasien dikonfirmasi sebagai penderita penyakit infeksi

Diagnosis lain

Kaji kembali pencegahan

Terapkan tindakan pencegahan & pengendalian infeksi lengkap selama periode waktu yang dibutuhkan, sesuai

(9)

BAB TIGA

KEBERSIHAN TANGAN

Kegagalan untuk melakukan kebersihan dan kesehatan tangan yang tepat dianggap sebagai sebab utama infeksi nosomial dan penyebaran mikroorganisme multiresisten di fasilitas pelayanan kesehatan dan telah diakui sebagai konstributor yang penting terhadap timbulnya wabah (Boyee dan Pittet 2002).

Dari sudut pandang pencegahan dan pengendalian infeksi, praktek membersihkan tangan dimaksudkan untuk mencegah infeksi yang ditularkan melalui tangan dengan menghilangkan semua kotoran dan debris serta menghambat atau membunuh mikroorganisme pada kulit. Mikroorganisme ini tidak hanya mencakup sebagian besar organisme yang diperoleh dari kontak dengan pasien dan lingkungan tetapi juga sejumlah mikroorganisme permanen yang tinggal di lapisan terdalam kulit. Selain memehami panduan dan rekomendasi untuk kebersihan tangan, para petugas kesehatan perlu memahami keuntungan dan terutama keterbatasan, pemakaian sarung tangan.

DEFINISI

 Agen antiseptik atau antimikroba (istilah yang digunakan bergantian). Bahan kimia yang diaplikasikan di atas kulit atau jaringan hidup lain untuk menghambat atau membunuh mikroorganisme (baik sementara atau yang merupakan penghuni tetap), sehingga mengurangi jumlah bakteri total.

Contohnya adalah :

- Alkohol 60 – 90 % (etil dan isopropil atau metil alkohol). - Klorheksidin glukonat 2-4 % (Hibielens, Hibiscrub, Hibitane)

- Klorheksidin glukonat dan cetrimide, dalam berbagai konsentrasi (Savlon).

- Yodium 3%, yodium dan produk alkohol berisi yodium atau tineture (yodium tinktur).

- Lodovor 7,5 – 10 %, berbagai konsentrasi (Betadine atau Weseodyne). - Kloroksilenol 0,5 – 4 % (Para kloro metaksilenol atau PCMX) berbagai konsentrasi (Dettol).

- Triklosan 0,2 – 2 %.

 Air bersih : air yang secara alami atau kimiawi dibersihkan dan disaring sehingga aman untuk diminum, serta untuk pemakaian lainnya (misalnya mencuci tangan dan membersihkan instrumen medis) karena memenuhi standard kesehatan yang telah ditetapkan. Pada keadaan minimal, air bersih harus bebas dari mikro organisme dan memiliki turbiditas rendah (jernih, tidak berkabut).

 Emollient : Cairan organik, seperti gliserol, propilen glikkol atau sorbitol yang ketika ditambahkan pada handrup dan losion tangan akan melunakkan kulit dan membantu mencegah kerusakan kulit (keretakan, kekeringan, iritasi, dan dermatitis) akibat pencucian tangan dengan sabun yang sering (dengan atau tanpa antiseptik) dan air.

 Mencuci tangan : Proses yang secara mekanik melepaskan kotoran dan debris dari kulit tangan dengan menggunakan sabun biasa dan air.

(10)

Infeksi nosokomial atau infeksi yang didapat dari fasilitas pelayanan kesehatan : Infeksi yang tidak ada atau tidak sedang dalam inkubasi ketika pasien datang ke fasilitas pelayanan kesehatan.

 Sabun dan deterjen : produk-produk pembersih (batang, cair, lembar atau bubuk) yang menurunkan tegangan permukaan sehingga membantu melepaskan kotoran, debris dan mokroorganisme yang menempel sementara pada tangan. Sabun biasa memerlukan gosokan untuk melepaskan mikroorganisme secara mekanik, sementara sabun antiseptik (antimikroba) selain melepas juga membunuh atau menghambat pertumbuhan dari hampir sebagian besar mikroorganisme.

 Flora transien dan flora residen : Istilah ini menggambarkan diman bakteri dan mikroorganisme berada dalam lapisan kulit. Flora transien diperoleh melalui kontak dengan pasien, petugas kesehatan lain atau permukaan yang terkontaminasi (misalnya meja periksa, lantai atau toilet) selama bekerja. Organisme ini tinggal di lapisan luar kulit dan terangkat sebagian dengan mencuci tangan menggunakan sabun biasa dan air. Flora residen tinggal di lapisan lapisan kulit yang lebih dalam serta di dalam folikel rambut, dan tidak dapat dihilangkan sepenuhnya, bahkan dengan pencucian dan pembilasan keras dengan sabun dan air bersih. Untungnya, pada sebagian kasus, flora residen kemungkinan kecil terkait dengan penyakit infeksi yang menular melalui udara, seperti flu burung. Tangan atau dari sejumlah petugas kesehatan dapat terkolonialisasi pada lapisan pada lapisan dalam oleh organisme yang menyebabkan infeksi seperti seperti S. Aureus, batang Gram negatif atau ragi.

 Handrub antiseptik berbasis alkohol tanpa air : Antiseptik handrup yang bereaksi cepat menghilangkan sementara atau mengurangi mikroorganisme penghuni tetap melindungi kulit tanpa menggunakan air. Sebagian besar antiseptik ini mengandung alkohol 60-90%, suatu emollient dan sering kali antiseptik tambahan (misalnya khlorheksidin glukonat 2-4 %) yang memiliki aksi residual.

CUCI TANGAN

Mencuci tangan dengan baik merupakan unsur satu-satunya yang paling penting dan efektif untuk mencegah penularan infeksi. Idealnya air mengalir dan sabun yang digosok-gosokkan harus digunakan selama 15 - 20 detik. Penting sekali untuk mengeringkan tangan setelah mencucinya.

Pemakaian sabun dan air tetap penting ketika tangan terlihat kotor. Untuk kebersihan tangan rutin ketika tidak terlihat kotoran atau debris, alternatif seperti handrub berbasis alkohol 70 % yang tidak mahal, mudah didapat, mudah dijangkau, dan sudah semakin diterima terutama di tempat dimana akses wastafel dan air bersih terbatas.

Jika air kran terkontaminasi, gunakan air yang telah dididihkan selama 10 menit dan disaring guna menghilangkan partikel kotoran (jika diperlukan) atau mendisinfeksi air dengan cara menambahkan sidikit sodium hipoklorit (pemutih komersial) agar konsentrasi akhir mencapai 0,001 %. Lihatlah lampiran E untuk mengetahui cara pembuatan larutan klorin encer dari larutan hipoklorit konsentrat. Tujuan mencuci tangan adalah untuk menghilangkan kotoran dari kulit secara mekanis dan mengurangi jumlah mikroorganisme sementara. Mencuci dengan sabun biasa dan air bersih adalah sama efektifnya mencuci tangan dengan sabun antimikroba (Pereira, Lee dan Wade 1997). Sebagai tambahan, sabun biasa mengurangi terjadinya iritasi kulit (Pereira, Lee dan Wade 1990).

Lakukan cuci tangan sebelum dan setelah :

 Memeriksa dan kontak langsung dengan pasien.

 Memakai dan melepas sarung tangan bedah steril atau yang telah didisinfeksi tingkat tinggi sebelum operasi, atau ketika memakai dan melepas sarung tangan pemeriksaan untuk prosedur rutin.

(11)

 Pada situasi yang membuat tangan menjadi terkontaminasi, seperti : - Memegang instrumen kotor dan barang-barang lainnya.

- Menyentuh membran mukosa, darah atau cairan tubuh lainnya (sekresi atau ekskresi).

- Melakukan kontak yang intensif dan lama dengan pasien. - Mengambil sampel darah.

- Mengukur tekanan darah atau memeriksa tanda-tanda vital pasien.  Masuk dan meninggalkan unit isolasi.

Tangan harus dicuci dengan sabun dan air bersih (atau handrup antiseptik) setelah melepas sarung tangan karena pada saat tersebut mungkin sarung tangan ada lubang kecil atau robek, sehingga bakteri dapat dengan cepat berkembang biak pada tangan akibat lingkungan yang lembab dan hangat di dalam sarung tangan (CDC 1989, Korniewiez et al 1990).

Jika tidak ada handuk kertas, keringkan tangan dengan handuk yang bersih atau keringkan dengan udara. Handuk yang digunakan bersama dapat dengan cepat terkontaminasi dan tidak boleh digunakan. Membawa handuk atau sapu tangan kecil pribadi dapat membantu Anda menghindari pemakaian handuk kotor. Jika Anda menggunakan handuk sendiri, maka cucilah setiap hari.

Untuk mendorong agar mencuci tangan diterapkan dengan baik, Kepala instalasi harus melakukan segala cara untuk menyediakan sabun dan pasokan air bersih terus menerus baik dari keran atau ember dan handuk sekali pakai.

Teknik Pencucian Tangan dengan Sabun dan Air harus dilakukan seperti di bawah ini :

1 : Basahi tangan dengan baik.

2 : Oleskan sabun biasa (tidak usah menggunakan antiseptik).

3 : Gosok dengan teliti dan benar semua bagian dan jari selama 15 – 20 detik sesuai dengan 7 langkah higiene tangan, perhatikan dengan teliti daerah di bawah jari kuku dan diantara jari.

4 : Bilas tangan dengan baik menggunakan air bersih.

5 : Keringkan tangan menggunakan handuk kertas dan gunakanlah handuk tersebut untuk memutar keran sewaktu mematikan air.

Karena mikroorganisme tumbuh dan berkembang biak pada keadaan lembab dan air yang tidak mengalir, maka :

 Dispenser sabun harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum pengisian ulang.  Jangan menambahkan sabun cair ke dalam tempatnya bila masih ada isinya, penambahan ini dapat menyebabkan kontaminasi bakteri pada sabun yang dimasukkan.

 Jangan menggunakan baskom yang berisi air. Meskipun memakai bahan antiseptik (seperti Dettol atau Savlen), mikroorganisme dapat bertahan dan berkembang biak dalam larutan ini (Rutala 1996).

 Jika air mengalir tidak tersedia, gunakan wadah air dengan keran atau gunakan ember dan gayung, tampung air yang telah digunakan dalam sebuah ember dan buanglah di toilet.

(12)

Cara Mencuci Tangan Dengan Sabun Dan Air

Walaupun tidak tersedia air, mencuci tangan tetap harus dilakukan! Jika tidak ada air mengalir, pertimbangkanlah untuk menggunakan :

 Wadah air dengan keran dengan dan wadah atau tempat untuk menampung air.

 Gunakan larutan berbasis alkohol tanpa air (handrup antiseptik). HANDRUP ANTISEPTIK (HANDRUP BERBASIS ALKOHOL)

Penggunaan handrup antiseptik untuk tangan yang bersih lebih efektif membunuh flora residen dan flora transien daripada mencuci tangan dengan sabun antiseptik atau dengan sabun biasa dan air. Antiseptik ini cepat dan mudah digunakan serta menghasilkan penurunan jumlah flora tangan awal yang lebih besar (Gitou et al, 2002). Handrupantiseptik juga berisi emolien seperti gliserin, glisol propelin, atau sorbitolo yang melindungi dan melembutkan kulit.

Teknik untuk melakukan menggosok tangan dengan antiseptik dijelaskan di bawah ini (lihat : “Menjaga Kebersihan tangan dengan Formula Berbasis Alkohol”)

Langkah 1 : Tuangkan secukupnya handrup berbasis alkohol untuk dapat mencakup seluruh permukaan tangan dan jari (kira – kira satu sendok teh).

Langkah 2 : Gosokkan larutan dengan teliti dan benar pada kedua belah tangan, khususnya diantara jari-jari jemari dan di bawah kuku hingga kering.

Agar efektif, gunakan secukupnya larutan handrup sesuai petunjuk pabrik sekitar satu sendok teh, (3-5cc).

Handrup antiseptik tidak menghilangkan kotoran atau zat organik, sehingga jika tangan sangat kotor atau terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh, harus mencuci tangan dengan sabun dan air terlebih dahulu. Selain itu, untuk mengurangi “penumpukan” emolien pada tangan setelah pemakaian handrup antiseptik berulang, tetap diperlukan mencuci tangan dengan sabun dan air setiap kali setelah 5-10 aplikasi handrup. Terakhir, handrup yang hanya berisi alkohol sebagai bahan aktifnya, memiliki efek residual yang terbatas dibandingkan dengan handrup yang berisi campuran alkohol dan antiseptik seperti Khlorheksidin.

Dihalaman berikut, larutan handrup antiseptik yang efektik murah dan mudah dibuat.

Larutan Alkohol untuk Membersihkan Tangan

Handrup antiseptik yang tidak mengiritasi dapat dibuat dengan menambahkan gliserin, glikol propilen atau sorbitol ke dalam alkohol (2 mL dalam 100 mL etil atau isopropil alkohol 60-90%).

(13)

Cara Mencuci Tangan Dengan Larutan Berbahan Dasar Alkohol UPAYA MENINGKATKAN KEBERSIHAN TANGAN

Mencuci tangan telah dianggap sebagai salah satu tindakan terpenting untuk mengurangi penularan mikroorganisme dan mencegah infeksi selama lebih dari 150 tahun. Penelitian Semmelweis (1861) dan banyak penelitian lainnya memperlihatkan bahwa penularan penyakit menular dari pasien ke pasien mungkin terjadi melalui tangan petugas kesehatan. Menjaga kebersihan tangan dengan baik dapat mencegah penularan mikroorganisme dan menurunkan frekuensi infeksi nosokomial (Boyee 1999; Larson 1995).

Masalah yang selalu timbul adalah bagaimana membuat petugas kesehatan patuh pada praktek mencuci tangan yang telah direkomendasikan. Meskipun sulit untuk merubah kebiasaan mengenai hal ini, ada beberapa cara yang dapat meningkatkan keberhasilan, seperti :

 Menyebarluaskan panduan terbaru mengenai praktek menjaga kebersihan tangan dimana tercantum, bukti mengenai efektifitasnya dalam mencegah penyakit dan perlunya petugas kesehatan untuk mengikuti panduan tersebut.  Melibatkan pimpinan / pengelola rumah sakit dalam diseminasi dan penerapan pedoman kebersihan tangan.

 Menggunakan teknik pendidikan yang efektif, termasuk role model (khususnya supervisor), mentoring, monitoring, dan umpan balik positif.

 Menggunakan pendekatan kinerja yang ditargetkan ke semua petuga s kesehatan, bukan hanya doker dan perawat saja, untuk meningkatkan kepatuhan.  Mempertimbangkan kenyamanan petugas dan pilihan yang efektif untuk menjaga kebersihan tangan sehingga membuat petugas lebih mudah mematuhinya.

Selain itu salah satu cara untuk meningkatkan kepatuhan adalah dengan menyediakan botol kecil handrup antiseptik untuk setiap petugas. Pengembangan produk dimulai dari observasi bahwa teknik pencucian tangan yang tidak layak serta rendahnya kepatuhan akan menjadikan tidak efektifnya rekomendasi untuk menjaga kebersihan tangan. Pemakaian handrup antiseptik yang murah dengan pembuatannya yang mudah dapat meminimalisasi banyak faktor yang menghambat penerapan panduanyang telah direkomendasikan. Sebagai tambahan, handrup lebih efektif dibanding mencuci tangan dengan sabun biasa / sabun antiseptik karena dapat disediakan di berbagai tempat sesuai jumlah yang dibutuhkan, tidak memerlukan sumber air, waktu lebih singkat dan kurang menimbulkan iritasi kulit (tidak kering, pecah-pecah atau merekah). Dengan demikian, handrup antiseptik dapat menggantikan proses cucic tangan dengan sabun dan air sebagai prosedur utama untuk meningkatkan kepatuhan (Larson et al, 2000; Pittet et al, 2000). Penyediaan handrup bagi petugas tanpa disertai pelatihan dan motivasi yang berkesinambungan tidak akan meningkatkan praktik kebersihan tangan untuk jangka panjang. Tidak cukup dengan hanya menyediakan dispenser handrup antiseptik (Muto dkk 2000).

Cara kedua adalah menganjurkan para petugas menggunakan produk perawatan tangan (losion pelembab dan cream) untuk membantu mencegah iritasi

(14)

kulit dan dermatitis kontak yang berhubungan dengan seringnya mencuci tangan, terutama dengan sabun dan deterjen yang mengandung agen antiseptik. Tidak hanya petugas menjadi puas akan hasilnya, namun yang terpenting, pada penelitian oleh McCormick et al. (2000), kondisi kulit yang lebih baik karena penggunaan losion tangan menghasilkan 50 % peningkatan frekuensi pencucian tangan!

Meskipun meningkatkan kepatuhan untuk menjaga kebersihan tangan dengan panduan sulit, sejumlah program dan institusi mulai mencapai keberhasilan. Kunci keberhasilan berasal dari berbagai intervensi yang melibatkan perubahan perilaku, pendidikan kreatif, monitoring dan evaluasi, dan lebih penting adalah keterlibatan supervisor sebagai role model serta dukungan pimpinan.

HAL – HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM MENJAGA KEBERSIHAN TANGAN

Jari Tangan

Penelitian membuktikan bahwa daerah di bawah kuku (ruang subungual) mengandung jumlah mikroba tertinggi (McGinley, Larson dan Leydon, 1988). Beberapa penelitian baru-baru ini telah memperlihatkan kuku yang panjang dapat berperan sebagai reservoar untuk bekteri Gram negatif (P. aeruginosa), jamur dan patogen lain (Hedderwick et. Al 2000). Kuku panjang, baik alami maupun buatan, lebih mudah melubangi sarung tangan (Olsen et. Al, 1993). Oleh karena itu, kuku harus dijaga tetap pendek, tidak lebih dari 3 mm melebihi ujung jari.

Kuku Buatan

 Kuku buatan (pembungkus kuku, ujung kuku, pemanjang akrilik) yang dipakai oleh petugas kesehatan dapat berperan dalam infeksi nosokomial (Hedderwick et. Al, 2000). Selain itu, telah terbukti bahwa kuku buatan dapat berpean sebagai reservoar untuk bakteri Gram negatif, pemakaiannya oleh petugas kesehatan harus dilarang.

Cat Kuku

Penggunaan cat kuku saat bertugas tidak diperkenankan. Perhiasan

(15)

BAB IV

PANDUAN PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI ALAT PELINDUNG DIRI

Pelindung barrier, yang secara umum disebut sebagai alat pelindung diri (APD), telah digunakan selama bertahun-tahun untuk melindungi pasien dari mikroorganisme yang ada pada petugas kesehatan. Namun dengan munculnya AIDS dan hepatitis C, serta meningkatnya kembali tuberkulosis di banyak negara, pemakaian APD menjadi juga sangat penting untuk melindungi petugas. Dengan munculnya infeksi baru seperti flu burung, SARS dan penyakit infeksi lainnya nanti (Emerging Infectious Diseases), pemakaian APD yang tepat dan benar menjadi semakin penting.

Agar menjadi efektif, APD harus digunakan secara benar. Misalnya, gaun dan duk telah terbukti dapat mencegah infeksi luka hanya bila dalam keadaan kering. Sedangkan dalam keadaan basah, kain bereaksi sebagai spons yang menarik bakteri dari kulit atau peralatan melalui bahan kain sehingga dapat mengkontaminasi luka operasi.

Gambar 4-1. Transfer bakteri melalui kain

Sebagai konsekuensinya, pengelola rumah sakit, penyedia dan para petugas kesehatan harus mengetahui tidak hanya kegunaan dan keterbatasan dari APD tertentu, juga peran APD sesungguhnya dalam mencegah penyakit infeksi sehingga dapat digunakan secara efektif dan efisien.

APA YANG DIMAKSUD DENGAN ALAT PELINDUNG DIRI

Alat pelindung diri mencakup sarung tangan, masker, alat pelindung mata (pelindung wajah dan kaca mata), topi, gaun, apron dan pelindung lainnya. Di banyak negara, topi, masker, gaun dan duk sering terbuat dari kain atau kertas, namun pelindung paling baik adalah yang terbuat dari bahan yang diolah atau bahan sintetik yang tidak tembus air atau cairan lain (darah atau cairan tubuh). Bahan yang tahan cairan ini tidak banyak tersedia karena harganya mahal. Di banyak negara, kain katun ringan (dengan jumlah benang 140 mcipersegi) adalah bahan yang paling umum digunakan untuk pakaian bedah (masker, topi dan gaun) serta duk. Sayangnya, katun yang ringan tersebut tidak merupakan penghalang yang efektif. Karena cairan dapat tembus dengan mudah sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi. Denim, kanvas dan bahan berat lainnya, di sisi lain. Terlalu tebal untuk tembus oleh uap air pada waktu pengukusan sehingga tidak dapat disterilkan, sulit dicuci dan memerlukan waktu terlalu lama untuk kering, sebaiknya bahan kain yang digunakan berwarna putih atau terang agar kotoran dan kontaminasi dapat terlihat dengan mudah. Topi atau masker yang terbuat dari kertas tidak boleh digunakan ulang karena tidak ada cara untuk membersihkannya dengan baik. Jika tidak dapat dicuci, jangan digunakan lagi!

JENIS-JENIS ALAT PELINDUNG

1. Sarung Tangan : melindungi tangan dari bahan yang dapat menularkan penyakit dan melindungi pasien dari mikroorganisme yang berada di tangan petugas kesehatan. Sarung tangan merupakan penghalang (barrier) fisik paling

(16)

penting untuk mencegah penyebaran infeksi. Sarung tangan harus diganti antara setiap kontak dengan satu pasien ke pasien lainnya, untuk menghindari kontaminasi silang (lihat halaman 5-2 sampai 5-5 untuk informasi lebih lanjut mengenai sarung tangan).

Ingat : memakai sarung tangan tidak dapat menggantikan tindakan mencuci tangan atau pemakaian antiseptik yang digosokkan pada tangan.

Penggunaan sarung tangan dan kebersihantangan, merupakan komponen kunci dalam meminimalkan penyebaran penyakit dan mempertahankan suatu lingkungan bebas infeksi (Garner dan Favero 1986). Selain itu, pemahaman mengenai kapan sarung tangan steril atau disinfeksi tingkat tinggi diperlukan dan kapan sarung tangan tidak perlu digunakan, penting untuk diketahui agar dapat menghemat biaya dengan setiap menjaa keamanan pasien dan petugas.

KAPAN PEMAKAIAN SARUNG TANGAN DIPERLUKAN

Meskipun efektifitas pemakaian sarung tangan dalam mencegah kontaminasi dari petugas kesehatan telah terbukti berulang kali (Tenorio et. al, 2001) tetapi pemakaian sarung tangan tidak menggantikan kebutuhan untuk mencuci tangan. Sebab sarung tangan bedah lateks dengan kualitas terbaik sekalipun, mungkin mengalami kerusakan kecil yang tidak terlihat, sarung tangan mungkin robek pada saat digunakan atau tangan terkontaminasi pada saat melepas sarung tangam (bagg, Jenkins dan Barker 1990, Davis 2001).

Ingatlah untuk : mencuci tangan atau menggunakan antiseptik xair yang digosokkan di tangan sebelum memakai sarung dan setelah melepas sarung tangan.

Tergantung keadaan, sarung tangan periksa atau serbaguna bersih harus digunakan oleh semua petugas ketika :

 Ada kemungkinan kontak dengan darah atau cairan tubuh lain, membran mukosa atau kulit yang terlepas.

 Melakukan prosedur medis yang bersifat invasif misalnya memasukkan sesuatu ke dalam pembuluh darah, seperti memasang infus.

 Menangani bahan-bahan bekas pakai yang telah terkontaminasi atau menyentuh permukaan yang tercemar.

 Menerapkan Kewaspadaan Berdasarkan Penularan melalui kontak (yang diperlukan pada kasus penyakit menular melalui kontak yangtelah diketahui atau dicurigai), yang mengharuskan petuga skesehatan menggunakan sarung tangan bersih, tidak steril ketika memasuki ruangan pasien. Petugas kesehatan harus melepaskan sarung tangan dengan air dan sabun atau dengan handrup berbasis alkohol.

Satu pasang sarung tangan harus digunakan untuk setiap pasien, sebagai upaya menghindari kontaminasi silang(CDC 1987). Pemakaian sepasang sarung tangan yang sama atau mencuci tangan yang masih bersarung tangan, ketika berpindah dari satu pasien ke pasien lain atau ketika melakukan perawatan bagian tubuh yang kotor kemudian berpindah ke bagian tubuh yang bersih, bukan merupakan praktek yang aman. Doebbeling dan Colleagues (1988) menemukan bakteri dalam jumlah bermakna pada tangan petugas yang hanya mencuci tangan dalam keadaan masih memakai sarung tangan dan tidak mengganti sarung tangan ketika berpindah dari satu pasien ke pasien lain.

SARUNG TANGAN STERIL atau SATUNG TANGAN DDT Ya

Ya Ya

SARUNG TANGAN BERSIH atau SATUNG TANGAN DDT Tidak

Apakah kontak dengan jaringan bawah kulit?

SARUNG TANGAN RUMAH TANGGA atau SARUNG TANGAN BERSIH Tidak

Apakah kontak dengan pasien?

TANPA

SARUNG TANGAN Tidak

(17)

Bagan alur pemilihan jenis sarung tangan

HAL YANG HARUS DILAKUKAN BILA PERSEDIAAN SARUNG TANGAN TERBATAS

Bila sumber daya terbatas dan julah sarung tangan diperiksa tidak memadai sarung tangan, sarung tangan bedah sekali pakai (disposable) yang sudah digunakan dapat diproses ulang dengan cara :

 Dekontaminasi dengan merendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.

 Dicuci dan bilas, serta dikeringkan.

 Sterilkan dengan menggunakan autoklaf atau disinfeksi tingkat tinggi (dengan dikukus).1

Jangan memproses ulang sarung tangan yang retak, mengelupas atau memiliki lubang atau robekan yang dapat terdeteksi (Bagg, Jenkins dan Barker 1990).

Bila sarung tangan rumah tangga tidak tersedia, gunakan dua lapis sarung tangan periksa atau sarung tangan bedah yang telah diproses untuk memberikan perlindungan yang cukup bagi petugas kebersihan, petugas laundry, pekarya serta petugas yang menangani dan membuang limbah medis.

HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN PADA PEMAKAIAN SARUNG TANGAN

 Gunakan sarung tangan dengan ukuran yang sesuai, khususnya untuk sarung tangan bedah. Sarung tangan yang tidak sesuai dengan ukuran tangan dapat mengganggu ketrampilan dan mudak robek.

 Jaga agar kuku selalu pendek untuk menurunkan risiko sarung tangan robek.

 Tarik sarung tangan ke atas manset gaun (jika Anda memakainya) untuk melindungi pergelangan tangan.

 Gunakan pelembab yang larut dalam air (tidak mengandung lemak) untuk mencegah kulit tangan kering atau berkerut.

 Jangan gunakan lotion atau krim berbasis minyak, karena akan merusak sarung tangan bedah maupun sarung tangan periksa dari lateks.  Jangan menggunakan cairan pelembabyang mengandung parfum karena dapat menyebabkan iritasi pada kulit.

 Jangan menyimpan sarung tangan di tempat dengan suhu yang terlalu panas atau terlalu dingin misalnya di bawah sinar matahari langsung, di dekat pemanas AC, cahaya ultraviolet, cahaya fluoresen atau mesin rontgen, karena dapat merusak bahan sarung tangan sehingga mengurangi efektifitasnya sebagai pelindung.

1Dahulu perebusan telah direkomendasikan sebagai cara untuk disinfeksi tingkat tinggi sarung tangan bedah. Namun sulit untuk mengeringkan sarung tangan tanpa mengkontaminasinya. Karena

pengukusan lebih mudah dilakukan dan sama-sama efektif, maka cara ini yang sekarang direkomendasikan untuk disinfeksi tingkat tinggi sarung tangan bedah.

(18)

REAKSI ALERGI TERHADAP SARUNG TANGAN

Reaksi alergi terhadap sarung tangan semakin banyak dilaporkan oleh berbagai petugas di fasilitas kesehatan, termasuk bagian rumah tangga, petugas laboratorium dan dokter gigi. Jika memungkinkan, sarung tangan bebas lateks (nitril) atau sarung tangan lateks rendah alergen harus digunakan, jika dicurigai terjadi alergi (reaksi alergi terhadap nitril juga terjadi, tetapi lebih jarang). Selain itu, pemakaian sarung tangan bebas bedak juga direkomendasikan . Sarung tangan dengan bedak dapat menyebabkan reaksi lebih banyak, karena bedak pada sarung tangan membawa partikel lateks ke udara, Jika hal ini tidak memungkinkan, pemakaian sarung tangan kain atau vinil di bawah sarung tangan lateks dapat membantu mencegah sensitisasi kulit. Meskipun demikian, tindakan ini tidak akan dapat mencegah sesnsitisasi pada membran mukosa mata dan hidung. (Garner dan HICPAC 1996).

Pada sebagian besar orang yang sensitif, gejala yang muncul dalah warna merah pada kulit, hidung berair dan gatal-gatal pada mata, yang mungkin berulang atau semakin parah misalnya menyebabkan gangguan pernafasan seperti asma. Reaksi asma. Reaksi alergi terhadap lateks dapat muncul dalam waktu 1 bulan pemakaian. Tetapi pada umumnya reaksi baru terjadi setelah pemakaian yang lebih lama, sekitar 3-5 tahun, bahkan sampai 15 tahun (Baumann 1992), meskipun pada orang yang rentan. Belum ada terapi atau desensitisasi untuk mengatasi alergi lateks, satu-satunya pilihan adalah menghindari kontak.

2. MASKER : harus cukup besar untuk menutupi hidung, mulut, bagian bawah dagu, dan rambut pada wajah (jenggot). Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas kesehatan atau petugas bedah berbicara, batuk atau bersin serta untuk mencegah percikan daran atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut petuga skesehatan. Bila masker tidak terbuat dari bahan tahan cairan, maka masker tersebut tidak efektif untuk mnencegah kedua hal tersebut. Masker yang ada, terbuat dari berbagai bahan, seperti katun ringan, kain kasa, kertas dan bahan sintetik yang beberapa diantaranya tahan cairan. Masker yang terbuat dari katun atau kertas sangat nyaman tetapi tidak dapat menahan cairan atau efektif sebagai filter. Masker yang dibuat daribahan sintetik dapat memberikan perlindungan dari tetesan partikel berukuran besar (5 µm) yang tersebar melalui batuk atau bersin ke orang yang berada di dekat pasien (kurang dari 1 meter). Namun masker bedah terbaik sekalipun tidak dirancang untuk benar-benar menutup pas secara erat (menempel sepenuhnya pada wajah) sehingga mencegah kebocoran udara pada bagian tepinya. Dengan demikian, masker tidak dapat secara efektif menyaring udara yang dihisap (Chen dan Welleke 1992) dan btidak dapat direkomendasikan untuk tujuan tersebut.

Ketika melepas masker, pegang bagian talinya karena bagian tengah masker merupakan bagian yang paling banyak terkontaminasi (Rothrock, McEwen dan Smith, 2003).

Pada perawatan pasien yang telah diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui udara atau droplet, masker yang digunakan harus dapat mencegah partikel mencapai membran mukosa dari petugas kesehatan.

Masker dengan efisiensi tinggi merupakan jenis masker khusus yang direkomendasikan, bila penyaringan udara dianggap penting misalnya pada perawatan seseorang yang telah diketahui dan diccurigai menderita flu burung atau SARS. Masker dengan efisiensi tinggi misalnya N95 melindungi dari partikel dengan ukuran < 5 mikron yang dibawa oleh udara.

Pelindung ini terdiri dari banyak lapisan bahan penyaring yang harus dapat menempel dengan erat pada wajah tanpa ada kebocoran. Di lain pihak pelindung ini juga lebih mengganggu pernafasan dan lebih mahaldari pada masker bedah. Sebelum petugas memakai masker N95 perlu dilakukan fit test pada setiap pemakaiannya.

(19)

Ketika sedang meawat pasien yang telah diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui airborne maupun droplet seperti misalnya flu burung atau SARS, petugas kesehatan harus menggunakan masker efisiensi tinggi. Pelindung ini merupakan perangkat N-95 yang telah dispesifikasi oleh US National Institute for Occupational Safety dan Health (NIOSH), disetujui oleh European CE, atau standard nasional / regional yang sebanding dengan standar tersebut dari negara yang memproduksinya. Masker efisiensi tinggi dengan tingkat defisiensi dapat juga digunakan. Masker efisiensi tinggi, khususnya N-95, harus diuji pengepasannya (fit test) untuk menjamin bahwa perangkat tersebut pas dengan benar pada wajah pemakainya.

Gambar 4-3. Masker Efisiensi Tinggi N-95 Pemakaian Masker Efisiensi Tinggi

Petugas Kesehatan harus :

 Memeriksa sisi masker yang menempel pada wajah untuk melihat apakah lapisan utuh dan tidak cacat, jika bahan penyaring rusak, atau kotor, buang masker tersebut. Selain itu, masker yang ada keretakan, terkikis, terpotong atau terlipat pada sisi dalam masker, juga tidak dapat digunakan.  Memeriksa tali-tali masker untuk memastikan tidak terpotong atau rusak. Tali harus menempel dengan baik di semua titik sambungan.

 Memastikan bahwa klip hidup yang terbuat darilogam (jika ada) berada pada tempatnya dan berfungsi dengan baik.

Fit Test untuk masker efisiensi tinggi

Fungsi masker akan terganggu atau tidak efektif , jika masker tidak dapat melekat secara sempurna pada wajah, seperti pada keadaan di bawah ini :

 Adanya janggunt, cambang atau rambut yang tumbuh pada wajah bagian bawah atau adanya gagang kacamata.

 Ketiadaan satu atau dua gigi pada kedua sisi dapat mempengaruhi perlekatan bagian wajah masker.

 Apabila klip hidung dari logam dipencet atau dijepit, karena akan menyebabkan kebocoran. Ratakan klip tersebut di atas hidung setelah Anda memasang masker, menggunakan kedua telunjuk dengan cara dan menyusuri bagian atas masker.

Jika mungkin, dianjurkan fit test dilakukan setiap saat sebelum memakai efesiensi tinggi.

Kewaspadaan

Beberapa masker mengandung komponen lateks dan tidak bisa digunakan oleh individu yang alergi terhadap lateks. Petugas harus diberi cukup waktu untuk menggunakan dan mengepaskan masker denganbaik sebelum bertemu dengan pasien.

3. ALAT PELINDUNG MATA melindungi petugas dari percikan darahatau cairan tubuh lain dengan cara melindungi mata. Pelindung mata mencakup kacamata (Goggles) plastik bening, kacamata pengaman, pelindung wajah dan visor. Kacamata koreksi atau kacamata dengan lensa polos juga dapat digunakan, tetapi hanya ditambahkan pelindung pada bagian sisi mata. Petugas kesehatan harus menggunakan masker dan pelindung mata atau pelindung wajah, jika melakukan tugas yang memungkinkan adanya percikan cairan secara tidak sengaja ke arah wajah. Bila tidak tersedia pelindung wajah, petugas kesehatan dapat menggunakan kaca mata pelindung atau kacamata biasa serta masker. 4. TOPI digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit dan rambut tidak masuk ke dalam luka selama pembedahan. Topi harus

(20)

cukup besar untuk menutup semua rambut. Meskipun topi dapat memberikan sejumlah perlindungan pada pasien, tetapi tujuan utamanya adalah untuk melindungi pemakainya dari darah atau cairan tubuh yang terpercik atau menyemprot.

5. GAUN PELINDUNG digunakan untuk menutupi atau mengganti pakaian biasa atau seragam lain pada saat merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui droplet / airborne. Pemakaian gaun pelindung terutama adalah untuk melindungi baju dan kulit petugas kesehatan dari sekresi respirasi. Ketika merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular tersebut, petugas kesehatan harus mengenakan gaun pelindung setiap memasuki ruangan untuk merawat pasien karena ada kemungkinan terpercik atau tersemprot darah, cairan tubuh, sekresi atau ekskresi. Pangkal sarung tangan harus menutupi ujung lengan gaun sepenuhnya. Lepasakan gaun sebelum meninggalkan area pasien. Setelah gaun dilepas, pastikan bahwa pakaian dan kulit tidak kontak dengan bagian yang potensial tercermar, lalu cuci tangan segera untuk mencegah berpindahnya organisme.

6. APRON yang terbuat dari karet atau plastik, merupakan penghalang tahan air untuk sepanjang bagian depan tubuh petugas kesehatan (Gambar 5-5). Petugas kesehatan harus mengenakan apron di bawah gaun penutup ketika melakukan perawatan langsung pada pasien, membersihkan pasien, atau melakukan prosedur dimana ada risiko tumpahan darah, cairan tubuh atau sekresi. Hal ini penting jika gaun pelindung tidak tahan air. Apron akan mencegah cairan tubuh pasien mengenai baju dan kulit petugas kesehatan.

7. PELINDUNG KAKI digunakan untuk melindungi kaki dari cedera akibat benda tajam atau benda berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja ke atas kaki. Oleh karena itu, sandal, “sandal jepit” atau sepatu yang terbuat dari bahan lunak (kain) tidak boleh dikenakan. Sepatu boot karet atau sepatu kulit tertutup memberikan lebih banyak perlindungan, tetapi harus dijaga tetap bersih dan bebas kontaminasi darah atau tumpahan cairan rubuh lain. Penutup sepatu tidak diperlukan jika sepatu bersih. Sepatu yang tahan terhadap benda tajam atau kedap air harus tersedia di kamar bedah. Sebuah penelitian menyatakan bahwa penutup sepatui dari kain atau kertas dapat meningkatkan kontaminasi karena memungkinkan darah merembes melalui sepatu dan seringkali digunakan sampai di luar ruang operasi. Kemudian dilepas tanpa sarung tangan sehingga terjadi pencemaran (Summers et al. 1992).

(21)

PEMAKAIAN APD DI SARANA PELAYANAN KESEHATAN BAGAIMANA MENGENAKAN, MENGGUNAKAN DAN MELEPAS APD

Faktor-faktor penting yang harus diperhatikan pada pemakaian APD

 Kenakan APD sebelum kontak dengan pasien, umumnya sebelum memasuki ruangan

 Gunakan dengan hati-hati jangan menyebarkan kontainasi

 Lepas dan buang secara hati-hati ke tempat sampah infeksius yang telah disediakan diruang ganti khusus. Lepas masker diluar ruangan.

 Segera lakukan pencucian tangan Mengenakan APD

Urutan-urutan mengenakan APD 1. Pelindung kaki

2. Apron, Gaun pelindungi dan Topi 3. Masker

4. Kecamatan pelindung wajah 5. Sarung tangan

1. Gaun pelindung

 Tutupi badan sepenuhnya dari leher hingga lutut, lengan hingga bagian pergelangan tangan dan selubungkan ke belekanag punggung

 Ikut di bagian belakang leher dan pinggang 2. Masker

 Eratkan tali atau karet elastis pada bagian tengah kepala dan leher  Paskan klip hidung dari logam fleksibel pada batang hidung 3. Kecamatan atau pelindung wajah

Pasang pada wajah dan mata dan sesuaikan agar pas 4. Sarung tangan

Tarik hingga menutupi bagian pergelangan tangan gaun isolasi Cara Melepas APD

Kecuali masker, lepaskan APD di pintu atau di anteroom. Masker dilepaskan setelah meninggalkan ruangan pasien dan menutup pintunya

Urutan APD

1. Sarung tangan

2. Kacamatan atau pelindung wajah 3. Apron, Gauan pelindung dan Topi 4. Masker

5. Pelindung kaki 1. Sarung tangan

 Ingatlah bahwa bagian luar sarung tangan telah terkontaminasi !  Pegang bagian luar sarung tangan dibawah sarung tangan yang belum dilepas di pergelangan tangan

 Lepaskan sarung tangan di atas sarung tangan pertama  Buang sarung tangan ditempat sampah infeksius 2. Kacamata atau pelindung wajah

 Ingatlah bahwa bagian luar kecamata atau pelindung wajah telah terkontamisasi !

(22)

 Letakkan diwadah yang telah disediakan untuk diproses ulang atau dalam tempat sampah infeksius

3. Gaun pelindung

 Ingatlah bahwa bagian depan gaun dan lengan gaun pelindung telah terkontaminasi !

 Lepas tali

 Tarik dari leher dan bahu dengan memegang bagian dalam gaun pelindung saja

 Balik gaun pelindung

 Lipat atau gulung menjadi gulungan dan letakkan di wadah yang telah disediakan untuk diproses ulang atau buang ditempat sampah infeksius

4. Masker

 Ingatlah bahwa bagian depan masker telah terkontaminasi – JANGAN SENTUH

 Lepaskan tali bagian bawah dan kemudian tali atau karet bagian atas  Buang ke tempat sampah infeksius

(23)

BAB V

PEMROSESAN ALAT DAN LINEN YANG AMAN

Deskripsi : Konsep penting yang akan dipelajari dalam bab ini meliputi cara memproses intrumen yang kotor, sarung tangan, dan alat yang akan dipakai kembali, dekontaminasi dengan larutan klorin 0,5% mengamankan alat-alat kotor yang akan tersentuh dan ditangani; serta emilih dan alasan setiap proses yang digunakan.

LATAR BELAKANG

Untuk menciptakan lingkungan bebas-infeksi, yang terpenting adalah bahwa rasional setiap proses pencegahan infeksi yang dianjurkan dan keterbatasannya dimengerti oleh staf kesehaan pada setiap tingkat, dari petugas pelayanan kesehatan sampai ke petugas pembersihan dan pemeliharaan. Proses pencegahan infeksi dasar yang dianjurkan untuk mengurangi penularan penyakit dari instrumen yang kotor, sarung tangan bedah, dan barang-barang habis pakai lainnya dalah dekontaminasi, pencucian dan pembersihan, sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi (DTT)

Adapun jenis tindakan prosedur bedah, langkah-langkah dalam memroses barang-barang ini sama sebagaimana digambarkan pada Gambar 5-.

Menguapkan dan mendidih kan, untuk waktu yang lama, merendam selama 20 menit dalam disinfektan tingkat tinggi tidak merusakan endospora secara meyakinkan. Staf harus sadar akan keterbatasan DTT.

Sementara masih memakai sarung tangan setelah melakukan pembedahan atau tindakan medis invasif, seorang dokter dan / atau asistennya harus membuang benda-benda yang terkontaminasi (kasa atau katun dan barang terbuang lainnya) dalam kantong plastik atau wadah tertutup yang tahan bocor. Selanjutnya, benda-benda tajam yang akan dibuang (umpamanya skalpel dan jarum jahit) harus ditempatkan di wadah barang tajam. Jika ada peralatan atau barang yang akan dipakai kemali seperti sarung tangan bedah, semprit, dan kanula hsap, baik yang telah dipakai 10 menit dalam disinfektan (umpamanya larutan klorin 0,5%) terlebih dahulu. Langkah ini sangat peting. Terutama jika peralatan atau barang tersebut akan dibersihkan dengan tangan (Nystro 1981). Setelah didekontaminasi, peralatan dan barang yang akan dipakai kembali haruslah dibersihkan dengan sabun dan air, kemudian dibilas lalu dikeringkan. Peralatan bedah dan barang-barang yang akan bersentuhan dengan darah atau jaringan steril dibawah kulit lainnya (ciritcal items), harus dsterilisasi untuk menghancurkan semua mikroorganisme. Termasuk endospora bakterial. (Apabila sterilisasi tidak mungkin dilakukan atau alatnya tidak ada, maka dapat dilakukan DTT dengan didihkan, diuapkan atau diendam dalam larutan disinfektan kimiawi yang merupakan satu-satunya alternatif yang dianjurkan). Peralatan atau barang-barang lain yang hanya menyentuh selaput lendir atau kulit luar yang terluka (semicritical items), cukup dilakukan disinfektan tingkat tinggi (DTT).

(24)

Gambar 5-1 : Dekontaminasi DEKONTAMINASI Rendam dalam larutan klorin 0,5%

10 menit

KESELURUHAN DICUCI DAN DIBILAS Pakai sarung tangan dan pelindung lain

(kacamata, visors, atau goggles)

Cara yang diinginkan Cara yang bisa diterima

STERILISASI DISINFEKTSI TINGKAT TINGGI (DTT)

DINGINKAN (Pakai segera / simpan)

DEFINISI

 Dekontaminasi : Proses yang membuat benda mati lebih aman untuk ditangani oleh petugas sebelum dibersihkan (umpamanya menginaktivasi HBV, HBC, dan HIV) dan mengurangi, tidak menghilangkan, Jumlah mikroorganisme yang mengontaminasi

 Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) : Proses menghilangkan semua mikroorganisme, kecuali beberap endospora bakterial dari objek, dengan merebus, menguapkan atau memakai disindektan kimiawi.

 Pembersihan : Proses yang secara fisik membuang semua debu yang tampak, kotoran darah, atau cairan tubuh lainnya dari benda mati ataupun membuang sejumlah mikroorganisme untuk mengurangi risiko bagi mereka yang menyntuh kulit atau menangani objek tersebut. Proses ini terdiri dari mencuci sepenuhnya dengan sabun atau deterjen dan air, membilas dengan air bersih, dan mengeringkan.

 Sterilisasi : Proses menghilangkan semua mikroorganisme (bakteri, virus, fungsi dan parasit) termasuk endospora bakterial dari benda mati dengan uap tekanan tinggi (otoklaf), panas kering (oven), sterilan kimiawi, atau radiasi. Radiasi Kimiawi rendam 10 – 24 Jam Ototaklaf 106 k/pa tekanan (15 lbs/m2 121o C (250oF) 20 menit tidak dibungkus 30 menit dibungkus Panaska n 170oC 60 menit Didihkan / semprot uap tutup 20 menit Kimiawi rendam 20 menit

(25)

Setiap benda, baik peralatan metal yang kotor maupun sarung tangan, memerlukan penanganan dan pemrosesan khusus agar :

 Mengurangi risiko perlukaan aksi dental atau terpapar darah atau duh tubuh terhadap petugas pembersih dan rumah tangga,

 Memberikan hasil akhir berkualitas tinggi (umpamanya peralatan atau benda lain yang steril yang disinfeksi tingkat tinggi (DTT)

 Panduan khusus untuk memroses intrumen, sarung tangan bedah, peralatan dan barang lainnya yang digunakan untuk pelayanan perawatan kesehatan diikhtisarkan pada LAMPIRAN D. Dalam lampiran ini, kolom pertama menguraikan barang-barang yang diproses. Dua kolom berikutnya menguraikan bagaimana mendekontaminasi dan membersihkan setiap barang, sedangkan di dua kolom terakhir persyaratan untuk mensterilkan atau men-DTT barang itu, apabila perlu dipresentasikan.

RUJUKAN

 Nystrom B. Desinfection of surgical instruments. J Josp In Fect. 2 (4) : 363 – 368

 Tietjen LG, W. Cronin and N Meln tosh. 1992. Processing intrument, gloves and other items, In Infection Prevention Guidelines for Family Planning Programs. EMS Inc. Durant, OK, pp 29 – 43

(26)

BAB VI

PENGELOLAAN SAMPAH DI FASILITAS

DESKRIPSI : pada akhir sesi diharapkan peserta akan dapat memahami tujuan pengelolaan sampah, metode yang digunakan untuk mengelola sampah terkontaminasi dan tidak terkonterimnasi, membuat dan menggunakan insinerator dan tempat penguburan sampah yang sederhana serta murah masalah-masalah pada pengembang sampah pada fasilitas pelayanan kesehatan.

LATAR BELAKANG

Sampah dari rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan dapat berupa yang telah terkontaminasi (secara potensial sangat berbahaya) atau tidak terkontaminasi. Sekitar 85% sampah umum yang dihasilkan dari rumah sakit dan klinik tidak terkontaminasi dan tidak berbahaya bagi petugas yang menangani. Semua sampah yang tidak terkontaminasi seperti kertas, kotak, botol, wadah plastik, dan makanan dapat dibuang dengan metode biasa atau dikirim ke Dinas Pembuangan Sampah setempat atau tempat pembuangan sampah umum (CDC 1985, Rutala 1993).

Sedangkan sampah terkontaminasi (biasanya membawa mikroorganisme), jika tidak dikelola secara benar akan dapat menular pada petugas yang menyentuh sampah tersebut termasuk masyarakat pada umumnya. Sampah terkontaminasi meliputi darah, nanah, urin, tinja, juaringan tubuh lain, dan bahan lain bukan dari tubuh seperti bekas pembalut, luka, kasa, kapas dllnya. (Sampah dari kamar operasi seperti jaringan, darah, kasa, kapas, dll dan dari laboratoium seperti darah, tinja, dahak, urin, biakan mikrobiologi harus dianggap terkontaminasi). Alat-alat yang dapat melukai misalnya jarum, pisau yang dapat menularkan penyakit-penyakit seperti hepatitis B, hepatitis C, AIDS juga digolongkan sebagai sampah terkontaminasi.

Sampah lain yang tidak membawa mikroorganisme, tetapi digolongkan berbahaya karena mempunyai potensi berbahaya pada lingkungan meliputi :

 Bahan-bahan kimia atau farmasi (misalnya kaleng bekas, botol atau kotak yang mengandung obat kadaluwarsa, vaksin, reagen disinfektan seperti formadehid, glutaraldehid, bahan-bahan organik seperti aseton dan kloroform.  Sampah sitooksik (misalnya obat-obat untuk kemoterapi)

 Sampah yang mengandung logam berat (misalnya air raksa dari termometer yang pecah, tensimeter, bahan-bahan bekas gigi, dan kadamium dari baterai yang dibuang).

 Wadah bekas berisi gas dan tidak didaur ulang (misalnya kaleng penyembur) yang berbahaya dan dapat meledak apabila dibakar.

DEFINISI

 Bahan berbahaya. Setiap unsur, peralatan, bahan atau proses yang mampu atau berpotensi menyebabkan kerusakan.

 Benda-benda tajam. Jarum suntuk, jarum jahit bedah, pisau, skalpel, gunting benang kawat, pecahan kaca dan benda yang dapat menusuk atau melukai.

 Enkapsulasi. Pengisian wadah benda tajam yang telah ¾ penuh dngan semen atau tanah liat, yang setelah kering, dapat dimanfaatkan untuk menambah gundukan tanah pada bagian yang rendah.

 Insinerasi. Pembakaran sampah padat, cair, atau gas mudah terbakar (dapat dibakar) yang terkontrol untuk menghasilkan gas dan sisa yang tidak atau tinggal sedikit mengandung bahan mudah terbakar.

 Kebersihan perataan tanah. Metode rekaya teknik pembuangan sampah padat di atas tanah sedemikian rupa sehingga dapat melindungi lingkungan (misalnya meratakan sampah dalam lapisan tipis, dipadatkan dalam jumlah-jumlah kecil dan ditutupi dengan tanah setiap hari setelah waktu kerja).

 Kontaminasi. Keadaan yang secara potensial atau telah terjadi kontak dengan mikroorganisme. Seringkali digunakan dalam pelayanan kesehatan. Istilah

Gambar

Gambar   1.3.   Manajemen   kasus   :   Pencegahan   Infeksi   Awal   dan   Kontrol Tindakan Pencegahan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Gambar 5-1 : Dekontaminasi  DEKONTAMINASI  Rendam dalam larutan klorin 0,5%

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembinaan tahsin qiraah al- Quran berbasis PAIKEM pada mahasiswa FAI-UMI sangat efektif berdasarkan

Lebih jauh Reeves (2010) menjelaskan bahwa untuk lebih memperbaiki pembelajaran melalui penilaian dapat dilakukan melalui: (1) guru mengeidentifikasi

No Name DATE OF MOBILIZATION Position Person Numbe r Month s Unit... Amount (Rp.) AMANDMENT

Banyaknya Penduduk Pergi dan Mati Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Galur 2008 Number of Outmigration and Death Population by Sex in Galur Sub-district 2008 --- 25. Tabel /Table :

Sample Pesan Sample Media Status Embedding Ukuran steganofile Status extraction Kualitas suara steganofile 2 3 Berhasil Tidak berubah Berhasil Kurang baik,

Sesuai dengan uraian sebagaimana dikemukakan sebelumnya pada latar belakang dan identifikasi masalah, maka penulisan tesis ini dibatasi hanya pada masalah-masalah

Segala puji bagi Alloh S.W.T yang telah meletakkan pada tulisan-tulisan huruf berbagai macam rahasia yang tidak ada bandingannya ,dan yang telah menyusun berbagai

Gejala klinis yang ditunjukkan udang vaname (L. vannamei) sampel dan udang vaname (L. vannamei) yang diinfeksi oleh 5 bakteri berbeda pada uji Postulat Koch mengakibatkan gejala