• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penggunaan Bio-Starter EM-4 terhadap Kualitas Kompos Sampah Organik Kota Surakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Penggunaan Bio-Starter EM-4 terhadap Kualitas Kompos Sampah Organik Kota Surakarta"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Halaman: 67-71

© 2003 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta

Pengaruh Penggunaan Bio-Starter EM-4 terhadap Kualitas Kompos Sampah

Organik Kota Surakarta

The effect of bio-starter EM-4 application on the quality of organic-waste compost in Surakarta

EKO MURNIYANTO, MUHAMMAD ALHAN Politeknik Pratama Mulia, Surakarta 57143 Diterima: 19 Nopember 2001. Disetujui: 19 Desember 2002

ABSTRACT

The purpose of the research was to study the effect of bio-starter EM-4 against the quality of the organic waste compost especially for the content of C, N, C/N ratio, and polyphenol. Completely randomized design (CRD) of the factorial 2 × 7 in triplicate was used in this study. The first factor considered was two level of bio-starter namely EM-4 and without EM-4, and the second factor was the kind of waste, by using 7 levels namely stem, branch, the mate fruits, skin fruits, seed, leaf and waste product. The result indicated that there was not any direct influence of certain bio-starter against the change of compost weight, although the decreasing the compost weight and the relative ratio C/N during 10 weeks processing generally occurred.

Keyword: organic waste, compost quality.

PENDAHULUAN

Masalah sampah tidak perlu terjadi manakala sistem pengelolaan dilakukan secara menyeluruh. Sumber, jumlah macam bahan dan teknik pengolahan merupakan satu sub sistem yang dapat diketahui atau diperhitungkan. Penduduk sebagai sub sistem lain berpengaruh terhadap jumlah sampah. Kepadatan penduduk dan aktifitas yang dilakukan membawa konsekuensi terhadap limbah terutama sampah. Produksi sampah di Jakarta sebanyak 30.552 m3, Bandung

6890 m3 dan Sleman 1529 m3 setiap hari (Sahwan, 1999).

Penanganan sampah dapat dilakukan secara tepat manakala diketahui jumlah dan mutunya sejak dari sumber hingga tempat “pemusnahan”. Sutanto (1999) telah merancang teknologi pemusnahan sampah dengan metode sanitary land fill. Metode ini efektif jika sampah segera dibenam di dalam tanah. Namun jika kemampuan daya tampung dibanding volume sampah serta peralatan pembenaman tidak seimbang, sampah akan mengakibatkan pengaruh negatif. Pembenaman sampah menimbulkan pelindian yang dapat mengkontaminasi air tanah pada daerah bawah (Murniyanto dan Sugiyarto 2002). Cara lain dalam penanganan sampah seperti pengomposan telah banyak dilakukan (Sahwan, 1999). Kurangnya pemahaman kualitas sampah dan proses pengomposan menyebabkan kompos yang dihasilkan tidak sesuai dengan harapan.

Pengomposan merupakan proses perombakan (dekomposisi) senyawa organik yang ada dalam bahan. Perombakan menyangkut tiga hal yang berlangsung secara bersamaan, yaitu: (i) pematahan fisik oleh biota dan atau abiotik (comminution process), (ii) pelumatan bahan dan penyederhanaan senyawa kompleks secara enzimatis

(catabolism process), dan (iii) pencucian bahan terlarut dalam air (hydrolysis) (Cadish dan Ehaliotis, 1996). Bio-starter in-situ dapat meningkatkan kerja perombakan. Bakteri selulolitik jerami yang dibiakkan bersama Azotobacter dan Azospirillum secara sinergis mempercepat laju dekomposisi jerami padi (Ekawati, 1999).

Di samping biota, kualitas bahan dan keadaan ling-kungan juga berpengaruh terhadap laju perombakan. Kadar lignin, nisbah lignin-nitrogen, polifenol, dan tanin di dalam bahan mempengaruhi aktivitas dekomposer (Cadish dan Ehaliotis, 1996), demikian pula cahaya, suhu, kelembaban, ketersediaan oksigen dan air. Adanya air ber-suhu 25oC,

pada kedalaman 70-108 cm selama 13 minggu mengakibat-kan laju perombamengakibat-kan bahan organik sebesar y = 2,2 + 5,5 x (Mg NO3/g tanah), namun air yang berlebih menyebabkan

perombakan berlangsung secara anaerob, sehingga lambat (Casman dan Manns, 1980 dalam Amelung et al., 1997).

Produk biostarter sintetik dari perusahaan dapat dimanfaatkan untuk pengomposan. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mempelajari peran bio-starter EM-4 (Effective Microorganism-4) terhadap kualitas kompos sampah organik kota Surakarta pada kandungan C, N, nisbah C/N dan polifenol.

BAHAN DAN METODE

Sampel sampah ditetapkan secara purposive dari Pasar Legi, Harjodaksino, Kleco, tempat pembuangan akhir (TPA) Putri Cempo, dan sampah rumah tangga, masing-masing sebanyak satu meter kubik sampah diambil pada hari Minggu, Rabu, dan Jumat.

(2)

Sampah organik dipisahkan dari sampah bukan organik, selanjutnya sampah organik dipilah lagi menjadi (i) kulit, (ii) daun, (iii) daging buah, (iv) biji, (v) batang/bonggol, (vi) ranting dan (vii) lainnya (daging; limbah olahan). Selanjutnya masing-masing golongan sampah organik sebanyak 1 kg diambil dan dirajang sepanjang kurang lebih 4 cm untuk bahan kompos. Pengomposan dilakukan dengan metode bak terbuka (open windrow) pada suhu kamar. Kelembaban harian diatur secara konstan pada kisaran 70% dengan penambahan air. Komposisi kimia kompos yang diukur meliputi kadar C, N, nisbah C/N, dan polifenol.

Penelitian menggunakan metode rancangan acak leng-kap faktorial 2 x 7 dengan tiga ulangan. Faktor pertama jenis bio-starter dengan dua aras yaitu menggunakan EM-4 (Efektif Microorganism-4) dan tanpa EM-4. Faktor kedua, jenis sampah dengan tujuh aras yaitu batang, ranting, daging buah, kulit buah, biji, daun dan limbah olahan.

Variabel pengamatan meliputi bobot, kadar C, N, nisbah C/N pada 0, 4, 6, 8 dan 10 minggu, serta polifenol pada awal dan akhir pengomposan. Bobot kompos dianalisa dengan cara penimbangan, kadar C ditentukan dengan metode Walkey-Black, kadar N ditentukan dengan metode Kjeldhal dan kadar polifenol ditentukan dengan metode Folin-Denis (Anderson dan Ingram, 1993). Uji ini dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah, Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang.

HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi, komposisi dan penanganan sampah

Selama tahun 1999-2000, terjadi peningkatan volume sampah yang ditampung di TPA Putri Cempo, yakni sebesar 217 ton per hari pada tahun 1999 menjadi 250 ton per hari pada tahun 2000 (DKP, 2000). Diduga total volume sampah kota Surakarta masih lebih besar dari jumlah tersebut, karena adanya pemusnahan sendiri oleh masyarakat dengan cara membakar, membenam atau pemanfaatan oleh pemulung, meskipun arus penanganan sampah telah ditetapkan yaitu sumber Æ tempat penampungan sementara (TPS) Æ tempat penampungan akhir (TPA). Peningkatan volume sampah tersebut diikuti perubahan komposisinya (Tabel 1).

Tabel 1. Komposisi sampah kota Surakarta.

Persentase (Tahun) No Jenis 1999 2000 1 2 3 4 5 6 Organik Karton/kertas Plastik Kaca/gelas Logam Lainnya 64,10 17,20 10,31 1,16 0,90 6,33 77,43 12,71 4,14 – 2,71 2,01 Sumber: DKP (2000) dan analisis data primer.

Penanganan teknis sampah pada TPA Putri Cempo sebenarnya direncanakan dengan sistem sanitary landfill, namun karena rusaknya alat-alat berat, maka penanganan sampah berubah menjadi hamparan terbuka (open dumping). Dalam keadaan ini, pada saat sampah masuk

TPA dan dibongkar, sampah akan dipilih-pilih oleh pemulung, sebagian sampah organik segar dimanfaatkan sebagai pakan ternak sapi milik pemulung dan masyarakat sekitar, sedangkan sisanya diratakan sehingga secara alami mengalami proses pelindian yang dapat dilihat secara visual, sehingga merangsang kehidupan lalat, nyamuk dan menimbulkan bau tidak sedap. Keadaan ini telah disadari oleh pengelola dan telah diupayakan untuk mengatasinya, namun volume sampah yang terus meningkat dan daya tampung TPA yang terbatas (13 ha), menyebabkan upaya tersebut kurang efektif, sehingga perlu ditemukan cara penanganan yang lebih efektif untuk jangka panjang. Komposisi sampah organik

Kenyataan meningkatnya volume sampah organik (Tabel 1), mengindikasikan adanya peningkatan pola konsumsi masyarakat terutama jenis makanan berupa daun atau menggunakan komponen daun. Komposisi sampah organik jenis daun memiliki jumlah paling besar dibanding lainnya, sedangkan jumlah terendah berupa lemak yang bersumber dari limbah daging dan tempe (Tabel 2). Biji-bijian menduduki urutan kedua, jika dapat dimanfaatkan sebagai bibit melalui pesemaian boleh jadi digunakan untuk penghijauan lahan-lahan kritis atau terancam kritis, mengingat biji yang terbuang terutama berupa tanaman buah-buahan (Tabel 3).

Tabel 2. Komposisi sampah organik kota Surakarta tahun 2001. Persentase (sumber) No Jenis

Rumah tangga Pasar/lain 1 2 3 4 5 6 7 Batang Ranting Daging buah Kulit buah Biji Daun Lainnya 26,63 9,81 14,02 15,42 0,01 26,17 7,94 7,93 2,59 6,97 8,89 16,14 57,45 0,03

Tabel 3. Macam-macam bahan asal sampah organik.

Macam No Jenis

Rumah tangga Pasar/lain 1. Batang Pisang, bayam Jagung, petsai,

kangkung, pisang 2. Ranting Jambu, tanaman hias Jahe, laos, ubi kayu,

pisang, jeruk, kentang 3. Daging

buah Lombok,brambang, wortel, sukun, timun, pisang, salak

Jagung, jeruk, pisang, pepaya, keluwih 4. Kulit

buah Brambang, bawang, nangka, lamtoro, jeruk, pisang, petai

Mangga, kelapa, kedondong

5. Biji Mangga Mangga

6. Daun Jati, dadap, pisang, kobis

Jati, dadap, pisang, kobis, mangga, tanaman hias 7. Lainnya Tahu, tempe Daging

Jenis sampah daun dapat bersumber dari limbah sayuran, pembungkus makanan, dan seresah tanaman pekarangan. Komposisi sampah daun yang sangat tinggi menimbulkan kesempatan bagi pemulung dan masyarakat di sekitar TPA Putri Cempo untuk menjadikannya sebagai

(3)

pakan ternak sapi. Di satu sisi, sistem peternakan ini sangat menguntungkan karena terjadi penekanan biaya pakan dan laju pertumbuhan ternak yang tinggi akibat ketersediaan pakan yang melimpah, namun perlu diperhatikan kemungkinan terjadinya residu toksin yang merugikan konsumen di dalam daging ternak, karena sumber pakan berupa limbah dan ditangani secara terbuka.

Kualitas sampah organik

Pengetahuan mengenai kualitas sampah merupakan langkah awal yang diperlukan untuk menangani sampah secara tepat. Dengan diketahuinya kualitas sampah, upaya pengolahannya menjadi kompos dapat ditetapkan. Komposisi senyawa organik yang menentukan kualitas sampah meliputi C, N, pilifenol dan lignin (Handayanto et al., 1994). Kualitas sampah organik sebelum pengomposan disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Kualitas sampah organik sebelum pengomposan. Persentase No Jenis

C-org N-tot C/N Polifenol 1 2 3 4 5 6 7 Batang Ranting Daging buah Kulit buah Biji Daun Lainnya 60,91 59,76 61,84 66,66 96,74 67,46 89,13 2,29 2,00 1,83 1,89 2,07 2,05 5,48 27,00 30,00 34,00 35,00 41,00 33,00 16,00 2,64 2,43 1,97 2,85 * 4,06 1,27 * = tidak terdeteksi.

Masing-masing bagian tanaman, umur dan jenis tumbuhan serta keadaan lingkungan tempat tumbuh berpengaruh terhadap kualitas organik sampah. Secara umum, bagian jaringan yang tua mengandung C dan lignin lebih tinggi, sebaliknya jaringan muda mengandung N dan polifenol lebih tinggi.

Persentase bobot kompos

Sebagaimana yang dilakukan Sahwan (1999) pada pengomposan sampah dari Sleman, dalam penelitian ini juga terjadi perubahan bobot sampah selama proses pengomposan (Tabel 5). Nisbah perubahan bobot yang merupakan perbandingan antara bobot kering oven terhadap bobot basah, terus meningkat sampai minggu kedelapan setelah pengom-posan, kemudian menurun pada minggu kesepuluh. Secara umum jenis sampah sisa olahan/ lainnya (berupa lemak seperti tahu, tempe, dan daging) mengalami perubahan bobot sampah tertinggi, diikuti biji,

kulit buah, daun, daging buah dan batang/ranting. Biji merupakan komponen tanaman yang berfungsi sebagai gudang penyimpan hasil fotosintesis, sedangkan kulit buah berfungsi sebagai pelindung, tersusun dari tannin, lilin dan asesoris yang sulit dirombak. Batang dan ranting tanaman hortikultura kelompok berair, memiliki laju perombakan lebih tinggi dibanding kelompok lain.

Efektifitas bio-starter EM-4

Dalam penelitian ini, perlakuan EM-4 tidak menun-jukkan pengaruh yang berarti terhadap laju perombakan sampah. Beberapa penyebabnya diperkirakan adalah: Pertama, efektivitas EM-4 sudah menurun mengingat telah dibuka sebelumnya dan disimpan pada suhu kamar. Kedua, terjadi kompetisi mikroorganisme yang berasal dari EM-4 dengan mikroorganisme ikutan dari bahan (sampah), mengingat tidak dilakukan sterilisasi terhadap bahan awal. Ketiga, setiap bahan dan keadaan lingkungan membentuk jenis mikroorganisme tertentu. Keempat, peran enzim, baik yang terbentuk secara situasional maupun aktivitas mikroorganisme, mempengaruhi laju perombakan bahan. Kelima, peningkatan suhu selama proses pengomposan akan menekan pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas perombakan sampah.

Menurut Sahwan (1999), pengomposan sampah kota dapat meningkatkan suhu hingga di atas 70°C, sementara untuk bakteri termofilik pada suhu tersebut aktivitasnya mulai menurun, karena rentang suhu optimum + 60°C. Penurunan volume, peningkatan berat jenis, dan perubahan bobot sampah bersifat fluktuatif sejalan dengan penambahan waktu pengomposan hingga minggu kedelapan. Dalam penelitian ini, perbandingan perubahan bobot meningkat hingga minggu kedelapan dan menurun pada minggu kesepuluh. Peningkatan microbial biomass boleh jadi sebagai penyebabnya. Biomassa mikrobia meningkat hingga minggu ke delapan, lalu menurun pada minggu kesepuluh karena mati akibat berkurangnya energi yang tersedia atau terbentuknya senyawa-senyawa toksin (Cadish dan Ehaliotis, 1996).

Secara umum kadar N total menurun selama pengom-posan untuk semua jenis bahan, baik yang menggunakan EM-4 maupun tidak. Namun, jika dicermati penurunan ini bersifat fluktuatif setiap minggunya. Pengomposan terha-dap sampah organik ini menunjukkan nisbah C/N yang bervariasi untuk masing-masing bahan. Kualitas terbaik berasal dari bahan daun dan lainnya (nisbah C/N < 10), kualitas sedang berasal dari batang, ranting, da-ging dan kulit buah (nisbah C/N 10- 15), sedang kualitas buruk berasal dari sampah yang berupa biji-bijian. Kenyataan di atas menunjuk-kan bahwa pengolahan sampah dengan pengomposan dapat menurunkan nisbah C/N. Sebagaimana penelitian Sahwan (1999), pengomposan sampah kota di Yogyakarta dapat menurunkan nisbah C/N hingga 10,9-13,9. Bahan organik dapat digunakan sebagai pupuk tanaman apabila mengandung nisbah C/N di bawah 20.

90 80

Dengan EM-4 Tabel 5. Nisbah perubahan bobot kompos (%).

Dengan EM-4 Tanpa EM-4

Minggu ke- Minggu ke-

Jenis 4 6 8 10 4 6 8 10* Batang Ranting Daging buah Kulit buah Biji Daun Lainnya 21,47 13,69 11,87 16,12 45,31 25,43 33,65 21,73 14,03 14,19 18,64 49,75 28,21 39,76 21,77 14,55 14,23 21,43 55,83 28,43 45,42 17,90 15,15 9,49 12,42 50,53 28,92 30,11 22,13 14,11 11,87 18,74 40,75 23,57 34,46 27,00 14,77 15,02 19,11 51,21 29,47 48,86 27,62 14,78 15,38 20,57 51,93 29,72 53,86 17,71 14,07 10,98 17,38 37,03 21,79 34,37 P 0.05 ns**) ns**)

(4)

Gambar 1. Perubahan C/N ratio sampah organik selama 10 minggu pengomposan. Keterangan: = batang, = ranting, = daging buah, = kulit buah, = biji, = daun, dan = lainnya.

Kualitas senyawa organik

Penurunan kandungan polifenol pada batang, ranting, daging, kulit buah, dan daun terjadi setelah 10 MSP (minggu setelah pengomposan) (Tabel 6). Tampaknya peningkatan kelembaban selama pengomposan menjadi penyebab penurunan kandungan polifenol, karena senyawa ini mudah larut dalam air. Di samping peningkatan populasi dan aktivitas biota pendegradasi ikatan kompleks organik sehingga memecah fenol. Pada jenis bahan lain (tahu, tempe, daging) kadar polifenol justru meningkat, diduga karena kandungan lemaknya yang tinggi. Keadaan sama terjadi pada C organik dan N total (Tabel 7 dan 8 ).

Tabel 6. Kandungan polifenol organik kompos.

0 MSP 10 MSP Jenis EM Non EM EM Non EM Batang Ranting Daging buah Kulit buah Biji Daun Lainnya 2,64 2,43 1,97 2,85 * 4,06 1,27 2,64 2,43 1,97 2,85 * 4,06 1,27 0,64 1,78 1,28 4,45 3,01 3,06 2,20 0,64 2,61 1,19 4,16 3,53 2,59 2,77 MSP = minggu setelah pengomposan; * = tidak terdeteksi.

Tabel 7. Kandungan C organik kompos.

0 MSP 4 MSP 6 MSP 8 MSP 10 MSP

Jenis

EM Non EM EM Non EM EM Non EM EM Non EM EM Non EM Batang Ranting Daging buah Kulit buah Biji Daun Lainnya 60,91 59,76 61,84 66,66 96,74 67,46 89,13 60,91 59,76 61,84 66,66 96,74 67,46 89,13 44,77 40,63 42,70 40,84 60,60 42,16 46,51 39,95 40,87 41,75 43,10 59,90 43,77 57,23 37,80 44,90 37,13 34,22 55,95 36,96 52,72 41,86 35,23 35,10 37,80 51,31 40,51 56,28 27,68 27,65 35,10 27,06 42,83 29,70 23,91 27,00 28,72 28,32 31,05 47,81 3,036 20,28 30,64 33,26 33,33 29,35 45,72 31,31 35,50 30,00 28,72 33,33 27,39 45,86 30,00 34,85 MSP = minggu setelah pengomposan

(5)

0 MSP 4 MSP 6 MSP 8 MSP 10 MSP Jenis

EM Non EM EM Non EM EM Non EM EM Non EM EM Non EM Batang Ranting Daging buah Kulit buah Biji Daun Lainnya 2,29 2,00 1,83 1,89 2,07 2,05 5,48 2,29 2,00 1,83 1,89 2,07 2,05 5,48 2,19 1,81 2,24 2,24 1,26 2,04 5,14 1,39 1,56 2,54 2,00 1,11 2,67 4,34 1,71 2,87 2,52 2,35 0,66 2,27 3,33 1,45 2,43 2,94 2,02 0,71 2,29 4,33 1,71 2,27 2,99 2,03 0,72 2,16 3,07 1,81 1,88 2,37 2,28 1,45 2,85 3,30 1,66 1,64 2,57 2,01 0,77 3,05 5,89 1,54 1,88 2,81 2,17 1,10 2,46 5,00 MSP = minggu setelah pengomposan

Terjadi fluktuasi perubahan nisbah C/N selama minggu-minggu pengamatan (Gambar 1). Contohnya dengan menggunakan EM-4, jenis bahan batang, mula-mula menurun nisbah C/N-nya, namun pada minggu kesepuluh mengalami peningkatan. Kenyataan ini mengin-dikasikan bahwa terjadi peningkatan populasi dan aktivitas biota, meskipun umur biota tidak lebih dari 10 minggu setelah aplikasi atau pada umur tersebut bahan telah habis sehingga biota mengalami penurunan aktivitas dan mati. Kematian biota akan menambah biomassa sehingga meningkatkan C (Cadish dan Ehaliotis, 1996) sedangkan tanpa menggunakan EM-4, pada bahan yang sama, perubahan C organik menunjukkan pola kuadratik. Kompe-tisi aktivitas intra biota, disinyalir menjadi penyebabnya (Tian et al., 1996). Contoh lain, dengan menggunakan EM-4, hanya daging buah saja yang mengalami penurunan kandungan C organik selama pengomposan, sementara tanpa menggunakan EM-4 hal ini terjadi pada bahan kulit buah, biji dan daun. Kenyataan ini menunjukkan bahwa kurang ada pengaruh penggunaan EM-4 terhadap kualitas organik sampah yang dikomposkan.

KESIMPULAN

Terjadi peningkatan volume sampah Kota Surakarta, rata-rata sebesar 17 ton per hari. Komposisi sampah didominasi jenis sampah organik (77,43%) dan dapat dibuat kompos dengan atau tanpa biostarter EM-4. Pengomposan sampah organik selama 10 minggu menurunkan persentase bobot kompos, polifenol, C– organik dan nisbah C/N, tetapi meningkatkan N total.

DAFTAR PUSTAKA

Amelung, W., K.W. Flach and W. Zech, 1977. Climat effect on soil organik matter composition in the great plants. Journal of Soil

Science Society of America 61: 115 – 123.

Anderson, J.M. and J.S.I. Ingram. 1993. Tropical soil biology and

fertility: A handbook of methods.Wallingford: CAB International.

Cadish, G. and C.E. Ehaliotis. 1996. The soil microbial biomass: concepts, methodologies and applications in the study of nutrient cycling in soils. Agrivita 19 (4): 171 – 183.

Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP). 2000. Petunjuk Penanganan

Sampah, Penghijauan, dan Keindahan Kota. Surakarta: Dinas

Kebersihan dan Pertamanan, Pemerintah Kota Surakarta.

Ekawati, I. 1999. Peningkatan Kecepatan Dekomposisi Jerami Limbah

Panen, Suatu Upaya Mengatasi Masalah Kesuburan Lahan Pertanian. [Disertasi]. Surabaya: Program Pascasarjana Universitas

Airlangga.

Handayanto, E., G. Cadish, and K.E. Giller. 1994. Nitrogen release from prunung of legume net grow trees in relation to quality of the prunings and incubation method. Plant and Soil 160: 237-248.

Murniyanto dan Sugiyarto. 2002. Kualitas Air Tanah di Sekitar

Tempat Pembuangan Akhir Sampah Kota Surakarta: Kandungan Bahan Anorganik. Surakarta: Politeknik Pratama

Mulya.

Sahwan, F.L. 1999. Karakteristik kompos dari sampah kota di plant pengomposan Tambakboyo, Kabupaten Dati II Sleman, Yogyakarta.

Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia-BPPT 75-79.

Sutanto, H.B.H. 1999. TPA-sanitary landfill +, komponen kota sehat yang terabaikan. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia-BPPT 88-100. Tian, G., L, Brussaard, and B.T. Kang. 1996. Eathwarm and

millipendenhaced degradation of plant residues in relation to their chemical compositions, incubation temperature and soil moisture. In:

Biological Effect of Plant Residues With Confronting Chemical Compositions on Plant and Soil Under Humid Tropical Conditions.

Gambar

Tabel 1. Komposisi sampah kota Surakarta.
Tabel 4. Kualitas sampah organik sebelum pengomposan.
Tabel 6. Kandungan polifenol organik kompos.

Referensi

Dokumen terkait

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b di atas, perlu ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam tentang nama-nama

IP Public, Intranet Dispenda Karyawan Dispenda, Karyawan Kecamatan, Karyawan Kelurahan 2014 39 SMS Gateway Executive Summary VB PostgreSQL, MySQL Shared Server,. Windows

[r]

Hipotesis yang diajukan adalah diduga terdapat hubungan yang berarti antara explosive power otot lengan dan bahu dengan hasil pukulan forehand smash pada siswa

Kepala Rumah Sakit Umum Sei Dadap menandatangani naskah di lingkungan Rumah Sakit dalam bentuk dan susunan regulasi serta dalam bentuk surat yang materinya memuat

Berdasarkan analisis diatas dan pembahasan data yang telah dipaparkan diatas dapat disimpulkan bahwa Strategi Public Relations Wisma Thamrin Hotel Sidoarjo dalam

Important partners who have provided critical technical and operational support to NMCP for malaria diagnosis and treatment services and helped to build capacity over the years

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul “ANALISIS PERKEMBANGAN TINGKAT KESEHATAN BANK MENGGUNAKAN