• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN Oleh : Eryani Kurnia Puspitasari, S.H

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN Oleh : Eryani Kurnia Puspitasari, S.H"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN Oleh :

Eryani Kurnia Puspitasari, S.H. 199103192017122001

A. PENDAHULUAN

Seiring semakin meningkatnya interaksi ekonomi di dalam masyarakat. Mendorong terjadinya perumbuhan pembiayaan yang semakin meningkat. Pembiayaan ini salah satunya dipenuhi dengan pinjaman dari pihak kreditor kepada debitor. Hubungan antara kreditor dan debitor ini diwujudkan dalam suatu perjanjian. Perjanjian ini lazimnya merupakan perjanjian utang-piutang. Inti dari perjanjian ini adalah debitor meminjam sejumlah uang dari kreditor yang akan dilunasi selama jangka waktu yang di sepakati antara kedua belah pihak. Perjanjian ini biasanya selalui disertai dengan perjanjian ikutan yang sifatnya menjamin bahwa debitor akan memenuhi kewajibannya kepada kreditor.

Perjanjian ikutan ini sering disebut dengan perjanjian accesoir. Keberlakuan perjanjian ini digantungkan pada perjanjian pokoknya, yakni perjanjian utang-piutang. Karena sifatnya sebagai perjanjian ikutan, maka keberlakukannya ditentukan dari perjanjian pokok. Jika perjanjian pokok berakhir, maka perjanjian accesoir akan berakhir juga. Perjanjian ikutan ini merupakan jaminan pembayaran kembali atas pinjaman yang telah diperoleh debitor tersebut kepada kreditor.

Jaminan ini bisa berupa jaminan perorangan dan jaminan kebendaan. Jaminan kebendaan dianggap memiliki kelebihan dibandingkan dengan jaminan perorangan. Salah satu bentuk jaminan kebendaan adalah Hak Tanggungan. Sepanjang mengenai obyek jaminan berupa tanah dan benda-benda yang berkaitan hak atas tanah, maka jaminan yang berlaku adalah Hak Tanggungan sebagaimana diatur pada UU No. 4 Tahun 1996. Sebelum adanya UU No. 4 Tahun 1996, jaminan atas tanah menggunakan jaminan dalam bentuk hipotik. Tetapi dengan berlakunya UU No. 4 Tahun 1996 ketentuan hipotik sepanjang atas tanah atau benda tidak bergerak dinyatakan sudah tidak berlaku seperti yang diatur dalam KUHPerdata. Apabila debitor wanprestasi, maka secara hukum kreditor memiliki hak untuk menjual obyek jaminan sebagai pelunasan kewajiban dari debitor. Untuk penjualan obyek Hak Tanggungan dapat dilakukan dengan eksekusi, dalam hal ini terdapat beberapa cara eksekusi yang diatur di dalam UU No. 4 Tahun 1996. Akan tetapi terdapat beberapa kreditur yang memilih eksekusi melalui pengadilan. Sehingga dalam hal ini Penulis tertarik untuk mengetahui apakah eksekusi terhadap obyek hak tanggungan harus selalu melalui pengadilan negeri terlebih dahulu. Padahal seperti yang diketahui bahwa kreditor selaku pemegang hak tanggungan merupakan pihak yang menyimpan Sertifikat Hak Tanggungan, di mana pada

(2)

2

Sertifikat Hak Tanggungan tersebut memiliki titel eksekutorial yang sifatnya disamakan dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Berdasarkan uraian yang telah disampaikan oleh penulis tersebut maka penulis ingin mengetahui lebih lanjut mengenai pelaksanaan eksekusi yang dilaksanakan tanpa melalui pengadilan.

B. PERMASALAHAN

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan penulis di dalam sub bab pendahuluan, maka penulis mengangkat permasalahan yang akan dibahas dalam paper ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah titel Hak Tanggungan dapat di eksekusi tanpa melalui pengadilan?

2. Bagaimana prosedur eksekusi lelang terhadap Hak Tanggungan berdasarkan UU No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah baik secara parate eksekusi maupun penetapan pengadilan?

C. PEMBAHASAN

1. Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Hak Tanggungan

Demi menjamin pelaksanaan perjanjian utang-piutang bahwa debitor akan melunasi kewajibannya kepada kreditor, maka diperlukan perjanjian jaminan sebagai perjanjian accesoir dari perjanjian pokok. Salah satu bentuk jaminan itu adalah berupa Hak Tanggungan. Ketentuan tentang hak tanggungan diatur pada UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.1 Hak Tanggungan merupakan salah satu bentuk jaminan kebendaan. Jaminan kebendaan memiliki ciri khusus, yakni hak mutlak atas suatu benda (absolut), dapat dipertahankan terhadap siapa pun dan jangka waktunya tidak terbatas.

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan memberikan batasan yang dimaksud dengan hak tanggungan, yaitu:

“Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan

tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah milik, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain”.2

Obyek hak tanggungan berdasarkan pengaturan pada Pasal 4 UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, yaitu Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak

1 Selanjutnya dalam penulisan paper ini disingkat menjadi UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. 2 Indonesia, Undang-Undang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, UU No. 4 Tahun 1996, LN RI No. 42 Tahun 1996, TLN RI No. 3632 Tahun 1996. Pasal. 1 angka 1.

(3)

3

Pakai atas tanah Negara, yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan maka dapat juga dibebani hak tanggungan. Subyek hak tanggungan adalah Pemberi Hak Tanggungan, di mana pada Pasal 8 ayat (1) dan (2) UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dijelaskan bahwa Pemberi Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek hak tanggungan yang bersangkutan.

Pemberian hak tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan suatu perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut, dan pemberian hak tanggungan tersebut dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).3 Di sini tampak jelas perjanjian pemberian hak tanggungan didahului dengan perjanjian utang-piutang sebagai perjanjian pokoknya. Secara singkat pemberian hak tanggungan adalah bertujuan untuk memberikan jaminan kepada kreditor untuk mendapatkan pelunasan utang dari debitor dari perjanjian utang-piutang antara keduanya.

Pemberian hak tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan setempat di mana hak atas tanah yang akan dibebani hak tanggungan tersebut terdaftar, dan sebagai bukti adanya pembebanan hak tanggungan, Kantor Pertanahan akan menerbitkan Sertifikat Hak Tanggungan yang memuat irah-irah “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Hal ini kemudian ditegaskan dalam penjelasan Pasal 14 UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan bahwa untuk pencantuman irah-irah ini dimaksudkan untuk menegaskan adanya kekuatan eksekutorial pada Sertifikat Hak Tanggungan, sehingga apabila debitor cidera janji, obyek hak tanggungan dapat di eksekusi seperti halnya suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, melalui tata cara dan dengan menggunakan lembaga parate eksekusi sesuai dengan ketentuan Hukum Acara Perdata yang berlaku. Adanya titel eksekutorial yang terdapat pada Sertifikat Hak Tanggungan tersebut, maka pemegang hak tanggungan mempunyai hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.4

Memahami ketentuan tersebut, memang bisa dilakukan eksekusi hak tanggungan tanpa melalui pengadilan karena sudah adanya titel eksekutorial pada Sertifikat Hak Tanggungan. Hal ini secara tegas diatur pada Pasal 14 ayat (3) UU No. 4 Tahun 1996 bahwa

3 Ibid., Pasal. 10 ayat (1) dan (2). 4 Ibid., Pasal. 20 ayat (2).

(4)

4

“Sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse acte Hypotheek sepanjang mengenai hak atas tanah”.

Dengan adanya titel eksekutorial ini, kreditor selaku pemegang hak tanggungan memiliki hak untuk melakukan eksekusi obyek tanggungan tanpa harus mengajukan permohonan eksekusi terlebih dahulu kepada pengadilan negeri. Dalam hal ini pemegang hak tanggungan memiliki hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui Kantor Lelang dengan cara pelelangan umum dan mengambil pelunasan piutang dari hasil lelang tersebut. Kedudukan kreditor sebagai pemegang hak tanggungan adalah sebagai kreditor preferen atau kreditor yang memiliki urutan di dahulukan atas pelunasan utang dibandingkan kreditor biasa (konkuren).

Selain itu berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (2) UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Eksekusi atas obyek hak tanggungan juga bisa dilakukan dengan cara eksekusi penjualan di bawah tangan apabila antara pemberi dan pemegang hak tanggungan sudah ada kesepakatan bahwa hal itu dianggap lebih menguntungkan. Hal ini sebagaimana diatur

“Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak”.

Selanjutnya juga di dalam penjelasan Pasal 6 UU No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan, menjelasakan bahwa hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri, merupakan salah satu perwujudan dari kedudukan diutamakan atau hak preferen yang dimiliki pemegang hak tanggungan atau pemegang hak tanggungan pertama, apabila pemegang hak tanggungan lebih dari satu orang. Mencermati pasal tersebut maka hak menjual atas kekuasaan sendiri baru melekat apabila diperjanjikan secara tegas dalam APHT sebagai berikut:

1) Pemberian hak tanggungan harus didasarkan pada janji atau klausul yang diberikan debitor atau pemberi hak tanggungan kepada pemegang hak tanggungan/kreditor; 2) Janji itu berisi penegasan yaitu apabila debitor atau pemberi hak tanggungan cidera

janji, pemegang hak tanggungan berhak menjual objek hak tanggungan melalui pelelangan umum tanpa memerlukan persetujuan lagi dari pemberi hak tanggungan.5 Dari uraian diatas maka untuk sistem menjual atas kekuasaan sendiri yang diatur dalam Pasal 6 UU No. 4 Tahun 1996 harus ditegaskan sebagai klausul dalam APHT.

5 M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Perdata, Ed. ke - 2, Sinar Grafika: Jakarta,

(5)

5

Berkaitan dengan hal tersebut, maka dalam hal ini penulis berpendapat bahwa untuk titel hak tanggungan yang dapat di eksekusi tanpa melalui pengadilan dengan 2 (dua) cara yaitu dengan parate eksekusi biasa yaitu dilaksanakan berdasarkan Pasal 20 ayat (1) huruf a jo. Pasal 6 UU Hak Tanggungan yang pada prinsipnya setiap eksekusi harus dilaksanakan dengan melalui pelelangan umum dan eksekusi penjualan bawah tangan oleh pemegang hak tanggungan atas kekuasaan sendiri berdasarkan Pasal 20 ayat (2) UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.

Sedangkan untuk penjualan lelang atas kekuasaan sendiri dapat dilakukan apabila dalam APHT pemberi hak tanggungan berjanji bahwa pemegang hak tanggungan berhak menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri, penjualan lelang dapat dilakukan tanpa campur tangan pengadilan, di mana penjualan tersebut dapat dilakukan secara bawah tangan asalkan diperjanjikan pada kesepakatan baru diluar APHT. Untuk kesepakatan baru ini baru dapat dibuat setelah adanya cidera janji. Berdasarkan ketentuan dalam Buku II Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus, diatur bahwa pelaksanaan penjualan di bawah tangan hanya dapat dilakukan apabila telah diberitahukan secara tertulis dalam jangka waktu 1 (satu) bulan oleh pemegang hak tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya di 2 (dua) surat kabar setempat serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan atas pelelangan tersebut.6

Sehingga berdasarkan penjelasan tersebut maka untuk titel hak tanggungan ini dapat di eksekusi tidak hanya melalui pengadilan, akan tetapi dapat menjual atas kekuasaan sendiri dengan catatan harus diperhatikan hal-hal sebagaimana yang telah diuraikan tersebut.

2. Prosedur Eksekusi Lelang Terhadap Hak Tanggungan Berdasarkan UU No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah baik secara parate executie maupun penetapan pengadilan

Eksekusi hak tanggungan adalah jika debitor cidera janji maka obyek hak tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang belaku dan pemegang hak tanggungan yang berhak mengambil seluruh atau sebagian dari hasilnya untuk pelunasan piutangnya, dengan hak mendahului daripada kreditor lain.7

Eksekusi jaminan hak tanggungan pada dasarnya merupakan langkah terakhir yang dilakukan kreditor selaku pemegang hak tanggungan apabila debitor selaku pemberi hak

6 Mahkamah Agung RI, Pedoman Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Umum, SK

KMA No. 032/KMA/SK/IV/2006, Hlm. 91 – 92.

7 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria Isi Dan Pelaksanaannya, Djambatan: Jakarta, 2008, hlm. 160.

(6)

6

tanggungan cidera janji.8 Eksekusi jaminan hak tanggungan baru bisa dilaksanakan, apabila debitor benar-benar telah tidak mampu memenuhi kewajibannya membayar kewajiban kepada kreditor berdasarkan perjanjian utang-piutang yang telah disepakati bersama. Pada posisi demikian, kreditor dalam melaksanakan eksekusi jaminan hak tanggungan harus tunduk pada ketentuan UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dan peraturan lainnya yang terkait. Setelah dilakukan eksekusi terhadap obyek hak tanggungan, maka dilakukan penjualan dengan pelelangan umum untuk memperoleh pelunasan atas obyek hak tanggungan.

Prosedur eksekusi hak tanggungan sebagaimana yang sudah di bahas pada sub bab sebelumnya, diatur pada Pasal 20 UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Berdasarkan ketentuan ini, eksekusi hak tanggungan dapat dilakukan dengan titel eksekutorial dan eksekusi melalui penjualan di bawah tangan. Tetapi pada praktiknya eksekusi obyek hak tanggungan tidak semudah yang dibayangkan. Pemegang Hak Tanggungan mengajukan permohonan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri. Memang hukum memperbolehkan eksekusi hak tanggungan tanpa perlu adanya penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri (fiat executie). Untuk sampai kepada tahap pelelangan umum harus didahului dengan eksekusi atas obyek hak tanggungan dan pengosongan obyek.

Prosedur untuk eksekusi lelang hak tanggungan memang tidak diatur secara khusus pada UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Ketentuan eksekusi tetap merujuk pada ketentuan eksekusi sebagaimana yang diatur pada HIR/RBg. Secara khusus diatur pada Pasal 196 sampai dengan Pasal 200 HIR atau Pasal 259 sampai dengan Pasal 262 RBg. Adapun secara ringkas prosedurnya sebagai berikut:

1. Pihak kreditor atau pemegang hak tanggungan mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri di mana obyek hak tanggungan tersebut berada. Permohonan ini disertai dengan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk permohonan eksekusi tersebut.

2. Setelah permohonan diterima dan berkas dinyatakan lengkap. Ketua Pengadilan Negeri akan melakukan aanmaning kepada pihak debitor atau pemberi hak tanggungan yang berisi permintaan untuk melaksanakan kewajibannya secara sukarela. Paling lambat 8 (delapan) hari sejak aanmaning dilaksanakan.

3. Jika jangka waktu 8 (delapan) hari sudah terlewati dan pihak debitor tetap tidak mau memenuhi kewajibannya secara sukarela, maka Ketua Pengadilan Negeri akan mengeluarkan penetapan eksekusi atas obyek hak tanggungan.

8 Moch Anshori, Lelang Berdasarkan Pasal 6 UUHT Batal Demi Hukum, Direktur Eksekutif LPK Komnas PK-PU dan Direktur Eksekutif Entitas Hukum Indonesia, diakses pada website

(7)

7

4. Eksekusi dilakukan oleh Panitera Pengadilan Negeri dengan dipimpin Ketua Pengadilan Negeri.

5. Setelah eksekusi dilakukan, maka dibuatkan Berita Acara Eksekusi yang dengan disaksikan 2 (orang) saksi.

6. Ketua Pengadilan Negeri juga menetapkan Kantor Lelang untuk melaksanakan pelelangan umum atas obyek hak tanggungan yang sudah dieksekusi tersebut untuk segera dilakukan penjualan guna pelunasan kewajiban debitor kepada kreditor.

Prosedur eksekusi lelang terhadap jaminan hak tanggungan melalui penetapan pengadilan mengacu pada prosedur eksekusi hipotik sebagaimana diatur pada Pasal 195 sampai dengan Pasal 200 HIR (untuk Jawa dan Madura) atau Pasal 259 sampai dengan Pasal 262 RBg (untuk luar Jawa dan Madura).

Eksekusi yang dilakukan tanpa melalui penetapan pengadilan melainkan dengan adanya titel eksekutorial yang ada pada Sertifikat Hak Tanggungan. Pemegang hak tanggungan mengajukan permohonan kepada Kantor Pelelangan (dalam hal ini Kantor Pelayanan Kekakayaan Negara dan Lelang atau menggunakan jasa Kantor Lelang Swasta. Kantor Pelelangan akan melakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen lelang, yaitu termasuk namun tidak terbatas pada perjanjian utang-piutang, Sertifikat Hak Tanggungan, bukti perincian utang jumlah debitor, bukti peringatan wanprestasi kepada debitor, bukti kepemilikan hak, bukti pemberitahuan pelelangan kepada debitor. Syarat yang juga harus dipenuhi sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 54 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, yakni sebelum dilakukan pelelangan harus diumumkan melalui pengumuman dilakukan sebanyak 2 (dua) kali, berselang 15 (lima belas) hari. Pengumuman pertama dapat dilakukan melalui pengumuman tempelan yang dapat dibaca oleh umum atau melalui surat kabar harian. Tetapi pengumuman kedua harus dilakukan melalui surat kabar harian dan dilakukan 14 hari sebelum pelaksanaan lelang.9

D. PENUTUP 1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang sudah dilakukan maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1) Untuk titel hak tanggungan yang dapat di eksekusi tanpa melalui pengadilan dengan 2 (dua) cara yaitu dengan parate eksekusi biasa yaitu dilaksanakan berdasarkan Pasal 20 ayat (1) huruf a jo. Pasal 6 UU Hak Tanggungan yang pada prinsipnya setiap

9 Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, Pasal 54

(8)

8

eksekusi harus dilaksanakan dengan melalui pelelangan umum dan eksekusi penjualan bawah tangan oleh pemegang hak tanggungan atas kekuasaan sendiri berdasarkan Pasal 20 ayat (2) UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Kreditor selaku pemegang hak tanggungan memiliki hak untuk melakukan eksekusi obyek tanggungan tanpa harus mengajukan permohonan eksekusi terlebih dahulu kepada pengadilan negeri. Dalam hal ini pemegang hak tanggungan memiliki hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui Kantor Lelang dengan cara pelelangan umum dan mengambil pelunasan piutang dari hasil lelang tersebut. Sedangkan untuk penjualan lelang atas kekuasaan sendiri dapat dilakukan apabila dalam APHT, pemberi hak tanggungan berjanji bahwa pemegang hak tanggunngan berhak menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri, penjualan lelang dapat dilakukan tanpa campur tangan pengadilan, dimana penjualan tersebut dapat dilakukan secara bawah tangan asalkan diperjanjikan pada kesepakatan baru diluar APHT. Untuk kesepakatan baru ini baru dapat dibuat setelah adanya cidera janji. Sehingga berdasarkan penjelasan tersebut maka untuk titel hak tanggungan ini dapat di eksekusi tidak hanya melalui pengadilan, akan tetapi dapat menjual atas kekuasaan sendiri dengan catatan harus diperhatikan hal-hal sebagaimana yang telah diuraikan tersebut.

2) Untuk prosedur lelang melalui penetapan pengadilan dilakukan dengan adanya permohonan eksekusi dari kreditor atau pemegang hak tanggungan kepada Ketua Pengadilan Negeri. Setelah dilakukan eksekusi maka akan dilakukan penjualan dengan pelelangan umum yang harus diumumkan di surat kabar setempat dengan jangka waktu yang sudah ditentukan dalam undang-undang. Sedangkan prosedur lelang dengan titel eksekutorial pihak kreditor atau pemegang hak tanggungan mengajukan langsung permohonan lelang kepada Kantor Lelang disertai dengan pemeriksaan dokumen lelang. Selanjutnya sebelum dilakukan penjualan juga diharuskan adanya pengumuman melalui surat kabar setempat dengan jangka waktu yang sudah ditentukan dalam undang-undang.

2. Saran

Berdasarkan pembahasan yang sudah dilakukan maka dapat diperoleh saran sebagai berikut :

1) Alangkah baiknya apabila memperbaharui ketentuan UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah yang disesuaikan dengan perkembangan mengenai situasi dan kondisi jaminan pada saat ini. Khususnya prosedur yang bisa memakan waktu yang lama untuk ditinjau kembali.

(9)

9

2) Alangkah baiknya apabila membuat peraturan pelaksana mengenai tata cara eksekusi hak tanggungan, agar terdapat kejelasan dan kesederhanaan dalam melaksanakan eksekusi obyek hak tanggungan.

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Perundang-undangan :

- Herzien Indonesis Reglement (HIR). - Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

- Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.

- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

Buku :

- Mahkamah Agung RI, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan

Dalam Empat Lingkungan Peradilan ; Buku II Edisi 2007, Jakarta, 2009.

- M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Perdata, Ed. ke - 2, Sinar Grafika: Jakarta, 2017.

- Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang

Pokok Agraria Isi Dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2008.

- Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2018.

Website :

- Moch Anshori, Lelang Berdasarkan Pasal 6 UUHT Batal Demi Hukum, Direktur

Eksekutif LPK Komnas PK-PU dan Direktur Eksekutif Entitas Hukum Indonesia,

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data di atas maka penelitian ini dilakukan untuk menguji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun sirih merah yang dikombinasikan dengan antibiotik amoksisilin

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perbandingan umpan dan pelarut (f/s), jenis antisolvent dan jenis pelarut terhadap ekstraksi likopen

Terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel produksi dan konsumsi beras terhadap impor komoditi beras di Provinsi Jambi pada tahun 2009-2015, besarnya

Penelitian ini bertujuan untuk meramalkan hasil produksi padi ladang menggunakan metode dekomposisi multiplikatif rata-rata bergerak, dan menentukan ukuran akurasi peramalan

279 lahan terbangun adalah perguruan tinggi yang berada di sisi timur sedangkan kepadatan pola keruangan lahan terbangun di sisi barat dipengaruhi oleh Universitas Gadjah Mada

kemudian diumpankan ke separator untuk meisahkan cairan dengan uapnya. Umpan kedua yaitu oksigen yang didapat dari udara lingkungan sekitar. Meskipun yang digunakan

Ada hubungan tingkat pengetahuan masyarakat tentang DBD dengan keberadaan jentik Aedes aegypti di Desa Kali Bening Kecamatan Talang Padang Kabupaten Tanggamus

Hal ini dapat menunjukkan bahwa para responden yaitu para tamu yang check in maupun check out di Hotel Ibis Pekanbaru merasa dalam mengantar tamu ke lobby dan