• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sago-based Agriculture-Bioindustry in South Sorong Regency

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sago-based Agriculture-Bioindustry in South Sorong Regency"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PERTANIAN–BIOINDUSTRI BERBASIS PANGAN SAGU

DI KABUPATEN SORONG SELATAN

Sago-based Agriculture-Bioindustry in South Sorong Regency

Otto Ihalauw

Bupati Kabupaten Sorong Selatan

Kompleks Kantor Bupati Sesna Teminabuan, Kabupaten Sorong Selatan E-mail: suroso_ss72@yahoo.co.id

ABSTRACT

Sago is a potential carbohydrate-producing plant that has not been cultivated intensively until now. The plant can produce dried sago starch from 250 to 900 kgs each trunk. About 90% of sogo plant in Indonesia grows in Papua, with also the highest number of sago varieties. Sago plantation is owned by households in rural areas of South Sorong. However, up to this time sago management and processing industry in South Sorong has not developed which becomes a strong reason for improvement of cultivation techniques dan processing to produce sago starch and its derivates. The results of analysis done on the condition and potential of sago forest show that South Sorong Regency meets criteria as a pilot project for sago-based agriculture-bioindustry development. To develop the competency of the bioindustry, the regional government will identify sago potentials with relation to the Roadmap of Industry Core Competency, covering its target to achieve, strategy, and action plan.

Keywords: sago, bioindustry, technology, human resources

ABSTRAK

Sagu merupakan tanaman penghasil karbohidrat potensial yang belum dibudidayakan secara intensif sampai saat ini. Tanaman tersebut dapat menghasilkan pati sagu sekitar 250-900 kg pati kering per batangnya. Sekitar 90% tanaman sagu Indonesia tumbuh di Papua, demikian pula spesies sagu terbanyak terdapat di daerah Papua. Kebun sagu banyak dimiliki oleh keluarga-keluarga di pedesaan Kabupaten Sorong Selatan. Namun, sampai saat ini pengelolaan dan industri pengolahan sagu di Kabupaten Sorong Selatan belum berkembang, sehingga diperlukan perbaikan teknik budi daya dan pengolahan untuk memperoleh sagu. Berdasarkan pertimbangan hasil analisis terhadap kondisi dan potensi hutan sagu, maka Kabupaten Sorong Selatan dapat memenuhi kriteria sebagai Proyek Percontohan Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Sagu. Dalam rangka mengembangkan kompetensi bioindustri tersebut, maka pemerintah daerah akan mengidentifikasi potensi terkait Peta Panduan Pengembangan Kompetensi Inti Industri yang memuat sasaran pengembangan yang ingin dicapai, strategi, serta rencana aksinya.

Kata kunci: sagu, bioindustri, teknologi, sumber daya manusia

LATAR BELAKANG

Sagu merupakan tanaman asli Indonesia, yang tumbuh mendominasi di kawasan timur Indonesia. Di Indonesia sentra pertanaman sagu tersebar di Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, Riau, Sulawesi, dan Kalimantan.

Sagu dapat menjadi salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan pangan dan energi. Pemenuhan pangan di Indonesia saat ini mengarah ke satu komoditas yaitu padi/beras, sedang program diversifikasi pangan belum berjalan dengan baik. Sebagian penduduk Indonesia yang tadinya pola pangan utamanya bukan beras, secara sengaja atau tidak, malah beralih ke beras. Hal ini disebabkan beberapa hal: (1) program pemerintah, (2) status sosial, (3) ketersediaan pangan nonberas yang tidak kontinyu, dan lain-lain.

Satu hal yang ironis, di mana lahan sagu dunia seluas 2,5 juta ha, terdapat di Indonesia seluas 1,25 juta ha (50%), dan dari luas tersebut 1,2 juta ha terdapat di Papua dan Papua Barat. Pada sisi lain sering terjadi krisis pangan/kelaparan di Papua. Hal ironis lainnya adalah data statistik

(2)

menunjukkan bahwa penghasil sagu dunia adalah RRC, di mana di RRC tidak terdapat tanaman sagu. Sampai saat ini perhatian terhadap pengembangan sagu belum banyak dan sering tidak berkesinambungan. Pengembangan sagu saat ini adalah hal yang sudah mendesak dan tidak dapat ditunda lagi, namun di sisi lain juga dihadapkan pada berbagai permasalahan, baik teknis, aspek sosial, dan kelembagaan.

Kebijakan pemerintah untuk melindungi dan terus melestarikan sagu, membudi dayakan dan meningkatkan pemanfaatan sagu sedang diupayakan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, melalui Program Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman Tahunan yang dimulai tahun 2013 dan dilanjutkan pada tahun 2014.

Menunjang kebijakan pemerintah pusat dalam upaya meningkatkan pemanfaatan sagu, maka Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan bekerja sama dengan Universitas Papua telah mendirikan Akademi Komunitas Negeri Sorong Selatan, telah mendaftarkan 12 varietas sagu pada Kementerian Pertanian, melakukan penataan dusun/kebun sagu rakyat dalam upaya membentuk Blok Penghasil Tinggi (BPT) sagu dan membuat demplot-demplot Sagu.

Sagu merupakan tanaman penghasil karbohidrat potensial yang belum dibudi dayakan secara intensif sampai saat ini. Tanaman tersebut dapat menghasilkan pati sagu sekitar 250-900 kg pati kering per batangnya. Keunggulan tersebut seharusnya dapat dimanfaatkan dengan memberikan perhatian lebih kepada tanaman sagu. Perhatian tersebut dapat dilakukan dengan pemetaan sebaran sagu pada daerah-daerah yang memiliki sebaran sagu yang luas yaitu Papua, Papua Barat, Maluku, Sulawesi Selatan, dan Riau.

Tanaman sagu merupakan tanaman asli Indonesia banyak ditemui di Papua. Spesies yang terbanyak terdapat di daerah Papua. Zona penyebarannya tidak mencerminkan batas potensi produksinya. Di Indonesia, sagu juga terdapat di Aceh, Tapanuli, Sumatera Barat, Riau, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan sekitar 90% sagu Indonesia tumbuh di Papua (Bintoro, 2008).

Indonesia akan mampu mengembangkan potensi tanaman sagu dengan mengetahui sebaran hutan sagu alami secara komprehensif. Luasan sebaran sagu yang ada pada saat ini masih merupakan perkiraan semata dan akan menjadi faktor penghambat untuk pengembangan tanaman sagu jika pemetaan sebaran sagu tidak dilakukan.

Kebun sagu banyak dimiliki oleh keluarga-keluarga di pedesaan Kabupaten Sorong Selatan. Sampai saat ini, pengelolaan dan industri pengolahan sagu di Sorong Selatan belum berkembang, sehingga memerlukan perbaikan teknik budi daya dan pengolahan untuk memperoleh sagu. Perbaikan teknik budi daya dapat dilakukan pada desa-desa yang memiliki luasan tanaman sagu untuk dijadikan areal percontohan. Pengelolaan hutan sagu alami yang akan ditata meliputi pengaturan jarak tanaman, persemaian, pemupukan, pengendalian gulma, penjarangan anakan, penjarangan pokok, dan pengaturan pemanenan. Penataan hutan sagu alami menjadi kebun percontohan dibuat dengan jarak tanam 10 m x 10 m dengan teknik budi daya yang baik sesuai best management practice tanaman sagu. Rotasi pemupukan dan pengendalian gulma juga merupakan aspek yang akan diberikan kepada desa binaan. Kriteria bibit yang baik untuk persemaian tanaman sagu. Penjarangan anakan pada rumpun penting dilakukan untuk mendapatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman sagu yang baik dalam satu rumpun. Manajemen panen menjadi sangat krusial dalam menjaga kualitas dan kuantitas pati sagu.

Selain itu. pengenalan alat dan pelatihan pengolahan batang sagu menjadi pati juga akan menjadi kegiatan tersendiri dalam rangkaian penataan kebun sagu tersebut. Masyarakat Kabupaten Sorong Selatan pada umumnya dan desa binaan pada khususnya akan memperoleh peningkatan keterampilan, baik dari teknik budi daya, pengelolaan kebun, manajemen panen, sampai teknik pengolahan tanaman sagu.

Berdasarkan pertimbangan hasil analisis terhadap kondisi dan potensi hutan sagu, maka Kabupaten Sorong Selatan dapat memenuhi kriteria sebagai Proyek Percontohan Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Sagu. Dalam rangka mengembangkan kompetensi bioindustri tersebut, maka pemerintah daerah akan mengidentifikasi potensi terkait Peta Panduan Pengembangan

(3)

Kompetensi Inti Industri yang memuat sasaran pengembangan yang ingin dicapai, strategi, serta rencana aksinya.

PERMASALAHAN

Adapun permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan budi daya sagu dan rencana pengembangan bioindustri di Sorong Selatan di antaranya: (1) sumber daya alam sagu sangat potensial dan belum dikelola secara maksimal; (2) pabrik pengolahan sagu PT ANJ belum berproduksi; (3) penebangan pohon sagu masih menggunakan peralatan sederhana (manual); (4) potensi pengembangan sagu yang masih luas; (5) belum memadainya dukungan energi listrik untuk penggunaan mesin produksi; (6) sumber daya manusia yang masih rendah tentang keterampilan dan keahlian pengolahan sagu; (7) pemanfaatan sagu selama ini hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga; (8) alat-alat pascapanen dan pengolahan yang selama ini telah diberikan kepada masyarakat tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat; (9) kemampuan masyarakat dalam penanganan pascapanen dan pengolahan sagu masih sangat rendah; (10) tanaman sagu siap produksi/siap tebang dibiarkan mati dan kering; dan (11) belum adanya kelembagaan yang mewadahi petani baik dalam produksi, pengolahan, maupun pemasaran sagu.

TUJUAN

Tujuan dalam pengembangan budi daya sagu dan rencana pengembangan bioindustri di Sorong Selatan antara lain: (1) melaksanakan penataan hutan sagu dan pembinaan petani sagu; (2) menyediakan Blok Pengasi Tinggi (BPT) sagu; (3) meningkatkan teknik pemanenan dan pengolahan sagu; (4) mengembangkan bioindustri; (5) mengembangkan kelembagaan petani sagu; dan (6) melaksanakan inisiasi pengembangan pengolahan sagu di tingkat masyarakat.

SASARAN

Sasaran pengembangan budi daya sagu dan bioindustri berbasis sagu di Kabupaten Sorong Selatan meliputi sasaran jangka menengah dan sasaran jangka panjang:

1. Jangka menengah

a. Meningkatkan jumlah pohon sagu siap panen

b. Tumbuhnya unit usaha pengolahan tepung sagu tahun 2018 c. Meningkatnya kapasitas produksi tepung sagu

d. Pembentukan pola kemitraan dengan PT ANJ

e. Terbangunnya sentra-sentra produksi (home industry)

f. Adanya akses transportasi penghubung daerah penghasil pohon sagu dengan sentra unit usaha pengolahan tepung sagu

g. Adanya pasar yang menyerap hasil produk tepung sagu 2. Jangka panjang

a. Membentuk satu (1) balai benih bibit sagu unggul b. Membentuk satu (1) UPTD Pengolahan Sagu

(4)

STRATEGI

Strategi yang dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Sorong Selatan dalam upaya pengembangan budi daya sagu dan bioindustri berbasis sagu adalah:

1. Pengembangan aspek hukum dan kelembagaan 2. Pembuatan regulasi

3. Pengembangan infrastruktur bioindustri 4. Pengembangan sumber daya manusia 5. Pengembangan tehnologi produksi 6. Pengembangan kapasitas produksi sagu 7. Modernisasi dan mekanisme pengolahan sagu

8. Peningkatan kerja sama dengan pemilik modal/investor 9. Peningkatan daya dukung infrastruktur industri

10. Pengembangan kelembagaan usaha dan pengelolaan bioindustri sagu

ASPEK PENUNJANG

Aspek penunjang dalam pengembangan budi daya sagu dan bioindustri berbasis sagu meliputi:

1. Teknologi:

a. Teknologi dan modernisasi proses bioindustri b. Mekanisasi proses

2. Sumber daya manusia:

a. Kemampuan SDM lokal dalam pengolahan sagu

b. Peningkatan pemahaman dan kemampuan standardisasi produk olahan sagu. 3. Infrastruktur:

a. Pembangunan home industry untuk pengolahan sagu b. Sarana prasarana pendukung industri sagu rakyat c. Energi listrik dan air

4. Pasar:

a. Peningkatan promosi investasi usaha bioindustri berbasis sagu b. Kelembagaan pemasaran dan jaringan akses pasar olahan sagu

RENCANA AKSI

Rencana aksi pemerintah daerah dalam rangka pengembangan industri pengolahan sagu rakyat menjadi pangan lokal potensial dan pengembangan bioindustri berbasis sagu adalah sebagai berikut:

1. Penyiapan sumber daya manusia a. Program pendidikan SDM lokal

(5)

b. Pengembangan lembaga pendidikan (Akademi Komunitas Negeri Sorong Selatan)

c. MoU kerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Universitas Papua Manokwari, Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B), Institut Pertanian Bogor (IPB), dan praktisi–praktisi sagu.

2. Peningkatan keterampilan SDM lokal

a. Mengadakan pelatihan tentang pembinaan usaha pengolahan sagu b. Mengadakan pelatihan dan pendidikan tehnologi industri

c. Mengadakan pelatihan dan pendidikan pengolahan limbah sagu menjadi bioindustry yang bermanfaat

3. Penyiapan infrastruktur industri pengembangan infrastruktur transportasi

a. Peningkatan akses ke kawasan kebun/hutan sagu/industri pengolahan/ pabrik sagu b. Pengembangan infrastruktur transportasi darat dan laut

4. Pembangunan infrastruktur energi

a. Perencanaan penyiapan air bersih untuk proses pengolahan sagu b. Pembangkit listrik dan penyediaan ketersediaan BBM

5. Pengembangan klaster industri pengolahan sagu a. Diagnosis klaster

b. Penumbuhan wirausaha baru pengolahan industri sagu rakyat c. Sosialisasi klaster

d. Aplikasi klaster

6. Luasan tanaman sagu di dua distrik, yaitu Distrik Saifi dan Distrik Seremuk, Kabupaten Sorong Selatan seluas ± 12.000 ha

7. Petani sagu di Kabupaten Sorong Selatan

RUANG LINGKUP KEGIATAN

Ruang lingkup kegiatan pengembangan budi daya sagu dan bioindustri berbasis sagu di Kabupaten Sorong Selatan meliputi:

1. Penataan hutan sagu masyarakat akan dilakukan pada lahan seluas 12.000 ha pada Distrik Saifi dan Distrik Seremuk di Kabupaten Sorong Selatan dan pendampingan serta pelatihan kegiatan teknis budi daya sagu, pembuatan gula cair, mi sagu, makaroni, beras analog, dan sebagainya. 2. Mengadakan pelatihan pemanenan dan pengolahan hasil sagu.

3. Membentuk kelembagaan petani sagu.

4. Membangun industri pengolahan sagu semi mekanis skala kecil.

REKOMENDASI

1. Perlu adanya regulasi yang mengatur peruntukan bahan baku sagu sebagai bahan pangan dan bioindustri,

(6)

3. Sinkronisasi program antara pemerintah pusat dan daerah dalam melakukan pembangunan dan pemberdayaan industri kecil dan menengah untuk mewujudkan itu: (1) perumusan kebijakan (UU nomor 3 tahun 2014 tentang perindustrian), (2) penguatan kapasitas kelembagaan, dan (3) pemberian fasilitas.

Referensi

Dokumen terkait

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, data dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data

Uji coba kefektifan pemartisian basis data pada basis data non transaksional prosessing(master) dilakukan dengan 9 macam kueri yang memiliki karakteristik yang

Tabel di atas menunjukan bahwa korelasi antara Problematic Internet Use dan Perceived Stress menunjukkan nilai signifikan (2-tailed) sebesar 0.02 (p<0.05) dengan nilai

Melalui kegiatan pembelajaran, peserta diklat mampu menyiapkan desain makanan dan melakukan penanganan dasar pengolahan pastry bakery. Menyiapkan bahan untuk membuat

signifikansi sebesar 0,667 > 0,05, yang berarti bahwa kompleksitas tugas tidak berpengaruh terhadap audit judgement. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis dalam

Goldziher juga menuduh bahwasanya pemalsuan hadis tidak hanya dilakukan oleh para ulama’ akan tetapi pemerintah (Bani Umayyah) juga ikut berperan dalam. pemalsuan hadis.

Secara umum, petani melakukan pembelian pupuk cair sebagai pupuk daun dengan tujuan untuk memberikan dampak tanaman lebih hijau. Pupuk daun tersebut digunakan berbarengan