• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH APLIKASI SISTEM PERESAPAN BIOPORI TERHADAP ALIRAN PERMUKAAN, EROSI, KEHILANGAN HARA DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN JAGUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH APLIKASI SISTEM PERESAPAN BIOPORI TERHADAP ALIRAN PERMUKAAN, EROSI, KEHILANGAN HARA DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN JAGUNG"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH APLIKASI SISTEM PERESAPAN BIOPORI

TERHADAP ALIRAN PERMUKAAN, EROSI,

KEHILANGAN HARA DAN PRODUKTIVITAS

TANAMAN JAGUNG (Zea mays) DAN PADI (Oryza sativa)

PADA TANAH LATOSOL DARMAGA

Oleh : Adik Bagus Sriana

A14052880

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRACT

ADIK BAGUS SRIANA. Application of Biopore Absorbtion System to Surface Runoff, Erosion, Nutrition losses and Productivity of Corn (Zea mays) and Upland Rice (Oryza sativa) on Land Latosol Darmaga (Supervised by YAYAT HIDAYAT and KAMIR RAZIUDIN BRATA).

New technological innovations to reduce water and soil losses from agricultural land such as application of biopore absorbtion hole is very important. Reduction of water loss from agricultural land is required to maintain and improve soil fertility to support plant growth optimaly. This research purpose to study the effect of biopore absorbtion hole to reduce surface runoff, erosion, nutrient losses and increase productivity of corn (Zea mays) and upland rice (Oryza sativa).

The research was design using randomized block design with soil conservation techniques as the treatment. The treatments consist of: no soil and water conservation techniques (T0), the conventional ditch (T1), conventional ditch and vertical mulch (T2), conventional ditch and biopore absorbtion holes (T3) and conventional ditch, vertical mulch and biopore absorbtion holes (T4). Measurement of surface runoff and soil erosion was conducted on soil erosion plot (10m x 2m). The parameters were observed included surface run-off, soil erosion, sediment deposited in the ditch, the content of C, N, P, K, Ca and Mg on the surface runoff and soil eosion which are deposited on ditch, and plant growth and productivity of corn and upland rice.

The treatments of T1, T2, T3 and T4 are very effective in reducing surface runoff and soil erosion which is equal up to 100% compared with no treatment (T0). There treatment were also reduce nutrients losses in to ditch so that not loss from farmland. T4 treatment is able to precipitate nutrients to ditch more than the other on corn and upland rice season.

The treatments T2, T3 and T4 significantly effect to dry weight of biomass and grain production of upland rice. The highest of biomass and grain upland rice production was found in the T4 treatment, respectively 7.20 ton/ha and 9.51 ton/ha. Effect of treatments and sediment return from ditch to planting bed were positive impact on production in the next planting season.

(3)

RINGKASAN

ADIK BAGUS SRIANA. Pengaruh Aplikasi Sistem Peresapan Biopori terhadap Aliran Permukaan, Erosi, Kehilangan Hara dan Produktivitas Tanaman Jagung (Zea mays) dan Padi (Oryza Sativa) pada Tanah Latosol Darmaga (di bawah bimbingan YAYAT HIDAYAT dan KAMIR RAZIUDIN BRATA).

Inovasi teknologi baru untuk mengurangi hilangnya air dan tanah dari lahan pertanaman seperti aplikasi lubang resapan biopori (LRB) sangat diperlukan. Pengendalian kehilangan air dari lahan pertanian diperlukan agar dapat mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh lubang resapan biopori (LRB) yang diaplikasikan ke dalam microcatchment untuk mengendalikan aliran permukaan, erosi, kehilangan hara dan meningkatkan produktivitas tanaman jagung (Zea mays) dan padi (Oryza sativa).

Rancangan penelitian adalah acak kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan Teknik Konservasi Tanah dan Air, 1 perlakuan kemiringan lereng dan 3 ulangan. Perlakuan terdiri dari: perlakuan tanpa teknik konservasi tanah dan air (T0), saluran konvensional (T1), saluran konvensional dan mulsa vertikal (T2), saluran konvensional dikombinasikan dengan LRB (T3) dan perlakuan saluran konvensional dikombinasikan dengan mulsa vertikal dan LRB (T4). Pengukuran aliran permukaan dan erosi dilakukan dengan plot erosi berukuran 10 m x 2 m yang diujung bawahnya dilengkapi bak penampung. Parameter yang diamati meliputi aliran permukaan, erosi, sedimen terendapkan dalam saluran, kandungan C, N, P, K, Ca dan Mg yang hilang dan yang terendapkan pada saluran serta pertumbuhan dan produktivitas tanaman jagung dan padi.

Perlakuan T1, T2, T3 dan T4 sangat efektif dalam mengurangi volume aliran permukaan dan erosi yaitu sebesar 100% dibandingkan dengan perlakuan T0. Teknologi ini juga dapat mengendalikan kehilangan unsur hara ke dalam saluran pada kedua musim sehingga tidak hilang terbuang dari lahan pertanian. Perlakuan T4 dapat mengendapkan unsur hara ke dalam saluran cenderung lebih banyak dibandingkan perlakuan lainya pada musim tanam jagung dan padi.

Perlakuan yang diterapkan mampu meningkatkan bobot biomasa dan produksi bobot kering gabah padi dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Bobot biomasa padi berturut-turut adalah 7,2 ton/ha (T4), 6,74 ton/ha (T3), 6,52 ton/ha (T2), dan 6,06 ton/ha (T1). Bobot kering gabah padi berturut-turut yaitu 9,51 ton/ha (T4), 8,44 ton/ha (T3), 7,14 ton/ha (T2), dan 4,75 ton/ha (T1). Pengaruh perlakuan dan pengembalian hasil sedimen ke bedengan tanaman berdampak positif terhadap produksi pada musim tanam berikutnya.

(4)

PENGARUH APLIKASI SISTEM PERESAPAN BIOPORI

TERHADAP ALIRAN PERMUKAAN, EROSI,

KEHILANGAN HARA DAN PRODUKTIVITAS

TANAMAN JAGUNG (Zea mays) DAN PADI (Oryza sativa)

PADA TANAH LATOSOL DARMAGA

Oleh :

ADIK BAGUS SRIANA A14052880

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul : Pengaruh Aplikasi Sistem Peresapan Biopori terhadap Aliran Permukaan, Erosi, Kehilangan Hara dan Produktivitas Tanaman Jagung (Zea mays) dan Padi (Oryza

Sativa) pada Tanah Latosol Darmaga

Penulis : Adik Bagus Sriana NRP : A14052880

Menyetujui

Dosen Pembimbing I

Dr. Ir. Yayat Hidayat, MSi NIP. 19650103 199212 1 002

Dosen Pembimbing II

Ir. Kamir Raziudin Brata, MSc NIP. 19481212 197603 1 002

Mengetahui

Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

Dr.Ir. Syaiful Anwar, MSc NIP.19621113 198703 1 003

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Nganjuk pada tanggal 10 Maret 1988 sebagai anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Juarayu dan Sri Hartini. Penulis memulai pendidikan formal di SD Negeri 014 Kampung Baru pada tahun 1992 di Tenggarong lulus pada tahun 1999. Kemudian pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Tenggarong hingga lulus tahun 2002, dan pada tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Tenggarong. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur BUD.

Penulis bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah pada periode 2006-2007 dan 2007-2008. Selain itu penulis juga aktif berpartisipasi sebagai penyelenggara kegiatan dalam kampus pada kegiatan “Seminar dan Workshop Reklamasi dan Pengelolaan Kawasan Pascapenutupan Tambang”, “Workshop Reposisi Peran Stakeholders dalam Implementasi Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup”, Seminar Nasional “Strategi Penanganan Krisis Sumberdaya Lahan untuk Mendukung Kedaulatan Pangan dan Energi”, dan Seminar Nasional “Soil and Mining” Pengelolaan dan Pemanfaatan Lahan Bekas Tambang Berazazkan Kelestarian Lingkungan. Dalam bidang akademis penulis berperan aktif sebagai asisten praktikum Pengantar Ilmu Tanah pada tahun 2010.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat ALLAH SWT serta Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW atas rahmat, karunia serta ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesai skripsi yang bertajuk ” Pengaruh Aplikasi Sistem Peresapan Biopori terhadap Aliran Permukaan, Erosi, Kehilangan Hara, dan Produktivitas Tanaman Jagung (Zea mays) dan Padi (Oryza sativa) pada Tanah Latosol Darmaga” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian padaprogram studi Manajemen Sumber Daya Lahan, IPB.

Melalui lembaran ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada bapak Dr. Ir. Yayat Hidayat, M.Si, selaku dosen pembimbing yang selama ini telah memberikan bimbingan, arahan, motivasi kepada penulis terutama dalam hal penulisan hingga terselesaikannya skripsi ini, kepada Ir. Kamir Raziudin Brata M.Sc, selaku dosen pembimbing atas kesabaran, bimbingan, masukan serta nasehat yang diberikan kepada penulis selama penelitian berlangsung hingga menyelesaikan tugas akhir ini. Kemudian kepada Ir. Wahyu Purwakusuma, M.Sc selaku dosen penguji, penulis ucapkan terima kasih atas segala saran dan masukannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada Bapak, Ibu, Mbak Ika, dan Mas Adi atas segala doa tulus yang dipanjatkan, kasih sayang, perhatian serta perjuangan yang tiada henti hingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan sampai pada jenjang S1. Gusmaini dan keluarga yang telah memberikan motivasi, perhatian serta kasih sayangnya. Para sahabat Ari, Ikhsan, dan Dian atas kebersamaannya. Rekan seperjuangan Andreas Halomoan Harianja atas semangatnya dan Iwan untuk bantuanya selama di lapangan. Tak lupa buat teman-teman soiler 42, “Viva Soil”.

Sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan, penulis menyadari tulisan ini masih jauh dari sempurna. Walaupun demikian semoga segala sesuatu yang dituangkan dalam skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juni 2011 Penulis

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... i

DAFTAR GAMBAR ... iii

PENDAHULUAN ... 1

Latar belakang ... 1

Tujuan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Sistem Peresapan Biopori ... 3

Lubang Resapan Biopori ... 4

Mulsa Vertikal ... 4

Aliran Permukaan ... 5

Erosi ... 6

Microcatchment ... 7

Jagung (Zea mays) ... 7

Padi (Oryza sativa) ... 9

Latosol ... 9

METODE PENELITIAN ... 11

Waktu dan Tempat ... 11

Bahan dan Alat ... 11

Parameter yang Diamati ... 13

Pendekatan Statistika ... 14

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15

Aliran Permukaan dan Erosi ... 15

Sedimen Terendapkan pada Saluran ... 18

Pertumbuhan dan Produksi Tanaman ... 21

KESIMPULAN DAN SARAN ... 25

Kesimpulan ... 25

Saran ... 25

DAFTAR PUSTAKA ... 26

(9)

i

DAFTAR TABEL

Halaman Teks

1. Rataan jumlah aliran permukaan dan erosi selama musim tanam jagung

dan padi... 15

2. Rataan jumlah sedimen terendapkan pada saluran selama musim tanam jagung dan padi... 18

3. Jumlah unsur hara terendapkan pada saluran selama musim tanam jagung... 20

4. Jumlah unsur hara terendapkan pada saluran selama musim tanam padi.. 20

5. Rataan tinggi tanaman jagung dan padi serta jumlah anakan padi... 21

6. Rataan jumlah biomassa dari tanaman jagung dan padi (ton/ha)... 22

7. Rataan bobot hasil produksi dari tanaman jagung dan padi (ton/ha)... 23

Lampiran 1. Analisis sidik ragam aliran permukaan selama musim tanam jagung... 29

2. Analisis sidik ragam aliran permukaan selama musim tanam padi... 29

3. Analisis sidik ragam erosi selama musim tanam jagung... 29

4. Analisis sidik ragam erosi selama musim tanam padi... 29

5. Jumlah sedimen terendapkan di saluran selama musim tanam jagung... 30

6. Analisis sidik ragam sedimen terendapkan di saluran selama musim tanam jagung... 30

7. Jumlah sedimen terendapkan di saluran selama musim tanam padi... 30

8. Analisis sidik ragam sedimen terendapkan di saluran selama musim tanam padi... 30

9. Analisis sidik ragam tinggi tanaman jagung umur 10 mst... 31

10. Analisis sidik ragam tinggi tanaman padi umur 11 mst... 31

(10)

ii

12. Analisis sidik ragam bobot biomassa selama musim tanam jagung... 31

13. Hasil pengukuran bobot biomasa selama musim tanam padi... 32

14. Analisis sidik ragam bobot biomassa selama musim tanam padi... 32

15. Hasil pengukuran bobot pipilan selama musim tanam jagung... 32

16. Analisis sidik ragam bobot pipilan kering selama musim tanam jagung.. 32

17. Hasil pengukuran bobot gabah kering selama musim tanam padi... 33

18. Analisis sidik ragam bobot gabah kering selama musim tanam padi... 33

19. Data curah hujan 26 April–18 Agustus 2009 (musim tanam jagung)... 34

20. Data curah hujan 13 Oktober 2009–23 Februari 2010 (musim tanam padi)... 35

(11)

iii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Teks

1. Jumlah kehilangan hara melalui aliran permukaan pada musim tanam jagung dan padi... 16 2. Jumlah kehilangan hara melalui erosi pada musim tanam jagung dan

padi... 17 3. Sedimen terendapkan pada saluran... 21

(12)

1

PENDAHULUAN

Latar belakang

Lahan kering merupakan lahan yang kebutuhan air untuk tanamannya tergantung pada hujan dan tidak pernah tergenang air secara tetap dalam kurun waktu tertentu (Noeralam, 2002). Masalah pemanfaatan air hujan adalah masalah utama yang sering dijumpai pada pertanian lahan kering. Banyaknya air yang dihasilkan pada musim hujan yang belum dapat meresap kedalam tanah mengalir menjadi aliran permukaan sehingga dapat menyebabkan terjadinya erosi dan kehilangan hara dari permukaan tanah. Sebaliknya pada musim kemarau terjadi kekurangan air (kekeringan).

Aliran permukaan dan erosi juga menyebabkan kemunduran terhadap sifat kimia dan fisika tanah yaitu seperti kehilangan hara dan bahan organik, dan dapat menurunkan kapasitas infiltrasi tanah serta menurunkan kemampuan tanah dalam menahan air (Arsyad, 2006). Dengan melihat kejadian di atas perlu dilakukan upaya dalam mengendalikan aliran permukaan dan erosi yang terjadi sehingga terhindar dari penurunan produktivitas tanah dan berkurangnya pengisian air bawah tanah dimusim hujan yang seharusnya dapat dipergunakan sebagai cadangan air pada musim kemarau.

Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan tanah dalam meresapkan air yaitu dengan menggunakan inovasi dari teknik konservasi tanah dan air seperti lubang resapan biopori (LRB). Lubang resapan biopori (LRB) merupakan lubang berbentuk silindris berdiameter sekitar 10 cm atau lebih yang digali di dalam tanah. Kedalamanya tidak melebihi muka air tanah, yaitu sekitar 100 cm dari permukaan tanah. LRB dapat meningkatkan kemampuan tanah dalam meresapkan air. Air tersebut meresap melalui biopori yang menembus permukaan dinding LRB ke dalam tanah di sekitar lubang. Dengan demikian, akan menambah cadangan air dalam tanah serta menghindari terjadinya aliran air di permukaan tanah yang merupakan penyebab utama terjadinya erosi (Brata dan Nelistya, 2008).

Aplikasi LRB ke dalam kegiatan pertanian diharapkan dapat memberikan pengaruh positif dalam mengurangi terjadinya aliran permukaan, erosi, dan kehilangan hara dari petak pertanaman sehingga dapat mendukung pertumbuhan

(13)

2 dan produktivitas tanaman khususnya tanaman pangan lahan kering seperti jagung dan padi. Menurut Purwono dan Purnamawati (2010) kebutuhan akan bahan pangan yang terus meningkat setiap waktunya menyebabkan impor terus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan pangan impor maka diperlukan perhatian lebih dalam upaya peningkatan produksi tanaman pangan yang berkesinambugan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh sistem peresapan biopori yang diaplikasikan ke dalam microcatchment untuk mengendalikan aliran permukaan, erosi, kehilangan hara dan meningkatkan produktivitas tanaman jagung (Zea mays) dan padi (Oryza sativa).

(14)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Peresapan Biopori

Menurut Brata dan Nelistya (2008) biopori (biopore) merupakan ruangan atau pori dalam tanah yang dibentuk oleh makhluk hidup, seperti fauna tanah dan akar tanaman. Bentuk biopori menyerupai liang (terowongan kecil) dan bercabang-cabang yang sangat efektif untuk menyalurkan air ke dan di dalam tanah. Liang pada biopori terbentuk oleh adanya pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman di dalam tanah serta meningkatnya aktivitas fauna tanah, seperti cacing tanah, rayap, dan semut yang menggali liang di dalam tanah. Jumlah dan ukuran biopori akan terus bertambah mengikuti pertumbuhan akar tanaman serta peningkatan populasi dan aktivitas organisme tanah.

Kelebihan biopori dibandingkan dengan pori makro di antara agregat tanah antara lain (1) lebih mantap karena dilapisi oleh senyawa organik yang dikeluarkan oleh tubuh cacing (Lee, 1985 dalam Brata dan Nelistya, 2008), (2) berbentuk lubang silindris yang bersinambung dan tidak mudah tertutup oleh adanya proses pengembangan karena pembasahan pada tanah yang bersifat vertik (mengembang/mengerut) sekalipun (Dexter, 1988 dalam Brata dan Nelistya, 2008), (3) dapat menyediakan liang yang mudah ditembus akar tanaman (Wang, Hesketh, dan Woolley, 1986 dalam Brata dan Nelistya, 2008), dan (4) menyediakan saluran bagi peresapan air (infiltrasi) yang lancar ke dalam tanah (Smettem, 1992 dalam Brata dan Nelistya, 2008). Aplikasi lubang resapan biopori pada saluran yang terdapat dalam microcatchment dapat meningkatkan daya serap tanah terhadap air sehingga dapat menekan aliran permukaan.

Menurut Brata dan Nelistya (2008) sistem peresapan biopori merupakan sistem peresapan yang berdasarkan terhadap perbaikan kondisi ekosistem tanah untuk meningkatkan fungsi hidrologis pada tanah tersebut. Lubang resapan biopori dan penggunaan mulsa vertikal pada saluran merupakan beberapa bentuk penerapan dari sistem peresapan biopori.

(15)

4 Lubang Resapan Biopori

Lubang resapan biopori (LRB) merupakan lubang berbentuk silindris berdiameter sekitar 10 cm atau lebih yang digali di dalam tanah. Kedalamannya tidak melebihi muka air tanah, yaitu sekitar 100 cm dari permukaan tanah. LRB dapat meningkatkan kemampuan tanah dalam meresapkan air. Air tersebut meresap melalui biopori yang menembus permukaan dinding LRB ke dalam tanah di sekitar lubang. Dengan demikian, akan menambah cadangan air dalam tanah serta menghindari terjadinya aliran air di permukaan tanah (Brata dan Nelistya, 2008).

Peningkatan laju peresapan melalui lubang resapan biopori dapat mencegah terjadinya kerusakan lahan yang diakibatkan oleh aliran permukaan dan erosi, dapat digunakan untuk mengatasi sampah organik sehingga mencegah terjadinya genangan air serta dapat juga dijadikan sebagai tempat pengomposan bagi sampah organik yang dimasukan ke dalam lubang (Brata dan Nelistya, 2008). Penggunaan lubang resapan dan mulsa pada saluran mampu menekan terjadinya aliran permukaan dan erosi dengan efektifitas mencapai 100% serta mampu menekan kehilangan unsur hara dibandingkan perlakuan kontrol (Yanuar, 2005).

Mulsa Vertikal

Mulsa adalah teknik konservasi tanah dengan menggunakan bahan organik (sisa tanaman). Peranan mulsa dalam konservasi tanah antara lain mengurangi laju erosi tanah, mengurangi penguapan (evaporasi), menciptakan kondisi yang baik bagi aktivitas microorganisme tanah dan dapat meningkatkan kandungan bahan organik tanah (Abdurachman dan Sutono, 2002).

Mulsa mengurangi erosi dengan cara meredam energi hujan yang jatuh sehingga tidak merusak struktur tanah, mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan dan mengurangi laju kehilangan melalui aliran permukaan. Mulsa sebagai sumber energi akan meningkatkan kegiatan biologi tanah dan dalam proses perombakanya akan terbentuk senyawa-senyawa organik yang penting dalam pembentukan struktur tanah. Efektifitas mulsa dalam menekan erosi dan aliran permukaan tergantung jenis bahan dan jumlah mulsa yang diberikan.

(16)

5 Selanjutnya menurut Suwardjo (1981) untuk mencapai efektifitas yang tinggi disarankan menggunakan sisa-sisa tanaman yang proses perombakanya berjalan secara lambat seperti jerami padi, batang jagung, dan sorghum.

Mulsa vertikal adalah mulsa dari sisa tanaman yang diberikan pada alur atau lubang. Mulsa vertikal yang telah lama diperkenalkan merupakan pemberian mulsa yang dilakukan pada saluran teras gulud yang menutupi bidang resapan secara vertikal. Mulsa vertikal pertama kali diperkenalkan oleh Spain dan McCune (1956, dalam Brata, 1998).

Mulsa vertikal adalah penggunaan bahan mulsa dengan cara ditempatkan pada parit-parit yang dirancang mengikuti kontur. Parit kontur biasanya dibuat dengan lebar 25 cm dan dalam 25 cm kemudian diisi mulsa. Parit yang diisi mulsa tersebut berfungsi menampung dan merembeskan air aliran permukaan serta menahan sedimen. Mulsa vertikal dapat pula diterapkan pada parit-parit teras bangku, pada parit-parit teras gulud untuk meningkatkan efektifitas pengendalian aliran permukaan (FAO and IIRR, 1995 dalam Noeralam et al., 2003).

Sisa tanaman yang diberikan ke dalam lubang dan saluran akan menjadi sumber energi bagi fauna tanah sehingga dapat beraktivitas membuat biopori, memperkecil ukuran sampah organik, serta mencampurnya dengan mikroba yang dapat mempercepat proses pelapukan sampah organik menjadi kompos dan senyawa humus yang dapat memperbaiki kondisi ekosistem tanah (Brata dan Nelistya, 2008).

Aliran Permukaan

Menurut Arsyad (2006) Aliran permukaan adalah air yang mengalir di atas permukaan tanah atau bumi. Bentuk aliran inilah yang paling penting sebagai penyebab erosi. Beberapa sifat aliran permukaan yang menentukan kemampuanya dalam menimbulkan erosi antara lain: jumlah, laju dan gejolak aliran permukaan. Jumlah dari aliran permukaan menunjukkan jumlah dari air yang mengalir dalam satu periode hujan tertentu yang dinyatakan dalam satuan tinggi (mm). Air yang keluar dari suatu areal tertentu dapat melalui beberapa bentuk seperti aliran permukaan (surface runoff), aliran bawah permukaan (sub-surface flow), aliran bawah tanah (ground water flow), dan aliran sungai (stream flow).

(17)

6 Menurut Schwab et al., (1981) aliran permukaan tidak akan terjadi sebelum evaporasi, intersepsi, infiltrasi, simpanan depresi, tambatan permukaan dan tambatan saluran terjadi. Haridjaja et al., (1991) menjelaskan hujan yang jatuh di permukaan tanah akan terinfiltrasi ke dalam tanah setelah melewati tajuk tanaman. Proses infiltrasi akan berlangsung hingga kapasitas lapang terpenuhi. Apabila kapasitas lapang telah terpenuhi dan hujan masih berlanjut, maka kelebihan air hujan ini akan tetap terinfiltrasi menjadi air perkolasi dan sebagian lagi mengisi simpanan depresi. Setelah simpanan depresi penuh, maka kelebihan air akan menjadi tambatan permukaan dan sebelum menjadi aliran permukaan maka kelebihan air tersebut akan terevaporasi walaupun sangat kecil jumlahnya.

Menurut Schwab et al., (1981) durasi, intensitas, dan luasan area hujan mempengaruhi aliran permukaan yang terjadi disuatu daerah. Kemampuan infiltrasi tanah akan menurun sejalan dengan lamanya waktu terjadinya hujan sehingga hujan dengan durasi waktu yang pendek tidak akan menimbulkan aliran permukaan sedangkan hujan dengan intensitas yang sama tetapi terjadi dalam waktu yang lama akan menimbulkan aliran permukaan. Intensitas hujan mempengaruhi banyaknya jumlah aliran permukaan yang terjadi. Hujan intensitas tinggi dapat menimbulkan aliran permukaan yang lebih besar dibandingkan hujan dengan intensitas yang rendah walaupun presipitasi dari kedua hujan tersebut sama. Hujan intensitas tinggi dapat menurunkan kemampuan infiltrasi tanah karena kekuatan hujan tersebut mampu merusak struktur tanah yang berada di permukaan.

Erosi

Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut yang kemudian diendapkan di tempat lain. Pengikisan dan pengangkutan tanah tersebut terjadi oleh media alami yaitu air dan angin (Arsyad, 2006).

Erosi adalah suatu proses dimana tanah dihancurkan dan kemudian dipindahkan ke tempat lain oleh kekuatan air, angin atau gravitasi. Di Indonesia erosi yang terpenting adalah yang disebabkan oleh air (Hardjowigeno, 2007).

(18)

7 Salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap erosi adalah topografi, yaitu panjang dan kemiringan lereng. Dengan demikian usaha pencegahan erosi mekanik dapat dilakukan dengan cara memperpendek lereng yakni dengan pembuatan teras (Arsyad, 2006).

Pada dasarnya erosi oleh air ditentukan oleh lima faktor yaitu : (1) iklim, (2) topografi, (3) tumbuh-tumbuhan, (4) tanah, dan (5) manusia. Di daerah beriklim basah seperti Indonesia, faktor iklim yang paling besar pengaruhnya terhadap aliran permukaan dan erosi adalah hujan. Jumlah, intensitas dan distribusi hujan akan menentukan kekuatan dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kecepatan aliran permukaan akibat erosi (Sitorus, 2004). Semakin tinggi kekuatan dispersi hujan terhadap tanah maka semakin mudah tanah dapat terbawa oleh aliran permukaan. Arsyad (2006) menambahkan bahwa kemiringan dan panjang lereng adalah dua unsur topografi yang paling berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi.

Microcatchment

Menurut Shaxson dan Barber (2003), sistem microcatchment merupakan sub bagian terkecil dari kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang mampu menangkap dan meresapkan air hujan kedalam tanah. Fidelibus dan Bainbridge (2004) menerangkan bahwa curah hujan yang tinggi dapat memproduksi aliran permukaan namun dengan modifikasi permukaan tanah dapat mengurangi laju aliran permukaan.

Bainbridge (2002) menjelaskan bahwa sistem microcatchment memberikan banyak keuntungan yaitu sangat mudah dan murah untuk dibangun dengan menggunakan tenaga dan bahan setempat, hasil dari aliran permukaan berkadar garam rendah sehingga salinisasi tanah tidak terjadi.

Jagung (Zea mays)

Dalam sistem klasifikasi tanaman jagung tergolong kedalam divisi Spermatophyta, kelas Angiosperm, subklas Monocotyledon, ordo Graminales, family Graminea, genus Zea, dan spesiesnya Zea mays. Sistem perakaran jagung terdiri dari akar seminal, koronal dan akar udara. Akar seminal adalah akar yang

(19)

8 tumbuh ke bawah saat biji berkecambah, umumnya berjumlah 3-5 buah. Akar koronal adalah akar yang tumbuh ke atas pada jaringan batang setelah plumula muncul. Akar udara adalah akar yang tumbuh pada buku di atas permukaan tanah yang berfungsi dalam asimilasi dan sebagai akar pendukung untuk memperkokoh batang (Muhadjir, 1988).

Tanaman jagung dapat tumbuh sangat baik pada tanah yang gembur dan kaya akan humus. Tanah yang padat serta kuat menahan air tidak baik untuk ditanami jagung karena pertumbuhan akarnya akan kurang baik atau akarnya akan menjadi busuk (Suprapto, 1998). Menurut Wirjodihardjo (1963) tanaman jagung tumbuh baik di tanah lempung yang tebal dan tidak teramat keras, walaupun tanaman jagung dapat juga tumbuh pada tanah berpasir atau tanah berkapur. Tanah endapan lempung atau tanah hutan menghasilkan jagung yang teramat baik. Ciri-ciri lahan yang sesuai (S1) untuk tanaman jagung menurut kriteria kesesuaian lahan LREP (1994 dalam Hardjowigeno et al, 1999) meliputi sifat-sifat fisik dan kimia tanah sebagai berikut: drainase tanah baik sampai sedang, kedalaman efektif >60 cm, KTK tanah 17-24 me/100 g, pH tanah 6,0-7,0, kadar C-organik >0,8%, kejenuhan Al <20% serta kadar hara tersedia N-total 0,21-0,5%, P2O5 >35 ppm dan K2O 21-40 me/100 g dengan tingkat bahaya erosi sangat rendah. Kondisi iklim yang sesuai untuk pertanaman jagung meliputi daerah dengan jumlah bulan kering 1-7 bulan dan curah hujan >1200 mm/tahun.

Tanaman jagung membutuhkan suhu yang tinggi. Suhu optimum bagi pertumbuhan jagung pada 250 C dan suhu minimum 170 C, di Indonesia dapat ditemukan pada daerah dengan ketinggian 1500 m dari permukaan laut (dpl). Hal ini menyebabkan tanaman jagung di Indonesia dapat ditanam pada setiap letak tinggi dan setiap bulan. Tanaman jagung tidak tahan pelindung dan membutuhkan penyinaran matahari secara langsung (Wirjodiharjo, 1963).

Kebutuhan akan pangan karbohidrat yang semakin meningkat akibat pertumbuhan penduduk sulit dipenuhi dengan hanya mengandalkan produksi padi, mengingat terbatasnya sumber daya terutama lahan dan irigasi. Jagung merupakan bahan pangan karbohidrat yang dapat membantu pencapaian dan pelestarian swasembada pangan (Subandi et al., 1998).

(20)

9 Padi (Oryza sativa)

Padi termasuk dalam famili Graminae, sub famili Oryzae, dan genus Oryza. Genus Oryza memiliki 20 spesies, tetapi yang banyak dibudidayakan adalah Oryza sativa L. Di Asia, dan Oryza glaberrima steund. Di Afrika (Chang, 1976 dalam De Datta, 1981). Organ tanaman padi terdiri dari dua kelompok, yakni organ vegetatif dan organ generatif (reproduktif). Bagian-bagian vegetatif meliputi akar, batang dan daun, sedangkan organ generatif terdiri dari malai, gabah, dan bunga. Fase vegetatif dimulai dari tanaman berkecambah sampai inisiasi primordial malai (60 hari atau tergantung varietas). Fase reproduktif selanjutnya terdiri dari dua, yakni pra-berbunga dan pasca-berbunga (periode pemasakan). Fase reproduktif dimulai dari inisiasi primordia malai sampai berbunga (30 hari) dan fase pemasakan dimulai dari berbunga sampai pemasakan (30 hari) (De Datta, 1981).

Menurut Purwono dan Purnamawati (2010) berdasarkan pada sistem budidayanya, padi dapat dibedakan dalam dua tipe, yaitu padi kering (gogo) yang dapat ditanam di lahan kering (tidak digenangi) dan padi sawah yang ditanam di sawah (selalu tergenang air). Padi gogo adalah salah satu tipe budidaya tanaman padi yang cukup penting. Berbeda dengan padi sawah, pertumbuhan padi gogo langsung dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan. Karena tidak ada genangan air secara terus menerus. Akibatnya terdapat berbagai tekanan seperti kekeringan. Kriteria suatu lahan potensial ditanami padi gogo adalah (1) kedalaman efektif tanah lebih dari 25 cm, (2) tekstur liat, berdebu halus, berlempung halus sampai kasar, (3) pori air tersedia sedang sampai tinggi, (4) tanah tidak berbatu-batu, (5) pH 4-8, (6) kejenuhan Al kurang dari 40%, (7) kedalaman padas lebih dari 50 cm, (8) lereng kurang dari 8%, (9) iklim lebih basah dari D3, (10) kelas drainase agak terhambat sampai agak cepat, (11) jumlah bulan basah kurang dari 4 bulan, (12) salinitas kurang dari 4000 mmhos/cm2 (Soepraptohardjo dan Suwardjo, 1988).

Latosol

Menurut Pusat Penelitian Tanah (1983 dalam Rachim dan Suwardi, 2002) latosol merupakan tanah yang memiliki distribusi kadar liat tinggi (lebih atau sama dengan 60%), remah sampai gumpal, gembur, dan warna secara homogen

(21)

10 pada penampang tanah dalam (.≥150 cm) dengan batas horison terselubung; kejenuhan basa (NH4OAC) kurang dari 30% sekurang-kurangnya pada beberapa bagian dari horison B di dalam penampang 125 cm dari permukaan; tidak memiliki horison diagnostik (kecuali jika tertimbun oleh 50 cm atau lebih dari bahan baru), selain horison A umbrik atau horison B kambik, tidak memperlihatkan gejala plintik di dalam penampang 125 cm dari permukaan.n

Menurut Dudal dan Soepraptohardjo (1957, dalam Hardjowigeno, 2003) latosol adalah tanah yang mempunyai horison penciri berupa horison kambik, latosol juga merupakan tanah dengan tingkat hancuran iklim intensif, sangat tercuci dengan batas-batas horison baur, kandungan mineral primer (mudah lapuk) dan unsur hara rendah, pH rendah 4,5-5,5, kandungan bahan organik rendah, konsistensi gembur, striktur remah, stabilitas agregat tinggi, terjadi akumulasi seskuioksida akibat pencucian silika. Warna tanah merah, coklat kemerahan, coklat, coklat kekuningan, atau kuning tergantung dari bahan induk, umur, iklim dan ketinggian. Nisbah silika terhadap seskuioksida dari fraksi liat umumnya berkisar antara 1,5-1,8, kapasitas basa dipertukarkan 10-25 me/100 g tanah dan kejenuhan basa 15-50% (Dudal dan Soepraptohardjo, 1960 dalam Suwardi dan Wiranegara, 2000).

Tanah Latosol merupakan tanah yang penyebaranya sangat luas di Indonesia seperti di Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Latosol coklat kemerahan Darmaga termasuk ke dalam orde Inceptisol menurut sistem klasifikasi USDA 1990 (Suwardi dan Wiranegara, 2000). Menurut Soil Survey Staff (1998, dalam Hardjowigeno, 2003) Latosol diklasifikasikan sebagai Oxic Dystrudept.

Latosol terbentuk di daerah beriklim humid-tropik tanpa bulan kering sampai subhumid dengan musim kemarau yang panjang, bervegetasi hutan basah sampai savana, bertopografi dataran, bergelombang sampai berbukit dengan bahan induk hampir semua jenis batuan (Suwardi dan Wiranegara, 2000). Tanah latosol meluas di daerah tropika sampai subtropika (Darmawijaya, 1990). Di Indonesia Latosol umumnya tardapat pada bahan induk volkanik baik berupa tufa maupun batuan beku. Ditemukan dari muka laut hingga ketinggian 900 m dengan topografi miring, bergelombang, vulkanik fan sampai pegunungan dan di daerah iklim tropika basah dengan curah hujan 2500 mm-7000 mm (Darmawijaya, 1990).

(22)

22

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Cikabayan, Univercity Farm, Institut Pertanian Bogor, Darmaga. Penelitian berlangsung dari bulan April 2009 sampai bulan Mei 2010.

Bahan dan Alat

Penelitian dilakukan pada Tanah Latosol Darmaga (Oxic Dystrudepts) dengan kemiringan lereng 5%. Tanaman yang digunakan adalah tanaman jagung hibrida (Zea mays) varietas Pioner 12 dan padi gogo (Oryza sativa) varietas Situ Bagendit. Pupuk yang diberikan selama masa pertanaman berupa Urea, SP-18, KCl, dan dolomit. Insektisida juga diberikan guna mengurangi serangan hama dan penyakit. Mulsa yang digunakan untuk musim tanam jagung yaitu mulsa padi dari sisa pertanaman penduduk sekitar kampus IPB Darmaga dan mulsa sisa pertanaman jagung digunakan untuk musim pertanaman berikutnya (musim tanam padi gogo).

Alat-alat lapang yang digunakan yaitu cangkul, tugal, sabit, kored, meteran, timbangan, tali, ajir, ember, botol plastik, karung dan alat-alat lapang lainnya. Alat yang digunakan di laboratorium untuk analisis tanah adalah oven, mesin pengocok, pipet, buret, labu ukur, labu takar, gelas ukur, gelas piala, timbangan Sartorius, kertas saring, Spektrofotometer, AAS, dan alat-alat laboratorium lainnya.

Perlakuan

Penelitian dilakukan pada plot erosi dengan ukuran 10 m x 2 m. Aliran permukaan dan erosi tanah yang keluar dari plot erosi diukur dengan menggunakan bak penampung yang diletakkan diujung bawah plot erosi. Deskripsi perlakuan sebagai berikut:

(23)

12 b. T1: saluran konvensional: saluran dibuat dengan dimensi 15 cm x 15 cm (dalam dan lebar saluran). Bedengan (microcatchment) dibangun dengan interval jarak saluran 2 m.

c. T2: saluran konvensional dikombinasikan dengan mulsa vertikal (serasah tanaman dan bahan organik lainnya). Bedengan (microcatchment) dibangun dengan interval jarak saluran 2 m.

d. T3: saluran konvensional dikombinasikan dengan lubang resapan biopori (LRB). LRB dengan diameter 10 cm dan kedalaman lubang 100 cm diisi dengan serasah tanaman dan bahan organik lainnya dengan interval 1 m pada dasar saluran. Bedengan (microcatchment) dibangun dengan interval jarak saluran 2 m.

e. T4: saluran konvensional dikombinasikan dengan mulsa vertikal dan LRB. Bedengan (microcatchment) dibangun dengan interval jarak saluran 2 m.

Setiap petakan (plot erosi) berukuran 2 m x 10 m dengan jarak antar petakan 0,5 m yang berjumlah 15 petakan pada kemiringan lereng 5%. Setiap petakan terdiri dari 5 bedengan (microcatchment) yang berukuran 2 m x 2 m. Tiap bedengan ini dipisahkan oleh perlakuan teknik konservasi berupa saluran kecuali petakan kontrol (T0). Petakan dibatasi batako dengan lapisan semen setinggi 7,5 cm dari permukaan tanah dan tertanam kedalam tanah sedalam 20 cm. Pada ujung bawah petakan T0 dilengkapi dengan bak penampung erosi dan aliran permukaan yang ditutup dengan terpal untuk menghindari air hujan agar tidak masuk ke dalam bak penampung.

Setiap bedengan ditanami jagung dan padi searah kontur dengan sistem double row dengan jarak dalam baris tanam 20 cm x 20 cm untuk ke dua musim tanam dan jarak luar baris tanam 20 cm x 50 cm untuk jagung serta 20 cm x 30 cm untuk padi. Dosis pupuk Urea dan KCl yaitu 100 kg/ha, sedangkan dosis pupuk SP-18 dan Dolomit yaitu 200 kg/ha dan 2000 kg/ha. Dolomit diberikan sebelum tanam sedangkan pemberian Urea, SP-18, dan KCl dilakukan pada minggu ke dua setelah tanam.

Mulsa yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari sisa pertanaman padi penduduk sekitar kampus (untuk musim tanam jagung) sebanyak 1,5 ton/ha dan mulsa hasil dari pertanaman jagung (untuk musim tanam padi). Mulsa diberikan pada saluran yang terdapat pada petakan sesuai dengan perlakuan.

(24)

13 Parameter yang Diamati

Aliran Permukaan dan Erosi

Penghitungan aliran permukaan dan erosi dilakukan setiap hari hujan hanya pada petakan T0 saja. Petakan perlakuan T1, T2, T3, dan T4 tidak dilakukan pengukuran, karena berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang serupa mengenai aliran permukaan dan erosi, pada perlakuan selain T0 menunjukan nilai yang sangat kecil (Yanuar, 2005). Volume aliran permukaan dan erosi dapat diukur dengan mengukur volume air pada bak penampung dan menimbang bobot kering tanah yang terdapat di dalam bak tersebut secara manual.

Pertumbuhan Tanaman

Parameter pertumbuhan tanaman jagung dan padi diamati dengan mengukur tinggi 9 tanaman contoh yang terdapat pada semua petakan setiap minggu sejak tanaman berumur 3 minggu setelah tanam (MST) sampai pertambahan tinggi maksimum.

Produktivitas Tanaman

Penghitungan bobot biomassa dan bobot hasil produksi tanaman dilakukan setelah pemanenan dengan menimbang bobot kering biomassa tanaman dan bobot kering biji tanaman jagung dan padi.

Sedimen Terendapkan

Bobot sedimen petakan T1, T2, T3, dan T4 yang tertampung pada saluran dan lubang resapan diukur setiap akhir musim tanam. Bobot kering sedimen dihitung dengan koreksi kadar air. Pengambilan sedimen untuk pengukuran bobot sedimen dilakukan dengan menggali sedimen yang tertampung selama satu musim tanam jagung dan padi pada saluran dan lubang resapan. Sedimen pada saluran diambil dengan menggunakan cangkul hingga mencapai batas dasar saluran yang ditandai dengan tali plastik. Sedimen pada lubang resapan diambil dengan menggunakan bor. Sampel sedimen juga diambil untuk dianalisis di laboratorium untuk mengetahui jumlah hara yang dapat diendapkan di saluran.

(25)

14 Kehilangan Hara

Sampel air dan tanah hasil aliran permukaan dan erosi diambil dari dalam bak penampung yang terdapat pada petakan T0 dan diekstrak di laboratorium untuk mengetahui jumlah hara yang hilang.

Curah Hujan

Pengukuran curah hujan dilakukan setiap hari mulai awal sampai akhir periode pertanaman.

Pendekatan Statistika

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan Teknik Konservasi Tanah dan Air dengan 3 ulangan.

Model matematika yang digunakan adalah: Yij = u + αi + βj + εij

Dimana :

Yij = nilai tengah pengamatan pada perlakuan ke-i (i = 1, 2, 3, 4, 5) dan ulangan ke-j (j = 1, 2, 3)

u = rataan umum

αi = pengaruh perlakuan TKTA (ke-i) βj = pengaruh ulangan ke-j

εij = galat

Analisis ragam dilakukan untuk mempelajari pengaruh perlakuan dan analisis beda nyata terkecil (BNT) digunakan untuk mengetahui beda antar perlakuan.

(26)

15

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aliran Permukaan dan Erosi

Rataan volume aliran permukaan dan jumlah erosi tanah pada musim tanam jagung dan padi disajikan pada Tabel 1. Tabel tersebut menunjukkan bahwa perlakuan yang diterapkan berbeda sangat nyata dengan kontrol. Perlakuan tersebut berpengaruh dalam mengendalikan aliran permukaan dan erosi yang terjadi dibandingkan dengan perlakuan kontrol (T0). Perlakuan kontrol (T0) tidak menggunakan teknik konservasi tanah dan air menghasilkan aliran permukaan dan erosi yang cukup tinggi yaitu sebesar 100,91 m3/ha dan 372,02 m3/ha (aliran permukaan) dan 1,77 ton/ha dan 10,45 ton/ha (erosi tanah). Tingginya aliran permukaan dan erosi pada T0 mengindikasikan tingginya kehilangan hara sehingga akan menurunkan produktivitas tanaman pada musim tanam berikutnya.

Tabel 1 Rataan jumlah aliran permukaan dan erosi selama musim tanam jagung dan padi

Perlakuan

Musim Tanam Jagung Musim Tanam Padi Aliran Permukaan (m3/ha) Erosi (ton/ha) Aliran Permukaan (m3/ha) Erosi (ton/ha) T0 100,91aA* 1,77aA* 372,02aA* 10,45aA*

T1 - - - - T2 - - - - T3 - - - - T4 - - - - BNT 5% 8,87 1,05 11,68 0,32 BNT 1% 12,91 1,52 17,00 0,46 *)Angka yang diikuti dengan huruf besar yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata α = 1%

dan angka yang diikuti dengan huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata α = 5% berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT)

Perlakuan saluran konvensional (T1), saluran konvensional dan mulsa vertikal (T2), saluran konvensional dan LRB (T3) dan perlakuan saluran konvensional, mulsa vertikal dan LRB (T4) dapat menekan terjadinya aliran permukaan dan erosi dengan sangat efektif dibandingkan dengan perlakuan tanpa teknik konservasi tanah dan air (T0). Tidak adanya penggunaan teknik konservasi pada perlakuan T0 menyebabkan terjadinya aliran permukaan dan erosi.

Terkendalinya aliran permukaan pada perlakuan yang diterapkan (T1, T2, T3, dan T4) diakibatkan oleh adanya saluran pada tiap-tiap perlakuan yang berfungsi sebagai penampung aliran permukaan sehingga air tersebut dapat

(27)

16 diresapkan ke dalam tanah lebih banyak. Penambahan mulsa pada saluran (T2), penambahan lubang resapan biopori (LRB) pada saluran (T3), dan kombinasi mulsa vertikal dan LRB ke dalam saluran (T4) dapat meningkatkan kemampuan saluran dalam meresapkan air secara signifikan sebagai akibat terciptanya biopori dari aktivitas fauna tanah yang lebih banyak (padat) dibandingkan dengan perlakuan lainya menurut Sa’adah (2010).

Pengendalian aliran permukaan dan erosi dengan aplikasi saluran, mulsa vertikal, dan lubang resapan biopori sangatlah dianjurkan guna mencegah kehilangan air, tanah, dan unsur hara sehingga dapat dipertahankan keberadaanya untuk mendukung pertumbuhan dan produktivitas tanaman serta dapat mempermudah para petani dalam pemanfaatan sisa tanaman hasil pertanian sehingga tidak perlu dilakukan pembuangan maupun pembakaran terhadap serasah tanaman yang seharusnya sangat bermanfaat bagi tanah.

Kehilangan hara dari permukaan tanah merupakan salah satu akibat utama dari terjadinya aliran permukaan dan erosi. Peristiwa ini terjadi karena hara umumya banyak terdapat di lapisan atas tanah (top soil) sehingga aliran permukaan yang terjadi selain membawa tanah menjadi erosi juga membawa hara tanah keluar dari petak pertanaman. Oleh sebab itu penggunaan teknik konservasi tanah dan air serta inovasinya seperti lubang resapan biopori (LRB) pada lahan pertanian sangatlah diperlukan agar dapat mengendalikan kehilangan hara. Jumlah hara yang hilang melalui aliran permukaan pada perlakuan T0 ditunjukkan oleh Gambar 1.

Gambar 1 Jumlah kehilangan hara melalui aliran permukaan pada musim tanam jagung dan padi.

(28)

17 Nitrogen (N) merupakan hara yang hilang paling banyak kemudian disusul oleh Ca, Mg, K dan terakhir Na. Tingginya kehilangan N disebabkan karena N dalam bentuk NO3(nitrat) banyak terdapat di permukaan tanah dan mudah tercuci oleh aliran air (Hardjowigeno, 2007). Penambahan unsur Ca dalam dolomit dengan jumlah besar ke permukaan tanah meningkatkan jumlah unsur Ca yang hilang terbawa aliran permukaan. C-org dan P tersedia tidak terdapat dalam aliran permukaan yang terjadi karena hara tersebut tidak terdapat dalam sampel air yang diekstrak di laboratorium atau jumlahnya terlalu kecil.

Jumlah hara yang hilang melalui erosi pada perlakuan T0 ditunjukkan pada Gambar 2. Pada musim tanam jagung dapat dilihat bahwa C-org hilang sebesar 64,1 kg/ha, N-total hilang sebesar 1,89 kg/ha, P tersedia hilang sebesar 0,019 kg/ha, K hilang sebesar 0,065 kg/ha, Ca hilang sebesar 0,484 kg/ha, dan Mg hilang sebesar 0,65 kg/ha. Sedangkan pada musim tanam padi dapat dilihat C-org yang hilang sebesar 249,8 kg/ha, N-total sebesar 12,78 kg/ha, P tersedia sebesar 0,098 kg/ha, K sebesar 0,554 kg/ha, Ca sebesar 2,543 kg/ha, Mg sebesar 2,54 kg/ha.

Gambar 2 Jumlah kehilangan hara melalui erosi pada musim tanam jagung dan padi.

Tingginya kehilangan C disebabkan karena bahan organik banyak terdapat di permukaan tanah dan dengan bobot isi yang rendah mempermudah bahan organik terangkut oleh aliran permukaan. Hara terbesar kedua yang hilang adalah Nitrogen hal ini disebabkan karena hara tersebut mudah sekali tercuci oleh air hujan dan kemudian terbawa bersama bahan padatan tanah (erosi). Rendahnya P tersedia yang hilang melalui erosi disebabkan karena fosfor merupakan unsur yang relatif sukar larut, pada tanah yang masam fosfor merupakan unsur yang

(29)

18 diikat kuat oleh unsur-unsur Al dan Fe. Keberadaan fosfor di dalam tanah juga relatif sedikit dibandingkan dengan unsur hara lainnya (Hardjowigeno, 2007). Unsur N yang hilang oleh aliran permukaan relatif lebih besar dibandingkan erosi disebabkan karena unsur N lebih mudah larut dalam air dibandingkan terbawa oleh bahan padatan tanah.

Sedimen Terendapkan pada Saluran

Sedimen terendapkan pada saluran adalah tanah yang terbawa aliran permukaan dan erosi yang terendapkan ke dalam saluran serta yang masuk ke dalam LRB. Hasil sedimen tersebut pada akhir musim tanam akan diangkut dan dikembalikan lagi pada bedengan yang ada di sebelah hulu saluran untuk persiapan musim tanam selanjutnya.

Jumlah sedimen terendapkan pada saluran dalam dua musim tanam (jagung dan padi) dapat dilihat pada Tabel 2. Perlakuan T1, T2, T3 dan T4 mampu mengendapkan sedimen pada saluran sehingga tidak terbuang keluar dari petakan. Perlakuan T1 pada musim tanam jagung mengendapkan sedimen tanah sebanyak 31,18 ton/ha, perlakuan T2 sebesar 34,16 ton/ha, perlakuan T3 sebesar 38,04 ton/ha, dan perlakuan T4 sebesar 36,74 ton/ha.

Tabel 2 Rataan jumlah sedimen terendapkan pada saluran selama musim tanam jagung dan padi

Perlakuan Sedimen Terendapkan Jagung (ton/ha) Sedimen Terendapkan Padi (ton/ha) Efektifitas Terhadap T0 (%) T0 0,00cB* 0,00dC* - T1 31,18bA 31,43cB 100 T2 34,16abA 41,33bB 100 T3 38,04aA 51,32aA 100 T4 36,74aA 48,58aA 100 BNT 5% 5,00 6,57 BNT 1% 7,27 9,55

*)Angka yang diikuti dengan huruf besar yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata α = 1% dan angka yang diikuti dengan huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata α = 5% berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT)

Pada musim tanam padi perlakuan T1 mengendapkan sedimen tanah sebanyak 31,43 ton/ha, perlakuan T2 sebesar 41,33 ton/ha, perlakuan T3 sebesar 51,32 ton/ha, dan perlakuan T4 sebesar 48,58 ton/ha. Sedangkan perlakuan konvensional (T0) pada kedua musim tidak dapat mengendapkan sedimen tanah

(30)

19 karena tidak adanya penggunaan teknik konservasi sehingga air dan tanah terbuang keluar dari petakan yang berarti bahwa unsur hara yang terdapat dalam air dan tanah tersebut juga hilang keluar petakan melalui aliran permukaan dan erosi yang terjadi.

Laju aliran permukaan pada dinding saluran lebih besar dibandingkan dengan laju aliran permukaan pada bidang tanam, sehingga dinding saluran terkikis oleh aliran permukaan. Kemudian, dinding saluran yang terkikis menambah jumlah sedimen pada saluran. Hal ini menyebabkan jumlah total sedimen pada perlakuan T1, T2, T3, dan T4 lebih besar dibandingkan dengan jumlah erosi pada perlakuan T0.

Tingginya jumlah sedimen yang dapat diendapkan ke dalam saluran menunjukkan adanya pengaruh penambahan teknik konservasi yang diberikan ke setiap perlakuan kecuali T0. Teknik konservasi tersebut meliputi mulsa vertikal dan lubang resapan biopori. Penambahan mulsa vertikal dan lubang resapan biopori mampu meningkatkan kemampuan saluran dalam meresapkan air sehingga tidak terbuang keluar dari petakan tanaman. Sedimen terendapkan pada saluran dapat dikembalikan ke bedengan untuk digunakan pada musim tanam selanjutnya. Pengembalian sedimen tersebut sangat bermanfaat bagi musim tanam selanjutnya karena sedimen tanah yang terendapkan pada saluran banyak mengandung hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan produktivitas tanaman.

Jumlah hara yang terendapkan pada saluran selama musim tanam jagung disajikan pada Tabel 3. Penggunaan perlakuan T1, T2, T3 dan T4 mampu mengendapkan hara ke dalam saluran yang ada sehingga tidak hilang terbuang keluar dari petakan. Adanya saluran konvensional yang dikombinasikan dengan mulsa vertikal dan LRB pada T4 dapat mengendapkan hara relatif lebih banyak dibandingkan perlakuan lainya. Perlakuan T0 tidak dapat menahan hilangnya hara disebabkan oleh tidak adanya penggunaan teknik konservasi pada petakan tersebut.

(31)

20 Tabel 3 Jumlah unsur hara terendapkan pada saluran selama musim tanam

jagung

Perlakuan C-org P N Mg Ca K

---kg/ha---

T0 - - - -

T1 949,12bA* 0,27bA* 78,89aA* 16,63aA* 9,77aA* 1,15bB* T2 1101,66abA 0,33abA 55,34cC 16,85aA 9,45aA 1,46aA T3 1222,10aA 0,37aA 55,67cC 17,37aA 9,51aA 1,39aA T4 1271,20aA 0,39aA 68,46bB 17,27aA 11,02aA 1,25bAB BNT 5% 291,25 0,09 0,92 4,04 2,08 0,14 BNT 1% 423,74 0,12 1,34 5,88 3,03 0,21 *)Angka yang diikuti dengan huruf besar yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata α = 1%

dan angka yang diikuti dengan huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata α = 5% berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT)

Jumlah hara yang terendapkan pada saluran selama musim tanam padi ditunjukkan pada Tabel 4. Perlakuan yang diterapkan (T1, T2, T3 dan T4) menunjukkan pengaruh nyata dalam mengendapkan hara pada saluran yang ada sehingga tidak terbuang keluar dari petakan. Perlakuan T4 mampu mengendapkan hara dalam saluran relatif lebih banyak dari perlakuan lainya. Sedangkan perlakuan T0 tidak dapat mengendapkan unsur hara. Perlakuan T4 mampu mengendapkan unsur hara relatif lebih banyak dibandingkan perlakuan lainya disebabkan adanya kombinasi penggunaan mulsa vertikal dan LRB ke dalam saluran sehingga aliran permukaan dan erosi dapat diendapkan ke dalam saluran secara optimal.

Tabel 4 Jumlah unsur hara terendapkan pada saluran selama musim tanam padi Perlakuan C-org P N Mg Ca K ---kg/ha--- T0 - - - - T1 740,52dD* 0,26cC* 50,81dD* 6,71dC* 6,71dC* 2,03cB* T2 938,34cC 0,35bB 70,81cC 9,64cB 9,64cB 2,49bAB T3 1503,46aA 0,45aA 94,77bB 11,63bB 11,63bB 2,93aA T4 1130,49bB 0,46aA 103,96aA 14,09aA 14,09aA 2,96aA BNT 5% 74,62 0,03 5,54 1,98 1,98 0,41 BNT 1% 108,57 0,04 8,06 2,89 2,89 0,60 *)Angka yang diikuti dengan huruf besar yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata α = 1%

dan angka yang diikuti dengan huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata α = 5% berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT)

(32)

21 Gambar 3 Sedimen terendapkan pada saluran.

Gambar 3 menunjukkan bahwa aliran permukaan yang mengakibatkan erosi membawa serta tanah menuju daerah yang lebih rendah. Saluran dan lubang yang dibuat meningkatkan luasan permukaan tanah untuk dapat menyerap air lebih banyak. Penambahan mulsa pada saluran dan lubang resapan biopori memberi dampak positif terhadap ekosistem biota dan fauna tanah di area tersebut sehingga meningkatkan aktifitas pembentukan biopori di dalam tanah. Terbentuknya biopori di dalam tanah meningkatkan kemampuan tanah dalam meresapkan air ke dalam tanah sehingga tidak terbuang keluar dari petakan tanaman yang pada akhirnya akan mendukung pertumbuhan dan produktivitas tanaman.

Pertumbuhan dan Produksi Tanaman

Rataan tinggi tanaman jagung dan padi serta jumlah anakan padi dapat dilihat pada Tabel 5. Perlakuan T0 maupun perlakuan T1, T2, T3 dan T4 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap tinggi tanaman jagung dan padi.

Tabel 5 Rataan tinggi tanaman jagung dan padi serta jumlah anakan padi Perlakuan Tinggi Tanaman Jagung

(cm)

Tinggi Tanaman Padi

(cm) Jumlah Anakan Padi

T0 191,25a* 67,70a* 16a*

T1 191,55a 63,00a 16a

T2 179,80a 67,00a 16a

T3 181,64a 69,41a 18a

T4 198,70a 63,52a 18a

BNT 5% 24,34 8,68 4

*)Angka yang diikuti dengan huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata α = 5% berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT)

(33)

22 Tabel 5 tersebut menunjukkan tidak terlihat perbedaan jumlah anakan padi yang nyata antara tiap perlakuan. Namun bila kita lihat lebih seksama, perlakuan T3 dan T4 cenderung memiliki jumlah anakan yang lebih banyak dibandingkan perlakuan lainnya. Kecenderungan ini menunjukkan mulai terlihatnya pengaruh saluran konvensional yang dikombinasikan dengan LRB (T3) dan pengaruh saluran konvensional yang dikombinasikan dengan mulsa vertikal dan LRB (T4) tersebut terhadap rataan jumlah anakan padi.

Rataan jumlah biomassa dari tanaman jagung dan padi dapat dilihat pada Tabel 6. Perlakuan T4 menghasilkan jumlah biomassa padi yang tertinggi yaitu sebesar 7,2 ton/ha diikuti oleh perlakuan T3 sebesar 6,74 ton/ha, T2 sebesar 6,52 ton/ha, T1 6,06 ton/ha dan perlakuan T0 memiliki jumlah biomasa yang paling rendah yaitu 5,93 ton/ha. Tabel 6 juga menunjukkan bahwa setelah dilakukan pengembalian sedimen ke bedengan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap peningkatan bobot biomassa padi gogo. Pada musim tanam jagung, perlakuan belum memberikan pengaruh nyata dalam meningkatkan bobot biomassa.

Tabel 6 Rataan jumlah biomasa dari tanaman jagung dan padi (ton/ha) Perlakuan Berat Biomasa Jagung Berat Biomasa Padi

T0 4,20aA* 5,93cC* T1 3,30cB 6,06cC T2 3,58bA 6,52bB T3 3,43bA 6,74bB T4 3,97abA 7,20aA BNT 5% 0,60 0,26 BNT 1% 0,88 0,38

*)Angka yang diikuti dengan huruf besar yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata α = 1% dan angka yang diikuti dengan huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata α = 5% berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT)

Rataan bobot hasil produksi dari tanaman jagung dan padi dapat dilihat pada Tabel 7. Perlakuan yang berpengaruh sangat nyata terhadap hasil produksi gabah kering panen padi adalah perlakuan T2, T3, dan T4. Meningkatnya produksi gabah kering padi merupakan pengaruh dari adanya kombinasi saluran dan mulsa vertikal pada T2, saluran dan LRB pada T3, dan kombinasi saluran, mulsa vertikal, dan LRB pada T4 yang dapat menahan terjadinya aliran permukaan dan erosi sehingga unsur hara dapat diendapkan dan tidak keluar dari lahan usaha tani. Produksi gabah kering tertinggi dihasilkan oleh perlakuan T4

(34)

23 yaitu sebesar 9,51 ton/ha diikuti dengan perlakuan T3 sebesar 8,44 ton/ha, T2 sebesar 7,14 ton/ha, T1 sebesar 4,75 ton/ha, dan hasil terendah pada T0 sebesar 4,13 ton/ha.

Tabel 7 Rataan bobot hasil produksi dari tanaman jagung dan padi (ton/ha)

Perlakuan Berat Pipilan Kering Jagung Berat Gabah Kering Panen Padi

T0 4,50aA* 4,13cB* T1 3,45bB 4,75cB T2 3,46bB 7,19bA T3 3,27bB 8,44abA T4 3,96aA 9,51aA BNT 5% 0,70 1,97 BNT 1% 1,02 2,86

*)Angka yang diikuti dengan huruf besar yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata α = 1% dan angka yang diikuti dengan huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata α = 5% berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT)

Pengembalian sedimen terendapkan yang terdapat pada saluran ke bidang tanam memberikan pengaruh yang baik dalam meningkatkan bobot biomassa dan hasil produksi tanaman berikutnya (padi). Walaupun pada musim tanam pertama dengan jagung perlakuan yang diterapkan (T1, T2, T3, dan T4) belum menunjukkan pengaruh nyata terhadap hasil produksi jagung (biomassa dan pipilan). Pada musim berikutnya semua perlakuan dengan saluran peresapan dapat meningkatkan produksi tanaman padi (biomassa dan gabah) dibandingkan perlakuan T0. Hal ini disebabkan oleh kehilangan unsur hara melalui aliran permukaan (Gambar 1) dan erosi (Gambar 2) yang terjadi pada petakan T0 pada musim tanam pertama.

Pengembalian sedimen tanah yang sebelumnya telah ditambah serasah tanaman pada saluran atau lubang resapan biopori (T2, T3, dan T4) sangat nyata meningkatkan produksi padi dibandingkan dengan pengembalian sedimen yang hanya berupa tanah mineral (T1) yang hanya cenderung meningkatkan produksi padi. Keadaan ini disebabkan karena sedimen pada petakan yang telah diberikan serasah tanaman memilki kadar hara tanah yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan sedimen yang terdapat pada petakan yang tidak diberikan serasah (Tabel 3).

(35)

24 Pemanfaatan teknologi lubang resapan biopori oleh masyarakat petani dapat memberikan banyak keuntungan. Manfaat aplikasi lubang resapan biopori dalam bidang pertanian selain dapat meningkatkan kemampuan tanah dalam meresapkan air juga berfungsi sebagai tempat pengomposan insitu bagi sampah organik yang dihasilkan dari proses pertanaman setempat. Kompos yang dikembalikan ke lahan usahatani (petakan) dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman.

(36)

22

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Sitem peresapan biopori yang diterapkan (T2, T3, dan T4) menunjukkan pengaruh yang sangat nyata dalam mengendalikan terjadinya aliran permukaan dan erosi, serta mampu mengendapkan sedimen tanah hasil aliran permukaan dan erosi, sehingga tidak terbuang keluar dari petakan tanaman agar dapat dikembalikan untuk musim tanam berikutnya.

Pada musim tanam I (jagung) perlakuan yang diterapkan belum dapat menunjukkan pengaruh nyata terhadap bobot biomassa dan bobot pipilan kering jagung. Pada musim tanam II (padi), perlakuan T2, T3, dan T4 menunjukkan pengaruh sangat nyata terhadap peningkatan bobot biomasa dan bobot kering gabah padi.

Saran

Sistem peresapan biopori (T2, T3, dan T4) sangat berguna bila diaplikasikan pada lahan pertanian. Ke tiga perlakuan memiliki kemampuan yang sangat baik untuk mengendalikan terjadinya aliran permukaan, erosi, dan kehilangan hara. Perlakuan T4 lebih dianjurkan karena selain dapat mencegah kerusakan tanah akibat aliran permukaan dan erosi juga dapat meningkatkan produktivitas tanaman.

(37)

26

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman, A. dan S. Sutono. 2002. Teknologi Pengendalian Erosi Lahan Berlereng. Teknologi Pengelolaan Lahan Kering. Pusat penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.

Bainbridge, D. A. 2002. Microcatchment Water Harvesting. United State International College of Business. Allian International University. San Diego.

Brata, K. R. 1998. Pemanfaatan jerami padi sebagai mulsa vertikal untuk pengendalian aliran permukaan, erosi dan kehilangan unsur hara dari pertanian lahan kering. J. Tanah Lingk., 1 (1):21-27.

Brata, K.R. dan A. Nelistya. 2008. Lubang Resapan Biopori. Penebar Swadaya. Jakarta.

Darmawijaya, M.I. 1990. Klasifikasi Tanah: Dasar Teori Bagi Peneliti Tanah dan Pelaksana Pertanian di Indonesia. Fakultas Pertanian. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

De Datta. 1981. Principles and Practices of Rice Production. A Wiley-interscience Publication. John Willey & Sons. New York.

Fidelibus, M. W. dan D. A. Bainbridge. 2004. Microcatchment Water Harvesting for Desert Revegetation. United State International University. San Diego. Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika

Pressindo. Jakarta.

Hardjowigeno, S. 2007. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta.

Hardjowigeno, S., Widiatmaka., dan A. S. Yogaswara. 1999. Kesesuaian Lahan dan Perncanaan Tata Guna Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Haridjaja, O., K. Murtilaksono., Sudarmo., dan L. M. Rachman. 1991. Hidrologi Pertanian. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Muhadjir, F. 1988. Karakteristik Tanaman Jagung. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.

Noeralam, A. 2002. Teknik Pemanenan Air yang Efektif dalam Pengelolaan Lengas Tanah pada Usahatani Lahan Kering. Disertasi Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. IPB.

Noeralam, A., S. Arsyad dan A. Iswandi. 2003. Teknik pengendalian aliran permukaan yang efektif pada usaha tani lahan kering berlereng. J. Tanah Lingk., 5 (1):13-16.

Purwono dan H. Purnamawati. 2010. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta.

(38)

27 Rachim, D. A. dan Suwardi. 2002. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Jurusan

Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sa’adah, N. 2010. Populasi dan Keragaman Fauna Tanah pada Areal Pertanaman Padi Gogo dengan Teknologi Peresapan Biopori di Kebun Percobaan Cikabayan IPB. Skripsi Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. IPB.

Schwab, G. O., R. K. Frevert., T. W. Edminster, and K. K. Barnes. 1981. Soil and Water Conservation Engineering. Ed ke-3. John Willey and Sons, Inc. New York.

Shaxson, F. and R. Barber. 2003. Optimizing Soil Moisture for Plant Production : The Significant Soil Porosity. FAO. Rome.

Sitorus, S. R. P. 2004. Pengembangan Sumberdaya Lahan Berkelanjutan. IPB Press. Bogor.

Soepraptohardjo, M dan H. Suwardjo. 1988. Tanah dan Potensi Lahan untuk Tanaman Padi dalam: M. Ismunadji, S. Partohardjono, M. Syam, dan A. Widjono, editor. Padi Buku 1. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. p. 281-290.

Subandi, M. Dahlan, dan A. Rifin. 1998. Hasil dan Strategi Penelitian Jagung, Sorgum, dan Terigu dalam Pencapaian dan Pelestarian Swasembada Pangan dalam: Inovasi Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. p. 347-357.

Suprapto, H.S. 1998. Bertanam Jagung. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suwardi dan H. Wiranegara. 2000. Penuntun Praktikum Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Suwardjo. 1981. Peranan Sisa-sisa Tanaman dalam Konservasi Tanah dan Air

dalam Usaha Tani Tanaman Semusim

Wirjodihardjo, M.W. 1963. Ilmu Tanah. Tanah, Pembentukanya, Susunanya dan Pembagianya. Jilid 3. Disadur oleh Tan KH. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Yanuar, D. A. 2005. Pengaruh Modifikasi Sistem Microcatchment terhadap Kehilangan Unsur Hara melalui Aliran Permukaan dan Erosi serta Pertumbuhan dan Produksi Jagung pada Oxic Dystrudept Darmaga. Skripsi Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. IPB.

(39)
(40)

29 Tabel Lampiran 1 Analisis sidik ragam aliran permukaan selama musim

tanam jagung Sumber Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat

Tengah F hitung F tabel BNT Kelompok 2 44,42 22,21 1,00 4,46 / 8,65 8,87* Perlakuan 4 24439,4 6109,84 275,09 3,84 / 7,01 12,91**

Galat 8 177,68 22,21

Total 14 24661,5

Keterangan : *) BNT pada taraf α = 5% dan **) BNT pada taraf α = 1%

Tabel Lampiran 2 Analisis sidik ragam aliran permukaan selama musim tanam padi Sumber Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat

Tengah F hitung F tabel BNT Kelompok 2 77,00 38,50 1,00 4,46 / 8,65 11,68*

Perlakuan 4 332152,20 83038,05 2156,95 3,84 / 7,01 17,00**

Galat 8 307,98 38,50

Total 14 332537,18

Keterangan : *) BNT pada taraf α = 5% dan **) BNT pada taraf α = 1%

Tabel Lampiran 3 Analisis sidik ragam erosi selama musim tanam jagung Sumber Derajat

Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah F hitung F tabel BNT Kelompok 2 0,62 0,31 1,00 4,46 / 8,65 1,05* Perlakuan 4 7,55 1,89 6,10 3,84 / 7,01 1,52**

Galat 8 2,47 0,31

Total 14 10,64

Keterangan : *) BNT pada taraf α = 5% dan **) BNT pada taraf α = 1%

Tabel Lampiran 4 Analisis sidik ragam erosi selama musim tanam padi Sumber Derajat

Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah F hitung F tabel BNT Kelompok 2 0,06 0,03 1,00 4,46 / 8,65 0,32* Perlakuan 4 262,09 65,52 2299,00 3,84 / 7,01 0,46**

Galat 8 0,23 0,03

Total 14 262,37

(41)

30 Tabel Lampiran 5 Jumlah sedimen terendapkan di saluran selama musim

tanam jagung Perlakuan Blok Rataan 1 2 3 ---Ton/ha--- T0 0,0 0,0 0,0 0,0 T1 30,2 35,2 28,2 31,2 T2 37,9 35,9 28,7 34,2 T3 35,9 43,5 34,8 38,0 T4 37,7 40,7 31,8 36,7

Tabel Lampiran 6 Analisis sidik ragam sedimen terendapkan di saluran selama musim tanam jagung

Sumber Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah F hitung F tabel BNT Kelompok 2 101,93 50,96 7,23 4,46 / 8,65 5,00* Perlakuan 4 3027,79 756,95 107,33 3,84 / 7,01 7,27**

Galat 8 56,42 7,05

Total 14 3186,14

Keterangan : *) BNT pada taraf α = 5% dan **) BNT pada taraf α = 1%

Tabel Lampiran 7 Jumlah sedimen terendapkan di saluran selama musim tanam padi Perlakuan Blok Rataan 1 2 3 ---Ton/ha--- T0 0,00 0,00 0,00 0,0 T1 53,3 62,8 72,5 62,9 T2 83,9 88,9 75,2 82,7 T3 109,9 98,5 99,5 102,6 T4 95,4 102,6 93,5 97,2

Tabel Lampiran 8 Analisis sidik ragam sedimen terendapkan di saluran selama musim tanam padi

Sumber Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah F hitung F tabel BNT Kelompok 2 17,05 8,52 0,18 4,46 / 8,65 13,13*

Perlakuan 4 20729,81 5182,45 106,53 3,84 / 7,01 19,11**

Galat 8 389,20 48,65

Total 14 21136,05

(42)

31 Tabel Lampiran 9 Analisis sidik ragam tinggi tanaman jagung umur 10

mst Sumber Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat

Tengah F hitung F tabel BNT Kelompok 2 472,01 236,01 1,41 4,46 / 8,65 24,34*

Perlakuan 4 730,78 182,7 1,09 3,84 / 7,01 35,41**

Galat 8 1336,71 167,09

Total 14 2539,51

Keterangan : *) BNT pada taraf α = 5% dan **) BNT pada taraf α = 1%

Tabel Lampiran 10 Analisis sidik ragam tinggi tanaman padi umur 11 mst Sumber Derajat

Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah F hitung F tabel BNT Kelompok 2 181,30 90,65 4,26 4,46 / 8,65 8,68* Perlakuan 4 90,71 22,68 1,07 3,84 / 7,01 12,63**

Galat 8 170,11 21,26

Total 14 442,13

Keterangan : *) BNT pada taraf α = 5% dan **) BNT pada taraf α = 1%

Tabel Lampiran 11 Hasil pengukuran bobot biomasa selama musim tanam jagung Perlakuan Blok Rataan 1 2 3 ---Ton/ha--- T0 3,75 4,20 4,65 4,20 T1 3,60 3,30 3,10 3,33 T2 3,20 3,60 3,95 3,58 T3 3,45 3,00 3,85 3,43 T4 3,80 3,75 4,35 3,97

Tabel Lampiran 12 Analisis sidik ragam bobot biomassa selama musim tanam jagung Sumber Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat

Tengah F hitung F tabel BNT Kelompok 2 0,57 0,29 2,79 4,46 / 8,65 0,60* Perlakuan 4 1,62 0,41 3,94 3,84 / 7,01 0,88**

Galat 8 0,82 0,10

Total 14 3,02

Gambar

Tabel 1  Rataan  jumlah  aliran  permukaan  dan  erosi  selama  musim  tanam  jagung dan padi
Gambar 1   Jumlah kehilangan hara melalui aliran permukaan pada musim  tanam jagung dan padi
Tabel 2  Rataan  jumlah  sedimen  terendapkan  pada  saluran  selama  musim  tanam jagung dan padi
Tabel 4  Jumlah unsur hara terendapkan pada saluran selama musim tanam  padi  Perlakuan  C-org  P  N  Mg  Ca  K  ----------------------------------------------kg/ha---------------------------------------------  T0  -  -  -  -  -  -  T1   740,52dD*     0,26
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari pihak bank juga akan terdorong untuk menambah jumlah uang yang beredar dengan pinjaman, tetapi uang ini mutar balik ke bank karena tertarik oleh bunga atau interest –

Dalam kaitan tersebut metode analisis ekonomi teknik yang diintegrasikan dengan analisis produktivitas dapat dikembangkan untuk mengukur efek investasi di sektor

Penulis ingin memberikan beberapa saran yang mungkin berguna untuk pengembangan lebih lanjut pada perancangan perangkat lunak permainan Halma, yaitu, Perangkat lunak

Alat ini di rancang tidak hanya sebagai jam, tetapi juga ditambahkan fitur-fitur lainnya seperti timer maju dan mundur, dan alarm waktu dengan menggnakan ic mikrokontroler AT892051

[r]

Sejalan dengan tuntutan tersebut, karyawan sebagai sumber daya manusia menghadapi konsekuensi, yaitu mengalami stres dan mempengaruhi tingkah laku individu.. Stres tersebut akan

 CIO: Chief Information Officer adalah manajer jasa informasi yang menyumbangkan keahlian manajerialnya tidak hanya untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan sumber

This฀study฀is฀the฀first฀to฀examine฀the฀ publication฀history฀of฀graduates฀of฀non- traditional฀ business฀ doctoral฀ programs฀ and฀ to฀ investigate฀