• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SATELIT (SISKOMSAT)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II SISTEM KOMUNIKASI SATELIT (SISKOMSAT)"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

5

berjudul Extra Terrestrial Relays, tulisannya muncul karena adanya keterbatasan jarak dari sistem transmisi radio terrestrial pada permukaan bumi. Pada prinsipnya dalam komunikasi melalui satelit sama dengan sistem pada microwave dengan sebuah satelit.

Satelit komunikasi adalah sebuah pesawat ruang angkasa yang ditempatkan pada orbit disekililing bumi yang didalamnya membawa peralatan-peralatan penerima dan pemancar gelombang mikro yang mampu me-relay sinyal-sinyal dari satu lokasi ke lokasi lain di bumi dengan menggunakan frekuensi gelombang mikro. Frekuensi gelombang mikro juga diperlukan untuk menangani sinyal-sinyal berjalur lebar yang banyak dijumpai dalam jaringan komunikasi masa kini, serta untuk penggunaan antena-antena dengan perolehan tinggi yng diperlukan di atas pesawat ruang angkasa tersebut.

Komunikasi satelit dimulai tepatnya pada bulan oktober 1957, dengan peluncuran sebuah satelit kecil yang diberi nama SPUTNIK 1 oleh negara Rusia. Kemudian dilanjutkan oleh peluncuran-peluncuran lainnya, antara lain:

1. Pada 3 november 1957 dilanjutkan SPUTNIK 2 dengan Laika. 2. Pada 12 april 1961 VOSTOK 1 dengan Juri Gagarin.

3. Satelit komunikasi sesungguhnya yang pertama (Telstar I & II) diluncurkan di bulan Juli 1962 dan Mei 1963.

(2)

5. Disusul oleh TVSAT pada tahun 1987 meluncurkan satelit DBS pertama (Direct Broadcast Satelite, pemancaran televisi langsung ke rumah).

Secara umum sistem komunikasi satelit dapat dibedakan menjadi 2 (dua) komponen, yaitu ruas angkasa (space segment) yang terdiri dari satelit dan ruas bumi (ground segment) yang terdiri dari terminal pengguna, stasiun bumi dan jaringan.

Pada bagian space segment terdiri dari satelit yang merupakan sebuah benda ruang angkasa yang mengelilingi benda angkasa lainnya yang berfungsi memancarkan kembali (relaying) sinyal-sinyal yang diterima dari bumi. Untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik suatu satelit harus didukung oleh perangkat-perangkat yang handal.

Sedangkan pada ground segment pada hakikatnya stasiun bumi merupakan sebuah jaringan lanjutan untuk menuju teminal pengguna, seperti pusat komputer, televisi maupun sentral telepon. Untuk tercapainya suatu komunikasi maka pada bagian stasiun bumi diperlukan perangkat-perangkat pendukung yang handal pula.

(3)

dunia). Jangkauan pelayanan dari suatu sistem satelit domestik adalah terbatas pada negara yang memiliki sistem tersebut, sistem regional melibatkan dua negara atau lebih sedangkan sistem global mempunyai sifat antar benua.

Satelit termasuk repeater aktif yang berarti bahwa sinyal yang diterima satelit akan dipancarkan kembali ke bumi namun sinyal tersebut telah mengalami penguatan di satelit. Ini berarti bahwa satelit harus mempunyai antena pemancar beserta HPA (High Power Amplifier) dan antena penerima berserta LNA (Low Noise Amplifier) yang sangat terarah, serta rangkaian-rangkaian interkoneksi (multiplexer) yang kompleks. Diperlukan juga mekanisme pengatur posisi dan control yang teliti bagi satelit. Keperluan power supply bagi peralatan tersebut biasanya diperoleh dari susunan sel solar dengan baterai cadangan untuk pelayanan pada saat terjadinya gerhana satelit.

Satelit mempunyai dua subsystem, yaitu : 1. Bus System, yang terdiri dari :

1. Structure subsystem,

2. Electric Power Subsystem (EPS), berfungsi sebagai berikut : - Menghasilkan, mengkondisikan dan mengatur power supply. - Menyimpan power untuk keperluan eclipse.

Teknologi yang dipakai untuk power generator diantaranya :

a. Photovoltaics (PV)/ Solar Array, yang memiliki kemampuan untuk

(4)

-Cristalline Silicon

-Gallium Arsenide (GaAs)

b. Radioisotope Thermoelectric Generator (RTG)

3. Propulsion Subsystem, berfungsi untuk menjaga kestabilan satelit,

mengontrol spin dan untuk mengeksekusi manuver yang dijalankan dari

ground station. Komponen-komponen dari Propulsion adalah :

-propellant tanks

-helium tanks -thruster

-pengatur tekanan

4. Thermal Subsystem, berfungsi untuk menjaga temperature dari seluruh

bagian space craft.

5. Attitude Control Subsystem, berfungsi untuk menentukan, memantau dan

mengontrol perilaku spacecraft dan orientasinya agar tetap mengarah atau tetap pointing ke bumi. Untuk satelit Palapa C-1 menggunakan three axis yang memiliki tiga gerakan, yaitu :

1. Roll : gerakan dengan sumbu x sebagai porosnya 2. Pitch : gerakan dengan sumbu y sebagai porosnya 3. Yaw : gerakan dengan sumbu z sebagai pososnya

Referensi yang digunakan sensor pada satelit untuk tetap berorientasi ke bumi diantaranya menggunakan radiasi matahari dan bumi.

6. TT&C (Telemetry Tracking & Command), merupakan stasiun bumi yang dilengkapi dengan komputer dan dukungan personel yang dapat

(5)

mencakup TWTA/SSPA

Koordinasi dari pelayanan satelit dilakukan oleh

Telecommunication Union

konferensi yang dikenal sebagai

(WARC) dan Regional Administrative Radio Confe secara teratur untuk menghasilkan re

frekuensi dan posisi orbit dari berbagai satelit.

frekuensi-frekuensi satelit yang terpakai saat ini dan yang mungkin akan terus dipakai dimasa mendatang.

SSPA, LNA, Multiplexer, dll.

Gambar 2.2 Transponder satelit

Koordinasi dari pelayanan satelit dilakukan oleh International

Telecommunication Union (ITU), yang berpusat di Geneva. Konferensi

konferensi yang dikenal sebagai World Administrative Radio Conferences

Regional Administrative Radio Conference (RARC) diadakan

secara teratur untuk menghasilkan rekomendasi mengenai daya radiasi, frekuensi dan posisi orbit dari berbagai satelit. Tabel 2.1 menunjukkan

frekuensi satelit yang terpakai saat ini dan yang mungkin akan terus mendatang.

Tabel 2.1. Frekuensi-frekuensi satelit Band Frekuensi Frekuensi Range L band 1 to 2 GHz S band 2 to 4 GHz C band 4 to 8 GHz X band 8 to 12 GHz Ku band 12 to 18 GHz K band 18 to 26 GHz Ka band 26 to 40 GHz V band 40 to 75 GHz W band 75 to 111 GHz International

yang berpusat di Geneva.

Konferensi-World Administrative Radio Conferences

(RARC) diadakan komendasi mengenai daya radiasi, Tabel 2.1 menunjukkan frekuensi satelit yang terpakai saat ini dan yang mungkin akan terus

(6)

Sinyal satelit merambat dengan kecepatan cahaya (3 x 108 m/det), jauhnya jarak tempuh pulang pergi meyebabkan munculnya delay yang cukup besar, yaitu berada diantara 250 dan 300 ms. Umumnya 270 ms (540 ms untuk sistem VSAT yang memakai hub).

Salah satu karakteristik dari satelit adalah bahwa satelit merupakan media

broadcast yang tidak memerlukan biaya yang lebih banyak untuk mengirim

pesan ke banyak stasiun bumi secara sekaligus (sesuai dengan coverage yang telah ditentukan sebelumnya) ke sebuah stasiun saja. Untuk sebagian aplikasi, sifat ini sangat bermanfaat, bahkan bila broadcasting dapat disimulasikan dengan menggunakan saluran titik ke titik, broadcasting satelit akan lebih murah, contohnya broadcast satelit untuk stasiun pemancar televisi (TVRI, RCTI, dll). Namun dalam pandangan keamanan dan privasi satelit sangat kurang handal. Setiap orang dapat mendengarkan semuanya. Enkripsi adalah suatu hal yang penting bila faktor keamanan diperlukan, contohnya TV Satelit Telkomvision.

Satelit juga mempunyai karakteristik yang lain, yaitu pentransmisian atau pemancaran pesan tidak tergantung pada jarak tempuh. Sebuah panggilan yang menyeberangi lautan tidak akan tergantung pada jarak tempuh. Sebuah panggilan yang menyeberangi lautan tidak akan lebih mahal dari sebuah panggilan yang hanya terpisah oleh jalan.

Umumnya satelit mempunyai 12 sampai 24 transponder, yang masing-masing mempunyai bandwidth 36-54 Mhz.

(7)

Gambar 2.3 Frekuensi Transponder Satelit

2.3. Orbit Satelit

Sebuah satelit yang diluncurkan dengan kendaraan peluncur, satelit tersebut akan di tempatkan pada ketinggian tertentu dan satelit tersebut akan mengitari bumi. Posisi satelit yang mengitari bumi disebut orbit. Satelit akan tetap porosnya karena gaya sentripetal pada satelit dan gaya gravitasi bumi.

Menentukan letak orbit dan kecepatan satelit sangatlah penting dan sangat mendasar saat akan membangun sebuah satelit karena untuk menentukan daerah lingkup bumi (earth coverage area) dan rugi waktu keterlambatan (delay time).

Berdasarkan ketinggian orbit satelit dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Orbit rendah (Low Earth Orbit, LEO)

Orbit rendah adalah sebuah orbit sekitar Bumi antara atmosfer dan sabuk radiasi Van Allen, dengan sebuah sudut inklinasi rendah. Batasan ini tidak didefinisikan secara pasti tetapi biasanya sekitar 200-1200 km (124-726 mil) di atas permukaan Bumi. Orbit ini biasanya berada di bawah intermediate

(8)

circular orbit (ICO) dan jauh di bawah orbit geostasioner. Orbit lebih rendah dari sini tidak stabil dan akan turun secara cepat karena gesekan atmosfer. Orbit yang lebih tinggi dari orbit ini merupakan subyek dari kegagalan elektronik awal karena radiasi yang kuat dan pengumpulan muatan. Orbit dengan sebuah sudut inklinasi yang lebih tinggi biasanya disebut orbit polar.

Objek di orbit Bumi rendah bertemu gas atmosfer di termosfer (sekitar 80-500 km di atas) atau eksosfer (kira-kira 80-500 km ke atas), tergantung dari ketinggian orbit. Kekurangan satelit LEO ini adalah daerah lingkup bumi yang terbatas sehingga diperlukan banyak satelit untuk menangani seluruh daerah dibumi. Kelebihan satelit LEO adalah memerlukan daya pancar power yang rendah dan delay time yang pendek.

Gambar 2.4 Orbit rendah

2. Orbit Menengah (Medium Earth Orbit, MEO)

Orbit Menengah adalah orbit satelit dengan ketinggian orbit menengah dengan ketinggian 9656 km hingga 19312 km dari permukaan bumi. Pada orbit ini satelit dapat terlihat oleh stasiun bumi lebih lama sekitar 2 jam atau lebih. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan satu putaran mengitari bumi adalah 2 jam hingga 4 jam. Contoh orbit jenis MEO ini adalah satelit ICO (Intermediate Circulir Orbit, INMARSAT).

(9)

Gambar 2.5 Orbit Menengah

3. Orbit Geostationer (Geostationary Earth Orbit, GEO)

Orbit Geostationer mengitari bumi 24 jam dan relative diam terhadap bumi (berputar searah rotasi bumi) karena periode orbit objek tersebut mengelilingi Bumi sama dengan perioda rotasi Bumi. Umumnya ditempatkan sejajar dengan equator bumi. Karena relative diam terhadap bumi maka daerah lingkup bumi juga tidak berubah. Jarak ketinggian dari permukaan bumi sekitar 35.786 km.

Orbit ini sangat diminati oleh operator-operator satelit buatan (termasuk satelit komunikasi dan televisi). Karena letaknya konstan pada lintang 0° derajat, lokasi satelit hanya dibedakan oleh letaknya di bujur bumi.

Ide satelit geostasioner untuk kegunaan komunikasi dipublikasikan pada tahun 1928 oleh Herman Potocnik. Orbit geostasioner dipopulerkan pertama kali oleh penulis fiksi ilmiah Arthur C. Clarke. Pada tahun 1945 sebagai orbit yang berguna untuk satelit komunikasi. Oleh karena itu, orbit ini kadang disebut sebagai orbit Clarke. Dikenal pula istilah Sabuk Clarke yang menunjukkan bagian angkasa 35.786 km dari permukaan laut rata-rata di atas ekuator dimana orbit yang mendekati geostasioner dapat dicapai.

(10)

Orbit geostasioner sangat berguna karena ia dapat menyebabkan sebuah satelit seolah olah diam terhadap satu titik di permukaan Bumi yang berputar. Akibatnya, sebuah antenna dapat menunjuk pada satu arah tertentu dan tetap berhubungan dengan satelit. Satelit mengorbit searah dengan rotasi Bumi pada ketinggian sekitar 35.786 km (22.240 statute miles) di atas permukaan tanah.

Walaupun orbit geostasioner dapat menjaga suatu satelit berada pada tempat yang tetap di atas ekuator, perturbasi orbital dapat menyebabkan satelit secara perlahan-lahan berpindah dari lokasi geostasioner. Perturbasi orbital adalah fenomena di mana orbit satelit berubah akibat satu atau lebih pengaruh eksternal seperti anomali distribusi gravitasi bumi, gangguan gaya tarik dari bulan, benturan meteor atau benda-benda lain, atau tekanan radiasi matahari. Satelit melakukan koreksi dengan melakukan manuver yang dikontrol oleh stasiun di Bumi, manuver ini dikenal dengan manuver utara-selatan (North-South Correction) dan manuver barat-timur (West-East Correction). Manuver-manuver ini menggunakan roket-roket kecil (thrusters) yang ada pada badan satelit dan arahnya diatur sesuai dengan arah koreksi. Penyalaan roket-roket kecil ini akan menkonsumsi bahan bakar yang dibawa satelit dari bumi sebagai bekal. Apabila bekal ini habis, maka habislah umur operasi satelit - karena ketika ia menyimpang dari orbitnya, tiada jalan lagi bagi operator dari bumi untuk mengoreksinya dan mengembalikannya ke tempat seharusnya ia berada.

(11)

Space for Satellites

Geo-Synchronous

Sec

Gambar 2.6 Orbit Geostationer

2.4. Parameter Komunikasi Satelit

Dalam sistem komunikasi satelit, untuk mendapatkan unjuk kerja transmisi yang baik dilakukan dengan menentukan tipikal BER (Bit Error Rate) di penerima sebesar E-10-9 agar tidak sering terjadi transmisi ulang antara pemancar dan penerima. Parameter-parameter komunikasi satelit dilihat dimulai dari stasiun bumi pemancar yang memancarkan sinyal ke satelit sampai sinyal tersebut diterima oleh stasiun bumi.

2.4.1. Effective Isotropic Radiated Power (EIRP)

EIRP merupakan besaran yang menyatakan kekuatan daya pancar dari suatu antenna pemancar. EIRP adalah daya yang dihasilkan dari perkalian antara daya keluaran HPA dengan gain antena pemancar dengan memperhitungkan kerugian dalam saluran transmisi yang menghubungkan keluaran perangkat HPA dengan feedhorn pada antena. Dinyatakan dalam persamaan :

(12)

EIRP = PT + GT – Lf persamaan (2.1) Dimana :

EIRP = Effective Isotropic Radiated Power [dBW] PT = Daya pancar pada feed antenna [dBW] GT = Penguatan antenna pemancar [dBi]

Penguatan antena pemancar (GT) dinyatakan dalam persamaan : 1 GT = η (π

λ) persamaan (2.2)

Dimana :

A = Luas aperture antenna [m2] λ = Panjang gelombang [m]; λ = c/f

c = Kecepatan gelombang cahaya (3 x 108) [m/s] f = Frekuensi [Hz]

η = Efisiensi antena [%]

GT = Penguatan antenna pemancar [dB] Karena A = (πD2)/4 maka persamaan (2.2) menjadi : GT = η (π  

λ ) 2

persamaan (2.3)

Atau

G = 20,4 + 20 log f + 20 log D + 10 log η Dimana :

D = Diameter antena [m]

Bila EIRP dari stasiun bumi sudah diketahui, keluaran daya dari SSPA stasiun bumi dapat dihitung dengan persamaan : 2

PSSPA = EIRP – G + Lf + LP persamaan (2.4)

1

M. Richharia, Satellite Communication System, Hal 82 2

(13)

LP = Redaman kesalahan arah antenna [dB]

2.4.2. Gain to noise Temperature Ratio (G/T) Penerima

Radiasi elektromagnetis yang acak (random) terjadi dari bintang-bintang, planet-planet dan awan-awan gas interstellar yang diterima oleh sebuah antena sebagai kebisingan (noise). Kerapatan spektrum kebisingan di langit, biasanya dinamakan kebisingan galaksi atau kebisingan kosmis, yang berubah dengan perbandingan terbalik menurut frekuensi hingga suatu bawah yang ditentukan oleh daerah ruang angkasa yang bersangkutan, kemana antena kebetulan diarahkan. Disamping kebisingan kosmis, atmosfer bumi juga menimbulkan kebisingan, karena ia bekerja sebagai suatu alur transmisi yang mempunyai rugi. Hubungan antara suhu kebisingan antena dengan frekuensi dapat dilihat pada gambar 2.7 dibawah ini.

(14)

Dari gambar 2.7 dapat dilihat bahwa suatu kebisingan antena dapat berkisar antara 10.000 [o K] hingga 2 [o K], jelas ini bukanlah suhu fisik dari antena. Sebagai contoh, sebuah antenna yang ditempatkan di daerah tropis akan menerima kebisingan yang sama seperti sebuah antena yang identik yang ditempatkan di daerah kutub, asal saja keduanya diarahkan ke daerah ruang angkasa yang sama dan attenuasi atmosfer untuk keduanya sama pula. Suhu fisik antenna tidak berpengaruh pada kebisingan yang diakibatkan oleh rugi antenna.

Kebisingan total antena penerima dinyatakan dengan menggunakan suhu kebisingan ekivalen dan kebisingan antena itu sendiri, dinyatakan dalam persamaan :

T = TANT + Te Persamaan (2.5)

Dimana :

T = Kebisingan total antenna [ 0K] TANT = Kebisingan antena [ 0K] Te = Kebisingan ekivalen [ 0K ]

Daya kebisingan yang tersedia pada masukan antenna penerima untuk suatu pita frekuensi adalah :

Pn = k x T x B Persamaan (2.6)

Dimana :

Pn = Daya kebisingan antena penerima [W] k = Konstanta Boltzman [1,38x10-23 J/oK] B = Lebar pita bandwidth [Hz]

(15)

sistem penerima satelit ialah perbandingan antara penguatan antena dengan suhu kebisingan masukan total (G/T). Besaran ini menggambarkan kemampuan stasiun bumi untuk menerima sinyal dari satelit yang dinyatakan dalam persamaan : 3



 = G - 10 log T Persamaan (2.7a)

  = G - 10 log (   + TF 1   +TLNA) Persamaan (2.7b) Dimana : 

 = Gain to Noise Temperature Ratio [dB/ o

K] G = Penguatan antena penerima [dBi]

T = Temperature derau penerima [oK]; T = 

 + TF 1  

+TLNA Tant = Temperature di antena [oK]

TF = Temperature feeder [oK]; TF = 290 oK TLNA = Temperature di LNA [oK]

Lfrx = feeder loss dari masukan antena ke penerima LNA 2.4.3. Rasio sinyal Pembawa terhadap Daya Derau (C/N)

C/N merupakan salah satu parameter karakteristik unjuk kerja suatu link yang ditentukan oleh : 4

 =  

Persamaan (2.8) 3

Tri T Ha, Digital Satellite Communications, Hal 87 4

(16)

Pr = Daya pembawa penerima = EIRP x Gg x (

) Persamaan (2.9) Pn = Daya derau di penerima = k x Ts x B Persamaan (2.10) Sehingga :

  =

  

       Persamaan (2.11)

Dalam logaritma menjadi



= EIRP – Lo + G/T - k – B [dB] Persamaan (2.12) Dimana :

Lo = Redaman ruang angkasa [dB] 



= Gain to Noise Temperature Ratio penerima [dB/ 0

K] k = Konstanta Boltzman [-228.6 dBW/0K]

B = Lebar pita frekuensi [Hz] Komponen dari C/N terdiri dari a. Komponen Uplink (Transmit)

Persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut : 5

C/Nup = EIRPES - FSLup – PE – LRAIN – G/TSAT – k - B Pers. (2.12a) Dimana:

EIRPES = EIRP stasiun bumi [dBW] FSL = Redaman ruang bebas [dB]

PE = Pointing error dari antena transmit [dB] LRAIN = Redaman hujan untuk sisi Uplink [dB] G/TSAT = G/T disisi satelit [dB/0K]

5

(17)

Persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut : 6

C/NDN = EIRPSAT – FSLDN – PE – LRAIN – G/TES – k - B Pers. (2.12b) Dimana:

EIRPSAT = EIRP pada satelit [dBW] FSL = Free Space Loss [dB]

PE = Pointing error dari antena penerima [dB] LRAIN = Redaman hujan untuk sisi Downlink [dB] G/TES = G/T disisi bumi [dB/0K]

k = Konstanta Boltzman [-228.6 dBW/0K] B = Lebar pita frekuensi [Hz]

c. Komponen Link Total

Komponen link total merupakan penjumlahan dari link tansmit, link receive dan link interferensi dengan persamaan sebagai berikut : 7

[C/NTOT]-1 =[C/NUP]-1+[C/NDN]-1+[C/IIM]-1+[C/IADJ]-1+[C/Xpoll]-1 (2.12c) Atau bila dijadikan dalam bilangan logaritmis menjadi:

C/NTotal=10log( 

 !" #/%&'() *+ !" #/%,%() *+ !" #/--.() *+ !"#/-/,0() *+ !"#/12344() *

)(2.12d)

6

Budi Purwanto, Link Budget Calculation & Transponder Management, hal 44 7

(18)

2.4.4. Rasio Sinyal Pembawa terhadap Densitas Daya Derau (C/No) Lebar pita penerima (B) sering tergantung pada format modulasi, maka parameter daya lintasan sering diisolir dengan menormalisasikan ketergantungan lebar band, yang dikenal sebagai C/No dengan persamaan : 8



 = EIRP – Lo + 

 – k [dBHz] Persamaan (2.13) Dimana:

B = Lebar pita yang yang digunakan [Hz]

Dengan mensubstitusikan pers. (2.12) ke dalam pers. (2.13), maka pers (2.13) menjadi:

  =





+

B [dBHz] Persamaan (2.14)

Dalam kejadian yang lebih sederhana C/No dapat ditentukan sebagai rasio pembawa terhadap temperature derau penerima (C/T) dengan persamaan : 9   = EIRP – Lo +   [dB/ 0 K] Persamaan (2.15)

Dengan mensubstitusikan pers. (2.13) ke dalam pers. (2.15) maka persamaan (2.15) menjadi :  =   + 10 Log k [dB/ 0 K] – B [dBHz]  =  - 228.6 [dB/ 0 K] – B [dBHz] Persamaan (2.16) Dalam perhitungan tingkat iluminasi (W) atau Operasional Flux Density (OFD) persamaannya menjadi : 10

  = W [dBW/m2] +   [dB/0K] – G1m2 [dBm2] [dB/0K] Pers. (2.17) 8

Dennis Roody, Komunikasi Elektronika 2, Hal 724 9

Intelsat, Digital Satellite Communications Handbook, Appendix 2.14 10

(19)

yang diterima oleh satelit sehingga menghasilkan daya keluaran maksimum:11

φs =   π  5

5  λ Persamaan (2.18)

Dimana:

φs = Densitas fluks jenuh [W/m2] PR = Daya yang diterima oleh satelit [W] GR = Penguatan antena penerima [dB]

λ = Panjang gelombang lintasan naik [m]

Densitas fluks juga mempunyai hubungan dengan C/No seperti pada persamaan:12  

=

φs + G/T – G1m 2 - k Persamaan (2.19) Dimana:

G1m2 = Penguatan antena isotropic dengan luas efektif 1 m2

2.4.6. Rasio Energi Bit terhadap Densitas Daya Derau (Eb/No)

Eb/No merupakan parameter yang paling sering digunakan untuk perhitungan sistem komunikasi digital dalam menganalisa unjuk kerja transmisi. Eb/No adalah Signal to ukuran Noise Ratio (SNR) ternormalisasi, yang juga dinamakan SNR per bit. Eb/No sangat berguna saat membandingkan kinerja Bit

11

Dennis Roody, Komunikasi Elektronika 2, Hal 722 12

(20)

Error Rate (BER) dari skema modulasi digital yang berbeda tanpa memperhitungkan bandwidth.

Eb/No adalah sama dengan SNR yang dibagi efisiensi spectral dalam bps/Hz, dimana bit dalam konteks ini adalah bit data yang ditransmisikan, termasuk informasi koreksi error dan overhead protocol lainnya. Secara matematik Eb/No ditunjukkan dengan persamaan:13

6  =



 - 10 log Tr Persamaan (2.20a)

Dimana:

Eb/No = Rasio Energi bit terhadap densitas daya derau [dBHz] Tr = Kecepatan transmisi data [bps]

Ketika menggunakan modem DVB-S2, unjuk kerja transmisi ditunjukkan dengan nilai Es/No (Energi Symbol/Noise Density). Adapun hubungan antara nilai Es/No dengan nilai Eb/No adalah:

Eb/No = Es/No - SE Persamaan (2.20b)

Dimana:

SE = Spectral Efficiency

Es/No = Energi Symbol/Noise Density [dB]

2.4.7. Redaman Alur Transmisi

Jika di antena isotropic memancarkan daya PT, pancaran daya akan memancar seperti bola dimana antena sebagai pusatnya. Daya permukaan

13

(21)

  π  8

Karena antenna pengirim memusatkan energy (mempunyai penguatan) maka persamaan menjadi :15

W = GT x ( 7

  π  8

)

[W/m2] Persamaan (2.22)

atau

W = EIRP – 10 log (4πd2) [W/m2] Persamaan (2.23) Dimana:

EIRP = GT x PT

W = Tingkat Iluminasi d = Jarak [km]

Karena antena penerima mengumpulkan sinyal, maka jumlah sinyal yang terkumpul akan tergantung dari ukuran antena penerima. Daya yang diterima PR, yaitu : 16

PR = W x A Persamaan (2.24)

Dimana:

A = Luas aperture efektif antena penerima [m2]

A = ( λ    π ) GR Sehingga: 14

M. Richharia, Satellite Communications System, Hal 84 15

Ibid, Hal 85 16

(22)

PR = [ 7 7   π 8] x [ ( λ   π) x GR ] [W] Persamaan (2.25) PR = [GT x PT] x [( λ   π  8) 2 x GR ] [W] Persamaan (2.26) Dalam decibel dapat dituliskan: 17

PR = PT + GT + GR – 20 log [π8

λ ] Persamaan (2.27)

Suku 20 log [π8

λ ] adalah dasar dari redaman ruang bebas (FSL). Redaman ini dapat dinyatakan dalam decibel sebagai berikut:18

FSL = 92.4dB + 20 log d + 20 log f [dB] Persamaan (2.28) Dimana:

d = jarak dari stasiun bumi dengan satelit [km] f = frekuensi kerja [GHz]

Persamaan (2.27) disederhanakan menjadi:

PR = EIRP – Lo + GR [dBW] Persamaan (2.29) Pada persamaan (2.29) bila GR penguatan antena dengan luas 1 m2 dan mempunyai efisiensi 100% maka W akan menjadi tingkat iluminasi per unit luas [dBW/m2], sehingga persamaan tingkat iluminasi dalam persamaan (2.21) menjadi :

W = EIRP - Lo + G1m2 [dBW/M2] Persamaan (2.30) Disamping redaman ruang bebas, penyerapan (absortion) dan penyebaran (scattering) sinyal akan terjadi ketika sinyal tersebut lewat melalui troposfer dan ionosfer. Dalam hal ini sebanding dengan panjang alur pada medium yang memperlemah, dan pada gilirannya ini tergantung pada

17

Ibid, Appendix 2-3 18

(23)

Terlihat bahwa ada dua puncak penyerapan, pertama pada frekuensi 22,2 GHz yag diakibatkan oleh molekul-molekul uap air beresonansi vibrasi pada frekuensi ini dan karena itu menyerap energi dan gelombang, kedua pada 60 GHz yang disebabkan oleh penyerapan resonan dari molekul-molekul oksigen. Lengkung-lengkung menunjukkan pengaruh sudut elevasi pada redaman yang disebabkan oleh panjang alur yang lebih besar. Pada 4 GHz misalnya, redaman atmosfer total untuk arah masuk vertikal adalah sedikit lebih besar dari 0,04 dB sedangkan untuk sudut 5o ini adalah kira-kira 0,1 dB. Pada frekuensi gelombang mikro, penyerapan electron bebas yang terjadi di ionosfer dapat diabaikan.

Redaman juga akan terjadi dengan adanya hujan, dan akan makin buruk untuk hujan yang lebat. Dalam suatu rancangan sistem perlu disediakan suatu margin (batas) fading untuk jatuhnya hujan, yang nilainya tergantung pada lokasi geografis dari stasiun bumi yang bersangkutan.

(24)

Gambar 2.8 Lengkung redaman terpadu untuk atmospher

2.4.8. Penguatan Antena

Penguatan utuk antena standar yang berbentuk parabola adalah sebagai berikut :

GT = η (π

λ) Persamaan (2.31)

Dimana :

A = Luas aperture antenna [m2] λ = Panjang gelombang [m]; λ = c/f

η = Efisiensi antena [%]

GT = Penguatan antenna pemancar [dBi]

Karena A = (πD2)/4 dan λ = c/f maka persamaan (2.31) menjadi : GT = η (π9   : ; ) 2 = η (π    :9 )2 = η (π9)2 D2 f 2 Atau G = 20 log (π

(25)

f = Frekuensi [Hz]

Dari persamaan diatas menunjukkan bahwa semakin besar diameter antena, semakin tinggi penguatannya dan jika frekuensi kerjanya berubah maka penguatan juga berubah.

Efisiensi antena didefenisikan sebagai perbandingan antara daya yang diradiasikan oleh antena terhadap daya total yang diberikan antena. Menurunnya efisiensi antena disebabkan oleh pantulan akibat ketidaksesuaian impedansi antena dengan saluran dan oleh rugi-rugi konduksi – dielekrik dari bahan antena itu sendiri.

Penguatan antenna adalah daya yang diterima antena tersebut dibandingkan dengan daya yang diterima oleh antena isotropis pada link yang sama, karena itu memakai satuan dBi.

2.4.9. Sudut Pandang Antena

Sudut pandang antena ke arah satelit harus dicari lokasi yang sebebas-bebasnya sehingga arah pancar antenna terhindar dari halangan (obstacle) dan pantulan (refleksi) yang menyebabkan gangguan pada sinyal komunikasi.

(26)

2.4.9.1. Sudut Azimuth

Perhitungan untuk memperoleh sudut azimuth seperti diperlihatkan pada gambar (2.10) memenuhi persamaan:19

A’ = tan-1 (<=> |θ@θ |

AB> θC ) Persamaan (2.33)

Sudut azimuth antena:

• Lintang utara

A = 1800 + A’, untuk stasiun bumi arah timur dari satelit A = 1800 – A’, untuk stasiun bumi arah barat dari satelit

• Lintang selatan

A = 3600 – A’, untuk stasiun bumi arah timur dari satelit A = A’, untuk stasiun bumi arah barat dari satelit

Dimana:

A = sudut azimuth antenna [derajat]\

θi = Posisi lintang (latitude) stasiun bumi [derajat] θL = Posisi bujur (longitude) stasiun bumi [derajat θs = Posisi bujur (longitude) satelit [derajat]

2.4.9.2. Sudut Elevasi

Perhitungan sudut elevasi seperti terlihat pada gambar (2.10) memenuhi persamaan: 20

E = tan δ – cos γ Persamaan (2.34)

Dengan:

19

Tri T. Ha Digital Satellite Communications, hal 43 20

(27)

Dimana:

E = sudut elevasi [derajat] Re = Jari-jari bumi (6.371 km)

r = Jari-jari orbit Geostasioner (42164,2 km) γ = Sudut coverage [derajat]

Gambar 2.9 Sudut Elevasi dan Azimuth

2.4.10. Pointing Error Antena

Merupakan redaman loss akibat gerakan satelit dan hal ini akan muncul bila dalam aplikasi di lapangan kita tidak menggunakan antena

(28)

dengan sistem Autotrack. Besarnya Pointing Error dapat dirumuskan sebagai berikut : 21 PE = 12 x (φ φS ) 2 [dB] dengan φ3 = T U  

Persamaan (2.35) Dimana :

φ3 = 3 dB beamwitdh dari antena φ = Error dari station keeping, F = frekuensi yang digunakan [GHz] D = Diameter antena yang digunakan [m]

2.4.11. Jarak Satelit ke Stasiun Bumi

Jarak satelit ke stasiun bumi dari satelit geosinkronus seperti terlihat pada gambar (2.11) dapat dihitung dengan persamaan : 22

d2=[(Re + H)2 + Re2 – 2 x Re x (Re + H) x sin{E + sin-1 ( E

E+V cos E)}] (2.36) Dimana :

d = Jarak satelit ke stasiun bumi [km] Re = Jari-jari bumi (6.371 km)

E = sudut elevasi [derajat]

H = Ketinggian orbit geostasioner (35.855 km)

γ = Sudut coverage [derajat]

θi = Posisi lintang (latitude) stasiun bumi [derajat] θL = Posisi bujur (longitude) stasiun bumi [derajat θs = Posisi bujur (longitude) satelit [derajat]

21

Ibid, Hal 45 22

(29)

Gambar 2.10 Jarak satelit ke stasiun bumi

2.4.12. Parameter Transponder Satelit

Transponder satelit berfungsi sebagai pengulang dari sinyal yang dikirim stasiun bumi untuk dikirim kembali ke stasiun bumi lainnya setelah terlebih dahulu dikuatkan dan dilakukan translasi frekuensi.

Parameter yang diberikan oleh transponder adalah : - Densitas Fluks jenuh (SFD) [dBW/m2]

- G/T penerima [dBK]

- EIRP Transponder penuh [dBW]

Untuk menghindari distorsi non-linear, transponder dioperasikan dibawah titik jenuh. Masukkan back-off (IBO) adalah rasio kerapatan fluks jenuh (saturasi) dengan kerapuhan fluks operasi dan keluaran back-off (OBO) adalah rasio EIRP jenuh terhadap EIRP operasi. 23

OBOCXR = IBOCXR – (IBOAGG – OBOAGG) Persamaan (2.37) Dimana:

23

(30)

OBOCXR = Keluaran back-off carrier transponder [dB] IBOCXR = Masukkan back-off carrier transponder [dB] IBOAGG = Masukkan back-off pada multi carrier satelit [dB] OBOAGG = Keluaran back-off pada multi carrier satelit [dB]

Operasi EIRP (EIRPop) satelit dihitung dari persamaan (2.37) sebagai berikut:24

(EIRP)operasi = (EIRP)saturasi – OBOCXR Persamaan (2.38) Dimana :

EIRPoperasi = EIRP operasi satelit [dBW] EIRPsaturasi = EIRP saturasi satelit [dBW]

2.4.13. Interferensi

Dalam sejumlah layanan telekomunikasi dengan menggunakan media satelit, interferensi antara sistem yang lain dapat timbul dari berbagai cara. Berdasarkan jenis timbulnya interferensi, interferensi pada satelit dapat dibedakan sebagai berikut:

a. External Interference

Interferensi yang diakibatkan oleh kondisi eksternal dari satelit, seperti misalnya Adjacent Satellite Interference (ASI). ASI adalah interferensi akibat jarak antar satelit, pattern dari antena yang tidak baik, coverage dari satelit yang memiliki cakupan daerah dan operasi pada frekuensi yang sama. Jarak satelit normal adalah 2 derajat.

24

(31)

Gambar 2.11 Interferensi antara dua sistem satelit

b. Internal Interference

Interferensi yang diakibatkan oleh kondisi internal dari satelit, seperti

Cross Polar Interference (CPI) dan Intermodulasi. CPI adalah interferensi

yang diakibatkan oleh gerakan antena karena adanya angin yang dapat merubah posisi dari komponen antena. Intermodulasi disebabkan oleh karena pada pemberian multi carrier akan mengakibatkan keluarnya frekuensi lain selain frekuensi dasar atau sinyal utamanya.

2.4.14. Laju Kesalahan Bit (BER)

BER merupakan laju kesalahan bit, dapat dihitung dengan persamaan : BER = WXYZ=[ \B< ]=>^ _B`BaBYWXYZ=[ \B< ]=>^ A=Z=[ Persamaan (2.39)

(32)

Pada modem DVB-S2, kualitas link ditentukan dengan nilai Paket Error Rate (PER). Dimana nilai BER = 10-9 setara dengan nilai PER = 10-7. 25

Gambar 2.12 Hubungan PER dengan Es/No dari data sheet modem Comtech 710

Berdasarkan gambar 2.12 diketahui bahwa untuk mendapatkan PER 10-7 dengan menggunakan modulasi 16-APSK dan FEC ¾ maka dibutuhkan Es/No minimal 11.2 dB.

2.5. Modulasi/Demodulasi

Modulasi adalah proses mencampurkan sinyal carrier agar mempresentasikan sinyal informasi. Pada modem comtech 600 dan comtech 700, terdapat berbagai macam tipe modulasi yang dapat dipilih. Adapun modulasi yang dapat dipilih antara lain:

a) BPSK (Binary Phase Shift Keying)

25

(33)

Gambar 2.13 Modulasi BPSK

b) QPSK (Quadrature Phase Shift Keying)

Pada QPSK ada empat kemungkinan fasa yaitu phasa 45⁰, 135⁰, 225⁰, dan 315⁰ , dimana empat fasa itu mempresentasikan bit 00, 01, 10, 11.

c) 8PSK (8-Phase Shift Keying)

Merupakan PSK dengan perubahan fasa 0⁰, 45⁰, 90⁰, 135⁰, 180⁰, 225⁰, 270⁰, 315⁰ (8 buah) yang mempresentasikan bit 000, 001, 010, 011, 100, 101, 110, 111. Satu lompatan fasa membawa 3 bit dengan kata lain setiap simbol melambangkan 3 bit.

d) 16 APSK (16-Asymetric Phase Shift Keying)

Merupakan PSK dengan perubahan fasa 0⁰, 22.50, 45⁰, 67.50, 90⁰, 112.50, 135⁰, 157.50, 180⁰, 202.50, 225⁰, 247.50, 270⁰, 292.50, 315⁰ dan 337.50 (16 buah) yang mempresentasikan bit 0000, 0001, 0010, 0011, 0100, 0101, 0110, 0111, 1000, 1001, 1010, 1011, 1100, 1101, 1110, 1111.

(34)

e) 16-QAM ( 16-Quadrature Amplitude Modulation)

Semakin tinggi tingkat modulasi maka semakin kecil perbedaan lompatan fasa. Dalam 16-QAM maka 0011 diteruskan dengan amplitude 6a√2 dan perlompatan phasa = 450. Deretan 1011 diteruskan dengn amplitude a√5 dan perlompatan phasa ~250 Dan seterusnya. Untuk 4QAM maka kemungkinan amplitude hanya a√2.

Gambar 2.14 Modulasi 16-QAM

2.6. Forward Error Code (FEC)

Forward Error Control (FEC), penerima akan mendeteksi adanya kesalahan yang terjadi pada kanal transmisi yang diterimanya dan melakukan koreksi kesalahan tersebut. FEC merupakan salah satu teknik pengkodean konvolusional dimana fungsinya adalah untuk mendeteksi dan mengkoreksi error dengan cara mengirimkan bit tambahan. Pada FEC ada berbagai macam tingkatan yaitu T ,c, de, ataupun f

g. Nilai-nilai ini berarti misalnya pada FEC c

, setiap 3 data bit biner yang dikirim disisipkan 1 bit tambahan untuk mendeteksi dan mengoreksi error. Pemilihan ini berdasarkan kebutuhan karena semakin besar nilai FEC yang dipilih

(35)

2.7. Teknik Akses SCPC (Single Channel per Carrier)

SCPC merupakan salah satu konfigurasi VSAT dengan menggunakan metode akses point to point. Layanan komunikasi data atau voice menggunakan media akses satelit dengan teknologi SCPC untuk hubungan point to point dapat dikembangkan menjadi hubungan point to multipoint. Metode SCPC menempatkan masing-masing satu buah sinyal pembawa untuk setiap titik link komunikasinya. Link VSAT dengan menggunakan sistem SCPC ini juga memberikan bandwidth pribadi yang memerlukan komunikasi dalam jumlah besar dan terus menerus dengan lokasi yang tidak tercakup oleh layanan kabel. Layanan ini dapat digunakan untuk komunikasi data, suara, gambar, dan video.

Keunggulan sistem VSAT dengan menggunakan metode SCPC adalah:

• Banyak jenis protokol yang dapat digunakan misalnya RS 232, V-35, IP dan G703 sehingga VSAT lebih fleksibel dan aplikatif.

• Sistem akses ke jaringan dapat dilakukan oleh pemakai setiap saat. Waktu tanggap yang seminimal mungkin menyebabkan efisiensi sistem jaringan meningkat dan memudahkan pengguna dalam mengoperasiaannya. Selain itu data dapat ditransmisikan dalam jumlah yang besar secara tepat dan akurat pada jaringan.

• Lebih fleksibel dalam pengaturan bandwidth frekuensi karena jenis dan besar data yang digunakan ditentukan sendiri.

(36)

2.8. Pemakaian Lebar pita frekuensi (Bandwidth)

Pemakaian lebar frekuensi pada transponder satelit, ditunjukkan oleh gambar

Gambar 2.15 Pemakaian lebar frekuensi

Pemakaian lebar pita frekuensi pada komunikasi satelit, tergantung dari kecepatan data dan FEC, sehingga dapat dihitung kecepatan transmisi, lebar pita terduduki, minimum alokasi lebar pita dan guard band dengan persamaan sebagai berikut :

a) Symbol rate = hih DhiEL Persamaan (2.40)

b) Tr = !hih hiE+jkEDlEh8*

!U  * Persamaan (2.41a)

Atau Tr = Symbol rate x m Persamaan (2.41b)

c) BOCC = 1.15 x R x 1/m Persamaan (2.42)

d) BAllocated = 1.25 x R x 1/m Persamaan (2.43) Dimana:

(37)

framing. Berikut tabel nilai spectral efficiency dari modem CDM 710G.

Tabel 2.2. Nilai Spetral Efficiency pada modem CDM 710G

2.9. Optimasi Transponder

Untuk mendapatkan optimasi dalam transponder terlebih dahulu kita harus mengetahui besarnya prosentase bandwidth dan prosentase power dari satelit yang digunakan untuk link komunikasi antara stasiun bumi Bogor dengan stasiun bumi

(38)

Timika, sehingga akan diperoleh apakah link yang dipakai power limited atau

bandwidth limited. Link dikatakan optimum bilamana prosentase bandwidth sama

dengan prosentase power.

Jika prosentase power lebih besar dari prosentase bandwidth maka sistem dikatakan power limited dan sebaliknya bila prosentase bandwidth lebih besar dari prosentase power maka sistem dikatakan bandwidth limited. Untuk menghitung persentase power dan bandwidth dapat dihitung sebagai berikut:

% Pemakaian Bandwidth = ! hM8mC8il LhiEnCi EDohhC

hM8mC8il LhiEnCi EDE8Ch )x100% Persamaan (2.44) % Pemakaian Power = ! mED LhiEnCi EDohhC

mED LhiEnCi EDE8Ch ) x 100% Persamaan (2.45) Dimana :

Gambar

Gambar 2.1 Arsitektur SISKOMSAT
Gambar 2.2 Transponder satelit
Gambar 2.3 Frekuensi Transponder Satelit  2.3. Orbit Satelit
Gambar 2.4 Orbit rendah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peralatan tranceiver (pemancar dan penerima) yang digunakan untuk komunikasi antara pilot pesawat udara dengan pemandu lalu lintas udara (unit ATS) dalam bentuk

Data-data tersebut dianalisa dan digunakan untuk menentukan tindakan yang harus dilakukan untuk menjaga satelit tetap pada kondisi yang baik.. Tindakan yang dapat dilakukan berupa

yang diterima stasiun bumi penerima yang berasal dari daya pancar satelit setelah mengalami. redaman ruang bebas arah downlink, rugi-rugi tambahan dan penguatan antenna

Dalam peredarannya, walaupun orbit geostasioner dapat menjaga suatu satelit berada pada tempat yang tetap di atas ekuator bumi, tetapi satelit pada orbit ini tidak

Satelitmerupakanbenda di luarangkasa yang bergerakmengelilingibumiberdasarkan orbit tertentu.Sebuah satelit yang mengorbit bumi tetap berada pada posisinya karena gaya

Peralatan tranceiver (pemancar dan penerima) yang digunakan untuk komunikasi antara pilot (pesawat udara) dengan pemandu lalu lintas udara (unit ATS) dalam bentuk suara yang

sudut dari ascending node ke perigee, dihitung dalam bidang orbit pada pusat bumi, di arah pergerakan satelit.  Right

Laporan praktik mengenai sistem komunikasi satelit yang mencakup pemahaman garis lintang, garis bujur, dan ketinggian serta penggunaan Google Earth untuk mengidentifikasi dan menganalisis lokasi stasiun