• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI III-1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODOLOGI III-1"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III METODOLOGI

III.1. Data terumbu karang dan Pengolahan

Data terumbu karang beserta wilayah kajian berasal dari Setiasih dkk., 2006 (WWF-Indonesia). Data kerusakan terumbu karang yang digunakan adalah data tahun 1997-1998, sedangkan data tahun 2003-2006 merupakan data pertumbuhan dan kerusakan. Selanjutnya, jenis data yang dipakai adalah sebagai berikut : 1. Wilayah kajian yang merupakan Pulau Bali bagian Barat Daya dan Utara

(Taman Nasional Bali Barat) yang terdiri dari 10 lokasi dan 5 lokasi di sekitarnya termasuk Pulau Tabuhan. Data lokasi kemudian ditentukan dengan menggunakan satelit yang didapat dari googleearth dan dikomparasi dengan citra Landsat TM. Selanjutnya dari data tersebut di visualisasikan sehingga wilayah kajian serta kenampakan karang dapat dilihat.

2. Tutupan karang (Hard Coral Cover) untuk tiap kedalaman yang dikaji ( 3 dan 10 m), wilayah, dan waktu. Tutupan karang merupakan luas tutupan yang direpresentasikan dalam bentuk persentase untuk suatu wilayah yang dikaji. Metode pengumpulan data yang dilakukan oleh Setasih dkk., 2006 dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran H. Data tersebut kemudian diolah dengan menggunakan software Transform (resampling data) agar dapat dikorelasikan dengan data anomali. Selanjutnya adalah menggambarkan data (persentase dan waktu) dalam bentuk grafik (time series) dengan menggunakan software StatSoft 7.

3. Jenis spesies terumbu karang berdasarkan kedalaman, lokasi, dan waktu observasi yakni tahun 2003 hingga 2006. Data ini kemudian diolah dengan menggunakan software StatSoft-7 untuk mendapatkan grafik hubungan antara persentase tiap spesies dengan waktu pada tiap wilayah . Dalam hal ini data spesies yang diolah adalah sebagian data yang dianggap penting untuk dikorelasikan dengan data lain.

(2)

yang dibagi menjadi 6 waktu pengambilan data. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel dan StatSoft 7 untuk membuat grafik persentase high dan low susceptibility.

III.2. Data Temperatur dan pengolahan

Kajian terhadap data temperatur akan dibagi 3 yakni profil SST secara vertikal, kemudian suhu perairan permukaan, dan anomali. Data dan pengolahan akan dijelaskan masing-masing secabagai berikut :

1. Profil vertikal data insitu suhu permukaan laut didapat dari buoy yang dipasang disekitar pulau Bali yang didapat dari NOAA NODC (World Ocean Database) yakni WOD01 untuk wilayah yang sudah dibuat oleh NOAA (Geographically Sorted Data) dengan luasan 100. Wilayah Bali (Gambar III.1.) termasuk dalam kode 3011 dan data yang didownload adalah CTDO, MBTO, OSDO, PFLO, XBTO, APBO, APBS, CTDS, DRBO, DRBS, GLDO, GLDS, MBTO, MBTS, MRBO, XBTS yang kemudian di sortir untuk tahun 1985 hingga 1995. Parameter data yang diambil adalah suhu dan kedalaman maksimum yang akan diolah adalah 150 m. Data ini kemudian diolah dengan menggunakan Software ODV 3.2. untuk mendapatkan visualisasi suhu vertikal perairan di wilayah kajian.

Gambar III.1. Geographically Sorted Data yang dikeluarkan oleh NOAA (Sumber: NODC, 2007)

(3)

2. Data SST adalah pada tahun 2003-2006 (sesuai dengan data terumbu karang) yang diambil dari beberapa lokasi di wilayah kajian. Data ini diperoleh dari

http://oceanwatch.pfeg.noaa.gov/thredds/dodsC/satellite/ dan data ini

merupakan SST Pathfinder Ver 5.0, dengan panjang 4.4 km. Data kemudian diresample dengan software Transform dan kemudian digambarkan dengan menggunakan software StatSoft 7 untuk mendapatkan time series pada beberapa lokasi yang dijadikan kajian.

3. Data anomali suhu untuk wilayah kajian didapat dari satelit. Anomali (dalam mingguan) pada tahun 1997-1998 diperoleh dari http://www.ncep.gov dalam bentuk raw sedangkan anomali pada tahun 2003 hingga 2006 didapat dari NOAA (U.S. DOC/NOAA Coral Reef Watch) dengan sensor AVHRR Pathfinder ver 5 dengan format hdf pada wilayah 100E-130E and 10N-10S. Data SSTa untuk tahun 1997-1998 kemudian digambarkan dalam bentuk time series dengan menggunakan software StatSoft 7. Data tahun anomali tahun 2003 hingga 2006 diolah dengan menggunakan software coastwatch utilities ver. 3.2.2 (Gambar III.2.), dan kemudian hasil data tersebut diekstrak untuk mendapatkan time series pada wilayah kajian..

Gambar III.2. Tampilan software coastwatch utilities untuk pengolahan data anomali

(4)

Watch program Hotspot map merupakan peta yang menggambarkan wilayah-wilayah yang mengalami bleaching, sedangkan Degree Heating Weeks (DHW) maps merupakan produk NOAA untuk menggambarkan lamanya waktu anomali yang berlangsung pada suatu wilayah. Anomali yang dimaksud adalah suhu diatas 10 C yang berlangsung dalam satu minggu.

III.3. Data Muka laut dan pengolahan

Data kenaikan muka laut yang digunakan adalah dari tahun 1992-2007 untuk wilayah Utara Bali, sedangkan untuk wilayah di sekitar Bali adalah tahun 1992 hingga 2006. Penggunaan data yang panjang untuk mengetahui kondisi kenaikan muka laut secara real terutama di wilayah kajian. Data kenaikan muka laut (Sea Surface Height) dengan kualitas grid 0.250 diperoleh dalam bentuk raw data dari

http://oceanwatch.pfeg.noaa.gov/thredds/dodsC/satellite/TA/sshd/. Data lain yang

digunakan adalah berasal dari NOAA/NESDIS untuk memperlihatkan secara visual dengan menggunakan software ODV ver. 3.2. data yang dipakai adalah perbandingan kondisi muka laut tahun 1995 dan tahun 2005. Data bandingan lain untuk kenaikan muka laut yakni prediksi dari TMD (Matlab tools). Data yang dijadikan objek kenaikan muka laut adalah di sekitar wilayah terumbu karang. Kemudian data ini di ekstrak dan di resample dengan menggunakan software Transform. Data tersebut kemudian digambarkan dalam bentuk time series dengan menggunakan software Minitab sehingga kondisi trend muka laut dapat dianalisis dan diperbandingkan.

Untuk melihat kecenderungan perubahan kedudukan muka laut di wilayah kajian, maka dilakukan regresi linier sederhana, dimana bentuk umumnya adalah :

Y’ = a + b.X Persamaan 1

Dimana: Y’ = variabel tak bebas hasil ramalan X = variabel bebas berupa periode waktu

(5)

2 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 2 2 1 1 i i n n n n i i i i i i i i i n n i i i n n n i i i i i i i n n i i i Y X X X Y a n X X n X Y X Y b n X X = = = = = = = = = = = − = ⎛ ⎞ − ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ − = ⎛ ⎞ − ⎜

Dengan cara eliminasi kedua persamaan tersebut di atas, maka diperoleh konstanta a & b sehingga Y’ (variabel tak bebas hasil ramalan berupa trend kenaikan muka laut) dapat diperoleh. Pendekatan secara linear dilakukan karena variabel-variabel seperti kenaikan karbondioksida dan suhu secara global hingga tahun 2050 berlaku secara linear.

III.4. Komparasi dan korelasi data

Data hasil terumbu karang yang sudah diolah kemudian dikomparasi dengan data anomali suhu sehingga mendapatkan gambaran fluktuasi hard coral cover dan anomali suhu perairan dengan menggunakan StatSoft 7. Hasil yang diharapkan dari komparasi dan analisis kedua objek tersebut adalah didapatnya hubungan antara kenaikan suhu (anomali perairan) dengan persentase tutupan karang (hard coral cover) pada tiap wilayah. Dalam hal ini persentase yang dimaksud adalah kerusakan karang yang timbul

Selanjutnya, dari hasil data anomali suhu dikorelasi dengan status level terumbu karang yang dikeluarkan oleh CoralreefWatch digunakan untuk menentukan status terumbu karang di wilayah kajian. Dengan adanya hasil perhitungan dan gambaran spatial mengenai region hotspot, status level dari pemutihan terumbu karang dapat disimpulkan. Status level ini berlaku secara internasional dan sudah digunakan di berbagai negara. Pada Tabel III.1. dapat dililhat status level terumbu karang yang merupakan hasil data dari anomali suhu perairan dalam mingguan.

Persamaan 2

(6)

Tabel III.1. Status level Coral Bleaching berdasarkan DHWs

No. STATUS LEVEL

1 2 3 4 5 NO Stress Bleaching Watch Bleaching Warning Bleaching Alert Level 1 Bleaching Alert Level 2

HotSpot ≤ 0 0 < HotSpot < 1 1 ≤ HotSpot and 0 < DHW < 4

1≤ HotSpot and 4 ≤ DHW < 8 1 ≤ HotSpot and DHW ≥ 8 Sumber: CoralReefWatch, NOAA, 2005.

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa hotspot menggambarkan wilayah-wilayah yang mengalami pemutihan, namun data ini tidak dipakai karena wilayah kajian dianggap satu wilayah. Kemudian, Degree Heating Weeks (DHW) mendeskripsikan lamanya waktu anomali suhu diatas 10 C. suhu ini berlaku untuk satu minggu perhitungan.

Selanjutnya, data SSH yang telah digambarkan dalam bentuk time series kemudian dikomparasi dengan akibat kerusakan karang pada waktu kajian dan kemudian prediksi sederhana tentang kerusakan karang dimasa yang akan datang.

Gambar

Gambar III.1. Geographically Sorted Data yang dikeluarkan oleh NOAA  (Sumber: NODC, 2007)
Gambar III.2. Tampilan  software coastwatch utilities untuk pengolahan data  anomali
Tabel III.1. Status level Coral Bleaching berdasarkan DHWs

Referensi

Dokumen terkait

Mengenai hal ini, apa yang telah dilaku- kan oleh pemerintah Iran bisa dijadikan bahan kajian yang tepat, yaitu karena konsekuensi atas pelarangan perkawinan sesama

political action ); serta pendidikan ( education )” 25 , Maka dalam pemberdayaan masyarakat dapat dipandang sebagai suatu proses, metode, program, dan gerakan. Sebagai

Variabel penelitian yang digunakan meliputi jenis kelamin, usia, pekerjaan, tanda dan gejala, gambaran foto toraks, gambaran ct-scan toraks, derajat kanker paru,

Praktik mengajar terdiri dari dua bagian, pertama praktik mengajar terbimbing, yaitu praktik mengajar dengan pengawasan guru di dalam kelas selama proses

Seperti pada fase sensitisasi, hapten akan ditangkap oleh sel Langerhans dan diproses secara kimiawi menjadi antigen, diikat oleh HLA – DR – antigen akan

Sehingga dapat disimpulkan bahwa H 0 ditolak, yang artinya secara simultan perubahan laba bersih, perubahan arus kas operasi, perubahan arus kas investasi, perubahan

Kesadaran masyarakat terkait kesenjangan tersebut sudah cukup baik akan tetapi pada proses kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dijalankan oleh Kampung Sayur