• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN PERANCANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN PERANCANGAN"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

LANDASAN PERANCANGAN

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Animasi

Animasi berasal dari kata dalam bahasa inggris yaitu animate yang artinya menghidupkan, memberi jiwa dan mengerakkan benda mati. Animasi merupakan proses membuat objek yang asalnya suatu benda mati, kemudian secara berurutan disusun dalam posisi yang berbeda seolah menjadi hidup.

Ditemukannya prinsip dasar animasi adalah dari karakter mata manusia yaitu : persistance of vision (pola penglihatan yang teratur). Paul Roget, Joseph Plateau dan Pierre Desvigenes, melalui peralatan optik yang mereka ciptakan, berhasil membuktikan bahwa mata manusia cenderung menangkap urutan gambar-gambar pada tenggang waktu tertentu sebagai sebuah pola.

Animasi secara umum bisa didefinisikan sebagai : Suatu sequence gambar yang ditampilkan pada tenggang waktu (timeline) tertentu sehingga tercipta sebuah ilusi gambar bergerak. Pengertian animasi pada dasarnya adalah menggerakkan objek agar tampak lebih dinamis.

Ada 4 jenis animasi menurut Hofstetter (2001 : 26) :

1. Frame Animation : Suatu animasi yang dibuat dengan mengubah objek pada setiap frame. Objek-objek tersebut nantinya akan tampak pada lokasi-lokasi yang berbeda pada layar.

2. Vector Animation : Suatu animasi yang dibuat dengan mengubah bentuk suatu objek.

3. Computational Animation : Suatu animasi yang dibuat dengan memindahkan objek berdasarkan koordinat x dan y. Koordinat x untuk posisi horizontal dan posisi y untuk posisi vertikal.

4. Morphing : Peralihan satu bentuk objek ke bentuk objek lainnya dengan memanipulasi lebih dari satu frame sehingga nantinya akan dihasilkan keseluruhan gerakan yang sangat lembut untuk menampilan perubahan satu sampai perubahan bentuk lainnya.

(2)

Sumber buku:

Hofstetter, F.T. (2001). Multimedia Literacy. New York City : McGraw-Hill.

2.1.2 Infographics

Randy Krum (2013) menyebutkan bahwa ada banyak alasan mengapa informasi visual lebih efektif dari cara berkomunikasi yang lain. Alasan utama adalah penglihatan adalah bentuk masukan yang paling kuat yang kita gunakan untuk melihat dunia di sekitar kita. Di dalam buku Brain Rules, biologis pengembang molekular John Medina berkata, “Penglihatan sejauh ini adalah perasa paling dominan yang kita miliki, yang mengambil setengah dari sumber otak kita”. Hasil studi memperkirakan yaitu antara 50 sampai 80 persen otak manusia didedikasikan untuk proses pembentukan visual, seperti penglihatan, memori visual, warna, bentuk, pergerakan, pola, kesadaran spasial, dan ingatan gambar.

Sampai Sekarang, pengertian umum infographics adalah gambar yang menggantikan data. Tetapi itu sudah ketinggalan jaman. Sekarang istilah infographics sudah berkembang yang artinya grafik desain yang lebih besar menggabungkan data yang sudah divisualisasikan, ilustrasi, tulisan dan gambar yang tergabung dalam format yang menceritakan cerita yang lengkap. Dalam artian kata, hanya visualisasi data saja tidak dianggap sebagai infographics yang lengkap tetapi sebagai perlengkapan yang kuat yang membantu desainer untuk menceritakan cerita mereka secara visual di infographics.

Sumber buku :

Krum, R. (2013). Cool Infographics: Effective Communication with Data Visualization and Design. New York City : John Willey and Sons. Inc.

2.1.3 Teori Warna

Berdasarkan Wijanarko (Teori Warna, 2010), Ilmu Grafis Tutorial Desain Color Theory Atau Teori Warna ini membahas Teori Brewster yang pertama kali dikemukakan pada tahun 1831. Teori Warna -Teori Warna ini menyederhanakan warna-warna yang ada di alam menjadi 4 kelompok warna, yaitu warna primer, sekunder, tersier, dan warna netral. Kelompok warna ini sering disusun dalam lingkaran warna brewster. Lingkaran warna brewster mampu menjelaskan teori kontras warna (komplementer), split komplementer, triad, dan tetrad.

(3)

Pembagian Warna 1. Warna primer :

Merupakan warna dasar yang tidak merupakan campuran dari warna-warna lain. Warna yang termasuk dalam golongan warna primer adalah merah, biru, dan kuning. Warna primer menurut teori warna pigmen dari Brewster adalah warna-warna dasar. Warna-warna-warna lain dibentuk dari kombinasi warna-warna-warna-warna primer. Pada awalnya, manusia mengira bahwa warna primer tersusun atas warna Merah, Kuning, dan Hijau. Namun dalam penelitian lebih lanjut, dikatakan tiga warna primer adalah: 1. Merah (seperti darah)

2. Biru (seperti langit atau laut) 3. Kuning (seperti kuning telur)

Gambar 2.1 Warna Primer Sumber : ahlidesain.com

Ini kemudian dikenal sebagai warna pigmen primer yang dipakai dalam dunia seni rupa. Campuran dua warna primer menghasilkan warna sekunder. Campuran warna sekunder dengan warna primer menghasilkan warna tertier. Akan tetapi secara teknis, merah – kuning – biru, sebenarnya bukan warna pigmen primer. Tiga warna pigmen primer adalah magenta, kuning dan cyan. (Oleh karena itu apabila menyebut ”merah, kuning, biru” sebagai warna pigmen primer, maka ”merah” adalah cara yang kurang akurat untuk menyebutkan ”magenta” sedangkan ”biru” adalah cara yang kurang akurat untuk menyebutkan ”cyan”). Biru dan hijau adalah warna sekunder dalam pigmen, tetapi merupakan warna primer dalam cahaya, bersama dengan merah.

(4)

Pada dasarnya warna primer adalah bukan milik cahaya, tapi lebih merupakan konsep biologis, yang didasarkan pada respon fisiologis mata manusia terhadap cahaya. Secara fundamental, cahaya adalah spektrum berkesinambungan dari panjang gelombang, yang berarti bahwa terdapat jumlah warna yang tak terhingga. Akan tetapi, mata manusia normalnya hanya memiliki tiga jenis alat penerima/reseptor yang disebut dengan sel kerucut (yang berada di retina). Ini yang merespon panjang gelombang cahaya tertentu. Manusia serta spesies lain yang memiliki tiga macam reseptor warna disebut makhluk trichromat.

Spesies yang dikenal sebagai tetrachromat, dengan empat reseptor warna menggunakan empat warna primer. Manusia hanya dapat melihat sampai dengan 400 nanometer, warna violet, sedangkan makhluk tetrachromat dapat melihat warna ultraviolet sampai dengan 300 nanometer, warna primer keempat ini kemungkinan bertempat di panjang gelombang yang lebih rendah dan kemungkinan adalah warna magenta spektral murni lebih dari sekedar magenta yang kita lihat sebagai campuran dari merah dan biru.

Banyak dari jenis burung dan binatang marsupial merupakan makhluk tetrachromat.

Warna primer additif

Alat/media yang menggabungkan pancaran cahaya untuk menciptakan sensasi warna menggunakan sistem warna additif. Televisi adalah yang paling umum. Warna primer additif adalah merah, hijau dan biru. Campuran warna cahaya merah dan hijau, menghasilkan nuansa warna kuning atau orange. Campuran hijau dan biru menghasilkan nuansa cyan, sedangkan campuran merah dan biru menhasilkan nuansa ungu dan magenta. Campuran dengan proporsi seimbang dari warna additif primer menghasilkan nuansa warna kelabu; jika ketiga warna ini disaturasikan penuh, maka hasilnya adalah warna putih. Ruang warna/model warna yang dihasilkan disebut dengan RGB (red, green, blue). RGB didapatkan dari mengurai cahaya.

• Warna primer subtraktif

Media yang menggunakan pantulan cahaya untuk untuk menghasilkan warna memakai metode campuran warna subtraktif.

(5)

Merah, Kuning, Biru / RYB (red, yellow, blue) merupakan rangkaian sejarah dari warna primer subtraktif. Khususnya digunakan dalam seni rupa (seni lukis). Ruang warna RYB membentuk triad warna primer dalam sebuah lingkaran warna standar; juga warna sekunder: violet, orange/jingga dan hijau. Triad warna tersusun dari 3 warna yang ekuidistan (berjarak sama) dalam sebuah lingkaran warna.

Pemakaian warna merah, biru, kuning sebagai warna primer menghasilkan gamut (rentang warna) yang relatif sempit/kecil, di mana, beberapa warna tidak bisa dicapai dengan campuran tersebut. Karena alasan itu, percetakan warna modern menggunakan campuran warna magenta, kuning, cyan.

• CMYK

Dalam industri percetakan, untuk menghasilkan warna bervariasi, diterapkan pemakaian warna primer subtraktif: magenta, kuning dan cyan dalam ukuran yang bermacam-macam. CMYK didapatkan dari mengurai tinta.

• Campuran warna subtraktif

Campuran kuning dan cyan menghasilkan nuansa warna hijau; campuran kuning dengan magenta menghasilkan nuansa warna merah, sedangkan campuran magenta dengan cyan menghasilkan nuansa biru. Dalam teori, campuran tiga pigmen ini dalam ukuran yang seimbang akan menghasilkan nuansa warna kelabu, dan akan menjadi hitam jika ketiganya disaturasikan secara penuh, tetapi dalam praktek hasilnya cenderung menjadi warna kotor kecoklatan.

Oleh karena itu, seringkali dipakai warna keempat, yaitu hitam, sebagai tambahan dari cyan, magenta dan kuning. Ruang warna yang dihasilkan lantas disebut dengan CMYK (Cyan, Magenta, Yellow, Black). Hitam disebut dengan ”K” (key) dari istilah ”key plate” dalam percetakan (plat cetak yang menciptakan detail artistik pada gambar, biasanya menggunakan warna tinta hitam).

2. Warna sekunder :

Merupakan hasil pencampuran warna-warna primer dengan proporsi 1:1. Misalnya warna jingga merupakan hasil campuran warna merah dengan kuning, hijau adalah campuran biru dan kuning, dan ungu adalah campuran merah dan biru.

(6)

Gambar 2.2 Warna Sekunder Sumber : ahlidesain.com

3. Warna tersier :

Merupakan campuran salah satu warna primer dengan salah satu warna sekunder. Misalnya warna jingga kekuningan didapat dari pencampuran warna kuning dan jingga.

Gambar 2.3 Warna Tersier Sumber : ahlidesain.com

4. Warna netral :

Warna netral merupakan hasil campuran ketiga warna dasar dalam proporsi 1:1:1. Warna ini sering muncul sebagai penyeimbang warna-warna kontras di alam. Biasanya hasil campuran yang tepat akan menuju hitam.

5. Warna panas dan dingin :

Lingkaran warna primer hingga tersier bisa dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu kelompok warna panas dan warna dingin. Warna panas

(7)

dimulai dari kuning kehijauan hingga merah. Sementara warna dingin dimulai dari ungu kemerahan hingga hijau.

Warna panas akan menghasilkan sensasi panas dan dekat. Sementara warna dingin sebaliknya. Suatu karya seni disebut memiliki komposisi warna harmonis jika warna-warna yang terdapat di dalamnya menghasilkan efek hangat-sedang.

Hubungan antar warna

Kontras komplementer adalah dua warna yang saling berseberangan (memiliki sudut 180°) di lingkaran warna. Dua warna dengan posisi kontras komplementer menghasilkan hubungan kontras paling kuat. Misalnya jingga dengan biru.

Gambar 2.4 Warna Komplementer Sumber : ahlidesain.com

Kontras split komplemen Adalah dua warna yang saling agak berseberangan (memiliki sudut mendekati 180°). Misalnya Jingga memiliki hubungan split komplemen dengan hijau kebiruan. Kontras triad komplementer adalah tiga warna di lingkaran warna yang membentuk segitiga sama kaki dengan sudut 60°.

Gambar 2.5 Warna Kontras Split Komplemen Sumber : ahlidesain.com

(8)

Kontras tetrad komplementer Disebut juga dengan double komplementer. Adalah empat warna yang membentuk bangun segi empat (dengan sudut 90°).

Sumber website :

Wijanarko, L. (2010). Teori Warna. Diakses 24 februari 2014 dari http://www.ahlidesain.com/teori-warna.html

2.1.4 Teori Prinsip Dasar Animasi

Misi karakter animasi adalah menciptakan gerakan realistis dan kepribadian yang kuat melalui tindakan. Para animator asli di Disney Studios di 30-an dikembangkan 12 Prinsip Animasi yang masih digunakan sampai sekarang. Meskipun prinsip-prinsip yang dikembangkan dengan menggunakan teknik animasi digambar tangan tradisional, mereka dapat dan harus diterapkan pada segala bentuk animasi dari digambar tangan untuk menghentikan gerakan untuk seni yang dihasilkan komputer.

Menurut Thomas (The Illusion of Life Disney animation, 1981), prinsip-prinsip tersebut adalah:

1. Squash and Stretch : Memberikan ilusi berat dan massa. Berlaku di semua bentuk animasi dari bola memantul hingga orang berjalan. Sehingga memberikan efek hidup.

2. Anticipation : Penyusunan suatu tindakan. Pengantisipasian pergerakan atau ancang-ancang sebelum sebuah gerakan dilakukan.

3. Staging : pembuatan mood dengan pembuatan lingkungan yang ada didalam animasi untuk mendukung suasana.

4. Straight ahead action and pose to pose action: Ini adalah dua cara yang berbeda untuk membuat animasi. Straight ahead action berarti bekerja frame demi frame sampai akhir cerita. Metode ini tidak bekerja dengan baik dalam animasi komputer tetapi dalam animasi tradisional, dapat menanamkan aksi dengan spontanitas. Pose to pose animasi direncanakan dengan keyframe dilakukan pada interval penting di seluruh cerita. Metode ini digunakan hampir secara eksklusif dalam animasi komputer.

5. Follow through and overlapping action: Follow through memberikan ilusi fisika di dunia. Ketika massa utama karakter berhenti bergerak lengan, rambut, pakaian, dll tidak segera berhenti. Sebaliknya, overlapping action

(9)

terus bergerak saling silang. Serangkaian gerakan yang saling mendahului. Ketika karakter mulai bergerak lagi unsur-unsur yang sama terjadi.

6. Slow in and slow out: melambatkan atau mempercepat aksi pada awal dan akhir animasi untuk membuat gerakan lebih realistis.

7. Arcs : Semua gerakan alami mengikuti alur busur atau gerakan melingkar. Hal ini yang menyebabkan sebuah pergerakan terjadi secara realistik dan halus.

8. Secondary Action : bertujuan menambahkan tindakan utama tanpa berlebihan. Dalam siklus berjalan, tubuh dan kaki dapat dianggap sebagai tindakan utama sedangkan lengan, rambut dan wajah animasi akan menjadi tindakan sekunder.

9. Timing : Berapa banyak waktu yang memungkinkan karakter untuk berpindah dari pose to pose. Sudut pandang adalah cara terbaik untuk mengetahui waktunya. Apa yang bekerja untuk live action tidak menerjemahkan langsung ke animasi, yang membutuhkan tambahan gerakan berlebihan.

10. Exaggeration : Dalam animasi, exaggeration adalah karikatur dari ekspresi, pose dan tindakan. Tanpa exaggeration, animasi dapat muncul kaku dan mekanis. Exaggeration bisa halus atau luas tergantung pada gaya film atau tindakan. Exaggeration juga dapat membantu memberikan daya tarik film. 11. Solid Drawing : Menerapkan prinsip-prinsip dasar menggambar bentuk,

berat, volume untuk animasi. Hal ini kurang berlaku dalam animasi komputer dan stop motion.

12. Appeal : berkaitan dengan keseluruhan look atau gaya visual dalam animasi. Sebagaimana gambar yang telah menelurkan banyak gaya, animasi (dan ber-animasi) juga memiliki gaya yang sangat beragam.

Sumber buku :

Thomas, F. ( 1981 ). The Illusion of Life Disney animation. New York City : Abbeville Press.

2.1.5 Teori Naratif

Menurut Chatman (Story and Discourse: Narative Structure in Fiction and Film , 1978), teori naratif merupakan salah satu teori modern yang dikembangkan

(10)

dari teori klasik oleh beberapa ahli sastra dunia. Teori yang berlandas terhadap strukturalisme ini menekankan pada proses naratologi pada sebuah cerita atau teks dan pemaknaannya.

Teori naratif cenderung erat kaitannya dengan naratorologi, yakni proses menyampaikan suatu cerita. Naratif juga berasal dari kata narasi yaitu suatu cerita tentang peristiwa atau kejadian dengan adanya paragraf narasi yang disusun dengan merangkaikan peristiwa-peristiwa yang berurutan atau secara kronologis. Tujuannya, pembaca diharapkan seolah-olah mengalami sendiri peristiwa yang diceritakan. Dengan mengalami sendiri dan masuk ke dalam sebuah cerita, pembaca memiliki kesempatan untuk mengasumsikan dan menciptakan sendiri imajinasi mereka mengenai kenyataan dalam teks tersebut.

Penyampaian cerita oleh seorang narator ini terkadang bersifat subyektif jika narator tersebut hanya menggunakan satu sudut pandang. Di Indonesia kita menyebutkannya sebagai cerita dan wacana, cerita adalah kejadian yang sebenarnya dan menjadi bahan mentah cerita bagi pengarang sedangkan wacana merupakan susunan cerita berdasarkan plot yang dibentuk oleh narator.

Sumber buku :

Chatman, S. (1978). Story and Discourse: Narative Structure in Fiction and Film. London: Cornell University

2.1.6 Teori Taksonomi Bloom

Berdasarkan Anderson (Taxonomy for Learning, Teaching and Assessing, 2000), Taksonomi berarti klasifikasi hirarki dari sesuatu atau prinsip yang mendasari klasifikasi. Misalnya, kemampuan berpikir peserta didik dapat diklasifikasikan menurut beberapa skema taksonomi. Konsep taksonomi bloom mengklasifikasikan tujuan pendidikan dalam tiga ranah (kawasan atau domain). Ketiga ranah yang dimaksud, yaitu : pertama, ranah kognitif (cognitive domain) meliputi fungsi memproses informasi, pengetahuan dan keahlian mentalitas. Ranah ini berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir. Kedua, ranah afektif (affective domain) meliputi fungsi yang berkaitan dengan sikap dan perasaan. Domain ini berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Ketiga, ranah psikomotorik (psychomotor

(11)

domain) berkaitan dengan fungsi manipulatif dan kemampuan fisik. Kawasan ini berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik, seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.

Dalam setiap ranah dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya. Dibagi menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah, seperti misalnya dalam ranah kognitif, untuk mencapai pemahaman yang berada di tingkatan kedua juga diperlukan pengetahuan yang ada pada tingkatan pertama. Untuk memperjelas bagian-bagian dari setiap ranah (domain) yang dimaksud, berikut diuraikan secara lebih terperinci.

1. Domain Kognitif

Di bagi ke dalam enam tingkatan. Domain ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian pertama berupa pengetahuan (kategori 1), dan bagian kedua berupa kemampuan dan keterampilan intelektual (kategori 2-6). Keenam tingkatan dan bagian itu meliputi :

a. Pengetahuan (knowledge)

Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dan sebagainya. Sebagai contoh, misalnya dalam mata pelajaran IPS, dalam KD disebutkan mengidentifikasi permasalahan kependudukan dan upaya penanggulangannya, berarti peserta didik yang mempelajari materi ini dituntut untuk bisa menjelaskan dengan baik pengertian permasalahan kependudukan, faktor-faktornya, pertumbuhan penduduk, kelahiran dan kematian, dan sebagainya.

b. Pemahaman (comprehension)

Diperkenalkan terhadap kemampuan untuk membaca dan memahami gambaran, laporan, tabel, diagram, arahan, peraturan, dan sebagainya. Sebagai contoh, peserta didik dituntut bisa memahami apa yang diuraikan dalam gambar piramida penduduk, tabel atau diagram pertumbuhan penduduk, dan sebagainya.

(12)

Di tingkat ini, seseorang (peserta didik) memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode, rumus, teori, dan sebagainya di dalam kondisi pembelajaran. Sebagai contoh, ketika diberi informasi tentang ledakan penduduk atau kelahiran dan kematian, peserta didik dituntut untuk mampu menghitung angka pertumbuhan penduduk, angka kelahiran dan angka kematian, dan/atau mampu merangkum dan menggambarkan penyebab dan angka ledakan penduduk, angka kelahiran dan kematian dalam bentuk diagram, tabel, dan sebagainya.

d. Analisis (analysis)

Di tingkat analisis, peserta didik akan mampu menganalisa informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang rumit. Sebagai contoh, di level ini peserta didik diarahkan untuk mampu memilah-milah penyebab ledakan penduduk di beberapa daerah di Indonesia, membanding-bandingkan faktor penyebab ledakan penduduk di beberapa daerah di Indonesia, dan menggolongkan setiap penyebab berdasarkan karakteristiknya, atau menggolongkan faktor yang menonjol dalam ledakan penduduk tersebut.

e. Sintesis (synthesis)

Peserta didik di tingkat sintesa akan mampu menjelaskan struktur atau pola dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak terlihat, dan mampu mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yang dibutuhkan. Sebagai contoh, di tingkat ini peserta didik mampu memberikan solusi untuk menurunkan jumlah penduduk berdasarkan pengamatannya terhadap semua faktor penyebab terjadinya ledakan penduduk.

f. Evaluasi (evaluation)

Peserta didik diperkenalkan tentang kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, metodologi, dan sebagainya dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya. Sebagai contoh, peserta didik mampu menyimpulkan atau menilai alternatif solusi yang paling sesuai (cocok) diambil dalam usaha menurunkan jumlah penduduk berdasarkan efektivitas,

(13)

keadaan sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat Indonesia, kebermanfaatannya, dan sebagainya.

2. Domain Afektif

Domain ini terdiri dari empat bagian, yang dapat dipaparkan berikut ini. a. Penerimaan (Receiving/Attending)

Bagian ini dalam pembelajaran bentuknya berupa peserta didik mendapatkan perhatian dari guru, serta guru mempertahankannya dan mengarahkannya.

b. Tanggapan (Responding)

Guru memberikan reaksi terhadap peserta didik, yang meliputi persetujuan, kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan tanggapan.

c. Penghargaan (Valuing)

Berkaitan dengan nilai yang diterapkan pada aspek tingkah laku peserta didik. Penilaian berdasar pada internalisasi dari serangkaian nilai tertentu yang diekspresikan ke dalam tingkah laku.

d. Pengorganisasian (Organization)

Memadukan nilai-nilai yang berbeda dari peserta didik, menyelesaikan konflik di antara mereka, dan membentuk suatu sistem nilai yang konsisten. Dengan kata lain, melakukan karakterisasi berdasarkan nilai-nilai. Dalam hal ini, guru (sekolah) dituntut untuk memiliki sistem nilai yang mengendalikan tingkah-laku peserta didik, sehingga menjadi karakteristik positif dalam hidupnya.

3. Domain Psikomotor

Ranah ini dibagi ke dalam tujuh tingkatan, seperti di paparkan di bawah ini. a. Persepsi (Perception)

Bagian ini berarti peserta didik di dorong untuk mempergunakan alat inderanya untuk menjadi pegangan dalam membantu gerakan yang lain dalam proses pembelajaran.

b. Kesiapan (Set)

Peserta didik memiliki kesiapan fisik, mental, dan emosional untuk melakukan gerakan. Kesiapan ini penting untuk diketahui oleh guru.

(14)

Guru menjadi pembimbing (membimbing, mengarahkan) bagi peserta didik dalam mempelajari keterampilan yang kompleks pada tahap awal, termasuk di dalamnya imitasi dan gerakan coba-coba.

d. Mekanisme (Mechanism)

Guru mengarahkan peserta didik untuk membiasakan diri terhadap gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga tampil dengan meyakinkan dan cakap.

e. Respon Tampak Kompleks (Complex Overt Response)

Guru menggerakkan (mengarahkan) peserta didik untuk dapat melakukan gerakan motoris yang terampil, yang di dalamnya terdiri dari pola-pola gerakan yang kompleks.

f. Penyesuaian (Adaptation)

Menggerakkan peserta didik agar keterampilan yang sudah diperoleh dapat dikembangkan, sehingga dapat disesuaikan dalam berbagai situasi. g. Penciptaan (Origination)

Mendorong peserta didik untuk membuat suatu pola gerakan baru atau menghasilkan suatu penemuan (hasil karya) yang baru berdasarkan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya.

Sumber buku:

Anderson, Lorin W. (2000). Taxonomy for Learning, Teaching and Assesing : A revision of Bloom’s Taxonomy of educational Objective, Abridged Edition. London: Pearson

2.1.7 Teori Piaget

Menurut Piaget (2009:365), Terdapat dua prinsip utama dalam perkembangan kognitif yakni :

1. Organisasi : mengacu pada sifat dasar struktur mental yang digunakan untuk mengeksplorasi dan memahami dunia. Tingkat berpikir yang paling sederhana adalah skema, yaitu representasi mental beberapa tindakan fisik maupun mental yang dapat dilakukan terhadap objek.

2. Adaptasi : mengacu pada dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses perolehan informasi dari luar dan pengasimilasiannya dengan pengetahuan dan perilaku kita sebelumnya. Akomodasi meliputi proses

(15)

perubahan skema lama untuk memproses informasi dan objek-objek baru dilingkungannya.

Piaget mengidentifikasi empat faktor yang mempengaruhi transisi tahap perkembangan anak, yaitu :

1. Kematangan

2. Pengalaman fisik / lingkungan 3. Transmisi sosial

4. Equilibrium

Selanjutnya Piaget mengemukakan tentang perkembangan kognitif yang dialami setiap individu secara lebih rinci, mulai bayi hingga dewasa. Teori ini disusun berdasarkan studi klinis terhadap anak-anak dari berbagai usia golongan menengah di Swiss.

Berdasarkan hasil penelitiannya, Piaget mengemukakan ada empat tahap perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang secara kronologis :

a. Tahap Sensori Motorik : 0 – 2 tahun b. Tahap Pra Operasional : 2 – 7 tahun c. Tahap Operasional Konkret : 7 – 11 tahun d. Tahap Operasional Formal : 11 keatas

Sebaran umur pada setiap tahap tersebut adalah rata-rata (sekitar) dan mungkin pula terdapat perbedaan antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya, antara individu yang satu dengan individu yang lainnya. Dan teori ini berdasarkan pada hasil penelitian di Negeri Swiss pada tahun 1950-an.

a. Tahap Sensori Motor (Sensory Motoric Stage)

Bagi anak yang berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh melalui fisik (gerakan anggota tubuh) dan sensori (koordinasi alat indra).

Pada mulanya pengalaman itu bersatu dengan dirinya, ini berarti bahwa suatu objek itu ada bila ada pada penglihatannya. Perkembangan selanjutnya ia mulai berusaha untuk mencari objek yang asalnya terlihat kemudian menghilang dari pandangannya, asal perpindahannya terlihat. Akhir dari tahap ini ia mulai mencari objek yang hilang bila benda tersebut tidak terlihat perpindahannya. Objek mulai terpisah dari dirinya dan bersamaan dengan itu konsep objek dalam struktur kognitifnya pun mulai dikatakan matang. Ia mulai mampu untuk melambungkan

(16)

objek fisik ke dalam simbol-simbol, misalnya mulai bisa berbicara meniru suara kendaraan, suara binatang, dll.

Kesimpulan pada tahap ini adalah: Bayi lahir dengan refleks bawaan, skema dimodifikasi dan digabungkan untuk membentuk tingkah laku yang lebih kompleks. Pada masa kanak-kanak ini, anak belum mempunyai konsepsi tentang objek yang tetap. Ia hanya dapat mengetahui hal-hal yang ditangkap dengan indranya.

b. Tahap Pra Operasional ( Pre Operational Stage)

Tahap ini adalah tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi konkrit. Istilah operasi yang digunakan oleh Piaget di sini adalah berupa tindakan-tindakan kognitif, seperti mengklasifikasikan sekelompok objek (classifying), menata letak benda-benda menurut urutan tertentu (seriation), dan membilang (counting), (mairer, 1978 :24). Pada tahap ini pemikiran anak lebih banyak berdasarkan pada pengalaman konkrit daripada pemikiran logis, sehingga jika ia melihat objek-ojek yang kelihatannya berbeda, maka ia mengatakanya berbeda pula. Pada tahap ini anak masih berada pada tahap pra operasional belum memahami konsep kekekalan (conservation), yaitu kekekalan panjang, kekekalan materi, luas, dll. Selain dari itu, ciri-ciri anak pada tahap ini belum memahami dan belum dapat memikirkan dua aspek atau lebih secara bersamaan.

Kesimpulan pada tahap ini adalah : Anak mulai timbul pertumbuhan kognitifnya, tetapi masih terbatas pada hal-hal yang dapat dijumpai (dilihat) di dalam lingkungannya saja.

c. Tahap Operasional Konkrit (Concrete Operational Stage)

Anak-anak yang berada pada tahap ini umumnya sudah berada di Sekolah Dasar, dan pada umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahami operasi logis dengan bantuan benda-benda konkrit. Kemampuan ini terwujud dalam memahami konsep kekekalan, kemampuan untuk mengklasifikasikan dan serasi, mampu memandang suatu objek dari sudut pandang yang berbeda secara objek

Anak pada tahap ini sudah cukup matang untuk menggunakan pemikiran logika, tetapi hanya objek fisik yang ada saat ini (karena itu disebut tahap operasional konkrit). Namun, tanpa objek fisik di hadapan mereka, anak-anak pada tahap ini masih mengalami kesulitan besar dalam menyelesaikan tugas-tugas logika.

(17)

Smith (1998) memberikan contoh. Anak-anak diberi tiga boneka dengan warna rambut yang berlainan (Edith, Suzan, dan Lily), tidak mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi boneka yang berambut paling gelap. Namun, ketika diberi peranyaan, “Rambut Edith lebih terang daripada rambut Lily. Rambut siapakah yang paling gelap?” , anak-anak pada tahap operasional konkret mengalami kesulitan karena mereka belum mampu berpikir hanya dengan menggunakan lambang-lambang.

Kesimpulan pada tahap ini adalah : Anak telah dapat mengetahui simbol-simbol matematis, tetapi belum dapat menghadapi hal-hal yang abstrak (tak berwujud).

d. Tahap Operasional Formal (Formal Operation Stage)

Tahap operasi formal ini adalah tahap akhir dari perkembangan kognitif secara kualitatif. Anak pada tahap ini sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abstrak dan menggunakan logika. Penggunaan benda-benda konkret tidak diperlukan lagi. Anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan dengan objek atau peristiwanya berlangsung. Penalaran terjadi dalam struktur kognitifnya telah mampu hanya dengan menggunakan simbol-simbol, ide-ide, abstraksi dan generalisasi. Ia telah memiliki kemampuan-kemampuan untuk melakukan operasi-operasi yang menyatakan hubungan di antara hubungan-hubungan, memahami konsep promosi.

Kesimpulan pada tahap ini adalah :

Pada tahap operasional formal, anak-anak sudah mampu memahami bentuk argumen dan tidak dibingungkan oleh isi argumen (karena itu disebut operasional formal).

Tahap ini mengartikan bahwa anak-anak telah memasuki tahap baru dalam logika orang dewasa, yaitu mampu melakukan penalaran abstrak. Sama halnya dengan penalaran abstrak sistematis, operasi-operasi formal memungkinkan berkembangnya sistem nilai dan ideal, serta pemahaman untuk masalah-masalah filosofis.

(18)

Gambar 2.6 Bagan Teori Piaget Sumber : rincondelvago.com

Implikasi Pendidikan dan Pendidikan di Kelas

Pengaplikasiannya di dalam belajar : perkembangan kognitif bergantung pada akomodasi. Kepada individu diberikan suatu area yang belum diketahui agar ia dapat belajar, karena ia tak dapat belajar dari apa yang telah diketahuinya saja. Ia tak dapat menggantungkan diri pada asimilasi. Dengan adanya area baru ini individu akan mengadakan usaha untuk dapat mengakomodasi. Situasi atau area itulah yang akan mempermudah pertumbuhan kognitif.

Secara terinci dibawah ini adalah penerapan teori Piaget terhadap pendidikan di kelas :

1. Karena cara berpikir anak itu berbeda-beda dan kurang logis di banding dengan orang dewasa, maka guru harus dapat mengerti cara berpikir anak, bukan sebaliknya anak yang beradaptasi dengan guru.

2. Anak belajar paling baik dengan menemukan (discovery). Artinya disini adalah agar pembelajaran yang berpusat pada anak berlangsung efektif, guru tidak meninggalkan anak-anak belajar sendiri, tetapi mereka memberi tugas khusus yang dirancang untuk membimbing para siswa menemukan dan menyelesaikan masalah sendiri.

3. Pendidikan disini bertujuan untuk mengembangkan pemikiran anak, artinya ketika anak-anak mencoba memecahkan masalah, penalaran merekalah yang lebih penting daripada jawabannya. Oleh sebab itu guru penting sekali agar tidak menghukum anak-anak untuk jawaban yang salah, tetapi sebaliknya menanyakan bagaimana anak itu memberi jawaban yang salah, dan diberi pengertian tentang kebenarannya atau mengambil langkah-langkah yang tepat untuk untuk menanggulanginya.

(19)

4. Guru dapat menemukan dan menetapkan tujuan pembelajaran materi pelajaran atau pokok bahasan pengajaran tertentu.

Jadi, secara singkat dapat dikatakan bahwa pertumbuhan intelektual anak mengandung tiga aspek, yaitu structure, content dan function. Anak yang sedang mengalami perkembangan, struktur dan konten intelektualnya berubah/berkembang. Fungsi dan adaptasi akan tersusun sehingga melahirkan suatu rangkaian perkembangan masing-masing, mempunyai struktur psikologi khusus yang menentukan kecakapan pikir anak. Maka Piaget mengartikan intelegensi adalah sejumlah struktur psikologis yang ada pada tingkat perkembangan khusus.

Sumber :

Solso, R.L. (2009). Psikologi Kognitif. Jakarta: Erlangga.

Barokah, N. (2011). Teori Piaget. Diakses 3 Maret 2014 dari http://achyusuf.blogspot.com/p/teori-jean-peaget.html

2.1.8 Teori Gestalt

Seiring dengan Kohler dan Koffka, Max Wertheimer merupakan salah satu pendukung utama Teori Gestalt yang menekankan tingkat tinggi proses kognitif di tengah-tengah behaviorisme.

Fokus teori Gestalt adalah ide tentang “pengelompokan”, yaitu, karakteristik stimulus menyebabkan struktur atau menafsirkan bidang visual atau masalah dengan cara tertentu (Wertheimer, 1922).

Faktor utama yang menentukan pengelompokan atau prinsip organisasi adalah:

1. Kedekatan : elemen cenderung dikelompokkan bersama menurut kedekatan mereka

2. Kesamaan : item serupa dalam beberapa hal cenderung dikelompokkan bersama

3. Penutupan : item dikelompokkan bersama-sama jika mereka cenderung untuk menyelesaikan beberapa entitas

4. Kesederhanaan : butir akan diatur dalam angka sederhana berdasarkan simetri, keteraturan, dan halus. Faktor-faktor ini disebut hukum organisasi dan dijelaskan dalam konteks persepsi dan pemecahan masalah.

(20)

- Teori Belajar Gestalt

Wertheimer terutama berkaitan dengan masalah-masalah. Werthiemer (1959) memberikan interpretasi Gestalt memecahkan masalah episode ilmuwan terkenal (misalnya, Galileo, Einstein) serta anak-anak yang disajikan dengan masalah matematika.

Inti dari perilaku pemecahan masalah sukses menurut Wertheimer adalah mampu melihat struktur keseluruhan masalah ini: Sebuah tertentu di wilayah tersebut menjadi bidang penting, difokuskan, tetapi itu tidak menjadi terisolasi. “Sebuah struktur yang lebih dalam baru melihat, dari situasi berkembang, melibatkan perubahan dalam arti fungsional, pengelompokan, dll dari item wilayah. Disutradarai oleh apa yang dibutuhkan oleh suatu struktur situasi untuk krusial, salah satu adalah menyebabkan prediksi yang wajar, yang seperti bagian lain dari struktur, panggilan untuk verifikasi, langsung atau tidak langsung mendapatkan. Dua arah yang terlibat secara keseluruhan, gambar konsisten dan melihat apa struktur memerlukan keseluruhan untuk bagian-bagian

Teori Belajar Gestalt berlaku untuk semua aspek pembelajaran manusia, meskipun berlaku paling langsung ke persepsi dan pemecahan masalah.

Pekerjaan Gibson sangat dipengaruhi oleh teori Gestalt. Beberapa contoh dari teori gestalt dapat dilihat dari aplikasinya dalam pembelajaran.

Akhmad Sudrajat menguraikan beberapa Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :

1. Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa. 2. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan

unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.

(21)

3. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.

4. Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.

5. Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.

Sumber :

Solso, R.L. (2009). Psikologi Kognitif. Jakarta: Erlangga.

Haryanto. (2010). Macam-Macam Teori Belajar. Diakses 17 Maret 2014 dari http://belajarpsikologi.com

2.1.9 Teori Erik Erikson

Teori perkembangan psikososial berkaitan dengan prinsip-prinsip perkembangan psikologi dan sosial. Teori ini merupakan bentuk pengembangan dari teori psikoseksual yang dicetuskan oleh Sigmund Freud. Erikson membagi tahapan

(22)

perkembangan psikososial menjadi delapan tahapan seperti yang tertera dalam tabel di bawah ini.

Tabel 2.1 Tahapan Perkembangan Psikososial Tahap Perkiraan Usia Krisis Psikososial

I Lahir - 18 bulan Trust vs Mistrust (percaya vs tidak percaya)

II 18 bulan - 3 tahun Autonomy vs Doubt (kemandirian vs keraguan)

III 3 tahun – 6 tahun Initiative vs Guilt (inisiatif vs rasa bersalah)

IV 6 tahun – 12 tahun Industry vs Inferiority (ketekunan vs rasa rendah diri)

V 12 tahun -18 tahun Identity vs Role Confusion (identitas vs kekacauan identitas)

VI Dewasa awal (± 18 tahun – 40 tahun)

Intimacy vs Isolation (keintiman vs isolasi) VII Dewasa pertengahan (± 40 tahun – 65 tahun) Generativity vs Self Absorption(generativitas vs stagnasi)

VIII Dewasa akhir / tua (± 65 ke atas)

Integrity vs Despair (integritas vs keputusasaan)

a. Trust vs Mistrust (Lahir - 18 bulan)

Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa tahap ini terjadi pada masa awal pertumbuhan seseorang dimulai. Pada tahap ini seorang anak akan mulai belajar untuk beradaptasi dengan sekitarnya. Hal pertama yang akan dipelajari oleh seorang anak adalah rasa percaya. Percaya pada orang-orang yang berada di sekitarnya. Seorang ibu atau pengasuh biasanya adalah orang penting pertama yang ada dalam dunia si anak. Jika ibu memperhatikan kebutuhan si anak seperti makan maupun kasih sayang, maka anak akan merasa aman dan percaya untuk menyerahkan atau menggantungkan

(23)

kebutuhannya kepada ibunya. Namun, bila ibu tidak memberikan apa yang harusnya diberikan kepada si anak, maka secara tidak langsung itu dapat membentuk anak menjadi seorang yang penuh kecurigaan, sebab ia merasa tidak aman untuk hidup di dunia (Slavin, 2006).

Shaffer (2005:135) menyatakan bahwa pengasuh yang konsisten dalam merespon kebutuhan anak akan menumbuhkan rasa percaya anak kepada orang lain, sedangkan pengasuh yang tidak responsif atau tidak konsisten akan membentuk anak menjadi seorang yang penuh kecurigaan. Anak-anak yang telah belajar untuk tidak mempercayai pengasuh selama masa bayinya mungkin akan menghindari atau tetap skeptis untuk membangun hubungan berdasarkan rasa saling percaya sepanjang hidupnya.

b. Autonomy vs Doubt (18 bulan - 3 tahun)

Pada tahap ini anak sudah memiliki kemampuan untuk melakukan beberapa kegiatan secara mandiri seperti makan, berjalan atau memakai sandal. Kepercayaan orang tua kepada anak pada usia ini untuk mengeksplorasi hal-hal yang dapat dilakukannya secara mandiri dan memberikan bimbingan kepadanya akan membentuk anak menjadi pribadi yang mandiri dan percaya diri. Sementara orang tua yang membatasi dan berlaku keras pada anaknya, akan membentuk anak tersebut menjadi orang yang lemah dan tidak kompeten yang dapat menyebabkan malu dan ragu-ragu terhadap kemampuannya.

c. Initiative vs Guilt (3 tahun – 6 tahun)

Pada tahap ini, kemampuan motorik dan bahasa anak mulai matang, sehingga memungkinkan mereka untuk lebih agresif dalam mengeksplorasi lingkungan mereka baik secara fisik maupun sosial. Pada usia-usia ini anak sudah mulai memiliki inisiatif dalam melakukan suatu tindakan misalnya berlari, bermain, melompat dan melempar. Orang tua yang suka memberikan hukuman terhadap upaya anaknya dalam mengambil inisiatif akan membuat anak merasa bersalah tentang dorongan alaminya untuk melakukan sesuatu selama fase ini maupun fase selanjutnya.

Pada masa ini anak telah memasuki tahapan prasekolah. Ia sudah memiliki beberapa kecakapan dalam mengolah kemampuan motorik dan

(24)

bahasa. Dengan kecakapan-kecakapan tersebut, dia terdorong melakukan beberapa kegiatan. Namun, karena kemampuan anak tersebut masih terbatas ada kalanya dia mengalami kegagalan. Kegagalan-kegagalan tersebut menyebabkan dia memiliki perasaan bersalah. Peran orang tua untuk membimbing dan memotivasi anak sangat dibutuhkan ketika anak mengalami kegagalan. Hal ini dimaksudkan agar anak dapat melewati tahap ini dengan baik.

Erikson (dalam Shaffer, 2005) mengusulkan bahwa anak usia 2-3 tahun berjuang untuk menjadi seorang yang independen atau mandiri dengan mencoba melakukan hal-hal yang mereka butuhkan secara mandiri seperti makan dan berjalan. Sementara anak usia 4-5 tahun yang telah mencapai rasa otonomi, sekarang mereka memperoleh keterampilan baru, mencapai tujuan penting, dan merasa bangga dalam prestasi yang mereka capai. Anak-anak usia prasekolah sebagian besar mendefinisikan diri mereka dalam hal kegiatan dan kemampuan fisik seperti “aku bisa berlari dengan cepat, aku bisa memanjat tangga, aku bisa menggambar bunga”. Hal ini mencerminkan rasa inisiatif mereka untuk melakukan suatu kegiatan, dan rasa inisiatif ini sangat dibutuhkan oleh seorang anak dalam menghadapi pelajaran-pelajaran baru yang akan ia pelajari di sekolah.

Sesuatu yang berlebihan maupun kekurangan itu tidaklah baik. Dalam hal ini, bila seorang memiliki sikap inisiatif yang berlebihan atau juga terlalu kurang, maka dapat menimbulkan suatu rasa ketidakpedulian (ruthlessness). Anak yang terlalu berinisiatif, maka ia tidak akan memperdulikan bimbingan orang tua yang diberikan kepadanya. Sebaliknya, anak yang terlalu merasa bersalah, maka ia akan bersikap tidak peduli, dalam arti tidak melakukan usaha untuk berbuat sesuatu, agar ia terhindar dari berbuat kesalahan. Oleh sebab itu, hendaknya orang tua dapat bersikap bijak dalam menanggapi setiap perbuatan yang dilakukan oleh anak.

d. Industry vs Inferiority (6 tahun – 12 tahun)

Pada tahap ini, anak sudah memasuki usia sekolah, kemampuan akademiknya mulai berkembang. Selain itu, kemampuan sosial anak untuk berinteraksi di luar anggota keluarganya juga mulai berkembang. Anak akan belajar berinteraksi dengan teman-temannya maupun dengan gurunya. Jika

(25)

cukup rajin, anak-anak akan memperoleh keterampilan sosial dan akademik untuk merasa percaya diri. Kegagalan untuk memperoleh prestasi-prestasi penting menyebabkan anak untuk menciptakan citra diri yang negatif. Hal ini dapat membawa kepada perasaan rendah diri yang dapat menghambat pembelajaran dimasa depan.

Pada tahap ini anak juga akan membandingkan dirinya dengan teman-temannya. Shaffer (2005) mengatakan pada usia 9 tahun hubungan teman sebaya menjadi sangat penting untuk anak-anak sekolah. Mereka peduli pada sikap-sikap maupun penampilan yang akan memperkuat posisi mereka dengan teman sebayanya. Sedangkan pada anak yang berusia 11,5 tahun, anak semakin membandingkan diri mereka dengan orang lain dan mengakui bahwa ada dimensi di mana mereka mungkin kurang dalam perbandingan tersebut, seperti “aku tidak cantik, aku biasa-biasa saja dalam hal prestasi”. Oleh sebab itu, sebagai seorang guru hendaknya dapat memberikan motivasi pada anak-anak yang belum berhasil dalam mencapai prestasi mereka agar anak tidak memiliki sifat yang rendah diri. Guru dapat mencari momen-momen penting ketika di sekolah untuk memberikan penghargaan pada seluruh anak-anak, sehingga anak akan merasa bangga dan percaya diri terhadap pencapaian yang mereka peroleh.

e. Identity vs Role Confusion (12 tahun -18 tahun)

Pada tahap ini anak sudah memasuki usia remaja dan mulai mencari jati dirinya. Masa ini adalah masa peralihan antara dunia anak-anak dan dewasa. Secara biologis anak pada tahap ini sudah mulai memasuki tahap dewasa, namun secara psikis usia remaja masih belum bisa diberi tanggung jawab yang berat layaknya orang dewasa. Pertanyaan “Siapa Aku?” menjadi penting pada tahapan ini. Pada tahap ini, seorang remaja akan mencoba banyak hal untuk mengetahui jati diri mereka yang sebenarnya. Biasanya mereka akan melaluinya dengan teman-teman yang mempunyai kesamaan komitmen dalam sebuah kelompok. Hubungan mereka dalam kelompok tersebut sangat erat, sehingga mereka memiliki solidaritas yang tinggi terhadap sesama anggota kelompok.

Erikson (dalam Shaffer, 2005) percaya bahwa individu tanpa identitas yang jelas akhirnya akan menjadi tertekan dan kurang percaya diri ketika

(26)

mereka tidak memiliki tujuan, atau bahkan mereka mungkin sungguh-sungguh menerima bila dicap sebagai orang yang memiliki identitas negatif, seperti menjadi kambing hitam, nakal, atau pecundang. Alasan mereka melakukan ini karena mereka lebih baik menjadi seseorang yang dicap sebagai orang yang memiliki identitas negatif daripada tidak memiliki identitas sama sekali.

Harter (dalam Shaffer, 2005) mengatakan bahwa remaja yang terlalu kecewa atas penggambaran diri mereka yang tidak konsisten akan bertindak keluar dari karakter dalam upaya untuk meningkatkan citra mereka atau mendapat pengakuan dari orang tua atau teman sebaya. Anak pada usia ini rawan untuk melakukan beberapa hal negatif dalam rangka pencarian jati diri mereka. Bimbingan dan pengarahan baik dari orang tua maupun guru juga diperlukan bagi anak pada tahap ini, agar mereka dapat menemukan jati diri mereka sebenarnya.

f. Intimacy vs Isolation (± 18 tahun – 40 tahun)

Pada tahap ini, seseorang sudah mengetahui jati diri mereka dan akan menjadi apa mereka nantinya. Jika pada masa sebelumnya, individu memiliki ikatan yang kuat dengan kelompok sebaya, namun pada masa ini ikatan kelompok sudah mulai longgar. Pada fase ini seseorang sudah memiliki komitmen untuk menjalin suatu hubungan dengan orang lain. Dia sudah mulai selektif untuk membina hubungan yang intim hanya dengan orang-orang tertentu yang sepaham. Namun, jika dia mengalami kegagalan, maka akan muncul rasa keterasingan dan jarak dalam berinteraksi dengan orang.

Keberhasilan dalam melewati fase ini tentu saja tidak terlepas dari fase-fase sebelumnya. Jika pada fase sebelumnya seseorang belum dapat mengatasi rasa curiga, rendah diri maupun kebingungan identitas, maka hal tersebut akan berdampak pada kegagalan dalam membina sebuah hubungan, dan menjadikannya sebagai seseorang yang terisolasi. Pada tahap ini, bantuan dari pasangan ataupun teman dekat akan membantu seseorang dalam melewati tahap ini.

(27)

Erikson (dalam Slavin, 2006) mengatakan bahwa generativitas adalah hal terpenting dalam membangun dan membimbing generasi berikutnya. Biasanya,orang yang telah mencapai fase generativitas melaluinya dengan membesarkan anak-anak mereka sendiri. Namun, krisis tahap ini juga dapat berhasil dilalui dengan melewati beberapa bentuk-bentuk lain dari produktivitas dan kreativitas,seperti mengajar. Selama tahap ini, orang harus terus tumbuh. Jika mereka yang tidak mampu atau tidak mau memikul tanggung jawab ini, maka mereka akan menjadi egois.

Pada masa ini, salah satu tugas untuk dicapai ialah dengan mengabdikan diri guna mendapatkan keseimbangan antara sifat melahirkan sesuatu (generativitas) dengan tidak berbuat apa-apa (stagnasi). Generativitas adalah perluasan cinta ke masa depan. Sifat ini adalah kepedulian terhadap generasi yang akan datang. Melalui generativitas akan dapat dicerminkan sikap memperdulikan orang lain. Pemahaman ini sangat jauh berbeda dengan arti kata stagnasi yaitu pemujaan terhadap diri sendiri dan sikap yang dapat digambarkan dalam stagnasi ini adalah tidak perduli terhadap siapapun. Harapan yang ingin dicapai pada masa ini yaitu terjadinya keseimbangan antara generativitas dan stagnansi guna mendapatkan nilai positif yang dapat dipetik yaitu kepedulian. Dalam tahap ini, diharapkan seseorang yang telah memasuki usia dewasa menengah dapat menjalin hubungan atau berinteraksi secara baik dan menyenangkan dengan generasi penerusnya dan tidak memaksakan kehendak mereka pada penerusnya berdasarkan pengalaman yang mereka alami.

h. Integrity vs despair (± 65 ke atas)

Seseorang yang berada pada fase ini akan melihat kembali (flash back) kehidupan yang telah mereka jalani dan berusaha untuk menyelesaikan permasalahan yang sebelumnya belum terselesaikan. Penerimaan terhadap prestasi, kegagalan, dan keterbatasan adalah hal utama yang membawa dalam sebuah kesadaran bahwa hidup seseorang adalah tanggung jawabnya sendiri.

Orang yang berhasil melewati tahap ini, berarti ia dapat mencerminkan keberhasilan dan kegagalan yang pernah dialami. Individu ini akan mencapai kebijaksaan, meskipun saat menghadapi kematian.

(28)

Keputusasaan dapat terjadi pada orang-orang yang menyesali cara mereka dalam menjalani hidup atau bagaimana kehidupan mereka telah berubah.

Sumber buku :

Feist, J. (2010). Theory of Personality. Jakarta: Salemba Humanika. Solso, R.L. (2009). Psikologi Kognitif. Jakarta: Erlangga.

2.1.10 Teori Komunikasi

Menurut Effendy (2000:138-140) Komunikasi merupakan proses penyampaian informasi dari satu pihak ke pihak lain, dengan tujuan untuk merubah pandangan, gagasan, sikap, pilihan, bahkan perilaku seseorang.

Berikut adalah beberapa metode yang popular : - Metode Repetisi

Metode repetisi merupakan pengulangan pesan untuk menarik perhatian lebih dan jauh tertanam dalam pikiran bawah sadar. Contohnya pada iklan tv atau radio sering terjadi pengulangan penayangan iklan tanpa tersadar kita akan ingat dengan iklan tersebut.

- Metode Kanalisasi

Merupakan metode yang mengarahkan cara pikir masyarakat sesuai yang diinginkan. Untuk mencapai ini pertama-tama kita perlu mengenal target audiens yang diinginkan sehingga dapat menyesuaikan dengan keinginan masyarakat

- Metode Informatif

Merupakan penjelasan secara rinci kepada masyarakat, yakni dengan menyampaikan sesuatu apa adanya berdasarkan fakta dan opini yang benar. - Metode Persuasif

Metode ini mempengaruhi dengan bujukan. Sasaran utama metode ini adalah emosi audiens, pada metode ini masyarakat dikondisikan dalam keadaan mudah disugesti.

- Metode Edukatif

Metode ini berdasarkan fakta dan pengalaman sebenarnya. Namun sengaja diatur dan direncanakan serta bertujuan mempengaruhi tingkah laku manusia yang diinginkan.

(29)

Metode ini menggunakan cara memaksa dengan ancaman.

Sumber buku:

Effendy, O.U. (2007). Ilmu Komunikasi :Teori dan Praktek. Bandung: Remadja Rosdakarya

2.2 Data Umum 2.2.1 E-Learning

E-learning yaitu satu model pembelajaran dengan menggunakan media teknologi komunikasi dan informasi khususnya internet. Menurut Rosenberg (2001; 28), e-learning merupakan satu penggunaan teknologi internet dalam penyampaian pembelajaran dalam jangkauan luas yang berlandaskan tiga kriteria yaitu:

1. E-learning merupakan jaringan dengan kemampuan untuk memperbaharui, menyimpan, mendistribusi dan membagi materi ajar atau informasi,

2. Pengiriman sampai ke pengguna terakhir melalui komputer dengan menggunakan teknologi internet yang standar,

3. Memfokuskan pada pandangan yang paling luas tentang pembelajaran di balik paradigma pembelajaran tradisional.

Menurut Allan J. Henderson, e-learning adalah pembelajaran jarak jauh yang menggunakan teknologi komputer, atau biasanya Internet (The e-learning Question and Answer Book, 2003). Henderson menambahkan juga bahwa e-learning memungkinkan pembelajar untuk belajar melalui komputer di tempat mereka masing-masing tanpa harus secara fisik pergi mengikuti pelajaran di kelas. William Horton menjelaskan bahwa e-learning merupakan pembelajaran berbasis web yang bisa diakses dari internet kapanpun, dimanapun, dan siapapun (http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/mandiri/2004/ ).

E-learning memungkinkan pembelajar untuk menimba ilmu tanpa harus secara fisik menghadiri kelas. Dengan cara ini, jumlah pembelajar yang bisa ikut berpartisipasi bisa jauh lebih besar dari pada cara belajar secara konvensional di ruang kelas (jumlah siswa tidak terbatas pada besarnya ruang kelas). Teknologi ini juga memungkinkan penyampaian pelajaran dengan kualitas yang relatif lebih standar dari pada pembelajaran di kelas yang tergantung pada “mood” dan kondisi fisik dari instruktur. Berdasarkan perkembangannya, apa yang disebut “cyber

(30)

teaching” atau pengajaran maya, yaitu proses pengajaran yang dilakukan dengan menggunakan media teknologi komunikasi dan informasi khususnya internet.

Sumber buku:

Henderson, A.J. (2003). The E-Learning Questions and Answer Book: A Survival Guide for Trainers and Bussiness Managers. New York City: AMACOM

Gambar 2.7 The Cone of Learning

Sumber : http://nbaxter.com/tag/cone-of-learning/

2.3 Data Khusus 2.3.1 Arti Kata Vegan

Diet vegan adalah jenis diet vegetarian yang tidak mengonsumsi daging, telur, produk susu dan semua produk turunan hewani. Serta tidak mengonsumsi makanan yang diproses menggunakan produk hewani, dalam artian vegetarian murni. Para penganut pola makan vegan juga tidak menggunakan produk-produk yang terbuat dari hewan.

Berdasarkan International Vegetarian Union (IVU), vegetarian didefinisikan sebagai hidup dengan berbagai produk nabati, dengan atau tanpa mengonsumsi susu dan telur serta produk olahannya, tetapi secara keseluruhan, menghindari penggunaan daging segala jenis hewan. IVU membagi vegetarian menjadi tiga kelompok utama, yaitu :

Lacto-ovo-vegetarian adalah vegetarian yang masih mengonsumsi susu dan telur beserta produk olahannya.

Lacto-vegetarian adalah vegetarian yang masih mengonsumsi susu dan produk olahannya.

(31)

Vegan adalah vegetarian murni yang tidak mengonsumsi semua makanan hewani, tetapi mengonsumsi makanan nabati seperti sayur-sayuran, buah-buahan, kacang-kacangan, biji-bijian.

Motif seorang vegan didorong pada rasa kemanusiaannya terhadap binatang, bahwa binatang selayaknya tidak boleh disakiti dan hak untuk hidupnya harus dihormati. Sedangkan motif seorang vegetarian bisa saja hanya menghilangkan mengonsumsi daging demi kesehatan, karena vegetarian masih mengonsumsi susu, telur dan produk olahan lainnya serta masih menggunakan produk yang terbuat dari hewan seperti salah satunya pakaian dengan wol.

Sumber buku:

Susianto. (2007). Diet Enak Ala Vegetarian. Depok: Penebarplus. Susianto. (2010). The Miracle of Vegan. Jakarta: Qanita.

2.3.2 Sumber Gizi Vegan

Kebanyakan orang yang mau memulai pola hidup vegan, masih ragu karena banyak isu yang mengatakan bahwa pola hidup vegan kurang gizi karena tidak mengonsumsi makanan yang berasal dari hewani, padahal diet vegan kaya akan gizi jika mengonsumsi makanannya secara bervariasi.

Gambar 2.8 Piramida Makanan Vegan Sumber : http://veganfoodpyramid.com

(32)

Gambar 2.9 Vegan Food Guide Sumber : http://shnews.co/healthy/

Gambar diatas merupakan sebuah acuan jumlah makanan baik secara kuantitatif maupun kualitatif, yang harus dikonsumsi untuk mencukupi kebutuhan gizi vegan setiap harinya.

Susu kedelai diminum oleh kaum vegan sebagai pengganti susu sapi. Manfaat susu kedelai ternyata lebih baik dibandingkan susu sapi yang selalu dianggap penuh dengan nutrisi untuk mencukupi gizi. Begitu pula dengan makanan nabati yang dianggap kurang memiliki gizi, padahal gizi makanan nabati tidak kalah dengan daging.

Sumber buku:

Kusharisupeni (Ed.). (2010). Vegetarian Gaya Hidup Sehat Masa Kini. Yogyakarta: Penerbit Andi.

(33)

Tabel 2.2 Perbandingan Susu Sapi dan Susu Kedelai

Sumber : http://melileasehat.wordpress.com/produk-melilea/melilea-susu-kedelai-bubuk/

Tabel 2.3 Perbandingan Gizi Tempe dan Daging Sumber : Direktorat Gizi Dep.kes 1992

2.3.3 Manfaat Menjadi Vegan

Dengan menjadi seorang vegan, tentunya akan mendapatkan manfaat keuntungan seperti manfaat kesehatan tubuh dan juga untuk bumi kita. Beberapa manfaat menjadi vegan yaitu :

(34)

1. Lebih sehat karena sayuran dan buah mengandung banyak serat, antioksidan dan beberapa kandungan lain yang mampu menangkal berbagai jenis penyakit.

2. Dapat menyelamatkan bumi kita karena berdasarkan para pakar kesehatan peternakan merupakan salah satu penyumbang terbesar pemanasan global. 3. Para pakar juga menemukan bahwa dengan menjadi vegan, dapat

memperpanjang hidup seseorang.

4. Kehidupan dunia menjadi damai karena tidak ada satupun yang tersakiti.

Sumber buku:

Hai, C. (2011). Dari Krisis Menjadi Damai. Taipei: Love Ocean. Susianto. (2010). The Miracle of Vegan. Jakarta: Qanita.

2.3.4 Menjalani Pola Hidup Vegan

Menjadi seorang vegan merupakan sebuah pilihan hidup. Seseorang berhak memilih pola hidup yang dijalaninya. Namun kebanyakan orang masih ragu karena takut tidak bisa menjalaninya dengan baik. Menjalani pola hidup vegan bagi para pemula haruslah secara bertahap. Berikut cara untuk mengikuti pola hidup vegan :

1. Para pemula yang sulit meninggalkan produk hewani, dapat melakukan secara bertahap. Kurangi tiap hari produk hewani, jika memang tidak bisa langsung melepas. Perlahan tapi pasti, tinggalkan produk hewani.

2. Konsultasikan dengan dokter atau ahli gizi terlebih dahulu agar tepat menjalani pola hidup vegan.

3. Membeli buku resep masakan vegan agar bisa memasak di rumah. 4. Konsumsi makanan bervariasi, agar mendapatkan gizi yang mencukupi. 5. Hindari membeli barang yang menggunakan hewani seperti tas kulit.

6. Jika bosan memasak di rumah, bisa mencari rumah makan yang menyediakan makanan vegan. Beranilah bertanya apakah terdapat makanan untuk para vegan.

7. Biasakan sarapan agar tidak mudah tergoda makanan hewani dan supaya siang makan tidak berlebihan.

8. Ikuti perkumpulan vegan karena melalui perkumpulan tersebut bisa saling berbagi informasi dan saling memberikan dukungan.

(35)

Sumber buku:

Susianto. (2007). Diet Enak Ala Vegetarian. Depok: Penebarplus. Hai, C. (2011). Dari Krisis Menjadi Damai. Taipei: Love Ocean. Susianto. (2010). The Miracle of Vegan. Jakarta: Qanita.

2.3.5 Sinopsis

Di dalam animasi tersebut pertama-tama diperkenalkan arti dari pola hidup vegan. Dengan unsur pertama tentang pemanasan global yang ternyata juga dipengaruhi oleh pola hidup, dilanjutkan dengan penjelasan bagaimana memenuhi gizi perhari lalu manfaat setelah menjadi vegan dan menjelaskan proses menjalani pola hidup vegan bagi para pemula. Terakhir ajakan untuk bervegan.

2.3.6 Data Observasi Lapangan

Penulis melakukan survey wawancara kepada pemimpin rumah makan vegan “Loving Hut” dan juga kepada dua kakak beradik yang telah menjalani pola hidup vegan.

Kesimpulan daripada wawancara tersebut adalah memang pola hidup vegan ini sedang berkembang dan semakin banyak orang yang menjalaninya. Namun tetap mereka mengalami kendala karena isu yang menyatakan kekurangan gizi dan juga makanan diluar yang sulit untuk dicari. Serta masih banyak juga orang yang memandang sebelah mata tentang pola hidup ini.

2.3.7 Pembanding dan Referensi

Berikut merupakan referensi visual yang akan dipergunakan sebagai referensi dalam proses pembuatan animasi edukasi.

Gambar 2.10 Referensi animasi “Pohon” Sumber : youtube.com

(36)

Gambar 2.11 Referensi animasi “Sayangi Lingkunganmu” Sumber : youtube.com

Dari kedua animasi di atas, terlihat bahwa tipe animasinya menggunakan 2D motion graphics, selain itu gambar yang simpel dengan berbagai warna. Penulis ingin membuat animasi edukasi yang sederhana tapi menarik agar anak-anak dapat menontonnya.

2.4 Delapan Aspek Analisis Citra Visual 1. Etis

Animasi edukasi ini membahas nilai-nilai positif dari bervegan, yakni manfaat untuk fisik, rohani serta lingkungan. Karena sasaran utama target audiens dari animasi ini adalah anak-anak, sehingga lebih menonjolkan nilai positif dari manfaat bervegan.

2. Historis

Animasi edukasi ini berdasarkan dari informasi yang didapat dari berbagai sumber dan fakta tentang vegan, dimulai dari orang mengenal akan istilah vegetarian sampai akhirnya sebutan untuk vegetarian murni adalah vegan. 3. Kultural

Animasi edukasi ini membahas tentang vegan, mulai dari arti vegan hingga manfaat yang didapatkan jika bervegan.

4. Personal

Animasi edukasi ini bertujuan untuk menambah informasi tentang vegan kepada anak-anak dan juga kepada masyarakat umum, agar lebih mengenal dan diharapkan dapat membuat masyarakat tertarik untuk mulai bervegan. 5. Kritikal

Masih banyak orang yang tidak mengetahui apa itu vegan, serta belum adanya animasi edukasi yang menjelaskan apa itu vegan. Oleh karena itu penulis melihat dan memanfaatkan celah ini untuk membuat animasi edukasi.

(37)

6. Estetis

Topik pembahasan yang dipilih mengenai vegan, oleh karena itu animasi ini banyak menggunakan visual assets seperti sayur, buah-buahan dan biji-bijian. Tone color yang digunakan vivid color yang dominan karena anak-anak menyukai warna yang cerah dan berwarna-warni. Typografi untuk jenis tulisan dipilih yang non-formal dan terkesan kekanakan. Motion style yang dipergunakan adalah infographics sederhana. Ilustrasi yang dipergunakan berbentuk iconic agar anak-anak tertarik untuk menontonnya dan mempermudah penyerapan informasi.

7. Pragmatis

Animasi edukasi Mari Kita Bervegan dibuat dengan teknik 2D, ilustrasi yang iconic dengan motion graphics dan infographic yang sederhana.

8. Nilai tambah

Nilai tambah dari animasi edukasi ini adalah informasi yang diberikan masih banyak orang belum mengetahuinya. Sehingga dengan menyaksikan animasi edukasi ini, yang sebelumnya belum tahu menjadi lebih tahu. Selain itu karakter yang iconic dan penggunaan warna yang cerah membuat anak-anak lebih tertarik untuk menontonnya.

Gambar

Gambar 2.1 Warna Primer  Sumber : ahlidesain.com
Gambar 2.2 Warna Sekunder  Sumber : ahlidesain.com
Gambar 2.4 Warna Komplementer  Sumber : ahlidesain.com
Gambar 2.6 Bagan Teori Piaget   Sumber : rincondelvago.com
+7

Referensi

Dokumen terkait

1. Fokus penelitian adalah untuk menjawab pertanyaan “bagaimana” dan “mengapa”. Peneliti tidak dapat memanipulasi perilaku mereka yang terlibat dalam

(PD. Berdasarkan Tugas dan fungsi PD. Pasar Jaya tersebut maka sangat jelas bahwa pasar tradisional merupakan fasilitas kota yang harus disediakan dan dikelola secara baik dan

Berdasarkan permasalahan tersebut, tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan persepsi guru pada strategi yang efektif dalam mengajar membaca melalui

Hal ini ditunjukkan dengan pemberian restu atau persetujuan Presiden Joko Widodo atas usulan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terkait pembentukan enam holding

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sistem pemberian upah, kinerja karyawan serta pengaruh upah terhadap kinerja karyawan pada usaha Batik Tulis Madura

Selain itu jika mereka tidak menggunakan ornamen ritual seperti duka dan kembang maka mereka juga tidak menggunakan riasan wajah dan aksesoris pelengkap lainnya, dengan

Penelitian ini merupakan sebuah strategi pengembangan makanan khas Bali berbasis teknologi informasi, maksudnya adalah resep-resep yang diajarkan secara turun temurun , akan