• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah suatu tempat dari mana manusia menjalani kehidupannya serta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah suatu tempat dari mana manusia menjalani kehidupannya serta"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Hidup manusia tidak mungkin dilepaskan dari tanah. Tiap membicarakan eksistensi manusia sebenarnya secara tidak langsung juga berbicara tentang tanah. Tanah adalah suatu tempat dari mana manusia menjalani kehidupannya serta memperoleh sumber untuk melanjutkan kehidupannya. Karena itu sampai taraf perkembanngan sekarang manusia mempunyai kebutuhan terhadap tanah.1

Kebutuhan akan tanah semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk, jumlah badan usaha dan meningkatnya kebutuhan lain yang berkaitan dengan tanah. Tanah tidak saja sebagai tempat bermukim, tempat untuk bertani, tetapi juga dipakai sebagai jaminan untuk mendapatkan pinjaman bank, untuk keperluan jual beli dan sewa menyewa. Begitu pentingnya kegunaan tanah bagi orang atau badan hukum menuntut adanya jaminan kepastian hukum atas tanah tersebut.

Dalam rangka pembangunan nasional dewasa ini masalah pertanahan memerlukan perhatian penanganan yang khusus dari berbagai pihak karena dalam suasana pembangunan sekarang ini dirasakan sekali semakin besarnya kebutuhan akan tanah, sehubungan dengan itu semakin lama semakin terasa pula perlunya suatu jaminan kepastian hukum hak-hak atas tanah. Untuk itu diperlukan pemikiran bersifat strategis untuk menanggapi perkembangan dalam jangka waktu

1

Djaren Saragih, 1996, Pengantar Hukum Adat Indonesia, Tarsito, Bandung, hal. 74

(2)

2 jauh kedepan, dalam rangka membangun masyarakat yang adil dan makmur sebagai yang dicita-citakan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945).2

Di lain pihak jumlah manusia yang membutuhkan tanah sangat banyak, karena diperlukan adanya kaidah-kaidah yang berkenaan dengan penggunaan tanah. Kaidah-kaidah itu diperlukan karena adanya hubungan antar manusia. Keseluruhan kaidah-kaidah hukum yang bangkit dari pergaulan hidup antar manusia yang berkenaan dengan pemanfaatan tanah disebut dengan hukum tanah.3 Menurut Iman Sudiyat menyatakan :“Di negara yang rakyatnya berhasrat melaksanakan demokrasi yang berkeadilan sosial, pemanfaatan tanah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat merupakan suatu conditio sine qua non”4

Dalam status yang esensial ini, tanah sering kali menimbulkan sengketa baik secara antar pribadi maupun sampai melibatkan masyarakat hukum bahkan sampai kepentingan yang lebih luas yaitu melibatkan negara. Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 amandemen keempat yang merupakan landasan ideal hukum agraria nasional menetapkan bahwa “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Untuk melaksanakan amanat yang terkandung dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 pemerintah telah mengeluarkan undang-undang yang mengatur masalah agraria yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan

2

Departemen Penerangan Republik Indonesia, 1982, Pertanahan Dalam Era Pembangunan, Jakarta, hal. 114

3 Ibid 4

(3)

3 Dasar Pokok-Pokok Agraria atau lebih dikenal dengan singkatan UUPA, sebagaimana disebutkan dalam diktum ke V UUPA yang merupakan pembaruan hukum agraria dan merupakan kebijakan pertanahan yang berlaku di Indonesia untuk mewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan, kedamaian dan kemerdekaan dalam masyarakat dari segi hukum Indonesia yang berdaulat sempurna.5

Dalam UUPA hanya memuat soal-soal pokok dalam garis besar saja dengan tujuan :

1. Meletakkan dasar-dasar untuk penyusunan hukum agraria nasional; 2. Meletakkan dasar-dasar untuk kesatuan dan kesederhanaan dalam

hukum pertanahan;

3. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum.

Sebagai pelaksanaanya akan diatur dalam berbagai undang-undang dan peraturan-peraturan pemerintah dan peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya. UUPA berpangkal pada pendirian, bahwa untuk mencapai apa yang ditentukan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, negara sebagai organisasi kekuasaa tertinggi yang diberikan mandat sebagaimana disebutkan dalam UUPA Pasal 2 ayat (2), yaitu:

1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa.

2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.

3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

5

Notonagoro, 1984, Politik Hukum dan Pembangunan Agraria di Indonesia, Bina Aksara, Jakarta, hal. 5

(4)

4 Negara memiliki hak menguasai atas bumi, air, tanah, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, Soedargo Gautama menjelaskan bahwa pengertian menguasai bukan berarti memiliki sebagaimana dijelaskan di bawah ini:

Bahwa yang termasuk dalam pengertian menguasai ialah mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaannya, menentukan dan mengatur yang dapat dipunyai atas bagian dari bumi, air dan ruang angkasa (subyek hak) dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa.6 Negara tidak perlu bertindak sebagai pihak yang memiliki tanah, hanya terbatas sebagai pihak yang menguasai tanah, penguasaan inipun dibatasi, yakni dalam penggunaan wewenang yang berasal dari hak menguasai ini.7

Sedangkan dalam Pasal 23, 32 dan Pasal 38 UUPA ditujukan kepada para pemegang hak yang bersangkutan dengan maksud agar mereka memperoleh kepastian tentang haknya itu.

Di Indonesia sendiri sejak jaman penjajahan Belanda menganut beberapa sistem hak menguasai tanah, bumi, air, dan ruang angkasa seperti hal nya tanah partikelir, landrent dan Domein Verklaring. Pada masa berlakunya Agrarische Besluit Stb. 1870 Nomor 118. Domein Verklaring (pernyataan kepemilikan) menyatakan bahwa semua tanah yang pihak lain tidak dapat membuktikan sebagai hak eigendomnya, adalah domein (milik) Negara.

Seperti dikutip dari bukunya Urip Santoso dalam Hukum Agraria & Hak-hak Atas Tanah menyebutkan dalam praktiknya Domein Verklaring mempunyai 2 (dua) fungsi, yaitu:

6

Sudargo Gautama, 1993, Tafsiran Undang-Undang Pokok Agraria, Alumni, Bandung, hal. 92

7

Muchsan, 2000, Hukum Pertanahan Di Indonesia Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi, Daerah, Makalah disampaikan dalam seminar pertanahan, Yogjakarta, hal. 3

(5)

5 a. Sebagai landasan hukum bagi pemerintah kolonial untuk dapat memberikan tanah dengan hak barat seperti diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, misalnya hak eigendom, hak opstal, hak erfpacht.

b. Untuk keperluan pembuktian pemilikan, yaitu apabila negara berperkara, maka negara tidak perlu membuktikan hak eigendomnya atas tanah, tetapi pihak lainlah yang wajib membuktikan haknya.

Keberadaan Domein Verklaring memberikan kedudukan rakyat Indonesia yang memiliki tanah dalam kondisi yang lemah, hal ini dikarenakan sebagian besar tanah yang dimilikinya tidak mempunyai/memiliki tanda bukti yang kuat berupa sertipikat, maka secara yuridis formal tanah tersebut menjadi domein (milik) negara. Rakyat Indonesia yang memiliki tanah namun tidak mempunyai tanda bukti kepemilikan yang kuat dianggap sebagai penyewa atau penggarap dan harus membayar pajak atas tanah tersebut. Berbeda halnya dengan penguasaan tanah oleh Negara yang mempunyai tujuan dari penguasaan tanah, bumi, air dan ruang angkasa tersebut bertujuan semata-mata untuk kepentingan rakyat Indoensia sedangkan Domein Verklaring sudah jelas semata-mata hanya untuk kepentingan pemerintah Belanda.

Untuk mendapatkan jaminan kepastian hukum atas bidang tanah, memerlukan perangkat hukum yang tertulis, lengkap, jelas dan dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan jiwa dan isi ketentuan-ketentuan yang berlaku. Hal tersebut tercapai melalui pendaftaran tanah. Sebagai bagian dari proses pendaftaran tanah, sertipikat sebagai alat pembuktian hak atas tanah terkuat pun diterbitkan. Dokumen-dokumen pertanahan sebagai hasil proses pendaftaran tanah

(6)

6 adalah dokumen tertulis yang memuat data fisik dan data yuridis tanah bersangkutan. Dokumen-dokumen pertanahan tersebut dapat dipakai sebagai jaminan dan menjadi pegangan bagi pihak-pihak lain yang memiliki kepentingan atas tanah tersebut.8

Dalam rangka untuk melaksanakan pendaftaran tanah yang dimaksud dalam UUPA telah dtetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang pertama kali dikeluarkan di Indonesia. Dalam pelaksanaannya telah disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah jo. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nomor 3 Tahun 1997 yang merupakan peraturan pelaksana dari peraturan pemerintah nomor 24 Tahun 1997.

Pembaruan bidang hukum agraria khususnya pendaftaran tanah dilaksanakan dengan perubahan-perubahan peraturan pendaftaran tanah, hal ini dimaksudkan dalam rangka lebih untuk menjamin kepastian hukum. Pendaftaran tanah yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 meliputi:

1. Pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah;

2. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;

3. Pemberian surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

Penyelenggaraan pendaftaran tanah dikenal adanya 2 (dua) sistem pendaftaran tanah yaitu:

8

Sangsun, Florianus SP., 2008, Tata Cara Mengururs Sertipikat Tanah, Transmedia Pustaka, Jakarta, hal. 1-2

(7)

7 1. Sistem publikasi positif yaitu sistem dimana pendaftaran tanah seseorang dalam daftar-daftar umum karena memperoleh hak dengan itikad baik tidak dapat diganggu gugat. Sehingga pemegang hak dikemudian hari akan kehilangan haknya dan hanya mendapatkan ganti rugi.

2. Sistem publikasi negatif yaitu sistem dimana bahwa terdaftarnya seseorang dalam daftar umum sebagai pemegang hak, tidak mengakibatkan bahwa yang sebenarnya berhak akan kehilangan hak nya, dengan kata lain pemegang hak terdahulu bisa kehilangan hak nya apabila terbukti dengan putusan pengadilan bahwa pemegang hak dikemudian hari dibenarkan oleh putusan pengadilan.

Untuk dapat melihat bahwa Indonesia dalam hal ini Undang-undang Pokok Agraria menganut sistem yang mana dari 2 (dua) sistem pendaftaran tersebut diatas, adakalanya melihat daripada Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 1997 yang menegaskan bahwa dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertipikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang hak atas tanah dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat.

(8)

8 Pendaftaran tanah yang penyelenggaraanya diperintahkan oleh Undang-undang Pokok Agraria tidak menggunakan sistem publikasi positif, yang kebenaran data yang disajikan dijamin oleh Negara. Namun dengan adanya ketentuan Pasal 32 ayat (2) tersebut diatas mempertegas bahwa sistem pendaftaran tanah di Indonesia tidak menggunakan sistem publikasi negatif murni (Negara tidak menjamin kebenaran data yang disajikan dalam setipikat).

Pendaftaran tanah yang dianut Indonesia saat ini adalah menggunakan sistem publikasi negatif bertendensi positif, karena akan menghasilkan surat-surat anda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat9. Setiap perubahan kebijakan sistem pertanahan maka secara global akan mengubah pola hidup struktur masyarakat karena itu dperlukan adanya perangkat aturan dan sistem yang jelas, transparan dan adil yang didukung oleh aparat yang profesional serta birokrasi yang sederhana dengan menganut prinsip-prinsip kehati-hatian dalam implementasi operasionalnya.

Bahwa ada anggapan bahwa pendaftaran tanah pada saat ini belum memberikan kepastian hukum, hal ini terlihat masih banyaknya sengketa pemilikan tanah, sertipikat ganda, yaitu dua sertipikat yang berbeda menunjukkan objek yang sama, sertipikat palsu serta sengketa pemilikan tanah yang tidak akurat kebenarannya sebagai akibat dari manipulasi data serta bukti pemilikan / alat bukti awal yang berupa pipil dan surat pemberitahuan pajak terhutang dipakai dasar pendaftaran tanah, maupun sengketa batas yang terjadi karena penunjukkan

9

Boedi Harsono, 2007, Hukum Agraria Indonesia (Sejarah Pembentukan Undnag-undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya), Djambatan, Jakarta, hal. 477

(9)

9 batas yang dilakukan oleh orang yang tidak mengetahui secara pasti dan produk-produk hukum dari pejabat pembuat akta tanah (PPAT) yang berupa akta-akta yang dibuat dengan kurang hati-hati, isu tersebut merupakan isu permasalahan pendaftaran tanah yang timbul dari pemberitaan beberapa media cetak, demikian juga apa yang dikemukakan oleh Toton Suprapto, Hakim Agung pada Mahkamah Agung mengatakan bahwa di Tingkat Kasasi selama Tahun 2010 terdapat 2066 kasus di bidang pertanahan. Suatu jumlah yang fantastis untuk ditindaklanjuti.10

Selain hal tersebut diatas beberapa kondisi global yang menggambarkan masalah pertanahan :

1. Semakin maraknya konflik dan sengketa pertanahan.

2. Semakin terkonsentrasinya pemilikan dan penguasaan tanah pada sekelompok kecil masyarakat dan pada perusahaan-perusahaan besar. 3. Lemahnya jaminan kepastian hukum atas pemilikan, penguasaan dan

penggunaan tanah.

Keadaan seperti tersebut diatas yang merupakan penyebab tujuan UUPA meletakkan dasar-dasar untuk memberikan jaminan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi masyarakat seluruhnya belum dapat tercapai, hal-hal tersebut merupakan kendala-kendala yang perlu penanganan demi terlaksananya pelayanan prima serta demi menunjang kepastian hukum terhadap produk pendaftaran tanah. Penyelenggaraan pendaftaran tanah tidak terlepas dari sistem pendaftaran tanah yang dipakai, dimana dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24

10

Eddy Ruhiyat, 1999, Politik Pertanahan Nasional Sampai Orde Reformasi, Alumni, Bandung, hal. 129

(10)

10 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, masih menggunakan sistem negatif yang bertendensi kepada sistem positif.

Menurut Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria jo. Pasal 1 Angka 20 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 secara eksplisit menyatakan sertipikat adalah surat tanda bukti hak atas tanah. Namun dalam perkembangannya eksistensi sertipikat hak atas tanah tidak hanya dipandang dari segi hukum semata, juga sosial, ekonomi, politik, pertahanan dan keamanan, bahkan di era globalisasi saat ini lalu lintas transaksi di bidang pertanahan menjadi semakin ramai hingga bermuara kepada upaya efektifitas, efisiensi, dan transparansi penegakan hukum (law enforcement) bidang pendafaran tanah, antara lain melalui upaya penyatuan persepsi peraturan perundangundangan terkait dengan persyaratan permohonan sertipikat hak atas tanah di kantor pertanahan.11

Adapun Setiap peralihan hak atau pembebanan Hak baik itu Jual Beli, Hibah, Waris, pembagian hak bersama ataupun APHT sebelum penandatanganan akta, untuk menjamin kepastian hukum atas keabsahan sertipikat tanda bukti hak atas tanahnya, apakah ada permasalahan ataupun pembebanan utang, maka PPAT wajib mencocokkan sertipikat tersebut dengan buku tanah yang terdapat pada kantor Pertanahan sesuai letak obyek tanah. Apabila sertipikat tersebut sudah dicocokan pada kantor pertanahan, terdapat keterangan dalam sertipikat bahwa sertipikat tanda bukti hak tersebut sudah sesuai dengan daftar pada Kantor Pertanahan, maka barulah dapat ditransaksikan.

11

Chandra, S., 2005, Sertipikat Kepemilikan Hak Atas Tanah (Persyaratan Permohonan Di Kantor Pertanahan, Grasindo, Jakarta, hal. 3-4

(11)

11 Sengketa atau konflik atas tanah yang terjadi akhir-akhir ini tidak hanya atas tanah yang belum terdaftar secara hukum dan memiliki sertipikat tetapi juga atas tanah yang sudah didaftar dan mempunyai sertipikat. Kenyataan ini menunjukkan betapa alat bukti berupa sertipikat atas tanah belum menjamin kuatnya hak seseorang atau badan hukum atas tanah.

Dalam sertipikat tanah dicantumkan data fisik dan data yuridis yang harus diterima sebagai data yang benar, baik dalam pembuatan hukum sehari-hari maupun dalam sengketa di pengadilan. Karena itu, data yang tertuang dalam sertipikat harus sesuai dengan apa yang tercantum dalam surat ukur dan buku tanah. Selain itu orang atau badan hukum tidak dapat menuntut tanah yang sudah bersertipikat atas nama orang atau badan hukum lain jika selama 5 (lima) tahun sejak dikeluarkannya sertipikat itu orang atau badan hukum tersebut tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan, sedangkan tanah tersebut diperoleh orang atau badan hukum yang lain tersebut dengan itikad baik dan secara fisik nyata dikuasai olehnya atau oleh orang lain atau badan hukum yang mendapatkan persetujuannya.12 Hal tersebut diatas telah diatur dalam Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah dan sering dengan sebutan Rechtsverweking.

Dengan demikian, maka makna sertipikat merupakan tanda bukti hak yang kuat, dalam arti bahwa selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya data fisik dan data yuridisnya yang tercantum didalamnya harus diterima sebagai data yang benar. Penerbitan sertipikat hak atas tanah merupakan impelementasi pelaksanaan

12

(12)

12 pendaftaran tanah di Indonesia yang diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997. Tujuan dari diselenggarakannya pendaftaran tanah tersebut adalah guna memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi masyarakat dibidang pertanahan.

Terjadi suatu musibah di Kantor Pertanahan yang berwenang di Kabupaten Buleleng. yaitu ketika Kantor Pertanahan dibakar oleh masa pada Bulan Oktober tahun 1999, yang mengakibatkan Kantor Pertanahan kehilangan semua dokumen-dokumen atas semua sertipikat yang telah diterbitkan. Jadi semua buku tanah atas sertipikat yang telah dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Buleleng sebelum terjadinya amuk masa, semua hangus terbakar. Dengan terbakarnya semua buku tanah tersebut tentunya pencocokan/pemeriksaan sertipikat tidak bisa dilakukan.

Kejadian terbakarnya kantor Pertanahan tidak hanya terjadi pada kantor pertanahan Kabupaten Buleleng saja melainkan ditempat lain juga terjadi. Misalnya Kebakaran Kantor Pertanahan Kabupaten Cianjur, Jawa Barat yang berlokasi di Jln Raya Cianjur - Bandung terjadi pada hari Selasa tanggal 26-05-2009 dini hari sekitar pukul 01.20 Waktu Indonesia Bagian Barat yang membakar seluruh dokumen dan peralatan kantor habis serta 158.000 Buku tanah dan Warkah ludes terbakar13. Kebakaran Kantor Badan Pertanahan Sambas yang terjadi pada hari Jumat 26 Agustus 2011 sekitar pukul 19.30 terbakar14. Arsip-arsip penting yang diperlukan dalam urusan pertanahan turut terbakar. Kejadian 13 http://bpnlamongan.blogspot.com/2009/06/bpn-cianjur-kebakaran.html, tanggal 6 April 2013. 14 http://www.equator-news.com/utama/20110828/arsip-pertanahan-sambas ludes, tanggal 6 April 2013

(13)

13 tersebut diatas menjadi gambaran bahwasannya kebakaran terjadi diberbagai tempat. Kebakaran kantor pertanahan di berbagai daerah tersebut menjadi tolah ukur pembahasan dalam tesis ini sehingga pembahasannya tidak hanya diwakili oleh satu daerah saja. Dalam pembahasan akan dibatasi terhadap cakupan langkah-langkah dalam memberikan perlindungan hukum terhadap sertipikat yang telah diterbitkan yang datanya terbakar dan tidak membahas penyebab terjadinya kebakaran dan tidak pula membahas secara mendalam pihak-pihak yang bertanggung jawab.

Sedangkan diketahui bahwa setiap peralihan hak atau pembebanan Hak baik dalam hal Jual-Beli, Hibah, Waris, pemagian harta bersama aaupun APHT sebelum dilakukan penandatangan akta, untuk menjamin kepastian hukum atas keabsahan sertipikat hak atas tanahnya, PPAT wajib mencocokkan sertipikat tersebut dengan buku tanah yang terdapat pada Kantor Pertanahan sesuai letak obyek tanah. Apabila sertipikat tersebut sudah dicocokan pada Kantor Pertanahan, terdapat keterangan dalam sertipikat bahwa setipikat tanda bukti hak tersebut sudah sesuai dengan daftar pada Kantor Pertanahan, maka barulah dapat dilakukan peralihan dan/atau pembebanan hak atas tanahnya.

Ketika Kantor Pertanahan Kabupaten Buleleng terbakar, sehingga mengakibatkan penccocokan buku tanah tidak bisa dilakukan, karena seluruh buku tanah hangus terbakar. Buku tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu obyek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya. Kejadian terbakarnya kantor pertanahan tidak hanya

(14)

14 menghanguskan buku tanah termasuk juga dokumen-dokumen lainnya seperti daftar nama, surat ukur, daftar tanah, peta dasar pendaftaran dan dokume lainnya.

Semua dari dokumen-dokumen tersebut diatas sangat penting didalam suatu perbuatan yang berkaitan dengan tanah. Perbuatan hukum yang berkaitan dengan tanah maksudnya perbuatan hukum yang seharusnya dilakukan pendaftaran dikantor pertanahan dan dilakukan pengecekan bak data yuridis maupun fisik dari obyek perbuatan hukum tersebut. Perbuatan hukum tersebut dapat berupa pendaftaran peralihan dan pembebebanan hak serta pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah lainnya ( Pasal 12 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah untuk selanjutnya cukup disebut PP 24 tahun 1997).

Pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah lainnya berupa perpanjangan jangka waktu hak atas tanah sebagaimana disebutkan dalam pasal 47 PP 24 tahun 1997 menyatakan bahwa pendaftaran perpanjangan jangka waktu hak atas tanah dilakukan dengan mencatatkannya pada buku tanah dan sertipikat hak yang bersangkutan. Pendaftaran tersebut dilakukan berdasarkan keputusan Pejabat yang berwenang dan memberikan perpanjangan jangka waktu hak yang bersangkutan.

Proses pemecahan bidang tanah dapat dilakukan atas permintaan pemegang hak yang bersangkutan, suatu bidang tanah yang sudah terdaftar dapat dipecah secara sempurna menjadi beberapa bagian, yang masing-masing merupakan satuan bidang baru dengan status hukum yang sama dengan bidang tanah semula. Dalam hal perbuatan tersebut untuk tiap-tiap bidang dibuatkan surat

(15)

15 ukur, buku tanah, dan sertipikat untuk menggantikan surat ukur, buku tanah dan sertipikat asalnya (Pasal 48 ayat (1) dan (2) PP 24 tahun 1997).

Selanjutnya didalam Pasal 49 ayat (1) menyebutkan bahwa pemegang hak yang bersangkutan, dari satu bidang tanah yang sudah didaftar dapat dipisahkan sebagian atau beberapa bagian yang selanjutnya merupakan satuan bidang baru dengan status hukum yang sama dengan bidang tanah semula. Selanjutnya Pasal yang menyatakan dalam hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk satuan bidang baru yang dipisahkan dibuatkan surat ukur, buku tanah dan sertipikat sebagai satuan bidang tanah baru dan pada peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku tanah, dan sertipikat bidang tanah semula dibubuhkan catatan mengenai telah diadakannya pemisahan tersebut.

Pendaftaran peralihan hak tanggungan dilakukan dengan mencatatnya pada buku tanah serta sertipikat hak tanggungan yang bersangkutan dan pada buku tanah serta sertipikat hak yang dibebani berdasarkan surat tanda bukti beralihnya piutang yang dijamin karena cessie, subrogasi, pewarisan atau penggabungan serta peleburan perseroan (vide Pasal 53 PP 24 tahun 1997). Dari apa yang telah digambarkan diatas memberikan gambaran setiap perbuatan yang obyeknya tanah dalam hal pemeliharaan data pendaftaran bidang tanah semua selalu dicatatkan dalam buku tanah. Hal ini memeberikan gambaran bahwa betapa pentingnya buku tanah tersebut. Pentingnya buku tanah tidak sampai di situ saja, didalam Pasal 97 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 tahun 1997 tentang ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftran tanah untuk

(16)

16 selanjutnya disebut Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 tahun 1997) menyatakan bahwa sebelum melaksanakan pembuatan akta mengenai pemindahan atau pembebanan hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun PPAT wajib terlebih dahulu melakukan pemeriksanaan pada kantor pertanahan mengenai kesesuian sertipikat hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan setempat dengan memperlihatkan sertipikat asli.

Kejadian kebakaran kantor pertanahan yang mengakibatkan hangusnya dokumen-dokumen penting termasuk buku tanah, akan menghambat semua kegiatan kantor pertanahan tersebut, dikarenakan buku tanah sangatlah penting seperti yang telah dijelaskan diatas. Hal itu menggambarkan adanya kekosongan norma di dalam PP 24 tahun 1997 jo. Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 tahun 1997. Karena tidak adanya buku tanah sehingga tidak bisa dilakuan pencocokan buku tanah maka PPAT dan kantor pertanahan serta seluruh Kepala Desa dan Lurah di Kabupaten Buleleng, mengadakan pertemuan (rapat) untuk membahas hal tersebut. Dalam Rapat tersebut disepakati bahwa untuk menjamin kepastian hukum bahwa sertipikat tersebut adalah memang benar Asli dan dikeluarkan oleh kantor pertanahan Kabupaten Buleleng, maka disepakati bahwa setiap terjadi peralihan hak, pemilik sertipikat wajib menandatangani Surat Pernyataan Pemilikan Bidang tanah yang di saksikan oleh 2 (dua) orang saksi dan disahkan oleh Kepala Desa/Kepala Kelurahan sesuai dengan letak Tanah, yang diputuskan dalam bentuk Surat dari Kepala Badan Pertanahan Nasional tertanggal 4 Nopember 1999 Nomor : 610.4433, Perihal

(17)

17 Petunjuk Penanganan Akibat Terbakarnya Kantor Pertanahan Kabupaten Buleleng.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut diatas, melalui penulisan tesis ini, diperlukan pengkajian yang lebih mendalam mengenai perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas tanah. Adapun hasilnya dituangkan dalam bentuk tesis dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Hak Atas Tanah Setelah Terbakarnya Kantor Pertanahan”.

Disamping itu untuk menunjukkan orisinalitas penelitian, juga dilakukan penelurusan penelitian-penelitian sebelumnya yakni, hasil penelitian dari Bambang Edy Wahyono, Universitas Diponegoro, Semarang, tahun 2004 dengan Judul “Perlindungan Hukum Pemegang Sertipikat Hak Milik Atas Tanah (Suatu Kajian Terhadap Pembatalan Sertipikat Hak Atas Tanah di Desa Wining, Kecamatan Boyolali, Kabupaten Boyolali)”, permasalahan yang diangkat dalam penelitian tersebut adalah Bagaimana penentuan alat bukti pemilikan hak atas tanah dan Bagaimana kekuatan hukum sertipikat hak atas tanah dalam suatu sengketa. Selain itu juga penelusuran dari hasil penelitian dari Fikri Said, Universitas Diponegoro, Semarang, tahun 2003, dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Sertipikat Hak Atas Tanah (Studi Tentang Kekuatan Hukum Sertipikat Hak Atas Tanah di Pengadilan Negeri Pekalongan)”, dengan permasalahan yang diangkat adalah Bagaimana penentuan alat bukti pemilikan hak atas tanah dan Bagaimana kekuatan hukum sertipikat hak atas tanah dalam suatu sengketa.

(18)

18 1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, maka dalam tesis ini dapatlah ditarik rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum yang diberikan terhadap pemegang hak atas tanah apabila terjadi proses peralihan hak, setelah terbakarnya Kantor Pertanahan?

2. Apakah surat pernyataan kepemilikan bidang tanah, dapat memberikan jaminan kepastian hukum terhadap hak milik tanah seseorang atau suatu badan hukum?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dapat dikualifikasikan menjadi tujuan umum dan tujuan khusus, lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut :

a. Tujuan Umum

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk pengembangan ilmu hukum terkait paradigma Science as a process (ilmu sebagai proses) yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas tanah setelah terbakarnya Kantor Pertanahan.

b. Tujuan Khusus

Adapun yang menjadi tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk menjawab rumusan masalah yakni :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis bentuk perlindungan hukum yang dapat diberikan terhadap pemegang hak atas tanah setelah terbakarnya Kantor Pertanahan.

(19)

19 2. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah Surat Pernyataan Kepemilikan Bidang Tanah dapat memberikan jaminan kepastian hukum terhadap hak milik atas tanah seseorang atau suatu badan hukum.

1.4 Manfaat Penelitian

Penulis berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat secara teoritis maupun praktis. Adapun manfaat yang dimaksud adalah :

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, berkaitan dengan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya, khususnya Hukum Pertanahan berkaitan dengan terbakarnya dokumen sertipikat tanah sebagai alat bukti hak atas tanah.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis berkaitan dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang dipakai sebagai acuan ataupun pedoman oleh kalangan yang berkecimpung di bidang pertanahan khususnya para notaris/PPAT dan pegawai kantor Badan Pertanahan Nasional dalam memberikan kepastian hukum bagi pemegang sertifkat hak milik atas tanah dan memberikan alternatif dalam penyelesaian permasalahan pertanahan pada umumnya.

1.5 Landasan Teoritis

Landasan Teoritis adalah upaya untuk mengidentifikasi teori hukum umum/teori khusus, konsep-konsep hukum, asas-asas hukum, aturan hukum,

(20)

20 norma-norma dan lain-lain yang akan dipakai sebagai landasan untuk membahas permasalahan penelitian. Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis, oleh karena ada hubungan timbal balik yang erat antara teori dengan kegiatan pengumpulan dan pengolahan data, analisa, serta konstruksi data.15

Sebelum mengungkapkan mengenai teori yang dipergunakan dalam pembahasan tesis ini maka terlebih dahulu akan diuraikan mengenai beberapa pengertian dan pendapat para sarjana terkait dengan permasalahan yang diangkat dalam tesis ini. Istilah Agraria berasal dari kata Akker (bahasa Belanda), Agros (bahasa Yunani) berarti tanah pertanian, Agger (bahasa Latin) berarti tanah atau sebidang tanah), Agrarius (bahasa Latin) berarti perladangan, persawahan, pertanian, Agrarian (bahasa Inggris) berarti tanah pertanian16. Menurut Subekti dan R. Tjitrosoedibio, “agraria adalah urusan tanah dan segala apa yang ada di dalam dan di atasnya.”17 Selanjutnya dalam Black’s Law Dictionary disebutkan bahwa pengertian agraria adalah : “agrarian is relating to land, or to a division or distribution of land; as an agrarian laws.”18 Dalam Hukum tanah kata sebutan tanah dipakai dalam arti yuridis, sebagai suatu pengertian yang telah diberi batasan resmi oleh UUPA. Dalam pasal 4 UUPA dinyatakan, bahwa atas dasar

15

Program Magister Kenotariatan Universitas Udayana, 2011, Buku Pedoman Pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Udayana, Denpasar, hal. 48.

16

Urip Santoso, 2010, Hukum Agraria & Hak-hak Atas Tanah, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hal. 1

17

Subekti dan R. Tjitrosoedibio, 2002, Kamus Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 12

18

Henry Campbell Black, 1991, Black’s Law Dictionary, West Publishing Co, USA, p. 43

(21)

21 hak menguasai dari Negara…ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang. Dengan demikian jelaslah, bahwa tanah dalam pengertian yuridis adalah permukaan bumi. Sedang Hak atas tanah adalah hak atas sebagian tertentu permukaan bumi, yang terbatas, berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar19.

Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada pemegang haknya untuk mempergunakan atau mengambil menfaat dari tanah yang dihakinya. Atas dasar ketentuan Pasal 4 ayat (2) UUPA, kepada pemegang haknya atas tanah diberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan langsung yang berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan hukum lain yang lebih tinggi20.

Mengenai macam-macam hak atas tanah sesuai dengan Pasal 16 ayat (1) UUPA antara lain: (a) Hak Milik; (b) Hak Guna Usaha; (c) Hak Guna Usaha; (d) Hak Pakai; (e) Hak Sewa; (f) Hak Membuka Tanah; (g) Hak Memungut Hasil Hutan; (h) hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan undang-undang, serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53.

19

Boedi Harsono, 2007, Hukum Agraria Indonesia (Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria, isi dan Pelaksanaannya), Djambatan, Jakarta, hal. 18.

20

(22)

22 Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Hak milik dapat beralih dan dapat dialihkan kepada pihak lain. Pihak yang boleh mendapatkan hak milik atas tanah adalah warga negara Indonesia.Selain itu atas penetapan pemerintah badan-badan hukum juga dapat memiliki hak milik atas tanah.Penetapan ini tentu harus dipenuhi oleh sebuah badan hukum.

Sejalan dengan berbagai perubahan atas status tanah, maka setiap proses hukum atas tanah baik peralihan, hapusnya hak milik maupun pembebanannya dengan hak-hak lain harus didaftarkan secara hukum. Pendaftaran ini merupakan alat bukti yang kuat tentang hapusnya hak milik, sahnya peralihan dan pembebanan hak tersebut.Selain itu, hak milik juga dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.

Salah satu tujuan pendaftaran tanah sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Lembaran Negara Republik Indoensia Tahun 1997 Nomor 59 adalah :

1. untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum, kepada pemegang hak yang bersangkutan diberikan sertipikat hak atas tanah.21 2. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan

termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang

21

Urip Santoso, 2010, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Kencana, Jakarta, hal. 42

(23)

23 diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar; untuk melaksanakan fungsi informasi tersebut data fisik dan data yuridis dari bidang tanah dan satuan rumah susun yang sudah terdaftar terbuka untuk umum. 3. Untuk terselenggaranya tertib adiministrasi pertanahan, setiap bidang tanah dan

satuan rumah susun termasuk peralihan, pembebanan dan hapusnya hak atas bidang tanah dan hak milik atas satuan rumah susun wajib didaftar.

Pasal 13 ayat (3) Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 menyatakan bahwa surat tanda bukti hak atas tanah yang didaftarkan dinamakan sertipikat, yaitu salinan buku tanah dan surat ukur setelah dijahit menjadi satu bersama-sama dengan suatu kertas sampul yang bentuknya ditetapkan oleh Menteri Agraria. Sertipikat merupakan suatu ketetapan yang dikeluarkan oleh suatu instansi pemerintahan, oleh karena itu apabila ada kekurangan dalam ketetapan ini menurut Donner dapat mengakibatkan:

a. Ketetapan itu harus dianggap batal sama sekali. b. Berlakunya ketetapan itu dapat digugat dalam:

1) banding (beroep),

2) pembatalan oleh jabatan (ambtshalve vernietiging) karena bertentangan dengan undang-undang.

3) dalam hal ketetapan tersebut, sebelum dapat berlaku, memerlukan persetujuan suatu badan kenegaraan yang lebih tinggi, maka persetujuan itu tidak diberikannya.

(24)

24 4) Ketetapan diberikan suatu tujuan lain daripada tujuan permulaannya.22 Dapat disimak bahwa akibat dari suatu pembatalan sertipikat tanah adalah batalnya sertipikat hak atas tanah dan pemegang sertipikat hak atas tanah akan kehilangan haknya.

Hak secara umum dapat diartikan kuasa, kekuasaan, kewenangan atau juga sebagai kekuasaan untuk bertindak (rigths are defined generally as powers of free action). Dalam ilmu hukum, hak merupakan suatu kekuasaan yang diberikan oleh hukum kepada seseorang terhadap suatu benda maupun orang sehingga menimbulkan hubungan hukum. Oleh karena itu, seseorang yang memperoleh hak atas, didalamnya telah melekat kekuasaan hak atas tanah tersebut disertai dengan kewajiban-kewajiban dan pembatasan hak-hak atas tanah miliknya yang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perbuatan yang dimaksudkan untuk memutuskan, menghentikan atau menghapuskan sesuatu hubungan hukum, menurut doktrin hukum terdapat asas-asas hukum mengenai kebatalan, yakni nietigheid, nullitiet, yang dibedakan menjadi kebatalan mutlak dan nisbi. Kebatalan mutlak dari suatu perbuatan atau juga disebut kebatalan demi hukum, yakni suatu perbuatan harus dianggap batal meskipun tidak diminta oleh suatu pihak atau tidak perlu dituntut secara tegas (disebut absolut nietigheid). Adapun kebatalan nisbi, yaknii suatu kebatalan perbuatan yang terjadi apabila diminta oleh orang tertentu. Disini terdapat syarat bagi orang tersebut untuk

22

E. Utrecht dan Moh. Saleh Djindang, 1985, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Ichtiar Baru, Jakarta, hal. 95-96

(25)

25 memohon atau menuntut secara tegas (disebut relatief nietegheid). Biasanya tuntutan yang diajukan oleh salah satu pihak karena cacat hukum.23

Suatu penetapan itu dianggap tidak sah, yang berakibat bahwa penetapan yang mengandung kekurangan-kekurangan menjadi batal atau dapat dibatalkan, dicabut kembali atau diperbaiki kembali dengan ralat sehingga memenuhi syarat-syarat formil dan materiil dan menjadi sah berlaku. Dalam praktik dapat terjadi, bahwa penetapan-penetapan yang mengandung kekurangan sejak saat dibuat, berlaku seolah-olah suatu ketetapan yang sah atau ex nunc, karena terbukti adanya kekurangan yang diajukan dalam sebuah sanggahan. Sebagai asas yang berlaku bahwa penetapan yang sah mempunyai kekuatan hukum (rechtskracht).24

Adapun teori yang dapat digunakan dalam membahas permasalahan dalam tesis ini yaitu:

a. Teori Negara Hukum

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menetapkan “Indonesia adalah Negara Hukum”. Mengenai landasan filosofis dari Negara Hukum Indonesia adalah Pancasila.25 Penegasan ini menunjukkan komitmen lebih tegas dari bangsa dan negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila untuk memberikan kedaulatan hukum dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat di wilayah Negara Indonesia.

23

Andrian Sutedi, 2011, Sertipikat Hak-Hak Atas Tanah, Sinar Grafika, Jakarta, (selanjutnya disebut Andrian Sutedi I), hal. 242-243

24

Amrah Muslimin, 1985, Beberapa Asas dan Pengertian Pokok Tentang Administrasi dan Hukum Administrasi, Alumni, Bandung, hal.135

25

Padmo Wahjono, 1983, Sistem Hukum Nasional Dalam Negara Hukum Pancasila, CV. Rajawali, Jakarta, hal. 2

(26)

26 Negara dikatakan sebagai Negara Hukum dapat dilakukan melalui penelusuran pandangan ilmiah para ahli, yang memberikan unsur-unsur atau ciri-ciri suatu negara hukum. Friedrich Julius Stahl mengemukakan ciri-ciri negara hukum yaitu:

1. Adanya pengakuan akan hak-hak dasar manusia.

2. Adanya pembagian kekuasaan berdasarkan TRIAS POLITIKA. 3. Pemerintahan berdasarkan undang-undang

4. Adanya peradilan Tata Usaha Negara.

Melengkapi pandangan mengenai ciri-ciri negara hukum, Frans Magnis Suseno mengemukakan ciri-ciri Negara Hukum sebagai berikut:

1. Asas legalitas.

2. Kebebasan/kemandirian kekuasaan kehakiman 3. Perlindungan Hak Asasi Manusia, dan

4. Sistem konstitusi/hukum dasar.26

Sedangkan negara hukum menurut Joeniarto adalah kekuasaan negara dibatasi oleh hukum (rechstaat), bukan didasarkan atas kekuasaan (machstaat). Lebih lanjut ditambahkan bahwa tujuan dari negara Hukum adalah adanya pembatasan kekuasaan Negara oleh hukum., disamping itu suatu negara dapat dikatakan sebagai Negara Hukum perlu diketahui elemen-elemen atau unsur-unsurnya yang tertuang di dalam

26

F. Magnis Suseno, 1991, Etika Politik, Prinsip-prinsip Modal Dasar Kenegaraan Modern,Gramedia, Jakarta, hal. 298-301

(27)

27 Undang Dasar beserta peraturan pelaksanaannya, dan yang terpenting dalam praktek sudah dilaksanakan atau belum.27

Ada beberapa konsekuensi yang muncul dalam suatu negara hukum material atau negara kesejahteraan, diantaranya adalah :

1. semakin banyak tindakan pemerintahan yang dilakukan organ-organ pemerintah;

2. tugas-tugas negara menjadi semakin kompleks;

3. badan pembuat undang-undang mempunyai kecenderungan kurang mampu mempertimbangkan situasi-situasi konkrit yang akan terjadi;

4. badan-badan legislatif akan memberikan lebih banyak kebebasan kepada pemerintah untuk melaksanakan pemerintahan;

5. dikaitkan dengan aspek perlindungan hukum bagi rakyat akan kemungkinan lahirnya sengketa antara rakyat dan pemerintah sebagai akibat kekaburan aturan hukum.

Dalam kaitannya dengan penelitian ini, konsep negara hukum harus dikedepankan digunakan dalam rangka untuk menjamin kepastian hukum hak-hak atas tanah. Dengan demikian konsep ini dapat bermanfaat untuk melakukan klarifikasi dan pembenaran ilmiah dalam kaitan dengan judul penelitian.

27

Joeniarto, 1968, Negara Hukum, Yayasan Badan Penerbit Gajah Mada, Yogjakarta, hal. 8

(28)

28 b. Teori Kepastian Hukum

Kepastian hukum merupakan pertanyaan yang hanya bisa dijawab secara normatif, bukan sosiologis. Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam artian ia menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma. Konflik norma yang ditimbulkan dari ketidakpastian aturan dapat berbentuk konstestasi norma, reduksi norma atau distorsi norma. Pemikiran mainstream beranggapan bahwa kepastian hukum merupakan keadaan dimana perilaku manusia, baik individu, kelompok, maupun organisasi terikat dan berada dalam koridor yang sudah digariskan oleh aturan hukum.

Berdasarkan pengertian tersebut diatas yang dikaitkan dengan kepastian hukum pemilikan tanah, kiranya unsur pertama dan kedua dapat dipergunakan sebagai dasar untuk melakukan titik tolak. Aturan yang konsisten dan dapat diterapkan mengandung arti bahwa ketentuan mengenai pendaftaran tanah supaya dilakukan secara sah serta pasti luasnya dan batas-batasnya sehingga mempunyai kepastian hukum.Aparat pemerintah dalam hal ini Kantor Pertanahan (BPN) menerapkan aturan hukum yang berlaku secara konsisten dan berpegang pada aturan hukum tersebut.

Kepastian hukum berkaitan dengan supremasi hukum, karena hukumlah yang berdaulat. Dengan landasan ini undang-undang dalam arti

(29)

29 formal dan Undang-Undang Dasar sendiri merupakan tumpuan dasar bagi tindakan pemerintah. Atas dasar itu, pengaturan yang jelas mengenai jaminan kepastian hukum kepemilikan tanah sangat penting bagi rakyat suatu bangsa. Pendaftaran hak atas tanah yang melahirkan sertipikat hak atas tanah merupakan salah satu macam hak milik yang dari sudut pandang HAM merupakan HAM yang berkarakteristik absolut. Oleh sebab itu, pemerintah dalam hal ini Kantor Pertanahan berkewajiban secara konstitusional dan yuridis untuk menjalankan pelayanan pendaftaran tanah.

Dalam kaitannya dengan penulisan tesis ini maka kepastian hukum yang dimaksudkan adalah kepastian hukum atas kepemilikan tanah dengan status Hak milik atas tanah. Agar mendapatkan kepastian hukum tentunya harus didaftarkan sehingga nantinya dapat dijadikan alat bukti kepemilikan yang kuat atas bidang tanah tersebut.

c. Teori Perlindungan Hukum

Keberadaan hukum dalam masyarakat merupakan suatu sarana untuk menciptakan ketentraman dan ketertiban masyarakat, sehingga dalam hubungan antar anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya dapat dijaga kepentingannya. Hukum tidak lain adalah perlindungan kepentingan manusia yang berbentuk norma atau kaedah. Hukum sebagai kumpulan peraturan atau kaedah mengandung isi yang bersifat umum dan normatif, umum karena berlaku bagi setiap orang, dan normatif karena

(30)

30 menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, serta menentukan bagaimana cara melaksanakan kepatuhan pada kaedah.28

Wujud dari peran hukum dalam masyarakat adalah memberikan perlindungan hukum kepada anggota masyarakat yang kepentingannya terganggu. Persengketaan yang terjadi dalam masyarakat harus diselesaikan menurut hukum yang berlaku, sehingga dapat mencegah perilaku main hakim sendiri. Tujuan pokok hukum sebagai perlindungan kepentingan manusia adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, sehingga terwujud kehidupan yang seimbang.

Menurut Abdoeal Djamali, bahwa hukum itu bertujuan agar mencapai tata tertib antar hubungan manusia dalam kehidupan sosial. Hukum menjaga keutuhan hidup agar terwujud suatu keseimbangan psikis dan fisik dalam kehidupan terutama kehidupan kelompok sosial 29. Berarti hukum juga menjaga supaya selalu terwujud keadilan dalam kehidupan sosial (masyarakat). Menurut Subekti dalam buku Sudikno Mertokusumo berpendapat, bahwa tujuan hukum itu mengabdi kepada tujuan Negara, yaitu mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan bagi rakyatnya.30

Fungsi hukum adalah untuk mengatur hubungan antara negara atau masyarakat dengan warganya dan hubungan antara sesama warga masyarakat tersebut agar kehidupan dalam masyarakat berjalan dengan

28

Sudikno Mertokusumo, 2003, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogjakarta, (selanjutnya disebut Sudikno 1), hal. 39

29

Abdoel Djamali, 2009, Pengantar Hukum Indonesia, Rajagrafindi Persada, Jakarta, hal. 2

30

(31)

31 tertib dan lancar. Hal ini mengakibatkan bahwa tugas hukum untuk mencapai kepastian hukum (demi adanya ketertiban) dan keadilan dalam masyarakat. Kepastian hukum mengharuskan diciptakannya peraturan umum atau kaidah hukum yang berlaku umum agar terciptanya suasana yang aman dan tentram dalam masyarakat, maka kaidah dimaksud harus ditegakkan serta dilaksanakan dengan tegas.31 Dengan adanya kepastian hukum tersebut dengan sendirinya warga masyarakat senantiasa akan mendapatkan perlindungan hukum karena mereka sudah mendapatkan kepastian tentang bagaimana para warga masyarakat menyelesaikan persoalan hukum, bagaimana mereka menyelesaikan perselisihan yang terjadi dan sebagainya.

Menurut Philipus M. Hadjon dalam bukunya “Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia” mengemukakan bahwa perlindungan hukum dalam kepustakaan hukum berbahasa Belanda dikenal dengan sebutan “rechtbescheming van de burgers”.32

Pendapat ini menunjukkan kata perlindungan hukum merupakan terjemahan dari bahasa Belanda. Kata perlindungan mengandung pengertian terdapat suatu usaha untuk memberikan hak yang memang seharusnya dimiliki oleh pihak yang dilindungi sesuai dengan kewajiban yang telah dilakukan.

Pada hakikatnya terdapat hubungan antara subjek hukum dengan objek hukum yang dilindungi oleh hukum dan menimbulkan

31

Soerjono Soekanto, 1983, Penegakan Hukum, Binacipta, Bandung, hal. 15

32

Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, hal. 25

(32)

32 kewajiban.Hak dan kewajiban yang timbul dari hubungan hukum tersebut harus dilindungi oleh hukum, sehingga anggota masyarakat merasa aman dalam melaksanakan kepentingannya. Hal ini menunjukkan bahwa perlindungan hukum dapat diartikan sebagai suatu pemberian jaminan atau kepastian bahwa seseorang akan mendapatkan apa yang telah menjadi hak dan kewajibannya, sehingga yang bersangkutan merasa aman.

Perlindungan hukum merupakan konsep yang universal dari negara hukum. Perlindungan hukum diberikan apabila terjadi pelanggaran maupun tindakan yang bertentangan dengan hukum yang dilakukan oleh pemerintah, baik perbuatan penguasa yang melanggar undang-undang maupun peraturan formal yang berlaku telah melanggar kepentingan dalam masyarakat yang harus diperhatikannya.

Ada dua macam bentuk perlindungan hukum yaitu perlindungan hukum yang bersifat preventif dan represif. Preventif artinya perlindungan yang diberikan sebelum terjadinya sengketa, artinya perlindungan hukum ini bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, sedangkan sebaliknya perlindungan hukum represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa yang muncul apabila terjadi suatu pelanggaran terhadap norma-norma hukum dalam peraturan perundang-undangan.

Kesimpulan dari hal tersebut di atas, bahwa perlindungan hukum dalam arti sempit adalah sesuatu yang diberikan kepada subjek hukum dalam bentuk perangkat hukum, baik yang bersifat preventif maupun represif, serta dalam bentuk yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan

(33)

33 kata lain, perlindungan hukum dapat diartikan sebagai suatu gambaran darifungsi hukum, yaitu ketenteraman bagi segala kepentingan manusia yang ada di dalam masyarakat sehingga tercipta keselarasan dan keseimbangan hidup masyarakat. Sedangkan perlindungan hukum dalam arti luas adalah tidak hanya diberikan kepada seluruh makhluk hidup maupun segala ciptaan Tuhan dan dimanfaatkan bersama-sama dalam rangka kehidupan yang adil dan damai.

Dalam penelitian tesis ini lebih menekankan pada perlindungan hukum represif. Perlindungan Hukum Reprensif yang dimaksudkan bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum dalam menyelesaikan sengketa mengenai kepemilikan sertipikat hak milik atas tanah setelah terbakarnya Kantor Pertanahan.

1.6 Metode Penelitian 1.6.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian tesis ini yaitu penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan hukum primer, dan sekunder. 33 Penelitian hukum Normatif mencakup penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum, penelitian sejarah hukum dan penelitian perbandingan hukum.34

33

Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT. Grafindo Persada, Jakarta, hal. 13-14.

34

Soerjono Soekanto, 2000, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, hal. 51

(34)

34 1.6.2. Jenis Pendekatan

Pendekatan dalam penelitian hukum dimaksudkan adalah bahan untuk mengawali sebagai dasar sudut pandang dan kerangka berpikir seorang peneliti untuk melakukan analisis. Dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan yaitu :

- Pendekatan perundang-undangan (statute approach) hal ini dimaksudkan bahwa peneliti menggunakan peraturan perundang-undangan sebagai dasar awal melakukan analisis. Penelitian hukum yang berdasarkan kaidah perundang-undangan sebagai suatu hal yang penting dalam penerapan hukum secara praktek hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Morris L. Cohen and Kent C. Olson dalam bukunya yang berjudul Legal Research yang menyatakan bahwa:“legal research is an essential component of legal practice. It is the process of finding the law that governs an activity and materials that explain or analyze that law”35

- Pendekatan konsep (Coseptual Approach), konsep-konsep dalam ilmu hukum dapat dijadikan titik tolak atau pendekatan bagi analisis penelitian hukum, karena akan banyak muncul konsep bagi suatu fakta hukum.

- Pendekatan analitis (Analytical Approach ), pendekatan ini dilakukan dengan mencari makna pada istilah-istilah hukum yang terdapat didalam perundang-undangan, dengan begitu peneliti

35

Morris L. Cohen and Kent C. Olson, 2000, Legal Research, West Group, ST. Paul Minn, Printed in the United States of America, page 1

(35)

35 memperoleh pengertian atau makna baru dari istilah-istiah hukum dan menguji penerapannya secara praktis dengan menganalisis putusan-putusan hukum.

- Pendekatan perbandingan (Comparative Approach), pendekatan ini dilakukan dengan membandingkan peraturan perundangan Indonesia dengan satu atau beberapa peraturan perundangan negara- negara lain.

- Pendekatan sejarah (Historical Approach), pendekatan sejarah ini dilakukan dengan menelaah latar belakang dan perkembangan dari materi yang diteliti.

- Pendekatan kasus (case approach), pendekatan kasus dalam Penelitian hukum bertujuan untuk mempelajari norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum.36

Dalam penulisan karya ilmiah ini, agar mendapatkan hasil yang ilmiah, serta dapat dipertahankan secara ilmiah, maka masalah dalam penelitian ini akan dibahas menggunakan jenis pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konsep (conseptual approach), dan pendekatan kasus (case Approach)

1.6.3. Sumber Bahan Hukum

Adapun sumber bahan hukum yang diperoleh dalam penulisan tesis ini yaitu melalui penelitian hukum normatif dengan melakukan penelitian terhadap data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari penelitian melalui

36

Fajar, Mukti dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogjakarta, hal. 185-190

(36)

36 kepustakaan (Library Research).37 Bahan Hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan yang terdiri dari :

1. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas.Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan undangan. Peraturan perundang-undangan yang dipergunakan sebagai bahan hukum dalam penulisan tesis ini yaitu:

a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

b. Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Undang-Undang Pokok Agraria;

c. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris;

d. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;

e. Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 tahun 1997 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

f. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

37

Ronny Hanitijo Soemitro, 2000, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 24.

(37)

37 2. Bahan Hukum sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi.Publikasi meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan. Bahan-bahan hukum sekunder yang berupa buku-buku hukum ini harus relevan dengan topik penelitian.38 3. Bahan hukum tertier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus, ensiklopedi dan seterusnya.39

1.6.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan misalnya memahami dan mengkaji lebih mendalam tentang literatur dan peraturan perundang-undangan yang ada kolerasinya dengan pembahasan baik langsung maupun tidak langsung.40 Dalam pengumpulan bahan-bahan hukum dipergunakan teknik studi dokumen, yaitu menelaah peraturan-peraturan yang relevan, buku-buku atau bahan-bahan bacaan atau, karya ilmiah para sarjana dan hasilnya dicatat dengan sistem kartu. Kartu yang disusun berdasarkan topik, bukan berdasarkan nama pengarang, hal ini dilakukan agar lebih memudahkan dalam penguraian, menganalisa, dan

38

Soejono Soekanto dan Sri Mamudji , Op.Cit, hal. 13-14. 39

Bambang Waluyo, 2002,Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 23

40

Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,hal. 58.

(38)

38 membuat kesimpulan dari konsep yang ada. Studi kepustakaan bertujuan untuk mencapai konsepsi-konsepsi, teori-teori, pendapat-pendapat ataupun penemuan-penemuan yang berhubungan erat dengan pokok permasalahan. 1.6.5. Teknik Analisis Bahan Hukum

Dalam kajian ini pembahasannya akan disajikan secara analisis diskriptif yaitu memaparkan dan menganalisis hasil temuan yang diperoleh dari bahan-bahan hukum, disusun secara sistematis sehingga diperoleh suatu kesimpulan yang obyektif.

(39)

39 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendaftaran Tanah

2.1.1 Pengertian, Asas, Tujuan, Manfaat Pendaftaran Tanah

Dalam pembangunan jangka panjang kedua peranan tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan akan meningkat, baik sebagai tempat bermukim, maupun untuk kegiatan usaha. Sehubungan dengan itu akan meningkat pula dukungan berupa jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan. Pemberian jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan, pertama-tama memerlukan tersedianya perangkat hukum yang tertulis, lengkap dan jelas, yang dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan jiwa dan isi ketentuan-ketentuannya.

Selain itu dalam menghadapi kasus-kasus konkrit diperlukan juga terselenggaranya pendaftaran tanah, yang memungkinkan bagi para pemegang hak atas tanah untuk dengan mudah membuktikan haknya atas tanah yang dikuasainya, dan bagi para pihak yang berkepentingan, seperti calon pembeli dan calon kreditur, untuk memeroleh keterangan yang diperlukan mengenai tanah yang menjadi objek perbuatan hukum yang akan dilakukan, serta bagi Pemerintah untuk melaksanakan kebijaksanaan pertanahannya. Sehubungan dengan itu UUPA memerintahkan diselenggarakannya pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum sebagai yang dimaksud diatas. Pendaftaran tanah tersebut kemudian diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah nomor 10 tahun 1961

(40)

40 tentang pendaftaran tanah (untuk selanjutnya cukup disebut PP 10/1961) yang sampai sekarang menjadi dasar kegiatan pendaftaran tanah diseluruh Indonesia.

Didalam Pasal 19 ayat (1) UUPA menyatakan bahwa untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah. Selaras dengan penjelasan umum yang telah diuraikan diatas dan difasilitasi dalam UUPA yang merupakan dasar dilaksanakannya pendaftaran tanah.

Sebutan pendaftaran tanah atau land registration menimbulkan kesan bahwa seakan-akan objek utama pendaftaran atau satu-satunya objek pendaftaran adalah tanah. Memang mengenai pengumpulan sampai penyajian data fisik, tanah yang merupakan objek pendaftaran yaitu untuk dipastikan letaknya, batas-batasnya, luasnya dalam peta pendaftaran dan disajikan juga dalam “daftar tanah”. Kata “kadaster” yang menunjukkan pada kegiatan fisik tersebut berasal dari istilah latin “Capistratum” yang merupakan daftar yang berisikan data mengenai tanah.41

Menurut A.P Parlindungan, pendaftaran tanah berasal dari kata cadastre (Bahasa Belanda kadaster) suatu istilah teknis untuk suatu record (rekaman), menunjukkan kepada luas, nilai, dan kepemilikan (atau lain-lain atas hak) terhadap suatu bidang tanah. Kata ini berasal dari bahasa latin “Capistratum” yang berarti suatu register atau capita atau unit yang diperbuat untuk pajak tanah Romawi (Capotatio Terrens). Dalam arti yang tegas, Cadastre adalah record pada

41

Boedi Harsono, 2003, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, (selanjutnya disebut Boedi Harsono I), hal. 74

(41)

41 lahan-lahan, nilai daripada tanah dan pemegang haknya dan untuk kepentingan perpajakan. Dengan demikian, cadastre merupakan alat yang tepat yang memberikan uraian dan identifikasi dan juga sebagai continuous recording (rekaman yang berkesinambungan) dari hak atas tanah.42

Rudolf Hemanes, soerang mantan Kepala Jawatan Pendaftaran Tanah dan Menteri Agraria pada masa itu, telah mencoba merumuskan mengenai apa yang dimaksud dengan Pendaftaran Tanah (cadaster). Menurut beliau yang dimaksud dengan pendaftaran tanah adalah pendaftaran atau pembukuan bidang-bidang tanah dalam daftar-daftar, berdasarkan pengukuran dan pemetaan, yang seksama dari bidang-bidang itu43.

Pengertian pendaftaran tanah dimuat dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang menyatakan bahwa pendaftaran tanah adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

42

A.P Parlindungan, 1999, Pendaftaran Tanah Di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, (selanjutnya disebut A.P Parlindungan I), hal. 18-19

43

Ali Achmad Chomzah, 2004, Hukum Agraria (Pertanahan) Indonesia Jilid 2, Prestasi Pustaka, Jakarta, hal. 1

(42)

42 Definisi pendaftaran tanah dalam PP No. 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah merupakan penyempurnaan dari ruang lingkup kegiatan pendaftaran tanah berdasarkan Pasal 19 ayat (2) PP No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang hanya meliputi : “pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah, pendaftaran dan peralihan hak atas tanah serta pemberian tanda bukti hak sebagai alat pembuktian yang kuat.”44

Menurut Douglass J. Willem, pendaftaran tanah merupakan pekerjaan yang berkesinambungan dan konsisten atas hak-hak seseorang sehingga memberikan informasi dan data administrasi atas bagian-bagian tanah yang didaftarkan, sebagaimana disebutkan sebagai berikut:

The register consists of the individual grant, certificates of folios contained whitin it at anygiven time added to these are documents that may be deemed to be embodied in the register upon registration. Together these indicated ib the parcel of land in a particular title, the person entitle to interest there in and the nature and extent of these interests. There are also ancillary register which assist in the orderly administration of the system such as a parcel index, a nominal index losting registered proprietors and a day book in which documents are entered pending final registration.45

Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa dalam pendaftaran tanah dikenal 2 macam asas yaitu:

1. Asas Specialiteit

artinya pelaksanaan pendaftaran tanah itu diselenggarakan atas dasar peraturan perundang-undangan tertentu, yang secara teknis menyangkut masalah pengukuran, pemetaan, dan pendaftaran peralihannya. Oleh karena itu, dalam

44

M. Yamin Lubis dan A. Rahim Lubis, 2010, Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju, Bandung, hal. 138

45

Douglas J. Whillam, 1992, The Torren System In Australia, Sydney Melbourne Brisbone Perth, p. 18

(43)

43 pelaksanaan pendafataran tanah dapat memeberikan kepastian hukum terhadap hak atas tanah, yaitu memberikan data fisik yang jelas mengenai luas tanah, letak, dan batas-batas tanah.46

2. Asas Openbaarheid (asas keterbukaan)

Asas ini memberikan data yuridis tentang siapa yang menjadi subyek hak nya, apa nama hak atas tanah, serta bagaimana terjadinya peralihan dan pembebanannya. Data ini sifatnya terbuka untuk umum, artinya setiap orang dapat melihatnya.

Berdasarkan asas ini, setiap orang berhak mengetahui data yuridis tentang subyek hak, nama hak atas tanah, peralihan hak, dan pembebanan hak atas tanah yang ada di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, termasuk mengajukan keberatan sebelum sertipikat diterbitkan, sertipikat pengganti, sertipikat yang hilang atau sertipikat yang rusak.47

Lebih lanjut dalam Pasal 2 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, menyatakan bahwa pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas:

1. Asas sederhana

Asas ini dimaksudkan agar ketentuan-ketentuan pokoknya maupun prosedurnya dengan mudah dapat dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama para pemegang hak atas tanah.

46

Sudikno Mertokusumo, 1998, Hukum dan Politik Agraria, Karunika-Uniersitas Terbuka, Jakarta, (selanjutnya disebut Sudikno II), hal. 99

47 Ibid

(44)

44

2. Asas aman

Asas ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa pendaftaran tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai tujuan pendaftaran tanah itu sendiri.

3. Asas terjangkau

Asas ini dimaksudkan keterjangkauan bagi pihak-pihak yang memerlukan, khususnya dengan memerhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah. Pelayanan yang diberikan dalam rangka penyelenggaraan pendafataran tanah harus bisa terjangkau oleh pihak yang memerlukan.

4. Asas mutakhir

Asas ini dimaksudkan kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaannya dan kesinambungan dalam pemeliharaan datanya. Data yang tersedia harus menunjukkan keadaan yang mutakhir. Untuk itu diikuti kewajiban mendaftar dan pencatatan perubahan-perubahan yang terjadi dikemudian hari. Asas ini menuntut dipeliharanya data pendafataran tanah secara terus menerus dan berkesinambungan, sehingga data yang tersimpan di Kantor Pertanahan selalu sesuai dengan keadaan nyata di lapangan.

5. Asas terbuka

Asas ini dimaksudkan agar masyarakat dapat mengetahui atau memperoleh keterangan mengenai data fisik dan data yuridis yang benar setiap saat di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.

(45)

45 Tujuan pendaftaran tanah dimuat dalam Pasal 3 dan Pasal 4 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yaitu:

Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. Tujuan memberikan jaminan kepastian hukum merupakan tujuan utama dalam pendaftaran tanah sebagaimana tercantum dalam Pasal 19 UUPA. Maka memperoleh sertipikat, bukan sekadar fasilitas, melainkan merupakan hak pemegang hak atas tanah yang dijamin oleh Undang-Undang.48 Jaminan kepastian hukum sebagai tujuan pendaftaran tanah, meliputi:

- kepastian status hak yang didaftarkan; - kepastian subyek hak.

- Kepastian obyek hak.

selanjtnya untuk mendapatkan jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum dalam pendaftaran tanah, kepada pemegang yang bersangkutan diberikan sertipikat sebagai tanda bukti haknya.49

Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar. Dengan terselenggaranya pendaftaran tanah juga dimaksudkan untuk terciptanya suatu pusat informasi mengenai bidang-bidang tanah sehingga pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah

48

Boedi Harsono, Op.Cit, hal. 475 49

Referensi

Dokumen terkait

TIPE | MERK JUMLAH 1 3 4 NAMA ALAT 2 25 Dudukan layar 26 Dudukan lampu 27 Penumpu papanserbaguna 28 Filter warna merah 29 Filter warna hijau 30 Filter warna biru 31 Filter

Ada tiga rasio yang digunakan dalam rasio profitabilitas yaitu rasio profit margin untuk mengukur sejauh mana perusahaan menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan

Metodologi penelitian adalah pembahasan mengenai proses-proses yang ada pada kerangka kerja penelitian dalam mengklasifikasikan barang jadi menggunakan algoritma C4.5 sehingga

Dari hasil belajar yang sudah dideskripsikan di atas dapat diambil simpulan bahwa pembelajaran dengan penerapan scaffolding learning berbasis karakter dapat meningkatkan

Risiko bahwa prosedur yang dilaksanakan auditor untuk menekan risiko audit ke tingkat rendah yang dapat diterima, tidak akan mendeteksi salah saji yang bisa material, secara

Dalam dunia komputer yang dimaksud dengan Redundancy Server atau biasa juga disebut Server Clustering adalah menggunakan lebih dari satu server yang menyediakan

Dilihat dari sisi Akhlak: alhamdulillah sudah baik, artinya memang kalo di sekolah ini yang saya rasakan anak-anak disini itu seakan-akan dari rumah itu malampiaskan diri disini

Teknologi pengolahan limbah vinasse melalui proses fermentasi dan penambahan empon-empon menghasilkan pupuk organik cair plus (PACAR-P) yang dapat mengatasi