SURAT TUGAS
No. 006/LPPM/LIT/STIEMJ/II/2020Pimpinan STIE Muhammadiyah Jakarta, memberikan tugas kepada Dosen berikut ini, yaitu:
Nama : M.A.S Sridjoko Darodjatun, ST, M.Si Tugas : Melakukan Penelitian
Judul : Dampak Kenaikan Harga Minyak Dunia Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja (Penerapan General Equlibrium)
Demikian Surat Tugas ini disampaikan guna dipergunakan dengan sebaik-baiknya.
Jakarta, 25 Februari 2020
PERPUSTAKAAN
STI
EMUHAMMADI
YAHJAKARTA
TANDATERIMA
TelahterimaLaporanHasilPenelitiandari:
Nama : M.A.SSridjokoDarodjatun,ST,M.SI
Judul : DampakKenaikanHargaMinyakDuniaTerhadap
PenyerapanTenagaKerja(PendekatanGeneral Equlibrium)
Jenis : PenelitianHibah
Tahun : 2020
JumlahHalaman : 13Halaman
Adapunlaporanhasilpenelitianyangtelahdiserahkanselanjutnyaakanmenjadi koleksiperpustakaanSekolahTinggiIlmuEkonomiMuhammadiyahJakarta.
Jakarta,1September2020
Menyerahkan Penerima
Kode/Nama Rumpun Ilmu : 561/Ekonomi Pembangunan
LAPORAN AKHIR PENELITIAN DOSEN
DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK DUNIA TERHADAP PENYERAPAN TENAGA
KERJA (Pendekatan General Equlibrium)
M.A.S SRIDJOKO DARODJATUN, ST, M.Si (NIDN : 0322057003)
STIE MUHAMMADIYAH JAKARTA Agustus 2020
DAFTAR ISI
A.Pendahuluan ... 1
1.Latar Belakang ... ... 1
2.Tujuan Penelitan... ... 3
B. Kerangka Teori Dampak Kenaikan Harga Minyak Dunia Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja ... 4
C.Metodologi Penelitian ... 6
1.Jenis dan Sumber data ... 6
2.Metode Analisis ... 6
a.Model ARCH-GARCH ... 6
b.Model CGE Recursive Dynamic ... 7
D.Analisis Volatitilas Harga Minyak Dunia Periode Tahun 1980 –2013 ... 8
E. Dampak Volatilitas Harga Minyak Dunia terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan di Indonesia ... 10
F. Kesimpulan ... 13
A. Pendahuluan 1. Latar Belakang
Sejak tahun 2005 pengeluaran untuk bahan bakar minyak menjadi sumber pengeluaran utama bagi negara, dimana tahun sebelumnya merupakan sumber pemasukan negara. Kondisi terebut menyebabkan kenaikan harga minyak dunia dalam tahun-tahun terakhir ini akan mengakibatkan kenaikan beban fiskal (defisit anggaran) negara dikarenakan pemerintah Indonesia akan memberikan subsidi BBM. Namun, dilematisnya keberadaan BBM bersubsidi yang sebenarnya ditujukan pada rakyat miskin dan menengah ternyata masih banyak yang tidak tepat sasaran, karena masih banyaknya kalangan menengah atas yang menggunakan BBM bersubsidi bukan BBM non subsidi (pertamax).
Implikasi dari peningkatan harga minyak di pasar dunia, kerapkali “memaksa” pemerintah mengambil kebijakan menaikkan harga BBM di dalam negeri. Bagi Indonesia, lonjakan harga minyak memberikan makna berbeda saat periode 1970-an dengan kondisi saat ini. Wind Fall yang dulunya didambakan menjadi sulit terwujud karena neraca minyak nasional cenderung tertekan saat kenaikan harga. Kondisi minyak Indonesia dapat dijelaskan sebagai berikut: (i) produksi minyak nasional sejak 2006-2010 berada di bawah 1 juta barrel perhari (kecuali pada 2008), (ii) produksi minyak nasional selama 2000-2010 menurun rata-rata 3,75% pertahun sedangkan konsumsinya naik rata-rata-rata-rata 1,36% per tahun, (iii) pangsa produksi minyak Indonesia terhadap produksi dunia tinggal 1,2% per 2010, menurun dari 1,23% per 2009, (iv) konsumsi minyak nasional per 2010 mencapai 1,49% dari konsumsi dunia sedangkan pada 2009 mencapai 1,52%, (v) cadangan minyak nasional hanya mampu memenuhi sekitar 11,8 tahun (Statistical Review of World Energy, 2011).
Sebagai ilustrasi mengenai respon pemerintah terhadap kenaikan harga minyak dunia adalah pada akhir tahun 2007 sampai dengan awal 2008, perekonomian dunia menghadapi krisis energi yang memicu peningkatan harga minyak dunia. Harga minyak dunia meningkat dari kisaran 60-65 US$ per barel pada pertengahan tahun 2007 melonjak hingga di atas 100US$ perbarel pada awal tahun 2008. Di dalam negeri kenaikan harga minyak dunia direspon oleh pemerintah dengan menaikkan harga BBM jenis premium dan solar yaitu dari Rp 4000/liter menjadi Rp 6000/liter. Peningkatan harga BBM tersebut menjadi ganjalan yang sangat serius bagi peumulihan perekonomian nasional , pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja baru. Pengaruh kenaikan harga minyak dunia di Indonesia terutama digambarkan pada 2005 dan 2008. Penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak/BBM
memberikan pengaruh pada sisi moneter, perbankan, hingga fiskal. Lonjakan harga BBM mendorong naiknya inflasi dari 64% per 2004 menjadi 17,11% per 2005. Untuk menyerap kelebihan likuiditas, Bank Indonesia menyesuaikan BI rate menjadi 12,75% per Desember 2005 dari posisi 8,5% per Juli 2005. Suku bunga deposito 12 bulan naik menjadi 10,95% per 2005 dari 7,07% tahun sebelum. Suku bunga kredit modal kerja naik menjadi 16,23% dari 13,41% sedangkan suku bunga kredit investasi dan konsumsi naik menjadi 15,66% dan 16,83% dari level 14,05% dan 16,57%.
Pengaruh pada sisi fiskal dapat dirunut melalui pembekakan subsidi. Subsidi energi tumbuh rata-rata 21,56% pertahun selama 2004-2012; dengan peningkatan tertinggi pada 2008 mencapai 90,83% per tahun. Subsidi mengambil porsi hingga 26,12% pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/APBN 2012 atau 2,6% terhadap Produk Domestik Bruto/PDB. Dapat dikatakan pergerakan harga minyak menjadi salah satu sumber dari fluktuasi ekonomi dunia. Hamilton (1983) menjelaskan pengaruh fluktuasi harga minyak bagi negara importir melalui jalur yang cukup beragam. Misalnya, kenaikan harga minyak akan berdampak pada lonjakan biaya produksi, dorongan inflasi, maupun ketidakpastian investasi, dan bermuara pada penurunan performa perekonomian.
Dalam prespektif makro ekonomi, peningkatan harga BBM akan cenderung diikuti oleh penurunan volume produksi berbagai sektor produksi dalam perekonomian. Perubahan tersebut secara agregat akan menyebabkan turunnya total produksi/pendapatan nasional dan mendorong peningkatan pengangguran. Kondisi tersebut tentunya merupakan kondisi yang tidak diharapkan baik oleh pemerintah, masyarakat maupun pengusaha. Mankiw (2003) menjelaskan bahwa dalam perekonomian kerap kali terjadi fluktuasi dalam jangka pendek. Fluktuasi tersebut mempengaruhi keseimbangan pendapatan nasional, kesempatan kerja dan tingkat harga.
Dampak kenaikan harga BBM yang terhadap sektor produksi akan mempengaruhi struktur biaya produksi. Sementara itu terhadap rumah tangga, kenaikan BBM cenderung akan menurunkan daya beli masyarakat. Penigkatan dalam biaya produksi di satu sisi dan penurunan daya beli di sisi lain sebagai konsekensi kenaikan BBM pada akhirnya akan cenderung mendorong sektor produksi untuk mengurangi output produksi dan rasionalisasi karyawan. Nicholson (1997) menjelaskan bahwa peningkatan harga input produksi, yang menyebabkan peningkatan biaya produksi yang dihadapi perusahaan, akan cenderung
mendorong perusahaan untuk mengurangi output. Lebih lanjut, penurunan output tersebut akan diikuti dengan penurunan permintaan input (misalnya: tenaga kerja), yang merupakan
derived demand. Dengan demikian dampak kenaikan harga minyak dunia terhadap tingkat
pengangguran akan sangat terlihat melalui saluran sektor industri ini.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dipahami bahwa kenaikan harga minyak dunia dapat berpengaruh terhadap makroekonomi indonesia umumnya dan kinerja sektor-sektor produksi khususnya, terutama dalam makalah ini akan ditinjau dari aspek penyerapan tenaga kerja. bagaimana dampak kenaikan harga minyak dunia terhadap kinerja sektor-sektor produksi dalam penyerapan tenaga kerja di Indonesia menjadi pertanyaan utama yang dikaji dalam penelitian ini. Mengingat permasalahan kenaikan harga BBM bersifat multi sektor yang akan membawa implikasi yang cukup luas, tidak hanya terhadap kondisi makro, tetapi juga pada sektor-sektor perekonomian lainnya. Oleh karena itu, pendekatan yang paling sesuai adalah dengan model CGE (computable general equilibrium).
Keunggulan model keseimbangan umum (CGE) apabila dibandingkan dengan model keseimbangan parsial adalah bahwa model CGE sudah memasukkan semua transaksi antar pelaku-pelaku ekonomi secara keseluruhan, baik di pasar faktor produksi maupun di pasar komoditas. Dengan demikian dampak dari suatu kebijakan akan dapat dianalisis pengaruhnya secara kuantitatif terhadap kinerja ekonomi baik secara makro maupun sektoral.
2. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dampak kenaikan harga minyak dunia terhadap kinerja sektor industri pengolahan dalam menyerap tenaga kerja. Adapun secara khusus penelitian ini bertujuan sebagai berikut: (1) menganalisis volatilitas harga minyak dunia selama periode 1990 – 2013. (2) menganalisis dampak kenaikan harga minyak dunia terhadap kinerja sektor produksi dilihat dalam penyerapan tenaga kerja.
B. Kerangka Teori Dampak Kenaikan Harga Minyak Dunia Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja
Kenaikan harga minyak dunia, apabila direspon oleh pemerintah dengan meningkatkan harga bahan bakar minyak (BBM) akan meningkatkan biaya produksi perusahaan dan menurukan penggunaan energi dalam proses prosuksi. Akibat kenaikan
tersebut akan menyebabkan penurunan produksi. Pada Gambar 1. kenaikan harga bbm mengakibatkan pada penurunan penggunaan energi dalam proses produksi sehingga produksi turun, hal tersebut terlihat pada panel (b) bergesernya kurva produksi dari y(N,K, E0) ke
y(N,K, E1). Dengan menurunnya produksi akan berakibat pada menurunnya output dari Y0
ke Y1. Kemudian, turunnya output produksi tersebut berakibat pada menurunnya permintaan tenaga kerja. secara grafis penurunan tersebut ditunjukkan oleh bergesernya kurva permintaan tenaga kerja dari P0.f0(N)ke P1.f1(N) sehingga jumlah tenaga kerja yang digunakan turun dari N0 ke N2. Dampak berikutnya adalah output turun lagi dari Y1 ke Y2.
(a) y2 y1 y0 N2 N0 W Pe.g(N ) P0.f0( N) P1.f1( N) N2 N0 N y(N,K, E0) y(N,K, E1) N (b)
Sumber: Branson (1976)
Gambar 1. Dampak kenaikan BBM terhadap Penyerapan Tenaga Kerja
Pada keseimbangan makro, kenaikan harga BBM yang berakibat pada turunnya output
produksi ditunjukkan oleh bergesernya kurva penawaran agregat (AS) ke kiri yaitu dari AS0
ke AS1 . Pada indeks harga yang konstan di P0 terjadi kelebihan permintaan agregat sehingga
harga akan cenderung naik (P0 ke P1) (panel a). Keseimbangan makro berubah dari A(Y0,P0) ke B(Y1,P0). Peningkatan indeks harga-harga umum ke P1 menyebabkan perubahan keseimbangan di pasar uang dan pasar barang. Kurva penawaran uang bergeser ke kiri (M/P0 ke M/P1), LM bergeser ke kiri (LM(P0) ke LM (P1)) (panel b). Keseimbangan IS – LM bergeser ke titik B(r2, Y1).
W P Y Y Y Y Pe.g(N) P0.f0(N) P1.f1(N) (a) N N2 N0 N (b) N2 N0 y0 y2 y1 P1 P0 AS1 AS0 AD B A y0 y(N,K, E0) y(N,K, E1) y1 y0 y1 45o
(panel a) r r2 r0 r r2 r0 r r2 r0 r1 B A B A B A P P1 P0 I (r) I0 I1
I
Y1 Y0 Y riil Y1 Y0 Y riil LM (P1) LM (P0) IS AS0 AS1 A(panel b)
Kesimpulan dari adanya kenaikan harga BBM pada kasus di atas menimbulkan beberapa dampak makro. Dampak tersebut adalah: i) penurunan growth dari Y0 ke Y1, ii)
penurunan kesempatan kerja dari L0 ke L2, dan iv) peningkatan jumlah pengangguran sebesar
L0 dan L2. Mekanisme transmisi keseimbangan makro, akibat terjadi pergeseran produksi, dalam hal ini kana kenaikan harga BBM dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.
C. Metode Penelitian
1. Jenis dan Sumber data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Untuk analisis volatilitas, data harga minyak dunia yang digunakan adalah harga nominal yang berlaku di pasar internasional dan merupakan data time series bulan januari 1990 – Maret 2013. Data tersebut bersumber dari Internasional Monetary Fund (IMF). Sementara itu, untuk menganalisis dampak kenaikan harga minyak dunia terhadap kinerja sektor produksi dilihat dalam penyerapan tenaga kerja akan menggunakan data dan model CGE yang sudah dirancang oleh Alla Asmara, at all (2011). Modelnya menggunakan data dasar Tabel Input Output Indonesia tahun 2008 dan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) tahun 2005. Tabel IO dan SNSE tersebut bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS).
2. Metode Analisis
a. Model ARCH-GARCH
ARCH (Autoregressive Conditional Heteroscedasticity), Pertama kali dipopulerkan oleh Engel (1982). ARCH adalah konsep tentang fungsi Autoregresi yang mengasumsikan bahwa varians berubah terhadap waktu dan nilai varians tersebut dipengaruhi oleh sejumlah data sebelumnya. Model ini dikembangkan terutama untuk menjawab persoalan adanya volatilitas pada data ekonomi dan bisnis. Volatilitas tercermin dalam varians residual yang memenuhi asumsi homoskedastisitas (Firdaus, 2006)
Model ARCH kemudian digeneralisasi menjadi model GARCH oleh Bollerslev (1986). Model Garch (r,m) mengasumsikan bahwa varians data fluktuasi dipengaruhi sejumlah data m data fluktuasi sebelumnya dan sejumlah r data volatilitas sebelumnya. Bentuk umum model GARCH (r,m):
ht = K + 1ht-1 + 2ht-2 +...+ rht-r+ 12t-1+22t-12+...+m2t-m ...(3.1) dimana :
ht = variabel respon (terikat) pada waktu t/varians pada waktu ke-t
K = varians yang konstan
2
t-m = suku ARCH/volatilitas pada periode sebelumnya
1, 2,...,m = koefisien orde m yang diestimasikan
1, 2,...,m = koefisien orde r yang diestimasikan
ht-r = suku GARCH/varians pada periode sebelumnya
Berdasarkan model ARCH-GARCH terbaik yang diperoleh maka dapat diketahui volatilitas harga minyak dunia. Ukuran volatilitas (ht) tersebut ditujukkan oleh nilai standar deviasi bersyarat (conditional standard deviation), yang merupakan akar dari ragam model ARCH-GARCH yang diestimasi. Estimasi model ARCH-GARCH dilakukan dengan
software Eviews 6. Persentase perubahan terbesar dari volatilitas harga minyak dunia
selanjutnya digunakan sebagai shock dalam simulasi analisis dampak kenaikan harga minyak dunia dengan model CGE Recursive Dynamic.
b. Model CGE Recursive Dynamic
Penggunaan model CGE dalam penelitian ini ditujukan untuk menganalisis dampak kenaikan harga minyak dunia terhadap kinerja sektor industri pengolahan dalam menyerap tenaga kerja. model CGE yang digunakan dalam penelitian ini mengadopsi model CGE INDOF yang dibangun oleh Oktaviani (2000). CGE INDOF yang digunakan pada penelitian ini menggunakan data dasar yang sumber utamanya adalah Tabel Input Output 2008.
Oktaviani (2008) mengungkapkan bahwa model INDOF diadaptasi dan dikembangkan dari model awal ORANI-F yang diperkenalkan oleh Horridge et al (1993). Struktur model CGE terdiri atas sistem persamaan yang menggambarkan permintaan tenaga kerja, permintaan faktor produksi, permintaan input antara, permintaan kombinasi faktor produksi dan input antara, permintaan kombinasi dari output, permintaan barang investasi, permintaan rumah tangga, permintaan ekspor dan permintaan akhir lainnya, permintaan margin, harga penjualan, keseimbangan pasar, pajak tak langsung, PDB pada sisi penerimaan dan pengeluaran, neraca perdagangan, tingkat pengembalian modal, akumulasi investasi dan modal, serta akumulasi hutang.
Spesifikasi model yang dilakukan dalam penelitian ini adalah terkait dengan klasifikasi sektor, klasifikasi rumah tangga, klasifikasi tenaga kerja, klasifikasi sumber input, dan klasifikasi permintaan output. Untuk simulasi terlebih dahulu dilakukan simulasi
baseline.
Simulasi baseline dilakukan dengan memperbaharui (update) data dasar 2008 sampai dengan 2010. Pada model CGE Recursive Dynamic, update data dasar dimungkinkan karena model tersebut mangakomodasi penyesuaian akumulasi kapital dan tenaga kerja setiap tahun. Perubahan yang terjadi pada sejumlah variabel makro dan sektoral selama periode 2008-2010 yang diperoleh dari publikasi BPS digunakan untuk simulasi baseline tersebut. Sejumlah variabel ekonomi makro dan sektoral merupakan variabel eksogen didalam model. Dengan demikian, variabel-variabel tersebut digunakan sebagai shock dalam simulasi baseline. Variabel-variabel yang digunakan sebagai shock dalam simulasi baseline tersebut meliputi: variabel ekonomi makro, perubahan produktivitas sektoral, dan trend tenaga kerja.
Simulasi baseline tersebut dimaksudkan untuk mengecek bahwa model CGE
Recursive Dynamic yang disusun dapat menghasilkan suatu solusi yang valid. Validitas
model CGE ditunjukkan dengan membandingkan hasil simulasi baseline dengan data aktual untuk sejumlah variabel makroekonomi yang meliputi: produk domestik bruto, pengeluaran pemerintah, serta ekspor dan impor. Berdasarkan hasil perbandingan diketahui bahwa hasil simulasi baseline menunjukkan pertumbuhan yang konsisten dengan data aktual dan besaran nilai simulasi mendekati nilai aktual. Oleh karena itu, model CGE Recursive Dynamic dan
database yang dibangun cukup representatif dan akurat untuk digunakan dalam simulasi
selanjutnya.
D. Analisis Volatitilas Harga Minyak Dunia Periode Tahun 1980 - 2013
Analisis Volatilitas Harga Minyak Dunia selama periode Januari 1980 sampai dengan April 1013 disajikan pada Gambar 1. Berdasarkan gambar tersebut diketahui selama periode 1980 sampai 1999 harga minyak dunia relatif stabil. Secara rata-rata harga minyak dunia periode 80-an lebih tinggi dibanding kan periode 90-an. Pada periode 80-an harga minyak dunia sekitar US$30 per barel sedangkan periode 90-an sekirar US$30 per barel. Setelah periode tersebut harga minyak dunia cenderung terus mengalami peningkatan. Peningkatan tertinggi terjadi pada periode Maret-Agustus 2008. Pada periode tersebut harga minyak dunia berfluktuasi pada kisaran US$ 101/barel sampai dengan US$135/barel. Selanjutnya setelah Agustus
2008 mengalami penurunan, kemudian naik kembali dan berfluktuasi sekitar level diatas US$100/barel pada tahun. Lonjakan harga minyak dunia tersebut disebabkan oleh keterbatasan pasokan satu sisi serta meningkatnya permintaan dunia disisi lain.
Volatilitas harga minyak dunia dapat diukur dengan mengaplikasikan model ARCH-GARCH. Aplikasi model ARCH-GARCH untuk mengukur volatilitas harga minyak dunia telah dilakukan oleh Asmara at al (2011). Dalam spesifikasi model ARCH –GARCH secara umum dapat dilakukan dua tahapan yaitu tahapan indentifikasi dan penentuan model rataan (mean equation) dan tahap identifikasi dan penentuan model ARCH-GARCH. Tahap identifikasi dan penentuan model ARCH-GARCH dilakukan jika model mean equation yang diperoleh mengandung efek ARCH. Jika model mean equation mengandung efek ARCH maka model tersebut perlu melibatkan suatu persamaan conditional variance untuk mengakomodasi keberadaan efek ARCH, sehingga dapat menghindari pelanggaran asumsi (akibat adanya efek ARCH) dan menghasilkan koefisien model yang lebih baik.
Gambar 1. Perkembangan Harga Minyak Dunia Periode Januari 1980-April 2013
Seperti plot grafik yang ditunjukkan terlihat bahwa data harga minyak dunia memiliki kecendrungan pola meningkat. Data yang memiliki pola trend seperti itu umumnya tidak stasioner. Untuk menguji stasioneritas data harga minyak dunia tersebut maka dilakukan uji The Augmented Dickey Fuller (ADF). Berdasarkan uji tersebut (lampiran 1)
diketahui bahwa data harga minyak dunia tidak stasioner pada tingkat level tetapi stasioner setelah didiferensiasi satu kali hasil ini sesuai dengan hasil yang dilakukan oleh Asmara at al (2011). Pemilihan Uji ADF tersebut didasarkan atas pertimbangan hasil uji yang akurat dan cukup intensif digunakan pada peneliti terdahulu.
Pada tahap selanjutnya, stasioneritas data tersebut akan menentukan derajat integrasi dalam membangun mean equation. Berdasarkan derajat integrasi tersebut serta informasi AR dan orde MA yang diperoleh dari correlogram maka dilakukan identifikasi mean equation (ARIMA). Kemudian menganalisis model ARCH-GARCH dan mengestimasi model ini dengan menggunakan metode kemungkinan produksi atau Quasi Maximum Likehood (QML). Dalam makalah ini hasil analisis model ARIMA akan menggunakan hasil penelitian Asmara
at al (2011), karena data yang digunakan relatif sama dan juga berdasarkan hasil uji
stasioneritas menghasilkan kesimpulan yang sama.
Berdasarkan besaran volatilitas harga minyak dunia maka dapat ditentukan besaran shock yang digunakan pada model CGE. Penentuan besaran shock diperoleh dengan membandingkan nilai volatilitas dengan data aktualnya. Dalam penelitian Asmara at al (2011) perbandingan nilai aktual dan volatilitas didasarkan atas nilai rataan tahunan untuk periode tahun 2000 hingga 2009. Besaran shock yang disimulasikan pada model CGE
Recursive Dynamic yang digunakan dalam penelitiannya adalah persentase perubahan
tertinggi. Persentase perubahan tertinggi selama periode 2000-2009 adalah sebesar 16,48 persen.
E. Dampak Volatilitas Harga Minyak Dunia terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan di Indonesia.
Secara empiris mengenai dampak kenaikan harga minyak dunia terhdap penyerapan tenaga kerja dalam makalah ini akan memaparkan hasil penelitian yang dilakukn oleh Asmara at al (2011). Hasil simulasi dampak volatilitas harga minyak dunia terhadap sektor idustri pengolahan khususnya penyerapan tenaga kerja sektor industri pengolahan dapat dilihat pada tabel 1. Berdasarkan pada tabel tersebut diketahui bahwa sebagian sektor industri mampu mencapai pertumbuhan positif simulasi baseline (simulasi 1), kecuali industri tekstil, alas kaki dan kilang minyak. Hasil serupa juga dijumpai pada simulasi peningkatan volatilitas harga minyak dunia (simulasi 2). Namun demikian peningkatan output yang dicapai sektor
industri pada simulasi 2 cenderung lebih rendah dibanding simulasi 1. Hal tersbut berarti kenaikan harga minyak dunia berdampak pada penurunan pertumbuhan output.
Sementara itu , dampak volatilitas terhadap perubahan tingkat harga menunjukkan hasil yang relatif bervariasi. Volatilitas harga minyak dunia menyebabkan kenaikan harga output sebagian sektor industri. Peningkatan harga yang terjadi pada simulasi 2 relatif lebih tinggi dibandingkan baseline. Peningkatan harga tersebut terkait dengan kenaikan biaya produksi yang diakibatkan peningkatan harga BBM dalam negeri. Selaras dengan perubahan yang terjadi pada jumlah output, volatilitas harga minyak dunia (simulasi 2) juga cenderung mendorong perlambatan pertumbuhan ekspor dan bahkan untuk beberapa industri mengalami penurunan ekspor yang semakin besar. Di sisi lain, peningkatan impor terjadi pada sebagian besar sektor industri.
Tabel 1. Dampak Volatilitas Harga Minyak Dunia terhadap Perubahan Output, Harga, Ekspor, Impor dan Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan
Sektor Output (%) Harga (%) Ekspor (%) Impor (%) Tenaga Kerja (%)
Sim 1 Sim 2 Sim 1 Sim 2 Sim 1 Sim 2 Sim 1 Sim 2
Sim 1 Sim 2
Unskiil Skiil Unskiil Skiil
MnykLemak 10,69 9,28 -2,55 -2,16 14,69 12,42 1,69 4,60 3,72 5,04 0,99 1,04 MakOlahLaut 8,00 5,55 -6,46 -2,61 14,40 5,82 -2,56 5,78 -0,59 0,74 -2,58 -2,53 MakOLah 16,96 20,05 2,26 8,23 -20,12 -73,16 24,17 40,63 15,23 16,56 21,76 21,81 TexPakKlt -5,80 -8,64 2,48 3,84 -18,00 -27,91 8,29 13,12 -9,77 -8,44 -12,78 -12,73 AlasKaki -14,67 18,01 3,99 5,11 -30,72 -39,38 9,60 14,09 -17,62 -16,29 -20,97 -20,92 BmbKaRtn 2,70 1,29 -1,06 -0,89 6,35 5,37 2,07 0,67 -5,41 -4,08 -8,34 -8,29 Kertas 3,09 1,78 -1,33 -0,62 7,30 3,41 -1,06 0,38 -3,27 -1,94 -5,85 -5,80 KaretPlast 4,96 2,13 -1,35 -0,28 10,01 2,06 -0,59 1,39 -0,56 0,76 -3,55 -3,50 FertiPest 2,89 3,56 1,18 2,47 -7,63 -16,03 6,79 11,49 -3,53 -2,21 -1,57 -1,52 KilangMyk -5,14 3,51 2,76 14,34 -11,30 8,75 4,24 -2,59 4,21 5,53 -2,04 -1,99 Semen 2,08 -1,64 1,77 2,29 -13,13 -17,02 8,45 6,52 -0,81 0,51 -4,68 -4,63
BesiBaja 8,61 4,26 -1,88 -1,39 13,98 10,34 0,39 -2,59 6,88 8,21 4,05 4,10 IndLogam 5,55 2,10 -1,25 -0,66 9,28 4,88 0,05 -1,34 2,45 3,78 0,97 1,02 MesinListrik 13,35 10,65 -4,27 -3,47 31,67 25,77 1,38 0,10 -3,35 -2,03 -6,06 -6,01 AltAngkut 10,16 8,51 -3,31 -2,42 28,26 20,67 -0,93 -1,07 2,45 3,78 0,97 1,02 IndustriLain 0,42 -2,32 0,85 1,98 -6,28 -14,71 3,31 4,15 -3,35 -2,03 -6,06 -6,01 Sumber : Asmarra (2011) Keterangan:
Sim 1 = simulasi baseline
Sim 2 = Sim 1 + volatilitas harga minyak
Perubahan jumlah dan harga output, secara simultan juga mempengaruhi penyerapan tenaga kerja pada masing-masing sektor. Hasil simulasi menunjukkan bahwa sebagian besar sektor industri mengalami penurunan jumlah penyerapan tenaga kerja, baik tenaga kerja terdidik maupun tenaga kerja tidak terdidik. Penurunan jumlah tenaga kerja terbesar terjadi pada sektor industri alas kaki, kemudian diikuti industri tekstil pakaian dan kulit, dan industri bambu kayu rotan. Turunnya jumlah penyerapan tenaga kerja pada sektor-sektor industri tersebut relatif selaras dengan penurunan jumlah output yang terjadi pada masing-masing industri. Sementara itu, beberapa industri mampu mencapai pertumbuhan positif dalam penyerapan tenaga kerja tetapi dengan pertumbuhan lebih rendah dibandingkan baseline yaitu industri mesin listrik dan industri alat angkut. Hanya sektor industri makanan dan olahan dan industri kilang minyak yang mampu mencapai pertumbuhan penyerapan tenaga kerja yang lebih besar dibandingkan baseline. Hal tersebut terkait dengan peningkatan output pada kelompok industri tersebut. Khsusu pada industri kilang minyak, peningkatan harga minyak di pasar internasional akan memberikan insentif peningkatan produksi bagi industri tersebut. Lebih lanjut, sektor industri dapat dipetakan berdasarkan kinerjanya masing-masing dalam menyerap tenaga kerja. peta kinerja ini menunjukkan sensitivitas masing-masing industri terhadap guncangan kenaikan harga minyak dunia. Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa respon negatif terhadap shock harga minyak dunia cenderung terjadi pada sebagian besar sektor industri. Hal ini menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan relatif rentan terhadap
mencapai peningkatan kinerja output yaitu industri makanan olahan dan industri pupuk dan pestisida.
Tabel 2. Peta Kinerja Sektor Industri Pengolahan
Sektor Output Tenaga Kerja Ekspor Impor Unskill Skill MnykLemak - - - - + MakOlahLaut - - - - + MakOLah + - + - + TexPakKlt - - - - + AlasKaki - - - - + BmbKaRtn - - - - - Kertas - - - - + KaretPlast - - - - + FertiPest + + + - + KilangMyk + + + + - Semen - - - - - BesiBaja - - - - - IndLogam - - - - - MesinListrik - - - - - AltAngkut - - - - - IndustriLain - - - - + Sumber : Asmarra (2011)
Dalam hasil penelitian Asmara at al (2011) jug a menunjukkan bagaimana dampak volatilitas harga minyak dunia terhadap kinerja makroekonomi indonesia. Volatilitas minyak dunia memberikan dampak kontraksi terhadap kondisi makroekonomi indonesia. Dampak
kontraksi tersebut ditujukan oleh capaian pertumbuhan GDP riil yang lebih rendah dibandingkan baseline. Perlambatan pertumbuhan ekonomi terjadi meskipun sejumlah variabel makro dari sisi pengeluaran (konsumsi dan pengeluaran pemerintah) mengalami peningkatan yang relatif lebih besar dibanding baseline. Dampak volatilitas harga minyak dunia terhadap kondisi makroekonomi indonesia ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Dampak Volatilitas Variabel Ekonomi terhadap Kinerja Makro Ekonomi Indonesia
No Variabel Makroekonomi Perubahan Persentase Sim 1 Sim 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 GDP Riil Investasi
Konsumsi rumah tangga Indeks volume ekspor
Permintaan agregat riil pemerintah Inventory/stok
Indeks volume impor Inflasi/perubahan IHK
Pembayaran agregat terhadap kapital Pembayaran agregat terhadap tenaga kerja Pembayaran agregat terhadap lahan
10,48 10,06 10,40 4,46 9,24 9,08 2,69 0,46 7,46 11,84 11,38 10,43 6,04 14,03 0,93 12,87 2,08 4,30 4,19 8,50 13,68 18,65 Sumber : Asmarra (2011)
Efek kontraksi volatilitas harga minyak dunia juga tercermin pada peningkatan indeks harga konsumen (IHK). Pada Tabel 3. diketahui bahwa inflasi meningkat 4,19 persen lebih tinggi dibandingkan kondisi baseline sebesar 0,46 persen. Peningkatan IHK (inflasi) tersebut terkait dengan karakteristik komoditas minyak yang merupakan input utama pada sebagian besar perekonomian. Dengan demikian, peningkatan harga minyak akan memicu kenaikan
harga-harga barang secara umum. Respon negatif dari kenaikan harga minyak ditujukkan dengan perlambatan pertumbuhan investasi.
F. Kesimpulan
Berdasarkan pada teori dan hasil studi empiris, maka kesimpulan dalam makalah ini adalah:
1. Volatilitas Harga minyak dunia memiliki variasi antar waktu dan memiliki kecenderung meningkat terus. selama periode 1980 sampai 1999 harga minyak dunia relatif stabil. Secara rata-rata harga minyak dunia periode 80-an lebih tinggi dibanding kan periode 90-an. Pada periode 80-an harga minyak dunia sekitar US$30 per barel sedangkan periode 90-an sekirar US$30 per barel. Setelah periode tersebut harga minyak dunia cenderung terus mengalami peningkatan. Peningkatan tertinggi terjadi pada periode Maret-Agustus 2008. Pada periode tersebut harga minyak dunia berfluktuasi pada kisaran US$ 101/barel sampai dengan US$135/barel
2. Kenaikan harga minyak dunia akan menyebabkan tingkat pengangguran meningkat, memperlambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan inflasi, memperlambat laju inflasi, menurunkan ekspor dan meningkatkan impor atau singkatnya memperburuk kondisi makro ekonomi indonesia.
G. Daftar Pustaka
Asmara, A., Oktaviani, R., Kuntjoro dan Firdaus, Muhammad. 2011. Volatilitas Harga Minyak Dunia dan Dampaknya Terhadap Kinerja Sektor Industri Pengolahan dan Makroekonomi Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi. Vol. 29, No. 1, Hal 49 – 69.
Branson W. H and J. M. Litvack. 1976. Macroeconomics. Harper Internasional Edition. Harper & Row Publisher, New York.
Bank Indonesia. 2009. Laporan Perekonomian Indonesia 2008. Bank Indonesia. Jakarta Engel, R.F. 1982. Autoregressive Conditional Heteroscedastisity with Estimates of Variance of United Kingdom Inflation. Econometrica.
Firdausy, C.M. 2006. Analisis Deret Waktu Satu Ragam. IPB Press. Bogor.
Hamilton, B. and J. Whalley (1983), “Optimal Tariff Calculations in Alternative Trade Models and Some Possible Implications for Current World Trading Arrangement”, Journal of International Economics, 15, pp. 323-348.
Horridge, J.M., B.R. Parameter dan K.R. Pearson. 1993. ORANI-F: A General Equlibrium Model of The Australian Economy. Economic and Financial Computing. Vol. 3, No. 2, page 71 – 140.
Mankiw, N. G. 2003. Teori Makro Ekonomi. Edisi Keempat. Penerbit Erlangga. Jakarta Nicholson, W. 1997. Microeconomic Theory: Basic Principles and Extensions. Seventh Edition. The Dryden Press, Harcourt Brace College Publisher.
Oktaviani, R. 2008. Model Ekonomi Keseimbangan Umum: Teori dan Aplikasinya di Indonesia. Departmemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
Pedobnik, B., P.Ch. Ivanov , I. Grosse, K. Matia, HE Stenley. 2004. ARCH-GARCH Approaches to Modeling High-Frecuensy Finansial Data. Physica A.