• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES IMPLEMENTASI KEBIJAKAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL PADA INDUSTRI BAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROSES IMPLEMENTASI KEBIJAKAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL PADA INDUSTRI BAN"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PROSES IMPLEMENTASI KEBIJAKAN FASILITAS PAJAK

PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL PADA INDUSTRI

BAN

Putri Anggreini¹ dan Ning Rahayu²

1. Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia 2. Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia

putri.anggreini92@gmail.com, ning.rahayu@yahoo.com

ABSTRAK

Dengan besarnya peran industri ban dalam memanfaatkan sumber daya alam karet Indonesia, perlu adanya perhatian terhadap proses implementasi kebijakan fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal pada industri ban. Fokus dari penelitian ini adalah untuk menganalisis proses implementasi serta permasalahan yang terjadi dan upaya yang telah dilakukan. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif, jenis deskriptif dan teknik pengumpulan data studi kepustakaan dan studi lapangan dengan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal pada industri ban berjalan cukup baik, dan dalam pelaksanaannya terdapat permasalahan penafsiran oleh DJP serta keterbatasan akses informasi oleh Kemenperin. Upaya yang dilakukan yaitu koordinasi yang lebih baik dan membuat aturan yang lebih ketat. Agar implementasi berjalan lebih baik, sebaiknya dilakukan pemahaman persepsi atas istilah yang dapat multitafsir, serta koordinasi yang lebih intens dan berkesinambungan.

Kata kunci: Fasilitas Pajak Penghasilan; Industri Ban; Penanaman Modal; Proses Implementasi Kebijakan

ABSTRACT

Considering tire industries’ involvement in utilizing latex natural resources in Indonesia, it is important to concern about the implementation process of income tax facilities due to capital investment among tire industries. The focus of this research is to analyze implementation process, occurred problems, and efforts that are done. This research use qualitative approach, descriptive, with literature-study and field-research (in-depth interview) as data collection technique. The results indicate that the implementation of income tax facilities to capital investment for tire industries has been executed well, yet in the implementation there is still misinterpretation-issue by Directorate General Taxes and obstructions in accessing information to Ministry of Industry. Some efforts are done, such as better coordination and more binding regulations. In order to make the implementation better, it must be one understanding of perception and continuously and intense coordination.

Keywords: Investment; Policy Implementation Proces; Tax Incentive; Tire Industry

Pendahuluan

Dalam mencapai berbagai target perekonomian di Indonesia, sektor industri diharapkan dapat menjadi penggerak utama. Peran sektor industri sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi (prime mover) antara lain karena dapat menciptakan dan memperluas lapangan kerja. Peran lain dari industri dalam perekonomian Indonesia yaitu untuk meningkatkan nilai tambah dari sumber daya alam yang dimiliki Indonesia.

(2)

Industri pengolahan non migas memberi sumbangan lebih tinggi terhadap pembentukan PDB (Product Domestic Bruto) dibanding industri pengolahan migas. Pertumbuhan industri non migas cukup besar pada tahun 2010 sampai 2012, masing-masing sebesar 5.12%, 6,74%, dan 6,40%. Rumusan kebijakan untuk industri pengolahan/manufaktur non migas tertuang dalam Kebijakan Industri Nasional (Perpres 28 tahun 2008) yang berisi strategi pembangunan industri nasional dan fasilitas pemerintah. Industri agro yang merupakan salah satu industri non migas Salah satu industri non migas yang menjadi andalan Indonesia berdasarkan dalam kebikan tersebut yaitu industri agro, industri alat angkut, dan industri telematika.

Indonesia merupakan Negara dengan perkebunan karet terluas di dunia, mencapai 3,4 juta hektar dan merupakan Negara produsen karet kedua setelah Thailand. Namun, sayangnya penggunaan karet oleh industri hilir Indonesia baru sebesar 15%, sedangkan sebagian besarnya yaitu 85% merupakan komoditi ekspor. Penggunaan karet alami oleh industri di Indonesia didominasi oleh industri ban, yang meliputi ban roda 4, ban roda 2, ban vulkanisir, serta ban sepeda. Penggunaan karet lainnya yang meliputi sarung tangan, sepatu, barang industri, dll hanya sebesar 39% dari total penggunaan karet oleh industri (MP3EI, 2011).

Industri karet dan barang dari karet yang ditentukan sebagai industri prioritas oleh Kemenperin, yaitu industri ban luar dan ban dalam; industri vulkanisir ban; industri barang-barang dari karet untuk keperluan rumah tangga; industri barang-barang dari karet untuk industri; serta industri barang-barang dari karet yang belum termasuk dalam KBLI 25199. Dalam rangka mendorong indsutri tersebut diperlukan investasi, yang merupakan salah satu cara pengembangan ekonomi secara berkesinambungan.

Faktor yang mempengaruhi investasi dapat dibagi dua, yaitu faktor ekonomi dan faktor ekonomi. Faktor ekonomi yam]ng mempengaruhi investasi terdiri dari tingkat suku bunga, kebijakan perpajakan, regulasi perbankan, serta infrastruktur dasar. (Bank Indonesia, 2007). Dalam rangka mendorong investasi, industri prioritas dapat diberikan fasilitas pajak penghasilan berdasarkan Pasal 31A UU PPh. Industri ban luar dan ban dalam dapat diberikan fasilitas pajak penghasilan yang diatur dalam lampiran PP No. 52 tahun 2011 yang merupakan perubahan kedua dari PP No. 1 Tahun 2007. Peraturan pemerintah ini merupakan aturan turunan dari Pasal 31A UU PPh.

Saat ini jumlah produsen ban nasional yang terdaftar di Kemenperin yaitu sebanyak 21 perusahaan. Dari 21 perusahaan tersebut, 3 (tiga) perusahaan ban telah mengajukan fasilitas PPh kepada BKPM. Perusahaan ban yang telah mengajukan fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal yaitu PT. HTI, PT. MASA dan PT. ET. Dari ketiga perusahaan tersebut,

(3)

satu perusahaan telah mendapat persetujuan fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal, dan dua perusahaan masih dalam proses. (BKPM, Januari 2014). Saat ini telah masuk tahun ketiga perusahaan dapat diberikan fasilitas PPh berdasarkan PP No.52 tahun 2011.

Oleh karena itu, dalam proses implementasi kebijakan fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal pada industri ban, perlu dilihat bagaimana implementasi sampai saat ini. Selain itu, permasalahan apa saja yang terjadi dan upaya yang telah dilakukan oleh pihak terkait dalam menghadapi permasalahan yang terjadi di awal proses implementasi. Berdasarkan paparan diatas maka penelitian bertujuan untuk menguraikan dan menganalisis proses implementasi kebijakan fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal pada industri ban serta menguraikan dan menganalisis permasalahan yang terjadi beserta upaya yang telah dilakukan dalam proses implementasi kebijakan fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal pada industri ban.

Tinjauan Teoritis

Dalam penelitian ini terdapat beberapa teori yang digunakan sebagai dasar penelitin. Teori yang digunakan yaitu kebijakan publik, implementasi kebijakan, kebijakan fiskal, kebijakan pajak, fungsi pajak, pajak penghasilan, insentif pajak, dan investasi. Dari teori tersebut teori yang lebih digunakan yaitu teori implementasi kebijakan.

Tahapan dalam proses pembuatan kebijakan terdiri dari tahap penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, serta evaluasi kebijakan. (Dunn, 25). Tiga kelompok variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan yaitu karakteristik dari masalah, (Trackability of the problem), sebuah karakteristik kebijakan (Ability of statute to structure implementation) dan lingkungan kebijakan (Non Statutory Variables Affecting Implementation) (Subarsono, 94). Dalam proses implentasi terdapat tahapan yang terdiri dari output-output kebijakan dari badan-badan pelaksana, kepatuhan kelompok-kelompok sasaran terhadap keputusan tersebut, dampak nyata keputusan-keputusan badan-badan pelaksana, persepsi terhadap dampak keputusan-keputusan tersebut, serta evaluasi sistem politik terhadap undang-undang.(Wahab, 203-204).

Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah dalam rangka untuk membelanjakan uangnya guna mencapai tujuan negara dan upaya yang ditempuh oleh pemerintah dalam rangka mendapatkan dana-dana yang dibutuhkan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah (Syamsi, 3). Adapun kebijakan fiskal secara sempit

(4)

disebut kebijakan pajak (Mansury, 1). Fungsi dari pajak yang dipungut oleh pemerintah dapat dibedakan menjadi fungsi budgetair dan fungsi regulerend.

Insentif pajak atau yang dalam peraturan perpajakan Indonesia disebut dengan fasilitas pajak secara umum dapat diartikan sebagai kemudahan yang diberikan oleh pemerintah dalam hal perpajakan. Jenis insentif pajak umumnya berbeda antara satu Negara dengan Negara lain, namun terdapat pola yang sama. Secara umum insentif pajak dapat dibagi menjadi tax holidays, investment allowances and tax credit, timing differences, tax rate deductions, dan administrative discretion (Holland and Richard).

Investasi yang disebut juga penanaman modal dibagi menjadi investasi langsung dan investasi tidak langsung (Easson, 4). Pemerintah suatu Negara dapat dengan mudah merubah insentif pajak ketimbang faktor lain dalam menentukan penanaman modal karena memakan waktu dan juga sulit, bahkan dapat di luar kemampuan pemerintah (Woon Nan dan Radulescu, 2004).

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistic dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2010, p.6). Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menggambarkan, atau deskriptif. Penelitian hanya dilakukan untuk kepentingan akademis, sehingga jenis penelitian bersifat murni. Berdasarkan waktu, penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional yang mengambil waktu penelitian sejak Januari hingga Juni 2014.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu studi literatur dan studi lapangan dengan teknik wawancara mendalam. Data yang dilengkapi dan diperkuat dari hasil wawancara mendalam yaitu data perusahaan ban yang mengajukan fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal. Wawancara mendalam dilakukan dengan beberapa informan, yaitu dari pihak Direktorat jenderal Pajak (DJP), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dan Kementerian Perindustrian. Dalam melakukan analisis data, peneliti menggunakan teknik analisis data kualitatif.

(5)

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Sebelum dilakukan pembahasan, terlebih dahulu akan dibahas gambaran umum dari objek penelitian yaitu industri ban, serta kebijakan fasilitas pajak penghasilan yang terkait. Fasilitas pajak penghasilan yang dibahas yaitu fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal pada industri ban.

Industri Ban

Kegiatan ekonomi karet dapat dibagi menjadi tiga, yaitu dimulai dari perkebunan, proses pengolahan, dan kemudian masuk ke tahap industri hilir. Dalam proses pembuatan di industri hilir, industri karet tidak bergerak sendiri, namun terkait dengan industri kimia. Dalam mengembangkan industri prioritas di bidang karet dan barang karet, Kementerian Perindustrian telah menyusun kerangka pengembangan industri karet dan barang karet. Pokok rencana aksi dalam mencapai sasaran jangka menengah yaitu dengan melanjutkan pembinaan petani, serta promosi investasi dan fasilitas untuk pengembangan modal dibidang usaha tertentu dan atau daerah tertentu (PP No. 1 Tahun 2007, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan PP No.52 Tahun 2011).

Saat ini terdapat 21 produsen ban yang tercatat di Kementerian Perindustrian, dan 13 perusahaan ban diantaranya tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI). Lokasi perusahaan ban umumnya dekat dengan industri omotif. Hal ini disebabkan karena barang jadi karet merupakan consumer driven, yang berarti pertumbuhan industri barang jadi karet bergantung pada industri lain. Sebagai salah satu barang jadi karet, ban bergantung pada industri otomotif, dengan kata lain dikonsumsi oleh industri otomotif. Oleh karena itu umumnya lokasi pabrik ban tidak jauh dari industri otomotif yang antara lain terletak di daerah Bekasi, Cikampek.

Produksi ban luar roda 4 dan roda 2 umumnya meningkat, Namun, produksi ban roda 4 pada tahun 2012 mengalami penurunan dari 59,036 ribu ban di tahun 2011 menjadi 56,767 ribu ban di tahun 2012. Penjualan ban mobil dan ban sepeda motor dalam negeri terus mengalami peningkatan Berbeda dengan penjualan dalam negeri, penjualan ekspor ban mobil dan sepeda motor turun di tahun 2012. Dari segi pemakaian karet oleh industri ban dan penyerapan tenaga kerja oleh industri ban terus mengalami kenaikan. Pajak yang disetor oleh industri ban anggota APBI mengalami penurunan di tahun 2012, yang sebelumnya sebesar Rp 877.326.000.000 menjadi Rp 823.729.000.000.

(6)

Fasilitas Pajak Penghasilan yang Terkait Terkait

Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang Industri Ban diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2011 yang merupakan perubahan kedua dari Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu. Industri Ban termasuk dalam salah satu bidang-bidang usaha tertentu yang dapat diberikan fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan PP No.52 Tahun 2011. Dasar hukum adanya Peraturan Pemerintah ini yaitu Pasal 31A UU Pajak Penghasilan yang telah beberapa kali mengalami perubahan terakhir yaitu UU No. 36 tahun 2008.

Fasilitas Pajak Penghasilan diberikan kepada Wajib Pajak badan dalam negeri berbentuk Perseroan Terbatas (PT) dan koperasi yang melakukan penanaman modal, baik penanaman modal baru maupun perluasan usaha pada bidang-bidang usaha tertentu; atau bidang-bidang usaha tertentu dan daerah-daerah tertentu Wajib Pajak yang sesuai dengan kriteria di atas, namun telah memiliki izin penanaman modal sebelum PP No.52 Tahun 2011 berlaku juga dapat diberikan fasilitas PPh asalkan memenuhi syarat yang diatur dalam Pasal 4B Pp No.52 tahun 2011, yaitu rencana penanaman modal paling sedikit Rp 1.000.000.000 dan belum beroperasi secara komersial saat PP berlaku.

Bentuk fasilitas Pajak Penghasilan yang diberikan kepada Wajib Pajak yang melakukan penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu diatur dalam Pasal 31A UU Pajak Penghasilan, yang tediri dari:

a. pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah Penanaman Modal, dibebankan selama 6 (enam) tahun masing-masing sebesar 5% (lima persen) per tahun.

b. penyusutan dan amortisasi yang dipercepat, sebagai berikut : Kelompok Aktiva

Tetap Berwujud

Masa Manfaat Menjadi

Tarif Penyusutan dan Amortisasi Berdasarkan Metode Garis Lurus Saldo Menurun I. Bukan Bangunan Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV II.Bangunan Permanen Tidak Permanen 2 tahun 4 tahun 8 tahun 10 tahun 10 tahun 5 tahun 50% 25% 12,5% 10% 10% 20% 100% (dibebankan sekaligus) 50% 25% 20% - -

(7)

c. pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen yang dibayarkan kepada Subjek Pajak Luar Negeri sebesar 10% (sepuluh persen), atau tarif yang lebih rendah menurut Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku; dan

d. kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 (lima) tahun tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun dengan ketentuan sebagai berikut:

1) tambahan 1 tahun: apabila penanaman modal baru pada bidang usaha yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dilakukan di kawasan industri dan kawasan berikat; 2) tambahan 1 tahun: apabila mempekerjakan sekurang-kurangnya 500 (lima ratus)

orang tenaga kerja Indonesia selama 5 (lima) tahun berturut-turut;

3) tambahan 1 tahun: apabila penanaman modal baru memerlukan investasi/ pengeluaran untuk infrastruktur ekonomi dan sosial di lokasi usaha paling sedikit sebesar Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);

4) tambahan 1 tahun: apabila mengeluarkan biaya penelitian dan pengembangan di dalam negeri dalam rangka pengembangan produk atau efisiensi produksi paling sedikit 5% (lima persen) dari investasi dalam jangka waktu 5 tahun; dan/atau 5) tambahan 1 tahun: apabila menggunakan bahan baku dan atau komponen hasil

produksi dalam negeri paling sedikit 70% (tujuh puluh persen) sejak tahun ke 4 (empat).

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan ini diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 144/PMK.011/2012 tentang Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal Di Bidang-Bidang Usaha Tertentu Dan/Atau Di Daerah-Daerah Tertentu. Dengan berlakunya PMK No.144/PMK.011/2012 pada 3 September 2012, PMK No.16/PMK.03/2007 telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Proses pengajuan Fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu dimulai dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Proses di BPKM diatur dalam Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (Perka BKPM) Nomor 5 Tahun 2013 tentang Pedoman dan Tatacara Perizinan dan Nonperizinan Penanaman Modal. Sebelumnya, proses pengajuan fasilitas tersebut diatur dalam Perka BKPM Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal. Peraturan ini diundangkan di Jakarta pada tanggal 12 April 2013. Dengan berlakunya Perka Nomor 5 Tahun 2013, Perka BKPM Nomor 12 Tahun 2009 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

(8)

Proses berikutnya di Direktorat Jenderal Pajak diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-41/PJ/2013 tentang Tata Cara Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan, Penetapan Realisasi Penanaman Modal, Penyampaian Kewajiban Pelaporan, dan Pencabutan Keputusan Persetujuan Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Wajib Pajak yang Melakukan Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu, yang berlaku sejak 27 November 2013. Dengan berlakunya PER41/PJ/2013 maka aturan sebelumnya yaitu PER-67/PJ/2007 dinyatakan tidak berlaku kecuali untuk usulan pemberian fasilitas berdasarkan PP No.1 tahun 2007 s.t.d.t.d. PP No.62 Tahun 2008 yang telah disampaikan oleh Kepala BKPM kepada Menteri Keuangan melalui DJP yang telah diproses berdasarkan PMK No.16/PMK.03/2007.

Analisis Proses Implementasi Kebijakan Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal pada Industri Ban

Analisis akan dilakukan dengan menggunakan teori yang menjelaskan tahap-tahap dalam proses implementasi oleh Mazmanian dan Sabatier. Tahapan dalam proses implementasi menurut Mazmanian Sabatier yang dibahas dalam analisis ini terdiri dari output-output kebijakan dari badan-badan pelaksana, kepatuhan kelompok-kelompok sasaran terhadap keputusan tersebut, dan dampak nyata keputusan-keputusan badan-badan pelaksana.

Analisis Output Kebijakan Organisasi Pelaksana

Tujuan undang-undang harus dijabarkan dalam peraturan peraturan yang lebih khusus agar tujuan dari undang-undang tetap dapat tercapai. Dalam beberapa kasus, khususnya program yang dikelola oleh beberapa lembaga yang berbeda, beberapa pelaksana mungkin tidak setuju dengan tujuan dari program dan berusaha mengubah (Wahab, 2012, p.205). Salah satu cara untuk tetap dapat mencapai tujuan yaitu dengan membuat aturan yang lebih rinci.

Kebijakan bahwa industri ban dapat diberikan fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal mulai diatur dalam PP No. 52 tahun 2011.

Tujuan industri ban dapat diberikan fasilitas sebagaimana yaitu agar investasi meningkat dan industri ban Indonesia menjadi basis industri ban dunia. Secara lebih khusus, tujuannya adalah untuk mendorong ekspor dan dapat untuk memanfaatkan sumber daya karet yang dimiliki Indonesia.

(9)

Berdasarkan persyaratan dalam PP No. 52 Tahun 2011 sudah dapat dilihat usaha untuk dapat mencapai tujuan-tujuan diberikannya insentif perpajakan dengan adanya beberapa persyaratan sebagai berikut:

Syarat besarnya investasi pada industri ban luar dan ban dalam yang dapat diberikan fasilitas yaitu ≥ 500 Miliar. Batas investasi tersebut cukup besar bila dibandingkan dengan batas investasi dari bidang usaha lainnya. Batas investasi minimal 500 Miliar termasuk cukup besar dalam bidang tertentu yang dapat diberikan fasilitas berdasarkan PP No.52 Tahun 2011. Batas minimal investasi yang besar untuk dapat diberikan fasilitas pajak penghasilan diharapkan dapat menarik investor besar yang dapat menjadi katalis majunya industri ban Indonesia. Oleh karena itu, dapat dikatakan aturan dalam PP sesuai dengan tujuan awal dalam KIN, yaitu untuk mengembangkan investasi industri ban.

Terkait tujuan untuk meningkatkan ekspor, tidak terdapat aturan khusus. Namun, dengan adanya fasilitas perpajakan yang dapat diberikan, PMDN maupun PMA diharapkan tertarik untuk menanamkan modal di Indonesia. Dengan adanya investor asing, besar kemungkinan melakukan perdagangan internasional dan membuka akses internasional negara bersangkutan. Dengan begitu, dapat mendorong kegiatan ekspor negara Indonesia ke negara bersangkutan. Hal tersebut sesuai dengan salah satu tujuan pemberian insentif perpajakan yang dikeluarkan oleh IMF, yaitu access to overseas market. Dengan tercapainya peningkatan investasi dan ekspor, maka tujuan untuk memanfaatkan sumber daya karet dapat terpenuhi.

Analisis Kepatuhan terhadap Output Kebijakan

Kepatuhan terhadap output kebijakan yang dimaksud adalah kesediaan kelompok sasaran dalam memenuhi output kebijakan. Kelompok sasaran dalam kebijakan fasilitas pajak penghasilan ini adalah Wajib Pajak yang mengajukan fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal pada Industri Ban. Selain itu, kelompok sasaran juga ditujukan untuk badan pelaksana yaitu BKPM dan DJP, dari output kebijakan yang mengatur peran BKPM dan DJP, dalam perannya pada proses implementasi fasilitas pajak penghasilan.

Ketiga perusahaan ban yang mengajukan fasilitas membangun pabrik dekat dengan pusat industri otomotif. Lokasi dari PT. HTI dan PT. MASA di Cikarang, serta PT. ET berlokasi di daerah Karawang. Perusahaan ban yang sudah disetujui untuk diberikan fasilitas pajak penghasilan yaitu PT. HTI. Perusahaan tersebut tinggal menunggu penetapan realisasi penanaman modal sebesar 80% untuk dapat memanfaatkan fasilitas.

(10)

Fasilitas Pajak Penghasilan dapat diberikan kepada Wajib Pajak dalam negeri yang berbentuk perseroan terbatas dan koperasi. Bidang usaha yang dapat diberikan fasilitas pajak penghasilan yaitu sesuai dengan jenis barang yang disebutkan dalam KBLI 22111. Rencana penanaman modal yang harus dipenuhi untuk dapat diberikan fasilitas yaitu sebesar Rp 500.000.000.000. serta harus memperkerjakan lebih dari 100 (seratus) orang. Dari syarat-syarat yang telah disebutkan diatas, ketiga perusahaan ban memenuhinya, kecuali untuk syarat-syarat rencana penanaman modal. PT. ET yang rencana penanaman modal nya kurang dari Rp 500.000.000.000 tetap mencoba untuk mengajukan fasilitas pajak.

Dari segi kelengkapan berkas yang harus dipenuhi oleh Wajib Pajak. Wajib Pajak telah berusaha mmeenuhinya. Namun terkadang terdapat berkas tambahan yang dibutuhkan oleh BKPM dalam menentukan dan pembahasan dalam rapat, seperti berkas sumber pinjaman. Apabila terdapat berkas yang belum lengkap maka BKPM akan mengembalikan untuk meminta kelengkapan yang dibutuhkan, sebelum mengadakan rapat selanjutnya.

Dari segi kesesuaian Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sebagai badan pelaksana PP No.52 tahun 2011, BKPM sudah bekerja sesuai dengan aturan yang berlaku saat perusahaan ban tersebut mengajukan fasilitas, yaitu,Perka 12 tahun 2009. Dalam Perka 12 tahun 2009 belum terdapat aturan jelas mengenai rapat pembahasan. Walaupun belum ada proses yang diatur dalam Perka, dalam pembahasan di BKPM terhadap PT. HTI dan PT. MASA juga diadakan rapat koordinasi. Dengan adanya rapat koordinasi yang diadakan oleh BKPM, menunjukkan bahwa BKPM melakukan hal yang sesuai dengan ketentuan walaupun belum diatur jelas dalam Perka yang saat itu berlaku.

Dari segi kesesuaian Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai badan pelaksana PP No.52 tahun 2011, DJP berusaha untuk terus mematuhi aturan dalam Peraturan Direjen, yang terbaru yaitu PER-41/PJ/2013. Dalam memberikan keputusan penolakan atau penerimaan dalam memberikan fasilitas pajak penghasilan, Direktorat Peraturan Perpajakan memiliki batas waktu 10 (sepuluh) hari. Apabila dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari belum dikeluarkan surat keputusan, maka usulan BKPM dianggap diterima, sehingga Wajib Pajak dapat memanfaatkan fasilitas pajak penghasilan. PT. HTI sebagai perusahaan yang telah mendapat keputusan pemberian fasilitas pajak penghasilan diterbitkan surat keputusan sesuai dengan waktu yang ditentukan.

(11)

Analisis Dampak dari Output Kebijakan

Perusahaan ban yang mendapat fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal pada industri ban akan memperoleh fasilitas pajak yang dapat dimanfaatkan setelah mendapat ketetapan realisasi penanaman modal 80%. Investment allowance berfungsi sebagai pengurang dari penghasilan kena pajak yang dimiliki oleh Wajib Pajak. Fasilitas ini berguna untuk mengurangi beban investor yang investasinya bersifat jangka panjang. Semakin besar investasi yang dilakukan investor, maka semakin besar pula jumlah investment allowance yang diterima. Penyusutan dan amortisasi depercepat dapat membuat beban pajak perusahaan berkurang bebannya di awal-awal produksi. Kedua fasilitas pajak tersebut akan mengurangi penghasilan kena pajak bagi perusahaan yang memperoleh laba. Namun, bagi investor baru umumnya keuntungan yang diperoleh sedikit, dan merugi. Dalam kasus seperti ini kedua fasilitas tersebut secara tidak langsung membuat perusahaan semakin merugi. Oleh karena itu, fasilitas kompensasi kerugian yang lebih dari lima tahun dapat bermanfaat dalam kasus seperti ini, karena dapat dikompensasi ke tahun berikutnya secara lebih lama.

Dampak makro dengan adanya fasilitas PPh ini yaitu diharapkan dapat membantu pemerintah dalam memenuhi tujuan dari Negara, yaitu untuk menyejahterakan rakyat. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan “Peran dari investasi adalah sebagai sumber dana bagi pemerintah dalam mencapai tujuan menyejahterakan rakyat (Noor, 429).” Dengan bertambahnya investasi yang masuk dari industri ban luar dan ban dalam, dapat menambah anggaran pemerintah dalam menyejahterakan rakyat secara umum. Selain itu dengan banyaknya lapangan kerja yang terbuka dari investasi, maka masyarakat akan mempunyai sumber penghasilan dan kewajiban pemerintah dalam menyediakan lapangan pekerjaan terpenuhi. Dengan semakin meningkatnya penyerapan tenaga kerja, maka diharapkan dapat meningkatkan potensi penerimaan pajak penghasilan dari pegawai.

Dampak mikro dari fasilitas pajak PPh terbagi menjadi dua yaitu terhadap investasi dan ekspor. Pada tahun 2012 merupakan tahun dimana fasilitas pajak penghasilan sudah dapat diberikan kepada industri ban luar dan ban dalam. Dengan adanya fasilitas pajak tersebut dapat dilihat peningkatan realisasi investasi yang signifikan pada industri ban dan vulkanisir ban di tahun 2012. Dapat dikatakan bahwa fasilitas perpajakan untuk pemananaman modal menjadi salah satu faktor investor tertarik untuk menanamamkan modal pada industri ban luar dan ban dalam secara besar-besaran di Indonesia. Selain pajak, dalam membentuk iklim investasi, terdapat beberapa faktor penting lainnya, yaitu kepastian berusaha (Hukum-UU dan PP, transparansi, konsistensi), Sumber daya (SDM, SDA, SDB), birokrasi yang fasilitatif

(12)

(tanggap dan melayani, informasi, administrasi), kelengkapan sarana dan prasarana (mudah dan murah, accessibility, lancer), serta insentif dan disisentif (fiskal, moneter, administrasi) (Noor,.469).

Ekspor ban di Indonesia mengalami penurunan pada tahun 2012 dan 2013. Menurunnya penjualan ekspor ban disumbang oleh ekspor ban mobil pada tahun 2012 sebesar 10,8%. Adanya krisis ekonomi global mempengaruhi ekspor ban Indonesia. Oleh karena itu, tidak terlihat adanya peningkatan dari segi ekspor ban, sebagai dampak dengan adanya fasilitas pajak penghasilan.

Analisis Permasalahan yang dihadapi dalam Proses Implementasi Fasilitas PPh

Dalam PP No. 52 tahun 2011 disebutkan bahwa syarat bidang usaha yang dapat diberikan fasilitas pajak penghasilan yaitu industri ban luar dan ban dalam. Saat proses penentuan pemberian fasilitas di Peraturan Perpajakan II DJP, PT. HTI awalnya dianggap tidak memenuhi karena hanya memproduksi ban luar. Dalam masalah ini dapat dilihat adanya suatu perbedaan pemahaman atas suatu kebijakan. Hal ini menunjukkan komunikasi dan koordinasi yang kurang lancar, karena tidak mengerti makna dari bidang usaha tersebut yang dapat bersifat multitafsir pada pejabat pelaksana. Apabila terjadi kesalahan penafsiran maka dapat memberi dampak yang merugikan bagi pihak tertentu.

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi implementasi kebijakan menurut Mazmanian Sabatier yaitu akses formal pihak luar. Sejauh mana peluang-peluang untuk berpartisipasi terbuka bagi aktor-aktor di luar badan pelaksana, yang memengaruhi para pendukung tujuan resmi dapat memengaruhi implementasi kebijakan (Wahab, 190). Industri ban, khususnya Direktorat Industri Kimia Hilir sebagai pihak luar tidak mendapat informasi mengenai perusahaan yang telah diberikan fasilitas pajak penghasilan. Selain itu, Kemenperin juga kesulitan memperoleh informasi mengenai pelaporan dari industri-industri ban terkait mengenai izin perusahaan ban, serta kapasitas produksi, dsb.

Analisis Upaya yang Telah dilakukan dalam Mengatasi Permasalahan

Dalam mengatasi permasalahan teknis bahasa DJP melakukan koordinasi dengan Kemenperin untuk mendapatkan pemahaman teknis yang benar Selain itu DJP juga melakukan koordinasi dengan BKPM sebagai pihak yang mengusulkan PT. HTI untuk mendapat fasilitas pajak penghasilan. Saat terdapat keraguan, DJP meminta saran dari

(13)

kementerian teknis dalam hal ini yaitu Kementerian Perindustrian untuk memberikan penjelasan karena dianggap lebih mengerti untuk hal teknis industri ban.

Dengan adanya keterangan penjelasan dari Kementerian Perindustrian, diharapkan pemahaman mengenai cakupan bidang industri ban yang dapat diberikan fasilitas pajak penghasilan menjadi jelas. Dengan begitu, terhadap pemahaman yang sama dalam mengartikan industri luar dan industri ban dalam sebagai bidang usaha yang dapat diberikan fasilitas pajak penghasilan. Dari upaya yang telah dilakukan oleh DJP, terlihat adanya suatu upaya untuk melakukan koordinasi yang baik untuk klarifikasi, membahas hal-hal yang dirasa kurang jelas dengan pihak BKPM dan Kemenperin. Selain itu, dengan pemahaman yang sama mengenai objek fasilitas PPh, dapat meningkatkan keberhasilan implementasi sesuai dengan tujuan awal. Hal tersebut sebagaimana pernyataan “pemahaman kebijakan merupakan salah satu prasyarat keberhasilan implementasi (Nurhardjatmo, 32).”

Usaha yang dilakukan untuk mendapatkan informasi terkait perusahaan yang telah mendapatkan fasilitas pajak penghasilan, Direktorat Industri Kimia Hilir yaitu melakukan koordinasi lebih baik dengan BPKIMI dan BKPM. Sesuai dengan Perka Kepala BKPM No.5 Tahun 2013, selain DJP, perwakilan Kemenperin ikut dalam rapat pembahasan. Pihak yang diundang rapat oleh BKPM dari Kemenperin biasanya pihak BPKIMI. Namun, ada kemungkinan Direktorat Industri Kimia Hilir juga ikut rapat.

Dengan adanya aturan tersebut, terdapat suatu pertemuan yang memungkinkan komunikasi yang lebih baik di antara DJP, BKPM, dan Kemenperin. Pihak BKIMI dianggap lebih mengerti terkait masalah iklim dan mutu industri, sedangkan Direktorat Industri Kimia Hilir lebih mengerti permasalahan teknis. Oleh karena itu, Direktorat Industri Kimia Hilir akan tetap menjalin komunikasi serta meminta informasi dengan BPKIMI atau BKPM terkait dengan keputusan pemberian atau penolakan fasilitas pajak penghasilan oleh perusahaan ban yang telah diproses atau dibahas dalam rapat sebelumnya.

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis terhadap proses implementasi kebijakan fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal pada industri ban, kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian antara lain:

1. Proses implementasi kebijakan fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal pada industri ban berlangsung cukup baik.

(14)

a. Dari segi output kebijakan telah sesusai dengan tujuan awal pemberian fasilitas pajak penghasilan, yaitu untuk meningkatkan investasi industri ban Indonesia, namun dari segi kelengkapan administrasi cukup rumit.

b. Dari segi kepatuhan badan pelaksana, kelompok sasaran yaitu industri ban cukup patuh, namun terkendala dengan kelengkapan berkas dalam pengajuan fasilitas ke BKPM. Selain itu, badan pelaksana juga sudah berusaha mematuhi aturan turunan yang mengatur.

c. Dampak makro dari fasilitas yaitu tenaga kerja yang diserap oleh industri ban terus bertambah dan diharapkan meningkatkan potensi penerimaan pajak penghasilan dari pegawai.

Dampak mikro dari fasilitas yaitu peningkatan investasi industri ban terlihat meningkat, meskipun terdapat faktor lain yang mempengaruhi. Sebaliknya, dari segi ekspor justru terjadi penurunan yang salah satunya diakibatkan masih berlangsungnya krisis ekonomi global.

2. Permasalahan yang terjadi dan upaya yang telah dilakukan dalam proses implementasi kebijakan fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal pada industri ban yaitu

a. Permasalahan yang terjadi dalam Implementasi

i. Kurangnya Pemahaman DJP mengenai Istilah Teknis (Ban Luar dan Ban Dalam).

ii. Keterbatasan Akses Kementerian Perindustrian atas Informasi Perusahaan Ban dan Perusahaan Ban yang mendapat fasilitas.

b. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah

i. DJP melakukan koordinasi dengan Kemenperin untuk mendapatkan pemahaman istilah ban luar dan ban dalam, dan melakukan koordinasi dengan BKPM sebagai pihak yang mengusulkan PT. HTI untuk mendapat fasilitas.

ii. Merevisi UU agar terdapat aturan yang lebih kuat agar Perusahaan lapor ke Kementerian, dan koordinasi lebih baik dengan BPKIMI maupun BKPM, untuk mendapat informasi perusahaan ban yang mendapat fasilitas.

Saran

1. Saran dalam proses implementasi kebijakan fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal pada industri ban yaitu

(15)

a. Output kebijakan oleh BKPM sebaiknya dibuat lebih jelas dan rinci terkait berkas apa saja yang sebenarnya diperlukan.

b. Wajib Pajak yang mengajukan fasilitas ke BKPM sebaiknya mempersiapkan berkas dengan lengkap, sehingga tidak perlu waktu tambahan untuk melengkapi berkas, dan tercapai efisiensi waktu.

c. Perlu adanya dukungan kebijakan pemerintah untuk investor dalam negeri agar industri ban tidak dikuasai oleh pihak asing.

2. Saran peneliti dalam permasalahan yang dihadapi dan upaya yang telah dilakukan proses implementasi kebijakan fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal pada industri ban yaitu

a. Sejak awal proses implementasi sebaiknya dilakukan persamaan persepsi oleh implementor terhadap hal yang dapat bersifat multitafsir.

b. Sebaiknya koordinasi antara Direktorat Industri Hilir Kemenperin dengan BPKIMI, serta BKPM dilakukan secara berkesinambungan sampai suatu perusahaan mendapat persetujuan pemberian fasilitas.

Daftar Referensi

Bank Indonesia. (2007). Survei Faktor-Faktor Non-Ekonomi yang Mempengaruhi Iklim Investasi di Sulsel Bank Indonesia. Januari 2014 pukul 13.00. www.bi.go.id.

Dunn, William N. (2003). Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Holland, David dan Richard J. Vann. (1998) “Income Tas Incentives for Investment” dalam Victor Thuronyi (Editor). Tax Laws and Drafting. Washington D.C.: International Monetary Fund.

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. (2011). Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025.

Mansury, R. (1999). Kebijakan Fiskal. Tangerang: Yayasan Pengembangan dan Penyebaran Pengetahuan Perpajakan.

Moleong, Lexy J. (2010). Metodologi Penelitian. Bandung: Rosdakarya. Noor, Henry Faizal. (2011) Ekonomi Manajerial. Jakarta: Rajawali Pers.

Nurhardjatmo, W. Implementasi dan Evaluasi Kebijakan Publik. Yogyakarta: Bumi Aksara, 2007.

Subarsono. (2010) Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.  

(16)

Wahab, Solichin Abdul. (2012). Analisis Kebijakan Dari Formulasi ke Penyusunan Model-Model Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Wirahman, Harry. (2008) “Analisis Rumusan Kebijakan Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan atau di Daerah-Daerah Tertentu (catatan kritis atas Peraturan Pemerintah no.62 tahun 2008)” Skripsi. Depok: Universitas Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Djawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950)

Sejalan dengan kebijakan pembangunan industri kecil dan menengah, baik pada tingkat Nasional ataupun Provinsi Jawa Tengah, Pemerintah Kabupaten Sragen telah menetapkan 7

Dalam kesempatan tersebut Ali Ghufron juga mengungkapkan kembali fokus perhatian dari Direksi saat ini adalah upaya meningkatkan kualitas layanan kepada peserta sesuai

Bab ini membahas mengenai beberapa metode uji alternatif yang dapat digunakan pada analisis variansi satu arah dengan asumsi homogenitas variansi antar level

Untuk melakukan perbandingan terhadap pendekatan deret maka dilakukan simulasi numerik yang menghasilkan galat pada Runge-Kutta orde empat Kuntzmann lebih baik dari pada Runge

Hasil analisis data ante mortem dan post mortem pada kasus yang tidak teridentifikasi Dari 9 korban bus terbakar di luwu timur terdapat 8 jenazah

PT X atas penanaman modal A mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/ atau di Daerah-Daerah Tertentu dengan cakupan produk yang

Tentang : Tata Cara Pelaporan Penggunaan Dana dan Realisasi Penanaman Modal Bagi Wajib Pajak Badan yang Mendapatkan Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan