• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR. Pasuruan, Agustus Penulis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KATA PENGANTAR. Pasuruan, Agustus Penulis"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

ii

Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan karunia dan hidayah-Nya sehingga laporan riset partisipasi masyarakat dengan judul “Alasan Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih di TPS dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden Di Kota Pasuruan” ini bisa diselesaikan.

Di dalam tulisan ini disajikan beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi politik masyarakat serta alasan-alasan seseorang hadir ataupun tidak hadir di TPS.

Meskipun sudah kami kerahkan segala kemampuan, kami merasakan dan menyadari terdapat kekurangtepatan dan kekurangtelitian, itu semata-mata karena keterbatasan yang ada pada kami. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan masukan agar tulisan ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Tak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung kegiatan riset ini.

Demikian laporan riset partisipasi masyarakat ini kami sampaikan, semoga bermanfaat. Terima Kasih.

Pasuruan, Agustus 2015

(2)

i

SINERGI PERSADA UTAMA, Laporan Riset Partisipasi Masyarakat, Agustus 2015, “Alasan Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih di TPS dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden Di Kota Pasuruan”

Secara nasional tingkat partisipasi politik masyarakat untuk pemilu presiden dari tahun ke tahun cenderung menurun. Data menunjukkan dari tahun 2004 sampai tahun 2014 terjadi penurunan sebesar 8,65%. Pada pemilu legislatif, tingkat partisipasi politiknya cenderung fluktuatif.

Demikian juga di Kota Pasuruan, data menunjukkan bahwa terjadi kecenderungan yang fluktuatif pada pemilu legislatif dan cenderung menurun pada pemilu presiden. Tingkat partisipasi politik pemilu presiden tercatat 81,51% pada tahun 2004 tetapi pada tahun 2014 hanya 72,52%, menurun sebesar 8,99%. Sedangkan pada pemilu legislatif, secara keseluruhan tingkat partisipasi politik masyarakat dari tahun 2004 sampai dengan 2014 terjadi penurunan sebesar 7,06%, tercatat 89,23% pada tahun 2004 dan 82,17% pada tahun 2014. Para pengamat, peneliti dan penyelenggara pemilu mengasumsikan setidaknya ada 4 (empat) alasan orang berpartisipasi maupun tidak berpartispasi dalam pemilu; alasan ideologis, alasan administratif, alasan teknis dan alasan ekonomis.

Hasil riset mendeskripsikan bahwa faktor yang menyebabkan masyarakat Kota Pasuruan datang ke TPS pemilu legislatif adalah karena kesadaran politik, karena pengetahuan terhadap calon dan karena ikut-ikutan. Sedangkan pada pemilu presiden, alasan utama yang mendorong seseorang datang ke TPS adalah kesadaran politik, karena ikut-ikutan dan popularitas calon.

Secara umum, penyebab masyarakat Kota Pasuruan tidak datang ke TPS adalah karena sibuk dan karena tidak kenal dengan calon (pengetahuan terhadap calon rendah), baik calon legislatif maupun calon presiden dan wakil presiden.

(3)

iii

Halaman

RINGKASAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR GAMBAR ... v I. PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 7 C. Tujuan ... 7 D. Manfaat Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Konsepsi Partisipasi Politik ... 8

B. Definisi Partisipasi Politik ... 9

C. Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik ... 10

D. Manfaat Partisipasi Politik ... 12

E. Faktor-Faktor Partisipasi Politik ... 13

F. Pemilihan Umum (Pemilu) ... 18

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 22

A. Variabel Penelitian ... 22

B. Jenis Penelitian ... 23

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 23

D. Metode Pengambilan Sampel ... 23

E. Metode Pengumpulan Data ... 24

F. Analisa Data ... 24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

A. Hasil ... 25

B. Pembahasan ... 41

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

A. Kesimpulan ... 44

B. Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 46

(4)

v

Nomor Judul Halaman

1.1. Grafik tingkat partisipasi politik pemilu 2004-2014 ... 3

1.2. Grafik tingkat partisipasi politik pemilu legislatif 2004-2014 ... 3

1.3. Grafik tingkat partisipasi politik pemilu presiden 2004-2014 ... 4

1.4. Grafik tingkat partisipasi politik pemilu 2004-2014 di Kota Pasuruan ... 5

1.5. Grafik tingkat partisipasi politik pemilu legislatif 2004-2014 di Kota Pasuruan ... 5

1.6. Grafik tingkat partisipasi politik pemilu presiden 2004-2014 di Kota Pasuruan ... 6

4.1. Grafik alasan datang ke TPS karena tahu / kenal dengan calon ... 27

4.2. Grafik alasan datang ke TPS karena ada imbalan / money politik ... 27

4.3. Grafik alasan datang ke TPS karena kesadaran sendiri ... 28

4.4. Grafik alasan datang ke TPS karena intimidasi / ancaman ... 28

4.5. Grafik alasan datang ke TPS karena kebiasaan / ikut-ikutan ... 29

4.6. Grafik alasan secara simultan seseorang datang ke TPS pada pemilu legislatif ... 29

4.7. Grafik alasan datang ke TPS karena tahu / kenal dengan calon ... 31

4.8. Grafik alasan datang ke TPS karena ada imbalan / money politik ... 32

4.9. Grafik alasan datang ke TPS karena kesadaran sendiri ... 32

4.10. Grafik alasan datang ke TPS karena intimidasi / ancaman ... 33

4.11. Grafik alasan datang ke TPS karena kebiasaan / ikut-ikutan ... 33

4.12. Grafik alasan secara simultan seseorang datang ke TPS pada pemilu presiden ... 34

4.13. Grafik alasan seseorang tidak datang ke TPS karena tidak tahu / tidak kenal dengan calon... 37

4.14. Grafik alasan seseorang tidak datang ke TPS karena tidak adaimbalan / tidak ada uang transport ... 38

4.15. Grafik alasan seseorang tidak datang ke TPS karena menganggap pemilu tidak penting ... 38

4.16. Grafik alasan seseorang tidak datang ke TPS karena lupa / tidak tahu jadwal pemilu ... 39

(5)

vi

4.18. Grafik alasan seseorang tidak datang ke TPS karena menganggap pemilu ribet / susah ... 40 4.19. Grafik alasan seseorang tidak datang ke TPS karena sibuk ... 40 4.20. Grafik alasan secara simultan seseorang tidak datang ke TPS ... 41

(6)

iv

Nomor Judul Halaman

1.1. Data tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilu 2004-2014 ... 2 1.2. Data tingkat partisipasi politik pemilu 2004-2014 di Kota Pasuruan ... 4 4.1. Alasan seseorang berpartisipasi dalam pemilu legislatif ... 25 4.2. Alasan secara simultan seseorang berpartisipasi dalam pemilu legislatif .. 25 4.3. Alasan seseorang berpartisipasi dalam pemilu presiden ... 30 4.4. Alasan secara simultan seseorang berpartisipasi dalam pemilu presiden . 30 4.5. Alasan seseorang tidak berpartisipasi dalam pemilu ... 35 4.6. Alasan secara simultan seseorang tidak berpartisipasi dalam pemilu ... 36

(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemilihan umum (pemilu) adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pemilu merupakan implementasi perwujudan kedaulatan rakyat. Karena rakyat tidak bisa memerintah secara langsung maka melalui pemilu rakyat menentukan wakil-wakilnya dan para wakil rakyat tersebut akan menentukan siapa yang akan memegang pemerintahan.

Pemilu sebagai sarana untuk membentuk lembaga perwakilan. Melalui pemilu, rakyat memilih wakil-wakilnya yang dipercaya dapat mengartikulasikan aspirasi dan kepentingannya. Semakin tinggi kualitas pemilu, semakin baik pula kualitas para wakil rakyat yang bisa terpilih dalam lembaga perwakilan itu.

Dalam negara yang menganut paham demokrasi, pergantian kepemimpinan secara konstitusional dilakukan melalui pemilu. Pemilu bisa mengukuhkan pemerintahan yang sedang berjalan atau untuk mewujudkan reformasi pemerintahan. Melalui pemilu, pemerintahan yang aspiratif akan dipercaya rakyat untuk memimpin kembali dan sebaliknya jika rakyat tidak percaya maka pemerintahan itu akan berakhir dan diganti dengan pemerintahan baru yang didukung oleh rakyat.

Pemimpin politik akan mendapatkan legitimasi melalui pemilu. Pemberian suara para pemilih pada dasarnya merupakan pemberian mandat rakyat kepada pemimpin yang dipilih untuk menjalankan roda pemerintahan. Pemimpin politik yang terpilih berarti mendapatkan legitimasi (keabsahan) politik dari rakyat.

Pemilu merupakan sarana partisipasi politik masyarakat untuk turut serta menetapkan kebijakan publik. Melalui pemilu rakyat secara langsung dapat menetapkan kebijakan publik melalui dukungannya kepada kontestan yang memiliki program-program yang dinilai aspiratif dengan kepentingan rakyat. Kontestan yang menang karena didukung rakyat harus merealisasikan janji-janjinya itu ketika telah memegang tampuk pemerintahan.

(8)

Dalam negara demokrasi masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam penyelenggaraan pemilihan umum. Partisipasi masyarakat sangat menentukan sukses atau tidaknya pelaksanaan pemilu. Setiap warga negara, apapun latar belakangnya, tanpa memandang suku, agama, ras, jenis kelamin, status sosial, dan golongan, memiliki hak yang sama untuk berserikat dan berkumpul, menyatakan pendapat, menyikapi secara kritis kebijakan pemerintah. Partisipasi politik adalah suatu rangkaian kegiatan yang melibatkan peran serta masyarakat baik langsung maupun tidak langsung yang bertujuan untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah yang menyangkut kepentingan masyarakat.

Partisipasi politik merupakan indikator implementasi kedaulatan rakyat melalui pemilu. Semakin tinggi tingkat partisipasi politik mengindikasikan bahwa rakyat mengikuti dan memahami serta melibatkan diri dalam kebijakan pemerintah. Sebaliknya tingkat partisipasi politik yang rendah pada umumnya mengindikasikan bahwa rakyat kurang menaruh apresiasi atau minat terhadap masalah atau kebijakan pemerintahan.

Berikut ini data partisipasi politik masyarakat dalam pemilu nasional dari tahun 2004– 2014:

Tahun Pemilu Legislatif Pemilu Presiden

2004 84.07% 78.23% (putaran I)

77.44% (putaran II)

2009 70.99% 72.56%

2014 75.11% 69.58%

(9)

Gambar 1.1. Grafik tingkat partisipasi politik pemilu 2004-2014

(10)

Gambar 1.3. Grafik tingkat partisipasi politik pemilu presiden 2004-2014

Berdasarkan gambar diatas, secara nasional terdapat perbedaan kecenderungan partisipasi politik masyarakat antara pemilu presiden dengan pemilu legislatif. Gambar 2 menunjukkan pemilu legislatif cenderung fluktuatif. Sedangkan gambar 3 menunjukkan tingkat partisipasi politik pemilu presiden cenderung menurun. Gambar tersebut juga menunjukkan tingkat partisipasi masyarakat pemilu legislatif lebih tinggi dari pada pemilu presiden.

Di bawah ini adalah data partisipasi politik masyarakat dalam pemilu presiden dan pemilu legislatif di Kota Pasuruan dari tahun 2004 – 2014:

Tahun Pemilu Legislatif Pemilu Presiden

2004 89,23% 81,51% (putaran I)

78,03% (putaran II)

2009 73,28% 73,53%

2014 82,17% 72,52%

(11)

Gambar 1.4. Grafik tingkat partisipasi politik pemilu 2004-2014 di Kota Pasuruan

Gambar 1.5. Grafik tingkat partisipasi politik pemilu legislatif 2004-2014 di Kota Pasuruan

(12)

Gambar 1.6. Grafik tingkat partisipasi politik pemilu presiden 2004-2014 di Kota Pasuruan

Gambar 4, 5, dan 6 menunjukkan tingkat partisipasi politik masyarakat di Kota Pasuruan yang ternyata mempunyai kecenderungan yang relatif sama dengan partisipasi politik secara nasional. Partisipasi politik pemilu legislatif yang fluktuatif dan pemilu presiden yang cenderung turun.

Alasan seseorang tidak menggunakan hak pilihnya hingga saat ini masih didasarkan pada asumsi dan belum didasarkan pada riset yang kokoh. Pengamat dan penyelenggara pemilu memang kerap melontarkan pendapat tentang penyebab rendahnya tingkat partisipasi politik, tetapi berbagai penjelasan itu didasarkan pada pengamatan dan bukan berdasarkan hasil riset.

Terdapat sejumlah penjelasan yang dikemukakan oleh para pengamat atau penyelenggara pemilu tentang penyebab rendahnya partispasi politik masyarakat. Pertama, administratif. Seseorang tidak ikut memilih karena terbentur dengan prosedur administrasi seperti tidak terdaftar dalam daftar pemilih, tidak mendapat undangan dan sebagainya. Kedua, teknis. Seseorang memutuskan tidak ikut memilih karena tidak ada waktu untuk memilih seperti harus bekerja di hari pemilihan, sedang ada keperluan, ke luar kota di saat hari pemilihan dan sebagainya. Ketiga, rendahnya keterlibatan atau ketertarikan pada politik. Seseorang tidak memilih karena tidak merasa tertarik dengan politik, acuh dan tidak memandang pemilu sebagai hal yang penting. Keempat, kalkulasi rasional. Pemilih memutuskan tidak menggunakan hak pilihnya karena secara sadar memang memutuskan untuk tidak memilih. Pemilu dipandang tidak ada

(13)

gunanya, tidak akan membawa perubahan berarti. Atau tidak ada calon yang disukai dan sebagainya.

Dari penjelasan di atas, terdapat dua kelompok masyarakat yang tidak ikut berpartisipasi politik, yaitu masyarakat yang tidak terdaftar sebagai pemilih dan masyarakat yang terdaftar sebagai pemilih tetapi tidak menggunakan hak pilihnya pada pemilihan.

B. Rumusan masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Faktor-faktor apa sajakah yang mendorong masyarakat Kota Pasuruan datang ke TPS untuk berpartisipasi dalam pemilu legislatif?

2. Faktor-faktor apa sajakah yang mendorong masyarakat Kota Pasuruan datang ke TPS untuk berpartisipasi dalam pemilu presiden?

3. Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan masyarakat Kota Pasuruan tidak datang ke TPS atau tidak berpartisipasi dalam pemilu?

C. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui faktor-faktor yang mendorong masyarakat Kota Pasuruan datang ke TPS untuk berpartisipasi dalam pemilu legislatif

2. Mengetahui faktor-faktor yang mendorong masyarakat Kota Pasuruan datang ke TPS untuk berpartisipasi dalam pemilu presiden

3. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat Kota Pasuruan tidak datang ke TPS atau tidak berpartisipasi dalam pemilu.

D. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan bagi penyelenggara pemilu dalam menyusun kebijakan dan strategi peningkatan partisipasi politik masyarakat.

2. Menemukan akar masalah atas persoalan-persoalan yang terkait dengan partisipasi dalam pemilu.

3. Terumuskannya rekomendasi kebijakan atas permasalahan yang dihadapi dalam kaitannya dengan partisipasi dalam pemilu.

(14)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Partisipasi Politik

Pada abad ke-14 hak untuk berpartisipasi dalam hal pembuatan keputusan politik, untuk memberi suara, atau menduduki jabatan pemerintah telah dibatasi hanya untuk sekelompok kecil orang yang berkuasa, kaya dan keturunan orang terpandang. Kecenderungan kearah partisipasi rakyat yang lebih luas dalam politik bermula pada masa renaissance dan reformasi abad ke-15 sampai abad ke-17, 18 dan 19. Tetapi cara-cara bagaimana berbagai golongan masyarakat (pedagang, tukang, orang-orang profesional, buruh kota, wiraswasta industri, petani desa dan sebagainya), menuntut hak mereka untuk berpartisipasi lebih luas dalam pembuatan keputusan politik sangat berbeda di berbagai Negara

Menurut Myron Weiner seperti dikutip oleh Mas’oed, paling tidak terdapat lima hal yang menyebabkan timbulnya gerakan kearah partisipasi lebih luas dalam proses politik.

1. Modernisasi

Ketika penduduk kota baru (yaitu buruh dan pedagang, kaum profesional) melakukan komersialisasi pertanian, industrialisasi, urbanisasi yang meningkat, penyebaran kepandaian baca tulis, perbaikan pendidikan, dan pengembangan media massa, mereka merasa dapat mempengaruhi nasib mereka sendiri, makin banyak menuntut untuk ikut dalam kekuasaan politik.

2. Terjadinya perubahan-perubahan struktur kelas sosial

Perubahan sturktur kelas sosial yang baru sebagai akibat dari terbentuknya kelas menegah dan pekerja baru yang semakin meluas dalam era industrialisasi dan modernisasi. Hal itu memunculkan persoalan siapa yang berhak ikut serta dalam pembuatan keputusan keputusan politik yang akhirnya membawa perubahan dalam pola partisipasi politik. Kelas menengah baru itu secara praktis menyuarakan kepentingan-kepentingan masyarakat yang terkesan demokratis.

3. Pengaruh kaum intelektual dan komunikasi massa modern

Kaum intelektual (sarjana, filosof, pengarang, wartawan) sering mengemukakan ide-ide seperti egaliterisme dan nasionalisme kepada

(15)

masyarakat untuk membangkitkan tuntutan akan partisipasi massa yang luas dalam pembuatan keputusan politik. Sistem-sistem transportasi dan komunikasi modern memudahkan dan mempercepat penyebaran ide-ide baru.

4. Konflik di antara kelompok-kelompok pemimpin politik

Pemimpin politik yang bersaing memperebutkan kekuasaan sering kali menggunakan dukungan rakyat untuk mencapai kemenangan. Mereka beranggapan adalah sah apabila yang mereka lakukan demi kepentingan rakyat dan dalam uapaya memerjuangkan ide-ide partisipasi masa. Implikasinya adalah munculnya tuntutan terhadap hak-hak rakyat, baik hak asasi manusia, keterbukaan, demokratisasi, maupun isu-isu kebebasan pers. Dengan demikian pertentangan dan perjuangan kelas menengah kekuasaan mengakibatkan perluasan hak pilih rakyat.

5. Keterlibatan pemerintah yang meluas dalam urusan sosial, ekonomi dan kebudayaan

Meluasnya ruang lingkup aktivitas pemerintah merangsang tumbuhnya tuntutan-tuntutan yang terorganisir untuk ikut serta dalam mempengaruhi keputusan politik. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah dalam segala bidang kehidupan.

Istilah partisipasi seringkali digunakan untuk memberi kesan mengambil bagian dalam sebuah aktivitas. Mengambil bagian dalam sebuah aktivitas dapat mengandung pengertian ikut serta tanpa ikut menentukan bagaimana pelaksanaan aktivitas tersebut tetapi dapat juga berarti ikut serta dalam menentukan jalannya aktivitas tersebut, dalam artian ikut menentukan perencanaan dan pelaksanaan aktivitas tersebut.

Syarat utama warga negara disebut berpartisipasi dalam kegiatan berbangsa, bernegara, dan berpemerintahan yaitu: ada rasa kesukarelaan (tanpa paksaan), ada keterlibatan secara emosional, dan memperoleh manfaat secara langsung maupun tidak langsung dari keterlibatannya.

B. Definisi Partisipasi Politik

Partisipasi politik pada dasarnya merupakan kegiatan yang dilakukan warga negara untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan dengan tujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan yang dilakukan pemerintah.

(16)

Keputusan politik yang diambil pemerintah berdampak pada kehidupan warga masyarakat. Hal ini yang mendasari warga masyarakat agar dapat terlibat dalam pengambilan keputusan-keputusan politik.

Menurut Budiarjo, partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politk, yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah.

Menurut Samuel P. Huntington & Joan M. Nelson, bahwa partisipasi politik adalah kegiatan warga preman (private citizen) yang bertujuan mempengaruhi pengambilan kebijakan oleh pemerintah. Kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuat keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual dan kolektif, terorganisir dan spontan, mantap atau sporadis, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif.

Ramlan Surbakti, memberikan definisi partisipasi politik sebagai keikutsertaan warga negara biasa (yang tidak mempunyai kewenangan) dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik yang menyangkut atau mempengaruhi hidupnya.

Dalam negara demokratis, yang mendasari konsep partisipasi politik adalah bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat, yang dilaksanakan melalui kegiatan bersama untuk menentukan tujuan serta masa depan suatu negara dan untuk menentukan orang-orang yang akan memegang pimpinan.

Dari pengertian mengenai paritiisipasi politik di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud partisipasi politik adalah suatu rangkaian kegiatan yang melibatkan peran serta masyarakat baik langsung maupun tidak langsung yang bertujuan untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah yang menyangkut kepentingan masyarakat.

C. Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik

Bentuk partisipasi politik seseorang tampak dalam aktivitas-aktivitas politiknya. Bentuk partisipasi politik yang paling umum dikenal adalah pemungutan suara (voting) baik untuk memilih wakil rakyat maupun untuk memilih kepala Negara.

Dalam buku pengantar sosiologi Politik, Michael Rush dan Philip Althoff mengidentifkasi bentuk-bentuk partisipasi politik sebagi berikut:

(17)

a. Menduduki jabatan politik atau adiministarasi; b. Mencari jabatan politik atau administrasi;

c. Mencari anggota aktif dalam suatu organisasi politik; d. Menjadi anggota pasif dalam suatu organisasi politik. e. Menjadi anggota aktif dalam suatu organisasi semi politik f. Menjadi anggtota pasif dalam suatu organisasi semi politik g. Paritispasi dalam rapat umum, demonstrasi, dsb

h. Partisipasi dalam diskusi politik internal i. Partisipasi dalam pemungutan suara.

Sastroatmodjo juga mengemukakan tentang bentuk-bentuk paritipasi politik berdasarkan jumlah pelakunya yang dikategorikan menjadi dua yaitu partisipasi individual dan partisipasi kolektif. Partisipasi individual dapat berwujud kegiatan seperti menulis surat yang berisi tuntutan atau keluhan kepada pemerintah. Partisipasi kolektif adalah bahwa kegiatan warga negara secara serentak dimaksudkan untuk mempengaruhi penguasa seperti dalam kegiatan pemilu.

Sementara itu, Maribath dan Goel membedakan partisipasi politik menjadi beberapa kategori:

a. Apatis, adalah orang yang tidak berpartisipasi dan menarik diri dari proses politik.

b. Spektator, adalah orang yang setidak-tidaknya pernah ikut memilih dalam pemilu.

c. Gladiator, adalah mereka yang aktif terlibat dalam proses politik misalnya komunikator, aktifis partai dan aktifis masyarakat.

d. Pengkritik, adalah orang-orang yang berpartisipasi dalam bentuk yang tidak konvensional.

Menurut Rahman, kegiatan politik yang tercakup dalam konsep partisipasi politik mempunyai berbagai mcam bentuk. Bentuk-bentuk partisipasi politik yang terjadi berbagai negara dan waktu dapat dibedakan menjadi kegiatan politik dalam bentuk konvensional dan non konvensional, termasuk yang mungkin legal (seperti peitisi) maupun ilegal, penuh kekerasan, dan revolusioner.

Samuel P. Huntington & Joan M. Nelson menyatakan bahwa partisipasi politik dapat terwujud dalam pelbagai bentuk. Studi-studi tentang partisipasi

(18)

dapat menggunakan skema-skema klasifikasi yang agak berbeda-beda, namun kebanyakan riset belakangan ini membedakan jenis-jenis perilaku seperti berikut:

a. Kegiatan pemilihan mencakup suara, akan tetapi juga sumbangan-sumbangan untuk kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan, mencari dukungan bagi seorang calon, atau setiap tindakan yang bertujuan mempengaruhi hasil proses pemilihan.

b. Lobbying mencakup upaya-upaya perorangan atau kelompok untuk menghubungi pejabat-pejabat pemerintah dan pemimpin-pemimpin politik dengan maksud mempengaruhi keputusan-keputusan mereka mengenai persoalan-persoalan yang menyangkut sejumlah besar orang.

c. Kegiatan organisasi menyangkut partisipasi sebagai anggota atau pejabat dalam suatu organisasi yang tujuan utama dan eksplisitnya adalah mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah.

d. Mencari koneksi (contacting) merupakan tindakan perorangan yang ditujukan terhadap pejabat-pejabat pemerintah dan biasanya dengan maksud memperoleh manfaat bagi hanya satu orang atau segelintir orang.

e. Tindakan kekerasan (violence) juga dapat merupakan satu bentuk partisipasi politik. Yang ini bisa didefinisikan sebagai upaya untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah dengan jalan menimbulkan kerugian fisik terhadap orang-orang atau harta benda.

D. Manfaat Partisipasi Politik

Menurut Davis, partisipasi politik bertujuan untuk mempengaruhi penguasa baik dalam arti memperkuat maupun dalam pengertian menekan sehingga pemerintah memperhatikan atau memenuhi kepentingan pelaku partisipasi. Tujuan tersebut sangat beralasan karena sasaran partisipasi politik adalah lembaga-lembaga politik atau pemerintah yang memiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan politik.

Sedangkan bagi pemerintah, partisipasi politik masyarakat mempunyai manfaat sebagai berikut:

a. Untuk mendukung program-program pemerintah, artinya peran serta masyarakat diwujudkan untuk mendukung program politik dan pembangunan.

(19)

b. Sebagai organisasi yang menyuarakan kepentingan masyarakat sebagai masukan bagi pemerintah dalam mengarahkan dan meningkatkan pembangunan.

Jadi partisipasi politik sangatlah penting bagi masyarakat maupun pemerintah. Bagi masyarakat dapat sebagai sarana untuk memberikan masukan, kritik, dan saran terhadap pemerintah dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, sedangkan bagi pemerintah partisipasi politik merupakan sebuah mekanisme pelaksanaan fungsi kontrol terhadap pemerintah dan pelaksanaan kebijakan.

E. Faktor-Faktor Partisipasi Politik

Huntington dan Nelson mengemukakan bahwa landasan yang lazim digunakan untuk menyelenggarakan partisipasi politik adalah:

a. Kelas: perorangan-perorangan dengan status sosial, pendapatan, pekerjaan yang serupa.

b. Kelompok/komunal: perorangan-perorangan dari ras, agama, bahasa atau etnisitas yang sama.

c. Lingkungan (negihborhood): perorangan-perorangan yang secara geografi bertempat tinggal berdekatan satu sama lain.

d. Partai: perorangan yang mengidentifikasikan diri dengan organisasi formal yang sama yang berusaha untuk meraih atau mempertahankan kontrol atas bidang-bidang eksekutif dan legislatif pemerintah.

e. Golongan (function): perorangan-perorangan yang dipersatukan oleh interaksi yang terus menerus atau intens satu sama lain, dan salah satu manifestasinya adalah pengelompokan patron-klien, artinya satu golongan yang melibatkan pertukaran manfaat-manfaat secara timbal balik di antara perorangan-perorangan yang mempunyai sistem status, kekayaan dan pengaruh yang tidak sederajat.

Hermawan berpendapat bahwa yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku politik, adalah:

a. Lingkungan sosial politik tidak langsung seperti sistem politik, media masa, sistem budaya, dan lain-lain.

(20)

b. Lingkungan politik langsung yang mempengaruhi dan membentuk kepribadian aktor seperti keluarga, teman, agama, kelas, dan sebagainya.

c. Struktur kepribadian yang tercermin dalam sikap individu.

d. Faktor sosial politik langsung berupa situasi, yaitu keadaan yang mempengaruhi aktor secara langsung ketika hendak melakukan suatu kegiatan politik, seperti suasana kelompok, ancaman, dan lain-lain.

Menurut Frank Lindenfeld dalam Moran bahwa faktor utama yang mendorong seseorang berpartisipasi dalam kehidupan politik adalah kepuasan finansial. Dalam studinya ditemukan bahwa status ekonomi yang rendah menyebabkan seseorang merasa teralienasi dari kehidupan politik. Dan orang bersangkutan pun akan menjadi apatis. Hal ini tidak terjadi pada orang yang memiliki kemapanan ekonomi.

Sedangkan Milbrath menyebutkan 4 faktor utama yang mendorong orang berpartisipasi politik, yaitu:

1. Sejauh mana orang menerima perangsang politik

Karena adanya perangsang, maka seseorang mau berpartisipasi dalam kehidupan politik. Dalam hal ini minat untuk berpartisipasi dipengaruhi karena sering mengikuti diskusi politik melalui mass media atau melalui diskusi formal.

2. Faktor karakteristik pribadi seseorang

Orang-orang yang berwatak sosial yang mempunyai kepedulian sosial yang besar terhadap problem sosial, politik, ekonomi, sosial budaya, biasanya mau terlibat dalam aktivitas politik.

3. Karakteristik sosial seseorang

Karakter sosial menyangkut status sosial ekonomi, kelompok, ras, etnis dan agama seseorang. Bagaimanapun juga lingkungan sosial ikut mempengaruhi persepsi, sikap, perilaku seseorang dalam bidang politik. Orang yang berasal dari lingkungan sosial yang lebih rasional dan menghargai nilai-nilai seperti keterbukaan, kejujuran, keadilan dan lain-lain tentu akan mau juga memperjuangkan tegaknya nilai-nilai tersebut dalam bidang politik. Oleh sebab itulah mereka mau berpartisipasi dalam bidang politik.

(21)

4. Keadaan politik

Lingkungan politik yang kondusif membuat orang dengan senang hati berpartisipasi dalam kehidupan politik. Dalam lingkungan politik yang demokratis orang merasa lebih bebas dan nyaman untuk terlibat dalam aktivitas-aktivitas politik daripada dalam lingkungan politik yang totaliter. Lingkungan politik yang sering diisi dengan aktivitas-aktivitas brutal dan kekerasan dengan sendirinya menjauhkan masyarakat dari wilayah politik.

Seseorang yang tiada mempunyai pengetahuan atas informasi mengenai suatu masalah politik atau situasi politik mungkin merasa kurang kompeten untuk berpartisipasi dalam sesuatu usaha guna memecahkan masalahnya, atau untuk mengubah situasinya, maka kompetensi politiknya meningkat dengan bertambahnya pengetahuan. Kepribadian yang ramah, suka bergaul, dominan dan memiliki jiwa sosial yang tinggi akan lebih condong melakukan kegiatan politik.

S.M Lipset dalam studinya tidaklah teramat sulit mengemukakan tingkah laku politik individu pada umumnya, dan partisipasi politik pada khususnya. Dengan mempergunakan sederet studi dan data, telah memberikan uraian tentang berbagai aspek perilaku elektoral, termasuk di dalamnya hasil jumlah yang turut memberikan suara, petunjuk mengenai voting dan dukungan bagi gerakan-gerakan ekstrimis.

Demikian pula studi voting yang mendalam di beberapa negara memberikan bukti yang kuat untuk mendukung satu jajaran luas dari hipotesa-hipotesa. Lebih khusus mengenai asosiasi antara status sosio-ekonomis dengan tingkah laku elektoral yang telah didokumentasikan secara luas dan banyak sekali perhatian telah dicurahkan pada individu yang menyimpang dari norma votting kelas.

Studi ini mengemukakan, bahwa perilaku politik seseorang itu ditentukan oleh interaksi dari sikap sosial dan sikap politik individu yang mendasar. Asosiasi antara berbagai karakteristik pribadi dan sosial seseorang (seperti status sosio-ekonomis) dan tingkah laku politik adalah hasil dari motivasi sadar atau tidak sadar, atau kombinasi dari keduanya. Betapapun juga asosiasi ini tidak menyajikan penjelasan, juga tidak meletakkan suatu hubungan sebab-akibat, walaupun asosiasi lebih rendah berasosiasi dengan partai kiri, dan

(22)

golongan yang berstatus lebih tinggi berasosiasi dengan partai kanan, tidaklah mengherankan.

Robert Lane dalam studinya tentang keterlibatan politik, mempersoalkan bahwa partisipasi politik memenuhi empat macam fungsi, antara lain :

1. Sebagai sarana untuk mengejar kebutuhan ekonomi,

2. Sebagai sarana memuaskan kebutuhan penyesuaian sosial, 3. Sebagai sarana mengejar nilai-nilai khusus,

4. Sebagai sarana memenuhi kebutuhan psikologis tertentu.

Rudolf Herbele mengemukakan adanya empat masalah yang menyulitkan studi mengenai motif yang mendorong tingkah laku sosial dan perilaku politik. Pertama, motif yang sebenarnya sengaja disembunyikan oleh individu, dan si pengamat secara konsekuen disesatkan oleh hal-hal yang tampak sebagai informasi yang cermat. Kedua, motif yang sesungguhnya mungkin tidak jelas bagi individu, dan mungkin dia merasionalisir tindakan sendiri sebelumnya, sesudah atau selama berlangsungnya peristiwa. Ketiga, motif yang sebenarnya mungkin tidak jelas, tidak hanya bagi individu yang tindakannya tengah diselidiki akan tetapi juga bagi orang lain yang telah dipengaruhi tindakan-tindakannya. Akhirnya, motif itu tanpa kecuali selalu kompleks dan sulit diukur secara cermat.

Kesulitan dalam meneliti motivasi itu tentunya tidak menutup usaha untuk menganalisa kemungkinan adanya beberapa motif yang beraksi. Weber mengemukakan 4 tipe motif:

1. Yang rasional bernilai, didasarkan atas penerimaan secara rasional akan nilai-nilai suatu kelompok.

2. Yang afektual emosional, didasarkan atas kebencian terhadap sesuatu ide, organisasi atau individu.

3. Yang tradisional, didasarkan atas penerimaan norma, tingkah laku individu dari suatu kelompok sosial.

4. Yang rasional bertujuan, didasarkan atas keuntungan pribadi.

Pada hakekatnya, terdapat kesamaan dasar antara tipologi motivasi dari Weber dengan fungsi partisipasi politik dari Lane. Jika Weber dan Lane benar, maka partisipasi politik itu ditentukan oleh sikap-sikap sosial dan sikap-sikap politik individu yang mendasar, yang erat berasosiasi baik dengan karakteristik pribadi dan sosialnya, maupun dengan lingkungan sosial dan lingkungan politik

(23)

yang membentuk konteks perilaku politiknya. Karena lingkungan sosial dan lingkungan politik ini berbeda dari satu masyarakat dengan masyarakat lainnya, maka partisipasi politik berbeda-beda dari satu sistem politik dengan sistem politik lainnya.

Individu memperoleh orientasi politik dan pola tingkah-laku politiknya melalui proses sosialisasi politik, dan pengalamannya mengenai gejala sosial dan politik melalui berbagai tingkatan dan tipe partisipasi politik (atau melalui ketidakikutsertaanya dalam partisipasi sedemikian itu), merupakan bagian dari proses sosialisasi yang berkesinambungan, serta merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi partisipasinya di kemudian hari.

Selanjutnya, individu itu jelas tidak dihadapkan pada gejala sosial dan politik yang tidak berubah, karena peristiwa tadi mengalami perubahan dalam hal permasalahan personal dan waktu sampai pada keunikan dari suatu peristiwa politik tertentu.

Faktor utama yang mendorong seseorang untuk berpartisipasi dalam politik adalah kepuasan finansial. Dalam studi Milbarth ditemukan bahwa status ekonomi yang rendah menyebabkan seseorang merasa teralienasi dari kehidupan politik. Orang yang bersangkutan pun akan menjadi apatis, hal ini tidak terjadi pada orang yang memiliki kemapanan ekonomi.

Sejumlah penelitian menemukan bahwa individu yang mempunyai tingkat pendidikan, pendapatan dan pekerjaan yang lebih bergengsi umumnya lebih berpartisipasi dibanding individu yang tidak berpendidikan, berpenghasilan rendah dan pekerja kasar. Ketiga komponen di atas terangkum dalam variabel status sosial ekonomi. Kesimpulannya, status sosial ekonomi.mempengaruhi partisipasi politik secara positif.

Beberapa studi juga menemukan bahwa masing-masing komponen status sosial ekonomi merupakan variabel independent yang mempengaruhi partisipasi politik secara berbeda. Pendidikan adalah variabel terpenting yang mempengaruhi partisipasi politik, dua individu yang mempunyai tingkat pendapatan sama memiliki tingkat partisipasi yang berbeda jika tingkat pendidikannya berbeda.

Didalam suatu masyarakat tingkat partisipasi politik cenderung bervariasi dengan status sosio ekonomi. Mereka yang berpendidikan lebih tinggi, berpenghasilan lebih besar dan mempunyai status pekerjaan yang lebih tinggi biasanya lebih partisipatif daripada mereka yang miskin, tak berpendidikan dan

(24)

memiliki pekerjaan status rendah. Orang-orang yang berstatus lebih tinggi khususnya yang berpendidikan lebih tinggi, lebih besar kemungkinannya untuk merasa bahwa adalah kewajiban seorang warga negara untuk berpartisipasi dalam politik.

Di India, data polling dari 1961, 1964 dan 1967 menunjukkan bahwa orang-orang yang berpendidikan lebih tinggi mempunyai perhatian yang lebih besar dalam politik, lebih sering membahas sosial politik, dan lebih banyak berusaha untuk mempengaruhi keputusan-keputusan yang diambil oleh pejabat-pejabat pemerintah, artinya mereka lebih sering melibatkan diri dalam kegiatan mengadakan kontak atau lobbying. Akan tetapi poll-poll itu juga menunjukkan bahwa orang-orang yang berpendidikan tinggi kurang berminat untuk melibatkan diri dalam kegiatan pemilihan, termasuk memberikan suara, menghadiri rapat-rapat politik, dan menyumbang uang dalam kampanye politik. Tingkat-tingkat partisipasi pemilihan yang paling tinggi terdapat dikalangan orang-orang yang buta huruf, lalu orang yang berpendidikan menengah, sedangkan orang-orang yang berpendidikan tinggi menunjukkan tingkat-tingkat partisipasi yang paling rendah. Di dalam ketiga bentuk kegiatan pemilihan itu, partisipasi orang-orang yang berpendidikan tinggi lebih rendah dibandingkan orang-orang-orang-orang yang buta huruf.

Beberapa penjelasan dikemukakan. Pertama, untuk memberikan suara diperlukan waktu dan upaya, dan orang-orang yang berpendidikan lebih baik kurang berminat untuk menyediakan waktu dan upaya itu, dibandingkan dengan orang-orang yang berpendidikan rendah, yang mungkin menganggap hari pemungutan suara itu sebagai hari pesta. Kedua, tekanan-tekanan kelompok, penyuapan-penyuapan dapat menghasilkan banyak partisipasi yang dimobilisasikan di dalam kegiatan-kegiatan pemilihan oleh mereka yang kurang berpendidikan, sementara efeknya tidak sama terhadap mereka yang berpendidikan lebih baik

F. Pemilihan Umum (Pemilu)

Berdasarkan UUD 1945 Bab I Pasal 1 ayat (2) kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilakukan menurut Undang-Undang Dasar. Dalam demokrasi modern yang menjalankan kedaulatan itu adalah wakil-wakil rakyat yang ditentukan sendiri oleh rakyat. Untuk menentukan siapakah yang berwenang mewakili rakyat maka dilaksanakan pemilihan umum. Pemilihan umum adalah

(25)

suatu cara memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat serta salah satu pelayanan hak-hak asasi warga negara dalam bidang politik.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2011 tentang penyelenggara pemiliham umum dinyatakan bahwa pemilihan umum adalah saranan pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Pemilihan umum (pemilu) merupakan salah satu hak asasi warga negara yang sangat prinsipil. Karenanya dalam rangka pelaksanaan hak-hak asasi adalah suatu keharusan bagi pemerintah untuk melaksanakan pemilu. Sesuai dengan asas bahwa rakyatlah yang berdaulat maka semuanya itu harus dikembalikan kepada rakyat untuk menentukannya. Adalah suatu pelanggaran suatu hak asasi apabila pemerintah tidak mengadakan pemilu atau memperlambat pemilu.

Dari pengertian di atas bahwa pemilu adalah sarana mewujudkan pola kedaulatan rakyat yang demokratis dengan cara memilih wakil-wakil rakyat, Presiden dan Wakil Presiden secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Karena pemilu merupakan hak asasi mansia maka pemilu 2014 warga negara yang terdaftar pada daftar calon pemilih berhak memilih langsung wakil-wakilnya dan juga memilih langsung Presiden dan Wakil Presidennya.

1. Tujuan Pemilihan Umum

Tujuan pemilu adalah menghasilkan wakil-wakil rakyat yang representatif dan selanjutnya menentukan pemerintahan. Dalam UUD 1945 Bab VII B pasal 22 E ayat (2) pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden dan Wakil Presiden serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD),

2. Asas Pemilihan Umum

Berdasarkan Pasal 22 E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indoneisa tahun 1945, Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

(26)

a. Langsung

Yaitu rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara.

b. Umum

Pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi persyaratan minimal dalam usia, yaitu sudah berumur 17 tahun atau telah pernah kawin, berhak ikut memilih dalam pemilu. Warga negara yang sudah berumur 21 tahun berhak dipilih dengan tanpa ada diskriminasi (pengecualian).

c. Bebas

Setiap warga negara yang memilih menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun/dengan apapun. Dalam melaksanakan haknya setiap warga negara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya.

d. Rahasia

Dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan cara apapun. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada siapapun suaranya akan diberikan.

e. Jujur

Dalam penyelenggaraan pemilu seitap penyelenggara/pelaksana pemilu, pemerintah dan partai politik peserta pemilu, pengawas, dan pemantau pemilu, termasuk pemilih serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-udangan yang berlaku.

f. Adil

Berarti dalam penyelenggaraan pemilu setiap pemilih dan parpol perserta pemilu mendapat perlakuan yang sama serta bebas dari kecurangan pihak manapun.

3. Sistem Pemilihan Umum

Dalam ilmu politik dikenal bermacam-maca sistem pemilhan umum, tetapi umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu: “single member

(27)

constituency (satu daerah pemilihan memilih satu wakil; biasanya disebut Sistem Distrik) dan multi-member constituency (satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil; biasanya dinamakan prorportional Representation atau sistem Perwakilan Berimbang)”.

a. Single-member constituency (Sistem Distrik)

Sistem ini merupakan sistem pemilihan yang paling tua dan didasarkan atas kesatuan geografis (yang biasanya disebut distrik karena kecilnya daerah yang diliputi), mempunyai satu wakil dalam Dewan Perwakilan Rakyat. Daerah pemilihan dibagi dalam sejumlah besar distrik dan jumlah wakil rakyat dalam Dewan Perwakilan ditentukan oleh jumlah distrik. Pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah dalam pemilu umum legislatif tahun 2014 ini menggunakan sistem distrik.

b. Multi-member constituency (sistem Perwakilan Berimbang)

Satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil, biasanya dinamakan prorportional representation atau sistem perwakilan berimbang. Sistem ini dimaksud untuk menghilangkan beberapa kelemahan dari sistem distrik. Gagasan pokoknya adalah bahwa jumlah kursi yang diperoleh oleh suatu golongan atau partai adalah sesuai dengan jumlah suara yang diperolehnya. Untuk keperluan ini diperlukan suatu pertimbangan. Jumlah total anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditentukan atas dasar pertimbangan dimana setiap daerah pemilihan memiliki sejumlah wakil sesuai dengan banyaknya penduduk dalam daerah pemilih itu.

Dalam pemilu legislatif rakyat memilih secara langsung wakil-wakil mereka yang akan duduk di kursi DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Pemilihan umum anggota legislatif tahun 2014 menggunakan sistem proporsional dengan daftar calon terbuka, dimana rakyat dapat mengetahui siapa saja calon wakil-wakilnya yang akan duduk di lembaga perwakilan.

Selain sistem proporsional pemilu legislatif 2014 juga menggunakan sistem distrik untuk memilih anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah). Dengan adanya sistem pemilihan umum yang terbuka inilah diharapkan dapat memilih wakil-wakil rakyat yang mempunyai integritas dan benar-benar mewakili aspirasi, keragaman, kondisi, serta keinginan dari rakyat yang memilihnya.

(28)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Secara nasional tingkat partisipasi politik masyarakat untuk pemilu presiden dari tahun ke tahun cenderung menurun. Data menunjukkan dari tahun 2004 sampai tahun 2014 terjadi penurunan sebesar 8,65%. Angka partisipasi politik tahun 2004 mencapai 78,23% pada pemilu presiden putaran pertama dan hanya 69,58% pada pemilu presiden tahun 2014.

Tidak demikian dengan pemilu legislatif. Terjadi penurunan partisipasi politik pada tahun 2009 hingga sebesar 13,08% dari 84,07% pada tahun 2004 menjadi 70,99% pada tahun 2009 tetapi terjadi peningkatan sebesar 4,12% pada tahun 2014. Partisipasi politik masyarakat untuk pemilu legislatif mencapai 75,11% pada tahun 2014.

Demikian juga di Kota Pasuruan, data menunjukkan bahwa terjadi kecenderungan yang fluktuatif pada pemilu legislatif dan cenderung menurun pada pemilu presiden. Tingkat partisipasi politik pemilu presiden tercatat 81,51% pada tahun 2004 tetapi pada tahun 2014 hanya 72,52%, menurun sebesar 8,99%.

Pada pemilu legislatif terjadi penurunan partisipasi politik pada tahun 2009 hingga sebesar 15,95% dari 89,23% pada tahun 2004 menjadi 73,28% pada tahun 2009 tetapi terjadi peningkatan sebesar 8,90% pada tahun 2014. Partisipasi politik masyarakat untuk pemilu legislatif mencapai 82,17% pada tahun 2014. Secara keseluruhan tingkat partisipasi politik masyarakat dari tahun 2004 sampai dengan 2014 terjadi penurunan sebesar 7,06%, tercatat 89,23% pada tahun 2004 dan 82,17% pada tahun 2014.

A. Variabel Penelitian

Para pengamat, peneliti dan penyelenggara pemilu mengasumsikan setidaknya ada 4 (empat) alasan orang berpartisipasi maupun tidak berpartispasi dalam pemilu.

1. Alasan ideologis 2. Alasan administratif 3. Alasan teknis 4. Alasan ekonomis

(29)

Alasan-alasan diatas, yang menentukan seseorang berpartisipasi atau tidak berpartisipasi dalam pemilu disebut dengan variabel bebas (X), sedangkan kehadiran pemilih disebut dengan variabel tidak bebas (Y), yaitu tingkat partisipasi masyarakat.

Riset ini tidak membahas relasi antara variabel bebas (X) dengan variabel tidak bebas (Y). Riset ini akan meneliti secara mendetail alasan seseorang datang atau tidak datang ke TPS, memberikan gambaran akan fakta yang ada di Kota Pasuruan terkait alasan partisipasi politik masyarakat.

B. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian dreskriptif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif.

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan atau menggambarkan suatu keadaan, peristiwa, objek apakah orang, atau segala sesuatu yang terkait dengan variabel-variebel yang bisa dijelaskan baik dengan angka-angka maupun kata-kata. Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya.

Metode penelitian kuantitatif adalah metode penelitian yang sistematis, jelas, terencana sejak awal hingga akhir penelitian. Mulai dari sebuah masalah dan mengembangkannya hingga membuktikan atau mengkonfirmasi variabel maupun faktor-faktor melalui kuisioner/angket yang diberikan kepada responden dari populasi yang diambil secara acak atau random.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian terkait dengan partisipasi politik masyarakat dalam pemilu legislatif dan pemilu presiden ini dilakukan di 4 (empat kecamatan) di Kota Pasuruan pada minggu pertama hingga minggu kedua agustus tahun 2014.

D. Metode Pengambilan Sampel

Sampel, yang dalam penelitian ini adalah responden yang dicuplik dari populasi penduduk Kota Pasuruan yang sudah mempunyai hak memilih.

Penduduk Kota Pasuruan tersebar hampir secara merata di 4 (empat) kecamatan, relatif homogen dari segi pendidikan dan tingkat ekonomi. Oleh karenanya, metode cluster random sampling digunakan untuk mengambil

(30)

sejumlah responden. Kecamatan dianggap sebagai cluster dan masing-masing diambil sejumlah responden secara sama.

E. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh pihak-pihak tertentu dan telah didokumentasikan sehingga dapat digunakan oleh pihak lain. Dalam penelitian tingkat partisipasi politik masyarakat ini, data sekunder (tingkat partisipasi politik) didapatkan dari media massa dan KPU Kota Pasuruan.

Data primer adalah data yang diperoleh melalui pengukuran langsung oleh peneliti yang bukan berasal dari data yang sudah ada. Untuk mendapatkan data primer, peneliti menerjunkan sejumlah surveyor untuk membagikan sejumlah kuisioner kepada responden. Kuisioner ini yang digunakan sebagai instrumen untuk mendapatkan data secara langsung.

F. Analisis Data

Statistik deskriptif adalah bagian dari statistik yang mempelajari alat, teknik, atau prosedur yang digunakan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan kumpulan data atau hasil pengamatan yang telah dilakukan. Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain adalah kegiatan pengumpulan data, pengelompokkan data, penentuan nilai dan fungsi statistik, serta pembuatan grafik, diagram dan gambar.

Statistika deskriptif ini merupakan metode-metode yang berkaitan dengan pengumpulan, peringkasan, dan penyajian suatu data sehingga memberikan informasi yang berguna dan juga menatanya ke dalam bentuk yang siap untuk dianalisis.

Adapun analisis statistika deskriptif ini memiliki tujuan untuk memberikan gambaran (deskripsi) mengenai suatu data agar data yang tersaji menjadi mudah dipahami dan informatif bagi orang yang membacanya.

(31)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Hasil survey terhadap 100 responden di 4 kecamatan terkait partisipasi poitik masyarakat Kota Pasuruan adalah sebagai berikut:

A.1. Alasan Datang ke TPS A.1.1. Pemilu Legislatif

Kenal Imbalan Kesadaran Intimidasi Kebiasaan

Ya 42 15 90 9 52

Tidak 57 84 8 89 46

Tidak Menjawab 1 1 2 2 2

Jumlah 100 100 100 100 100

Tabel 4.1. Alasan seseorang berpartisipasi dalam pemilu legislatif

Alasan Jumlah Prosentase

Kenal 24 24,00% Imbalan 13 13,00% Kesadaran 39 39,00% Intimidasi 1 1,00% Kebiasaan 21 21,00% Tidak Menjawab 2 2,00% Jumlah 100 100,00%

Tabel 4.2. Alasan secara simultan seseorang berpartisipasi dalam pemilu legislatif

(32)

Penjelasan:

1. Terhadap pertanyaan alasan datang ke TPS atau memilih karena tahu / kenal dengan calon, 42 responden menjawab “ya” dan 57 responden menjawab “tidak”

2. Terhadap pertanyaan alasan datang ke TPS atau memilih karena imbalan / money politik, 15 responden menjawab “ya” dan 84 responden menjawab “tidak”

3. Terhadap pertanyaan alasan datang ke TPS atau memilih karena kesadaran politik, 90 responden menjawab “ya” dan 8 responden menjawab “tidak”

4. Terhadap pertanyaan alasan datang ke TPS atau memilih karena intimidasi, 9 responden menjawab “ya” dan 89 responden menjawab “tidak”

5. Terhadap pertanyaan alasan datang ke TPS atau memilih karena kebiasaan / ikut-ikutan, 52 responden menjawab “ya” dan 46 responden menjawab “tidak”

6. Terhadap pertanyaan alasan secara simultan seseorang datang ke TPS atau memilih karena apa, 24% menjawab karena tahu / kenal dengan calon, 13% karena imbalan, 39% karena kesadaran sendiri, 1% karena intimidasi, 21% karena kebiasaan dan 2% responden tidak menjawab.

Berikut ini gambar yang menjelaskan alasan partisipasi politik masyarakat Kota Pasuruan dalam pemilu legislatif:

(33)

Gambar 4.1. Grafik alasan datang ke TPS karena tahu / kenal dengan calon

(34)

Gambar 4.3. Grafik alasan datang ke TPS karena kesadaran sendiri

(35)

Gambar 4.5. Grafik alasan datang ke TPS karena kebiasaan / ikut-ikutan

Gambar 4.6. Grafik alasan secara simultan seseorang datang ke TPS pada pemilu legislatif

(36)

A.1.2. Pemilu Presiden

Kenal Imbalan Kesadaran Intimidasi Kebiasaan

Ya 47 18 87 13 49

Tidak 51 80 11 87 51

Tidak Menjawab 2 2 2 0 0

Jumlah 100 100 100 100 100

Tabel 4.3. Alasan seseorang berpartisipasi dalam pemilu presiden

Alasan Jumlah Prosentase

Kenal 18 18,00% Imbalan 5 5,00% Kesadaran 48 48,00% Intimidasi 2 2,00% Kebiasaan 26 26,00% Tidak Menjawab 1 1,00% Jumlah 100 100,00%

Tabel 4.4. Alasan secara simultan seseorang berpartisipasi dalam pemilu presiden

Penjelasan:

1. Terhadap pertanyaan alasan datang ke TPS atau memilih karena tahu / kenal dengan calon, 47 responden menjawab “ya” dan 51 responden menjawab “tidak”

2. Terhadap pertanyaan alasan datang ke TPS atau memilih karena imbalan/money politik, 18 responden menjawab “ya” dan 80 responden menjawab “tidak”

3. Terhadap pertanyaan alasan datang ke TPS atau memilih karena kesadaran politik, 87 responden menjawab “ya” dan 11 responden menjawab “tidak”

(37)

intimidasi, 13 responden menjawab “ya” dan 87 responden menjawab “tidak”

5. Terhadap pertanyaan alasan datang ke TPS atau memilih karena kebiasaan / ikut-ikutan, 49 responden menjawab “ya” dan 51 responden menjawab “tidak”

6. Terhadap pertanyaan alasan secara simultan seseorang datang ke TPS atau memilih karena apa, 18% menjawab karena tahu / kenal dengan calon, 5% karena imbalan, 48% karena kesadaran sendiri, 2% karena intimidasi, 26% karena kebiasaan dan 1% responden tidak menjawab.

Gambar dibawah ini menjelaskan alasan partisipasi politik masyarakat dalam pemilu presiden di Kota Pasuruan:

(38)

Gambar 4.8. Grafik alasan datang ke TPS karena ada imbalan / money politik

(39)

Gambar 4.10. Grafik alasan datang ke TPS karena intimidasi / ancaman

(40)

Gambar 4.12. Grafik alasan secara simultan seseorang datang ke TPS pada pemilu presiden

A.2. Alasan Tidak Datang Ke TPS

Tabel dibawah ini memberikan gambaran alasan-alasan seseorang tidak datang ke TPS menggunakan hak pilihnya.

(41)

Tdk Kenal Tdk Ada Imbalan Tdk Penting Tidak Tahu /Lupa Intimidasi Ribet/ Susah Sibuk Ya 39 17 19 11 9 8 52 Tidak 61 79 80 88 90 91 48 Tidak Menjawab 0 4 1 1 1 1 0 Jumlah 100 100 100 100 100 100 100

Tabel 4.5. Alasan seseorang tidak berpartisipasi dalam pemilu

(42)

Alasan Jumlah Prosentase

Tidak Kenal 22 22,00%

Tidak Ada Imbalan 12 12,00%

Tidak Penting 14 17,00% Tidak Tahu/Lupa 6 6,00% Intimidasi 1 1,00% Ribet/Susah 4 6,00% Sibuk 39 34,00% Tidak Menjawab 2 2,00% Jumlah 100 100,00%

Tabel 4.6. Alasan secara simultan seseorang tidak berpartisipasi dalam pemilu Penjelasan:

1. Terhadap pertanyaan alasan tidak datang ke TPS karena tidak tahu / tidak kenal calon, 39 responden menjawab “ya” dan 61 responden menjawab “tidak”

2. Terhadap pertanyaan alasan tidak datang ke TPS karena tidak ada imbalan / uang transport / money politik, 17 responden menjawab “ya” dan 79 responden menjawab “tidak”

3. Terhadap pertanyaan alasan tidak datang ke TPS karena menganggap pemilu tidak penting, 19 responden menjawab “ya” dan 80 responden menjawab “tidak”

4. Terhadap pertanyaan alasan tidak datang ke TPS karena tidak tahu / lupa ada pemilu, 11 responden menjawab “ya” dan 88 responden menjawab “tidak”

5. Terhadap pertanyaan alasan tidak datang ke TPS karena adanya intimidasi, 9 responden menjawab “ya” dan 90 responden menjawab “tidak”

6. Terhadap pertanyaan alasan tidak datang ke TPS karena ribet / susah, 8 responden menjawab “ya” dan 91 responden menjawab “tidak”

7. Terhadap pertanyaan alasan tidak datang ke TPS karena sibuk / ada urusan lain, 52 responden menjawab “ya” dan 48 responden menjawab “tidak”

8. Terhadap pertanyaan alasan secara simultan seseorang tidak datang ke TPS karena apa, 22% responden menjawab karena tidak tahu / tidak

(43)

kenal calon, 12% responden menjawab karena tidak ada imbalan / pengganti uang transport, 14% karena menganggap pemilu tidak penting, 6% karena lupa / tidak tahu jadwal pemilu, 1% karena intimidasi / ancaman, 4% karena menganggap pemilu ribet / susah, dan 39% karena yang bersangkutan sibuk atau ada urusan lain serta 2% tidak memberikan jawaban.

Gambar-gambar dibawah ini menjelaskan alasan-alasan masyarakat Kota Pasuruan tidak datang ke TPS untuk berpartisipasi dalam pemilu:

Gambar 4.13. Grafik alasan seseorang tidak datang ke TPS karena tidak tahu / tidak kenal dengan calon

(44)

Gambar 4.14. Grafik alasan seseorang tidak datang ke TPS karena tidak ada imbalan / tidak ada uang transport

Gambar 4.15. Grafik alasan seseorang tidak datang ke TPS karena menganggap pemilu tidak penting

(45)

Gambar 4.16. Grafik alasan seseorang tidak datang ke TPS karena lupa / tidak tahu jadwal pemilu

Gambar 4.17. Grafik alasan seseorang tidak datang ke TPS karena adanya intimidasi / ancaman

(46)

Gambar 4.18. Grafik alasan seseorang tidak datang ke TPS karena menganggap pemilu ribet / susah

(47)

Gambar 4.20. Grafik alasan secara simultan seseorang tidak datang ke TPS

B. Pembahasan

Statistik deskriptif tersebut diatas memberikan gambaran kepada kita mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi politik masyarakat Kota Pasuruan baik pada pemilu legislatif maupun pemilu presiden.

Pada pemilu legislatif faktor “kesadaran politik” menjadi faktor yang dominan sebagai alasan seseorang berpartisipasi politik diikuti faktor “kebiasaan / ikut-ikutan” dan karena “kenal dengan calon” beruirut-turut sebagai faktor dominan berikutnya. Masyarakat Kota Pasuruan tidak menjadikan “money politik / karena imbalan” sebagai alasan yang dominan dalam keputusan untuk berpartisipasi. Hal tersebut diketahui ketika responden diberi pertanyaan secara terpisah, item demi item pertanyaan alasan datang ke TPS atau berpartisipasi pada pemilu. Begitu pula ketika pertanyaan diberikan secara simultan, masyarakat Kota Pasuruan tetap menjadikan alasan “kesadaran politik” sebagai faktor yang dominan meskipun ada pergeseran pada alasan “pengetahuan calon” dan “kebiasaan”.

(48)

Demikian pula pemilu presiden, tidak berbeda jauh dengan alasan-alasan pada pemilu legislatif. Kesadaran politik masyarakat Kota Pasuruan sangat tinggi, mendominasi dalam keputusan untuk berpartisipasi pada pemilu. “Kesadaran politik” menempati peringkat tertinggi diikuti dengan “kebiasaan” dan “pengetahuan akan calon” diurutan berikutnya.

Asumsi “money politik” sebagai faktor yang dominan dalam mempengaruhi partisipasi politik tidak berlaku di Kota Pasuruan. Seseorang datang ke TPS untuk berpartisipasi dalam pemilu karena adanya “imbalan / money” politik dijadikan alasan oleh sedikit responden, hanya 13% pada pemilu legislatif dan 5% pada pemilu presiden.

Fenomena ini sangat bagus, menandakan masyarakat Kota Pasuruan cukup melek politik, bukan masyarakat yang apatis, masyarakat yang peduli pada nasib bangsanya dan sadar akan hak-haknya.

“Sibuk” dan karena “keterbatasan pengetahuan terhadap calon” (caleg maupun capres) menjadi alasan utama masyarakat Kota Pasuruan tidak datang ke TPS. Hal tersebut wajar terjadi pada masyarakat urban yang memiliki mobilitas tinggi.

Anggapan “pemilu tidak penting” menempati peringkat ketiga sebagai alasan bagi masyarakat Kota Pasuruan untuk tidak berpartisipasi dalam pemilu, 14% responden menjadikan hal tersebut sebagai alasan. Namun masih jauh dibanding alasan karena “sibuk” atau “ada urusan lain” pada hari penyelengaraan yang dipilih oleh 39% responden. Anggapan “pemilu tidak penting” memang kerap terjadi di masyarakat kota, menjadi “ciri” tersendiri dalam konteks partisipasi politik, bukan hanya di Kota Pasuruan tetapi juga di kota-kota lain. Budaya kerja keras, sibuk dengan urusan sendiri-sendiri, cuek dengan permasalahan sosial, menjadikan pandangan ini seolah benar. Permasalahan sosial semacam ini menjadi gejala yang hampir merata terjadi di masyarakat yang sedang tumbuh ke arah industrialisasi.

Penyebab tidak hadirnya seseorang ke TPS karena alasan “administratif”, yang dalam hal ini disebabkan oleh penyelenggara (tidak terdaftar, tidak mendapat undangan, kurang sosialisasi) bukan menjadi alasan yang dominan, hanya 6% (itupun sudah termasuk karena kealpaan dari masyarakat responden, mungkin karena lupa). Hal ini mengkonfirmasi bahwa kinerja penyelenggara, dalam hal ini KPU Kota Pasuruan patut diapresiasi, cukup membanggakan.

(49)

Tingkat partisipasi politik masyarakat Kota Pasuruan yang cenderung turun pada pemilu presiden dan fluktuatif pada pemilu legislatif sejalan dengan tingkat partisipasi politik secara nasional sejak tahun 2004 sampai dengan 2014.

Tuntutan hidup yang semakin tinggi menyebabkan seseorang makin banyak terlibat dalam kegiatan ekonomi. “Kesibukan” yang semakin meningkat menjadi alasan utama seseorang tidak berpartisipasi dalam pemilu.

“Popularitas calon” atau “pengetahuan seseorang terhadap calon” menjadi faktor yang cukup dominan berpengaruh terhadap tingkat partisipasi masyarakat.

Dua hal tersebut (Kesibukan dan popularitas calon) menjadi faktor yang menyebabkan fluktuatifnya partisipasi pemilu legislatif dan kecenderungan turunnya partisipasi politik pemilu presiden.

(50)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Faktor yang menyebabkan masyarakat Kota Pasuruan datang ke TPS untuk berpartisipasi dalam pemilu legislatif secara berturut-turut adalah karena kesadaran politik, karena pengetahuan terhadap calon (kenal dengan calon), dan karena ikut-ikutan (kebiasaan masyarakat pada umumnya). Sedangkan money politik (imbalan dalam bentuk apapun) tidak menjadi faktor dominan yang menjadi alasan masyarakat datang ke TPS.

Dalam pemilu presiden, alasan utama yang mendorong partisipasi politik masyarakat Kota Pasuruan adalah kesadaran politik, karena ikut-ikutan (kebiasaan masyarakat pada umumnya), dan karena popularitas calon presiden dan wakil presiden. Secara berturut-turut, tiga alasan tersebut yang mendorong masyarakat Kota Pasuruan datang ke TPS, turut berpartisipasi dalam pemilu presiden dan wakil presiden.

Secara umum, penyebab masyarakat Kota Pasuruan tidak datang ke TPS adalah karena sibuk dan karena tidak kenal dengan calon (pengetahuan terhadap calon rendah), baik calon legislatif maupun calon presiden dan wakil presiden.

Money politik dan penyelenggara sama sekali bukan sebagai faktor dominan yang menyebabkan masyarakat Kota Pasuruan tidak berpartisipasi dalam pemilu. Oleh karenanya, segenap masyarakat Kota Pasuruan dan penyelenggara pemilu, dalam hal ini KPU Kota Pasuruan patut diapresiasi yang setinggi-tingginya dalam menyukseskan penyelenggaraan pemilu.

B. Saran

Dalam rangka meningkatkan partisipasi politik masyarakat, penyelenggara pemilu perlu melakukan hal-hal berikut ini:

1. Sedini mungkin meningkatkan kesadaran politik masyarakat, melakukan pendidikan politik kepada seluruh lapisan masyarakat, dan sosialisasi yang berkelanjutan

2. Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada peserta pemilu (partai maupun caleg dan capres-cawapres) untuk memperkenalkan dirinya, mensosialisasikan visi-misinya agar dapat dikenal masyarakat luas

(51)

3. Membuat formula pelaksanaan pemilu yang memudahkan semua orang, seminimal mungkin menyita waktu / mengganggu kesibukan masyarakat, contohnya, semua orang yang sudah punya hak dapat menggunakan hak memilihnya di TPS manapun tanpa prosedur yang rumit (cukup menunjukkan identitas).

(52)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi., 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Budiarjo, Miriam., 1998. Partisipasi dan Partai Politik (sebuah bunga rampai). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Budiarjo, Miriam., 2009. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta.PT. Gramedia Pustaka Utama.

Gaffar, Affan., 2006. Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi. , Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Huntington. P, Samuel. Nelson, Joan., 1990. Partisipasi Politik Di Negara Berkembang. Jakarta: Rineka Cipta.

Mas’oed, Mohtar dan MacAndrews., 2006. Perbandingan Sistem Politik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Nawawi, Hadari., 2007. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Rahman H, A. 2007. Sistem Politik Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Said, Gatara, A.A dan Dzulkiah, Said, Moh., 2007. Sosiologi Politik: Konsep dan Dinamika Perkembangan Kajian. Jakarta: CV. Pustaka Setia.

Sanapiah, Faisal., 2008. Format-format Penelitian Sosial. Jakarta: Rajawali Pers. Sukardi., 2003., Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Surbakti, Ramlan., 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT. Grasindo.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD

(53)

Lampiran 1. Kuisioner Partisipasi Politik Masyarakat Kota Pasuruan Dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden

A. DATA RESPONDEN Nama : ... Alamat : ... ... ... Umur : ... (tahun) Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan

Pekerjaan : ... Pendidikan Terakhir : ...

B. DAFTAR PERTANYAAN PEMILU LEGISLATIF

1. Apakah anda datang ke TPS atau menggunakan hak pilih karena tahu / kenal dengan calon?

a. Ya b. Tidak

2. Apakah anda datang ke TPS atau menggunakan hak pilih karena diberi imbalan (semisal uang transport, sembako, dll)?

a. Ya b. Tidak

3. Apakah anda datang ke TPS atau menggunakan hak pilih atas kesadaran diri sendiri?

a. Ya b. Tidak

4. Apakah anda datang ke TPS atau menggunakan hak pilih karena diancam / diintimidasi / ditakut-takuti?

a. Ya b. Tidak

(54)

5. Apakah anda datang ke TPS atau menggunakan hak pilih karena ikut-ikutan, biar sama dengan orang lain, kebiasaan orang-orang?

a. Ya b. Tidak

6. Apakah alasan anda datang ke TPS ketika menggunakan hak pilih? a. Tahu atau Kenal dengan calon

b. Diberi imbalan (uang transport, sembako, kerudung, dll) c. Kesadaran sendiri

d. Diancam / diintimidasi / ditakut-takuti e. Ikut-ikutan teman

PEMILU PRESIDEN

1. Apakah anda datang ke TPS atau menggunakan hak pilih karena tahu / kenal dengan calon presiden/wakil presiden?

a. Ya b. Tidak

2. Apakah anda datang ke TPS atau menggunakan hak pilih karena diberi imbalan (semisal uang transport, sembako, dll)?

a. Ya b. Tidak

3. Apakah anda datang ke TPS atau menggunakan hak pilih atas kesadaran diri sendiri?

a. Ya b. Tidak

4. Apakah anda datang ke TPS atau menggunakan hak pilih karena diancam / diintimidasi / ditakut-takuti?

a. Ya b. Tidak

(55)

5. Apakah anda datang ke TPS atau menggunakan hak pilih karena ikut-ikutan, biar sama dengan orang lain, kebiasaan orang-orang?

a. Ya b. Tidak

6. Apakah alasan anda datang ke TPS ketika menggunakan hak pilih? a. Tahu atau Kenal dengan calon

b. Diberi imbalan (uang transport, sembako, kerudung, dll) c. Kesadaran sendiri

d. Diancam / diintimidasi / ditakut-takuti e. Ikut-ikutan teman

TIDAK DATANG KE TPS

1. Apakah anda tidak datang ke TPS atau tidak menggunakan hak pilih karena tidak tahu / tidak kenal dengan calon?

a. Ya b. Tidak

2. Apakah anda tidak datang ke TPS atau tidak menggunakan hak pilih karena tidak diberi imbalan (semisal uang transport, sembako, dll)?

a. Ya b. Tidak

3. Apakah anda tidak datang ke TPS atau tidak menggunakan hak pilih karena menganggap pemilu tidak penting?

a. Ya b. Tidak

4. Apakah anda tidak datang ke TPS atau tidak menggunakan hak pilih karena lupa / tidak tahu / tidak terdaftar / tidak diberi undangan?

a. Ya b. Tidak

Gambar

Gambar 1.3. Grafik tingkat partisipasi politik pemilu presiden 2004-2014
Gambar 1.5. Grafik tingkat partisipasi politik pemilu legislatif 2004-2014 di Kota  Pasuruan
Gambar 1.6. Grafik tingkat partisipasi politik pemilu presiden 2004-2014 di Kota   Pasuruan
Tabel 4.2. Alasan secara simultan seseorang berpartisipasi dalam pemilu  legislatif
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengembangan produk pembiayaan musyarakah pada usaha, mikro dan kecil (Study BNI Syariah) adalah cukup berkembang dan

Di samping itu setiap industri formula bayi juga melakukan pengujian E sakazakii dan mikroba lain pada produk akhir sebelum diedarkan.Sedangkan untuk formula bayi

Delapan artikel tersebut mengulas tentang , beberapa aspek biologi ikan kurau ( Polynemus dubius ) di estuari sungai Indragiri, Riau, distribusi, kelimpahan dan variasi ukuran

Keterlaksanaan kompetensi dasar penataan sanggul up style di SMK Negeri 2 Jombang kurang maksimal mencapai tujuan pembelajaran, dilihat dari hasil belajar, respon

bahwa untuk melaksanakan Pasal 45 ayat (2) Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, yang memerintahkan pembentukan

Berdasarkan pekerjaan pada penelitian ini didapatkan bahwa pekerjaan dari pasangan suami-istri dari penderita tuberkulosis paru BTA (+) yang berobat di Poliklinik

Sebagai lembaga yang bertugas menyelenggarakan program penelitian dan penerbitan, Pusat Penelitian dan Penerbitan (Puslit) UIN Raden Fatah Palembang untuk tahun

Permasalahan yang diteliti dalam skripsi ini adalah (1) Adakah pengaruh Bimbingan dan Konseling Islam terhadap kemampuan keterampilan sosial anak yatim di Lembaga Kebajikan