• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Gunung Kawi terletak pada ketinggian meter dari permukaan laut,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Gunung Kawi terletak pada ketinggian meter dari permukaan laut,"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gunung Kawi terletak pada ketinggian 2.860 meter dari permukaan laut, terletak di Kabupaten Malang, Jawa Timur, tepatnya di Kecamatan Wonosari, sekitar 40 km sebelah barat Kota Malang.Dulu daerah ini disebut Ngajum, namanya berubah menjadi Wonosari karena di tempat ini terdapat obyek wisata spiritual, Wono diartikan sebagai hutan, sedangkan Sari berarti inti.Namun bagi warga setempat,

Wonosari dimaksudkan sebagai pusat atau tempat yang mendatangkan

rezeki.Kecamatan Wonosari memiliki luas hampir 67 kilometer persegi, dengan jumlah penduduk 43 ribu jiwa. Tempat ini berkembang menjadi daerah tujuan wisata ziarah sejak tahun 1980-an. Sebenarnya bukanlah Gunung Kawi-nya yang membuat tempat ini terkenal, tetapi adanya sebuah kompleks pemakaman di lereng selatan yang dikeramatkan, yaitu makam Eyang Kyai Zakaria alias Eyang Jugo, dan Raden Mas Imam Sujono, alias Eyang Sujo. Penduduk setempat menyebut area pemakaman tersebut dengan nama "Pesarean GunungKawi". Pesarean Gunung Kawi walaupun berada di lereng gunung, namun mudah dijangkau, karena selain jalannya bagus, banyak angkutan umum menuju ke sana.

Ketika memasuki wilayah Kepanjen Kabupaten Malang, banyak ditemui petunjuk arah menuju Gunung Kawi.Salah satunya melewati Jalur Lintas Selatan (Jalibar) dan terus ke arah Selatan sampai memasuki wilayah Kecamatan Wonosari. Berawal dari terminal Desa Wonosari, perjalanan diteruskan dengan berjalan mendaki menyusuri jalan bertangga semen yang berjarak kira-kira 750 m. Sepanjang perjalanan mendaki ini dapat dijumpai restoran, hotel, kios-kios souvenir dan lapak-lapak yang menjual perlengkapan ritual. Setelah melewati beberapa gerbang, di ujung

(2)

jalan didapati sebuah gapura, pintu masuk makam keramat.Makam yang menjadi pusat dari kompleks Pesarean Gunung Kawi dan menjadi magnet untuk menarik puluhan ribu orang datang setiap tahunnya.

Siapakah sesungguhnya Eyang Jugo dan Eyang Sujo, yang dimakamkan dalam satu liang lahat di pesarean Gunung Kawi ini. Menurut cerita beberapa masyarakat setempat Eyang Jugo atau Kyai Zakaria II dan Eyang Sujo atau Raden Mas Iman Sudjono adalah bhayangkara terdekat Pangeran Diponegoro. Pada tahun 1830 saat perjuangan terpecah belah oleh siasat kompeni, dan Pangeran Diponegoro tertangkap kemudian diasingkan ke Makasar, Eyang Jugo dan Eyang Sujo mengasingkan diri ke wilayah Gunung Kawi ini. Semenjak itu mereka berdua tidak lagi berjuang dengan mengangkat senjata, tetapi mengubah perjuangan melalui pendidikan. Kedua mantan bhayangkara balatentara Pangeran Diponegoro ini, selain berdakwah agama islam dan mengajarkan ajaran moral kejawen, juga mengajarkan cara bercocok tanam, pengobatan, olah kanuragan serta ketrampilan lain yang berguna bagi penduduk setempat. Perbuatan dan karya mereka sangat dihargai oleh penduduk di daerah tersebut, sehingga banyak masyarakat dari daerah kabupaten Malang dan Blitar datang ke padepokan mereka untuk menjadi murid atau pengikutnya.

Setiap tahun para keturunan dan pengikutnya, serta para peziarah lain datang ke makam mereka melakukan peringatan. Setiap malam Jumat Legi, malam meninggalnya Eyang Jugo, dan juga peringatan wafatnya Eyang Sujo setiap tanggal 1 bulan Suro (Muharram), di tempat ini selalu diadakan perayaan tahlil akbar dan upacara ritual lainnya. Upacara ini biasanya dipimpin oleh juru kunci makam yang masih merupakan para keturunan Eyang Sujo.Tidak ada persyaratan khusus untuk berziarah ke tempat ini, hanya membawa bunga sesaji, dan menyisipkan uang secara sukarela. Namun para peziarah yakin, semakin banyak mengeluarkan uang atau sesaji,

(3)

semakin banyak berkah yang akan didapat. Untuk masuk ke makam keramat, para peziarah bersikap seperti hendak menghadap raja, mereka berjalan dengan lutut.Sampai saat ini pesarean tersebut telah banyak dikunjungi oleh berbagai kalangan dari berbagai lapisan masyarakat. Mereka bukan saja berasal dari daerah Malang, Surabaya, atau daerah lain yang berdekatan dengan lokasi pesarean, tetapi juga dari berbagai penjuru tanah air.

Heterogenitas pengunjung seperti ini, mengindikasikan bahwa sosok kedua tokoh ini adalah tokoh yang kharismatik dan populis. Namun di sisi lain, motif para pengunjung yang datang ke pesarean inipun sangat beragam pula. Ada yang hanya sekedar berwisata, mendoakan leluhur, melakukan penelitian ilmiah, dan yang paling umum adalah kunjungan ziarah untuk memanjatkan doa agar keinginannya lekas terkabul.

Menurut data yang diperoleh peneliti dari kantor Balaidesa Wonosari jumlah pengunjung yang berdatangan dapat dilihat melalui tabel berikut :

Data jumlah pengunjung wisata religi Gunung Kawi di Desa Wonosari, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang.

NO Daftar Wisatawan Tahun 2017 Tahun 2018 Tahun 2019

1. Wisatawan Domestik

(Malang, Surabaya,

dan dari berbagai

penjuru tanah air)

67.447 142.130 143.000

2. Wisatawan

Mancanegara

(Singapura, Malaysia, China, Taiwan, India,

(4)

Amerika serikat,

Hongkong, Jepang,

Australia, Canada,

Belanda, Jerman,

Zanzibar dan berbagai Negara Timur Tengah.

Sumber : kantor Balaidesa Wonosari, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang

Melalui data tabel tersebut terperoleh data dari kantor Desa Wonosari Kecamatan Wonosari Kabupaten Malang disimpulkan bahwa jumlah wisatawan religi Gunung Kawimengalami peningkatan setiap tahunya terhitung sejak tahun 2018-2019 berdasarkan informan yang ditemui di lokasi yaitu Teguh Wahyudi selaku Sekretaris Desa Wonosari.

Beberapa sistem kesenian dan budaya atau tradisi yang berlangsung di masyarakat Gunung Kawi, dapat disimpulkan bahwa masyarakat Gunung Kawi masih memegang adat-istiadat yang turun-temurun.Sistem pengetahuan yang diperoleh juga didasarkan pada tradisi-tradisi yang diwarisinya dari nenek moyang mereka.Derasnya kunjungan wisatawan ke wilayah ini tidak mempengaruhi sistem religi dan kesenian yang berkembang pada masyarakat Gunung Kawi.Kerukunan antarumat beragama di Desa Wonosari juga sangat dirasakan saat kegiatan membangun tempat ibadah. Seluruh warga pasti akan bergotong royong ikut membantu membangun, meskipun berbeda-beda agamanya. Demikian juga saat ada perayaan hari raya keagamaan, setiap warga akan saling berkunjung untuk mengucapkan selamat. Terdapat toleransi yang tinggi dalam sistem religi pada masyarakat Gunung Kawi, terbukti dengan beberapa tempat ibadah yang berdiri berdampingan di sekitar areal makam Gunung

(5)

Kawi, rasa saling menghormati dan menyelesaikan masalah melalui jalan dialog, tumbuh dengan penuh kesabaran dari warganya. Disisi lain, hadirnya pusat-pusat kegiatan intelektualitas masyarakat kuno yang menghadirkan nilai-nilai kemanusiaan, toleransi, dan mengunggulkan budi pekerti sebagai ciri masyarakat berpendidikan tersebut, dibuktikan dengan berdirinya banyak Mandala Kadewaguruan. “Mandala Kadewaguruan merupakan pondok-pondok tempat menempuh pendidikan

Dalam hal budaya terdapat sinkretisme antara sistem religi dengan budaya atau adat-istiadat Jawa dalam ritual-ritual keagamaan mereka.Dengan berkembangnya wilayah tersebut sebagai daerah wisata religi, tentu saja terdapat komodifikasi budaya dan religi pada masyarakat di sekitar wilayah Gunung Kawi.Komodifikasi tersebut bisa dilihat dari upacara-upacara baik tradisi maupun religi yang seringkali dilaksanakan dengan sangat meriah dan memakan biaya yang sangat besar.Disamping itu beberapa fasilitas di sekitar Gunung Kawi semakin modern dengan berbagai pembangunan di sekitar wilayah Gunung kawi.

Beberapa sistem kesenian yang ada pada masyarakat Gunung Kawi adalah kesenian yang berbaur dengan beberapa ritual dan kegiatan-kegiatan yang sering dilaksanakan oleh masyarakat di sekitar Gunung Kawi. Ritual-ritual tersebut diantaranya: Barik’an adalah sebuah tradisi mengadakan sesaji dan selamatan untuk memperingati meninggalnya Kanjeng Eyang Djoego setiap malam senin pahing, dan di bulan Selo biasanya diikuti oleh seluruh warga desa dilaksanakan pada senin pahing di pagi hari. Tradisi ini sudah dilaksanakan sejak meninggalnya Eyang Djoego pada tahun 1871 oleh Raden Mas Iman Soedjono hingga sekarang.Bersih desa adalah tradisi yang biasanya dilaksanakan di bulan Selo dan diikuti dengan pagelaran wayang kulit atau ruwatan dari pagi hingga sore dan dilanjutkan dengan pagelaran cerita wayang kulit pada malam harinya.Selamatan adat dan tolak bala bulan Sapar,

(6)

tradisi ini dilaksanakan sejak jaman Jepang untuk mencegah penyebaran penyakit-penyakit pes, kolera yang menjadi pagebluk pada jaman itu.Kegiatan syiar atau pengajian, dilaksanakan pada setiap hari besar Islam dengan lomba-lomba seni Islam, hadrah, dibaiyah, lomba adzan, pembacaan ayat-ayat Al-Qur’an. Disamping itu beberapa kebiasaan keagamaan secara rutin dilaksanakan oleh masyarakat Gunung Kawi, seperti Yasinan atau tahlil, Istighosah, Grebek Suro, Tahlil Akbar setiap 12 Suro, Riyadhul Jannah setiap 1 tahun sekali. Pada acara-acara ritual adat ini, biasanya masyarakat Gunung Kawi memakai pakaian adat khas Jawa yaitu laki-laki memakai blangkon di kepala, baju atasan khusus dan bawahan memakai jarik, sedangkan perempuan memakai atasan kebaya dan bawahan memakai jarik. Tidak hanya pada saat ritual adat masyarakat memakai pakaian adat Jawa di beberapa kesempatan peneliti bertemu dengan beberapa orang petugas di areal makam juga memakai pakaian adat Jawa. Sedangkan untuk jenis kesenian berupa pahatan dan relief bisa dilihat di sekitar tembok yang mengelilingi makam, di dalam kompleks makam juga terdapat banyak relief yang mengisahkan perjuangan Eyang Jugo dan Eyang Sujo dalam membangun wilayah Desa Wonosari dan sekitarnya, tetapi ada peraturan bagi para pengunjung makam untuk tidak mengambil gambar di areal kompleks dalam makam. Disamping relief yang bercorak Jawa, relief Islam atau kaligrafi, terdapat juga beberapa relief China yang berada di sekitar area klenteng.Terdapat perpaduan unsur budaya antara Jawa, Islam dan China di sekitar area makam Gunung Kawi, sehingga bisa digambarkan terdapat multikulturalisme budaya dibalik wisata religi Gunung Kawi.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji tentang :“SINKRETISME ANTARA SISTEM RELIGI DENGAN

(7)

ADAT ISTIADAT JAWA DALAM RITUAL KEAGAMAAN” (Studi Etnografi Pada Pelaku Ritual di Gunung Kawi)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka muncul rumusan masalah dalam penelitian adalah; Bagaimana Sinkretisme antara sistem religi dengan adat istiadat Jawa dalam ritual keagamaan masyarakat di Gunung Kawi?

1.3 Tujuan Masalah

1. Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan sinkretisme antara sistem religi dengan adat istiadat Jawa dalam ritual keagamaan masyarakat di Gunung Kawi.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan dan wawasan tentang Sinkretisme antara sistem religi dengan adat istiadat jawa dalam ritual keagamaan yang dapat dikaji menggunakan teori sosiologi, khususnya teori sosiologi yang mengkaji tentang konsep Sinkretisme, teori yang digagas oleh Clifford Geertz. Dimana Geertz berkeyakinan bahwa agama adalah sistem budaya sendiri yang dapat membentuk karakter masyarakat tersebut.

1.4.2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sebuah kontribusi ilmiah bagi pengembangan penelitian lanjutan terutama mengenai kehidupan manusia dalam bidang sosial, budaya, serta agama.Penelitian ini diharapkan mampu digunakan sebagai referensi guna penelitian selanjutnya khususnya pada bidang sosiologi yang mengkaji tentang sinkretisme.

(8)

1.5.1. Sinkretisme

Istilah sinkretisme berasal dari kata syin (dalam bahasa Arab) dan kretiozein, yang berarti mencampuradukkan unsur-unsur yang saling bertentangan.Demikian pula sinkretisme yang ditafsirkan berasal dari bahasa Inggris, yaitu syncretism yang diterjemahkan campuran, gabungan, paduan, dan kesatuan.Sinkretisme merupakan percampuran antara dua tradisi atau lebih, dan terjadi lantaran masyarakat mengadopsi suatu kepercayan baru dan berusaha untuk tidak terjadi benturan dengan gagasan dan praktek budaya lama.Terjadinya percampuran tersebut biasanya melibatkan sejumlah perubahan pada unsur-unsur budaya yang diikutsertakan.Dalam studi ini, sinkretisme dipahami sebagai percampuran antara unsur-unsur budaya yang menyatu yaitu animisme, Hindu, Budha, dan Islam.

Kebudayaan Jawa bercorak sinkretis, dalam arti terdapat perpaduan di antara dua atau lebih unsur budaya, misalnya budaya animisme, Hindu, Budha, dan Islam.Hal tersebut seperti dinyatakan Geertz sebagai agama Jawa.Agama Jawa ini tampak dari luar adalah Islam, tetapi setelah dilihat secara mendalam kenyataannya adalah agama sinkretis.Sepertinya tidak terjadi apa-apa bahwa sinkretisme itu menciptakan persatuan sebagai tujuan utama, akibatnya dogma-dogma dan ajaran-ajaran harus dikurbankan secara lahiriyah, tetapi di dalamnya dogma-dogma dan ajaran-ajaran masih dipergunakan.Dalam sinkretisme terlihat, bahwa namanya upacara Islami tetapi di dalamnya terkandung ajaran Hindu, Budha, dan animisme.Mulder (1992) meminjam Concise Oxford Dictionary untuk mendifinisikan sinkretisme, yakni usaha untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan dan menciptakan persatuan antara sekte-sekte.Kekuatan sikretisme inilah yang menjadikan tradisi masyarakat atau kebudayaan Jawa tetap hidup dan berkembang secara dinamis.

(9)

1.5.2. Sistem Religi

Sistem religi atau agama merupakan aspek penting dalam kebudayaan, bahkan C. Kluckhohn menempatkan agama sebagai cultural universal ke enam dari unsur kebudayaan yang dikemukakannya, yaitu (1) bahasa, (2) sistem pengetahuan, (3) organisasi sosial, (4) sistem peralatan hidup dan teknologi, (5) sistem mata pencaharian hidup, (6) sistem religi, dan (7) kesenian (Koentjaraningrat, 2009)

Religi atau agama pada dasarnya merupakan kepercayaan terhadap adanya kekuatan gaib, luar biasa atau supernatural yang berpengaruh terhadap kehidupan individu dan masyarakat, bahkan terhadap gejala gejala alam.Kepercayaan itu menimbulkan perilaku terntentu dari individu ataupun masyarakat yang mempercayainya seperti berdoa, memuja dan lainnya, serta menimbulkan sikap mental tertentu, seperti takut, pasrah, optimis dan lain sebagainya.Setiap agama memiliki ajaran yang menjadi pedoman bagi pengikutnya dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Sebagaimana menurut Malefijt, peran agama dalam kehidupan masyarakat sangat penting, tidak ada aspekkebudayaan lain dari agama yang lebih luas pengaruh dan implikasinya dalam kehidupan manusia, agama juga berinteraksi secara signifikan dengan institusi budaya lain. Ekpresi religius ditemukan dalam budaya materil, prilaku manusia, norma, moral, sistem keluarga, ekonomi, hukum, politik, pengobatan, sains, teknologi, seni, pemberontakan, perang, dan sebagainya (Agus, 2006).

1.5.3. Adat Jawa

Secara etimologi, dalam hal ini adat berasal dari bahasa Arab yang berarti “kebiasaan”, jadi secara etimologi adat dapat didefinisikan sebagai perbuatan yang dilakukan berulang-ulang lalu menjadi suatu kebiasaan yang tetap dan dihormati orang, maka kebiasaan itu menjadi adat. Adat merupakan kebiasaan-kebiasaan

(10)

yang tumbuh dan terbentuk dari suatu masyarakat atau daerah yang dianggap memiliki naili dan dijunjung serta di patuhi masyarakat pendukungnya.

Adat istiadat merupakan kebiasaan sosial yang sejak lama ada dalam masyarakatdengan maksud mengatur tata tertib. Ada pula yang mengikat norma dan kelakuan di dalammasyarakat, sehingga dalam malakukan suatu tindakan mereka akan memikirkan dampak akibat dari berbuatannya atau sekumpulan tata kelakuan yang paling tinggi kedudukannyakarena bersifat kekal dan terintegrasi sangat kuat terhadap masyarakat yang memilikinya.

1.5.4. Ritual Keagamaan

Ritual merupakan tata cara dalam upacara atau suatu perbuatan keramat yang dilakukan oleh sekelompok umat beragama. Yang ditandai dengan adanya berbagai macam unsur dan komponen, yaitu adanya waktu, tempat-tempat dimana upacara dilakukan, alat-alat dalam upacara, serta orangorang yang menjalankan upacara( Koentjaraningrat, 1985).

Pada dasarnya ritual adalah rangkaian kata, tindakan pemeluk agama dengan menggunakan benda-benda, peralatan dan perlengkapan tertentu, ditempat tertentu dan memakai pakaian tertentu pula ( Imam Suprayogo, 2001).

Begitu halnya dalam ritual upacara kematian, banyak perlengkapan, benda-benda yang harus dipersiapkan dan dipakai.Ritual atau ritus dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan berkah atau rezeki yang banyak dari suatu pekerjaan.Seperti upacara menolak balak dan upacara karena perubahan atau siklus dalam kehidupan manusia seperti kelahiran, pernikahan dan kematian (Bustanuddin Agus, 2006).

(11)

1.6.1. Pendekatan Penelitian

Sesuai dengan fokus permasalahan yang telah dibahas, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif agar peneliti mampu memahami hal apa saja yang dilakukan oleh subjek penelitian saat berada di lapangan. dan peneliti juga membutuhkan informasi yang sifatnya mendalam dari subjek.

Bogdan & Biklen, S. (1992: 21-22) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati. Pendekatan kualitatif diharapkan mampu menghasilkan uraian yang mendalam tentang ucapan, tulisan, dan atau perilaku yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat, dan atau organisasi tertentu dalam suatu setting konteks tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh, komprehensif, dan holistik. (Rahmat, 2009).

1.6.2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan Kualitatif dengan jenis penelitianEtnografi. Dimana metode kualitatif merupakan suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Dimana peneliti turun ke lapangan, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya, mengadakan pengamatan dan penjelajahan.

Kualitatif adalah penelitian riset yang cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Proses dan makna (perspektif subjek) lebih di tonjolkan dalam penelitian kualitatif. (Rahmat, 2009).

(12)

Penelitian Etnografi merupakan pekerjaan mendeskripsikan suatu kebudayaan. Tujuan utama aktivitas ini adalah untuk memahami suatu pandangan hidup dari sudut pandang penduduk asli, sebagaimana dikemukakan oleh Bronislaw Malinowski, bahwa tujuan etnografi adalah “memahami sudut pandang penduduk asli, hubungannya dengan kehidupan, untuk mendapatkan pandangannya mengenai dunianya” (1992: 25).

Inti dari penelitian etnografi adalah upaya untuk memperlihatkan makna-makna tindakan dari kejadian yang menimpa orang yang ingin kita pahami. Sekalipun demikian, di dalam setiap masyarakat, orang tetap menggunakan sistem makna yang kompleks ini untuk mengatur tingkah laku mereka, untuk memahami diri mereka sendiri dan orang lain, serta untuk memahami dunia tempat mereka hidup. Sistem makna ini merupakan kebudayaan mereka dan etnografi selalu mengimplikasi kan teori kebudayaan.

Menurut Spradley, budaya berada di dalam pikiran manusia, dan bentuknya adalah organisasi pikiran tentang fenomena material, maka tugas etnografi adalah menemukan dan menggambarkan organisasi pikiran tersebut. Dengan acuan perspektif yang demikian itu, Spradley melukiskan empat tipe analisis etnografis, yakni analisis domain; analisis taksonomik; analisis komponen; dan analisis tema.

Oleh karena itu, penelitian etnografi melibatkan aktivitas belajar mengenai dunia orang yang telah belajar melihat, mendengar, berbicara, berpikir, dan bertindak dengan cara yang berbeda. Jadi etnografi tidak hanya mempelajari masyarakat, tetapi lebih dari itu, etnografi belajar dari masyarakat.

(13)

Lokasi penelitian ini berada di Wilayah Kabupaten Malang khususnya di daerah lereng Gunung Kawi sebelah selatan, tepatnya di Desa Wonosari, Kecamatan Wonosari Kabupaten Malang.Penyusunan penelitian ini diawali dengan penelitian awal yaitu dengan melakukan observasi, mengumpulkan data dan informasi sebanyak-banyaknya hingga dapat di simpulkan suatu permasalahan.

Lokasi ini dipilih karen pada umumnya masyarakat Desa Wonosari bermata pencaharian sebagai petani dan wirausaha yang berkaitan dengan wisata ritual Gunung Kawi. Kehidupan sosial masyarakatnya masih berpegang teguh pada adat-istiadat dan budaya sebagai warisan leluhur yang dipertahankan hingga sekarang.

1.6.4. Subyek Penelitian

Subjek penelitian atau informan adalah orang yang mampu memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian (dalam Lexy J. Moleong, 2012:97).Oleh karena itu, informan dalam penelitian ini adalah orang-orang yang dianggap mengetahui secara pasti mengenai seluk beluk Desa Wonosari mulai dari kegiatan sosial, keagamaan, budaya dan lain-lain.Penelitian

ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan purposive

sampling.teknikpurposive sampling adalah teknik untuk menentukan sampel penelitian dengan beberapa pertimbangan tertentu yang bertujuan agar data yang diperoleh nantinya bisa lebih representative. Dari pengertian ini dapat disimpulkan teknik pengumpulan data dengan purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel yang berdasarkan atas suatu pertimbangan tertentu seperti sifat-sifat populasi ataupun ciri-ciri yang sudah diketahui sebelumnya.

(14)

Dalam penelitian ini yang menjadi sampel yaitu beberapa informan yang memenuhi kriteria tertentu. Adapun kriteria yang dijadikan sebagai sampel penelitian yaitu:

1. Yang memahami sejarah, legenda, cerita rakyat, maupun mitos di Gunung Kawi. Disini peneliti menunjuk satu informan selaku masyarakat setempat dan juga kepala Desa Wonosari selaku yang di percaya dalam penelitian ini.

2. Yang bertanggung Jawab di lokasi tempat dimana para pengunjung atau wisatawan melakukan ritual, disini peneliti menunjuk Juru Kunci selaku pengurus Pesarean Gunung Kawi.

1.6.5. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dengan dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder.

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh peneliti secara langsung tanpa melalui perantara dan diperoleh secara langsung di lokasi penelitian. Data primer ini di dapatkan oleh peneliti dengan beberapa teknik pengumpulan data yang sebelumnya sudah ditentukan oleh peneliti.Data primer dalam penelitian ini didapat melalui observasi dan wawancara secara langsung kepada Kepala Desa Wonosari, Masyarakat setempat, Pelaku Ritual, dan Juru Kunci Pesarean Gunung Kawi.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung dari lokasi penelitian, bisa juga data yang diperoleh melalui perantara media tertentu maupun sumber lainya yang memiliki keterkaitan

(15)

dengan penelitian yang dilakukan peneliti.Data sekunder dalam penelitian ini berupa hasil penelitian terdahulu, jurnal, buku, foto-foto, dan juga dokumen baik dari institusi pemerintahan maupun pribadi yang ada kaitanya dengan sinkrerisme budaya.

1.6.6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang peneliti lakukan menggunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Dengan teknik ini dimaksudkan untuk memperoleh data dari informan dengan detail dan rinci sehingga dapat memudahkan peneliti dalam hal menyusun penelitian. Berikut penjabaran serta teknis pengumpulan data yang akan dilakukan peneliti :

1. Observasi

Menurut Kartono (1980: 142) pengertian observasi adalah studi yang disengaja dan sistematis tentang fenomena sosial dan gejala-gejala psikis dengan jalan pengamatan dan pencatatan. Dari pengertian tersebut peneliti akan melakukan pengamatan secara mendalam tentang sinkretisme antara sistem religi dengan adat istiadat jawa dalam ritual keagamaan di Daerah Gunung Kawi.

Observasi ini, peneliti menggunakan observasi partisipan dimana peneliti juga akan terlibat dengan kegiatan sehari-hari untuk diamati sebagai sumber penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti juga ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh subyek tersebut. Dengan begitu maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak.

(16)

Wawancara merupakan suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu. Pada suatu masalah tertentu ini merupakan proses tanya jawab, dimana dua orang atau lebih berhadapan satu sama lain secara fisik. Terdapat dua pihak dengan kedudukan yang berbeda dalam proses wawancara. Wawancara kualitatif dilakukan bila peneliti bermaksud untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami individu yang berkenaan dengan topik yang akan di teliti (Kartono, 1980: 171).

Peneliti menggunakan wawancara terstruktur sebagai tehnik

pengumpulan data, dimana peneliti telah mengetahui dengan pasti tentang informasi yang akan diperoleh. Oleh karena itu dalam melakukan wawancara terstruktur ini, peneliti sudah menyiapkan pertanyaan-pertanyaan yang kemudian akan diberikan kepada subjek dan peneliti akan mencatat semua informasi yang diberikan oleh subjek ( Sugiyono, 2014: 233).

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah

berlalu.Dokumentasi adalah mendokumenkan hasil dari penelitian yang peneliti lakukan. Dokumentasi ini dapat berupa foto, rekaman suara, video dan lain sebagainya ( Sugiyono: 2010: 240).

Peneliti mendapatkan dokumentasi tentang beberapa kegiatan para masyarakat setempat maupun wisatawan yang hendak melakukan ritual keagamaan di area pesarean Gunung Kawi. Pengambilan dokumentasi ini dilakukan dengan cara terang-terangan tentunya dengan ijin sepengetahuan dan peesetujuan yang bersangkutan.

(17)

Menurut Taylor, (1975: 79) mendefinisikan analisis data sebagai proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis (ide) seperti yang disarankan dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan dan tema pada hipotesis.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan model analisis data sebagai berikut: 1. Analisis sebelum dilapangan

Dalam hal ini peneliti melakukan analisa terhadap penelitian terdahulu untuk menentukan fokus penelitian yang akan dikaji. Peneliti mencari data dari penelitian terdahulu kemudian memfokuskan penelitian yang akan dikaji namun ini masih bersifat sementara, dari hasil analisa ini peneliti akan mengembangkannya dalam penelitian selanjutnya yaitu terjun ke lapangan.

2. Analisis data di lapangan model Miles and Huberman

Miles dan Huberman (1984: 246) menyatakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus menerus sampai tuntas. Aktivitas yang dilakukan dalam analisis data yaitu, reduction, data display, dan conclusion drawing/verification. Dalam analisis data ini peneliti melakukan pengamatan dengan terjun ke lapangan atau tepatnya di Desa Wonosari, Kabupaten Malang yang terletak di lereng Gunung Kawi sebelah selatan.Peneliti menganalisa bagaimana keadaan, kondisi dan lain-lainyang dapat dikumpulkan untuk memenuhi data selanjutnya.

Ada empat bentuk analisis data penelitian kualitatif etnografi menurut James P. Spradley untuk mencari tema-tema budaya, yaitu analisis domain, analisis taksonomi, analisis komponensial, dan analisis tema kultural. Penjelasannya sebagai berikut:

(18)

Pertama, analisis domain yaitu memperoleh gambaran umum dan menyeluruh dari objek penelitian atau situasi sosial yang diteliti.Melalui pertanyaan umum dan pertanyaan rinci peneliti menemukan berbagai kategori atau domain tertentu sebagai pijakan penelitan selanjutnya.Semakin banyak domain yang dipilih semakin banyak waktu yang diperlukan untuk penelitian.

Data diperoleh dari grand tour dan minitour question.Hasilnya berupa gambaran umum tentang objek yang diteliti, yang sebelumnya belum pernah diketahui. Dalam analisis ini informasi yang diperoleh belum mendalam , masih dipermukaan, namun sudah menemukan domain-domain atau kategori dari situasi sosial yang diteliti.

2. Analisis Taksonomi

Analisis taksonomi yaitu menjabarkan domain-domain yang dipilih menjadi lebih rinci, untuk mengetahui struktur internalnya.Dilakukan dengan observasi terfokus.Analisis terhadap keseluruhan data yang terkumpul berdasarkan domain yang telah ditetapkan. Dengan demikian domain yang telah ditetapkan menjadi cover term oleh peneliti dapat diurai secara lebih rinci dan mendalam melalui analisis taksonomi ini. Hasil analisis taksonomi dapat disajikan dalam bentuk diagram kotak (box diagram), diagram garis dan simpul (lines and node diagram) dan outline.

3. Analisis komponensial

Analisis komponensial yaitu analisis yang mencari ciri spesifik pada setiap struktur internal dengan cara mengkontraskan antara elemen. Analisis dilakukan sebagai observasi dan wawancara terseleksi dengan pertanyaan yang mengkontraskan (Contras question).Pada analisis komponensial, yang dicari untuk diorganisasikan dalam domain bukanlah keserupaan dalam

(19)

domain, tetapi justru yang memiliki perbedaan atau yang kontras. Data ini dicari melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi yang terseleksi dengan teknik pengumpulan data yang bersifat triangulasi tersebut, sejumlah dimensi yang spesifik yang berbeda pada setiap elemen akan dapat ditemukan.

4. Analisis Tema Kultural

Analisis tema kultural yaitu mencari hubungan di antara domain, dan bagaimana hubungan dengan keseluruhan, dan selanjtnya dinyatakan ke dalam tema atau judul penelitian.Berdasarkan analisis budaya tersebut selanjutnya dapat disusun judul penelitian baru, apabila dalam judul dalam proposal berubah setelah peneliti memasuki lapangan.

1.6.8. Uji Keabsahan Data

Teknik pemeriksaan keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik Triangulasi. Menurut Lexy J. Moleong (2012:330) “triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu”. Denzin (dalam Lexy J. Moleong, 2012:330) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pemeriksaan keabsahan data triangulasi dengan sumber dan triangulasi dengan metode. Menurut Patton (dalam Lexy J. Moleong, 2012:330) triangulasi dengan sumber “berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif”. Sedangkan triangulasi dengan metode menurut Patton (dalam Lexy J. Moleong, 2012:330) terdapat dua strategi, yaitu (1) pengecekan derajat kepercayaan

(20)

penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan (2) pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama.

Dengan teknik triangulasi dengan sumber, peneliti membandingkan hasil wawancara yang diperoleh dari masing-masing sumber atau informan penelitian sebagai pembanding untuk mengecek kebenaran informasi yang didapatkan. Selain itu peneliti juga melakukan pengecekan derajat 43 kepercayaan melalui teknik triangulasi dengan metode, yaitu dengan melakukan pengecekan hasil penelitian dengan teknik pengumpulan data yang berbeda yakni wawancara, observasi, dan dokumentasi sehingga derajat kepercayaan data dapat valid.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam system ekonomi kapitalis bahwa kemiskinan dapat diselesaikan dengan cara menaikkan tingkat produksi dan meningkatkan pendapatan nasional ( national income ) adalah teori

Dari hasil akreditasi Satuan PAUD pada tahun 2019, di harapkan bisa dimanfaatkan oleh Pemerintah Daerah melalui Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota untuk

Hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan sebuah WO adalah apakah kalimat-kalimat pada daftar langkah kerja ( task-list ) memberikan instruksi yang jelas,

langsung mengunjungi web online shop di www.myrubylious.com lebih cepat dan mudah untuk melihat dan memilih barang yang diinginkan. Kemudian untuk konsumen yang ingin

Semua guru besar mendapat tugas mengajar di setiap semester, pada program sarjana (S1) dan terutama di program pascasarjana, sehingga walaupun mempunyai

Sektor-sektor yang mengalami peningkatan penyerapan penduduk bekerja terbesar di atas 10 persen, yaitu: sektor Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan

Investasi, belanja modal, infrastruktur jalan, dan infrastruktur listrik merupakan variabel indepnden dalam penelitian ini dimana variable tersebut berpengaruh

Penelitian dalam observasi awal digunakan untuk mengetahui kecerdasan naturalis anak. Observasi awal sebagai perbandingan kecerdasan naturalis sebelum diberi perlakuan