• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis transfer pricing BAB 1-3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis transfer pricing BAB 1-3"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

KURS TERHADAP KEPUTUSAN TRANSFER PRICING PADA

PERUSAHAAN MANUFAKTUR

PROPOSAL PENELITIAN

Disusun untuk Memenuhi Syarat Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Metodologi Penelitian

CHANDRA SETIAWAN D.S.

NIM: 121310058

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNG

MALANG

(2)

i

(3)

ii DAFTAR RUMUS ... i DAFTAR ISI ... ii BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 6 1.3 Tujuan Penelitian ... 7 1.4 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 9

2.1 Agency Teory ... 9 2.2 Pajak ... 11 2.2.1 Definisi Pajak ... 11 2.2.2 Fungsi Pajak ... 12 2.2.3 Pajak Penghasilan (PPh) ... 14 2.3 Kepemilikan Asing... 15 2.4 Tunneling Incentive ... 15 2.5 Mekanisme Bonus ... 16 2.6 Debt Covenant ... 17 2.7 Ukuran Perusahaan... 18

2.8 Nilai Tukar Kurs ... 19

2.9 Transfer Pricing ... 19

2.9.1 Definisi Transfer Pricing ... 19

2.9.2 Tujuan Transfer Pricing ... 20

2.10 Penelitian Terdahulu ... 21

2.11 Pengembangan Hipotesis ... 24

2.11.1 Pengaruh Pajak Terhadap Keputusan Transfer Pricing ... 24

2.11.2 Pengaruh Kepemilikan Asing Terhadap Keputusan Transfer Pricing .. 25

2.11.3 Pengaruh Tunneling Incentive Terhadap Keputusan Transfer Pricing . 26 2.11.4 Pengaruh Mekanisme Bonus Terhadap Keputusan Transfer Pricing ... 27

(4)

iii

2.10 Rerangka Pikir ... 31

BAB III METODA PENELITIAN ... 32

3.1 Jenis Penelitian ... 32

3.2 Populasi dan Sampel ... 32

3.3 Jenis dan Sumber Data ... 34

3.4 Metoda Pengumpulan Data ... 34

3.5 Variabel Penelitian ... 35

3.6 Teknik Analisis Data ... 37

3.6.1 Analisis Statistik Deskriptif ... 38

3.6.2 Uji Asumsi Klasik ... 38

3.6.2.1 Uji Normalitas ... 38

3.6.2.2 Uji Multikolinearitas ... 40

3.6.2.3 Uji Heteroskedastisitas ... 41

3.6.2.4 Uji Autokolerasi... 42

3.6.3 Analisis Linear Berganda ... 43

3.6.4 Pengujian Hipotesis ... 44

3.6.4.1 Uji Signifikan F (Simultan) ... 44

3.6.4.2 Koefisien Determinasi ... 45

3.6.4.3 Koefisien Regresi Sederhana (Uji t) ... 46

3.6.4.4 Koefisien Korelasi Parsial (R2) ... 49

(5)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Globalisasi menyebabkan perekonomian berkembang tanpa mengenal batas negara. Pesat nya perkembangan perekonomian turut merangsang berkembangnya perusahaan multinasional. Dalam perusahaan multinasional terjadi berbagai transaksi internasional antar anggota (divisi), salah satunya adalah penjualan barang atau jasa. Sebagian besar transaksi bisnis tersebut biasanya terjadi di antara perusahaan yang berelasi atau antar perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa. Penentuan harga atas berbagai transaksi antar anggota (divisi) tersebut dikenal dengan sebutan transfer pricing (Mardiasmo, 2008: 1-2).

Transfer pricing yang dilakukan perusahaan multinasional didorong oleh

alasan pajak maupun bukan pajak. Praktik transfer pricing sering kali dilakukan untuk meminimalkan jumlah pajak yang harus dibayar. Beban pajak yang semakin besar memicu perusahaan untuk melakukan transfer

pricing dengan harapan dapat menekan beban pajak tersebut. Transfer pricing

dalam transaksi pernjualan barang atau jasa dilakukan dengan cara memperkecil harga jual antara perusahaan dalam satu grup dan mentransfer laba yang diperoleh kepada perusahaan yang bekedudukan di negara yang menerapkan tarif pajak rendah. Transfer pricing diyakini mengakibatkan berkurang atau hilangnya potensi penerimaan pajak suatu negara karena perusahaan multinasional cenderung menggeser kewajiban perpajakannya

(6)

dari negara-negara yang memiliki tarif pajak tinggi ke negara-negara yang menerapkan tarif pajak rendah (Widyastuti, 2011).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 18 ayat 4 yaitu hubungan istimewa antara Wajib Pajak Badan dapat terjadi karena kepemilikan atau penguasaan modal saham suatu badan oleh badan lainnya sebanyak 25% (dua puluh lima persen) atau lebih, atau antara beberapa badan yang 25% (dua puluh lima persen) atau lebih sahamnya dimiliki oleh suatu badan. Hubungan istimewa dapat mengakibatkan ketidakwajaran harga, biaya, atau imbalan lain yang direalisasikan dalam suatu transaksi usaha. Secara universal transaksi antarwajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa tersebut dikenal dengan istilah transfer pricing. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya pengalihan penghasilan, dasar pengenaan pajak atau biaya dari satu wajib pajak kepada wajib pajak lain yang dapat direkayasa untuk menekan keseluruhan jumlah pajak terutang atas wajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa tersebut.

Selain alasan pajak, praktik transfer pricing pun dapat dipengaruhi oleh non pajak seperti kepemilikan asing, tunneling incentive, mekanisme bonus, ,

debt covenant, ukuran perusahaan dan nilai kurs mata uang. Dalam status

kepemilikan suatu perusahaan, pemegang saham pengendali memiliki keuntungan untuk mengawasi dan memiliki akses informasi yang lebih baik dibanding pemegang saham non pengendali untuk terlibat jauh dalam pengelolaan perusahaan. Pemegang saham menurut PSAK No. 15 adalah entitas yang memiliki saham sebesar 20% atau lebih baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga entitas dianggap memiliki pengaruh

(7)

signifikan dalam pengendalian perusahaan. Pemegang saham pengendali dapat dimiliki oleh seseorang secara individu, pemerintah maupun pihak asing. Pada saat kepemilikian saham yang dimiliki pemegang saham pengendali asing semakin besar, pemegang saham pengendali asing memiliki kendali semakin besar dalam menentukan keputusan dalam perusahaan yang menguntungkan dirinya termasuk kebijakan penentuaan harga maupun jumlah transaksi transfer pricing (Sari, 2012: 162).

Oleh karena pemegang saham pengendali dapat menentukan keputusan dalam perusahaan dengan kata lain dapat mengendalikan manajemen. Ini mengakibatkan pemegang saham pengendali dapat membuat keputusan yang menguntungkan bagi dirinya sendiri, tanpa memperdulikan adanya kepentingan lainnya pada pemegang saham minoritas. Hal ini dapat mendorong pemegang saham pengendali untuk melakukan tunneling yang merugikan pemegang saham minoritas (Claessens, et al. 2002). Contoh

tunneling adalah tidak membagikan dividen, menjual aset atau sekuritas dari

perusahaan yang dikendalikan ke perusahaan lain yang dimiliki dengan harga dibawah harga pasar dan melakukan penghematan pajak yaitu transfer pricing untuk tunneling keuntungan ke perusahaan yang dimiliki.

Keputusan untuk melakukan transfer pricing juga dipengaruhi oleh mekanisme bonus. Menurut Purwanti (2010), bonus merupakan penghargaan yang diberikan oleh RUPS kepada anggota Direksi apabila perusahaan memperoleh laba. Sistem pemberian bonus ini akan memberikan pengaruh terhadap manajemen untuk merekayasa laba. Manajer akan cenderung melakukan tindakan yang mengatur laba bersih untuk dapat memaksimalkan

(8)

bonus yang akan mereka terima. Termasuk dengan cara melakukan transfer

pricing.

Faktor debt covenant dapat mempengaruhi terjadinya transfer pricing. Sesuai dengan the debt covenant hypothesis perusahaan yang memiliki rasio hutang yang tinggi lebih memilih untuk melakukan kebijakan akuntansi yang membuat laba perusahaan menjadi semakin tinggi. Kecenderungan perusahaan adalah memilih prosedur akuntansi dengan perubahan laba yang dilaporkan dari periode masa depan ke periode masa kini, dan salah satu praktek perubahan laba adalah dengan tranfer pricing.

Ukuran perusahaan merupakan nilai yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan. Ukuran suatu perusahaan dapat diketahui dari total aset perusahaan. Semakin besar jumlah aset perusahaan maka semakin besar pula ukuran perusahaan tersebut (Wijaya dkk, 2009: 82-83). Ukuran perusahaan akan sangat penting bagi investor karena akan berhubungan dengan investasi yang dilakukan (Pujiningsih, 2011: 46). Perusahaan yang memiliki total aset besar menunjukkan bahwa perusahaan memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu yang relatif lebih lama (Rachmawati dan Triatmoko, 2007 dalam Pujiningsih, 2011). Hal tersebut membuat manajer yang memimpin perusahaan besar kurang memiliki dorongan untuk melakukan manajemen laba termasuk dengan melakukan transfer pricing sebab perusahaan yang besar lebih diperhatikan masyarakat sehingga perusahaan besar akan lebih berhati-hati dalam melakukan pelaporan keuangan (Pujiningsih, 2011: 46). Oleh karena itu, semakin besar perusahaan maka volume terjadinya transfer

(9)

Hal lain yang dapat mempengaruhi keputusan perusahaan melakukan

transfer pricing ialah nilai kurs mata uang. Kurs sangat berhubungan erat

dengan perdagangan internasional, karena pada saat transaksi pada perdagangan internasional terjadilah proses nilai tukar kurs. Nilai tukar kurs tersebut mengakibatkan sebuah perusahaan maupun instansi lain harus menerima konsekuensi dari perubahaan nilai kurs yang sangat fluktuatif. Dengan demikian nilai kurs akan mempengaruhi transaksi pihak berelasi dalam melakukan transfer pricing.

Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Yuniasih, Rasmini dan Wirakusuma (2011). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pajak berpengaruh positif terhadap transfer pricing. Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Dynaty, Utama, Rossieta, Veronica (2011) menunjukkan bahwa semakin tinggi hak kendali yang dimiliki pemegang saham pengendali memungkinkan pemegang saham pendendali untuk memerintahkan manajemen melakukan transaksi pihak berelasi yang menguntungkan dirinya. Salah satunya adalah dengan melakukan transfer pricing.

Penelitian yang dilakukan Yuniasih et al., (2011) menemukan tunneling incentive berpengaruh positif pada keputusan perusahaan utuk melakukan transfer pricing. Hal ini dikarenakan transaksi pihak terkait lebih umum digunakan untuk tujuan transfer kekayaan daripada pembayaran dividen karena perusahaan yang terdaftar harus mendistribusikan dividen kepada perusahaan induk dan pemegang saham minoritas lainnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Penelitian yang dilakukan Windahartati, Desmiyawati, dan Julita (2015) menunjukkan bahwa mekanisme bonus

(10)

berpengaruh pada keputusan transfer pricing dan menemukan bahwa terdapat kecenderungan manajemen memanfaatkan transaksi transfer pricing untuk memaksimalkan bonus yang mereka terima jika bonus tersebut didasarkan pada laba. Penelitian yang dilakukan oleh Heru (2014) menunjukkan bahwa

debt covenant berpengaruh positif secara signifikan terhadap transfer pricing.

Purwaningsih (2014) menunjukakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap transfer pricing.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk menganalisis pengaruh pajak, kepemilikan asing, agency cost dan ukuran perusahaan serta nilai kurs mata uang terhadap keputusan transfer pricing.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Apakah pajak berpengaruh terhadap keputusan transfer pricing pada

perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia perioda 2011-2015?

2) Apakah kepemilikan asing berpengaruh terhadap keputusan transfer

pricing pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia perioda 2011-2015?

3) Apakah tunneling incentive berpengaruh terhadap keputusan transfer

pricing pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia perioda 2011-2015?

4) Apakah mekanisme bonus berpengaruh terhadap keputusan transfer

pricing pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

(11)

5) Apakah debt covenant berpengaruh terhadap keputusan transfer pricing pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia perioda 2011-2015?

6) Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap keputusan transfer

pricing pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia perioda 2011-2015?

7) Apakah nilai kurs mata uang berpengaruh terhadap keputusan transfer

pricing pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia perioda 2011-2015?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk menjawab rumusan masalah adalah sebagai berikut.

1) Untuk membuktikan pajak berpengaruh terhadap keputusan transfer

pricing pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia perioda 2011-2015.

2) Untuk membuktikan kepemilikan asing berpengaruh terhadap keputusan

transfer pricing pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia perioda 2011-2015.

3) Untuk membuktikan tunneling incentive berpengaruh terhadap keputusan

transfer pricing pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia perioda 2011-2015.

4) Untuk membuktikan mekanisme bonus berpengaruh terhadap keputusan

transfer pricing pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

(12)

5) Untuk membuktikan debt covenant berpengaruh terhadap keputusan

transfer pricing pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia perioda 2011-2015.

6) Untuk membuktikan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap keputusan

transfer pricing pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia perioda 2011-2015.

7) Untuk membuktikan nilai kurs mata uang berpengaruh terhadap keputusan transfer pricing pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia perioda 2011-2015.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Manfaat Praktis

Memberikan gambaran kepada pemerintah, analis laporan keuangan, manajemen perusahaan, dan investor/kreditor bagaimana pajak, kepemilikan asing, tunneling incentive, mekanisme bonus dan debt

covenant serta nilai kurs mata uang mempengaruhi perusahaan untuk

mengambil keputusan melakukan transfer pricing. 2) Manfaat Teoritis dan Akademis

Menambah pengetahuan bagi perkembangan studi akuntansi dan pajak dengan memberikan gambaran faktor yang mempengaruhi perusahan dalam mengambil keputusan untuk melakukan transfer pricing, khususnya perusahaan manufaktur multinasional di Indonesia dan menambah referensi untuk penelitian di masa yang akan datang.

(13)

9

LANDASAN TEORI

2.1 Agency Teory

Jensen dan Meckling (1976) mengemukakan teori keagenan yang menjelaskan hubungan antara manajemen perusahaan (agen) dan pemegang saham (prinsipal). Dalam hubungan keagenan terdapat suatu kontrak satu orang atau lebih (prinsipal) yang memerintahkan orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal dan memberi wewenang kepada agen untuk membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal. Pihak prinsipal juga dapat membatasi divergensi kepentingannya dengan memberikan tingkat insentif yang layak kepada agen dan bersedia mengeluarkan biaya pengawasan (monitoring cost) untuk mencegah hazard dari agen. Namun, sebaliknya teori keagenan juga dapat mengimplikasikan adanya asimetri informasi. Konflik antarkelompok atau agency conflict merupakan konflik yang timbul antara pemilik, dan manajer perusahaan dimana ada kecenderungan manajer lebih mementingkan tujuan individu daripada tujuan perusahaan.

Menurut Dermawan (2008) dalam Irpan (2010) yang dimaksud dengan teori keagenan adalah suatu teori yang menyebutkan bahwa ada perbedaan kepentingan antara pemilik (pemegang saham), direksi (profesional perusahaan) dan karyawan perusahaan. Kemudian akan menimbulkan pertentangan antara kepentingan individu dengan kepentingan perusahaan.

(14)

Beberapa faktor yang menyebabkan munculnya masalah keagenan (Colgan, 2001), yaitu:

1) Moral Hazard

Hal ini umumnya terjadi pada perusahaan besar (kompleksitas yang tinggi), dimana seorang manajer melakukan kegiatan yang tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun pemberi pinjaman. Manajer dapat melakukan tindakan di luar pengetahuan pemegang saham yang melanggar kontrak dan sebenarnya secara etika atau norma mungkin tidak layak dilakukan.

2) Penahanan Laba (Earnings Retention)

Masalah ini berkisar pada kecenderungan untuk melakukan investasi yang berlebihan oleh pihak manajemen (agen) melalui peningkatan dan pertumbuhan dengan tujuan untuk memperbesar kekuasaan, prestise, atau penghargaan bagi dirinya, namun dapat menghancurkan kesejahteraan pemegang saham.

3) Horison Waktu

Konflik ini muncul sebagai akibat dari kondisi arus kas, dengan mana prinsipal lebih menekankan pada arus kas untuk masa depan yang kondisinya belum pasti, sedangkan manajemen cenderung menekankan kepada hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan mereka.

4) Penghindaran Risiko Manajerial

Masalah ini muncul ketika ada batasan diversifikasi portofolio yang berhubungan dengan pendapatan manajerial atas kinerja yang dicapainya, sehingga manajer akan berusaha meminimalkan risiko saham perusahaan

(15)

dari keputusan investasi yang meningkatkan risikonya. Misalnya manajemen lebih senang dengan pendanaan ekuitas dan berusaha menghindari peminjaman utang, karena mengalami kebangkrutan atau kegagalan.

Dapat disimpulkan bahwa timbulnya masalah-masalah keagenan terjadi karena terdapat pihak-pihak yang memiliki perbedaan kepentingan namun saling bekerja sama dalam pembagian tugas yang berbeda. Konflik keagenan dapat merugikan pihak prinsipal (pemilik) karena pemilik tidak terlibat langsung dalam pengelolaan perusahaan sehingga tidak memiliki akses untuk mendapatkan informasi yang memadai. Selain itu, manajemen selaku agen diberikan wewenang untuk mengelola aktiva perusahaan sehingga mempunyai insentif melakukan transfer pricing dengan tujuan untuk menurunkan pajak yang harus dibayar.

2.2 Pajak

2.2.1 Definisi Pajak

Menurut UU Perpajakan (UU No. 36 Tahun 2008), yang dimaksud dengan pajak adalah:

―Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang – undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar – besarnya kemakmuran rakyat‖ (Primandita, 2011: 4).

Kemudian Prof. Dr. Adriani membahas definisi pajak sebagaimana yang dinyatakan sebagai berikut:

(16)

―Pajak adalah iuran kepada negara yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan – peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan‖ (Waluyo, 2011: 2).

Prof. Dr. M. J. H. Smeets dalam bukunya De Economische Betekenis

der Belastingen, 1951, mendefinisikan pajak sebagai berikut:

―Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma – norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa ada kalanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual; maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah‖ (Suandy, 2011: 9). Jadi dapat disimpulkan bahwa pajak adalah iuran wajib (dapat dipaksakan) yang dibayar berdasarkan undang – undang, tidak mendapat balas jasa secara langsung, dan digunakan untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran Pemerintah.

2.2.2 Fungsi Pajak

Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:

1) Fungsi Anggaran

Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini

(17)

pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.

2) Fungsi Mengatur

Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.

3) Fungsi Stabilitas

Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.

4) Fungsi Redistribusi Pendapatan

Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk

(18)

membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

2.2.3 Pajak Penghasilan (PPh)

Pada pasal 1 UU Pajak Penghasilan, Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh Badan seperti yang dimaksud dalam UU KUP (Jewel, 2012).

Adapun subjek dari PPh Badan yaitu (Jewel, 2012):

1) Wajib Pajak Badan dalam negeri, yaitu badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.

2) Wajib Pajak Badan luar negeri, yaitu badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia, dan atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha melalui BUT di Indonesia.

Yang menjadi objek pajak PPh Badan adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak badan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah

(19)

kekayaan wajib pajak badan yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun (Jewel, 2012).

2.3 Kepemilikan Asing

Dalam Pasal 1 ayat 8 UU Nomor 25 Tahun 2007 menyebutkan bahwa modal asing adalah modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga negara asing dan badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing. Mengacu pada pasal diatas maka dapat disimpulkan bahwa kepemilikan saham asing merupakan proporsi saham biasa perusahaan yang dimiliki oleh perorangan, badan hukum, pemerintah serta bagian-bagiannya yang berstatus luar negeri (Anggraini, 2011).

Entitas asing yang memiliki saham sebesar 20% atau lebih sehingga dianggap memiliki pengaruh signifikan dalam mengendalikan perusahaan disebut sebagai pemegang saham pengendali asing. Pemegang saham pengendali asing dalam perusahaan yang struktur kepemilikannya terkonsentrasi akan lebih mementingkan kesejahteraannya (Jatiningrum & Rofiqoh, 2004).

2.4 Tunneling Incentive

Tunneling merupakan perilaku manajemen atau pemegang saham

mayoritas yang mentransfer aset dan profit perusahaan untuk kepentingan mereka sendiri, namun biaya dibebankan kepada pemegang saham minoritas (Mutamimah, 2009). Kemudian menurut Johnson (2000). Tunneling is defined

(20)

controlling shareholders. Yaitu berupa transfer aset dan laba perusahaan

untuk keuntungan dari pemilik mayoritas (controlling).

Jadi dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan tunneling incentive adalah suatu tindakan mentransfer aset dan laba perusahaan yang dilakukan pemegang saham mayoritas demi keuntungan mereka sendiri, tetapi biaya yang dikeluarkan untuk melakukan tindakan tersebut dibebankan kepada pemegang saham minoritas.

2.5 Mekanisme Bonus

Menurut Suryatiningsih et al (2009), mekanisme bonus adalah komponen penghitungan besarnya jumlah bonus yang diberikan oleh pemilik perusahaan atau para pemegang saham melalui RUPS kepada anggota direksi yang dianggap mempunyai kinerja baik. Irpan (2010), juga menyebutkan bahwa mekanisme bonus dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian imbalain diluar gaji kepada direksi perusahaan atas hasil kerja yang dilakukan. Prestasi kerja tersebut dapat dinilai dan diukur berdasarkan suatu penilaian yang telah ditentukan perusahaan secara objektif. Menurut Horngren (2008: 428), kompensasi bonus dilihat berdasarkan tim bervariasi di berbagai divisi dalam satu organisasi. Sebagai tim perusahaan maka harus bersedia untuk saling membantu. Jadi bonus direksi tidak didasarkan pada laba subunit namun berdasarkan pada kebaikan dan laba perusahaan secara keseluruhan.

Mengingat bahwa pemberian bonus didasarkan pada besarnya laba, maka adalah logis jika direksi berusaha melakukan tindakan mengatur dan memanipulasi laba demi memaksimalkan bonus yang mereka terima. Jadi, dapat disimpulkan bahwa mekanisme bonus merupakan salah satu strategi

(21)

atau motif perhitungan dalam akuntansi yang tujuannya adalah untuk memaksimalkan penerimaan kompensasi oleh direksi atau manajemen dengan cara meningkatkan laba perusahaan secara keseluruhan.

2.6 Debt Covenant

Debt covenant adalah kontrak yang ditujukan pada peminjam oleh

kreditur untuk membatasi aktivitas yang mungkin merusak nilai pinjaman dan

recovery pinjaman (Cochran, 2001 dalam verawaty, 2011). Sebagian

kesepakatan hutang berisi perjanjian (covenant) yang mengharuskan peminjam memenuhi syarat yang disepakati dalam perjanjian hutang (Scott, 2000 dalam Nugroho, 2012) . Watts dan Zimerman (1986) mengidentifikasikan perjanjian seperti pembatasan dividen dan pembatasan pembelian kembali saham, pembatasan modal kerja, pembatasan merger, pembatasan akuisisi, pembatasan investasi, pembatasan pelepasan asset, pembatasan pembiayaan masa depan merupakan bentuk debt covenant.

Kontrak hutang jangka panjang (debt covenant) merupakan perjanjian untuk melindungi pemberi pinjaman (lender atau kreditor) dari tindakan-tindakan manajer terhadap kepentingan kreditur, seperti deviden yang berlebihan, pinjaman tambahan, atau membiarkan model kerja dan kekayaan pemilik berada di bawah tingkat yang telah ditentukan, yang mana semuanya menurunkan keamanan (atau menaikkan resiko) bagi kreditur yang telah ada. Kontrak ini didasarkan pada teori akuntansi positf, yakni hipotesis debt

covenant, yang menyatakan bahwa semakin dekat suatu perusahaan ke

(22)

memilih prosedur akuntansi yang dapat memindahkan laba perioda mendatang ke perioda berjalan.

2.7 Ukuran Perusahaan

Suatu perusahaan bisa saja dikatakan sebagai perusahaan besar, jika aset yang dimilikinya besar. Demikian pula sebaliknya, perusahaan tersebut dikatakan kecil, jika aset yang dimilikinya adalah sedikit. Biasanya masyarakat akan menilai besar kecilnya perusahaan dengan melihat bentuk fisik perusahaan. Dapat dibenarkan bahwa perusahaan yang dari luar terlihat megah dan besar diartikan sebagai perusahaan berskala besar. Namun, hal itu tidak menutup kemungkinan bahwa perusahaan tersebut tidak memiliki kekayaan yang besar (Sulistiono, 2010: 36).

Besar kecilnya ukuran perusahaan nampak dari nilai total aset perusahaan pada neraca akhir tahun (Sujoko dan Soebiantoro, 2007). Perusahaan yang memiliki total aset besar menunjukkan bahwa perusahaan tersebut mencapai tahap kedewasaan dimana dalam tahap ini arus kas perusahaan sudah bertambah dan dianggap memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu yang relatif lama, selain itu juga mencerminkan bahwa perusahaan besar relatif lebih stabil dan lebih mampu menghasilkan laba dibandingkan perusahaan dengan aset yang kecil (Sulistiono, 2010: 53).

Jadi besar kecilnya suatu perusahaan tidak dapat dilihat dari bentuk fisiknya melainkan terlihat dari besarnya total aset yang dimiliki. Perusahaan yang memiliki total aset yang besar menunjukkan perusahaan mencapai tahap kedewasaan.

(23)

2.8 Nilai Tukar Kurs

Nilai tukar (kurs) adalah jumlah mata uang tertentu yang dapat ditukar terhadap satu unit mata uang lain. Jadi, kurs rupiah merupakan jumlah dari mata uang yang dapat ditukar terhadap satu unit mata uang negara lain, semisal terhadap dollar AS‖ (Joesoef, 2008:24)

Nilai tukar kurs merupakan selisih tukar nilai sebuah mata uang dari suatu negara dengan mata uang negara lain. Kurs sangat berhubungan erat dengan perdagangan internasional, karena pada saat transaksi pada perdagangan internasional terjadilah proses nilai tukar kurs.

Nilai tukar kurs berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa nilai tukar kurs merupakan satuan unit mata uang suatu negara yang dapat ditukarkan dengan satuan unit mata uang negara lain yang memiliki perbedaan nilai mata uang diantara kedua mata uang tersebut.

2.9 Transfer Pricing

2.9.1 Definisi Transfer Pricing

Transfer pricing merupakan harga transfer atas harga jual barang,

jasa, dan harta tidak berwujud kepada anak perusahaan atau kepada pihak yang berelasi atau mempunyai hubungan istimewa yang berlokasi di berbagai negara (Astuti, 2008: 12). Menurut Plasschaet, definisi transfer

pricing adalah suatu rekayasa manipulasi harga secara sistematis dengan

maksud mengurangi laba, membuat seolah-olah perusahaan rugi, menghindari pajak atau bea di suatu negara. Rekayasa tersebut bisa memanfaatkan tarif pajak di suatu negara dengan menggeser laba tersebut

(24)

ke tarif pajak yang paling rendah (Gunadi, 1994: 9 dalam Yuniasih et al, 2011). Pengertian Transfer pricing adalah tindakan pengalokasian laba dari entitas perusahaan di satu negara ke entitas perusahaan negara lain, dalam grup perusahaan dengan tujuan untuk meminimalisir bukan menghindari pajak (Suandy,2006).

Jadi, dari beberapa paparan di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan transfer pricing adalah harga yang terkandung pada setiap produk atau jasa dari satu divisi ke divisi lain dalam perusahaan yang sama, atau antar perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa. Transaksi transfer pricing dapat terjadi pada divisi-divisi dalam satu perusahaan, antar perusahaan lokal, atau perusahaan lokal dengan perusahaan yang ada di luar negeri.

2.9.2 Tujuan Transfer Pricing

Tujuan penetapan transfer pricing sebagai berikut: ―Secara umum, tujuan penetapan harga transfer adalah untuk mentransmisikan data keuangan di antara departemen-departemen atau divisi-divisi perusahaan pada waktu mereka saling menggunakan barang dan jasa satu sama lain‖ (Henry Simamora, 1999 dalam Mangoting, 2000).

Selain tujuan tersebut, transfer pricing terkadang digunakan untuk mengevaluasi kinerja divisi dan memotivasi manajer divisi penjual dan divisi pembeli menuju keputusan-keputusan yang serasi dengan tujuan perusahaan secara keseluruhan. Sementara itu, dalam lingkup perusahaan multinasional, transfer pricing digunakan untuk meminimalkan pajak dan bea yang mereka keluarkan di seluruh dunia: ―Transfer pricing can effect

(25)

overall corporate income taxes. This is particulary true for multinational corporations” (Hansen dan Mowen, 1996: 496 dalam Desriana, 2012).

2.10 Penelitian Terdahulu

Berikut beberapa penelitian mengenai keputusan transfer pricing. 1) Yuniasih, Rasmini dan Wirakusuma (2011)

Penelitian dilakukan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2010. Penelitian yang dilakukan untuk menguji pengaruh variabel pajak dan tunneling incentive terhadap varibel transfer pricing. Pajak dalam penelitian diprosikan dengan effective tax rate, tunneling incentive diproksikan dengan presentase kepemilikan saham diatas 20% sebagai pemegang saham pengendali oleh perusahaan asing dan transfer pricing dihitung dengan pendekatan dikotomi yaitu dengan melihat keberadaan penjualan kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik analisis regresi logisitk. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa pajak dan tunneling incentive berpengaruh positif pada keputusan transfer pricing.

2) Dynaty, Utama, Rossieta, dan Veronica (2011)

Penelitian dilakukan pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2003-2007. Penelitian yang dilakukan untuk menguji pengaruh kepemilikan pengendali terhadap transaksi pihak berelasi. Penelitan menunjukkan bahwa semakin tinggi hak kendali yang dimiliki pemegang saham pengendali memungkinkan pemegang saham pengendali untuk memerintahkan manajemen melakukan transaksi pihak

(26)

berelasi yang menguntungkan dirinya. Salah satunya adalah dengan melakukan transfer pricing.

3) Hartati, Desmiyawati, Julita (2015)

Penelitian dilakukan pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2012. Penelitian yang dilakukan untuk menguji pengaruh

tax minimization, tunneling incentive, dan mekanisme bonus terhadap

keputusan transfer pricing. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik analisis regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tax

minimization, tunneling incentive, dan mekanisme bonus berpengaruh

pada keputusan transfer pricing. 4) Purwaningsih (2014)

Penelitian dilakukan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia perioda tahun 2010-2013. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk membuktikan dan menganalisis pengaruh pajak, kepemilikan asing, dan ukuran perusahaan terhadap transfer

pricing. Pajak diukur menggunakan proksi cash ETR (cash effective tax

rate), kepemilikan asing diukur menggunakan proksi persentase

kepemilikan asing sebesar 20% atau lebih, ukuran perusahaan diukur menggunakan proksi log total aset, dan transfer pricing diukur menggunakan proksi rasio nilai transaksi pihak berelasi (related party

transaction/RPT) piutang atas total piutang perusahaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel pajak berpengaruh positif terhadap transfer pricing, kepemilikan asing berpengaruh positif

(27)

terhadap transfer pricing, dan ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap transfer pricing.

5) Heru (2014)

Penelitian dilakukan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia perioda tahun 2011-2013. Penelitian yang dilakukan untuk menguji pengaruh pajak, bonus plan, tunneling incentive, dan debt covenant terhadap keputusan untuk melakukan transfer pricing. Variabel dependen pada penelitian yang dilakukan ialah keputusan untuk melakukan transfer pricing, sedangkan variabel independen terdiri dari pajak, bonus plan, tunneling incentive dan debt covenant. Pajak diprosikan dengan effective tax rate, bonus plan dihitung menggunakan variabel dummy, tunneling incentive diproksikan dengan persentase kepemilikan saham diatas 20%, debt covenant diprosikan dengan rasio DER dan transfer pricing dihitung dengan pendekatan dikotomi. Analisis data menggunakan analisis regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pajak, tunneling incentives, dan debt covenant berpengaruh signifikan positif terhadap keputusan perusahaan untuk melakukan transfer pricing. Sedangkan bonus tidak signifikan terhadap transfer pricing.

Pada pemaparan hasil penelitian terdahulu terlihat bahwa variabel-variabel yang digunakan, sebagaian besar merupakan variabel yang sama. Namun, pada hasil pengujian terdapat hasil yang beragam sehingga menarik untuk diteliti lebih lanjut. Pada penelitian ini, Variabel independen, variabel dependen, dan tahun yang digunakan dalam penelitian berbeda dengan penelitian terdahulu. Variabel

(28)

independen dan variabel dependen dalam penelitian ini merupakan penggabungan dari kelima penelitian tersebut serta pada penelitian ini memunculkan faktor lain yang berpengaruh terhadap transfer pricing yaitu nilai kurs mata uang. Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2015.

2.11 Pengembangan Hipotesis

2.11.1 Pengaruh Pajak Terhadap Keputusan Transfer Pricing

Salah satu alasan perusahaan melakukan transfer pricing adalah pajak. Biasanya perusahaan menghindari pembayaran pajak yang sangat tinggi. Perusahaan melaporkan laba lebih rendah pada laporan keuangannya,salah satu cara yang dipraktekkan oleh perusahaan untuk menurunkan laba adalah transfer pricing. Perusahaan seharusnya mengunakan prinsip harga wajar untuk mengurangi kewajiban pajak, tetapi perusahaan lebih banyak menggunakan transfer pricing.

Di Indonesia, transaksi antar anggota perusahaan multinasional tidak luput dari rekayasa transfer pricing. Praktik transfer pricing sering kali dimanfaatkan perusahaan untuk meminimalkan jumlah pajak yang harus dibayar (Mangoting, 2000: 80). Dalam transfer pricing, perusahaan multinasional cenderung menggeser kewajiban perpajakannya dari negara-negara yang memiliki tarif pajak yang tinggi (high tax countries) ke negara-negara yang menerapkan tarif pajak rendah (low tax countries) yang dilakukan dengan cara memperkecil harga jual antara perusahaan dalam satu grup.

(29)

Penelitian yang dilakukan oleh Yuniasih, Rasmini dan Wirakusuma (2011) menunjukkan bahwa pajak berpengaruh positif terhadap keputusan

transfer pricing.

Hipotesis 1: Pajak berpengaruh positif pada keputusan transfer pricing.

2.11.2 Pengaruh Kepemilikan Asing Terhadap Keputusan Transfer

Pricing

Perusahaan di Asia kebanyakan memiliki struktur kepemilikan yang terkonsentrasi (Dynaty et al, 2011: 2). Struktur kepemilikan yang terkonsentrasi cenderung menimbulkan konflik kepentingan antara pemegang saham pengendali dan manajemen dengan pemegang saham non pengendali. Pemegang saham non pengendali mempercayakan pemegang saham pengendali untuk mengawasi manajemen karena pemegang saham pengendali memiliki posisi yang lebih baik dan memiliki akses informasi yang lebih baik sehingga dimungkinkan pemegang saham pengendali menyalahgunakan hak kendali untuk kesejahteraannya sendiri (Dion, 2009: 21).

Salah satunya dengan melakukan transfer pricing. Pemegang saham pengendali asing menjual produk dari perusahaan yang ia kendalikan ke perusahaan pribadinya dengan harga di bawah pasar. Hal tersebut dilakukan pemegang saham pengendali asing untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan merugikan pemegang saham non pengendali (Atmaja, 2011). Ketika kepemilikan saham yang dimiliki pemegang saham pengendali asing semakin besar maka pemegang saham pengendali asing memiliki pengaruh yang semakin besar dalam menentukan berbagai

(30)

keputusan dalam perusahaan, termasuk kebijakan penentuan harga maupun jumlah transaksi transfer pricing (Sari, 2012: 162).

Penelitian yang dilakukan oleh Dynaty, Utama, Rossieta, dan Veronica (2011) menunjukkan bahwa semakin tinggi hak kendali yang dimiliki pemegang saham pengendali, termasuk pemegang saham pengendali asing, memungkinkan pemegang saham pengendali untuk memerintahkan manajemen melakukan transaksi pihak berelasi yang bersifat merugikan pemegang saham non pengendali dan menguntungkan pemegang saham pengendali. Salah satu transaksi pihak berelasi yang dapat dilakukan adalah transfer pricing.

Hipotesis 2: Kepemilikan asing berpengaruh positif pada keputusan

transfer pricing.

2.11.3 Pengaruh Tunneling Incentive Terhadap Keputusan Transfer

Pricing

Tunneling merupakan perilaku manajemen atau pemegang saham

mayoritas yang mentransfer aset dan profit perusahaan untuk kepentingan mereka sendiri, namun biaya dibebankan kepada pemegang saham minoritas (Zhang, 2004 dalam Mutamimah, 2008). Beberapa bentuk

tunneling adalah loan guarantees, penjualan produk dibawah harga pasar,

manipulasi pembayaran dividen.

Sansing (1999) menunjukkan bahwa pemegang saham mayoritas dapat mentransfer kekayaan untuk dirinya sendiri dengan mengorbankan hak para pemilik minoritas, dan terjadi penurunan pengalihan kekayaan ketika persentase kepemilikan pemegang saham mayoritas menurun.

(31)

Mutamimah (2008) menemukan bahwa terjadi tunneling oleh pemilik mayoritas terhadap pemilik minoritas melalui strategi merger dan akuisisi. Yuniasih et al., (2011) juga menemukan bahwa tunneling incentive berpengaruh positif pada keputusan perusahaan utuk melakukan transfer

pricing. Hal ini dikarenakan transaksi pihak terkait lebih umum

digunakan untuk tujuan transfer kekayaan daripada pembayaran dividen karena perusahaan yang terdaftar harus mendistribusikan dividen kepada perusahaan induk dan pemegang saham minoritas lainnya.

Dapat disimpulkan bahwa para pemilik saham mayoritas akan melakukan cara-cara yang dapat menghasilkan laba yang tinggi dan mengorbankan hak-hak pemegang saham minoritas. Salah satu caranya adalah dengan transfer pricing. Berdasar analisis dan teori di atas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

Hipotesis 3: Tunneling Incentive berpengaruh positif pada keputusan

transfer pricing.

2.11.4 Pengaruh Mekanisme Bonus Terhadap Keputusan Transfer

Pricing

Dalam menjalankan tugasnya, para direksi cenderung ingin menunjukkan kinerja yang baik kepada pemilik perusahaan. Karena apabila pemilik perusahaan atau para pemegang saham sudah menilai kinerja para direksi dengan penilaian yang baik, maka pemilik perusahaan akan memberikan penghargaan kepada direksi yang telah mengelola perusahaannya dengan baik. Penghargaan itu dapat berupa bonus yang diberikan kepada direksi perusahaan. Dalam memberikan bonus kepada

(32)

direksi, pemilik perusahaan akan melihat kinerja para direksi dalam mengelola perusahaanya. Pemilik perusahaan dalam menilai kinerja para direksi biasanya melihat laba perusahaan secara keseluruhan yang dihasilkan.

Jadi pemilik tidak hanya memberikan bonus kepada direksi yang berhasil mengasilkan laba untuk divisi atau subunitnya, namun juga kepada direksi yang bersedia bekerjasama demi kebaikan dan keuntungan perusahaan secara keseluruhan. Hal ini didukung oleh pendapat Horngren (2008: 429), yang menyebutkan bahwa kompensai direksi dilihat dari kinerja berbagai divisi atau tim dalam satu organisasi. Semakin besar laba perusahaan secara keseluruhan yang dihasilkan, maka semakin baik citra para direksi dimata pemilik perusahaan. Oleh sebab itu, direksi memiliki kemungkinan untuk melakukan segala cara untuk memaksimalkan laba perusahaan termasuk melakukan praktik transfer pricing.

Menurut penelitian Hartati et al., (2015) yang menemukan bahwa terdapat kecenderungan manajemen memanfaatkan transaksi transfer

pricing untuk memaksimalkan bonus yang mereka terima jika bonus

tersebut didasarkan pada laba. Jadi dapat disimpulkan bahwa manajer akan cenderung melakukan tindakan yang mengatur laba bersih dengan cara melakukan praktik transfer pricing agar dapat memaksimalkan bonus yang mereka terima.

Hipotesis 4: Mekanisme Bonus berpengaruh positif pada keputusan

(33)

2.11.5 Pengaruh Debt Covenant Terhadap Keputusan Transfer Pricing

Semakin tinggi rasio hutang atau ekuitas perusahaan semakin besar pula kemungkinan bagi manajer untuk memilih metode akuntansi yang dapat menaikkan laba. Salah satu cara yang digunakan perusahaan untuk dapat menaikkan laba dan menghindari peraturan kredit adalah dengan

transfer pricing. Dalam debt covenant hypothesis makin dekat suatu

perusahaan terhadap pelanggaran pada akuntansi yang didasarkan pada kesepakatan utang, maka kecenderungannya adalah semakin besar kemungkinan manajer perusahaan memilih prosedur akuntansi dengan perubahan laba yang dilaporkan dari perioda masa depan ke perioda masa kini.

Makin tinggi rasio hutang atau ekuitas makin dekat perusahaan dengan batas perjanjian atau peraturan kredit (Kalay, 1982). Makin tinggi batasan kredit makin besar kemungkinan penyimpangan perjanjian kredit dan pengeluaran biaya. Manajer akan memiliki metode akuntansi yang dapat menaikkan laba sehingga dapat mengendurkan batasan kredit dan mengurangi biaya kesalahan teknis. Menurut penelitian dilakukan Heru (2014) menunjukkan bahwa debt covenant berpengaruh positif secara signifikan terhadap transfer pricing.

Hipotesis 5: Debt Covenant berpengaruh positif pada keputusan transfer

(34)

2.11.6 Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Keputusan Transfer

Pricing

Ukuran perusahaan dapat didefinisikan sebagai upaya penilaian besar atau kecilnya sebuah perusahaan. Pada umumnya penelitian di Indonesia menggunakan total aset sebagai proksi dari ukuran perusahaan. Perusahaan yang memiliki total aset besar menunjukkan bahwa perusahaan tersebut telah mencapai tahap kedewasaan dimana dalam tahap ini arus kas perusahaan sudah positif dan dianggap memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu yang relatif lebih lama (Rachmawati dan Triatmoko, 2007 dalam Pujiningsih, 2011).

Penelitian yang dilakukan oleh Purwaningsih (2014) menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap transfer pricing, artinya manajer yang memimpin perusahaan besar kurang memiliki dorongan untuk melakukan transfer pricing, dibandingkan manajer di perusahaan kecil sebab perusahaan yang besar lebih diperhatikan masyarakat sehingga perusahaan besar akan lebih berhati-hati dalam melakukan pelaporan keuangan (Pujiningsih, 2011: 46).

Hipotesi 6: Ukuran perusahaan berpengaruh negatif pada keputusan

transfer pricing

2.11.7 Pengaruh Nilai Kurs Mata Uang Terhadap Keputusan Transfer

Pricing

Triyono (2008) menyatakan bahwa nilai tukar mencerminkan keseimbangan permintaan dan penawaran terhadap mata uang dalam

(35)

negeri maupun mata uang asing US. Merosotnya nilai tukar rupiah merefleksikan menurunnya permintaan masyarakat terhadap mata uang rupiah karena menurunnya peran perekonomian nasional atau karena meningkatnya permintaan mata uang asing US sebagai alat pembayaran internasional.

Dengan demikian perusahaan cenderung untuk memtransfer laba ke negara lain baik karena penghidaran pajak maupun untuk mempertahankan kondisi perusahaan akibat melemahnya mata uang rupiah.

Hipotesis 7: Nilai kurs mata uang berpengaruh terhadap keputusan

transfer pricing 2.12 Rerangka Pikir Pajak Pajak Kepemilikan Asing Tunneling Incentive Mekanisme Bonus Debt Covenant Ukuran Perusahaan Transfer Pricing

(36)

32

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk sebagai penelitian kuantitatif. Arikunto (2006) menyatakan bahwa penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang dalam prosesnya banyak menggunakan angka-angka dari mulai pengumpulan data, penafsiran data serta penampilan hasilnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan hypothesis testing. Tujuan dari hypothesis testing adalah memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai hubungan yang muncul antar variabel (Ramadhani, 2010). Sugiyono (2009) menyatakan bahwa

hypothesis testing bertujuan untuk menjelaskan sifat-sifat dari suatu hubungan

sebab akibat dan memahami hubungan yang ada di antara berbagai variabel. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif hypothesis testing, karena penelitian ini menentukan hubungan sebab akibat atau kausal dan mengidentifikasi variabel yang dipengaruhi dengan melakukan penyelidikan terhadap variabel-variabel yang memengaruhi.

3.2 Populasi dan Sampel

Arikunto (2006) menyatakan bahwa populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Sedangkan Ferdinand (2006) berpendapat bahwa populasi merupakan gabungan dari seluruh elemen yang berbentuk peristiwa, hal atau orang yang memiliki karakteristik yang serupa menjadi pusat perhatian seorang peneliti karena hal itu dipandang sebagai sebuah semesta penelitian. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa populasi merupakan keseleruhan

(37)

pengamatan yang menjadi penelitian oleh peneliti. Dalam penelitian ini, yang menjadi populasi adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia pada perioda 2011—2015.

Sugiyono (2009) menyatakan bahwa sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sampel yang diambil harus dapat memrestasikan populasi yang ada. Penelitian ini mengambil sampel dengan metoda purposive sampling dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang sesuai dengan tujuan penelitian. Purposive sampling merupakan salah satu cara dalam pemilihan sampel dengan berdasarkan pertimbangan tertentu dan syarat yang dibuat sebagai kriteria yang harus dipenuhi oleh sampel dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang representative.

Kriteria perusahaan yang akan menjadi sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Perusahaan manufaktur yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia secara berturut-turut pada perioda 2011-2015.

2) Perusahaan sampel yang dikendalikan oleh perusahaan asing dengan kepemilikan 20% atau lebih. Hal ini sesuai dengan PSAK No.15 yang menyatakan bahwa pemegang saham pengendali adalah pihak yang memiliki saham atau efek yang bersifat ekuitas sebesar 20% atau lebih (Yuniasih et al, 2011: 10).

3) Perusahaan sampel yang memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan asing dengan kepemilikan 25% atau lebih. Hal ini sesuai dengan UU Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.

(38)

4) Perusahaan yang menyajikan laporan tahunan dalam satu jenis mata uang yaitu rupiah. Dalam penelitian ini menggunakan perusahaan multinasional yang berada di Indonesia sehingga hanya digunakan mata uang rupiah.

5) Perusahaan menyediakan laporan tahunan selama perioda 2011-2015 dan tidak mengalami kerugian selama perioda pengamatan. Hal ini karena perusahaan yang mengalami kerugian tidak memiliki kewajiban perpajakan sehingga tidak relevan dengan penelitian. Oleh karena itu perusahaan yang mengalami kerugian dikeluarkan dari sampel.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara, baik yang dipublikasikan dan tidak dipublikasikan. Data sekunder dalam penelitian ini berupa laporan keuangan dan laporan auditor independen masing-masing perusahaan publik periode tahun 2010-2015. Data tersebut diperoleh dari Pojok Bursa Efek Universitas Ma Chung.

3.4 Metoda Pengumpulan Data

Metoda pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, notulen rapat, agenda, dan sebagainya. Dokumentasi yang dilakukan adalah dengan mengumpulkan semua data sekunder berupa laporan tahunan dan laporan keberlanjutan yang telah dipublikasikan oleh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia untuk perioda

(39)

2011—2015. Pengumpulan data dilakukan dengan cara menelusuri laporan tahunan dan laporan keberlanjutan perusahaan sampel.

3.5 Variabel Penelitian

Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian yaitu. 1) Transfer Pricing

Transfer Pricing adalah harga yang terkandung pada setiap produk

atau jasa dari satu divisi ke divisi lain dalam perusahaan yang sama atau antar perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa. Transfer pricing dihitung dengan pendekatan dikotomi, yaitu dengan melihat keberadaan penjualan kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Perusahaan yang melakukan penjualan kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa diberi nilai 1 dan yang tidak diberi nilai 0.

2) Pajak

Pajak merupakan Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang– undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara. Pajak dalam penelitian ini diproksikan dengan effective tax rate yang merupakan perbandingan tax expense dikurangi differed tax expense dibagi dengan laba kena pajak (Bernard et

al., 2006).

3) Kepemilikan Asing

Kepemilikan Asing diproksikan dengan persentase kepemilikan saham asing di atas 20% sebagai pemegang saham pengendali oleh perusahaan asing. Kriteria struktur kepemilikan terkonsentrasi didasarkan

(40)

pada UU Pasar Modal No. IX.H.1, yang menjelaskan pemegang saham pengendali adalah pihak yang memiliki saham atau efek yang bersifat ekuitas sebesar 20% atau lebih (Mutamimah, 2008). PSAK No. 15 juga menyatakan bahwa tentang pengaruh signifikan yang dimiliki oleh pemegang saham dengan persentase 20% atau lebih.

4) Tunneling Incentive

Tunneling incentive diproksikan dengan persentase kepemilikan

saham di atas 20% sebagai pemegang saham pengendali oleh perusahaan asing. Kriteria struktur kepemilikan terkonsentrasi didasarkan pada UU Pasar Modal No. IX.H.1, yang menjelaskan pemegang saham pengendali adalah pihak yang memiliki saham atau efek yang bersifat ekuitas sebesar 20% atau lebih (Mutamimah, 2008). PSAK No. 15 juga menyatakan bahwa tentang pengaruh signifikan yang dimiliki oleh pemegang saham dengan persentase 20% atau lebih.

5) Mekanisme Bonus

Mekanisme bonus merupakan strategi atau motif perhitungan dalam akuntansi untuk memaksimalkan penerimaan kompensasi oleh direksi dengan cara meningkatkan laba perusahaan secara keseluruhan. Untuk variabel ini akan diukur dengan rumus profitabilitas. Yaitu berdasarkan persentase pencapaian laba bersih tahun t terhadap laba bersih tahun t-1. 6) Debt Covenant

Debt Covenant merupakan salah satu cara yang dipilih perusahaan

dengan memilih suatu metode yang memperbesar laba, hal ini dijelaskan dalam teori akuntansi positif. Debt covenant diproksikan dengan rasio

(41)

hutang, dalam penelitian ini menggunakan rasio DER yaitu perbandingan antara total hutang dengan modal saham.

7) Ukuran Perusahaan

Ukuran Perusahaan tercemin dari besarnya total aset yang dimiliki. Jadi dalam penelitian ini akan digunakan total aset untuk mengukur ukuran perusahaan. Total aset adalah segala sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari transaksi masa lalu dan diharapkan akan memberi manfaat ekonomi bagi perusahaan di masa yang akan datang (Sulistiono, 2010: 53).

8) Nilai Kurs Mata Uang

Nilai tukar kurs merupakan selisih tukar nilai sebuah mata uang dari suatu negara dengan mata uang negara lain. Kurs sangat berhubungan erat dengan perdagangan internasional, karena pada saat transaksi pada perdagangan internasional terjadilah proses nilai tukar kurs (Joesoef, 2008:24). Penelitian ini menggunakan satuan nilai tukar yang sudah ditentukan ulang pihak Direktorat Jenderal Pajak dalam bentuk satuan rupiah selama januari 2011 sampai dengan desember 2015. Data yang diambil adalah nominal kurs pada akhir tahun.

3.6 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data adalah cara yang digunakan dalam mengelola data yang diperoleh sehingga menghasilkan suatu analisis (Suryabrata, 2000). Hal ini disebabkan data yang diperoleh dari penelitian tidak dapat digunakan secara langsung tetapi perlu diolah agar data tersebut dapat memberikan keterangan yang dapat dipahami, jelas, dan teliti.

(42)

3.6.1 Analisis Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif adalah statistik yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberikan gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku umum (Sugiyono, 2009). Statistik deskriptif memiliki tujuan untuk memberikan gambaran atau deskripsi dari suatu data yang diantaranya dilihat dari rata-rata, standar deviasi, varians, nilai minimum dan nilai maksimum. Pengujian ini dilakukan untuk mempermudah pemahaman variabel yang digunakan dalam penelitian.

3.6.2 Uji Asumsi Klasik

Salah satu syarat untuk bisa menggunakan uji regresi adalah terpenuhinya uji asumsi klasik. Uji asumsi klasik bertujuan untuk keperluan estimasi dan mengurangi bias data. Uji asumsi klasik terdiri dari uji normalitas, multikolonieritas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi.

3.6.2.1 Uji Normalitas

Adhitama & Sudaryono (2005) menyatakan bahwa uji normalitas data dilakukan untuk melihat apakah data yang dipakai dalam penelitian ini terdistribusi secara normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Pengujian normalitas ini dapat dilakukan melalui analisis grafik dan analisis statistik (Ghozali, 2005).

(43)

1) Analisis Grafik

Salah satu cara termudah untuk melihat normalitas residual adalah melihat grafik histogram yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati normal. Namun demikian, hanya dengan melihat histogram, hal ini dapat membingungkan, khususnya untuk jumlah sampel yang kecil. Metoda lain dapat digunakan adalah dengan melihat normal

probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari

distribusi normal. Dasar pengambilan keputusan dari analisis

normal probability plot adalah sebagai berikut.

a. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.

b. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

2) Analisi Statistik

Untuk mendeteksi normalitas data dapat juga dilakukan melalui Kolmogorov-Smirnov test (K-S). Kriteria normalitas dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov sebagai berikut. a. Bila nilai dari Kolmogorov-Smirnov Z di atas 0,05 maka data

(44)

b. Bila nilai dari Kolmogorov-Smirnov Z di bawah 0,05 maka data tidak berdistribusi normal.

Menurut Ghozali (2005), data yang tidak terdistribusi normal dapat ditransformasikan agar menjadi normal. Ada beberapa cara mengubah model regresi menjadi normal yaitu sebagai berikut (Syafrizal, 2008).

a. Melakukan transformasi data, misalnya mengubah data menjadi bentuk logaritma (log) atau natural (ln).

b. Menambah jumlah data.

c. Menghilangkan data yang dianggap sebagai penyebab tidak normalnya data.

d. Menerima data apa adanya.

3.6.2.2 Uji Multikolinearitas

Menurut Ghozali (2005), uji ini bertujuan menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi korelasi antar variabel bebas (independen). Identifikasi secara statistik untuk menunjukkan adanya gejala multikolinieritas dapat dilakukan dengan menghitung nilai tolerance dan nilai Variance Inflation Factors (VIF). Nilai

tolerance yang umum digunakan untuk menunjukkan adanya

multikolinearitas adalah nilai tolerance < 0,10. Sedangkan untuk nilai

variance inflation factor dapat ditentukan dengan:

a. Nilai VIF > 10 maka terjadi multikolinearitas b. Nilai VIF < 10 maka tidak terjadi multikolinearitas

(45)

Bila variabel independen yang terkena multikolinearitas, maka penanggulangannya adalah satu variabel tersebut dikeluarkan (Ghozali, 2005). Adapun pendapat dari Widarjono (2007), apabila variabel terkena multikolinearitas maka dilakukan metoda stepwise pada model regresi.

3.6.2.3 Uji Heteroskedastisitas

Ghozali (2005) menyatakan bahwa uji asumsi ini bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah homokesdastisitas. Metoda yang digunakan untuk mendeteksi adanya gejala heterokedastisitas adalah dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada scatterplot. Berikut merupakan dasar mendeteksi adanya heteroskedastisitas:

a. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik (point) yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar lalu menyempit), berarti telah terjadi heteroskedastisitas. b. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

Apabila terjadi heteroskedastisitas dalam model regresi, salah satu cara yang dapat digunakan yaitu dengan metoda gletser. Glejser

(46)

melakukan regresi dengan nilai mutlak residual dengan variabel bebas (Widarjono, 2007). Adapun pendapat dari Yanti (2012) terjadinya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan uji Park dan uji White, atau dengan mentransformasi data.

3.6.2.4 Uji Autokorelasi

Ghozali (2005) menyatakan bahwa uji asumsi ini bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi linier ada korelasi antara kesalahan penggangu pada perioda t dengan kesalahan pada periodat-1

(sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada masalah autokorelasi. Model regresi yang baik adalah bebas dari autokorelasi. Salah satu pengujian yang digunakan untuk menguji adanya gejala autokorelasi adalah uji statistik Durbin-Watson (DW) dengan ketentuan sebagai berikut (Santoso dan Tjipto, 2001).

a. Angka DW di bawah -2 mengindikasi terjadi autokolerasi positif b. Angka DW di antara -2 sampai +2 mengindikasi tidak terjadi

autokolerasi

c. Angka DW diatas +2 mengindikasi terjadi autokolerasi negatif Salah satu cara menanggulangi masalah autokorelasi dengan mentransformasikan data atau dengan mengubah model regresi ke dalam bentuk persamaan beda umum (generalized difference

equation). Selain itu juga dapat dilakukan dengan memasukkan

variabel lag dari variabel terikatnya menjadi salah satu variabel bebas, sehingga data observasi menjadi berkurang (Widarjono, 2007).

(47)

3.6.3 Analisis Linear Berganda

Penelitian ini metoda analisis data yang digunakan adalah regresi linear berganda (multiple linier regression method) untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai hubungan antar variabel satu dengan variabel lain. Penelitian menggunakan regresi linear berganda karena jumlah variabel independen dalam penelitian lebih dari satu (Santoso, 2010). Dalam membuktikan terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel independen terhadap variabel dependen maka digunakan model regresi linear berganda dengan didukung alat analisis pengolahan data melalui software SPSS (Statistical Package for Social Science). Dengan demikian model analisis linear berganda dapat dinyatakan sebagai berikut. ....(1) Keterangan: Y= Transfer Pricing α = Konstanta β1, β2 β3 β4 β5 β6 β7= Koefisien Regresi Xi X1 = Pajak X2 = Kepemilikan Asing X3 = Tunneling Incentive X4 = Mekanisme Bonus X5 = Debt Covenant X6 = Ukuran Perusahaan

X7 = Nilai Kurs Mata Uang

Hadiwidjaja (2007) menyatakan bahwa koefisien regresi akan bernilai positif (+) jika menunjukkan hubungan searah antara variabel bebas (independent variabel) dengan variabel terikat (dependent variabel). Artinya kenaikan variabel bebas akan mengakibatkan kenaikan variabel terkait dan sebaliknya, penurunan variabel bebas akan menurunkan

(48)

variabel terikat. Koefisien regresi akan bernilai negatif (-) jika hubungan berlawanan arah antara variabel bebas dengan variabel terikat. Artinya kenaikan bariabel bebas akan mengakibatkan penurunan variabel terkait dan sebaliknya, penurunan bariabel bebas akan menaikkan variabel terikat.

3.6.4 Pengujian Hipotesis

3.6.4.1 Uji Signifikansi F (Simultan)

Menurut Ghozali (2005), uji Ftest digunakan untuk menguji

apakah variabel independen secara bbersama-sama memunyai pengaruh yang signifikkan atau tidak signifikan terhadap variabel dependen (Y). Langkah-langkah yang ditempuh dalam pengujian ini yaitu.

a. Menyusun hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternative (Ha)

H0: Pajak, Kepemilikan Asing, Tunneling Incentive, Mekanisme

Bonus, Debt Covenant, Ukuran Perusahaan dan Nilai Kurs secara simultan tidak berpengaruh terhadap keputusan Transfer Pricing pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia perioda 2010-2015.

H1: Pajak, Kepemilikan Asing, Tunneling Incentive, Mekanisme

Bonus, Debt Covenant, Ukuran Perusahaan dan Nilai Kurs secara simultan berpengaruh terhadap keputusan Transfer Pricing pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia perioda 2010-2015.

(49)

b. Menentukan tingkat signifikansi yaitu sebesar 0,05 (α = 0,05) c. Membandingkan Fhitung dengan Ftabel

1. Bila Fhitung ≤ Ftabel variabel independen secara simultan tidak

berpengaruh terhadap variabel dependen

2. Bila Fhitung > Ftabel maka variabel independen secara simultan

berpengaruh terhadap variabel dependen. d. Berdasarkan probabilitas

1. Bila probabilitas ≥ 0,05 maka variabel independen secara simultan tidak berpengaruh terhadap variabel dependen 2. Bila probabilitas < 0,05 maka variabel independen secara

simultan berpengaruh terhadap variabel dependen.

3.6.4.2 Koefisien Determinasi

Gujarati (2003) menyatakan bahwa koefisien determinasi R2 digunakan untuk mengetahui seberapa besar persentase variasi variabel bebas pada model dapat diterangkan oleh variabel terkait. Dalam penelitian ini, menggunakan nilai koefisien Adjusted R2 untuk mengetahui besarnya persentase pengaruh dari variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Nilai Adjusted R2 merupakan koefisien determinan yang disesuaikan, yang berarti besarnya pengaruh variabel independen telah dibebaskan dari pengaruh error term secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Koefisien determinasi (R2 dinyatakan dalam persentase yang nilainya berkisaran antara 0≤R2≤1). R2 yang lebih kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi

Referensi

Dokumen terkait

IV Merupakan bab yang menguraikan tentang analisis perjanjian kerjasama dengan menggunakan sistem BOT antara Kabupaten Cianjur dengan PT Demensi Jasa Nusantara

Namun saat ini sesuai dengan hasil rapat yang dilakukan oleh para pihak yang berwenang dalam hal terbakarnya Kantor Pertanahan di Kabupaten Buleleng disepakati

Kecepatan Pertumbuhan = Berat saat disapih – Berat lahir / Lama menyusu Peternak sapi pedaging umumnya membutuhkan data bobot saat disapih, untuk memudahkan

Dengan adanya sikap timbal balik itu, maka siswa atau para santri dapat belajar dengan baik dan hubungan antara pihak yayasan dengan para wali murid atau santri juga terjalin

Media yang digunakan juga harus lebih banyak agar dapat menjangkau seluruh masyarakat yang ada di Kota Pekanbaru seperti penggunaaan surat kabar, majalah,

Rencana Kerja ( RENJA ) PD Kecamatan Sugio Tahun 2020 disusun sesuai dengan tugas pokok dan fungsi PD, mengacu kepada Rancangan RKPD Kabupaten Lamongan Tahun 2020,

This study aims at describing the violations of the politeness principles committed by the South Celebes governor candidates in 2013 and their factors. This is

Pendapatan rumah tangga yang semakin meningkat memiliki probabilitas yang lebih tinggi untuk berbelanja telur di pasar modern, serta umur kepala keluarga yang muda memiliki