• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROPINSI JAWA TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROPINSI JAWA TIMUR"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2006

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROPINSI JAWA TIMUR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Provinsi Jawa Timur dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang,' dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan, perlu disusun Rencana Tata Ruang Wilayah.

b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar sektor, daerah, dan masyarakat maka rencana tata ruang wilayah merupakan arahan lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, masyarakat, dan/atau dunia usaha.

c. bahwa telah terjadi perubahan struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah yang tidak sesuai dengan Perda Nomor 4 tahun 1996 tentang Rencana Tata' Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur

d. bahwa sehubungan dengan adanya perubahan sistem pemerintahan yang berpengaruh terhadap sistem penataan ruang wilayah.

e. bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang RTRW Nasional, maka strategl dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah nasional perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah ;

f. bahwa sehubungan dengan pertimbangan pada huruf a, b, c, d, dan e perlu menetapkan Rencana Tata Huang Wilayah Provinsi Jawa Timur dengan Peraturan Daerah.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Timur Juncto Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1950 tentang Mengadakan Perubahan Dalam Undang-Undang Tahun 1950 Nomor 2 Dari Hal Pembentukan Provinsi Jawa Timur (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 32);

(2)

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokek Pekok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);

3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan Dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2824); , 4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Ketentuan

Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2831); .

5. Undang-Undang Nemor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274);

6. Undang-Undang 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3317);

7. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Kenservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419);

8. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3427);

9. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3469) ;

10. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda eagar Budaya (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3470);

11. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3478);

12. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian (Lembaran Nagara Tahun 1992 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3479);

13. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3480);

14. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3481);

(3)

(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3493);

16. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501);

17. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelelaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);

18. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Tahun 1999 , Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3881); .

19. Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 167 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888);

20. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4169);

21. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1226);

22. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4377);

23. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389);

24. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasienal.

25. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4433);

26. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437);

27. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4444);

(4)

28. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1982 tentang irigasi (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3226);

29. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang perlindungan hutan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara 3294);

30. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3373);

31. Peraturan Pemerintah Nomor 15 T ahun 2005 tentang Jalan Tol (Tambahan Lembaran Negara Nomor 4489);

32. Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hal dan Kewajiban, serta Sentuk dan rata cara Peran serta masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara tahun 1996, Nomor 104); .

33. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang RTRW Nasional (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3721);

34. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3747);

35. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 Itentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3776); 36. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisa Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838);

37. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta Untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara 3934);

38. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara 3952);

39. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 119);

40. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4385);

(5)

Kawasan Lindung;

42. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;

43. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 134 Tahun 1998 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah tentang RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten/kota;

44. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah;

45. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1998 tentang Tata Cara Peran serta Masyarakat Dalam Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah;

46. Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi; .

47. Keputusan MenteriLingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau kegiatan yang wajib di lengkapi dengan analisis mengenai dampak Iingkungan hidup .

48. Keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 1456.K/20/MEM/2000 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Karst; 49. Keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral' Nomqr 1457.K/20/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Lingkungan di Bidang Pertambangan dan Energi;

50. Keputusan Menteri Perrriukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327 Tahun 2002 tentang Penetapan 6 (enam) Pedoman Bidang Penataan Ruang;

51. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 174 Tahun 2004 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Rucing Daerah;

52. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 11 Tahun 1991 tentang Penetapan Kawasan Lindung di Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur, ,

53. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 8 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Hutan Raya R Soeryo;

54. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Hutan di Jawa Timur;

55. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 6 Tahun 2005 tentang Penertiban dan Pengendalian Hutan Produksi di Provinsi Jawa Timur; 56. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 8 Tahun 2005 tentang

(6)

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR dan

GUBERNUR JAWA TIMUR

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

1. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Jawa Timur. 2. Gubernur adalah Gubernur Jawa Timur.

3. Kabupaten/Kota adalah Kabupaten/Kota di Jawa Timur.

4. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografi~ beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.

5. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatannya serta memelihara kelangsungan kehidupannya.

6. Tata ruang adalah wujud struktural dan pola pem~nfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak.

7. Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

8. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi yang selanjutnya disingkat RTRW Provinsi adalah Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur yang mengatur struktur dan pola tata ruang wilayah provinsi. 9. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota yang selanjutnya

disingkat RTRW Kabupaten/Kota adalah rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota di Jawa Timur

10. Kawasan adalah wilayah denganfungsi utama Iindung dan ~ budidaya.

(7)

utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna pembangunan berkelanjutan.

12. Kawasan budidaya adalah kawasanyang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumperdaya manusia dan sumberdaya buatan. 13. Kawasan Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar

kawasan lindung baik berupa kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan yang berfungsi sebagai Iingkungan tempat tinggai/lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.

14. Kawasan perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman pedesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.

15. Kawasan perkotaan atau perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian ~engan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan ekonomi.

16. Kawasan tertentu adalah kawasan yang ditetapkan secara nasional mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya termasuk kawasan yang diprioritaskan.

17. Kawasan Pengembangan Utama Komoditi yang selanjutnya disebut Kapuk adalah Kawasan ekonomi yang didominasi oleh satu komoditas dalam satu wilayah kabupaten/kota.

18. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terintegrasi yang selanjutnya disebut Kapeksi adalah kawasan potensial dengan berbagai macam produktifitas komoditi yang saling terkait antar wilayah kabupaten/kota dan dapat diolah menjadi suatu komoditas baru khususnya komoditas olahan yang saling terkait.

19. Kawasan Pengembangan Utama yang selanjutnya disingkat Kaput adalah kawasan budidaya yang berperan mendorong pertumbuhan ekonomi bagi suatu kawasan dan disekitarnya, serta ~apat mewujudkan pemerataan pengembangan wilayah dalam skala regional atau nasional.

20. Kawasan khusus militer adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk kegiatan pertahanan dan keamanan yang terdiri dari kciwasan latihan militer, kawasan TNI Angkatan Darat, kawasan Pangkalan TNI AU, kawasan pangkalan TNt Laut.

(8)

21. Pusat Kegiatan Nasional adalah pusat permukiman yang mempunyai potensi sebagai pintu gerbang ke kawasan-kawasan internasional dan mempunyai potensi untuk mendorong daerah sekitarnya serta sebagai pusat jasa, pusat pengolahan, simpul transportasi yang melayani beberapa provinsi dan nasional.

22. Pusat Kegiatan Wilayah adalah kota sebagai pusat jasa, pusat pengolahan dan simpul transportasi yang melayani beberapa kabupaten.

23. Pusat Kegiatan Lokal adalah pusat permukiman kota sebagai pusat jasa, pusat pengolahan dan simpul transportasi yang mempunyai pelayanan satu kabupaten atau beberapa kecamatan.

24. Kawasan Prioritas adalah kawasan yang dianggap perlu diprioritaskan penanganannya serta memerlukan dukungan penataan ruang segera dalam kurun waktu perencanaan.

25. Kawasan Strategis adalah kawasan yang memiliki Iingkup pengaruh yang berdampak nasional, penguasaan dan pengembangan lahan relatif besar, mempunyai prospek ekonomi yang relatif baik, serta memiliki daya tarik investasi.

26. Kawasan Potensial adalah kawasan yang memiliki peran untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan sekitarnya serta dapat mewujudkan pemerataan pemanfaatan ruang.

27. Kawasan Pengendalian Ketat adalah kawasan yang memerlukan pengawasan secara khusus dan dibatasi pemanfaatannya untuk mempertahankan daya dUkung, mencegah dampak negatif, menjamin proses pembangunan yang berkelahjutan.

28. Satuan Wilayah Pengembangan yang selanjutnya disingkat SWP adalah suatu wilayah dengan satu dan atau semua kabupaten/kota-perkotaan didalamnya mempunyai hubungan hirarki yang terikat oleh sistem jaringan jalan sebagai prasarana perhubungan darat, dan atau yang terkait oleh sistem jaringan sungai atau perairan sebagai prasarana perhubungan air.

29. Energi baru dan terbarukan adalah bentuk energi yang dihasilkan oleh teknologi baru.

30. Energi terbarukan adalah bentuk energi yang dihasilkan dari sumberdaya energi yang secara alamiah tidak akan habis dan dapat berkelanjutan jika dikelola dengah baik.

31. Ekosistem adalah sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan Iingkungannya .

32. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi mendatang.

(9)

mendukung kehidupan organisme secara sehat sekaligus mempertahankan produktifitas, kemampuan adaptasi dan kemampuan memperbaruhi diri.

34. Ramah Iingkungan adalah suatu kegiatan industri, jasa dan perdagangan yang dalam proses produksi atau keluarannya mengutamakan metoda atau teknologi yang tidak mencemari lingkungan dan tidak berbahaya bagi makhluk hidup.

BAB II RUANG LINGKUP

Pasal 2

Ruang lingkup Peraturan Daerah tentang Rencara Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur ini mencakup strategi dan struktur pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 3

Ruang lingkup RTRW Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi :

a. tujuan pemanfaatan ruang wilayah untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan yang diwujudkan melalui strategi pemanfaatan ruang wilayah untuk tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas.

b. struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah.

c. pedoman pengendalian pemanfaatan ruang wilayah.

BAB III

ASAS, TUJUAN DAN STRATEGI Pasal 4

RTRW Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 disusun berasaskan :

a. pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, tepat guna, berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan.

(10)

Pasal 5

Tujuan pemanfaatan ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, adalah:

a. mengakomodasi kebijakan pembangunan dari pemerintah dan aspirasi masyarakat dalam dimensi ruang;

b. mengemban kebijakan pengembangan dan mendorong pertumbuhan wilayah berdasarkan potensi pembangunan;

c. mewujudkan tata lingkungan yang serasi antara sumber daya alam, sumber daya buatan, sumber daya manusia untuk menjamin pembangunan yang berkelanjutan sehingga terwujudnya kehidupan masyarakat yang sejahtera.

Pasal 6

(1) Untuk mewujudkan tujuan pemanfaatan ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ditetapkan strategi pemanfaatan ruang wilayah.

(2) Strategi pemanfaatan ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :

a. struktur pemanfaatan ruang wilayah; b. pola pemanfaatan ruang wilayah

c. arahan pengelolaan kawasan Iindung dan budidaya;

d. arahan pengelolaan kawasan perdesaan, kawasan perkotaan, dan kawasan tertentu.

e. arahan pengelolaan sistem pusat permukiman perdesaan dan perkotaan.

f. arahan pengembangan sistem prasarana wilayah. g. arahan pengembangan kawasan diprioritaskan.

h. arahan pengembangan kawasan pesisir dan kepulauan.

i. arahan kebijaksanaan tata guna tanah, tata guna air, dan tata guna udara.

(11)

STRUKTUR DAN POLA PEMANFAATAAN RUANG WILAYAH Bagian Pertama

Struktur Pemanfaatan Ruang Wilayah Paragraf 1

Umum Pasal 7

(1) Struktur pemanfaataan ruang wilayah diwujudkan berdasarkan arahan pengembangan sistem pusat permukiman perdesaan dan sistem pusat permukiman perkotaan serta arahan sistem prasarana wilayah.

(2) Struktur pemanfaatan ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pusat permukiman perdesaan, pusat permukiman perkotaan, dan prasarana wilayah.

Paragraf 2

Sistem Pusat Permukiman Perdesaan Pasal 8

(1) Sistem pusat permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dilakukan dengan membentuk pusat pelayanan desa secara berhirarki.

(2) Pusat permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan pelayanan perdesaan secata berhirarki, meliputi:

a. pusat pelayanan antar desa b. pusat pelayanan setiap desa

c. pusat pelayanan pada setiap dusun atau kelompok permukiman

(3) Pusat pelayanan perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara berhirarki memiliki hubungan dengan pusat kecamatan sebagai kawasan perkotaan terdekat, denga:n perkotaan sebagai pusat Sub SWP dan dengan ibukota kabupaten masing-masing.

(12)

Paragraf 3

Sistem Pusat Permukiman Perkotaan Pasal 9

Sistem pusat permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), meliputi:

a. orde perkotaan b. hirarkhi perkotaan c. perwilayahan

d. fungsi satuan wilayah pengembangan

Pasal 10

(1) Orde perkotaan yang dimaksud dalam Pasal 9 huruf a, meliputi: a. Orde I Kota Surabaya

b. Orde IIA : Kota Malang

c. Orde lIB : Perkotaan Sidoarjo, Perkotaan Gresik, Perkotaan Tuban, Perkotaan Lamongan, Perkotaan Jombang, Kota Mojokerto, Kota Pasuruan, Perkotaan Bojonegoro, Perkotaan Bangkalan, Kota Madiun, Kota Kediri, Perkotaan Jember, Perkotaan Banyuwangi, Kota Blitar, Kota Probolinggo, Perkotaan Pamekasan, Kota Batu

d. Orde III A : Perkotaan Ponorogo, Perkotaan Ngawi, Perkotaan Nganjuk, Perkotaan Tulungagung, Perkotaan Lumajang, Perkotaan Kepanjen, Perkotaan Sumenep.

e. Orde III B : Perkotaan Magetan, Perkotaan Trenggalek, Perkotaan Pacitan, Perkotaan Bond owoso , Perkotaan Situbondo, Perkotaan Sampang, Perkotaan Caruban.

(2) Hirarki perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b, meliputi:

a. Perkotaan Metropolitan meliputi Perkotaan Surabaya Metropolitan Area yang meliputi Kota Surabaya, Perkotaan Sidoarjo dan sekitarnya, Perkotaan Gresik dan sekitarnya dan Perkotaan Bangkalan dan sekitarnya; dan Perkotaan Malang Raya yang meliputi Kota Malang, Kota Batu, serta Perkotaan Kepanjen dan sekitarnya.

b. Perkotaan Menengah meliputi Perkotaan Tuban, Perkotaan Lamongan, Perkotaan Jombang, Kbta Mojokerto, Kota Pasuruan, Perkotaan Bojonegoro, Kota Madiun, Kota Kediri, Perkotaan Jember, Perkotaan Banyuwangi, Kota Blitar, Kota Probolinggo, Perkotaan Pamekasan dan Kota Batu.

(13)

Sumenep, Perkotaan Ngawi, Perkotaan Magetar{ Perkotaan Nganjuk, Perkotaan Bondowoso, Perkotaan Tulungagung, Perkotaan Trenggalek, Perkotaan Ponorogo, Perkotaan Situbondo, Perkotaan Pacitan, Perkotaan Lumajang, Perkotaan Kepanjen dan Perkotaan Caruban.

(3) Perwilayahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c adalah 9 (sembilan) SWP:

a. SWP Gerbangkertosusila Plus meliputi: Kota Surabaya, Kabupaten Tuban, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten' Gresik, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten dan Kota Mojokerto, Kabupaten Jombang, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten dan Kota Pasuruan dengan pusatpelayanan di Kota Surabaya

b. SWP Malang Raya meliputi: Kota Malang, Kota Batu, dan Kabupaten Malang, dengan pusat pelayanan di Kota Malang c. SWP Madiun dan sekitarnya meliputi: Kota Madiun, Kabupaten

Madiun, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Magetan, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Ngawi, dengan pusat pelayanan di Kota Madiun.

d. SWP Kediri dan sekitarnya meliputi: Kota Kediri, Kabupaten Kediri, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Trenggalek, dan Kabupaten Tulungagung, dengan pusat pelayanan di Kota Kediri.

e. SWP Probolinggo-Lumajang meliputi: Kota Probolinggo, Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Lumajang, dengan pusat pelayanan di Kota Probolinggo

f. SWP Blitar meliputi: meIiputi Kota Blitar dan Kabupaten Blitar, dengan pusat pelayanan Kota Blitar

g. SWP Jember dan sekitarnya meliputi: Kabupaten Jember, Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Situbondo, dengan pusat pelayanan di Perkotaan Jember

h. SWP Banyuwangi meliputi: Kabupaten Banyuwangi, dengan pusat pelayanan di Perkotaan Banyuwangi

i. SWP Madura dan Kepulauan meliputi: Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten Sumenep dengan pusat pelayanan di Perkotaan Pamekasan

(14)

(4) Setiap SWP diarahkan mempunyai fungsi wilayah sesuai dengan potensi wilayah masing-masing.

a. SWP Gerbangkertasusila Plus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a diarahkan mempunyar fungsi wilayah sebagai pengembangan kegiatan pertanian tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, kehutanan perikanan, peternakan, pertambangan, perdagangan, jasa, pendidikan, kesehatan, pariwisata, transportasi, industri, dan sumberdaya energi dengan fungsi pusat SWP sebagai pusat pelayanan wilayah, pemerintahan, perdagangan, jasa, industri, pendidikan, kesehatan, transportasi, dan prasarana wisata.

b. SWP Malang Raya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b mempunyai fungsi wilayah sebagai pengembangan kegiatan pertanian tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, kehutanan, perikanan, peternakan, pertambangan, perdagangan, jasa, pendidikan, kesehatan, pariwisata, industri transportasi, dan sumberdaya energi dengan fungsi pusat SWP sebagai pusat pelayanan wilayah, pemerintahan, perdagangan, jasa, industri, pendidikan, kesehatan, dan prasarana wisata.

c. SWP Madiun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c mempunyai fungsi wilayah sebagai pengembangan kegiatan . pertanian tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, kehutanan, peternakan, pertambangan, pendidikan, kesehatan, pariwisata, dan industri dengan fungsi pusat SWP sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, jasa, industri, pendidikan, dan kesehatan.

d. SWP Kediri dan sekitarnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d mempunyai fungsi wilayah sebagai pengembangan kegiatan pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan, pertambangan, pendidikan, kesehatan, pariwisata, perikanan, industri dan sumberdaya energi dengan fungsi pusat SWP sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, jasa, industri, pendidikan, dan kesehatan

e. SWP Probolinggo - Lumajang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e mempunyai fungsi wilayah sebagai pengembangan kegiatan pertanian tanaman pang an, hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan, pendidikan, kesehatan, pariwisata, industri, dan sumberdaya energi, dan dengan fungsi pusat SWP sebagai pusat pemerintahan, industri, perdagangan, jasa, kesehatan, pariwisata.

(15)

mempunyai fungsi wilayah sebagai pengembangan kegiatan pertanian tanaman pangan. hortikultura, perkebunan, peternakan, kehutanan. pe~ikanan, pendidikan. kesehatan. pariwisata sumberdaya energi dengan fungsi pusat SWP sebagai pusat pemer,lntahan, perdagangan, jasa, pendidikan. kesehatan, dan pariwisata.

g. SWP Jember dan sekitarnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf 9 mempunyai fungsi wilayah· sebagai pengembangan kegiatan pertanian tanaman pangan. hortikultura, perkebunan, peternakan, kehutanan, perikanan, pertambangan. pendidikan. kesehatan dan pariwisata dengan fungsi pusat SWP sebagai pusat pemerintahan. perdagangan, jasa, pendidikan, kesehatan, dan transportasi.

h. SWP Banyuwangi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf h mempunyai fungsi wilayah sebagai pengembangan kegiatan pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, kehutanan, pertambangan, perikanan, industri, pendidikan, kesehatan, dan pariwisata dengan fungsi pusat SWP sebagai pusat pelayanan pemerintahan. perdagangan, jasa, pendidikan, kesehatan, transportasi, dan pariwisata. i. SWP Madura dan Kepulauan sebagaimana dimaksud pada

ayat (3) huruf i mempunyai fungsi sebagai pengembangan kegiatan pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, kehutanan, pertambangan, perikanan, industri, pendidikan, kesehatan, dan pariwisata dengan fungsi pusat SWP sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, jasa, pendidikan, kesehatan, pariwisata.

Paragraf 4

Sistem Prasarana Wilayah Pasal 11

Sistem prasarana wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf e, meliputi :

a. sistem prasarana transportasi meliputi: jalan, kereta api, penyeberangan, laut, udara dan angkutan massal eepat perkotaan b. sistem prasarana telematika

c. sistem prasarana sumberdaya energi d. sistem prasarana sumberdaya air e. sistem prasarana gas

(16)

f. sistem prasarana Iingkungan

Bagian Kedua

Pola Pemanfaatan Ruang Wilayah Pasal 12

Pola pemanfaatan ruang wilayah menggambarkan reneana sebaran kawasan Iindung dan kawasan budidaya.

Paragraf 1

Pola Pemanfaatan Kawasan Lindung Pasal 13

Pola pemanfaatan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, meliputi:

a. kawasan suaka alam b. kawasan pelestarian alam

c. kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan d. kawasan perlindungan bawahan

e. kawasan perlindungan setempat f. kawasan rawan beneana alam

Pasal 14

(1) Kawasan suaka alam sebagaimanadimaksud dalam Pasal 13 huruf a, meliputi :

a. cagar alam

b. suaka marga satwa. (2) Cagar alam meliputi :

a. Besowo Gadungan di Kabupaten Kediri

b. Cagar Alam Ceding, di Kabupaten Bondowoso

c. Cagar Alam Watangan Puger I, di Kabupaten Jember d. Cagar Alam Sungai Kolbu di Kabupatem Probolinggo e. Curah Manis I - VIII di Kabupaten Jember

f. Gunung Abang, di Kabupaten Pasuruan. g. Guwo Lowo/Nglirip, di Kabupaten Tuban h. Gunung Picis di Kabupaten Ponorogo i. Gunung Sigogor di Kabupaten Ponorogo

(17)

dan Kabupaten Banyuwangi

k. Manggis Gadungan di Kabupaten Kediri l. Nusa Barong di Kabupaten Jember .

m. Pulau Bawean, Pulau Noko dan Pulau Nusa di Kabupaten Gresik

n. Pulau Saobi, di Kepulauan Kangean Kabupaten Sumenep o. Pulau Sempu, di Kabupaten Malang

p. Rogojampi di Kabupaten Banyuwangi

q. Pancuran Ijen I dan II di Kabupaten Bondowoso .

(3) Suaka marga satwa meliputi Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Yang, berlokasi di Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Jember, serta Pulau Bawean di Kabupaten Gresik.

Pasal 15

(1) Kawasan pelestarian alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b, meliputi :

a. taman nasional b. taman hutan raya c. taman wisata alam

(2) Kawasan taman nasional meliputi:

a. Taman Nasional Bromo Tengger Semeru di Kabupaten Malang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Probolinggo

b. Taman Nasional Baluran di Kabupaten Situbondo

c. Taman Nasional Meru Betiri di Kabupaten Jember dan Kabupaten Banyuwangi

d. Taman Nasional Alas Purwo di Kabupaten Banyuwangi.

e. Taman Nasionallaut Sepanjang dan Saobi di Kepulauan Kangean Kabupaten Sumenep

(3) Kawasan hutan raya yaitu Taman Hutan Raya R Soeryo di Kabupaten Malang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Jombang dan Kota Batu.

(4) Taman wisata alam, meliputi :

a. Taman Wisata Kawah Ijen, di Kabupaten Banyuwangi, dan Kabupaten Bondowoso

(18)

b. Taman Wisata Tretes, Gunung Baung, di Kabupaten Pasuruan.

Pasal 16

(1) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf e, meliputi :

a. lingkungan non bangunan

b. Iingkungan bangunan non gedung

c. Iingkungan bangunan gedung dan halamannya d. kebun raya.

(2) Lingkungan non bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi :

a. Monumen Keganasan PKI, di Kabupaten Madiun. b. Monumen Trisula, di Kabupaten Blitar.

c. Petilasan Sri Aji Joyoboyo, di Kabupaten Kediri. d. Gunung Kawi, di Kabupaten Malang.

e. Situs Purbakala TrinH, di Kabupaten Ngawi.

(3) Lingkungan bangunan non gedung sebagaimana dimaksu9 pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. Asta Tenggi di Kabupaten Sumenep b. Area Totok Kerot di Kabupaten Kediri

c. Candi Penataran dan Candi Simping di Kabupaten Blitar d. Candi Singosari, Candi Jago, Candi Kidal, Candi Badut di

Kabupaten Ma/ang

e. Candi Jawi di Kabupaten Pasuruan

f. Candi Cungkup, Candi Dadi dan Makam Gayatri di Kabupaten Tulungagung

g. Candi Jolotundo di Kabupaten Mojokerto h. Makam Sunan Ampel di Kota Surabaya

i. Makam KH. Hasyim Asy'ari, KH. Wachid Hasyim dan Makam Sayyid Sulaiman di Kabupaten Jombang

j. Makam Batu Ampar di Kabupaten Pameksan

k. Makam Syaikhul Khalil dan Pesarean Air mata Ibu Kabupaten Bangkalan

(19)

Kedaton), Makam Fatimah Binti Maimun, Makam Kanjeng Sepuh dan Kawasan Gunung Surowiti di Kabupaten Gresik m. Makam Sunan Drajat di Kabupaten Lamongan

n. Makam Batoro Katong di Kabupaten Ponorogo o. Makam Sunan Bonang di Kabupaten Tuban p. Recolanang di Kabupaten Mojokerto

q. Situs Sarchopagus di Kabupaten Bondowoso r. Kawasan Trowulan di Kabupaten Mojokerto

(4) Lingkungan bangunan gedung dan halamannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi :

a. Pelestarian bangunan gedung dan/atau lingkungan cagar budaya di Kota Surabaya

b. Benteng Pendem Van den Bosch di Kabupaten Ngawi

c. Pelestarian bangunan Pabrik Gula di Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Kediri dan Kabupaten Malang.

d. Makam Proklamator, Museum Bung Kamo dan Petilasan Aryo Blitar di Kota Blitar.

e. Monumen PETA (Suprijadi) di Kota Blitar.

(5) Kebun Raya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d adalah Kebun Raya Purwodadi di Kabupaten Pasuruan

Pasal 17

(1) Perlindungan bawahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf d, meliputi :

a. kawasan hutan Iindung b. kawasan resapan air. c. kawasan kars kelas I

(2) Kawasan hutan lindung, meliputi: a. Kota Batu b. Kabupaten Blitar c. Kabupaten Bangkalan d. Kabupaten Banyuwangi e. Kabupaten Bojonegoro f. Kabupaten Bondowoso

(20)

g. Kabupaten Jember h. Kabupaten Jombang i. Kabupaten Kediri j. Kabupaten Lamongan k. Kabupaten Lumajang l. Kabupaten Mojokerto m. Kabupaten Magetan n. Kabupaten Malang o. Kabupaten Madiun p. Kabupaten Nganjuk q. Kabupaten Ngawi r. Kabupaten Pacitan s. Kabupaten Pasuruan t. Kabupaten Probolinggo u. Kabupaten Ponorogo v. Kabupaten Pamekasan w. Kabupaten Situbondo x. Kabupaten Sampang y. Kabupaten Sumenep z. Kabupaten Tuban aa. Kabupaten Trenggalek bb. Kabupaten Tulungagung

(3) Kawasan resapan air terdapat di seluruh wilayah kabupaten/kota. (4) Kawasan kars kelas I yang berfungsi sebagai perlindungan hidrologi

dan ekologi, meliputi: a. Kabupaten Slitar b. Kabupaten Sangkalan c. Kabupaten Tulungagung d. Kabupaten Trenggalek e. Kabupaten Malang f. Kabupaten Ngawi g. Kabupaten Ponorogo h. Kabupaten Pacitan i. Kabupaten Sampang

(21)

Pasal 18

Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf e, meliputi :

a. kawasan sekitar mata air b. kawasansekitar waduk/danau c. kawasan sempadan sungai d. kawasan sempadan pantai

e. kawasan sempadan sungai di kawasan permukiman f. kawasan pantai berhutan bakau/mangrove

g. kawasan terbuka hijau kota

Pasal 19

(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf f, meliputi :

a. rawan letusan gunung api. b. rawan banjir.

c. rawan gempa, gerakan tanah, longsor, dan banjir bandang. d. rawan tsunami.

(2) Kawasan rawan letusan gunung api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi :

a. Gunung Lawu, di Kabupaten Ngawi dan Kabupaten Magetan b. Gunung Liman dan Gunung Wilis, di Kabupaten Madiun,

Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Kediri dan Kabupaten Nganjuk c. Gunung Kelud, di Kabupaten Kediri, Kabupaten Slitar dan

Kabupaten Malang:

d. Gunung Butak, di Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang. e. Gunung Bromo di Kabupaten Malang, Kabupaten Lumajang,

Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Pasuruan.

f. Gunung Semeru, di Kabupaten Malang dan Kabupaten Lumajang.

g. Gunung Lamongan, di Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Probolinggo.

(22)

h. Gunung Merapi di Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Situbondo.

i. Gunung Raung di Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Jember.

j. Gunung Welirang di Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Mojokerto.

k. Gunung Ijen di Kabupaten Bondowoso, Banyuwangi.

l. Gunung Argopuro di Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Jember.

(3) Kawasan rawan banjir, gempa, gerakan tanah dan longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi :

a. Kabupaten Blitar b. Kabupaten Bondowoso c. Kabupaten Sanyuwangi d. Kabupaten Jember e. Kabupaten Jombang f. Kabupaten Lumajang g. Kabupaten Malang h. Kabupaten Mojokerto i. Kabupaten Magetan j. Kabupaten Ngawi k. Kabupaten Pacitan l. Kabupaten Pasuruan m. Kabupaten Probolinggo n. Kabupaten Ponorogo o. Kabupaten Sampang p. Kabupaten Situbondo q. Kabupaten Sampang r. Kabupaten Trenggalek s. Kabupaten Tulungagung

(4) Kawasan rawan tsunami sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf C, terdapat di Pantai Selatan, yang meliputi:

a. Kabupaten Pacitan b. Kabupaten Trenggalek c. Kabupaten Tulungagung

(23)

e. Kabupaten Malang f. Kabupaten Lumajang g. Kabupaten Jember h. Kabupaten Banyuwangi

Paragraf 2

Pola Pemanfaatan Kawasan Budidaya Pasal 20

Pola pemanfaatan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal12, meliputi :

a. kawasan hutan produksi b. kawasan pertanian c. kawasan perikanan d. kawasan perkebunan e. kawasan peternakan f. kawasan pariwisata g. kawasan permukiman h. kawasan industri i. kawasan pertambangan j. kawasan perdagangan. Pasal 21

Kawasan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a, terbagi berdasarkan KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan), meliputi: a. Kabupaten Bojonegoro b. Kota Batu c. Kabupaten Blitar d. Kabupaten Bangkalan e. Kabupaten Bondowoso f. Kabupaten Banyuwangi g. Kabupaten Gresik h. Kabupaten Jombang i. Kabupaten Jember

(24)

j. Kota Kediri k. Kabupaten Kediri l. Kabupaten Lamongan m. Kabupaten Tuban n. Kabupaten Lumajang o. Kabupaten Madiun p. Kabupaten Magetan q. Kabupaten Ngawi r. Kabupaten Malang s. Kabupaten Mojokerto t. Kabupaten Nganjuk u. Kabupaten Ponorogo v. Kabupaten Pasuruan w. Kabupaten Probolinggo x. Kabupaten Pacitan y. Kabupaten Pamekasan z. Kabupaten Sampang aa. Kabupaten Sumenep bb. Kabupaten Situbondo cc. Kabupaten Trenggalek dd. Kabupaten Tulungagung

Pasal 22

(1) Kawasan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b meliputi sawah beririgasi, sawah tadah hujan, da,n pertanian lahan kering.

(2) Kawasan sawah beririgasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan sawah dengan sistem irigasi teknis maupun irigasi sederhana terdapat diseluruh kabupaten/kota.

(3) Kawasan sawah tadah hujan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebar di semua kabupaten/kota. ,

(4) Kawasan pertanian lahan. kering sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebar di sernua kabupaten/kota.

(25)

(1) Kawasan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 • huruf e, meliputi :

a. perikanan tangkap

b. perikanan budidaya air payau c. perikanan budidaya air tawar d. perikanan budidaya laut

(2) Kawasan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi :

a. rencana, pengembangan fisheries town di Kabupaten Banyuwangi dan pengembangan outer ring fishing port, coldstorage dan industri perikanan di Sendangbiru Kabupaten Malang.

b. kawasan pengembangan utama komoditi perikanan di pantai selatan meliputi Kabupaten Pacitan, Prigi Kabupaten Trenggalek, Sendangbiru Kabupaten Malang dan Puger Kabupaten Jember dan kawasan potensial lainnya meliputi : Ujungpangkah Kabupaten Gresik, Brondong Kabupaten Lamongan, Pondokmimbo Kabupaten Situbondo, Bulu Kabupaten Tuban dan pasongsongan Kabupaten Sumenep. c. pengembangan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)

meliputi Prigi di Kabupaten Trenggalek, Sendangbiru Kabupaten Malang dan Brondong di Kabupaten Lamongan d. pengembangan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) di Muncar

Kabupaten Banyuwangi, Puger Kabupaten Jember, Mayangan Kota Probolinggo, Paiton Kabupaten Probolinggo dan Lekok Kabupaten Pasuruan.

e. pengembangan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) di Sipelot Kabupaten Malang, Pancer Kabupaten Banyuwangi, Bulu Kabupaten Tuban, Pasongsongan Kabupaten Sumenep dan Tamperan Kabupaten Pacitan,

(3) Pemanfaaatan kawasan budidaya perikanan air payau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi :

a. Kabupaten Blitar b. Kabupaten Bangkalan c. Kabupaten Banyuwangi d. Kabupaten Gresik e. Kabupaten Jember

(26)

f. Kabupaten Lumajang g. Kabupaten Malang h. Kabupaten Pasuruan i. Kota Pasuruan j. Kabupaten Probolinggo k. Kota Probolinggo l. Kabupaten Pamekasan m. Kabupaten Pacitan n. Kabupaten Sidoarjo o. Kabupaten Sampang p. Kabupaten Situbondo q. Kabupaten Tuban r. Kabupaten Trenggalek s. Kabupaten Tulungagung t. Kota Surabaya .

(4) Pengembangan kawasan perikahan budidaya air tawar tersebar di kabupaten/kota.

(5) Pengembangan kawasan perikanan budidaya laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi:

a. Kabupaten Blitar b. Kabupaten Sangkalan c. Kabupaten Sanyuwangi d. Kabupaten Lamongan e. Kabupaten Malang f. Kabupaten Pamekasan g. Kabupaten Probolinggo h. Kabupaten Sampang i. Kabupaten Sumenep j. Kabupaten Situbondo k. Kabupaten Tuban l. Kabupaten Trenggalek m. Kabupaten Tulungagung

(27)

(1) Pemanfaatan kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf d, diarahkan untuk meningkatkan peran serta, efisiensi, produktivitas dan keberlajutan, dengan mengembangkan kawasan industri masyarakat perkebunan yang selanjutnya disebut kimbun.

(2) Kimbun dimaksud pada ayat (1) dikembangkan di setiap lokasi pengembangan dan sentra produksi yang diselenggarakan dengan kebersamaan ekonomi dan berwawasan lingkungan.

(3) Pemanfatan Kimbundi bagi menjadi 7 (tujuh) wilayah :

a. Kimbun Ijen - Argopuro - Raung di Ka,bupaten Bondowoso, Kabupaten Jember, Kabupater Banyuwangi, Kabupaten Situbondo dengan komoditi . yang dikembangkan antara lain kopi, tembakau dan tebu

b. Kimbun Bromo - Tengger - Semeru di Kabupaten Malang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Probolinggo dengan komoditi yang dikembangkan antara lain kopi, tebu, kelapa dan cengkeh.

c. Kimbun Kelud di Kabupaten Blitar, Kabupaten Jombang, Kabupaten Kediri, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Malang dengan komoditi yang dikembangkan antara lain kopi, tebu, kakao dan cengkeh

d. Kimbun Wilis di Kabupaten Madiun, Kabupaten Kediri, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Nganjuk dengan komoditi yang dikembangkan antara lain kopi, tebu, kakao dan kelapa

e. Kimbun Lawu di Kabupaten Magetan, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Ngawi dengan komoditiyang dikembangkan antara lain kopi, tebu, kakao, kelapa dan cengkeh

f. Kimbun Pantura meliputi Kabupaten Situbondo, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Tuban, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Bojonegoro dengan komoditi yang dikembangkan antara lain kelapa, tembakau, tebu, jambu mente dan kapas

g. Kimbun Kepulauan Madura meliputi Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten Sumenep dengan komoditi yang dikembangkan antara lain kelapa, tembakau dan jambu mente

(28)

Pasal 25

(1) Pemanfaatan kawasan peternakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf e meliputi peternakan ternak besar, peternakan ternak kedl, peternakan unggas.

(2) Sentra peternakan ternak besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Kabupaten Blitar b. Kabupaten Bojonegoro c. Kabupaten Bondowoso d. Kabupaten Banyuwangi e. Kabupaten Jember f. Kabupaten Kediri g. Kabupaten Lumajang h. Kabupaten Malang i. Kabupaten Magetan j. Kabupaten Nganjuk k. Kabupaten Pasuruan l. Kabupaten Probolinggo m. Kabupaten Sumenep n. Kabupaten Situbondo o. Kabupaten Trenggalek p. Kabupaten Tulungagung q. Kabupaten Tuban

(3) Sentra peternakan ternak kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat di seluruh Kabupaten.

(4) Kawasan peternakan unggas terkonsentrasi di wilayah a. Kabupaten Blitar b. Kabupaten Jombang c. Kabupaten Kediri d. Kabupaten Mojokerto e. Kabupaten Pasuruan f. Kabupaten Sidoarjo g. Kabupaten Tulungagung

(29)

(1) Pola pemanfaatan kawasan pariwisata· sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf f meliputi kawasan yang terbentang di sepanjang koridor pariwisata dan kawasan kepulauan yang dapat memenuhi kebutuhan wisatawan.

(2) Pemanfaatan kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud ·pada ayat (1), meliputi:

a. kawasan pengembangan pariwisata koridor utara, meliputi: Kabupaten Tuban, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Gresik dan Kota Surabaya.

b. kawasan pengembangan pariwisata koridor tengah, meliputi: Kabupaten Magetan, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Madiun, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Kediri, Kabupaten Jombang, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Sidoarfo, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Situbondo dan Kabupaten Bondowoso.

c. kawasan pengembangan pariwisata koridor selatan, meliputi: . Kabupaten Pacitan, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Blitar, Kabupaten Malang, Kota Batu, Kabupaten Lumajang, Kabupa'ten Jember dan Kabupaten Banyuwangi.

d. kawasan pengembangan pariwisata kepulauan, meliputi: Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Sumenep dan pulau-pul}:lu kecil lainnya.

(3) Kawasan pariwisata yang dapat dikembangkan berdasarkan koridor sebagaimana pada ayat (2) Pasal 26 meliputi :

a. kawasan pengembangan pariwisata koridor utara meliputi potensi wisata alam, minat khusus dan budaya antara lain : pantai, telaga, sumber api alam, goa, berbagai peninggalan sejarah seperti makam, gedung-gedung tua, situs sejarah, berbagai sarana wisata buatan, kerajinan cinderamata, dll serta berbagai kegiatan wisata minat khusus.

b. kawasan pengembangan pariwisata koridor tengah meliputi potensi wisata alam, minat khusus dan budaya antara lain : pantai, telaga, sumber api alam, goa, berbagai peninggalan sejarah seperti makam, gedung-gedung tua, situs sejarah, berbagai sarana wisata buatan, kerajinan cinderamata, dll serta berbagai kegiatan wisata minat khusus

c. kawasan pengembangan pariwisata koridor selatan meliputi potensi wisata alam, minat khusus dan budaya antara lain :

(30)

pantai, air terjun, obyek wisata buatan, makam, candi serta berbagai kegiatan wisata minat khusus seperti ziarah, berbagai kegiatan penelitian, kegiatan wisata petualangan dan lain-lain .

d. kawasan pengembangan pariwisata kepulauan meliputi potensi wisata alam, minat khusus dan budaya antara lain: pantai, taman laut, api alam, karapan sapi, makam, peninggalan kraton serta berbagai kegiatan wisata minat khusus seperti kegiatan penyelaman, memaneing, berlayar dan lain-lain.

(4) Agar arah pengembangan pariwisata dapat lebih terfokus dan efisien maka disusun prioritas pengembangan, meliputi:

a. kawasan prioritas utama adalah kawasan yang memiliki nilai daya saing serta menjadi primadona pengembangan pariwisata di Jawa Timur, antara lain Kawasan Bromo-Tengger-Semeru di Kabupaten Malang, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Pasuruan,' Kabupaten Probolinggo, Ijen di Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Banyuwangi; Plengkung di Kabupaten Banyuwangi; Desa Wisata Trowulan Kabupaten Mojokerto serta potensi unggulan lainnya.

b. kawasan pendukung yang merupakan penyangga dari kawasan prioritas utama yang meliputi wisata budaya reog di Kabupaten Ponorogo; karapan sapi di Kabupaten Madura dan berbagai sentra kerajinan rakyat di Jawa Timur.

c. kawasan potensial yang meliputi: Kawasan segitiga emas Ijen yang berada di Kabupaten Banyuwangi dari Bondowoso; taman laut di Pulau Saor, Saobi dan Mamburit di Kabupaten Sumenep; Kawasan Wisata Bentar di Kabupaten Probolinggo; Wisata Pelabuhan Rest Area Suramadu, Wisata Bahari di Kabupaten Lamongan, Pulau Bawean, Kawasan Prigi di Kabupaten Trenggalek, serta kawasan-kawasan lain yang potensial.

Pasal 27

(1) Pemanfaatan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf g, meliputi permukiman perdesaan, perkotaan, dan khusus.

(2) Permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:

a. permukiman pusat perdesaan b. permukiman desa

(31)

(3) Permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. permukiman perkotaan metropolitan b. permukiman perkotaan menengah c. permukiman perkotaan kecil

(4) Permukiman perkotaan metropolitan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, merupakan permukiman di perkotaan yang memiliki fungsi sebagai:

a. kota Inti sebagai pusat pelayanan b. perkotaan penyangga atau satelit c. perkotaan baru mandiri

d. perumahan baru skala besar

(5) Permukiman perkotaan menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, merupakan permukiman di perkotaan yang memiliki fungsi sebagai:

a. pusat pelayanan SWP.

b. pusat pertumbuhan skala wilayah.

c. pusat pelayanan perkotaan antara metropolitan dan perkotaan kecil.

(6) Permukiman perkotaan keeil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e, merupakan permukiman di perkotaan yang memiliki fungsi sebagai:

a. pusat pelayanan kabupaten.

b. pusat pertumbuhan skala kabupaten. c. pusat pelayanan perkotaan keeamatan.

(7) Permukiman pada kawasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:

a. sebagai tempat peristirahatan pada kawasan pariwisata. b. kawasan permukiman yang timbul akibat perkembangan

infrastruktur.

c. permukiman yang timbul akibat kegiatan sentra ekonomi. d. permukiman di sekitar kawasan industri.

(32)

(8) Dalam kawasan permukiman perkotaan, Kabupaten/Kota harus menyediakan peruntukan lahan perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah seluas areal berdasarkan kebutuhan dan atau sesuai ketentuan dalam pembangunan perumahan dan permukiman dengan Iingkungan yang berimbang.

Pasal 28

(1) Pemanfaatan kawasan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf h, meliputi:

a. kawasan industri estate. b. sentra industri keci!. c. zona industri.

(2) Kawasan industri estate sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi :

a. Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER) di Kota Surabaya. b. Pasuruan Industrial Estate Rembang (PIER) di Kabupaten

Pasuruan.

c. Ngoro Industrial Park (NIP) di Kabupaten Mojokerto. d. Kawasan industri Jabon di Kabupaten Sidoarjo.

e. Lamongan Integreted Shorebase (LIS) di Kabupaten Lamongan.

f. Kawasan industri di Kabupaten Gresik. g. Kawasan industri di Kabupaten Tuban. h. Kawasan industri di Kabupaten Bojonegoro.

i. Kawasan industri di Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang.

j. Kawasan Industri Gerbang Mas di Kabupaten Probolinggo. k. Kawasan industri Paiton di Kabupaten Probolinggo

l. Kawasan industri di Kabupaten Bangkalan.

(3) Sentra industri kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdapat diseluruh kabupaten/kota.

(4) Zona industri sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi :

a. koridor Taman - Sepanjang - Krian dan koridor Waru di Kabupaten Sidoarjo

(33)

Kabupaten Gresik

d. koridor Mojoagung - Jombang di Kabupaten Jombang e. zona industri Wongsorejo di Kabupaten Banyuwangi f. zona industriJetis di Kabupaten Mojokerto

g. koridor Tuban - Bojonegoro di Kabupaten Tuban

Pasal 29

(1) Pemanfaatan kawasan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf i, meliputi pertambangan Bahan Galian Golongan C dan golongan A dan B

(2) Pertambangan galian C sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi : . ' a. Kabupaten Blitar b. Kabupaten Bojonegoro c. Kabupaten Bondowoso d. Kabupaten Banyuwangi e. Kabupaten Gresik f. Kabupaten Jember g. Kabupaten Jombang h. Kabupaten Kediri i. Kabupaten Lumajang j. Kabupaten Malang k. Kabupaten Mojokerto l. Kabupaten Madiun m. Kabupaten Magetan n. Kabupaten Nganjuk o. Kabupaten Ngawi p. Kabupaten Pacitan q. Kabupaten Ponorogo r. Kabupaten Pasuruan s. Kabupaten Probolinggo t. Kabupaten Situbondo u. Kabupaten Sidoarjo v. Kabupaten Sumenep

(34)

w. Kabupaten Trenggalek x. Kabupaten Tulungagung y. Kabupaten Tuban

(3) Penambangan Bahan Galian Golongan A dan B sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :

a. Kabupaten Blitar b. Kabupaten Banyuwangi c. Kabupaten Bondowoso d. Kabupaten Bojonegoro e. Kabupaten Gresik f. Kabupaten Jember g. Kabupaten Jombang h. Kabupaten Lumajang i. Kabupaten Malang j. Kabupaten Mojokerto k. Kabupaten Magetan l. Kabupaten Nganjuk m. Kabupaten Ngawi n. Kabupaten Pacitan o. Kabupaten Ponorogo p. Kabupaten Sumenep q. Kabupaten Trenggalek r. Kabupaten Tulungagung s. Kabupaten Sidoarjo Pasal 30

(1) Pemanfaatan kawasan perdagangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf j meliputi perdagangan skala wilayah, skala kota dan perdagangan sektor informal.

(2) Perdagangan skala wilayah yang dimaksud pada ayat (1) adalah wilayah yang memiliki fasilitas perdagangan seperti pasar induk, grosir diarahkan di tiap pusat SWP.

(3) Perdagangan skala kota meliputi perdagangan jenis pertokoan dan perdagangan pasar yang diarahkan di setiap wilayah kabupaten/kota.

(35)

perkotaan dan perdesaan, diatur dan/atau disediakan ruangnya oleh pemerintah kabupaten/kota.

Bagian Ketiga

Arahan Pengelolaan kawasan lindung dan budidaya Pasal 31

(1) Arahan pengelolaan pengawasan lindung meliputi semua upaya perlindungan, pengawetan, konservasi dan pelestarian fungsi sumber daya alam dan lingkungannya guna mendukung kehidupan secara serasi dan berkelanjutan dan tidak dapat dialihfungsikan menjadi kawasan budidaya.

(2) Arahan konservasi kawasan lindung meliputi kawasan cagar alam, suaka alam, kawasan pelestarian alam, dan kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.

(3) Arahan pengelblaan kawasan lindung tidak dapat dialihfungsikan. (4) Arahan pengelolaan kawasan Iindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain:

a. pelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistemnya. b. mempertahankan fungsi ekologis kawasan alami

c. pengawasan dan pemantauan untuk pelestarian kawasan konservasi dan hutan lindung.

d. penambahan luasan kawasan lindung, yang merupakan hasil alih fungsi hutan produksi menjadi hutan Iindung.

e. pengembangan kerjasama antar wilayah dalam pengelolaan kawasan lindung.

f. percepatan rehabilitasi lahan milik masyarakat yang termasuk di dalam kriteria kawasan Iindung dengan melakuk<.\n penanaman pohon Iindung yang dapat di gunakan sebagai perlindungan kawasan bawahannya yang dapat diambil hasil hutan non-kayu.

g. membuka jalur wisata jelajah/pendakian untuk menanamkan rasa memiliki/mencintai alam.

h. pemanfaatan kawasan Iindung untuk sarana pendidikan penelitian dan pengembangan kecintaan terhadap alam. i. percepatan rehabilitasi hutan/reboisasi hutan Iindung dengan

tanaman yang sesuai dengan fungsi lindung.

(36)

Pasal 32

(1) Arahan pengelolaan kawasan budidaya meliputi segal a usaha untuk meningkatkan pendayagunaan lahan yang diJakukan di luar kawasan lindung, yang kondisi fisik dan sumber daya alamnya dianggap potensial untuk dimanfaatkan, tanpa mengganggu keseimbangan dan kelestarian ekosistem.

(2) Arahan pengelolaan kawasan hutan produksi antara lain:

a. kawasan hutan produksi yang mempunyai tingkat kerapatan tegakan rendah harus dilakukan percepatan reboisasi, serta percepatan pembangunan hutan rakyat

b. mengarahkan di setiap wilayah kabupaten/kota mewujudkan hutan kota

(3) Arahan pengelolaan kawasan pertanian antara lain:

a. pengembangan sawah irigasi teknis dilakukan dengan memprioritaskan perubahan dari sawah tadah hujan menjadi sawah irigasi sejalan dengan perJuasan jaringan irigasi dan pengembangan waduk/embung.

b. perubahan kawasan pertanian harus tetap memperhatikan luas kawasan yang dipertahankan sehingga perlu adanya ketentuan tentang pengganti Jahan pertanian.

c. pemanfaatan kawasan pertanian diarahkan untuk meningkatkan produksi dan produktifitas tanaman pang an dengan mengembangkan kawasan cooperative farming dan holtikultura dengan mengembangkan kawasan good agriculture practices.

(4) Arahan pengelolaan kawasan perikanan antara lain:

a. mempertahankan, merehabilitasi dan merevitalisasi tanaman bakau/mangrove.

b. pengembangan budidaya perikanan tangkap dan budidaya perikanan laut.

c. menjaga kelestarian sumber daya air terhadap pen~maran Iimbah industri maupun Iimbah lainnya.

d. pengendalian melalui sarana kualitas air dan mempertahankan habitat alami ikan.

e. peningkatan produksi dengan memperbaiki sarana dJn prasarana perikanan.

(37)

a. pengembangan kawasan perkebunan hanya di kawasan yang dinyatakan memenuhi syarat, dan diluar area rawan banjir serta longsor.

b. dalam penetapan komoditi tanaman tahunan, selain mempertimbangkan kesesuaian lahan, konservasi tanah dan air juga perlu mempertimbangkan aspek sosial ekonomi dan keindahan/estetika.

c. peningkatan pemanfaatan kawasan perkebunan dilakukan memalui peningkatan peran serta masyarakat yang tergabung dalam kawasan Kimbun masing-masing.

(6) Arahan pengelolaan kawasan peternakan, antara lain:

a. meningkatkan kegiatan peternakan secara alami dengan mengembangkan padang penggembalaan.

b. kawasan peternakan diarahkan mempunyai keterkaitan dengan pusat distribusi pakan ternak.

c. mempertahankan ternak plasma utfah sebagai potensi daerah. d. pengembangan kawasan peternakan diarahkan kepada

pengembangan komoditas ternak unggulan yang dimiliki oleh daerah yaitu komoditas ternak yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif.

e. kawasan budidaya ternak yang berpotensi untuk dapat menularkan penyakit dari hewan ke manusia atau sebaliknya pada permukiman padat penduduk, akan dipisahkan sesuai standart teknis kawasan usaha peternakan, dengan memperhatikan kesempatan berusaha dan melindungi daerah permtukiman penduduk dari penularan penyakit hewan menular.

f. pengaturan pemeliharaan hewan yang diternakkan serta tata niaga hewan dan produk bahan asal hewan dikawasan perkotaan dengan tingkat kepadatan lebih dari 300.000 jiwa akan diatur lebih lanjut secara teknis dengan Peraturan Gubernur.

g. peningkatan nilai ekonomi ternak dengan mengelola dan mengolah hasil ternak, seperti pembuatan industri pengolah hasil ternak, mengolah kulit, dan sebagainya.

(7) Arahan pengelolaan kawasan pariwisata antara lain:

a. tetap melestarikan alam sekitar untuk mehjaga keindahan obyek wisata.

(38)

b. tidak melakukan pengerusakan terhadap obyek wisata alam seperti menebang pohon.

c. melestarikan perairan pantai, dengan memperkaya tanaman mangrove untuk mengembangkan ekosistem bawah laut termasuk terumbu karang dan biota laut yang dapat di jadikan obyek wisata taman laut.

d. tetap melestarikan tradisi petik lautllarung sesaji sebagai daya tarik wisata.

e. menjaga dan melestarikan peninggalan bersejarah.

f. meningkatkan pencarian/penelusuran terhadap benda bersejarah untuk menambah koleksi budaya.

g. pada obyek yang tidak memiliki akses yang cukup, perlu ditingkatkan pembangunan d.an pengendalian pembangunan sarana dan prasarana transportasi ke obyek-obyek wisata alam budaya dan minat khusus.

h. merencanakan kawasan wisata sebagai bagian dari urban/regional desain untuk keserasian lingkungan.

i. meningkatkan daya tarik wisata melalui penetapan jalur wisata, kalender wisata, informasi dan promosi wisata.

j. menjaga keserasian Iingkungan alam dan buatan sehingga kualitas visual kawasan wisata tidak terganggu.

k. meningkatkan peranserta masyarakat dalam menjaga kelestarian obyek wisata, dan daya jual/saing

(8) Arahan pengelolaan kawasan permukiman antara lain:

a. pengembangan kawasan budidaya yang secara teknis dapat digunakan untuk permukiman harus aman dari bahaya bencana alam, sehat, mempunyai akses untuk kesempatan berusaha dan dapat memberikan manfaat bagi peningkatan ketersediaan permukiman, mendayagunakan fasilitas dan utilitas disekitarnya serta meningkatkan sarana dan prasarana perkembangan kegiatan sektor ekonomi yang ada.

b. pengembangan permukiman perdesaan dilakukan dengan menyediakan fasilitas dan infrastruktur secara berhit'arki sesuai dengan fungsinya sebagai: pusat pelayanan antar desa, pusat pelayanan setiap desa, dan pusat pelayanan pada setiap dusun atau kelompok permukiman

c. menjaga kelestarian permukiman perdesan khususnya kawasan pertanian.

d. pengembangan permukiman perkotaan dilakukan dengan tetap menjaga fungsi dan hirarki kawasan perkotaan.

(39)

penumpukan dan penyatuan antar kawasan permukiman, dan diantara cluster permukiman disediakan ruang terbuka hijau f. pembentukan perkotaan metropolitan, Surabaya dan Malang

dihubungkan dengan sistem transportasi yang memadai diantaranya mass rapid transport.

g. pengembangan perkotaan baru· mandiri dan perumahan baru skala besar di sekitar Surabaya, yaitu Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik, Kabupaten Pasuruan, dan Kabupaten Bangkalan.

h. pengembangan kawasan sekitar kaki jembatan Suramadu untuk kegiatan yang memiliki nilai ekonomi tinggi

i. perkembangan perkotaan menengah dilakukan dengan membentuk pelayanan wilayah yang mampu mendorong pertumbuhan wilayah sekitarnya.

j. permukiman perkotaan kecil dilakukan melalui pembenfukan pusat pelayanan skala kabupaten dan perkotaan kecamatan yang ada di kabupaten .

k. permukiman kawasan khusus seperti penyediaan tempat peristirahatan pada kawasan pariwisata, kawasan permukiman baru sebagai akibat perkembangan infrastruktur, kegiatan sentra ekonomi, sekitar kawasan industri, dilakukan dengan tetap memegang kaidah lingkungan hidup dan bersesuaian dengan RTRW masing-masing kabupaten/kota.

(9) Arahan pengelolaan kawasan industri antara lain:

a. pengembangan kawasan industri dilakukan dengan mempertimbangkan aspek ekologis.

b. pengembangan kawasan industri harus didukung oleh adanya jalur hijau sebagai penyangga antar fungsi kawasan.

c. pengembangan zona industri pada daerah aliran sungai harus didasari dengan perhitungan kemampuan daya dukung sungai.

d. pengembangan kegiatan industri harus didukung oleh sarana dan prasarana industri.

e. pengelolaan kegiatan industri dilakukan dengan mempertimbangkan keterkaitan proses produksi mulai dari industri dasar/hulu dan industri hilir serta industri antara, yang dibentukberdasarkan pertimbangan efisiensi biaya produksi, biaya keseimbangan Iingkungan dan biaya aktifitas sosial.

(40)

f. setiap kegiatan industri sejauh mungkin menggunakan metoda atau teknologi ramah Iingkungan dan harus dilengkapi dengan upaya pengelolaan terhadap kemungkinan adanya bencana industri.

(10) Arahan pengelolaan kawasan pertambangan antara lain:

a. pengembangan kawasan pertambangan dilakukan dengan mempertimbangkan potensi bahan galian, kondisi geologi dan geohidrologi dalam kaitannya dengan kelestarian lingkungan. b. pengelolaan kawasan bekas penambangan harus

direhabilitasi/reklamasi sesuai dengan zona peruntukan yang ditetapkan ditetapkan dengan melakukan penimbunan tanah subur dan/atau bahan-bahan lainnya sehingga menjadi lahan yang dapat digunakan kembali sebagai kawasan hijau, ataupun kegiatan budidaya lainnya dengan tetap memperhatikan aspek kelestarian Iingkungan hidup.

c. setiap kegiatan usaha pertambangan harus menyimpan dan mengamankan tanah atas (top soil) untuk keperluan rehabilitasi/reklamasi lahan bekas penambangan.

(11) Arahan pengelolaan kawasan perdagangan antara lain:

a. pengembangan kawasan perdagangan dilakukan dengan berhirarki sesuai skala ruang dan fungsi wilayah.

b. pengembangan kawasan perdagangan dan kegiatan komersial lain yang berpengaruh bagi pertumbuhan skala wilayah dan atau berpengaruh pada tata ruang dalam lingkup wilayah perlu memperhatikan kebijakan tata ruang wilayah Pemeriritah Provinsi.

c. pengembangan kawasan perdagangan dilakukan secara bersinergi dengan' perdagangan informal sebagai sebuah aktivitas perdagangan yang saling melengkapi.

d. pengembangan kawasan dan atau lokasi perdagangan yang terkait dengan sarana dan prasarana yang di kelola provinsi memperhatikan rekomendasi provinsi.

Bagian Keempat

Arahan Pengelolaan Kawasan Perdesaan, Kawasan Perkotaan dan Kawasan Tertentu

Pasal 33

Arahan pengelolaan kawasan perdesaan, kawasan perkotaan, dan kawasan tertentu merupakan arahan pengembangan perkotaan dengan kawasan yang bersifat pedesaan, serta kawasan tertentu sehingga tercipta tata ruang yang berkelanjutan.

(41)

Arahan pengelolaan kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, meliputi:

a. fungsi kawasan. sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

b. pengembangan kawasan agropolitan merupakan alternatif pembangunan perdesaan melalui keterkaitan kawasan perkotaan -perdesaan untuk meningkatkan peran perkembangan kawasan perdesaan.

Pasal 35

Arahan pengelolaan kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, meliputi:

a. fungsi kawasan perkotaan sebagai pusat kegiatan ekonomi wilayah, pusat pengolahan dan distnbusi hasH pertanian, , perdagangan, jasa, pemerintahan, pendidikan, kesehatan, serta transportasi, pergudangan dan sebagainya.

b. fungsi perkotaan sedang dan kecil sebagai pemasok kebutuhan dan lokasi pengolahan agroindustri dan berbagai kegiatan agrobisnis. c. kota sebagai pusat pelayanan, pusat prasarana dan sarana sosial

ekonomi mempengaruhi pedesaan dalam peningkatan produktifitasnya.

d. menjaga pembangunan perkotaan yang berkelanjutan melalui upaya menjaga keseimbangan wilayah terbangun dan tidak terbangun, mengembangkan hutan kota dan menjaga eksistensi wilayah yang bersifat perdesaan di sekitar kawasan. perkotaan.

Pasal 36

(1) Arahan pengelolaan kawasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, merupakan kawasan yang ditetapkan. secara nasional mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan, yakni Gerbangkertosusila Plus.

(2) Arahan pengembangan kawasan tertentu Gerbangkeftosusila Plus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: .:

a. penataan ruang di bagi dalam cluster untuk memfokuskan pada penciptaan kawasanyang dapat bersinergi dengan wilayah lainnya.

b. pengendalian secara garis besar mengarah pada upaya mengendalikan laju perkembangan kota yang monosentris

(42)

sehingga tidak terjadi penumpukan beban transportasi yang cenderung berorientasi memusat.

c. meningkatkan fungsi wilayah sesuai dengan daya dukung kawasan.

d. membentuk kawasan perkotaan baru mandiri dan perumahan skala besar di kawasan sekitar Surabaya, khususnya di Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik, Kabupaten Pasuruan, dan Kabupaten Bangkalan.

e. meningkatkan transportasi umum masal antara Surabaya sebagai kota inti dengan perkotaan disekitarnya.

f. menjaga pembangunan yang berkelanjutan melalui upaya menjaga keseimbangan wilayah terbangun dan tidak terbangun termasuk mengembangkan hutan kota dan menjaga eksistensi wilayah yang bersifat rural di sekitar kawasan perkotaan.

Bagian Kellma

Arahan Pengelolaan Sistem Permukiman Perdesaan dan Perkotaan Pasal 37

Arahan terhadap sistem pusat permukiman dibedakan atas pengembangan pusat permukiman perdesaan dan permukiman perkotaan.

Pasal 38

(1) Arahan pengembangan pusat permukiman perdesaan adalah penataan struktur ruang pedesaan sebagai sistem pusat permukiman di pedesaan yang berpotensi menjadi pusat pertumbuhan di perdesaan.

(2) Arahan pengembangan struktur ruang pedesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui:

a. pembentukan Desa Pusat Pertumbuhan (DPP) b. pembentukan Pusat Desa

c. pembentukan Pusat Permukiman Perdusunan

(3) Pengelolaan struktur ruang perdesaan merupakan upaya untuk mempercepat efek pertumbuhan di kawasan perdesaan.

(4) Setiap pusat pelayanan dikembangkan melalui penyediaah berbagai fasilitas sosial-ekonomi yang mampu mendorqng perkembangan kawasan perdesaan.

(43)

(1) Arahan pengembangan sistem pusat permukiman perkotaan meliputi arahan terhadap fungsi pusat kegiatan dan arahan terhadap penataan struktur ruang pusat-pusat permukiman perkotaan

(2) Pengelolaan pusat permukiman perkotaan terkait dengan fungsi pusat kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pusat kegiatan nasional, wilayah dan lokal, meliputi:

a. Pusat Kegiatan Nasional adalah Gerbangkertosusila Plus b. Pusat Kegiatan Wilayah adalah Malang Raya, Perkotaan

Jember, Kota Kediri, Kota Madiun, Kota Blitar, Kota Probolinggo, Perkotaan . Banyuwangi, Perkotaan Pamekasan. c. Pusat Kegiatan Lokal, adalah Perkotaan Pacitan, Perkotaan

Trenggalek, Perkotaan Tulungagung, Perkotaan Ponorogo, Perkotaan Magetan, Perkotaan Ngawi, Perkotaan Nganjuk, Perkotaan Bondowoso, Perkotaan Situbondo, Perkotaan Lumajang, Perkotaan Sampang, Perkotaan Sumenep, Perkotaan Caruban.

Bagian Keenam

Arahan Pengembangan Sistem Prasarana Wilayah Paragraf 1

Arahan Pengembangan Prasarana Transportasi Jalan Pasal 40

(1) Arahan pengembangan sistem prasarana transportasi jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a, terdiri dari prasarana jalan umum yang dinyatakan dalam status dan fungsi jalan, serta prasarana terminal penumpang jalan.

(2) Pengelompokan jalan berdasarkan status dapat dibagi menjadi jalan nasional, jalan provinsi, dan jalan kabupaten/kota.

(3) Pengelompokan jalan berdasarkan fungsi jalan dibagi kedalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal dan jalan lingkungan

(4) Pengelompokan jalan berdasarkan sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder (5) Arahan pengembangan prasarana jalan meliputi arahan

pengembangan bagi jalan nasional jalan tol, jalan nasional bukan jalan tol, jalan provinsi, jalan Iintas selatan, jalan lintas/tembus kabupaten dan jalan lingkar kota dan perkotaan.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pada simulasi kemudian di bandingkan dengan hasil pada implementasi Tugas Akhir, pada Gambar 4.2, Gambar 4.4, dan gambar 4.6 merupakan hasil keluaran sinyal pada

Sistem Prosedur Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) di DPPKAD Kota Gorontalo sudah sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 yang

Dalam penghentian pengakuan aset keuangan terhadap satu bagian saja (misalnya ketika Perusahaan masih memiliki hak untuk membeli kembali bagian aset yang ditransfer),

Beberapa karakteristik dalam penelitian kuasi eksperimen, yaitu adanya tindakan perlakuan pada variabel yang dilakukan secara terencana oleh peneliti, adanya

Dalam melakukan pencarian mahasiswa dapat menggunakan sistem yang sudah tersedia, dengan cara memasukkan kata kunci yang ingin di cari maka secara otomatis sistem

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Manajemen pada Program Studi

Kesepakatan Bersama yang dilakukan oleh Kepala Pusat terhadap kegiatan yang bersifat teknis operasional dan merupakan tugas/wewenang Pusat Pengembangan Sumber Daya

Manfaat dari segi teori adalah penelitian ini dapat memberikan informasi baru yang mengaitkan antara kecerdasan majemuk dengan kemampuan berpikir kritis karena