• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi, para ahli di bidang kesehatan dituntut untuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi, para ahli di bidang kesehatan dituntut untuk"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1

A. Latar Belakang Masalah

Seiring perkembangan jaman yang semakin maju Sejalan dengan perkembangan teknologi, para ahli di bidang kesehatan dituntut untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki, hal ini bersesuaian dengan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menjelaskan bahwa tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. Kewajiban tersebut dapat dilaksanakan, salah satunya dengan melakukan penelitian kesehatan untuk menemukan teknologi-teknologi baru yang dapat menunjang kehidupan manusia agar menjadi lebih baik, penemuan vaksin terhadap virus-virus tertentu, teori– teori baru yang menjelaskan fenomena di bidang kesehatan atau sekedar metode yang dapat meningkatkan kualitas kesehatan manusia. Penelitian kesehatan dalam pelaksanaannya agar sesuai dengan tujuan dan kebutuhan peneliti terkadang menggunakan manusia sebagai subjek penelitian, hal ini juga dilakukan agar penelitian memberikan hasil yang maksimal.

Penelitian Kesehatan yang menggunakan manusia sebagai subjek penelitian pada mulanya dilakukan dalam The Nazi Human Experimentation. Eksperimen tersebut adalah suatu rangkaian percobaan biadab dengan menggunakan manusia sebagai kelinci percobaan yang juga dilakukan atas nama

(2)

ilmu pengetahuan dan kepentingan militer.1 Dilatarbelakangi oleh hal tersebut, di kalangan kedokteran timbul kesadaran akan pentingnya untuk menyusun pegangan tertulis bagi para dokter dalam melakukan penelitian medik mereka. Bulan April 1947, Dr. Leo Alexander mengajukan enam butir prinsip batasan penelitian medik yang baik kepada Dewan Kejahatan Perang. Pengadilan memutuskan untuk menerima butiran ini dan menambah empat butir lagi yang dikemudian hari sepuluh butir prinsip ini dikenal sebagai “Nuremberg Code”. Nuremberg Code sendiri terdiri dari berbagai prinsip dasar umum seperti asas kesediaan (informed consent) dan penghilangan paksaan, formulasi eksperimen ilmiah yang baik dan manfaat bagi partisipan eksperimen.

“Sepuluh prinsip Nuremberg code tersebut antara lain:2

1. Persetujuan sukarela dari subjek manusia adalah keintian yang mutlak.

2. Eksperimen harus sedemikian rupa untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi kebaikan masyarakat, tidak dapat disediakan oleh metode atau alat penelitian lain, dan bukan sesuatu yang memiliki karakter acak atau tidak perlu.

3. Eksperimen harus dirancang dan didasarkan pada hasil eksperimen binatang dan pengetahuan dari riwayat alamiah penyakit atau masalah lain di bawah penelitian dengan hasil yang dapat diantisipasi yang membenarkan kinerja eksperimen.

4. Eksperimen harus dilakukan untuk menghilangkan penderitaan dan cedera fisik dan mental yang tidak diperlukan.

5. Tidak ada eksperimen yang boleh dilaksanakan ketika disana terdapat alasan apriori untuk meyakini bahwa kematian atau cedera kecacatan akan terjadi, kecuali mungkin pada eksperimen-eksperimen di mana dokter eksperimen-eksperimental juga bertindak sebagai subjek.

6. Tingkat risiko yang diambil harus tidak pernah melampaui yang ditentukan oleh kepentingan kemanusiaan dari masalah yang hendak dipecahkan oleh eksperimen.

1 Aliah Hasan, 2009, Kode Etik Psikologi dan Ilmuan Psikologi, Graha Ilmu, Yogyakarta, hlm. 28.

(3)

7. Persiapan yang layak harus dibuat dan fasilitas yang sesuai harus disediakan untuk melindungi subjek eksperimental menghadapi bahkan kemungkinan cedera, kecacatan atau kematian yang langka. 8. Eksperimen harus dilaksanakan hanya oleh orang yang memiliki kualifikasi secara ilmiah. Tingkat tertinggi dari keterampilan dan perawatan harus merupakan persyaratan pada seluruh tahap eksperimen bagi siapa yang melaksanakan atau terlibat dalam eksperimen.

9. Selama pelaksanaan eksperimen terhadap subjek manusia harus terdapat kebebasan dalam melakukan penghentian eksperimen di mana keberlanjutan eksperimen bagi dirinya terlihat tidak mungkin.

10. Selama pelaksanaan eksperimen, ilmuwan yang bertanggung jawab bersiap untuk menghentikan eksperimen pada setiap tahap, jika dia memiliki penyebab yang mungkin dapat dipercayai dan keterampilan yang unggul dan pertimbangan yang hati-hati yang dibutuhkannya untuk melihat bahwa keberlanjutan eksperimen akan menghasilkan cedera, kecacatan atau kematian dari subjek eksperimental.”

Prinsip-prinsip yang diberikan oleh Nuremberg Code untuk praktik kedokteran ini kemudian meluas ke seluruh dunia setelah perang dunia kedua3. Menyusul kode etik ini, World Medical Association mengadakan Deklarasi Jenewa (1948) dan kemudian diikuti Deklarasi Helsinki (1964).4 Deklarasi Helsinki memuat prinsip etika, dimana kepentingan subjek harus diatas kepentingan lain. Seorang dokter harus bertindak demi kepentingan pasiennya, dan tidak dapat melakukan tindakan yang merugikan pasien. Terdapat dua pernyataan yang merupakan kunci suatu penelitian yang menggunakan manusia sebagai subjek, yaitu:

1. Kepentingan individu subjek harus diberi prioritas dibandingkan dengan komunitas.

3

Pendahuluan Pedoman Nasional Etik Penelitian Kesehatan.

4 Kata Pegantar Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan pada Pedoman Nasional Etik Penelitian Kesehatan.

(4)

2. Setiap subjek dalam penelitian klinis harus mendapatkan pengobatan terbaik yang ada.

Declaration of Helsinki menetapkan bahwa selain diperlukan informed consent dari subjek penelitian, diperlukan juga ethical clearance yang dikeluarkan oleh Komisi Etik5. Pedoman etik pada penelitian kesehatan diterbitkan oleh Council of International Organization of Medical Science (CIOMS) dengan bantuan Badan Kesenatan Dunia (WHO) pada tahun 1991.6 Selanjutnya CIOMS dan WHO pada tahun 1993 menerbitkan pedoman etika dalam penelitian Biomedik yang kemudian dijadikan pedoman bagi banyak negara termasuk Indonesia.7

Keberadaan kode etik dalam pelaksanaan penelitian kesehatan pada dasarnya menunjukkan pentingnya pengakuan dan penegakkan hak asasi manusia8, selain The Nuremberg Code dan Deklarasi Helsinki yang dijadikan pedoman di Indonesia dalam melakukan penelitian kesehatan, terdapat pedoman hukum internasional lainnya yang juga digunakan di Indonesia sebagai pedoman pelaksanaan penelitian kesehatan antara lain adalah Universal Declaration of Human Right (1948), Operational Guidelines for Ethics Committee that Review Biomedical Reasearch (2000), dan International Ethical Guidelines for Biomedical Reasearch Involving Human Subjects (2002) yang kemudian aturan-aturan tersebut nilai-nilainya diadopsi di Indonesia melalui Peraturan-aturan Pemerintah

5 Prinsip ke-13 Basic Principles For All Medical Research Declaration of Helsinki, 2000.

6 International Ethical Guidelines for Biomedical Research Involving Human Subjects.

7 Pendahuluan Pedoman Nasional Etik Penelitian Kesehatan.

(5)

Nomor 39 Tahun 1995 tentang Penelitian dan Pengembangan Kesehatan9 serta peraturan lain yang berkaitan dengan penelitian kesehatan seperti butir - butir pedoman, buku komisi nasional etik penelitian kesehatan.10

Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 1995 tentang Penellitian dan Pengembangan Kesehatan, terdapat bab khusus yang mengatur tentang penelitian dan pengembangan kesehatan terhadap manusia, dalam bab IV, Pasal 8 ayat (1) menyatakan bahwa penelitian dan pengembangan kesehatan terhadap manusia hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan tertulis dari manusia yang bersangkutan, hal ini memperlihatkan bahwa persetujuan dari subjek penelitian merupakan hal yang sangat penting serta menunjukkan penegakkan hak asasi manusia yakni hak untuk menentukan nasibnya sendiri.

Hak asasi manusia dalam diri seorang subjek penelitian memerlukan peranan dokter sebagai peneliti agar pemenuhan hak asasi tersebut dapat ditegakkan secara optimal. Adapun hubungan yang ditimbulkan antara dokter sebagai peneliti dan pasien sebagai subjek penelitian merupakan inspanning verbintenis, yakni adalah upaya sebaik-baiknya dari dokter untuk penyembuhan pasien yang dilakukan dengan cermat dan hati-hati.11 Pada dasarnya Inspanning verbentenis dikenal dalam perjanjian antara dokter dan pasien, yang menyatakan bahwa dalam pelaksanaan pengobatan, dokter dan pasien harus berdasarkan asas

9 Kata Pengantar Pedoman Nasional Etik Penelitian Kesehatan.

10 Ibid.

11 Chrisdiono Achadiat, 2007, Dinamika Etika dan Hukum Kedokteran dalam Tantangan

(6)

kepercayaan (fiduciary relationship),12 namun Inspanning verbisntenis juga berlaku dalam hubungan hukum antara subjek penelitian dan peneliti karena dalam penelitian kesehatan, yang menjadi subjek peneliti merupakan pasien yang menjalani pengobatan dan peneliti adalah dokter yang melaksanakan pengobatan. Kesimpulan dari hal tersebut bahwa hubungan hukum antara peneliti dan subjek penelitian tidak dapat dilepaskan dari hubungan hukum dokter dan pasien.

Inspanning verbentenis menjelaskan bahwa peranan dokter sangat penting dikarenakan pasien akan percaya penuh atas tindakan yang dilakukan oleh dokter atas dirinya,13 oleh karena itu, seorang dokter harus memperhatikan kewajiban yang ada pada dirinya, menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014, dalam Pasal 58, tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik wajib:

1. memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi, Standar Prosedur Operasional, dan etika profesi serta kebutuhan kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan; 2. memperoleh persetujuan dari Penerima Pelayanan Kesehatan atau

keluarganya atas tindakan yang akan diberikan;

3. menjaga kerahasiaan kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan; 4. membuat dan menyimpan catatan dan/atau dokumen tentang

pemeriksaan, asuhan, dan tindakan yang dilakukan; dan

5. merujuk Penerima Pelayanan Kesehatan ke Tenaga Kesehatan lain yang mempunyai Kompetensi dan kewenangan yang sesuai.

12 Black’s Law Dictionary, 7 ed, 1999, West Publishing Com- pany, Minnesota.

(7)

Serta dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia, seorang dokter memiliki kewajban terhadap pasien yakni :

1. Seorang dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan seluruh keilmuan dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien, yang ketika ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, atas persetujuan pasien/ keluarganya, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian untuk itu.14

2. Setiap dokter wajib memberikan kesempatan pasiennya agar senantiasa dapat berinteraksi dengan keluarga dan penasihatnya, termasuk dalam beribadat dan atau penyelesaian masalah pribadi lainnya.15

3. Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.16

4. Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu wujud tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.17

Dokter sebagai peneliti selain harus menjalankan kewajibannya sebagai dokter tentu juga harus berfokus kepada integritas peneliti sebagai ilmuan. Integritas peneliti melekat pada ciri seorang peneliti yang mencari kebenaran ilmiah, dalam penelitian ilmiah seorang peneliti harus menerapkan metode ilmiah

14 Pasal 14 Kode Etik Kedokteran Indonesia.

15 Pasal 15 Kode Etik Kedokteran Indonesia.

16 Pasal 16 Kode Etik Kedokteran Indonesia.

(8)

yang bersandar pada sistem penalaran ilmiah yang teruji.18 Sistem ilmu pengetahuan modern merupakan sistem yang dibangun atas dasar kepercayaan. Bangunan sistem nilai ini bertahan sebagai sumber nilai objektif karena koreksi yang tak putus-putus yang dilakukan sesama peneliti. Sesuai dengan asas-asas dan nilai-nilai keilmuan tersebut seorang peneliti memiliki 4 (empat) tanggung jawab, yaitu:19

1. Terhadap proses penelitian yang memenuhi baku ilmiah.

2. Terhadap hasil penelitiannya yang memajukan ilmu pengetahuan sebagai landasan kesejahteraan manusia.

3. Kepada masyarakat ilmiah yang memberi pengakuan di bidang keilmuan peneliti tersebut itu sebagai bagian dari peningkatan peradaban manusia.

4. Bagi kehormatan lembaga yang mendukung pelaksanaan penelitiannya. Peranan dokter dalam penelitian kesehatan sebagai yang melakukan upaya penyembuhan terhadap pasien sekaligus tetap mempertahankan integritasnya sebagai ilmuan sangatlah penting dalam penelitian kesehatan karena sejatinya penelitian kesehatan merupakan kegiatan yang di dalamnya memadukan etik akademik sekaligus bioetik sehingga selain harus memiliki kemampuan yang telah disebutkan di atas, dokter sebagai peneliti juga harus melihat tujuan penelitian kesehatan yang dapat memberi manfaat bagi pihak pasien dan manfaat

18

Tinjauan Umum Peraturan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Nomor 06/E/2013 Tentang Kode Etika Penelitian.

(9)

bagi peneliti yaitu untuk kepentingan ilmu pengetahuan20 serta kemungkinan atau probabilitas yang terjadi setelah penelitian kesehatan dilakukan, yaitu:21

1. Penelitian berhasil dan kondisi subjek penelitian membaik

2. Penelitian berhasil tapi kondisi sujek penelitian memburuk atau bahkan cacat;

3. Penelitian berhasil tapi subjek penelitian meninggal;

4. Penelitian gagal dan konsidi subjek penelitian memburuk atau cacat; dan

5. Penelitian gagal dan subjek penelitian meninggal.

Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1995 menjelaskan pula bahwa dalam penelitian kesehatan, pelaksanaannya wajib dilakukan dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan jiwa manusia, keluarga dan masyarakat yang bersangkutan serta penyelenggara penelitian dan pengembangan kesehatan berkewajiban menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi atau keluarga atau masyarakat yang bersangkutan.

Permasalahan terkait penelitian kesehatan timbul manakala dokter sebagai peneliti menghadapi pertentangan batin antara tugas dan kewajibannya sebagai seorang dokter kewajibannya sebagai peneliti di samping itu, terdapat kepentingan pasien sebagai subjek penelitian yang harus dipenuhi.

Berdasarkan hal tersebut maka perlu diketahui bagaimanakah peran dokter sebagai peneliti dalam penelitian kesehatan serta tanggung jawabnya dalam

20

Penelitian Kesehatan, Jakarta: Asosiasi Ilmu Forensik Indonesia (AIFI) dan Universitas YARSI, 2013, hlm 20.

(10)

pemenuhan hak-hak pasien yang menjadi subjek penelitian kesehatan? Serta apakah peraturan perundang-undangan di Indonesia telah secara ideal mengatur mengenai pelaksanaan penelitian kesehatan ? Hal-hal tersebut menjadi alasan ketertarikan bagi penulis untuk meneliti dan lebih jauh mengenai hal ini dan mengambil judul “Peran dan Tanggung Jawab Dokter dalam Penelitian Kesehatan terhadap Penegakkan Hak Asasi Pasien sebagai Subjek Penelitian Kesehatan.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penulisan penelitian hukum ini adalah :

1. Bagaimana peranan dan tanggung jawab dokter sebagai peneliti dalam penelitian kesehatan terhadap penegakkan hak asasi pasien sebagai subjek penelitian?

2. Apakah pengaturan yang mengatur mengenai penelitian kesehatan di Indonesia sudah ideal untuk melindungi hak asasi pasien sebagai subjek penelitian? Mengapa demikian?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka hal-hal yang menjadi tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Tujuan Objektif

(11)

a. Mengetahui dan mengkaji apa saja peran dan tanggung jawab dokter sebagai peneliti dalam penelitian kesehatan terhadap pasien yang menjadi subjek penelitian.

b. Mengetahui dan mengkaji peraturan di Indonesia yang mengatur mengenai penelitian kesehatan apakah sudah ideal untuk melindungi hak asasi pasien sebagai subjek penelitian dibandingkan dengan pengaturan yang digunakan di negara selain Indonesia.

2. Tujuan Subjektif

Penelitian ini juga untuk memenuhi rasa keingintahuan penulis untuk mencari jawaban dari rumusan masalah yang tersebut di atas serta memenuhi salah satu syarat kelulusan dalam menempuh pendidikan strata satu.

D. Keaslian Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian pertama yang membahas peran dokter dalam penelitian kesehatan, akan tetapi telah terdapat penelitian yang membahas mengenai penelitian kesehatan manusia, namun sudut pandang yang digunakan, objek penelitiannya dan rumusan masalah yang diangkat sangatlah berbeda dengan penelitian ini. Berdasarkan hasil penelusuran terhadap judul penelitiani yang ada pada Universitas Gadjah Mada maupun bukan, peneulis menemukan beberapa judul penelitian akan tetapi penelitian tersebut berupa thesis, yakni :

1. Tinjauan Yuridis Terhadap Penelitian Kedokteran Pada Manusia Dihubungkan Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1995

(12)

Tentang Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Juncto Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang dibuat oleh Ika Roseliyana Pada tahun 2001, Universitas Andalas. Penelitian ini menitikberatkan pada kajian yuridis-empiris mengenai penelitian kedokteran dengan menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1995 tentang penelitian dan pengembangan kesehatan serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan sebagai sumber bahan hukum primer. Rumusan masalah dalam penelitian tersebut menyangkut bagaimanakah pengaturan penelitian kedokteran pada manusia dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1995 dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 serta bagaimana ketentuan yuridis mengenai penelitian kesehatan. Kesimpulan dalam penelitian tersebut menyatakan bahwa penelitian kedokteran terhadap manusia telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1995 dan bahwa penelitian kesehatan dapat dilaksanakan apabila mungkin akan ditemukan cara-cara baru yang akan menguntungkan kesehatan masyarakat.22

2. Ethical Clearance Penelitian Kesehatan Pada Skripsi Mahasiswa S-1 Keperawatan dan Keokteran yang Mempergunakan Manusia Sebagai Subjek Penelitian di Yogyakarta, dibuat oleh I Komang Yulitridana, Program Studi Magister Hukum Kesehatan Fakultas Hukum Universitas

22

Ika Roseliyana, Tinjauan Yuridis Terhadap Penelitian Kedokteran Pada Manusia Dihubungkan Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1995 Tentang Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Juncto Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Tesis. Fakultas Hukum, Universitas Andalas.

(13)

Gadjah Mada pada Tahun 2011. Peneitian tersebut menitkberatkan pada pelaksanaan penggunaan Ethical Clearance dalam penelitian kesehatan yang dilakukan oleh Mahasiswa Strata Satu sebagai peneliti dan menggunakan manusia sebagai subjeknya. Rumusan masalah dalam penelitian tersebut menyangkut apakah universitas telah mewajibkan mahasiswa yang melakukan penelitian kesehatan yang menggunakan manusia sebagai subjek penelitiannya wajib mendapatkan Ethical Clearance serta apakah Ethical Clearance telah diterapkan oleh mahasiswa sebagai peneliti dalam penelitian kesehatan yang menggunkan manusia sebagai subjek penelitiannya. Kesimpulan dari hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa tidak semua universitas di Yogyakarta mewajibkan mahasiswa dalam penelitian kesehatan menggunakan ethical clearance serta bahwa tidak semua penelitian di Rumah Sakit Kota Yogyakarta melampirkan ethical clearance.23

Penelitian ini berbeda dengan kedua penelitian di atas. Dua penelitian di atas tidak membahas secara spesifik mengenai perana dan tanggung jawab dokter sebagai peneliti dalam penelitian kesehatan. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya dan sesuai dengan asas-asas keilmuan, yakni kejujuran, objektif, terbuka, dan rasional. Jika ternyata terdapat penelitian serupa di luar sepengetahuan penulis, diharapkan penelitian ini dapat saling melengkapi dan bersifat membangun.

23 I Komang Yulitridana, Ethical Clearance Penelitian Kesehatan Pada Skripsi Mahasiswa S-1 Keperawatan dan Keokteran yang Mempergunakan Manusia Sebagai Subjek Penelitian di Yogyakarta, Tesis.Fakultas Hukum, UGM.

(14)

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan didapat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi Negara

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi saran ataupun masukan bagi pemerintah Indonesia terutama dalam pembentukan aturan hukum yang dapat melindungi hak asasi manusia.

2. Bagi ilmu pengetahuan

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu hukum dalam hukum perdata terutama hukum kesehatan.

3. Bagi Dunia Kesehatan

Penelitian ini diharapkan dapat memberi tambahan pengetahuan untuk dunia kesehatan mengenai penelitian kesahatan terutama yang berkaitan dengan peranan dan tanggung jawab penyelenggara penelitian kesehatan.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penulisan ilmiah ini, Penulis membuat situs e-learning dengan menggunakan kombinasi perangkat lunak yang mendukung pembangunan situs yang dinamis dan interaktif, yaitu

Perhitungan biaya tenaga kerja berdasarkan metode harga pokok pemesanan dalam menentukan harga pokok produksi perusahaan dengan menggunakan sistem upah

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.. Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas II

Penelitian ini ditujukan untuk pengembangan sistem informasi administrasi, diharapkan dapat menghasilkan sebuah produk berupa Sistem Informasi Administrasi Santri Pada

Gaya silinder sebesar 27489 N ini pada hakekatnya akan sangat bias memenuhi gaya pembendingan material sengkang yang dibutuhkan, jadi silinder dengan diameter

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara pelaksanaan manajemen kelas terhadap motivasi belajar siswa pada mata

Sebagai seorang sahabat, orang tua dapat menjalankan peran sebagai seorang coach. Yang paling penting dari orang tua sebagai coach adalah mengurangi sebanyak-banyaknya

Pengawasan pada tahap pelaksanaan kegiatan melalui Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf c harus dilakukan terhadap :. Laporan