• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. kepada upaya mencapai tujuan melalui kedudukan dan peran mereka dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. kepada upaya mencapai tujuan melalui kedudukan dan peran mereka dalam"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Organisasi terdiri dari sejumlah anggota yang memberikan sumbangan kepada upaya mencapai tujuan melalui kedudukan dan peran mereka dalam organisasi. Melalui usaha perorangan atau sekelompok orang suatu organisasi dapat meraih tujuannya dan dapat berkembang menjadi lebih besar (Munandar, 2001).

Dalam era perdagangan bebas dunia abad 21 terjadi iklim kompetisi yang menuntut tiap organisasi untuk bekerja dengan lebih efektif dan efisien. Tingkat kompetisi yang tinggi menuntut pula suatu organisasi mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki terutama sumber daya manusianya disebabkan oleh pengaruh yang kuat dari sumber daya manusia terhadap efektifitas dan efisiensi organisasi. Karyawan sebagai sumber daya manusia merupakan kunci keberhasilan suatu organisasi (Sofyandi, 2008). Keberhasilan tersebut tidak hanya ditentukan oleh kuantitas sumber daya manusia yang dimiliki tetapi juga kualitasnya. Sehingga peningkatan kualitas sumber daya manusia di dalam sebuah organisasi menjadi penting. Salah satu aspek penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah semangat kerja (Jerome & Kleiner, 1995).

Semangat kerja dapat didefinisikan sebagai derajat seorang karyawan merasa senang dengan pekerjaan ataupun lingkungan kerjanya. Manifestasi dari

(2)

semangat kerja adalah keadaan psikologis yang positif dan termotivasi, hal ini berarti bahwa karyawan yang memiliki semangat kerja adalah karyawan yang memiliki motivasi intrinsik, komitmen dan rasa bangga terhadap pekerjaannya (McKnight dalam MacFadzean& MacFadzean, 2005). Dalam hal ini semangat kerja lebih menekankan pada dorongan untuk bekerja dengan sebaik-baiknya daripada sekedar kesenangan saja (Davis & Newstorm, 1996).

Karyawan yang memiliki semangat kerja yang tinggi ditandai dengan perilaku mau melakukan pekerjaan dengan penuh energik, antusias dan dilandasi oleh kemauan yang tinggi. Dengan kata lain, karyawan bersedia untuk bekerja dan mengerahkan semua usahanya dalam rangka menyelesaikan pekerjaannya. Sebaliknya, karyawan dengan semangat kerja yang rendah merasa kurang antusias menyelesaikan pekerjaannya dan bermalas-malasan, tidak bersosialisasi dengan rekan kerja, selalu datang terlambat dan pulang lebih awal, memiliki kinerja yang tidak memuaskan, serta kurang fokus menyelesaikan pekerjaannya (Carlaw, Deming, & Friedman, 2003). Indikator lain rendahnya semangat kerja dapat dilihat dari karyawan sering mengeluhkan pekerjaannya, karyawan enggan untuk bekerja lebih lama dari jam kerja yang telah ditentukan, karyawan absen, dan karyawan menjadi kurang perduli terhadap pekerjaan (Makawatsakul & Kleiner, 2003).

Setiap perusahaan diharapkan mampu meningkatkan semangat dan gairah karyawan demi kelangsungan hidup usahanya (Nitisemito, 1996). Ada beberapa alasan yang membuat keberadaan semangat kerja sangat penting dalam organisasi, yaitu (1) semangat kerja yang tinggi dapat mengurangi angka absensi atau tidak

(3)

bekerja karena malas, (2) semangat kerja yang tinggi menyebabkan pekerjaan yang diberikan atau ditugaskan kepada karyawan dapat diselesaikan dalam waktu yang lebih singkat, (3) semangat kerja yang tinggi membuat karyawan merasa senang bekerja sehingga kecil kemungkinan untuk pindah bekerja ke tempat yang lain, dan (4) semangat kerja yang tinggi dapat mengurangi angka kecelakaan karna karyawan yang mempunyai semangat kerja yang tinggi cenderung bekerja dengan hati-hati dan teliti, sehingga bekerja sesuai dengan prosedur yang ada (Tohardi, 2002).

Selanjutnya semangat kerja merupakan faktor penting bagi organisasi karena dampaknya bagi karyawan dan organisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semangat kerja dapat meningkatkan persentase penyelesaian tugas dan berkurangnya angka kecelakaan kerja, sehingga pada akhirnya hal ini menyebabkan meningkatnya produktivitas suatu organisasi (Neely, 1999). Menyadari arti pentingnya semangat kerja bagi kelangsungan organisasi, maka suatu organisasi sangat perlu mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi semangat kerja karyawan. Banyak penelitian dilakukan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi semangat kerja tersebut antara lain seperti kepemimpinan (Ngambi, 2011), kepercayaan terhadap organisasi (Fard, Ghatari, & Hasiri, 2010), dan kompensasi (Elfrida 2009). Selain itu penelitian yang dilakukan Decker, Wheeler, Johnson, dan Parson (2001) pada karyawan di rumah sakit menyebutkan bahwa penurunan semangat kerja secara signifikan dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang terjadi dalam organisasi.

(4)

Setiap organisasi pasti mengalami perubahan, pertumbuhan dan pengembangan, dan perubahan organisasi merupakan suatu cara yang dilakukan oleh organisasi untuk mempertahankan kedudukannya (Cascio, 1998). Terdapat berbagai faktor eksternal yang memicu perubahan organisasi seperti perubahan keamanan, globalisasi, ekonomi, politik, sosial serta sistem nilai (Salim, Swassono, Abeng, Achir & Sumampouw, 1997).

Oleh karenanya tidak ada satu organisasi pun yang berada pada lingkungan yang stabil. Bahkan perusahaan-perusahaan besar yang mendominasi pasar juga harus berubah dan terkadang perubahan terjadi secara radikal. Perubahan bukan hal yang sederhana. Perubahan tidak hanya sekedar melakukan perubahan tetapi membutuhkan pengelolaan yang berkesinambungan baik yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang (Robbins & Judge, 2009).

Sehingga perubahan dapat diartikan sebagai proses mengubah tindakan, reaksi dan interaksi dari keadaan organisasi pada saat sekarang ini menuju keadaan yang diinginkan di masa yang akan datang (McNabb & Sepic, 1995). Karyawan yang terus-menerus menghadapi perubahan harus mampu meningkatkan tingkat adaptasinya. Perubahan sering sekali menghasilkan rasa tidak puas dan perasaan tertekan pada karyawan. Ketika karyawan mengalami kecemasan yang tinggi dikarenakan situasi yang berubah, maka kinerjanya akan cenderung menurun dan menghasilkan ketidakpuasan kerja (Madsen, John, & Miller, 2006).

(5)

Selain itu, penanganan situasi perubahan yang tidak tepat dapat mendatangkan konsekuensi yang serius bagi organisasi yakni dapat menimbulkan frustrasi, meningkatkan biaya implementasi, tidak diperolehnya manfaat yang diharapkan dari perubahan, memperbesar konsekuensi negatif perubahan terhadap karyawan, motivasi dalam organisasi menurun, dan meningkatkan penolakan terhadap perubahan (Wibowo, 2005).

Banyaknya penolakan dan kegagalan usaha perubahan, secara langsung dapat ditelusuri pada efektif atau tidaknya proses yang dilakukan sebelum mengenalkan perubahan (Schein dalam Armenakis dkk, 1993). Sebelum mengenalkan perubahan, hal penting pertama yang harus dilakukan adalah mendorong karyawan untuk meninggalkan perilaku yang lama dengan cara menggoyahkan keadaan yang seimbang yang berusaha mempertahankan status quo (Lewin dalam Nelson & Campbel, 2008). Pada tahap ini karyawan disadarkan mengenai adanya kebutuhan akan sebuah perubahan. Proses ini dikenal sebagai proses pencairan, dimana ketika proses pencairan yang dilakukan tidak efektif menyebabkan karyawan tetap mempertahankan status quo dan tidak mau berubah, sebaliknya proses yang efektif menyebabkan karyawan menjadi lebih siap untuk berubah, mengurangi penolakan terhadap perubahan serta meningkatkan potensi usaha perubahan menjadi lebih efektif. Sehingga, menciptakan kesiapan berubah merupakan hal yang penting sebelum mengenalkan perubahan (Armenakis, Harris, & Mossholder, 1993).

Kesiapan terhadap perubahan merefleksikan keyakinan, sikap dan intensi karyawan mengenai sejauhmana perubahan dibutuhkan dan kapasitas organisasi

(6)

berhasil melakukan perubahan. Kesiapan terhadap perubahan merupakan keadaan kognisi yang akan mengarahkan individu pada perilaku mendukung atau menolak suatu usaha perubahan (Armenakis, Harris & Mossholder, 1993). Sehingga, organisasi atau perusahaan perlu untuk mengetahui kesiapan para karyawannya sebagai pertanda awal akan adanya dukungan atau penolakan dari karyawan tentang perubahan yang akan direncanakan. Perusahaan yang mengetahui lebih awal indikasi adanya penolakan karyawan akan menyebabkan perusahaan dapat menentukan langkah-langkah preventif sebelum benar-benar melaksanakan perubahan sehingga penolakan yang ada dapat diminimalisir (Fachri, 2008).

Kesiapan karyawan terhadap perubahan merupakan tantangan bagi organisasi namun hal ini sering diabaikan dalam perencanaan dan implementasi perubahan (Backer, 1995). Sementara itu, perubahan organisasi tidak akan berhasil tanpa perubahan karyawan dan perubahan karyawan tidak efektif tanpa dipersiapkan terlebih dahulu (Madsen, John, & Miller, 2006). Sehingga, meningkatkan kesiapan terhadap perubahan pada semua karyawan merupakan salah satu intervensi yang paling efektif yang dapat dilakukan oleh organisasi (Cunningham, Woodward, Shannon, Maclntosh, Ledrum, Rosenbloom & Brown, 2002).

Perusahaan perkebunan yang akan diteliti merupakan perusahaan perkebunan publik terbesar ke dua di Indonesia yang mulai berdiri pada tahun 1906. Adapun lingkup usahanya pada saat ini adalah pemuliaan tanaman, penanaman, pemanenan, pengolahan dan penjualan produk-produk kelapa sawit,

(7)

karet, kakao dan teh. Perusahaan ini berpusat di Jakarta dan memiliki beberapa kantor cabang di beberapa daerah di Indonesia.

Pada akhir tahun 2003, perusahaan ini mulai melakukan program transformasi yaitu perubahan menyeluruh yang mencakup perubahan manajemen, restrukturisasi organisasi, kajian operasional dan pengembangan sumber daya manusia. Program transformasi ini dibagi ke dalam empat agenda. Agenda pertama dilakukan melalui perekrutan anggota Direksi yang baru dan perombakan struktur organisasi perseroan. Perubahan yang terjadi adalah pengangkatan Direktur pada bagian pengelolaan perkebunan dan penjualan, yang berimplikasi pada perombakan struktur organisasi. Perubahan lain yang dilakukan dalam agenda pertama ini yaitu redefinisi fungsi dan tanggungjawab tiap direktur. Agenda kedua adalah perubahan strategi dan kebijakan usaha yang mencakup perubahan visi, misi dan nilai-nilai perusahaan, perubahan strategi bisnis, perubahan dalam kebijakan tata kelola yaitu membangun komite audit internal, nominasi dan renumerasi, manajemen resiko, serta pengembangan petunjuk pelaksanaan menyangkut pengendalian keuangan, akuntansi dan prosedur standar operasi. Agenda kerja ketiga merupakan transformasi di bidang sumber daya manusia yang mencakup analisa kebutuhan pelatihan, perencanaan jenjang karir, sistem renumerasi dan insentif, serta sistem evaluasi dan penilaian kinerja yang komprehensif bagi seluruh staf dan karyawan. Agenda kerja terakhir mengenai melakukan perubahan sistem teknologi informasi yang memungkinkan terjadinya integrasi informasi di perkebunan dengan di kantor pusat (Annual Report tahun 2003).

(8)

Transformasi yang dilakukan oleh perusahaan ini berlangsung selama beberapa tahun.Visi dan misi mengalami penyegaran.Visi, misi, dan nilai-nilai baru perusahaan mulai diperkenalkan pada tahun 2006 dan mengalami beberapa kali revisi hingga pada tahun 2009 visi, misi dan nilai-nilai perusahaan mulai dibakukan. Hal ini berarti bahwa perusahaan perkebunan ini mulai mengembangkan budaya perusahaan yang baru pada tahun 2009. Standar Operating Procedure juga mulai dibakukan dan diberlakukan pada tahun 2009. Perubahan teknologi dan informasi dimulai pada bulan Januari tahun 2012 dengan diberlakukannya sistem SAP yang menyebabkan terjadinya perubahan cara kerja karyawan. Pada saat ini Human Capital Department perusahaan sedang meramu succession planning system.

Melihat sejarah perkembangan dan kepemilikannya, perusahaan perkebunan ini juga beberapa kali mengalami perubahan. Pada awalnya perusahaan ini berdiri atas inisiatif sebuah perusahaan perkebunan dan perdagangan yang berbasis di London. Dalam rangka memperluas usahanya maka pada tahun 1962 sampai dengan 1963, perusahaan ini menggabungkan diri dengan perusahaan perkebunan yang ada di Sumatera Utara. Dengan penggabungan kedua perusahaan ini, terbentuklah perusahaan perkebunan dengan nama baru. Kemudian pada tahun 1968, Pemerintah Republik Indonesia mengambil alih kepengurusan perusahaan. Perubahan kembali terjadi karena pada tahun 1994, perusahaan yang menginisiasi perusahaan ini menjual seluruh kepemilikan sahamnya kepada perusahaan lain yang kemudian mencatatkan perusahaan perkebunan ini sebagai perusahaan publik melalui pencatatan saham di Bursa

(9)

Efek pada tahun 1996. Hal ini menjadikan perusahaan perkebunan ini berpindah kepemilikan. Pada bulan Oktober 2007, perusahaan A mengakuisisi 64.4% kepemilikan saham perusahaan perkebunan ini. Kemudian di bulan Desember 2010, perusahaan A melepaskan 8% kepemilikannya di perusahaan perkebunan ini. Dimana 3.1% dijual ke perusahaan B sebagai induk perusahaan A. Pelepasan kepemilikan ini menurunkan saham perusahaan A menjadi 59.5 %. Besarnya kepemilikan saham perusahaan A menjadikan perusahaan B mengambil alih sebagian besar pengelolaan perusahaan perkebunan ini.

Sejak diakuisisi, terjadi beberapa perubahan di perusahaan perkebunan ini. Ada pun perubahan-perubahan yang terjadi adalah:

(1) Pada saat ini perusahaan ini telah menjadi anak perusahaan B. Seperti yang diketahui bahwa perusahaan B juga mempunya unit bisnis yang bergerak di bidang makanan yang memerlukan bahan baku yaitu kelapa sawit dan turunan-turunannya, sehingga posisi perusahaan perkebunan ini yang pada awalnya sebagai perusahaan mandiri yang menghasilkan kelapa sawit sebagai komoditi utama bergeser menjadi supporting business bagi perusahaan B.

(2) Terjadi perampingan struktur organisasi yaitu penggabungan Environment Department dengan Government and Community Relations Department menjadi Government and CSR Department pada tahun 2008. Penggabungan departemen ini menyebabkan karyawan yang tidak produktif pada kedua departemen diberhentikan dan karyawan yang tersisa dilimpahkan tugas dan tanggungjawab baru.

(10)

(3) Perusahaan perkebunan ini memberhentikan 22 orang karyawannya pada tahun 2009. Dari 22 orang karyawan yang diberhentikan tersebut, 16 orang adalah karyawan yang bekerja di kantor cabang di Medan.

(4) Perubahan jumlah bonus tahunan yang diterima. Menurut salah seorang staff, sejak perusahaan ini dibawah manajemen perusahaan B, maka besarnya jumlah bonus yang diterima lebih kecil daripada sebelumnya. Sebelum diakuisisi, perusahaan perkebunan ini memberikan minimal bonus 6 kali jumlah gaji dan paling besar 8 kali jumlah gaji sesuai dengan penilaian kinerja yang dimilikinya. Namun pada saat ini, staff hanya memperoleh bonus maksimal 5 kali jumlah gaji.

(5) Transfer karyawan ke kantor pusat dan berbagai kantor cabang yang dimiliki perubahan perkebunan ini.

Dari pemaparan di atas dapat diketahui bahwa selama masa transformasi, perusahaan ini juga diakuisisi oleh perusahaan lain yang menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan di perusahaan ini. Perubahan transformasi merupakan perubahan signifikan yang direncanakan dan diimplementasikan dalam struktur dan proses organisasi. Perubahan yang dilakukan tidak bersifat inkremental ataupun transaksional (Armstrong, 2006). Transformasi organisasi merupakan hal yang sangat sulit bagi anggota organisasi dikarenakan mereka harus meninggalkan kebiasaan lama dan mempelajari hal-hal baru secara radikal. Perubahan transformasi melibatkan perubahan fundamental yaitu perubahan dalam visi, misi, strategi, dan filosofi operasional organisasi (Nadler & Tushman dalam Poole & Van de Ven, 2004).

(11)

Organisasi-organisasi mengadopsi perubahan agar dapat bertahan dan berkompetisi untuk mendapatkan pasar, sehingga organisasi membutuhkan strategi yang kompetitif seperti merger, akuisisi, dan downsizing. Sementara itu strategi kompetitif ini cenderung memiliki pengaruh negatif terhadap karyawan (Shook & Roth, 2011).Sehubungan dengan akuisisi dan perubahan-perubahan yang terjadi di perusahaan perkebunan ini, terlihat ada indikasi dampak negatif perubahan terhadap karyawan. Berikut petikan hasil wawancara:

Ada 2 orang karyawan yang mengundurkan diri hari ini. Selain itu, ada juga karyawan yang mengeluhkan mengenai kondisi pekerjaannya dimana ia dituntut untuk mampu mengerjakan banyak hal. Karyawan pada saat ini memang dihadapkan pada tuntutan kerja yang besar. Namun, tuntutan tersebut tidak akan dirasa berat apabila setiap karyawan mau mengikuti perubahan yang ada.

Setiap orang pasti akan menjawab baik-baik saja tentang apa yang dirasakannya setelah akuisisi. Tidak ada satu pun karyawan yang mau mengundurkan diri dari perusahaan ini. Namun karyawan akan bersedia keluar dari perusahaan apabila perusahaan yang mengeluarkan mereka dari perusahaan ini (PHK). Karyawan tidak akan memperoleh uang pesangon apabila ia mengundurkan diri dari perusahaan. Lain halnya jika karyawan di PHK oleh perusahaan, maka karyawan berhak mendapat uang pesangon sesuai dengan ketentuan dan undang-undang yang ada.

Dari hasil wawancara diketahui bahwa perubahan-perubahan yang terjadi menyebabkan karyawannya mengundurkan diri atau setidaknya memiliki intensi untuk mengundurkan diri.

Sementara itu, hasil observasi yang diperoleh peneliti selama magang, menunjukkan bahwa karyawan perusahaan perkebunan ini (1) setiap harinya, setelah jam kerja dimulai beberapa orang karyawan menggunakan jam kerjanya

(12)

untuk sarapan pagi, berdandan, membaca koran, dan bercanda dengan rekan kerjanya, hal ini berlangsung 30 menit sampai dengan 1 jam, (2) hampir setiap hari ditemukan karyawan yang menggunakan jam kerjanya untuk bermain game, mengakses jejaring sosial, bbm-an, membaca koran, bercanda dengan rekan kerjanya sehingga beberapa orang ditemukan mulai mengerjakan pekerjaannya di akhir-akhir jam kantor (3) ditemukannya karyawan yang tidur-tiduran di ruang sholat selama kurang lebih 15 menit, (4) meninggalkan kantor untuk makan siang sebelum jam makan siang dan terlambat kembali ke kantor.

Perubahan-perubahan yang terjadi dalam organisasi ditanggapi secara berbeda oleh tiap anggotanya. Ketika perubahan organisasi dipandang sebagai tantangan maka perubahan akan memicu respon positif, sementara ketika perubahan dipandang sebagai ancaman maka akan memicu respon negatif (Khalid & Rehman, 2011). Sehubungan dengan perubahan dipandang sebagai ancaman maka perubahan tersebut akan mempengaruhi persepsi karyawan mengenai job insecurity, kecemasan dan depresi (Conner, 1993). Sebaliknya, memandang perubahan sebagai tantangan, maka perubahan akan mempengaruhi motivasi, loyalitas, komitmen terhadap pekerjaan, dan kepuasan kerja (Reichers, Wanous dan Austin, 1997).

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa semangat kerja adalah hal yang penting dan krusial bagi organisasi karena dapat berpengaruh terhadap produktivitas dan efisiensi organisasi dimana semangat kerja dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah kondisi organisasi yang berubah. Pada saat ini organisasi terus-menerus dituntut untuk berubah dan menyesuaikan diri

(13)

terhadap lingkungan eksternal. Perubahan organisasi menuntut sumber daya manusia yang ada di dalamnya juga ikut berubah. Sehingga setiap karyawan harus siap terhadap perubahan. Karyawan yang lebih siap akan merespon perubahan sebagai tantangan sehingga akan mempengaruhi motivasi, loyalitas, komitmen terhadap pekerjaan dan kepuasan kerja. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk melihat pengaruh kesiapan karyawan terhadap perubahan dengan semangat kerja.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang penelitian diatas, peneliti mengangkat 4 rumusan masalah penelitian, yaitu:

1. Bagaimana gambaran semangat kerja karyawan PT Perkebunan X. 2. Bagaimana gambaran kesiapan terhadap perubahan karyawan PT

Perkebunan X.

3. Berapa besar pengaruh antara kesiapan terhadap perubahan dengan semangat kerja PT Perkebunan X.

4. Intervensi apa yang dapat diberikan untuk meningkatkan semangat kerja pada karyawan PT Perkebunan X.

(14)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui gambaran kesiapan terhadap perubahan dan semangat kerja pada karyawan PT Perkebunan X.

2. Mengetahui pengaruh antarakesiapan terhadap perubahan dan semangat kerja pada karyawan PT Perkebunan X.

3. Merancang intervensi yang tepat untuk meningkatkan semangat kerja melalui peningkatan kesiapan terhadap perubahan PT Perkebunan X.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberi manfaat:

1. Secara akademis, manfaat penelitian ini adalah memberikan sumbangan kepada ilmu pengetahuan tentang kesiapan terhadap perubahan dan semangat kerja. Penelitian ini juga diharapkan menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya.

2. Secara praktis penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat bagi organisasi yang berkaitan. Penelitian ini bisa memberikan masukan apa yang harus dilakukan organisasi dalam meningkatkan semangat kerja melalui kesiapan terhadap perubahan.

(15)

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada penulisan ini adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan

Bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Landasan Teori

Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian yaitu memuat teori mengenai semangat kerja dan kesiapan berubah.

Bab III Metode Penelitian

Bab ini menguraikan identifikasi variabel, definisi operasional variabel, metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, uji validitas dan reliabilitas alat ukur, dan metode analisa data yang digunakan untuk mengolah hasil data penelitian.

Bab IV Analis Data dan Pembahasan

Berisikan gambaran subjek penelitian, hasil penelitian utama, dan hasil penelitian tambahan.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Berisikan kesimpulan hasil penelitian dan saran-saran untuk pihak-pihak terkait.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang berjudul pengaruh perputaran kas, perputaran piutang, perputaran persediaan dan perputaran aktiva terhadap profitabilitas pada perusahaan food and

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi gliserol terhadap karakteristik edible film dan konsentrasi yang terbaik yang ditambahkan dalam pembuatan

Dari hasil pengamatan di lapangan, pada ruas jalan vital yang dianggap strategis, kondisi tingkat isian (load factor) angkutan umum kebanyakan kurang dari 70 persen.. Kecuali

 Bank telah menetapkan prosedur dan kebijakan kredit, pengaturan limit, risk appetite dan risk tolerance dan melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala untuk memastikan

Menurut Hasibuan (2013:129) disiplin kerja adalah kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial. Apabila karyawan tidak dapat

Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, terutama pada pasal 3, menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

Berdasarkan hasil pengujian secara parsial (Uji t) pada taraf nyata ( α ) = 5% dapat diketahui bahwa variabel Return On Assets dan Price Earning Ratio berpengaruh positif