• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB II

LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum

Berdasarkan Setiawan (2011), dinding penahan tanah merupakan kontruksi yang fungsinya sebagai penahan tanah atau untuk mencegah runtuhnya tanah atau lereng yang dibangun di tempat yang strukturnya tidak dapat dijamin oleh lereng itu sendiri.

Basement itu sendiri ialah bagian dari bangunan gedung yang letaknya berada di bawah tanah. Belakangan ini pemanfaatan basement dibuat sebagai bentuk pengoptimalan penggunaan lahan yang semakin padat dan mahal. Minimnya luas lahan dan semakin mahalnya harga tanah, mendorong manusia memanfaatkan luas lahan yang tersedia dengan bukan hanya membangun menjadi tinggi, juga makin dirasakan perlunya pembuatan basement yang lebih dalam lagi.

Secara umum basement merupakan suatu ruangan yang terletak dibagian bawah gedung atau berada dibawah muka tanah bangunan. Di Indonesia pengunaan basement biasa digunakan sebagai tempat utilitas bangunan atau kelengkapan fasilitas bangunan. Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam kontruksi basement yakni, metode konstruksi, dinding penahan tanah atau retaining wall, dan pengerjaan pengeringan atau dewatering.

2.2 Dinding Penahan Tanah (Retaining Wall)

Retaining wall ialah struktur vertikal yang berfungsi menstabilkan kondisi tanah. Biasanya retaining wall digunakan pada daerah yang memiliki elevasi yang curam yang dapat mengakibatkan terjadinya kelongsoran yang dapat membahayakan daerah yang berada di bawah maupun yang berada di atas tanah tersebut.

(2)

2

Dalam beberapa kasus, retaining wall merupakan struktur yang digunakan sebagai penahan air seperti cofferdams dan bulkheads. Dinding penahan pada biasanya terbuat dari material kayu, bata, batu, beton, dan baja, bahkan dewasa ini sering dijumpai bahan geo textile atau geo syntetic dengan bahan sintetis mirip kain tebal yang di dunakan sebagai dinding penahan tanah. Dinding penahan tanah di desain dengan harapan agar tercegahnya massa bergeser ke ketinggian yang lebih rendah dan mampu menahan tekanan tanah lateral agar tidak menyebabkan struktur bergeser atau terbalik.

2.2.1 Jenis-Jenis Dinding Penahan Tanah

1. Dinding Penahan Tanah Gravitaasi (Gravity Retaining wall)

Tipe dinding penahan gravitasi ini dibuat dengan bahan atau material pasangan batu kali atau beton murni (tanpa tulangan), meskipun di beberapa tempat dibuat dengan beton bertulang namun dengan tulangan yang sedikit. Stabilitas dinding penahan tanah tipe gravitasi (gravity retaining wall) dihasilkan dari berat struktur dinding sendiri, dan dibantu oleh tekanan pasif yang berada di depan dinding tersebut. Jenis dinding penahan gravitasi ini tidak ekonomis, karena untuk membuat berat sendiri struktur dinding ini sendiri memerlukan bahan pembuat dinding yang besar juga. Sehingga, tekanan lateral yang dihasilkan dari tanah tidak mampu untuk menggulingkan dan menggeser dinding penahan tanah tipe gravitasi. 2. Dinding Penahan Kantilever (Cantilever Retaining Wall)

Dinding penahan tanah kantilever ini terbuat dari material beton bertulang yang tersusun dari suatu dinding dengan tapak lantai. Prinsip kerja pada dinding penahan kantilever yaitu dengan memanfaatkan urugan (backfill) sebagai penahan berat sendiri yang diperlukan. Dengan memanfaatkan daya jepit (fixed) pada dasar tubuh strukturnya yang berupa telapak. Terdapat tiga bagian yang berfungsi sebagai kantiliver, yaitu pada bagian dinding vertikal (steem), tumit tapak dan ujung kaki tapak (toe). Dinding Janis ini lebih ekonomis dari dinding penahan tanah gravitasi, karena lebih ramping dan berat sendiri dari dinding penahan kantiliver dibantu dengan berat tanah urug yang berada diatas tumit telapak (hell).

(3)

3

3. Dinding Penahan Turap Kantilever (Cantilever Retaining Wall)

Dinding penahan turap kantilever ini hanya di gunakan pada kondisi jika tanah yang akan ditahan tidak terlalu tinggi. Tekanan pasif yang timbul dibawah permukaan tanah menghasilkan stabilitas turap. Beton prategang (prestress concrete) dan baja merupakan material yang umum digunakan untuk kontruksi jenis ini. Dinding penahan turap kantilever bisa dilengkapi dengan penyangga tambahan berupa pengikat (tie-back) atau penyangga (prop) yang diletakan didekat puncak turap. Kabel pengikat tersebut berupa batang baja dengan mutu yang tinggi dan diangkurkan kedalam kontruksi sebagai penyangga galian yang dalam. 4. Dinding Penahan Bronjong (Gabion)

Dinding penahan bronjong merupakan konstruksi yang dari anyaman kawat berlapis zinc heavy galvanize agar tidak mudah berkarat,yang membentuk sebuah balok. Anyaman kawat ini dibuat dengan teknik lilitan ganda (double twist) yang diikat secara kuat diantara sisi-sisinya. Bagian dalam kawat galvanis diisi dengan agregat kasar berupa batu-batu kerikil atau batu-batu berukuran besar. Gabion memiliki kelebihan selain sebagai menahan tekanan tanah juga dapat berfungsi untuk memperbesar konsentrasi resapan air kedalam tanah (infiltrasi)

5. Dinding Penahan Tanah Secant Pile

Jenis konstruksi secant pile merupakan jenis dinding penahan tanah yang berupa pile yang beruntun dan saling bersinggungan satu sama lain yang berguna untuk memperoleh daya tanah terhadap tekanan tanah (gaya lateral). Terdapat dua jenis pile yang digunakan dalam struktur dinding penahan tanah tipe secant pile, masing-masing pile memiliki karakteristik yang berbeda mengingat fungsi kedua pile tidak sama. Pile dengan memiliki tulangan biasa disebut dengan istilah hard pil/male, sedangkan pile yang tidak atau tanpa tulangan sering disebut dengan soft pile/female. Fungsi dari hard pile sendiri berfungsi sebagai elemen structural yang memberikan kemampuan lentur pada dinding penahan tanah secant pile, sedangkan soft pile sendiri memiliki peran sebagi penutup galian dan pengedap.

(4)

4

2.3 Dinding Penahan Tanah diafragma (Diaphragm Wall)

Dinding diafragma atau slurry wall (terminologi yang digunakan di amerika) ialah jenis konstruksi dinding penahan tanah yang dibuat dari rangkaian besi beton bertulang dengan cara slurry trenching, yakni mengisikan beton pada galian trench (parit) yang telah dibuat terlebih dahulu dengan bantuan alat power-closing clamshell grab dan diisi dengan slurry bentonite sebagai stabilitas dinding galian. Setelah sangkar tulangan terpasang kemudian diisi dengan beton. Selanjutnya, bila dinding telah selesai dan beton telah mencapai kuat yang memungkinkan, maka tanah pada salah satu dinding dinding dapat digali. Untuk mengikat dinding pada tanah yang tdak digali perlu dipasang angkur tanah pada kedalaman-kedalaman tertentu.

2.4 Perkuatan Angkur Tanah (Ground Anchor)

Angkur tanah umumnya berupa tendon atau batang baja yang mempunyai mutu tinggi yang pada salah satu ujung tendonnya di grout dan pada ujung lainnya diangkurkan pada sebuah dudukan plat (bearing plate) pada struktur yang di sanggah.

Batang angkur sebagai perkuatan lateral pada dinding penahan tanah di gambarkan sebagai batang yang menerima gaya tarik. Wajarnya batang angkur terbuat dari bahan baja, sehingga kuat tariknya dapat dihitung sebagai:

= ≤ , (2.1)

Keterangan :

Fs merupakan tegangan tarik yang diterima angkur

Fr merupakan gaya yang diterima batang angkur

Ar merupakan luas penampang batang angkur (m2)

(5)

5

Daerah batang angkur yang diberikan grouting berada diluar daerah potensi terjadinya longsor pada lereng, yang dibatasi oleh sudut 45+ɸ/2 (sudut keruntuhan tegangan lateral aktif). Lazimnya jarak mendatar antara angkur adalah lebih besar dari 1,2 meter. Untuk nilai modulu elastisitas angkur ini terbagi menjadi 2 bagian, yaitu elastisitas untuk kabel strand bajanya dan elastisitas untuk tendonnya. Nilai modulus elastisitas strand berkisar antara 183000-195000 Mpa, sedangkan untuk elastisitas tendon berkisar antara 171000-179000 Mpa.(petros X. Xanthakos)

2.5 Stabilitas Lereng

Kestabilan lereng salah satunya dipengaruhi oleh gaya gravitasi. Gaya gravitasi mengakibatkan pergerakan tanah ke bawah, kelongsoran lereng terjadi akibat adanya perlawanan terhadap gaya geser. Analisa stabilitas pada permukaan tanah yang miring disebut dengan analisis stabilitas lereng. Banyaknya faktor yang mempengaruhi hasil perhitungan analisis stabilitas lereng membuat perhitungan tidak mudah.

Kekuatan geser tanah sangat berpengaruh terhadap kemantapan lereng (slope stability), dalam menentukan kemampuan tanah menahan tekanan terhadap keruntuhan. Tujuan utama dari analisis stabilitas lereng adalah untuk menentukan faktor keamanan (F), dengan membandingkan momen-momen yang terjadi akibat gaya yang bekerja. Berikut ini merupakan metode-metode untuk menganalisis stabilitas lereng:

= = .

. (2.2)

Keterangan :

F merupakan faktor Keamanan

W merupakan berat tanah yang akan longsor (kN) LAC merupakan panjang Lengkungan (m)

(6)

6

R merupakan jari-jari bidang longsor yang ditinjau (m) y merupakan jarak pusat berat W terhadap O (m) Adapun angka keamanan untuk stabilitas lereng: F < 1,5, lereng tidak stabil

F = 1,5, lereng dalam keadaan kritis. Artinya dengan sedikit tambahan momen penggerak maka lereng menjadi tidak stabil.

F > 1,5, lereng stabil.

Bila F < 1,5 maka lereng dalam keadaan tidak stabil atau akan longsor. Biasanya nilai F ≤ 1,5 untuk mencapai nilai lereng yang stabil. Nilai 1,5 digunakan sebagai antisipasi terhadap “Trial Error”. Analisis stabilitas lereng dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2. 1 Analisa Stabilitas Lereng

a. Metode Irisan (Method of Slice)

Analisis stabilitas dengan metode irisan (method of slice) biasanya lebih mudah penyelesaiannya dengan menggunakan pendekatan bidang keongsoran dengan bentuk lingkaran. Berat tanah yang berada di atas tititk lingkaran bidang longsor sangat mempengaruhi gaya normal di titik lingkaran bidang longsor. Pada metode irisan, tanah dibagi-bagi menjadi beberapa irisan vertikal, kemudian

(7)

7

keseimbangan tiap irisan diperhatikan. Berikut uraian gambar beserta keterangannya:

Gambar 2. 2 Gaya-gaya yang berkerja pada irisan. (hardiyatmo, 2010)

Keterangan :

X1, Xr merupakan gaya geser efektif disepanjang sisi irisan E1, Er merupakan gaya normal efektif disepanjang sisi irisan

Ti merupakan resultan gaya geser efektif yang bekerja sepanjang dasar irisan

Ni merupakan resultan gaya normal efektif yang bekerja sepanjang dasar irisan

U1, Ur merupakan tekanan air pori yang bekerja dikedua sisi irisan Ui merupakan tekanan air pori di dasar irisan

b. Metode Fellenius

Metode Fellenius (Ordinary Method of Slice) beranggapan bahwa perhitungan faktor keamanan dengan keseimbangan momen digunakan pada gaya

(8)

8

yang memiliki sudut kemiringan parallel. Gaya yang bekerja pada sisi kanan dan kiri dari berbagai irisan dianggap mempunyai resultan nol pada arah tegak lurus bidang longsor. Dengan anggapan ini keseimbangan arah vertikal dan gaya-gaya yang bekerja dengan memperhatikan tekanan air pori sebagai berikut:

Ni + Ui = Wi cos θi (2.3)

atau,

Ni = Wi cos θi – Ui = Wi cos θi – uiai (2.4)

Faktor aman didefinisikan:

=

(2.5)

Lengan momen dari berat massa tanah tiap irisan adalah R sin θ, maka momen dari massa tanah yang akan longsor adalah:

∑ = ∑

(2.6) Keterangan :

R merupakan jari-jari lingkaran bidang longsor (m) n merupakan jumlah irisan

Wi merupakan berat massa tanah irisan ke-I (kN)

θi merupakan sudut yang didefinisikan pada Gambar 2.2a ( ° ) Momen penahan longsor adalah:

∑ = ∑ ( + )

(9)

9

= ∑ ( )

∑ Ө (2.8)

Bila terdapat air pada lereng akibat pengaruh tekanan air pori, maka persamaan menjadi:

= ∑ )

(2.9)

Keterangan :

F merupakan faktor aman

Wi merupakan berat irisan tanah ke-i (kN)

μi merupakan tekanan air pori pada irisan ke-i (kN/m2 ) ai merupakan panjang lengkung lingkaran pada irisan ke-i (m) c merupakan kohesi tanah (kN/m2 )

φ merupakan sudut gesekan dalam tanah (° )

θi merupakan sudut yang didefinisikan pada Gambar 2.2 (°) c. Metode Elemen Hingga

Teknik reduksi kekuatan geser metode elemen hingga (SSR-FEM) digunakan pada metode analisis stabilitas lereng elemen hingga. Dalam metode ini, parameter kekuatan geser tanah yang tersedia direduksi secara otomatis hingga kelongsoran terjadi. Sehingga faktor aman (SF) stabilitas lereng menjadi:

Ʃ =

= (2.10)

SF = Kekuatan geser yang tersedia Kekuatan geser saat longsor = Nilai ƩMsf pada saat longsor

(10)

10 Cinput merupakan kohesi tanah (kN/m2 )

φinput merupakan sudut geser dalam tanah (o )

Creduksi merupakan kohesi tanah tereduksi (kN/m2 )

φreduksi merupakan sudut geser dalam tereduksi (o )

Patokan utama dalam merencanakan dinding penahan tanah ialah tekanan tanah lateral, maka dari itu perlunya pemahaman tentang tanah lateral secara lengkap pada pekerjaan konstruksi, baik dalam analisis perencanaan maupun analisis stabilitas.

2.6 Parameter Tanah

Dalam perancangan suatu pondasi ataupun pekerjaan sub-struktur lainnya, data-data mengenai kondisi tanah pada lokasi yang akan dibangun sangat dibutuhkan. Data-data tanah tersebut seperti yang telah disebutkan sebelumnya didapatkan melalui pengujian lapangan dan pengujian labortorium. Secara ringkas, macam-macam pengujian yang dilakukan pada pengujian lapangan dan laboratorium adalah :

• Pengujian lapangan, jenis pengujian yang dilakukan yaitu Cone Penetration Test (CPT) dan Standard Penetration Test (SPT), Pressuremeter Test (PMT), dan sebagainya, serta pengambilan sampel berupa Undisturbed Sample (UDS) untuk keperluan laboratorium.

• Pengujian laboratorium yang dilakukan meliputi uji index properties dan engineering properties.

2.7 Tekanan Tanah Lateral

Tekanan tanah yang terjadi pada bidang horizontal merupakan pengertian dari tekanan tanah lateral. Aplikasi dari teori tekanan tanah lateral ialah sepeti

(11)

11

dinding penahan tanah, dinding basement, terowongan, dan lain-lain. Tekanan tanah lateral dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Ko atau koefisien tanah diam, dinding dalam keadaan tidak bergerak. 2. Ka atau tekanan tanah aktif, dinding dalam keadaan menjauhi tanah. 3. Kp atau tekanan tanah pasif, dinding dalam keadaan menekan tanah.

Gambar 2.3 menguraikan tentang arah pergerakan dinding menurut tekanan lateral yang bekerja. Besarnya perpindahan dinding penahan tanah biasanya dipengaruhi oleh jenis tanah, tinggi dinding, dan tekanan yang bekerja

Gambar 2. 3 Jenis Tekanan Tanah Berdasarkan Arah Pergerakan Dinding (Sumber: Weber,2010)

2.8 Tekanan Lateral Tanah dalam Keadaan Diam

Tekanan lateral tanah dalam keadaan diam adalah rasio antara tekanan arah horizontal dengan tekanan arah vertikal. Rasio antara tekanan arah horizontal dan tekanan arah vertikal berasal jika dinding tidak bergerak membatasi suatu massa tanah, maka massa tanah tersebut akan berada pada suatu keadaan keseimbangan elastis.

= (2.11) Keterangan :

(12)

12

Ko = 0,95 – sin θ (untuk tanah lempung terkonsolidasi secara normal

2.9 Tekanan Tanah Aktif dan Pasif 2.9.1 Tekanan Tanah Aktif menurut Rankie

Bila tekanan yang bekerja mengakibatkan dinding menjauhi tanah yang di tahan bisa disebut dengan tekanan aktif. Keruntuhan tanah terjadi akibat pergeseran tanah yang ditentukan oleh sudut geser tanah. Menurut Rankine, sudut keruntuhan adalah sebesar 45 + 2 φ'), sehingga keruntuhan akan terjadi. Tahanan geser tanah mengikuti persamaan:

τf = c´ + σv´ tan ϕ´ (2.12)

Keterangan :

τf merupakan tahanan geser tanah c´ merupakan kohesi tanah

σ´v merupakan tekanan efektif tanah ϕ´ merupakan sudut geser tanah

(13)

13

Gambar 2. 5 Lingkaran Mohr Tekanan Tanah Aktif

Besar gaya-gaya yang bekerja sebagai berikut :

σv’ = σ’1 (2.10)

σh’ = σ’3 (2.11)

σ’1 = σ’3 tan2 + + + (2.12)

σ’1 = σ’3 tan2 − − − (2.13)

Keterangan :

σ´h merupakan tekanan lateral tanah σ´v merupakan tekanan efektif tanah c´ merupakan kohesi tanah

ϕ´ merupakan sudut geser tanah

Ka = Koefisien tekanan tanah aktif, Ka = tan2 (45 - 2 φ' )

Karena Ka = tan2 (45 - 2 φ' ), maka besar tekanan saat terjadi keruntuhan menggunakan persamaan yang dikenal dengan nama Bell’s Equation, yaitu :

(14)

14

σ'ha = σ'v. Ka – 2c’ √ (2.17)

Keterangan :

σ´ha merupakan tekanan lateral aktif σ´v merupakan tekanan efektif tanah c´ merupakan kohesi tanah

ϕ´ merupakan sudut geser tanah

Ka = koefisien tekanan tanah aktif, Ka = tan2 (45 - 2 φ' )

Tekanan aktif beban luar dan pengaruh air mengakibatkan resultan seperti Gambar 2.6.

Gambar 2. 6 Resultan Tekanan Tanah Aktif

Total tekanan tanah yang bekerja dirumuskan mengikuti : Pa = 0,5γ . H. Ka - 2c´·√

(2.19) Keterangan :

Pa merupakan total tekanan tanah aktif H merupakan tinggi dinding penahan tanah σ´v merupakan tekanan efektif tanah

(15)

15 c´ merupakan kohesi tanah

Ka = Koefisien tekanan tanah aktif, Ka = tan2 (45 - 2 φ' ) 2.9.2 Tekanan Tanah aktif menurut Coloumb

Menurut Coulomb, perhitungan meliputi adanya gesekan antara dinding dengan tanah, sehingga perhitungan mengikutsertakan faktor interaksi antara dinding dengan tanah yang ditahan diikutsertakan. Konsep gaya-gaya yang bekerja dapat diuraikan sebagai berikut :

Keterangan:

H merupakan tinggi dinding penahan tanah δ merupakan sudut dilatasi Pa

Pa merupakan total tekanan tanah aktif yang bekerja β merupakan sudut kemiringan dinding penahan tanah W merupakan berat tanah pada baji keruntuhan

α merupakan sudut kemiringan permukaan tanah atas terhadap horizontal ϕ´ merupakan sudut geser tanah

γ merupakan berat jenis tanah c´ merupakan kohesi tanah

(16)

16

R merupakan gaya perlawanan terhadap kelongsoran Ka merupakan koefisien tekanan lateral aktif

σv merupakan tegangan efektif tanah

Nilai koefisien tekanan lateral aktif/Ka dihitung menggunakan persamaan :

= ( ∅) ɑ (ɑ ) (ɑ )(∅ ) (∅ )) (2.20) = ( ∅) ɑ (ɑ ) (ɑ )(∅ ) (∅ ) (ɑ ) (2.21)

Sedangkan, tegangan lateral efektif dihitung menggunakan persamaan : σ´ha = σ´v . Ka - 2c´√

(2.22)

2.11.3 Tekanan Tanah Pasif menurut Rankie

Diseb Tekanan yang bekerja mengakibatkan dinding mendekati tanah yang ditahan disebut dengan tekanan tanah pasif. Dibawah ini merupakan contoh gambar dari tekanan tanah pasif.

(17)

17

Gambar 2. 8 Tekanan Tanah Pasif

Tahanan geser tanah mengikuti persamaan dibawah ini.

Besar gaya-gaya pada gambar di atas adalah sebagai berikut:

σv´ = σ´3 (2.20)

σh´ = σ´1 (2.21)

σ´1 = σ´3 tan2 + + + (2.22)

Keterangan :

(18)

18 σ´h merupakan tekanan lateral tanah σ´v merupakan tekanan efektif tanah c´ merupakan kohesi tanah

ϕ´ merupakan sudut geser tanah

Kp merupakan koefisien tekanan tanah aktif, Kp = tan2 (45 + 2 φ' )

Karena Kp = tan2 (45 + ϕ´/2), maka besar tekanan lateral saat terjadi keruntuhan mengikuti persamaan :

σ´hp = σv´ tan2 + + + (2.23)

σ´hp = σv´ . Kp + 2c’ (2.24)

Keterangan :

σ´hp merupakan tekanan lateral pasif σ´v merupakan tekanan efektif tanah c´ merupakan kohesi tanah

ϕ´ merupakan sudut geser tanah

Kp merupakan koefisien tekanan tanah aktif, Kp = tan2 (45 + 2 φ' )

Beban luar dan pengaruh air yang berakibat pada resultan tekanan tanah pasif di deskripsikan pada Gambar 2.10.

(19)

19

Gambar 2. 10 Resultan Tekanan Tanah Pasif

Total tekanan tanah yang bekerja dirumuskan sebagai berikut :

Pp = 0,5γ. H. Kp + 2c·√Kp (2.28)

2.9.4 Tekanan Tanah Pasif menurut Coloumb

Uraian-uraian gaya yang bekerja pada tekanan tanah pasif, diuraikan pada gambar di bawah ini:

Gambar 2. 11 Konsep Gaya Yang Bekerja Menurut Teori Coulomb (Tekanan Pasif)

Keterangan :

H merupakan tinggi dinding penahan tanah

(20)

20 δ merupakan sudut dilatasi Pp

β merupakan sudut kemiringan dinding penahan tanah W merupakan berat tanah pada baji keruntuhan

α merupakan sudut kemiringan permukaan tanah atas terhadap horizontal ϕ merupakan sudut geser tanah

γ merupakan berat jenis tanah c merupakan kohesi tanah

R merupakan gaya perlawanan terhadap kelongsoran Kp merupakan koefisien tekanan lateral pasif

σv´ merupakan tegangan efektif tanah

Nilai koefisien tekanan lateral pasif/Kp dihitung menggunakan persamaan :

= ( ∅)

( ) ((∅ ) (∅ )

) (ɑ )

(2.29)

Sedangkan, tegangan lateral efektif dihitung menggunakan persamaan : σ´hp = σ´v·Kp - 2c´√Kp

(2.30)

2.10 Stabilitas Parit

Permasalahan utama pada perencanaan diaphragm wall adalah stabilitas parit. Kesetabilan parit akibat galian dari hydraulic diaphragm wall grab harus diperhitungkan agar tidak menimbulkan penurunan pada jalan, bangunan, atau sarana-sarana yang ada di wilayah proyek. Setiap kondisi tanah memiliki perhitungan yang berbeda, berikut ini akan dijelaskan mengenai kesetabilan parit

(21)

21

pada beberapa kondisi tanah sebagai dasar perhitungan pada pembuatan diaphragm wall.

2.10.1 Tanah Kohesif

Tanah yang mempunyai sifat lekatan antara butir-butirnya disebut dengan tanah kohesif. Salah satu jenis tanah kohesif ialah tanah lempung.

1. Pada parit yang tidak terisi slurry (campuran antara air dan bentonite)

Pada tanah yang kohesif, bila dilakukan pengggalian parit, parit tersebut dapat berdiri sendiri walaupun tanpa bantuan “slurry”. Hal ini karena adanya daya lekat antar tanah. tekanan pada tanah kohesif ini penganalisaannya sebagai berikut.

Gambar 2. 12 Tekanan tanah aktih aktif pada tanah kohesif

Untuk φ= 0 dan c’ = su diperoleh persamaan :

= ½ ² – + (2.31)

Keterangan :

Pa merupakan tekanan aktif toal τ merupakan kerapatan jenis tanah ɸ merupakan gaya geser dalam

su merupakan undrained shear strength

(22)

22

Maka dari gambar Gambar 2.12 diperoleh persamaan :

= ( )/ (2.32)

2. Pada Parit terisi Slurry

Apabila larutan “sllury” mempunyai kerapatan jenis τf, maka akan menimbulkan gaya hidrostatis sebesar pf dan polygon gayanya dapat dilihat pada gambar gambar 2.10.c, dan untuk pα – pf = 0, akan diperoleh persamaan:

− + − = (2.33)

2.10.2 Tanah Non Kohesif

Tanah non kohesif ialah tanah yang tidak mempunyai atau sedikit sekali yang menempel atau melekat antara butir-butirnya. Pasir adalah jenis tanah non kohesif.

1. Parit Pada Tanah Non Kohesif Tanpa Air

Pada kondisi tanah non kehesif tanpa air seperti ini, memiliki factor keamanan dengan membagi antara tan φ dengan tan α. Sedangkan untuk lereng yang vertikal diperlukan “slurry” untuk menjaga keruntuhan tanah, karena pada tanah pasir ini mempunyai keruntuhan tinggi disebabkan daya lekt antar butirnya yang hamper tidak ada (c=0). Kerapatan jenis “slurry” ini disimbolkan dengan τf. Dibawah ini analisa stabilitas parit pada pasir (Gambar 2.13)

(23)

23

Gambar 2. 13 Stabilitas parit pada tanah non kohesif

Pada gambar 2.11.a garis AB merupakan garis gelincir, maka:

= ( ° − ) (2.34)

= ̇ (2.35)

pada gambar 3.2.b, diperoleh persamaan:

= ( − ) (2.36)

= ( ° )=

( ) (2.37)

Pada α maksimum, Ө = 45° + α/2, maka: =

( . ) (2.38)

= ( . ) Ө (2.39)

2. Parit pada tanah non kohesif dengan air

Pada parit yang digali pada tanah non kohesif berair, diperoleh:

= ½ + ½ (2.41)

= ̇ (2.42)

(24)

24

’ =( )= ²( ° −Ø) (2.43)

Dan apabil (τf − τw) = τf , untuk tan Ø’, maka:

= ( . ) ∅ (2.44)

3. Parit pada tanah lanau dan lanau kepasiran

Kondisi tanah seperti ini hamper sama dengan tanah pasir. Hubungan antara tekanan, kekuatan geser dan sudut geser diperoleh dengan menggunakan harga Ø’ yang berkisar antara 27° sampai dengan 30° untuk tanah lanau dan keadaan lepas, dan 30° sampai dengan 35° untuk lanau dalam keadaan padat.untuk angka faktor keamanan tanah ini adalah:

= (2.45)

Dengan :

Fs merupakan angka faktor keamanan terhadap kekatan tanah τf merupakanvkekuatan geser rata-rata tanah dari tanah

τd merupakan tegangan geser rata-rata yang berkerja sepanjang bidang longsor Kekuatan geser itu sendiri merupakan penjumlahan dari dari nilai c dan τ yang dikalikan denga tan φ. Dan τd merupakan penjumlahan dari cd yang merupakan nilai kohesi, dengan τ yang dikalikan dengan φd yang merupakan sudut geser yang berkerja di sepanjang bidang longsor, sehingga angka keamanan untuk tanah berkohesi adalah:

= (2.46)

Tetapi untuk keamanan, dan karena parit menggunakan larutan penstabilan, maka apabila struktur berada pada tanah yang berkohesi, angka keamanan yang digunakan biasanya adalah persamaan angka keamanan pada tanah jenis pasir yang mengandung air.

(25)

25

2.11 Metode Pelaksanaan perkerjaan Dinding Diafragma a. Tahap Persiapan

Untuk pelaksaan diaphragm wall yang baik dan lancar agar pelaksaan optimal, tahap persiapan sangat diperlukan. Berikut beberapa hal yang merupakan tahap persiapan dari perkerjaan struktur diaphragm wall:

1. Mempersiapkan atau membersiahkan area rencana pembuatan dinding diafragma

2. Membuat marking zona yang akan dikerjakan struktur dinding diafragma. 3. Pembuatan guide line untuk mempermudahkan alat crawler crane dengan

hydraulic diaphragm wall grab, pembuatan guide line berupa galian parit pada kedalaman sekitar 100 cm dengan pemberian beton mutu rendah pada bibir parit,ketebalan dari beton mutu rendah pada guide line berkisar antara 20 cm – 30 cm.

(26)

26

4. 4. Membuat tempat pembuatan tulangan besi (reinforcement steel) bila dinding Bila dinding diafragma dikerjakan dengan metode cor in situ, perlu dibuat tempat pembuatan tulangan besi (reinforcement steel).

5. Membuat kolam untuk mencampur antara air dan bentonite atau membuat adonan air dengan bentonite. Kemudian campuran ini dialirkan pada galian dinding diafragma untuk menghindari terjadinya keruntuhan galian.

6. Peralatan untun membuat dinding diafragma harus sudah tersedia di lapangan seperti mobile crane minimal 2 unit, 1 unit yang memiliki hydraulic diaphragm wall grab untuk menggali dan datu lagi untuk mengangkut besi tulangan yang telah selesai di rakit, pompa air, ultrasonic sonding dan perlatanlainnya yang terkait dengan perkerjaan pembesian.

Gambar 2. 15 Crane dengan Hydraulic Diaphragm Wall

b. Tahap Pelaksanaan

Tahap awal dari perkerjaan dinding penahan tanah hampir mirip seperti dinding-dinding penahan tanah tipe lainnya, namun dalam penggalian dinding diafragma yang berupa parit, wajib menyiapkan bahan berupa campuran air dan

(27)

27

bentonite, bila campuran tidak siap maka penggalian dinding harus di tunda hingga sampuran siap, agar tidak terjadinya keruntuhan pada daerah sekitar. Berikut beberapa kegiatan pelaksanaan pembuatan dinding diafragma:

1. Penggalian dengan menggunakan hydraulic diaphragm wall grab.

Lebar penggalian di sesuaikan dengan desain dinding diafragma yaitu sebesar 5% dari kedalaman dinding. Kedalaman dinding diafragma mampu hingga kedalaman 100 meter. Penggalian tanah dilakukan bersamaan dengan dialirkan campuran air+ bentonite secara bertahap. Sebelum rangkaian tulangan besi dimasukkan ke galian atau dengan memasukkan panel precast, harus dicek untuk mengetahui adanya keruntuhan atau tidak dengan menggunakan ultrasonic sonding. Penggalian dilakukan secara selang-seling dengan memberi nomor pada galian. Contohnya penggalian pertama adalah nomor 2, lalu berikutnya penggalian nomor 4, dan seterusnya, hal ini dilakukan untuk meminimalisir

keruntuhan akibat galian.

Gambar 2. 16 Slurry Bentonite

(28)

28

Karena galian hanya boleh dibiarkan maksimal 2x24 jam, jadi perangkaian besi harus disiapkan dengan berbarengan dengan penggalian, sehingga ketika galian sudah siap maka rangkaian pembesian juga telah selesai. Untuk menahan momen lentur dan gaya geser pada dinding diafragma digunakan model rangkaian tulangan rangkap (double reinforced). Untuk menyambungkan antar dinding diafragma pada rangkaian besi di sisi-sisi tebalnya diberi end plate. Jika saat di cek dengan menggunakan ultrasonic sonding kedalaman galian tidak menunjukkaan adanya keruntuhan, maka dapat dilanjutkan pada tahap beriktnya.

3. Perkerjaan memasukkan rangkaian tulangan besi

Pada perkerjaan memasukkan rangkaian tulangan besi kedalam galian dibutuhkan bantuan crane sebagai alat untuk mengangkat tulangan pembesian. 4. Perkerjaan pengecoran in situ (ditempat)

Memasukkan adonan beton yang di angkut oleh truck molen dilakukan dengan metode remi atau dengan pipa tremi sampai selesai. Fungsi dari menggunakan pipa tremi itu sendiri untuk menghindari tercampurnya adonan beton dengan tanah.

(29)

29

Gambar

Gambar 2. 1 Analisa Stabilitas Lereng
Gambar 2. 2 Gaya-gaya yang berkerja pada irisan. (hardiyatmo, 2010)
Gambar  2.3  menguraikan  tentang  arah  pergerakan  dinding  menurut  tekanan  lateral  yang  bekerja
Gambar 2. 4 Tekanan Tanah Aktif
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis proksimat dan rasio C/N, kandungan nutrien khususnya protein kasar dan serat kasar pada bahan baku selama proses terjadinya fermentasi pada

beberapa primer SCAR telah dihasilkan untuk identifikasi kelamin pepaya. Penelitian bertujuan untuk menyeleksi primer SCAR yang efektif dalam mengidentifikasi seks

Pada Gambar 9 merupakan plotting transformasi biorthogonal dari penderita polip dengan waktu fonasi sepanjang data 3.5x10 4 pada skala frekuensi sepanjang 9 hingga

Zainoel Abidin Banda Aceh dapat disimpulkan bahwa gambaran pengetahuan radiografer tentang kesehatan dan keselamatan kerja, gambaran pengetahuan radiografer tentang penggunaan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak lebih mengedepankan penyelesaian anak yang berkonflik dengan hukum secara

Alhamdulillah segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan limpahan hidayah-Nya, skripsi yang berjudul “Rancang Bangun Prototipe E-Reporting

timbulan  sampah  yang  ada  di  Pantai  Baru  Pandansimo  karena  belum  adanya  sistem  pengelolaan  sampah