• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan produk furnitur semakin meningkat dengan dikeluarkannya berbagai desain produk baru oleh perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang furnitur. Pangsa furnitur dunia mulai tertarik untuk mengunakan produk yang ramah lingkungan. Isu ramah lingkungan tidak hanya dinilai sebagai nilai tambah, tapi sudah menjadi salah satu pertimbangan utama konsumen dalam memilih produk, bahkan banyak negara telah mensyaratkan hanya produk-produk

ecolabelling (ramah lingkungan) yang diizinkan masuk ke negara mereka.

Persyaratan tersebut merupakan peluang pasar yang besar bagi produk furnitur rotan Indonesia untuk semakin berkembang. Rotan merupakan salah satu produk yang termasuk ramah lingkungan yang bahan bakunya berasal dari Indonesia. Rotan dianggap ramah lingkungan karena merupakan sumber daya alam yang bisa diperbaharui. Selain itu dengan sifatnya yang lentur, kuat dan dapat dibentuk, menjadikan rotan sebagai bahan baku produk furnitur yang baik.

Sebagai langkah awal untuk memperoleh peluang pasar, maka perlu dilakukan identifikasi terhadap keinginan konsumen. Identifikasi keinginan konsumen perlu dilakukan untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan konsumen terhadap suatu produk, dalam hal ini produk furnitur. Analisis tersebut diperlukan karena pada dasarnya suatu perusahaan baik produsen maupun perancang produk tidak mengetahui secara tepat apa yang diinginkan konsumen. Dengan mengetahui keinginan konsumen maka perusahaan, khususnya tim perancang produk (product

designer) dapat mendesain produk yang sesuai dengan keinginan konsumen.

Dalam merancang dan mengembangkan suatu produk, tim perancang produk lebih mencoba trial dan error. Seorang perancang produk (product

designer) harus dapat mendesain produk yang dapat memenuhi keinginan

konsumen. Proses desain adalah sebuah proses yang terdiri dari suatu rangkaian kegiatan kreatif, dan sering menghadapi ketidakpastian (Crilly et al. 2004).

Untuk dapat merancang suatu produk, seorang perancang produk sebaiknya mengetahui hal-hal yang menjadi pertimbangan konsumen dalam memilih produk. Pada saat ini pertimbangan secara emosi dan perasaan menjadi pertimbangan

(2)

penting bagi konsumen dalam memilih produk (Nagamachi & Lokman 2011). Seiring dengan berkembangnya jenis produk dan teknologi maka suatu produk tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumen secara fungsi (functional) dan kegunaan (usability), namun juga memenuhi kebutuhan emosional konsumen. Dengan kata lain, suatu produk diharapkan dapat memenuhi kebutuhan konsumen baik secara fisik maupun emosi.

Oleh karena itu perlu adanya pengetahuan mengenai kebutuhan dan keinginan konsumen. Metode yang dilakukan untuk menangkap keinginan konsumen adalah Quality Function Deployment (QFD) yang diperkenalkan oleh Akao pada tahun 1970, dan metode lainnya adalah rekayasa Kansei (Kansei

Engineering).

Salah satu metode untuk mengembangkan produk yang sesuai dengan keinginan konsumen adalah Rekayasa Kansei. Rekayasa Kansei (Kansei

Engineering) merupakan metode pengembangan produk berorientasi kepada

konsumen, diperkenalkan oleh Prof. Mitsuo Nagamachi pada tahun 1970. Rekayasa Kansei menitik beratkan pada perasaan (Kansei) manusia. Penggunaan metode Rekayasa Kansei dapat menerjemahkan Kansei (perasaan atau emosi) dari konsumen menjadi elemen rancangan desain, sehingga selanjutnya membuat suatu produk akan lebih efisien (Okamoto et al. 2007).

Rekayasa Kansei telah banyak digunakan untuk pengembangan produk baru maupun untuk desain produk (Nagamachi 1995). Metode ini telah diterapkan di Jepang, dan banyak digunakan, khususnya pada industri otomotif seperti mobil Miata keluaran Mazda (Nagamachi 2002a), setir mobil (Nagamachi 2002b), interior mobil (Tanoue et al. 1997; Jindo & Hirasago 1997) maupun produk lainnya seperti tas (Nagasawa 2008), kursi kantor (Park & Han 2004), dan mesin cuci (Ishihara et al. 2010). Contoh dari suksesnya penggunaan rekayasa Kansei adalah produk Miata (MX5) dari Mazda. Produk mobil tersebut terbukti disukai oleh konsumen sehingga menjadi mobil sport terlaris versi The Guinness Book of

Records tahun 2001 (Schütte & Eklund 2003).

Hingga saat ini masih sedikit sekali penelitian yang menerapkan Rekayasa

Kansei pada produk-produk pertanian, khususnya produk hasil agroindustri. Di

(3)

proses pengembangannya. Rotan merupakan komoditas hasil hutan non kayu yang penting di Indonesia. Sekurangnya dua juta rakyat Indonesia yang tersebar di Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera menggantungkan hidupnya pada rotan. Saat ini produk rotan alam di Indonesia mencapai sekitar 250 ribu sampai 300 ribu ton per tahun yang merupakan 85% dari produksi rotan dunia (Sumardjani 2010). Produksi tersebut menurun dibandingkan hasil kajian Departemen Kehutanan dan Perkebunan pada tahun 1998 yang menunjukkan bahwa perkiraan luas areal hutan yang berotan adalah 11,8 juta ha dengan potensi produksi rotan adalah sebesar 415.950,64 ton per tahun (Mulyadi 2001).

Produk jadi industri rotan sebagian besar berorientasi ekspor. Negara tujuan ekspor utama adalah Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Amerika Serikat, Belanda, Perancis, Jerman, Inggris, Belgia, Luxemburg, Spanyol, dan Australia. Jumlah ekspor Indonesia pada tahun 2008 untuk rotan mentah adalah 30.947.193 kg dengan nilai US$ 27.948.348, sedangkan untuk produk rotan jadi mencapai 177.007.303 kg dengan nilai US$ 432.297.220. Ekspor rotan terus menurun dimana pada tahun 2009 ekspor rotan mentah/asalan sebesar 27.863.593 kg dengan nilai US$ 26.901.677 dan untuk produk rotan jadi 161.978.158 kg dengan nilai US$ 395.139.212 (BPS 2010).

Salah satu penyebab penurunan ekspor produk jadi rotan Indonesia adalah bahan baku rotan lebih banyak diekspor keluar negeri (Jaelani 2010). Keluarnya keputusan Menteri Perdagangan No. 35/M-Dag/PER/11/2011 tentang penutupan ekspor bahan baku rotan berakibat berlimpahnya bahan baku rotan yang harus terserap oleh industri pengolahan rotan di dalam negeri. Industri furnitur sebagai industri utama pengolah rotan harus semakin berkembang untuk menghasilkan produk-produk yang berhasil. Salah satunya yaitu dengan cara mengembangkan berbagai desain yang disukai konsumen.

Produk jadi rotan antara lain furnitur, kerajinan seperti partisi, keranjang dan lain-lain. Dalam perdagangan dunia, produk furnitur Indonesia bersaing ketat dengan produk-produk dari negara-negara lain terutama China dan Vietnam. Kursi rotan Indonesia sebagai produk ekspor dan penggunaan domestik menjadi lahan agroindustri. Menurut Rini (2006) eksportir rotan Indonesia hanya mampu

(4)

menjual kursi rotan di pasar Eropa dengan harga terendah US$ 4 per kg, sementara produk serupa buatan Cina dapat dijual dengan harga US$ 1,8 per kg.

Permasalahan yang dihadapi oleh pengusaha produk berbasis rotan antara lain disebabkan oleh masih lemahnya desain dan penyelesaian produk, tidak seragamnya mutu produk dan ketergantungan teknologi rancang bangun dan perekayasaan industri mesin dan peralatan furnitur kayu dan rotan dari luar negeri. Selain itu sebagian besar pengusaha produk rotan Indonesia melakukan ekspor melalui perantara dalam bentuk barang jadi, sehingga pengusaha rotan sangat tergantung pada pihak perantara dan pembeli (buyer), sehingga tidak memiliki pengetahuan mengenai preferensi konsumen.

Faktor desain semakin menjadi penentu keberhasilan produk di pasar domestik dan ekspor, oleh karena itu pengetahuan apa saja yang menjadi keinginan konsumen sangat dibutuhkan untuk mengembangkan produk jadi rotan. Pada umumnya produk agroindustri dibuat tanpa mempertimbangkan perasaan dan tanpa menggunakan rancangan desain. Oleh karena itu diperlukan suatu perancangan produk yang menggunakan perasaan, agar lebih dapat mengakomodir keinginan dan selera konsumen.

Dalam penelitian ini ada tiga isu penelitian yang dipertimbangkan. Pertama adalah bagaimana pemahaman emosi dan perasaan manusia terhadap produk. Kedua adalah bagaimana mengembangkan metode yang efektif untuk menghubungkan evaluasi berdasarkan emosi dan perasaan konsumen dengan desain produk. Ketiga bagaimana memetakan pengetahuan mengenai emosi dan perasaan konsumen tersebut terhadap desain elemen produk. Ketiga isu tersebut menjadi permasalahan pada suatu sistem penilaian produk, dalam hal ini evaluasi terhadap desain produk, khususnya produk kursi rotan.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengembangkan sistem evaluasi elemen desain produk rotan menggunakan pendekatan rekayasa Kansei. Tujuan khusus penelitian adalah sebagai berikut:

(5)

2. Mengembangkan metode evaluasi elemen desain kursi rotan dengan pendekatan rekayasa Kansei

3. Mengembangkan integrasi sistem evaluasi elemen desain kursi rotan dengan pendekatan rekayasa Kansei.

1.3 Ruang Lingkup Penelitian

Lingkup penelitian ini meliputi hal-hal berikut:

1. Obyek penelitian adalah produk jadi rotan, yaitu kursi makan rotan (rattan

dining chair).

2. Penelitian dibatasi pada persepsi konsumen terhadap desain elemen kursi rotan, yaitu desain sandaran punggung kursi rotan, desain dudukan kursi rotan, desain sandaran tangan kursi rotan, desain kaki kursi rotan dan anyaman kursi rotan.

1.4 Manfaat Penelitian

Keluaran dari penelitian adalah suatu metodologi untuk melakukan evaluasi atau penilaian terhadap produk dengan mempertimbangkan perasaan, emosi atau

Kansei konsumen, khususnya produk rotan. Oleh karena itu hasil penelitian ini

diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:

1. Sebagai pertimbangan awal dalam merancang produk rotan, khususnya untuk perancang produk

2. Sebagai studi awal untuk penelitian selanjutnya dalam mengembangkan desain produk yang sesuai dengan keinginan konsumen.

1.5 Kebaruan Penelitian

Dari referensi studi diketahui bahwa penelitian dengan pendekatan rekayasa

Kansei, khususnya untuk produk agroindustri masih sangat sedikit dilakukan,

Riset ini berkontribusi pada pengembangan metode evaluasi pada rekayasa

Kansei, khususnya rekayasa Kansei tipe II. Penggunaan rekayasa Kansei dengan association rules dan quality function deployment (QFD) dengan pembobotan

menggunakan analytical hierarcy process (AHP) pada industri furnitur rotan merupakan metode yang diklaim sebagai kebaruan pada disertasi ini.

Referensi

Dokumen terkait

Biji-bijian yang demikian inilah yang memerlukan perlakuan khusus, contohnya adalah pada biji kemiri, biji melinjo, biji sengon (albasia), dan sebagainya. Biji yang

Dari pendapat tersebut, dapat di simpulkan bahwa dalam memilih media untuk kepentingan pembelajaran sebaiknya guru harus memperhatikan kriteria-kriteria yang

Untuk keperluan air minum, sumber air harus mempunyai kadar sulfat tidak lebih dari 200 mg/L hal ini dikarenakan kandungan konsentrasi yang tinggi dalam air minum dapat menyebabkan

Nilai ekonomis dari ampas tebu akan semakin tinggi apabila dilakukan proses lanjutan yaitu dengan memanfaatkan limbah tebu menjadi membran silika nanopori yang

yang sangat besar seperti: (1) pengembangan kompetensi guru (matematika) dalam pendidikan dan pengajaran serta pengabdian kepada masyarakat merefleksikan pada

 Inflasi Kota Bengkulu bulan Juni 2017 terjadi pada semua kelompok pengeluaran, di mana kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan mengalami Inflasi

Penataan promosi statis ialah suatu kegiatan untuk mempertunjukkan, memamerkan atau memperlihatkan hasil praktek atau produk lainnya berupa merchandise kepada masyarakat

3 Scatter plot hasil clustering algoritme PAM untuk k=17 7 4 Scatter plot hasil clustering algoritme CLARA untuk k=19 9 5 Plot data titik panas tahun 2001 sampai dengan