• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERUBAHAN BENTUK HUNIAN SUKU BAJO AKIBAT PENGARUH INTERAKSI DENGAN SUKU BUGIS DI KABUPATEN BONE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERUBAHAN BENTUK HUNIAN SUKU BAJO AKIBAT PENGARUH INTERAKSI DENGAN SUKU BUGIS DI KABUPATEN BONE"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

PERUBAHAN BENTUK HUNIAN

SUKU BAJO AKIBAT PENGARUH

INTERAKSI DENGAN SUKU BUGIS

DI KABUPATEN BONE

6 April 2010

J U M R A N

(2)

BAB 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

 Secara geografis, masyarakat nelayan adalah masyarakat yang hidup, tumbuh dan berkembang di kawasan pesisir. Seperti juga masyarakat yang lain, masyarakat nelayanpun menghadapi sejumlah masalah politik, sosial dan ekonomi yang kompleks, seperti :

1) kemiskinan, kesenjangan sosial,

2) keterbatasan akses modal, teknologi,

3) kelemahan fungsi kelembagaan sosial ekonomi, 4) sumber daya manusia (SDM) yang rendah,

5) degradasi sumberdaya lingkungan,

6) belum kuatnya kebijakan yang berorientasi pada kemaritiman sebagai pilar utama pembangunan nasional.

(3)

Di kelurahan BajoE, Komunitas suku Bugis sebagai

penduduk asli sudah banyak berinteraksi dengan

beberapa suku pendatang. Antara lain suku Bajo,

karena mereka mempunyai kesamaan mata

pencaharian sebagai nelayan. Interaksi kedua suku ini

sudah berlangsung cukup lama sehingga

memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan baik

dari segi budaya, tatanan kehidupan maupun

permukimannya.

(4)

Rumusan Masalah

1. Bagaimana wujud interaksi suku Bugis dengan suku

Bajo di Kelurahan BajoE Kabupaten Bone?

2. Bagaimana perubahan bentuk hunian suku Bajo di

Kelurahan BajoE Kabupaten Bone?

3. Apakah perubahan bentuk hunian suku Bajo akibat

pengaruh interaksi suku Bugis dengan suku Bajo?

(5)

Tujuan Penelitian,

“Untuk mengetahui perubahan bentuk hunian suku Bajo akibat interaksi dengan suku Bugis di Kelurahan BajoE Kab. Bone. Sasaran Penelitian,

1. Teridentifikasinya suatu bentuk interaksi dua komunitas berbeda yakni suku Bugis dengan suku Bajo di Kelurahan BajoE Kabupaten Bone.

2. Teridentifikasinya perubahan bentuk hunian suku Bajo di Kelurahan BajoE Kabupaten Bone.

3. Teridentifikasinya hubungan interaksi suku Bugis dengan suku Bajo di Kelurahan BajoE Kabupaten Bone.

(6)

Batasan Penelitian

1. Pembahasan dalam penelitian ini dibatasi hanya pada

perubahan bentuk hunian suku Bajo ketika mereka memulai membuat babaroh tahun 1930-an sampai tahun 2009. Sedangkan pembahasan sebelum tahun 1930-an hanya digunakan sebagai data pendukung dalam kajian perubahan bentuk hunian suku Bajo.

2. Titik berat dalam penelitian ini adalah menggali dan mengkaji

wujud interaksi suku Bugis dan suku Bajo dari segi aspek fisik dan non fisik sebelum dan setelah mereka berinteraksi. 3. Pengkajian perubahan bentuk hunian suku Bajo dilakukan

berdasarkan teori transformasi kebudayaan dan beberapa landasan teoritik lainnya.

(7)

Mamfaat Penelitian

1. Memberikan masukan, pandangan dan pemahaman bagi masyarakat awam tentang keaneka ragaman arsitektur tradisional termasuk arsitektur tradisional yang ada di Kabupaten Bone, khususnya di permukiman suku Bajo.

2. Memberikan informasi atau masukan kepada pemerintah Kabupaten Bone untuk tetap memelihara, mengembangkan dan melindungi permukiman suku Bajo, termasuk budaya tradisional yang ada di dalamnya.

3. Pentingnya mengetahui bahwa perubahan bentuk hunian dalam arsitektur tradisional bisa diakibatkan karena pengaruh interaksi sosial, ekonomi dan budaya.

(8)

BAB 2

KAJIAN TEORI

Rumah

 Pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh (Ronald, A, 1992: 38 dalam Ronald, A, 2005: 25) telah didefinisikan bahwa perumahan sebagai salah satu tempat tinggal yang mengandung pengertian ruang tinggal, habitat (tempat hidup), tempat berenung (kontemplasi) dan tempat untuk mengadakan kontak sosial (pertemuan sesama umat manusia).

(9)

Kebutuhan akan perumahan merupakan manifestasi

keinginan untuk memperoleh tempat tinggal yang dapat menampung kegiatan-kegiatan antara lain :

 Melaksanakan ibadat secara tenang dan khidmat.

 Melakukan komunikasi secara matafisik dengan pihak lain secara gaib.

 Mengembangkan sandang, pangan dan papan dalam bentuk kesempurnaan.

 Melakukan kegiatan bermasyarakat secara bebas dalam batas- batas tertentu, berusaha secara bebas dalam lingkup tertentu, belajar secara tenang dan tentram dan mempertahankan diri dari tindakan kejahatan yang bisa timbul setiap saat (Ronald, A, 2005: 5).

(10)

Rumah dan Budaya

 Hubungan antara rumah dan kebudayaan menurut Rapoport (1969 : 47) bahwa rumah dan lingkungan merupakan suatu ekspresi masyarakat tentang budaya, termasuk didalamnya agama, keluarga, struktur sosial dan hubungan sosial antar individu. Selanjutnya Rapoport mengatakan bahwa dalam banyak kasus faktor budaya menjadi sangat penting sebagai faktor yang menentukan bentuk rumah. Adapun ikim merupakan faktor yang memodifikasi bentuk.

(11)

Ruang dan Privasi

 Dalam suatu ruang permukiman, rumah merupakan ruang privat tempat pembinaan etika moral penghuninya. Privat atau privasi menunjukkan adanya batas-batas perilaku dalam interaksi sosial dimana privasi adalah kontrol selektif interaksi antara manusia secara individu atau kelompok dengan yang lainnya. Batasan privasi berupa norma-norma yang disepakati oleh kelompok yang kemudian diwujudkan dalam batas-batas fisik spasial. Dalam masyarakat yang primitif sekalipun, seperti masyarakat i Kung Bushmen dari padang Kalahari di Afrika Selatan, secara intuitif (naluriah) mereka selalu menciptakan a

sense of place atau rasa ruang (Canter, D, 1977; 158).

Walaupun hanya dengan sekedar tongkat yang dipancangkan di tanah dan beberapa benda milik yang lain diletakkan mengitarinya, adalah merupakan simbol rumah mereka telah terbentuk.

(12)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

Pada penelitian ini digunakan metodologi kualitatif dan

kuantitatif secara bersama-sama, karena ada data yang

hanya dapat ditemui pada sekelompok orang yaitu data

tentang persepsi, nilai-nilai budaya dan adat istiadat

(pada kepala kampung, tokoh masyarakat suku Bajo dan

suku Bugis). Sedangkan data lainnya dapat diperoleh

melalui pengisian kuisioner pada sejumlah sampel yang

telah dipilih.

(13)

Populasi Sampel dan Besarnya Sampel

1. Masyarakat suku Bajo di dusun Bajo Kelurahan BajoE (pemuka adat dan masyarakat umum) dengan jumlah sampel yang dapat mewakili di lokasi penelitian secara acak.

2. Masyarakat suku Bugis yang ada di sekitar pantai baik di dusun Bajo maupun lokasi sekitarnya.

Metode Pelaksanaan Survei,

A. Teknik Kuisioner,

B. Teknik Observasi Langsung, C. Teknik Komunikasi Langsung, .

(14)

BAB 4

PERUMAHAN TRADISIONAL SUKU BUGIS DAN SUKU BAJO

Rumah Bugis berbentuk empat persegi panjang (sesuai dengan falsafah hidup). Pola penataan spatial,

Secara vertikal :

1. Rakkeang (bagian atas di bawah atap) 2. Alo Bola (bagian tengah)

3. Awa Bola (bagian bawah) Secara Horisontal :

1. Lontang risaliweng (ruang depan) 2. Lontang ritengngah (ruang tengah) 3. Lontang rilaleng (ruang dalam)

Pola penataan stilistika yaitu : 1. Atap (berbentuk prisma)

2. Bukaan (pada dinding dan pintu) 3. Ragam Hias (dari flora, fauna atau

kaligrafi) Ale Bola Rakkean g Awa Bola R. Tidur Ruang Tamu R. Tidur R. Tidur Ruang Keluarga Ruang Makan Wc Dpr Lontang Rilaleng (Private) Lontang Ritengnga (Private) Lontang Risaliwen g (Semi Private) Semi Publik Tamping

(15)

Dapur R. Tamu/Keluarga K. Tidur Pamuka Rumak Dialan Rumak Dia Rumak

Susunan Vertikal dan Horisontal Rumah Tradisional Suku Bajo

(16)

Beberapa Penambahan Ruang dan Ornamen Rumah Tradisional Bugis dan Suku Bajo

(17)

Penggunaan Material

 Rumah Tradisional Suku Bugis sudah menggunakan material modern untuk konstruksi rumah, sementara rumah tradisional suku Bajo pada awalnya masih menggunakan material yang ada di lingkungan sekitarnya. Hal ini terlihat penggunaan seng sebagai penutup untuk rumah Bugis, sementara rumbia penutup atap rumah tradisonal sukuBajo.

Untuk lantai dan dinding rumah tradisional suku Bugis sudah menggunakan papan, sementara rumah tradisional suku Bajo masih kombinasi papan dan bambu.

Langit-langit rumah tradisonal suku Bugis sudah menggunakan kayu lapis atau kayu profil sebagai penutup sedangkan rumah tradisional suku Bajo masih menggunakan kain, Karoro sebagai penutup.

(18)
(19)

BAB 5

ANALISA DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Penelitian

Lokasi Penelitian

Kecamatan Tanete Riattang Timur secara kewilayahan terdiri dari 8 wilayah Kelurahan. Dengan luas wilayah keseluruhan 48,88 km2, atau 4.888 Ha. Kelurahan BajoE salah satu wilayah Kecamatan Tanete Riattang Timur, dimana di dalamnya ada wilayah permukiman Suku Bajo.

Lokasi penelitian di Kelurahan BajoE, Kecamatan Tanete Riattang Timur, Kab. Bone, terletak 6 km sebelah Timur Kota Watampone. Sebelah Utara Kelurahan BajoE berbatasan langsung dengan Kelurahan Panyula, sebelah Timur berbatasan dengan Teluk Bone, sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Kading dan sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Cellu.

(20)

Lokasi

Penelitian PETA KAB. BONE

(21)

Lingkungan Alam

Lingkungan alam Kelurahan BajoE berada di tepi pantai

Teluk Bone memanjang dari Utara ke Selatan sekitar 3

km. Batas air surut dari darat adalah 1 km dari pantai.

Pada waktu surut, perahu-perahu nelayan tidak dapat

dibawa ke lokasi dekat permukiman mereka, demikian

pula sebaliknya, yang berada di sekitar lokasi permukiman

tidak dapat dibawa keluar.

(22)

Gugusan Karang

Pada bagian Timur BajoE ke arah Selatan terdapat

gugusan karang yang jumlahnya mencapai 63 karang

dan termasuk kelompok sappa di BajoE. Sedangkan di

sebelah Utara pantai BajoE, di sekitar Belopa terdapat

13 buah pulau karang dan disekitar Kolaka terdapat 4

pulau karang. Karang-karang tersebut telah diberi nama

oleh orang Bajo sebagai tempat mencari hasil laut

(sappa).

(23)
(24)

Analisa dan Pembahasan

Data Fisik Rumah

1. Susunan Ruang Vertikal Rumah Bajo

(25)

2. Susunan Ruang Horisontal Rumah Bajo K. Tdr R. Tamu R. Keluar ga K. Tdr K. Tdr R. Keluarg a K. Tdr Dapur/Wc R. Tamu K. Tdr K. Tdr R. Tamu K. Tdr R. Keluarga/R. Makan Dapur Wc

(26)

3. Stilistika Rumah Tradisional Suku Bajo

- Terjadinya bentuk atap dari model lancai menjadi lebih lancip. - Penambahan beberapa bukaan baik tampak depan maupun tampak

sampingnya

- Adanya penambahan ornamen pada pada bubungan seperti papan silang yang mengikuti bentuk ornamaen atap rumah tradisional suku Bugis.

(27)

4. Tampang Rumah Tradisional suku Bugis (depan, belakang dan samping)

(28)

6. Material Rumah Bugis (lantai, dinding, plafon dan atap)

(29)

7. Ornamen

- Penambahan perabotan rumah tangga yang bersifat sementara.

- Penambahan tulisan – tulisan kaligrafi, foto keluarga dan ornamen lain pada

(30)

2. Data Non Fisik Rumah

- Bentuk hunian pada awalnya

- Alasan pindah hunian dari bidok ke rumak - Alasan mengurug lahan

- Alasan membangun rumah di tepi pantai - Bentuk/ciri khas hunian suku Bugis

- Bentuk hunian suku Bajo - Budaya suku Bugis

- Budaya Bugis yang biasa dipakai suku Bajo

(31)

Perubahan Bentuk Hunian Suku Bajo di Kel. BajoE

Babaroh

Rumak

(32)

Alasan mengurug lahan Alasan pindah dari bidok ke rumah

(33)

“Dari hasil diskripsi di atas

menunjukkan bahwa ada kecendrungan

perubahan bentuk hunian suku Bajo

mengikuti bentuk hunian suku Bugis di

Kelurahan BajoE Kabupaten Bone”.

(34)

Wujud interaksi suku Bugis dengan suku Bajo bisa kita lihat pada :

Kerja sama dalam berlayar Kerja sama dalam pembuatan perahu

Kerja sama dalam pengolahan ikan

“100 % responden sudah menggunakan bahasa Bugis sebagai bahasa pengantar sehari-hari”

(35)

Analisis Kualitatif

 Analisis kualitatif dilakukan melalui

interview/pengamatan dengan responden tentang perilaku suku Bugis yang kemudian diikuti oleh suku Bajo. Dari perilaku- perilaku yang diikuti suku Bajo, akhirnya menjadi budaya suku Bajo yang serupa dengan budaya suku Bugis. Budaya inilah yang nantinya menjadi faktor penyebab berubahnya bentuk hunian suku Bajo akibat adanya interaksi dengan suku Bugis

 Di bawah ini diperlihatkan tabel interaksi sosial, ekonomi dan budaya antara suku Bugis dengan suku Bajo yang berdampak pada perubahan tatanan kehidupan serta perubahan pada bentuk hunian suku Bajo.

(36)

TABEL INTERAKSI SUKU BUGIS DENGAN SUKU BAJO

Tabel 5.4. Interaksi suku Bugis dengan suku Bajo

No Interaksi Suku Bajo Suku Bugis Dampak Pengaruh terhadap bentuk hunian suku Bajo

1.

Kelembagaan Perkawinan

Hanya mau menikah dengan komunitasnya sendiri.

Bebas menikah dengan suku mana saja.

Suku Bajo sudah ada yang menikah dengan suku lain.

Penambahan kamar/bilik untuk anggota keluarga yang baru menikah.

2. Pembuatan Perahu Awalnya hanya menggunakan layar sebagai penggerak perahu. Sudah menggunakan perahu motor dalam berlayar.

Sekarang suku Bajopun sudah menggunakan perahu motor.

Dibutuhkan ruang yang lebih besar untuk menyimpan alat perahu motor terutama pada bagian kolong. Dan membuat kamar tersendir supaya aman dari

pencurian.

3.

Pemasaran Hasil Laut

Memasarkan hasil laut ke berbagai daerah.

Terbatas hanya di permukimannya saja.

Suku Bajopun sudah mulai memasarkan ke daerah lain.

Perlu perlakuan khusus untu peralatan fish box supaya tetap awet. Seperti mengurug/merabat dengan beton lantai dasar.

4.

Pengolahan Ikan Mengawetkan hanya

dengan cara mengeringkan. Mengawetkan dengan cara mengasinkan, pemberian es supaya lebih segar.

Suku Bajo sudah mengawetkan dengan cara menegeringkan, mengasinkan dan pemberian es.

Peningkatan kegiatan pengolahan ikan sedikit meningkatkan ekonomi mereka sehingga merubah bentuk hunian sudah tidak menjadi masalah lagi. Seperti penambahan kamar dan perabotnya.

(37)

No Interaksi Suku Bajo Suku Bugis Dampak Pengaruh terhadap bentuk hunian suku Bajo

5.

Perlakuan terhadap ari-ari

Setelah melahirkan mereka membuang

ari-ari ke laut.

Menanam ari-ari di sekitar rumahnya, lalu ditanami pohon.

Saat ini suku Bajo sudah

menanam ari-ari bayinya.

Tidak mempunyai pengaruh terhadap

perubahan bentuk hunian. 6.

Perilaku

terhadap orang sakit

Jika ada yang sakit masih menggunakan pengobatan tradisional (jasa dukun).

Sudah mempercayakan pengobatan medis pada anggota keluarga yang sakit.

Sebagian suku Bajo sudah ke dokter jika ada anggota keluarga yang sakit. Tidak mempunyai pengaruh terhadap perubahan bentuk huniannya. 7. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan sangat rendah akibat lebih banyak di laut daripada di darat.

Tingkat pendidikan sudah tinggi karena faktor kebutuhan.

Sebagian masyarakat suku Bajo sudah mulai mengenyam pendidikan yang lebih tinggi.

Tidak mempunyai pengaruh terhadap perubahan bentuk huniannya.

8.

Ekonomi Hanya bergantung pada nelayan.

Selain sebagai nelayan juga usaha sampingan seperti, perdagangan, pelihara ternak dan pertukangan.

Sudah mulai menambah bidang usaha seperti perdagangan,

pertukangan dan ABK.

Menambah ruang usaha pada lantai dasar.

9.

Perilaku terhadap tamu

Menerima tamu cukup dengan duduk bersila.

Menggunakan kursi pada ruang tamu.

Sebagian besar suku

Bajo sudah menggunakan kursi pada

ruang tamunya.

Penambahan elemen semi tetap pada ruang tamu seperti kursi tamu, foto-foto, tulisan arab dan beberapa hiasan lain untuk memperindah ruang tamu. 10.

Perilaku

terhadap privasi anggota keluarga

Tempat tidur orang tua, nenek, anak hanya dipisahkan kain atau perabotan rumah tangga.

Kamar utama untuk orang tua pada bagian depan dan kamar anak/nenek bag. dalam.

Sudah membuat skat-skat pada ruang-ruang utama.

Merubah perletakan ruang-ruang dengan membuat skat-skat untuk bilik anggota keluarga. Lanjutan tabel 5.4. Interaksi suku Bugis dengan suku Bajo

(38)

No Interaksi Suku Bajo Suku Bugis Dampak Pengaruh terhadap bentuk hunian suku Bajo

11. Prosesi Perkawinan Hanya mengundang keluarga saja. Mengundang seluruh keluarga dan kerabatnya.

Suku Bajo mengundang tidak hanya sebatas keluarga tapi termasuk kerabatnya.

Dibutuhkan ruang yang lapang dan kokoh sehingga perlu mengganti material yang lebih kuat dan melakukan ekspansi terhadap ruang-ruangnya. 12.

Perilaku pada saat makan

Awalnya suku Bajo makan dengan posisi melantai.

Sudah menggunakan kursi dan meja pada saat makan.

Saat ini suku Bajo sudah menggunakan kursi dan meja pada saat makan.

Penambahan ruang makan dan penataan perletakan perabotnya.

13.

Perilaku terhadap tamu

Awalnya mereka menerima tamu hanya

pada lantai atas.

Selain lantai atas lantai bawah (kolong) pun terkadang dipakai untuk menerima tamu karena lebih santai dan terbuka.

Tamu tertentu diterima di lantai atas sementara kerabat dekat bisa diterima di lantai bawah.

Penambahan ruang pada lantai dasar atau cukup dengan mengurug/merabat supaya kelihatan bersih.

14. Kebiasaan terhadap rumah baru Melakukan upacara dalam mempersiapkan lokasi, penentuan lokasi, mendirikan rumah dan penghormatan terhadap penghuni laut dan darat.

Hanya melakukan syukuran pada saat pindah rumah dengan mengundang keluarga dan kerabat terdekatnya.

Sekarang ini suku Bajo

sudah melakukan barasanji jika ada yang

pindah rumah dan tidak lagi melakukan ritual-ritual tertentu.

Menyesuaikan hal-hal yang dianggap pamali dalam mendirikan rumah seperti posisi pusat rumah yang tepat.

15.

Pergeseran fungsi hunian

Awalnya babaroh sebagai tempat istirahat

sementara dan mengolah ikan.

Rumah sebagai tempat membina keluarga, dan sebagai tempat usaha.

Hunian suku Bajo selain

tempat membina keluarga juga sebagai

tempat mengolah hasil laut, menyimpan hasil laut dan tempat usaha.

Merubah dimensi rumah karena kebutuhan jumlah anggota keluarga dan membuat perlakuan khusus pada bagian kolong untuk mengolah hasil laut. Lanjutan tabel 5.4. Interaksi

(39)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Berdasarkan analisa dan pembahasan pada bab

sebelumnya, maka bisa ditarik suatu kesimpulan

yang akan menjawab pertanyaan-pertanyaan

penelitian yakni :

1.

Secara deskripsi, bahwa akibat interaksi antara suku Bugis dengan suku Bajo menghasilkan akulturasi budaya. Wujud akulturasi budaya tersebut bisa dilihat antara lain pada perubahan bentuk hunian suku Bajo. Wujud akulturasi yang lain yakni bahasa. Bahwa dari hasil wawancara dengan responden semuanya sudah menggunakan bahasa Bugis sebagai bahasa pengantar.

(40)

2. Terkait dengan perubahan bentuk hunian suku Bajo, dari hasil analisa dan pembahasan diperoleh data-data sebagai berikut :

Secara vertikal : terjadi perubahan fingsi pada bagian kolong

rumah, dimana sebelumnya hanya berfungsi untuk menambatkan perahu berubah fungsi menjadi sebagai tempat usaha, tempat istirahat dan tempat bermain untuk anak-anak. Perubahan ini cendrung mengikuti fungsi kolong rumah tradisional suku Bugis yang menggunakan kolong rumah untuk berbagai macam aktivitas.

Secara horisontal : rumah tradisional suku Bajo sudah

melakukan penambahan atau penyekatan ruang-ruang sebagai wujud untuk menciptakan privasi dalam rumah. Seperti pemisahan antara ruang tamu, ruang keluarga, kamar tidur dan dapur. Perubahan ini dilakukan seiring dengan pengaruh interaksi di lingkungan sekitarnya terutama bentuk hunian suku Bugis.

(41)

Secara stilistika : tampak adanya perubahan kemiringan pada

atap rumah suku Bajo dimana pada awalnya berbentuk prisma landai sekarang berubah bentuk menjadi lebih lancip mengikuti bentuk hunian suku Bugis. Selain itu adanya perubahan pada sistem bukaan, dimana kondisi sekarang lebih banyak menggunakan jendela dibandingkan sebelumnya hanya sedikit jendela bahkan tidak ada sama sekali. Perubahan yang lain yakni, adanya penambahan ornamen-ornamen pada atap bubungan yang diberi simbol- simbol budaya Bugis seperti bentuk papan silang.

Tampang rumah suku Bajo : dilihat dari tampak depan,

belakang maupun samping rumah tradisional sudah mengalami perubahan bentuk. Hal yang paling spesifik bisa kita lihat pada tampak depannya dengan penambahan timpak

(42)

Material : sebagian besar masyarakat suku Bajo yang mempunyai

kemampuan ekonomi, sudah menggunakan material-material modern sebagai bahan utama untuk konstruksi. Hal sudah berbeda dengan sebelumnya yang sebagian besar bahan konstruksi rumahnya mengambil dari lingkungan sekitarnya. Perubahan tersebut terlihat dari penggunaan papan untuk lantai dan dinding dimana sebelumnya menggunakan bambu/rumbia untuk lantai dan dinding. Skat ruangan sebelumnya hanya menggunakan kain, sekarang diganti dengan kayu lapis atau papan olahan. Pada langit-langit, jika sebelumnya hanya menggunakan kain atau karoro bahkan tidak ada penutup sama sekali, sekarang sudah menggunakan kayu lapis atau kayu profil. Untuk atap jika material sebelumnya lebih banyak menggunakan rumbia sebagai penutup, sekarang sebagian besar sudah menggunakan seng sebagai penutup atap.

Ornamen : untuk memperindah ruang tamu, beberapa ornamen-ornamen

biasanya ditempatkan dalam ruangan seperti foto keluarga, tulisan kaligrafi ataupun patung-patung binatang dari kayu. Selain itu adanya penempatan beberapa perabotan rumah tangga yang bersifat sementara.

(43)

SARAN-SARAN

1. Dalam hal berinteraksi dengan suku Bugis atau suku-suku lainnya di lingkungan permukiman suku Bajo, sebaiknya suku Bajo lebih memilah-milah budaya yang sesuai untuk bisa digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

2.Perubahan bentuk hunian yang dilkukan suku Bajo sebaiknya tidak terpengaruh dengan bentuk hunian suku lain. Dalam melakukan perubahan-perubahan bentuk huniannya untuk tidak meninggalkan makna-makna simbolik budayanya sehingga identitas dan ciri khas budayanya tetap terjaga. Karena arsitektur tradisional suku Bajo merupakan bagian warisan arsitektur nusantara yang harus tetap terpelihara.

3.Terkait dengan akulturasi budaya sebaiknya pemerintah Kab. Bone memberikan kesempatan untuk mengaprisiasikan budaya suku Bajo disetiap acara pesta adat agar budaya suku Bajo tetap lestari termasuk melindungi dan menjaga permukiman tradisional suku Bajo di Kelurahan BajoE Kabupaten Bone.

(44)

Gambar

TABEL INTERAKSI SUKU BUGIS DENGAN SUKU BAJO

Referensi

Dokumen terkait

Prediksi timbulan gas metana dan karbon dioksida yang lepas dari TPA Kota Pekanbaru diperoleh dari hasil analisa spreadsheet LandGEM ( Landfill Gas Emissions

Berdasarkan Firman Tuhan tentang” ibadah yang sejati” ( Roma 12,1), Maka pemuda BNKP Jemaat Hilisawato Simalingkar Medan menyatakan bahwa Ibadah tidak sekedar mengikuti

ini yaitu mengidentifikasi resiko postur tubuh kerja operator,mengidentifikasi keluhan yang dirasakan oleh karyawan selama aktivitas proses pembuatan manisan

Hasil uji statistik Friedman organoleptik terhadap tekstur menggambarkan p-value 0,00 < 0,01 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh sangat signifikan terhadap

Data yang digunakan adalah Citra Satelit SPOT 4 Multispektral tahun 2008, Citra Satelit Quickbird tahun 2006, dan Data Spasial berupa Batas Administrasi DAS Ciliwung Hulu,

Hasil uji statistik menunjukkan tidak ter- dapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan tentang HIV dengan mutu hid- up ODHA di Lentera Minangkabau Support..

Siswa SMA di Panti Asuhan ‘X’ yang memiliki orientasi masa depan bidang pendidikan yang jelas adalah mereka yang memiliki minat yang jelas terhadap sesuatu hal,

Jika ditinjau dari nilai rasio (Sw/Sb) simpangan baku dalam dan antar cluster pada data mahasiswa pemohon beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) metode Ward dan K-Means