• Tidak ada hasil yang ditemukan

ل ب ي ك ي ار س و ل الله

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ل ب ي ك ي ار س و ل الله"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

ِﻪﻠﻠا َﻝْﻭُﺱَﺮاَﻱ َﻙْﻱَّﺏَﻝ

Ketika Allah swt. memerintahkan kita untuk shalat, maka Allah tidak shalat. Saat Allah memerintahkan kita untuk puasa, zakat, haji dan ibadah-ibadah lainnya, maka Allah tidak melakukan ibadah tersebut. Akan tetapi, ketika Allah swt. memerintahkan kita untuk

bershalawat kepada Rasulullah saw., maka Allah swt. sendirilah yang telah memulainya terlebih dahulu bersama para malaikat-Nya.

Bukankah di dalam firman-Nya Allah telah mengingatkan,

َﻦﻳِﺫَّﻞا ﺍَﻩُّﻱَﺃ ﺍَﻱ ِّﻱِﺏَّﻦﻠا ﻯَﻝَﻉ َﻦوُّﻝَﺹُﻱ ُﻩَﺕَﻙِﺊاَﻝَﻡَﻭ َﻩَّﻞﻠا َّﻥِﺇ ﺍًﻢﻳِﻝْﺱَﺕ ﺎوُﻡِّﻝَﺱَﻭ ِﻩْﻱَﻝَﻉ ﺎوُّﻝَﺹ ﺎوُﻥَﻡَﺁ

"Sesungguhnya Allah swt. dan para malaikat-Nya telah bershalawat kepada nabi (Rasulullah Muhammad saw.), wahai orang-orang yang beriman! Bershalawatlah kalian kepada Nabi dan uacapkanlah salam penghormatan kepadanya". (QS. Al-Ahzab:56).

Ini adalah bukti keutamaan Rasulullah saw. di hadapan Allah swt. Bahkan, tidak seorang makhluk pun yang namanya disandingkan dengan nama Allah kecuali nama beliau. Bukankah di dalam syahadat kita mengucapkan:

"ِﻪﻠﻠا ُﻝْﻭُﺱَﺭ ﺍًﺩَّﻡَﺡُﻡ َّﻥَﺃ ُﺩَﻩْﺵَﺃ َﻭ ﻪﻠﻠا َّﺎﻟِﺇ َﻩَﻝِﺇ َﺎﻟ ْﻥَﺃ ُﺩَﻩْﺵَﺃ" "Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah

rasul (utusan) Allah".

Selain itu, bukti lain akan keutamaan Rasulullah saw di hadapan Allah swt. adalah, jika di dalam Al-Qur’an Allah memanggil para Nabi dengan sebutan nama mereka, seperti: Musa, Ayyub, Zakaria, dll., tetapi ketika memanggil nama Muhammad saw., Allah swt. menyapanya dengan sebutan, “Wahai Nabi”.

Ternyata Allah swt. saja sangat menghormati beliau. Lalu, bagaimanakah kita?!

Bahkan, para sahabat pun ditegur oleh Allah ketika mereka berlaku tidak sopan di hadapan Rasulullah saw.

Saat rombongan Bani Tamim menghadap Rasulullah saw. untuk meminta beliau menunjuk pemimpin bagi mereka. Sebelum Rasulullah saw. mengambil keputusan, Abu Bakar dan Umar sudah saling berdebat. Abu Bakar berkata: “Wahai Rasul angkatlah Al-Qa’qa bin Ma’bad sebagai pemimpin mereka.” Umar menjawab, “Tidak ya Rasul, akan tetapi angkatlah Al-Aqra’ bin Habis.” Lalu Abu Bakar pun berkata kepada Umar, “Kamu hanya ingin membantah aku saja,” Umar menjawab, “Aku tidak bermaksud membantahmu.” Keduanya berbantahan sehingga suara mereka terdengar makin keras. Ketika itu turunlah ayat:

ِﻩَّﻞﻠا ِﻱَﺩَﻱ َﻥْﻱَﺏ ﺎوُﻡِّﺩَﻕُﺕ ﺍَﻝ ﺎوُﻥَﻡَﺁ َﻦﻳِﺫَّﻞا ﺍَﻩُّﻱَﺃ ﺍَﻱ

ﺍَﻩُّﻱَﺃ ﺍَﻱ (1) ٌﻢﻳِﻝَﻉ ٌﻊﻳِﻡَﺱ َﻩَّﻞﻠا َّﻥِﺇ َﻩَّﻞﻠا ﺎوُﻕَّﺖاَﻭ ِﻩِﻞوُﺱَﺭَﻭ ﺍَﻝَﻭ ِّﻱِﺏَّﻦﻠا ِﺕْﻭَﺹ َﻕْﻭَﻑ ْﻡُﻙَﺖاَﻭْﺹَﺃ ﺎوُﻉَﻑْﺭَﺕ ﺍَﻝ ﺎوُﻥَﻡَﺁ َﻦﻳِﺫَّﻞا َﻁَﺏْﺡَﺕ ْﻥَﺃ ٍﺽْﻉَﺏِﻝ ْﻡُﻙِﺽْﻉَﺏ ِﺭْﻩَﺝَﻙ ِﻝْﻭَﻕْﻞاِﺏ ُﻩَﻝ ﺎوُﺭَﻩْﺝَﺕ

(2) َﻦوُﺭُﻉْﺵَﺕ ﺍَﻝ ْﻡُﺕْﻥَﺃَﻭ ْﻡُﻙُﻞاَﻡْﻉَﺃ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya. Takutlah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui. Hai

orang-orang yang beriman, janganlah kamu menaikkan suaramu di atas suara Nabi. janganlah kamu mengeraskan suara kamu dalam percakapan dengan dia seperti mengeraskan suara

(2)

kamu ketika bercakap sesama kamu. Nanti hapus amal- amal kamu dan kamu tidak menyadarinya”. (QS. Al-Hujurat 1-2)

Setelah mendengar teguran itu Abu Bakar berkata, “Ya Rasululla, demi Allah, sejak sekarang aku tidak akan berbicara denganmu kecuali seperti seorang saudara yang membisikkan rahasia.” Umar juga berbicara kepada Rasulullah saw. dengan suara yang lembut.

Kemuliaan Rasulullah saw. ternyata tidak sebatas itu saja. Dalam Alqur'an Allah swt. bahkan memuji keutamaan akhlaqnya. Dan, dalam banyak hadits ramai disebutkan

keutamaan-keutamaannya. Beliau adalah orang yang pertama sekali masuk surga, orang yang dapat memberi syafaat bagi banyak umatnya, dan tentunya, orang yang paling bertaqwa. Karena itulah, hampir seluruh sahabat, ketika mereka ditanya tentang akhlaq Rasulullah saw., mereka hanya menjawab dengan tangisan. Tak mampu menggambarkan keindahannya. Begitulah yang terjadi dengan Umar bin Khaththab ra., Bilal bin Rabah ra., dan Ali bin Abi Thalib ra.

Beberapa waktu setelah wafatnya Rasulullah saw., seorang arab badui datang menemui Umar bin Khaththab ra., arab badui itu berkata, "Ceritakanlah kepadaku akhlak Muhammad!". Umar menangis mendengar permintaan tersebut. Bahkan ia tidak sanggup berkata apa pun. Umar menyuruh arab badui itu untuk menemui Bilal dan menanyakan hal itu kepadanya.

Setelah bertemu Bilal dan menanyakan pertanyaan yg sama, arab badui tadi mendapatkan jawaban yang serupa, tangisan. Ya, tangisanlah jawaban Bilal ketika ia diminta untuk menceritakan tentang akhlak Rasulullah saw., Bilal menangis tersedu, ia pun tak sanggup menceritakan apa-apa. Seperti halnya Umar, Bilal hanya dapat meminta laki-laki tersebut untuk menjumpai Ali bin Abi Thalib.

Laki-laki badui itu mulai heran. Dalam hatinya ia bergumam, "bukankah Umar merupakan sahabat utama Nabi, begitu pula Bilal? Tapi mengapa mereka tidak dapat menceritakannya?!. Dengan penuh harap, Badui itu pun pergi menemui Ali.

Ali menjawab pertanyaannya dengan kembali bertanya, "Ceritakanlah kepadaku akan

keindahan dunia ini!." "Bagaimana mungkin aku dapat menceritakan semua keindahan dunia ini?" sangkal si badui. "Jika untuk menceritakan keindahan dunia saja engkau tidak sanggup, padahal Allah telah berfirman bahwa, sungguh dunia ini kecil dan hanyalah senda gurau belaka, lalu bagaimana mungkin aku dapat melukiskan akhlak Muhammad saw., sedangkan Allah swt. sendiri telah berfirman bahwa,

"ٍﻡْﻱِﻅَﻉ ٍﻕُﻝُﺥ ﻯَﻝَﻉَﻝ َﻙَّﻥِﺇَﻭ"

"Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berada di atas akhlak-akhlak yang agung! (QS. Al-Qalam [68]: 4)"

Setiap sahabat memiliki kesan tersendiri terhadap keagungan akhlak rasulullah saw. yang mereka rasakan saat berinteraksi dengan beliau. Sehingga kalaupun mereka harus

menceritakan kemuliaan akhlak Rasulullah, maka hanya satu sisilah yang dapat mereka sampaikan. Tidak semuanya.

Begitupun halnya denga Aisyah ra., istri yang paling dicintai oleh Rasulullah saw. itu, ketika diminta untuk menceritakan akhlak Rasullullah saw., Aisyah hanya mengatakan,

"sesungguhnya akhlak Rasulullah saw. itu adalah Al-Qur'an".

Dalam riwayat lain juga diceritakan bahwa, satu subuh, saat Aisyah terbangun dari tidurnya. Ia tidak mendapatkan Rasulullah saw. berada di sampingnya. Maka Aisyah segera membuka pintu rumah dan melihat keluar. Alangkah terkejutnya ia, tatkala mendapatkan suaminya tidur di depan rumah.

(3)

khawatir mengganggu tidurmu. Karena itulah aku tidur di depan pintu." Jawab Rasulullah saw. dengan lembut.

Demikianlah akhlak Rasulullah saw., bahkan terhadap istrinya sekalipun. Beliau tidak ingin mengganggu tidurnya, meskipun beliau berhak untuk mendapatkan sambutan yang baik ketika pulang. Maka marilah kita berkaca pada diri kita masing-masing. Bagaimanakah perilaku kita terhadap isteri kita?

Tidakkah kita ingat bahwa, Rasulullah saw. telah mengingatkan, "Berhati-hatilah kamu terhadap isterimu, karena sesungguhnya kamu akan ditanya tentangnya di hari akhir nanti."

Dalam banyak riwayat yang lain kita juga dapat melihat akan kerendahan hati Rasulullah saw. terhadap para sahabatnya dan bagaimana beliau lebih senang memuji mereka daripada mencari kekurangan dan kejelekan mereka. 

Abu Bakar, beliau sebutkan sebagai orang yang paling lembut perangainya di antara umatnya. Umar, dijuluki sebagai orang yang paling keras (tegas) dalam mendirikan syari'at Allah. Utsman dipuji sebagai orang yang paling pemalu, bahkan lebih pemalu dari seorang gadis sekalipun. Dan Ali, beliau banggakan sebagai orang yang paling faqih dalam menentukan hukum Allah swt.

Abdullah ibnu Jarrah beliau juluki sebagai aminul ummah, Bilal beliau jamin sebagai penduduk surga, dan masih banyak lagi hadits-hadits Rasulullah saw. lain yang menerangkan, bagaimana beliau senang memotivasi sahabat-sahabatnya dengan memuji mereka.

Tapi lihatlah bagaimana kita sekarang?! Bukankah jika ada seorang rekan yang punya sembilan kelebihan dan satu kekurangan, maka kita jauh lebih tertarik untuk membicarakan yang satu itu dan melupakan yang sembilan?!. 

Ah... ternyata kita belum suka memuji; kita masih suka mencela. Ternyata kita belum benar-benar mengikuti sunnah Nabi.

Dalam satu kesempatan menjelang akhir hayatnya, Rasulullah saw. berkata pada para sahabatnya, “Sebentar lagi, barangkali Allah swt. akan memanggilku. Aku tidak ingin jika di padang mahsyar nanti ada di antara kalian yang ingin menuntut balas atas perbuatanku pada kalian. Maka bila ada di antara kalian yang keberatan dengan perbuatanku terhadap kalian di waktu yang lalu, ucapkanlah!” Sahabat yang lain terdiam, namun ada seorang sahabat yang tiba-tiba bangkit dan berkata, “Dahulu ketika engkau memeriksa barisan saat ingin pergi

perang, engkau meluruskan posisiku dengan tongkatmu. Aku tak tahu apakah engkau sengaja atau tidak, tapi aku ingin menuntut qishash hari ini.” Para sahabat lain terpana, tidak

menyangka akan ada yang berani berkata seperti itu. Umar langsung berdiri dan siap

“membereskan” orang itu. Akan tetapi Rasulullah saw. melarangnya. Rasulullah saw. meminta Bilal untuk mengambil tongkat ke rumah beliau. Siti Aisyah yang berada di rumah pun

tercengang, tidak percaya.

Rasulullah saw. memberikan tongkat tersebut kepada sahabat tadi seraya menyingkapkan bajunya, sehingga terlihatlah perut beliau. Lalu Rasulullah saw. pun berkata, “Lakukanlah!” Detik demi detik berikutnya menjadi sangat menegangkan. Tetapi terjadi suatu keanehan. Sahabat tersebut malah memeluk perut Nabi saw. dan menciumnya sambil menangis,

“Sungguh maksudku hanyalah untuk memelukmu dan merasakan kulitku bersentuhan dengan tubuhmu!. Aku ikhlas atas semua perilakumu wahai Rasulullah”. Seketika itu juga terdengar ucapan, “Allahu Akbar” berkali-kali.

Sahabat tersebut tahu, bahwa permintaan Rasulullah saw. itu tidak akan diucapkan sekiranya beliau tidak merasa bahwa ajalnya semakin dekat. Sahabat itu tahu bahwa saat perpisahan sudah dekat, ia ingin memeluk Rasulullah saw. sebelum Allah swt. memanggil beliau ke

(4)

hadirat-Nya.

Pelajaran yang harus kita mabil dari kisah ini adalah, bahwa menyakiti orang lain baik hati maupun badannya merupakan perbuatan yang amat tercela. Allah tidak akan memaafkan sebelum orang yang kita sakiti memaafkan kita. Karena itulah Rasulullah saw. sangat

berhati-hati dan khawatir sekiranya ada orang yang pernah beliau sakiti dan belum meminta maaf kepadanya.

Jika baginda nabi, Rasulullah saw. merasakan seperti itu, lalu bagaimanakah kita?! Pernahkah kita merasa takut akan dituntut di hadapan Allah oleh orang-orang yang pernah kita sakiti?! Pernahkah kita merasa khawatir bahwa orang-orang yang pernah kita zhalimi belum

memaafkan kita?!

Jawaban atas pertanyaan ini, adalah cermin bagaimana cinta kita kepada Nabi.

Cinta kepada Rasulullah saw. inilah yang telah membuat Ali bin Abi Thalib, ketika menjabat sebagai khalifah, duduk di depan rumahnya sambil memegang segelas susu basi. Sahabat yang ketika itu melihatnya, bertanya, "Wahai Amirul Mukminin! Apa yang engkau lakukan? Bukankah engkau bisa meminum susu yang masih segar?! Ali ra., menjawab, "Aku pernah melihat Rasulullah saw. melakukan hal ini, dan aku ingin kembali mengenangnya". Yah, sekedar mengenang. Subahanallah! Bahkan terhadap perkara yang tidak lazim pun para sahabat Nabi mengikutinya, lalu bagaimanakah dengan yang lazim? Sudah tentu mereka tidak pernah meninggalkannya.

Bagaimana dengan kita?!

Lebih dari semua itu, yang patut menjadi bahan introspeksi bagi kita adalah, kisah

perbincangan antara Rasulullah saw. dan Utbah bin Rabi'ah, salah seorang pembesar kaum Quraiys. 

Dalam satu kesempatan, Rasulullah saw., didatangi oleh utusan pembesar kaum Quraisy, Utbah bin Rabi'ah. Ia berkata kepada Rasulullah saw., "Wahai kemenakanku, engkau datang membawa agama baru, apa yang sebetulnya engkau kehendaki?. Jika engkau menghendaki harta, akan kami kumpulkan kekayaan kami, Jika engkau menginginkan kemuliaan akan kami muliakan engkau. Jika ada sesuatu penyakit yang engkau derita, akan kami carikan obatnya. Dan, jika engkau mendambakan kekuasaan, biar kami jadikan engkau penguasa kami". Rasulullah saw., mendengar dengan sabar uraian tokoh musyrik ini. Tidak sekalipun beliau membantah atau memotong pembicaraannya. Ketika Utbah berhenti, Rasulullah saw. pun bertanya, "Sudah selesaikah engkau, wahai Abu Walid?" "Sudah." Jawab Utbah.

Rasulullah saw. segera menjawab uraian Utbah itu dengan membaca surat Al-Fushilat. Dan, ketika sampai pada ayat sajdah, Rasulullah saw. pun bersujud. Sementara Utbah duduk mendengarkan Nabi sampai menyelesaikan bacaannya.

Kita tentu tidak heran bagaimana Rasulullah saw. dapat dengan sabar mendengarkan perkataan Utbah. Sebab, kita telah mengetahui bagaimana akhlak nabi dalam menghormati pendapat orang lain.

Yang mengherankan sebenarnya adalah perilaku kita sekarang. Bahkan oleh si Utbah, si musyrik itu pun kita kalah. Utbah mau mendengarkan Rasulullah saw. dan meminta kaumnya untuk membiarkan Nabi menyelesaikan bicaranya.

Bagaimana dengan kita?! Jangankan mendengarkan pendapat orang kafir, kita bahkan tidak mau mendengarkan pendapat saudara kita sendiri, sesama muslim.

Ah... barangkali kita perlu sering-sering ngaca, sebelum berkoar sudah mencintai nabi. Barangkali kita masih perlu banyak belajar untuk mengungkapkan,

(5)

"ِﻪﻠﻠا َﻝْﻭُﺱَﺮاَﻱ َﻙْﻱَّﺏَﻝ" Ditulis oleh: H. Khairun Naim, Lc., M.E.I.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menggunakan cara yang sama panjang maksimum partikel bergerak pada ESP jenis elektroda plat sejajar dapat dirumuskan,sehingga didapatkan persamaan pada saat

Dan ada pula alur kerja semantic Andrew File System yang dibuat dalam aplikasi ini terdapat pada gambar berikut ini dimana, operasi read read dan write dilakukan

dihindarkan oleh pasangan suami isteri dengan sentiasa berwaspada. Yang penting, jangan meninggalkan perkara yang wajib yang Allah perintahkan seperti yang dianjurkan di dalam

Ang tunay na tunguhin ng lipunan ay ang kabutihan ng komunidad na nararapat bumalik sa lahat ng indibidwal tunguhin ng lipunan ay ang kabutihan ng komunidad na nararapat bumalik

- 1 (satu) orang Asissten Tenaga Ahli/konsultan Asing yang mempunyai pengalaman minimal 5 (lima) tahun di bidang hukum penanaman modal internasional; menangani

Hasil penelitian menunjukkan nilai sign korelasi kematangan emosi dengan pengambilan keputusan karier adalah 0,000 dengan nilai person corerelation sebesar 0,762 dengan

Untuk fasilitas yang ada di Pantai Ngobaran ini Dinas Pariwisata hanya berkontribusi di tiket masuk saja. Namun untuk kelengkapan fasilitas di kawasan Pantai Ngobaran sendiri

Tingkat upaya penangkapan yang dalam jangka panjang memberikan hasil tertinggi dicirikan oleh F msy dan hasil tangkapannya dicirikan oleh MSY (Maximum