• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II METODOLOGI. Tabel 1 Data hasil IHMB di PT. Inhutani I UMH Labanan. Jumlah plot Plot model Plot validasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II METODOLOGI. Tabel 1 Data hasil IHMB di PT. Inhutani I UMH Labanan. Jumlah plot Plot model Plot validasi"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

METODOLOGI

2.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan September 2011 sampai dengan Januari 2012 di Laboratorium Fisik Remote Sensing dan GIS, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

2.2 Data, Software, dan Hardware

a). Data IHMB

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data hasil IHMB (Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala) di PT Inhutani I UMH Labanan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Jumlah plot yang digunakan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Data hasil IHMB di PT. Inhutani I UMH Labanan

No Jenis Jumlah plot Total

Plot model Plot validasi

1 Kayu Lindung 126 125 251

2 Kayu Meranti 544 543 1087

3 Kayu Rimba 500 494 994

4 Kayu Indah 376 353 729 Sumber: RKUPHHK-HA PT Inhutani I Labanan (2010)

Peta sebaran plot model dan plot validasi disajikan pada Gambar 1 sampai dengan Gambar 4. Plot pada jenis kayu meranti dan kayu rimba tersebar secara merata berselang-seling (Gambar 3 dan Gambar 4). Jenis kayu indah plot tersebar sembarang berselang-seling dan jarang (Gambar 1). Plot untuk jenis kayu lindung sangat jarang dan tersebar tidak merata berselang-seling (Gambar 2).

(2)

Gambar 1 Peta sebaran plot model dan plot validasi kayu indah.

Gambar 2 Peta sebaran plot model dan plot validasi kayu lindung.

7

(3)

Gambar 3 Peta sebaran plot model dan plot validasi kayu meranti.

(4)

b). Software

Software yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah

seperangkat komputer yang dilengkapi dengan software ArcView 3.3 (Extension berbasis IHMB dan Kriging Interpolator 3.2), dan MS Excel.

c). Hardware

Hardware yang digunakan adalah seperangkat komputer ( 2 buah) dan PC

(Portable Computer), dan printer.

2.3 Metode Interpolasi

Interpolasi spasial adalah suatu teknik untuk menghitung nilai antara di antar dua titik atau lebih titik yang secara spasial berdekatan. Metode interpolasi permukaan umumnya dilakukan dengan 2 metode: Inverse Distance Weight (IDW), Spline, dan Kriging.

Dalam interpolasi dengan menggunakan metode IDW, terdapat dua parameter yang bisa dipelajari yaitu power dan jumlah sampel. Pada penelitian ini hanya dipelajari parameter power. Metode Spline memiliki dua parameter juga, yaitu regularized dan tension. Namun dalam penelitian ini hanya akan dikaji parameter regularized . Sedangkan pada metode Kriging hanya akan dipelajari parameter dari Ordinary Kriging saja. Hasil interpolasi dari ketiga metode tersebut ditransformasi menjadi isoline yang selanjutnya ditransformasi menjadi

polygon .

Selain itu pada metode Kriging ditunjukkan beberapa bentuk semivariogram berdasarkan bobot yang terbaik pada masing-masing jenis kayu. Semivariogram ini merupakan proses awal ketika melakukan interpolasi menggunakan metode

Kriging. Semivariogram akan menampilkan nilai aktual dan nilai prediksi dari

bobot (method) yang dipilih.

1. Metode IDW

Metode Inverse Distance Weight (IDW) interpolator ini mengasumsikan bahwa masing-masing input titik mempunyai pengaruh lokal, dimana-mana 9

(5)

pengaruh lokalnya akan berkurang dengan bertambahnya jarak. Bobot dari titik-titik yang lebih dekat dari titik-titik yang diproses lebih besar dari yang jaraknya lebih jauh. Oleh karena itu, sejumlah piksel (titik) tertentu atau semua titik dalam radius tertentu dapat digunakan untuk menentukan nilai outputnya.

(a) (b) Gambar 5 Ilustrasi metode interpolasi IDW.

Metode interpolasi dengan Jarak Terbalik Tertimbang adalah metode interpolasi dimana nilai sel yang dihitung berdasarkan kombinasi linear tertimbang dari suatu set titik. Besarnya bobot merupakan fungsi dari besarnya nilai kebalikan jarak. Permukaan yang akan diinterpolasi sebaiknya merupakan suatu variabel yang sangat bergantung pada lokasi. Pilihan dari besarnya nilai ”pangkat” dari IDW menyebabkan kita bisa mengendalikan signifikansi dari titik yang akan diinterpolasi. Hal itu mampu mengendalikan signifikansi dari titik-titik yang diketahui pada nilai interpolasi, berdasarkan jarak dari output.

Dengan mendefinisikan nilai pangkat yang lebih tinggi, penekanan lebih diberikan pada titik-titik yang lebih dekat, sehingga nilai yang lebih dekat memberikan pengaruh yang lebih besar, serta bentuk permukaan menjadi lebih detail (mendekati halus). Jika nilai pangkat semakin besar, maka nilai hasil interpolasi mulai mendekati nilai-nilai dengan jarak yang terdekat. Dengan kata lain, jika nilai pangkatnya semakin rendah maka akan menghasilkan pengaruh sedikit dibandingkan pengaruh yang lebih tinggi terhadap titik-titik yang lokasinya lebih jauh. Oleh karena rumus IDW tidak terkait dengan proses fisik yang riil, maka tidak ada untuk menentukan nilai pangkat yang terlalu besar. 10 Titik Contoh Titik Contoh Nilai yang tidak diketahui “?”

(6)

Secara umum, pangkat dengan nilai 30 merupakan nilai yang sangat besar dan sering menjadi pertanyaan besar (Jaya 2010).

Pangkat (power) yang digunakan dalam IDW akan mengatur signifikasi pengaruh dari titik-titik yang ada di sekitar. Dengan pangkat yang lebih tinggi maka akan menghasilkan pengaruh jarak ke titik di sekitarnya lebih rendah. Masing-masing titik pada barrier thema garis input digunakan sebagai batas yang membatasi pencarian titik-titik input contoh. Dengan metode IDW, beberapa pilihan yang harus dilakukan adalah menggunakan:

a. Interpolasi Tetangga Terdekat (Nearest Neighbors/NN), dimana harus memilih sejumlah input titik di sekitarnya (number of neighbours/input

points); dan

b. Radius Tetap (Fixed Radius/FR), yaitu radius pencarian point. Tetapkan berapa pangkatnya (power) dan barriernya.

Secara matematis rumus IDW disajikan pada persamaan (1):

                   n i i n i i i D D Z Z 1 2 1 2 1 1 Keterangan:

Z = nilai sediaan pada lokasi tertentu Zi = nilai sediaan tegakan ke-i

Di = jarak ke-i 2. Metode Spline

Metode atau Interpolator spline adalah metode dengan tujuan umum untuk meminimumkan lekukan-lekukan (patahan) permukaan yang melewati titik-titik input. Konsepsinya dari metode Spline ini adalah seperti menekuk-nekuk karet untuk melewati suatu titik sekaligus meminimalkan jumlah patahan dari permukaan. Metode ini cocok dengan fungsi matematis terhadap sejumlah input titik ketika melewati seluruh titik-titik contoh. Untuk interpolasi data IHMB, metode Spline ini tidak diajurkan mengingat hasil interpolasinya bisa berada di luar nilai-nilai sediaan tegakannya. Hal yang paling mencolok, metode ini dapat menghasilkan nilai sediaan yang negatif. Metode ini sangat cocok untuk 11

(7)

permukaan yang topografinya bergelombang seperti permukaan air tanah, ketinggian dan atau konsentrasi polusi yang perubahan spasialnya sangat halus. Ini sangat tidak cocok untuk ada perubahan yang besar dalam suatu permukaan untuk jarak yang pendek, karena hasilnya akan dapat melampaui nilai estimasi. Metode Spline ini dapat menggunakan pendekatan yaitu:

a) Metode tertatur (Regularized method) akan menghasilkan permukaan yang halus (smooth surface). Dengan pendekatan ini harus menetapkan bobot parameter yang mendefinisikan bobot dari turunan ketiga dari suatu permukaan dalam expresi untuk minimasi lekukan.

b) Metode tensi (Tension method), yang akan mengatur tingkat kekasaran/kekakuan permukaan sesuai dengan karakter dari fenomena yang dimodelkan. Jika memilih pendekatan ini, maka parameter weight menyatakan bobot tensi. Jumlah dari parameter titik mengidentifikasi jumlah titik per region yang digunakan untuk aproksimasi lokal. Metode

tension ini akan mengatasi kekakuan interpolasi permukaan sesuai dengan

karakter dari fenomena yang dimodelkan (Jaya et al. 2010). Secara umum metode Spline disajikan pada persamaan (2):

) ( ) , ( ) , ( rj N i j y x y x

T

j

R

S

Keterangan: j = 1,2,…..,N N = jumlah titik j

 = koefisien yang ditemukan dari suatu sistem pada persamaan linier rj = jarak dari titik (x,y) ke j

T(x,y) dan R (r) didefinisikan secara terpisah, tergantung pada opsi pilihan: Untuk pilihan REGULARIZED:

y

a

x

a

a

T

(x,y)

1

2

3

Untuk TENSION: 1 ) , ( a Tx y  12 13 ………..(2) ……….(3) ………(4)

(8)

3. Metode Kriging

Menurut Primatika (2011), metode Kriging merupakan interpolasi suatu nilai peubah pada suatu titik (lokasi) tertentu yang dilakukan dengan mengamati data yang sejenis di lokasi lainnya. Metode ini menghasilkan dugaan yang bersifat tak bias linier terbaik (Best Linier Unbiased Estimator). Metode interpolasi untuk pendugaaan dalam geostatistika yang disebut sebagai Kriging , didasarkan atas struktur spasial dari data yang dimodelkan oleh variogram (Wackernagel 1998 dalam Tiryana 2005). Pada dasarnya, suatu metode Kriging akan menentukan pembobot (weights) untuk nilai-nilai pengamatan yang kemudian digunakan untuk memprediksi nilai dugaan pada lokasi-lokasi yang tidak diambil sampelnya, serta meminimumkan sisaan dan menghasilkan nilai-nilai dugaan yang tidak berbias (Watson et al. 2001).

Salah satu metode Kriging yang umum digunakan adalah Ordinary Kriging, dimana nilai dugaan pada lokasi x (dinotasikan sebagai Z(x)) diduga dari nilai pengamatan (xi) disekitarnya dengan pembobot (αi) melalui persamaan (5). Pada penelitian ini metode Ordinary Kriging digunakan karena dapat menghasilkan beberapa bentuk semivariogram yang berbeda dibandingkan dengan metode

Kriging lainnya. Semivariogram ini nantinya berguna dalam menentukan dan

memilih dialog yang terbaik berdasarkan informasi dari masing-masing semivariogram. Selain itu tidak ada trend dalam data dan tidak ada pengaruh lokal, seperti tinggi. Artinya metode ini hanya dipengaruhi oleh faktor jarak.

(

)

) (

Z

xi

Z

x

i Keterangan: ∑αi =1

Z(x) = nilai dugaan pada lokasi x Xi = nilai pengamatan

αi = pembobot

Ordinary Kriging yaitu metode Kriging yang digunakan jika data memenuhi

asumsi stasioner intrinsik dan mean dari populasi diasumsikan konstan akan tetapi nilainya tidak diketahui. Ketepatan dugaan Kriging sangat bergantung pada model semivariogram yang dipilih yang digunakan untuk menentukan bobot Kriging. ………(5)

(9)

(Cressie 1993 dalam Primatika 2011). Pertimbangan terpenting dalam Kriging adalah metode ini memberikan bobot yang lebih besar pada titik contoh dengan jarak yang lebih dekat dibandingkan dengan titik contoh dengan jarak lebih jauh (Khoerudin 2010 dalam Primatika 2011).

Ukuran keragaman spasial antar titik contoh dapat ditunjukkan oleh semivarian yang besarnya bergantung pada jarak antar titik (Khoerudin 2010 dalam Primatika 2011). Jarak antar titik contoh yang kecil akan menghasilkan semivarian yang kecil dan semakin besar jarak antar titik contoh akan menghasilkan semivarian yang semakin besar. Konsep jarak yang digunakan adalah jarak euclide. Plot semivarian sebagai fungsi jarak disebut variogram. Semivariogram berfungsi untuk menggambarkan dan memodelkan korelasi spasial antar data.

Adapun metode-metode Kriging lainnya, seperti Universal Kriging dan

Kriging with External Drift, merupakan perluasan dari Kriging (Tiryana 2005).

2.4 Metode Penelitian 2.4.1 Pengumpulan Data

Pada tahap ini, dilakukan studi pustaka tentang penelitian ini. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan secara tidak langsung (sekunder). Pengumpulan data ini dilakukan dengan mengambil data sekunder yaitu berupa data kondisi umum lokasi penelitian antara lain :

a. Letak dan luas areal b. Fungsi hutan

c. Iklim

d. Topologi dan Kelerengan e. Geologi

f. Tanah g. Hidrologi

h. Kondisi Vegetasi i. Aksesbilitas

j. Kondisi Sosial Ekonomi

(10)

Selain data kondisi umum lokasi penelitian juga dilakukan pengumpulan atribut data hasil IHMB {urut, blok, idplot, easting, northing, N (jumlah), No RG, tinggi, slope (U;T;S;B), fisiografi, tapak, tekstur, bekas tebang, tutupan lahan, idpohon, no pohon, jumlah jenis, kelompok jenis, diameter pohon, kualitas tajuk, cacat batang, kerusakan batang, x pohon, y pohon, jarak x, jarak y, tinggi total, tinggi bebas cabang, diameter tajuk, volume dan kondisi}.

2.4.2 Pengolahan Data

2.4.2.1 Perhitungan Volume per Hektar

Volume per hektar dihitung berdasarkan volume per plot dalam atribut data hasil IHMB yang dibagi dengan luasan plot masing-masing. Untuk kelas dbh 10-19 memiliki luas plot sebesar 0,01 ha, kelas dbh 20-29 sebesar 0,04 ha, kelas dbh 30-39; 40-49; 50-59; dan kelas dbh 60 ke atas sebesar 0,25 ha. Berdasarkan volume per hektar dari masing-masing kelas, dibagi lagi menjadi 2 kelas dbh utama yaitu kelas dbh >10 cm dan kelas dbh >40 cm. Perhitungan Volume per hektar dilakukan dengan bantuan ekstension IHMB pada software ArcView 3.3.

2.4.2.2 Pemilihan Data Contoh

Kajian interpolasi ini dilakukan menggunakan data sampel IHMB sebanyak 4 jenis pohon, yaitu kayu indah, kayu lindung, kayu meranti, dan kayu rimba. Data yang diolah untuk jenis kayu indah sebanyak 729 plot, kayu lindung sebanyak 251 plot, kayu meranti sebanyak 1087 plot, dan kayu rimba sebanyak 994 plot. Untuk kajian ini data tersebut kemudian dibagi menjadi 2 kelompok secara berselang-seling, yaitu setengah plot digunakan untuk membangun model dan setengahnya lagi untuk validasi model. Data yang dikaji adalah volume sediaan tegakan keempat jenis pohon dengan dbh 10 cm atau lebih dan 40 cm atau lebih.

2.4.2.3 Analisis Sistem Informasi Geografis (SIG)

Rekap data hasil pengolahan dan pengelompokkan data yang telah diolah menggunakan program pengolahan data, selanjutnya dilakukan analisis spasial menggunakan software ArcView 3.3 (Extension berbasis IHMB dan Kriging 15

(11)

Interpolator 3.2) guna menghasilkan estimasi penyebaran potensi volume per

petak.

a. Pembuatan Isoline Sediaan Tegakan

Secara umum, isoline dapat dibangun dengan beberapa macam teknik interpolasi, yaitu metode Inverse Distance Weight (IDW), metode Spline dan metode Kriging. Untuk penelitian ini, metode IDW yang dikaji menggunakan metode “nearest neighbors” dengan berbagai tingkat power (power 1 sampai 30), jumlah titik 12 dan ukuran sel 30 m. Metode Spline yang dikaji menggunakan metode “regularized” dengan berbagai tingkat weight (0,1; 0,3; 0,5; 1; 2; 3; 4 dan 5), jumlah titik 12 dan ukuran sel 30 m (Tabel 2). Sedangkan metode Kriging dikaji menggunakan metode “Ordinary Kriging” dengan berbagai tingkat method (Circular, Exponential, Gaussian, Linier with Sill dan Spherical), lag interval 30 m, search distance 50 m dan ukuran sel 30 m (Tabel 3).

Tabel 2 Variasi bobot pada metode interpolasi IDW dan Spline yang digunakan

No Tehnik

Interpolasi

Metode Bobot Jumlah

Titik Ukuran Sel (m) 1 IDW Nearest Neigbors 1,2,3…, 30 12 30 2 Spline Regularized 0,1 0,3 0,5 1 2 3 4 5 12 30

Tabel 3 Variasi bobot pada metode interpolasi Kriging yang digunakan No Tehnik Interpolasi Type Kriging Lag Interval (m) Method Radius Type Search Distance (m) 1 Kriging Ordinary Kriging 30 Circular Exponential Gaussian Linier with sill Spherical

Fixed 50 16

(12)

b. Pembangunan TIN Sediaan Tegakan

Untuk mendapatkan sediaan tegakan yang mencakup semua lokasi termasuk yang tidak terwakili oleh sampel titik IHMB, maka perlu dilakukan proses pengolahan untuk mengubah fitur garis hasil interpolasi menjadi fitur polygon. Proses ini dapat dilakukan menggunakan metode Triangulated Irreguler Network yang dikenal dengan TIN. Hasil TIN yang terbentuk selanjutkan dapat dikonversi ke grid (convert to grid) dan kemudian ditransformasikan ke vector (convert grid

to vector). Hasil dari konversi vektor ini dapat digunakan sebagai data per petak.

TIN perlu dipelajari atau setidak-tidaknya perlu dipahami oleh teknisi pelaksana IHMB karena TIN mempunyai kemampuan menurunkan data kemiringan lereng yang diperlukan dalam melengkapi daftar isian IHMB, mampu membuat isoline atau kontur dari potensi hutan sehingga hasil interpolasi dapat digunakan untuk menduga perkiraan potensi hutan per petak, dan mampu menurunkan data arah lereng yang diperlukan untuk perspektif landscape yang terkait dengan pengelolaan hutan.

Gambar 6 Ilustrasi pembangunan TIN.

2.4.2.4 Analisis Uji Validasi

Untuk mendapatkan informasi tentang keakuratan dan peringkat dari setiap metode, maka dilakukan uji validasi menggunakan setengah data plot yang secara sengaja dipisahkan untuk melakukan pengujian. Ukuran yang digunakan untuk validasi ini adalah RMSPE (Root Mean Squared Prediction Error), SR (Simpangan rata-rata) dan SA (Simpangan Agregat).

17

Plot

Jaringan segitiga radius

(13)

a. RMSPE (Root Mean Squared Prediction Error), merupakan akar dari rata-rata jumlah kuadrat nisbah antara selisih volume dugaan dari model (Tim) dengan volume aktualnya (Tia) terhadap volume aktual. Nilai RMSPE yang lebih kecil menunjukkan model penduga volume yang lebih baik. RMSPE memiliki rumus sebagai berikut:

Keterangan:

Ti(m) = nilai dugaan ke-i berdasarkan interpolasi Ti(a) = nilai aktual hasil IHMB

b. SR (Simpangan Rata-rata), merupakan rata-rata jumlah dari nilai mutlak selisih antara jumlah volume dugaan dari model (Tim) dan volume aktual (Tia), proporsional terhadap jumlah volume dugaan (Tim). Nilai simpangan rata-rata yang baik adalah tidak lebih dari 10% (Spurr 1952). SR memiliki rumus sebagai berikut:

Keterangan:

Ti(m) = nilai dugaan ke-i berdasarkan interpolasi Ti(a) = nilai aktual hasil IHMB

c. SA (Simpangan Agregat), merupakan selisih antara jumlah volume aktual (Tia) dan volume dugaan (Tim) yang diperoleh berdasarkan dari tabel volume pohon, sebagai persentase terhadap volume dugaan (Tim). Persamaan yang baik memiliki nilai simpangan agregat (SA)

5 . 0 % 100 1 2 ) ( ) ( ) (                               n n i Ti a a i T m i T RMSPE       100% i m i a i m T T T SR x n                  

18

(14)

yang berkisar dari -1 sampai 1 (Spurr 1952). SA memiliki rumus sebagai berikut:

Keterangan:

Ti(m) = nilai dugaan ke-i berdasarkan interpolasi Ti(a) = nilai aktual hasil IHMB

2.4.2.5 Pembuatan rangking (Skoring)

Hasil dari validasi (RMSPE, SR dan SA) akan dihitung nilai skornya dengan rumus sebagai berikut:

1 4 ) min( ) max( ) min(                 ai ai ai ai skor Keterangan:

ai = nilai peubah uji validasi min = nilai terendah

max = nilai tertinggi

n

i

T

n

i

T

n

i

T

SA

m i a i m i

1

1

1

) ( ) ( ) ( 19

(15)

Tahapan Pelaksanaan

Tahapan pelaksanaan secara umum dapat dilihat pada Gambar 7. .

Gambar 7 Diagram alur penelitian.

Mulai Persiapan dan Pengumpulan Data

Perhitungan Volume per Hektar

Pemilihan Data Contoh Data Model Data Validasi Analisis SIG Pembuatan Isoline Pembangunan TIN Convert to grid Convert grid to vector Uji Validasi Skoring Selesai 20 Nilai Tengah Model

Gambar

Gambar 1  Peta sebaran plot model dan plot validasi kayu indah.
Gambar 3  Peta sebaran plot model dan plot validasi kayu meranti.
Gambar 6  Ilustrasi pembangunan TIN.
Gambar 7  Diagram alur penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan bagian bawah kaleng yang berbentuk cekung dengan kedalaman sesuai dengan standar yang telah ditentukan ( dome ),

menggunakan komutator, n komutator, dengan demikian arus yang berbalik dengan demikian arus yang berbalik arah dengan kumparan jangkar arah dengan kumparan jangkar yang berputar

Mengacu pada Peraturan Walikota Kediri Nomor Tahun 2017 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Taman Kanak-Kanak dan Sekolah, maka perlu disusun pedoman

Kesalahan ini terjadi karena pada penulisan aksara Latin, fonem ê, è, dan é hanya dituliskan dengan lambang fonem e saja. Siswa masih belum bisa membedakan kata atau kalimat

Pada tahap ini diharapkan dapat menghasilkan jenis sistem aplikasi yang relevan dengan perusahaan dan apa yang diperlukan untuk dilakukan oleh aplikasi dalam

( Rp ) REALISASI 1 2 3 4 ( Rp ) LEBIH/(KURANG) ( Rp ) 5 Realisasi s.d 31/12/2020 Sumberdana : PBH Penerimaan Bagi Hasil Pajak Retribusi Daerah.

Pelajar yang telah didedahkan kepada teknik pembelajaran melalui laman Web berasaskan teori konstruktivisme merasakan bahawa ia suatu teknik pembelajaran baru yang

Berdasarkan uraian di atas, tampak bahwa penelitian tindakan kelas ini secara keseluruhan semua kriteria aktivitas guru dan aktivitas siswa serta analisis tes hasil