• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III LAJNAH BAHTSUL MASAIL NU. 1. Latar belakang berdirinya Lajnah Bahtsul Masail NU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III LAJNAH BAHTSUL MASAIL NU. 1. Latar belakang berdirinya Lajnah Bahtsul Masail NU"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

23 BAB III

LAJNAH BAHTSUL MASAIL NU

A. Sejarah Bahtsul Masail

1. Latar belakang berdirinya Lajnah Bahtsul Masail NU

Lajnah Bahtsul Masail adalah sebuah lembaga otonom organisasi masyarakat NU yang berkecimpung pada pembahasan masalah-masalah kekinian yang berkembang di masyarakat dengan berpedoman pada Al Qur‟an dan Al Hadits dan Kutub at Turats para mujtahid terdahulu.1

Fiqih sebagai hasil olah pikir (ijtihad) Ulama‟ dalam mengakseleresikan nash (dalil hukum) dangan permasalahan-permasalahan yang dihadapi masyarakat, maka pemikiran fiqih akan selalu berkembang sesuai dengan dinamika dan tuntutan masyarakat.

Demikian halnya terjadinya dinamika pemikiran fiqih pola madzhab yang diikuti oleh NU, khususnya berkenaan dengan pola istinbath hukum melalui forum Bahtsul Masail.2

Organisasi NU sejak berdirinya 31 Januari 1926 di Surabaya, memulai aktifitas penyelesaian masalah sosial melalui Lajnah Bahtsul Masail. Pada mulanya Bahtsul Masail dilaksanakan setiap tahun yaitu pada setiap tahun yaitu pada Muktamar I dengan XV (1926-1940). Namun karena keadan yang kurang stabil berkaitan dengan perang dunia II, maka

1 MTs Falakhiyah.wordpress.com/2011/01.Di akses tanggal 14 Agustus 2011

2 Ahmad Arifin , Jurnal Asy Syir’ah, vol. 43 No. 1, 2009.Di akses tanggal 14 Agustus 2011

(2)

pelaksanan bahtsul masail tersendat-sendat mengiringi tersendatnya Muktamar.

2. Periode Perkembangan Bahtsul Masail

Sebagai wadah ilmiah NU dalam mencari setiap solusi setiap problem hukum Islam yang dihadapi oleh masyarakat bahtsul masail mengalami perkembangan yang terbagi menjadi tiga periode besar diantaranya :

a. Periode Ta‟sis (Pembentukan)

Periode ini dimulai sejak berdirinya NU dan dipraktekkan setelah beberapa bulan berikutnya sampai tahun 1990-an. Pembentukan bahtsul masail merupakan pelembagaan dan formalisasi kegiatan yang merupakan bagian dari proses pelaksanaan fungsi tradisional kyai pesantren sebagai simbol otoritas keagamaan atas permasalahan keagamaan aktual (masail diniyyah waqiiyyah) yang diajukan masyarakat atau pribadi yang menjadi unsurnya.

b. Periode Tajdid (Pembaharuan)

Periode ini di mulai dengan Keputusan Musyawarah Nasional tahun 1992 di Lampung yang memutuskan tentang metode pengambilan hukum (istinbath) hukum untuk mengatasi kebutuhan hukum (mauquf) karena tidak ada ibarat kitabnya sampai tahun 2000-an.

(3)

c. Periode Tashih Wa Taqrin (Perbaikan dan Legislasi).

Periode ini di mulai dengan proses pembersihan terhadap paham yang ekstrim, baik kanan maupun yang kiri. Yang menyusup ke tubuh organisasi NU dengan cara peneguhan keputusan munas Lampung 1992 dengan metode istinbath hukum di lingkungan NU dan di tolakknya konsep hermeneutika sebagai metode ta‟wil pada Muktamar NU ke-31 di Asrama Haji Donohudan Jawa Tengah tahun 2004.

3. Keputusan-keputusan Lajnah Bahtsul Masail

Pada awalnya keputusan-keputusan lajnah bahtsul masail diklasifikasikan dalam dua kelompok : Pertama, adalah keputusan non fiqih yaitu keputusan yang tidak berkaitan dengan masalah hukum praktis. Kedua, adalah keputusan hukum fiqih yakni berkaitan dengan hukum-hukum praktis (amaly).

Tetapi pada tahun 2000-an kebelakang keputusan-keputusan bahtsul masail diklasifikasikan menjadi tiga tema besar. Pertama

waqiiyyah yaitu membahas tentang masalah-masalah keagamaan yang

berkaitan dengan halal dan haramnya suatu masalah. Kedua maudluiyyah, yaitu membahas masalah-masalah aktual tematik yang perlu disikapi oleh warga nahdliyin. Ketiga, adalah qanuniyyah yaitu membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan respon NU terhadap kebijakan publik, UU dan khususnya Rancangan UU.3

(4)

B. Metode Penetapan Hukum Bahtsul Masail NU Sistem Pengambilan Keputusan Hukum Islam 1. Kerangka Analisa Masalah

Dalam memecahkan dan merespon masalah bahtsul masail mempergunakan kerangka pembahasan masalah antara lain sebagai berikut :

a. Analisis masalah (sebab mengapa terjadi kasus). Ditinjau dari berbagai faktor : 1) Faktor ekonomi, 2) Faktor politik, 3) Faktor budaya, 4) Faktor sosial, 5) Faktor lainnya.

b. Analisis Dampak, (dampak positif negatif yang ditimbulkan oleh suatu kasus yang dicari suatu hukumnya). Ditinjau dari bebagai aspek antara lain :

1) Aspek sosial ekonomi, 2) Aspek sosial budaya, 3) Aspek sosial politik, 4) Aspek lainnya.

c. Analisis hukum, (dampak bahtsul masail terhadap suatu kasus setelah mempertimbangkan latar belakang dan dampaknya di segala bidang) di

(5)

samping mempertimbangkan hukum Islam juga mempertimbangkan hukum yuridis formal.

1) Status hukum (al-Ahkamu al-Khamsah), 2) Dasar dari ajaran / Ahlussunnah wal Jama‟ah, 3) Hukum positif.

2. Prosedur Penjawaban Masalah

Keputusan bahtsul masail di lingkungan NU dibuat kerangka bermadzhab kepada salah satu madzhab empat yang disepakati dan mengutamakan bermadzhab secara qauli. Oleh karena itu prosedur penjawaban masalah disusun dalam urutan sebagai berikut :

a. Dalam kasus ketika jawaban bisa dicukupi oleh ibarat kitab dari kutub

al-madzahib al-arba’ah dan disana terdapat hanya satu pendapat kutub al-madzahib al-arba’ah , maka dipakailah pendapat tersebut.

b. Dalam kasus ketika jawaban bisa dicukupi oleh ibarat kitab dan disana lebih dari satu pendapat, maka dilakukan taqrir jama‟i untuk memilih salah satu pendapat. Pemilihan itu dapat dilakukan sebagai berikut : 1) Dengan mengambil pendapat yang lebih maslahat dan atau yang

lebih kuat.

2) Khusus dalam madzhab Syafi‟i

Sesuai dengan keputusan Muktamar ke I (1926 M) perbedaan pendapat disesuaikan dengan cara memilih :

a) Pendapat yang disepakati oleh al-Syaukhani (al-Nawawi dan al-Rafi‟i),

(6)

b) Pendapat yang dipegangi oleh al-Nawawi, c) Pendapat yang dipegangi oleh al-Rafi‟i, d) Pendapat yang didukung oleh ulama‟ e) Pendapat ulama‟ yang terpandai,

c. Dalam kasus tidak ada pendapat yang memberikan penyelesaian. Maka dilakukan prosedur ilhaq al-masail bi nadzariha secara jama‟i oleh para ahlinya. Ilhaq dilakukan dengan memperhatikan mulhaq, mulhaq

bih dan wajhu al-ilhaq oleh para mulhiq yang ahli.

d. Dalam kasus tidak mungkin dilakukan ilhaq, maka bisa dilakukan istinbath jama‟i dengan prosedur bermadzhab secara manhaji oleh para ahlinya. Yaitu dengan mempraktekan qawaid ushuliyah oleh para ahlinya.

C. Hirarki dan Sifat Keputusan Bahtsul Masail

1. Seluruh keputusan bahtsul masail dilingkungan Nahdlatul Ulama‟ yang diambil dengan prosedur yang telah disepakati dalam keputusan ini, baik diselenggarakan dalam struktur organisasi maupun diluarnya mempunyai kedudukan yang sederajat dan tidak saling membatalkan.

2. Suatu hasil keputusan bahtsul masail dilingkungan Nahdlatul Ulama‟di anggap mempunyai kekuatan daya ikat lebih tinggi setelah disahkan oleh Pengurus Besar Syuriah Nahdlatul Ulama‟ tanpa harus menunggu Munas Alim Ulama maupun Muktamar.

(7)

3. Sifat keputusan dalam bahtsul masail tingkat Munas dan Muktamar adalah :

a. Mengesahkan rancangan keputusan yang telah disiapkan sebelumnya dan atau

b. Diperuntukkan bagi keputusan yang dinilai akan mempunyai dampak yang luas dalam segala bidang.

4. Muktamar sebagai forum tertinggi di Nahdlatul Ulama, maka Muktamar dapat mengukuhkan atau menganulir hasil Munas.

D. Kerangka Analisa

Kerangka analisa tindakan, peran dan pengawasan efektifitas hail bahtsul masail (apa yang harus dilakukan sebagai konsekuensi dari bahtsul masail, siapa yang akan melakukan, bagaimana, kapan, dan dimana hal itu hendak dilakukan serta bagaima cara sosialisasi mekanisme pemantapan agar semua berjalan sesuai dengan keputusan) maka perlu memperhatikan apek-aspek berikut ini :

1. Aspek politik (berusaha agar bahtsul masail dapat dijadikan sebagai sarana mempengaruhi kebijakan pemerintah),

2. Aspek budaya (berusaha membangkitkan pengertian dan kesadaran masyarakat terhadap hasil-hasil bahtsul masail melalui berbagai media massa dan forum (seperti majlis ta‟lim dan sebagainya).

(8)

4. Aspek sosial (upaya meningkatkan kesehatan masyarakat, lingkungan hidup dan lain sebagainya). 4

E. Hasil-hasil LBM NU Yang Berkaitan Dengan Jihad 1. 'Urf Syari' Tentang Jihad

a. Apakah kecenderungan umum perletakan istilah jihad dalam ungkapan Al-Qur'an dan Hadis Nabawiy ?

Jawaban

Pengertian jihad menurut bahasa adalah mencurahkan segala kemampuan guna mencapai tujuan apapun.

Menurut istilah syari'at Islam adalah mencurahkan segala kemampuan dalam upaya menegakkan masyarakat Islami dan agar kalimat Allah (kalimat tauhid dan dinul Islam) menjadi mulia, serta agar syari'at Allah dapat dilaksanakan di seluruh penjuru dunia.

Adapun istilah jihad dalam pengertian perang melawan kaum kuffar baru diperintahkan oleh Allah sesudah Rasulullah saw hijrah ke Madinah, sementara perintah jihad pada ayat-ayat makkiyah tertuju pada selain perang.

4 Sahal Mahfudh, Ahkamal Fuqaha Solusi Problematika Hukum Islam, Keputusan

(9)

Keterangan, dari kitab:

1) Fiqih Manhaji madzhab Imam Syafi‟i

Kata jihad yang merupakan bentuk masdar dari kata kerja jaa-ha-da dalam pengertian bahasa adalah mencurahkan kesungguhan dalam mencapai tujuan apapun.

Kata jihad dalam istilah syariat Islam adalah mencurahkan kesungguhan dalam upaya menegakkan masyarakat yang Islami dan agar kalimat Allah (ajaran tauhid dinul Islam) menjadi mulia serta syari‟at Allah dapat dilaksanakan diseluruh penjuru dunia. 2) Fiqih Islam

Batasan jihad yang paling sesuai menurut istilah syari‟at Islam mencurahkan kemampuan dan kekuatan guna memerangi dan menghadapi orang-orang kafir dengan jiwa, harta dan orasi.

3) Tafsir Al Qurtubi

Nabi Muhammad saw tidak diizinkan berperang selama beliau menetap tinggal di Makkah, lalu ketika beliau berhijrah barulah diizinkan memerangi (melawan) orang-orang musyrik yang (memulai) memerangi beliau. Allah berfirma (artinya): “Diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, sebab sesungguhnya mereka itu dianiaya” (al Hajj : 39). Kemudian Allah swt memberi izin kepada Nabi saw memerangi orang-orang musyrik secara umum.

(10)

b. Apa amaliyah nyata sebagai media mengekspresikan jihad bagi individu dan kelompok muslim ?

Jawaban

Berdasarkan pengertian jihad diatas, maka amaliyah nyata yang dapat mengekpresikan tuntutan berjihad adalah:

1) Menunjukkan masyarakat kepada ajaran tauhid dan ajaran Islam, melalui penyelenggaraan pendidikan, diskusi, dan meluruskan pemikiran-pemikiran keagamaan yang dapat mengaburkan kemurnian aqidah umat Islam.

2) Membelanjakan harta untuk menjamin stabibitas keamanan kaum muslimin dalam uapaya membangun masyarakat Islami yang kuat. 3) Perang defensif, yaitu berperang demi mempertahankan diri dari

serangan musuh.

4) Perang offensif, yaitu memulai peperangan melawan musuh. 5) Mobilisasi perang secara umum

Tiga bentuk jihad yang terakhir ini, jika memang situasi menuntutnya serta imam sudah menginstruksikan untuk berperang.

Keterangan, dari kitab: 1) Fiqih Islam

Jihad bisa dilakukan dengan cara mengajar, mempelajari hukum-hukum Islam dan menyebarluaskannya, membelanjakan harta dan berpartisipasi berperang menghadapi musuh apabila imam/pimpinan telah meninstruksikan jihad (perang), karena

(11)

berdasar firman Allah Swt (artinya) : “Perangilah orsng-orang musyrik dengan harta kalian, jiwa kalian dan lesan kalian”.

2) Fiqih Manhaji Madzhab Imam Syafi‟i Macam-macam Jihad:

a) Jihad dengan menyelenggarakan pendidikan, menyebarluaskan persatuan Islam, menangkal pemikiran-pemikiran mengkaburkan yang dapat menghalangi jalan menuju iman dan memehami hakikat iman.

b) Jihad dengan dengan membelanjakan harta guna memenuhi keperluan umat Islam dalam menegakkan masyarakat Islam yang dicita-citakan.

c) Peperangan pertahanan, yaitu peperangan yang dilakukan kaum muslimin guna menghadapi musuh yang ingin mendapatkan urusan kaum muslimin dalam bidang agamanya.

d) Peperangan penyerangan, yaitu peperangan yang dimulai oleh pihak kaum muslimin ketika mereka menyampaikan da‟wah Islam kepada umat lain dinegaranya lalu hakim-hakim negara itu menghalangi umat Islam dari penyampaian kalimat yang benar ke telinga para manusia.

e) Peperangan umum, yaitu ketika musuh-musuh Islam telah memasuki daerah-daerah umat Islam dengan melancarkan serbuan kepada agama, bumi dan kemerdekaan berkeyakinan.

(12)

c. Bagaimana hukum berjihad di NKRI yang telah merdeka dan berdaulat?

Jawaban

Dengan mencermati jawaban no 2 diatas, maka hukum berjihad dalam NKRI adalah wajib hukumnya lebih-lebih menghadapi kelompok terorganisir yang melawan pemerintah yang sah (bughat), atau yang ingin mendirikan negara dalam negara atau kelompok yang memisahkan diri dari NKRI (separatis), atau mereka yang melakukan tindakan kejahatan terhadap agama atau pihak negara lain yang ingin menguasai sebagian wilayah atau kekayaan alam negara kita.

Keterangan dari kitab: 1) Fiqih Islam

Jihad hukumnya fardlu kifayah, maksudnya jihad diwajibkan atas semua orang yang layak untuk berjihad. Tetapi jika sudah ada sebagian yang melaksanakannya maka gugurlah kewajiban itu dari yang lain.

2) Kasyaf al qana‟

Diantara fardlu kifayah yaitu memerintahkan kebajikan dan melarang kemungkaran.

(13)

d. Sarana (instrumen) apa yang efektif dalam jihad bagi WNI di dalam negeri sendiri ?

Jawaban

Mengingat tujuan utama berjihad adalah menunjukkan masyarakat dan mengajak mereka kepada ajaran tauhid dan syariat Islam, maka sarana (instrumen) jihad yang efektif antara lain melalui : berorasi, pendidikan, diskusi, karya tulis, politik, harta benda dan meluruskan aliran-aliran yang menyimpang. Apabila dengan cara-cara diatas tidak berhasil, maka barulah ditempuh dengan cara jihad fisik.

Keterangan dari kitab: 1. Mughni al Mughtaj

Kewajiban berjihad wajib pula sarana-sarananya bukan tujuannya, karena maksud berperang hanyalah menunjkkan (masyarakat) dan selainnya yaitu gugur syahid.Adapun membunuh orang kafir bukanlah merupakan tujuan sehingga jika menunjukkan masyarakat bisa dicapai dengan cara menegakkan dalil (argumen ) tanpa dengan cara jihad, maka hal itu lebih utama daripada jihad. 2. Fatawi al Subki

Maksud daripada perang adalah menunjukkan mayarakat dan mengajak mereka kepada ajaran tauhid dan syariat Islam serta mengupayakan keberhasilannya bagi mereka dan anak cucunya sampai hari kiamat. Jadi tujuan tadi tak bisa diimbangi oleh suatu apapun. Kemudian apabila tujuan diatas masih bisa dicapai dengan

(14)

kegiatan ilmiah, diskusi dan menyirnakan ajaran-ajaran mengkaburkan, maka itu lebih utama. Dari sini bisa diambil kesimpulan bahwa “Tinta para ulama‟ lebih utama daripada darah para syuhada‟ “. Dan jika tujuan diatas tidak bisa dicapai kecuali harus melalui jalan perang, maka kita bolehlah berperang guna mencapai satu diantara tujuan akhir dari perang yaitu (1) menunjukkan masyarakat dan ini yang tingkatan tertinggi (2) agar memperoleh status gugur syahid dan ini tingkatan tengah-tengah, dan (3) membunuh orang kafir dan ini merupakan tingkatan yang ketiga yang sebenarnya bukan tujuan daripada jihad.

e. Siapakah musuh atau sasaran yang menjadi target akhir dalam jihad? Jawaban

Sasaran berjihad dengan tanpa kekerasan adalah seluruh lapisan masyarakat Indonesia, dan dalam situasi keamanan atau politik sedang terganggu, maka sasarannya para pengacau stabilitas dan mereka yang bertindak anarkhis.

Keterangan dari kitab:

Fiqih Manhaji Madzhab Imam Syafi‟i

Bahwa memerangi kaum kafir adalah merupakan sarana / alat dan bukan tujuan akhir. Maka apabila tujuan (jihad) yang dimaksud telah terealisasi dengan tanpa berperang maka itulah yang dikehendaki dan tidak perlu melakukan peperangan, sampai perkataan mushannif: Sarana yang pertama untuk mencapi tujuan jihad itu adalah da‟wah

(15)

yang ditegakkan diatas ilmu mantiq dan perdebatan, membangkitkan potensi sumber daya manusia, berlaku adil dan menghindari akibat-akibat pada dirinya (sampai perkataan mushannif) Dan apabila tujuan jihad yang dimaksud tidak bisa dicapai dengan gambaran upaya da‟wah dilawan dengan pengingkaran dan penghadangan hingga tiada jalan untuk menyampaikan da‟wah kepada masyarakat secara luas, maka wajib atas kaum muslimin untuk melanjutkan cara jihad ini dengan cara jihad yang kedua dengan berdasarkan perintah hakim muslim dan syarat punya kemampuan untuk itu dan cara itu adalah perang secara terang-terangan.

f. Tepatkah tindak kekerasan (teror) merepresentasikan jihad kaum muslimin di Indonesia

Jawaban

Mengingat tindak kekerasan (teror) hampir bisa dipastikan menimbulkan korban nyawa dan harta diluar sasaran jihad, maka hal itu tidaklah tepat untuk diterapkan di Indonesia.

Keterangan dari kitab: Mausu‟ah al fiqhiyyah

Tindakan atas kemauan sendiri yang menimbulkan bahaya atau kedhaliman adalah dilarang sebagaimana halnya tindakan atas kemauan sendiri dalam menimbun bahan makanan pokok dan tindakan atas kemauan sendiri oleh salah seorang rakyat dalam suatu hal yang menjadi kewenangan khusus imam / pemimpin seperti jihad dan

(16)

bertindak secara pribadi dalam menegakkan hukuman had dengan tanpa seizin imam.

2. Jihad Dalam Kehidupan Bernegara Dan Bermasyarkat

a. Dapatkah dibenarkan menurut ajaran Islam bila dilakukan jihad terhadap Pemerintah RI dengan tuduhan sebagai negara kafir karena tidak menjalankan syari‟at Islam sebagai hukum positif ?

Jawaban

Berjihad terhadap Pemerintah RI dengan tuduhan sebagai negara kafir tidak bisa dibenarkan, karena NKRI sudah memenuhi tuntutan kreteria sebagai dar al-Islam, disamping dalam pasal 29 ayat (2) UUD 1945 bahwa negara menjamin kebebasan beragama bagi warga negaranya. Keterangan dari kitab:

1) Baghiyah al Mastursyidin

Setiap tempat dimana penduduk muslim disana kuasa mempertahankan dari ancaman orang-orang kafir harby pada suatu masa dari beberapa masa jadilah tempat itu dar al-Islam (negara Islam) yang boleh diberlakukan hukum-hukum Islam pada zaman itu dan sesudahnya sekalipun pertahanan kaum muslimin terputus sebab orang-orang kafir telah menguasai umat Islam, menghalangi memasuki negara itu dan mengusir umat Islam dari sana. Dalam keadaan seperti diatas maka tempat itu dinamakan dar al-harb secara de facto dan bukan dar al-harb secara de jure. Jadi bisa diketahui bahwa Betawi bahkan kebanyakan tanah Jawa adalah

(17)

negara Islam karena umat Islam telah menguasainya jauh sebelum orang-orang kafir.

2) Al Jihad fi al Islam

Dilihat dari mengetahui hukum-hukm ini bahwa menerapkan hukum syariat Islam bukan suatu syarat bagi negara dianggap sebagai negara Islam, akan tetapi merupakan salah satu dari hak-hak negara Islam yang menjadi tanggung jawab umat Islam. Jadi apabila umat Islam ceroboh dalam menjalankan hukum Islam atas cara yang berbeda-beda dinegara yang telah dianugerahkan oleh Allah kepadanya, maka kecerobohan ini tidak merusak adanya negara dinamakan negara Islam, akan tetapi kecorobohan itu membebani mereka dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan.

b. Bolehkah dilaksanakan jihad dengan target mengganti NKRI yang berdasar Pancasila dan UUD 1945 menjadi dawlat Islamiyah ?

Jawaban

Jihad dengan target mengganti NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dengan daulah Islamiyyah tidak bisa dibenarkan, karena jika hal itu dilakukan sudah pasti menimbulkan kekacauan dalam berbagai aspek kehidupan bernegara dan bermasyarakat dimana-mana dan bahkan bisa terjadi perang saudara yang justru semakin jauh dari target jihad yang dicita-citakan.

(18)

Keterangan dari kitab: Imamah al „Udhma

Mayoritas golongan ahlussunnah wal jama‟ah berpendapat bahwa tidak diperbolehkan membangkang terhadap pemimpin-pemimpin yang dhalim dan menyeleweng dengan jalan memerangi selama kedhaliman dan penyelewengannya tidak sampai kepada kekufuran yang jelas atau meninggalkan shalat dan da‟wah kepadanya atau memimpin umat tanpa berdasarkan kitab Allah sebagaimana dijelaskan oleh hadits-hadits yang sudah lalu dalam menerangkan sebab-sebab pemecatan imam

c. Adakah perintah jihad melawan WNA yang tinggal di Indonesia dalam jangka waktu lama/sementara dengan alasan negara asal mereka mengintimidasi umat Islam ?

Jawaban

Bila yang dimaksud jihad adalah qital (memerangi) maka tidak ada perintah untuk jihad dan bahkan ada kewajiban atas kita untuk berupaya menciptakan rasa aman bagi mereka.

Keterangan dari kitab: Qurratu al A‟in

Menurut Syekh Muhammad Sulaiman al Kurdi bahwa mereka (orang-orang kafir) sekiranya memasuki negara kita (umat Islam) untuk berbisnis dengan berpedoman pada adat yang berlaku yaitu larangan pemerintah menganiaya mereka, merampas hartanya, membunuh jiwanya dan mereka menduga bahwa hal yang demikian itu merupakan bentuk jaminan keamanan yang sah, maka tidak diperbolehkan

(19)

menyerang mereka bahkan wajib berupaya menciptakan rasa aman pada mereka…. Karena adat kebiasaan pemerintah sudah berlaku melindungi mereka dan itulah hakikat jaminan keamanan.

d. warga negara Indonesia yang menganut keyakinan / agama lain harus diposisikan sebagai musuh atau lawan dalam mengimplementasikan konsep jihad ?

Jawaban

Kita tidak diperkanankan memposisikan warga negara non muslim sebagai musuh yang boleh kita perangi, akan tetapi malah kita berkewajiban untuk mengupayakan mereka tetap merasa aman hidup berdampingan dengan kita.

Keterangan dari kitab : Qurratu al „Ain

Menurut Syekh Muhammad Sulaiman al Kurdi) bahwa mereka (orang-orang kafir) sekiranya memasuki negara kita (umat Islam) untuk berbisnis dengan berpedoman pada adat yang berlaku yaitu larangan pemerintah menganiaya mereka, merampas hartanya, membunuh jiwanya dan mereka menduga bahwa hal yang demikian itu merupakan bentuk jaminan keamanan yang sah, maka tidak diperbolehkan menyerang mereka bahkan wajin berupaya menciptakan rasa aman pada mereka …. Karena adat kebiasaan pemerintah sudah berlaku melindungi mereka dan itulah hakikat jaminan keamanan.5

5 Hasil Keputusan Bahtsul Masail PWNU Jatim, Di Pesma Al Hikam Malang Tahun

(20)

3. Status Mati Syahid Bagi Pelaku Bom Bunuh Diri

a. Apa sajakah kriteria agar terpenuhi status mati syahid dengan prospek masuk surga menurut pandangan ulama ahli syari‟at ?

Jawaban:

Kriteria Syahid, dengan prospek masuk surga mencakup 2 golongan: 1) Syahid dunia akhirat adalah orang yang mati dalam medan

peperangan melawan orang kafir dan dia mati sebab perang.

2) Syahid akhirat adalah orang yang mati dengan sebab-sebab syahadah sebagaimana berikut antara lain: tenggelam, sakit perut, tertimpa reruntuhan, dan lain-lain.

Keterangan dari kitab: Matan Al Syarqawi

Dikecualikan dari status mati syahid dalam peperangan ialah para syuhada‟ selain dalam peperangan, seperti halnya mati karena sakit perut (mabtun), atau di had (hukum), atau tenggelam (ghoriq), atau diasingkan, atau dibunuh karena dzalim, atau dalam waktu mencari ilmu. Maka mereka semua itu di mandikan, dan dishalati, meskipun bersetatus mati syahid, karena dia mati syahid dalam perhitungan pahala diakhirat.

b. Syahidkah jenazah gerakan separatis yang ingin memisahkan diri dari NKRI dan menciptakan negara Islam untuknya ?

c. Berstatus mati syahidkah pelaku teror di Indonesia yang berdasar hukum positif (UU Anti Terorisme) harus dieksekusi sesuai putusan majelis hakim yang mengadilinya ?

(21)

d. Karena dinyatakan bersalah secara hukum negara, benarkah terhadap jenazah teroris pasca eksekusi hukuman mati tidak perlu dishalatkan dengan pertimbangan aksi teror itu dosa besar dan fasiq terbukti korban yang terbunuh ternyata sesama muslim ?

Jawaban:

Mayit pelaku gerakan separatis bukan termasuk syuhada', sehingga mayitnya tetap dimandikan dan dishalati seperti layaknya mayit muslim.

Keterangan dari kitab: 1) Raudlatu al Thalibin

Orang yang terbunuh itu dari ahlul baghyi (pemberontak) maka mereka bukan termasuk matih syahid dengan pasti.

Macam yang kedua yaitu orang-orang yang mati syahid yang selain dari sifat-sifat tersebut diatas, seperti mati karena sakit perut, sakit tho‟un (wabah), tenggelam, diasingkan, mati karena merindukan (kekasih), mati karena melahirkan dan orang yang mati karena dibunuh sesama muslim atau orang kafir dzimmy atau orang yang menentang berperang, maka mereka semua dihukumi seperti mati biasa, artinya harus dishalati dan dimandikan. meskipun statusnya mati syahid (di akherat), begitu juga mati karena dihukum qisas atau dihukum had itu bukan mati syahid.

(22)

2) Al Mausu‟ah al Fiqhiyah

Adapun orang-orang yang terbunuh dari para pembangkang (bughat) maka menurut ulama‟madzab Maliki, Syaf‟ii dan Hambali mereka itu harus dimandikan, dikafani dan dishalati karena keumuman sabda Rasulullah SAW (artinya) “Shalatilah orang-orang yang mati dan berkata Laa Ilaa Ha Illallaah”. Karena mereka adalah orang-orang Islam yang tidak berstatus mati syahid maka dia dimandikan dan dishalati.

Begitupula pendapat ulama‟ madzab Hanafi, baik mereka itu mempunyai kelompok atau tidak, menurut pendapat yang sahih dikalangan ulam‟ hanafiyyah. Diriwayatkan sesungguhnya sahabat Ali RA tidak melakukan shalat terhadap orang golongan Harurok, tetapi mereka itu dimandikan, dikafani dan dimakamkan ditempat pemakaman muslim. Juhur al ulama (kebanyakan ulama) tidak membedakan antara kaum khawarij dan lainnya dari golongan penentang pemerintahan yang sah di dalam hukum memandikan, mengkafani serta menshalati.

e. Bolehkah orang melakukan bunuh diri guna memperjuangkan sesuatu yang menjadi keyakinan pribadinya ?

Jawaban:

Bunuh diri tidak dibenarkan dalam syariat sekalipun dalam rangka memperjuangkan kebenaran. Akan tetapi dalam peperangan yang dizinkan syara' (jihad) menyerang musuh dengan keyakinan akan

(23)

terbunuh untuk membangkitkan semangat juang kaum muslimin adalah diperbolehkan.

Keterangan dari kitab: 1) Tafsir Ibnu Katsir

Dari Abi Shaleh dari Abi hurairah berkata: Rasulullah saw bersabda: Barang siapa melakukan bunuh diri dengan cara membenamkan besi keperutnya sendiri besuk pada hari kiamat akan masuk neraka Jahannam selama-lamanya.

Dan barang siapa melakukan bunuh diri dengan cara menaruh racun di tangannya dengan menghirupnya maka akan masuk neraka jahanam selama-lamanya. Hadits ini telah ditetapkan dalam dua kitab Shahih.

2) Is‟ad al Rafiqi

Termasuk dosa besar adalah bunuh diri, sebagaimana sabda Nabi SAW: “Barang siapa bunuh diri dengan menjatuhkan diri dari ketinggian gunung maka akan masuk neraka jahanam dengan terlempar selama-lamanya.

3) Al Mausu‟ah al fiqhiyah

Bunuh diri adalah haram dengan kesepakatan para ulama‟ dan dipandang dosa yang paling besar setelah syirik kepada Allah. Allah berfirman (artinya):“ Janganlah kalian semua membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan jalan yang haq”, dan firman Allah (artinya):“Janganlah kalian membunuh dirimu

(24)

sendiri sesungguhnya Allah maha penyayang terhadap kamu semua”. Para Fuqaha‟ menetapkan bahwa orang yang melakukan bunuh diri lebih besar dosanya dari pada orang yang memerangi orang lain, dan Dialah orang fasiq dan menganiaya dirinya, hingga sebagian ulama‟ mengatakan bahwa dia tidak dimandikan dan dishalati sebagaimana para pembangkang. Ada pendapat lain bahwa dia tidak diterima taubatnya karna memberatkan atas kesalahannya sebagaimana dlahirnya sebagian hadits menunjukkan keabadiannya dalam neraka.

f. Hukuman bentuk apa dinilai tepat ditimpakan kepada promotor/pemberi indoktrinasi bunuh diri dengan pemahaman konsep jihad yang salah dan menanamkan keyakinan status mati syahid serta kepastian masuk surga kepada calon pelaku bom bunuh diri.

Jawaban:

Hukuman bagi promotor/pemberi indoktrinasi bunuh diri adalah ta‟zir, bahkan bisa sampai hukuman mati, apabila dampak mafsadah dan madlaratnya merata dikalangan masyarakat luas serta hukuman ta‟zir yang lain sudah tidak efektif lagi.

Keterangan dalam kitab: 1) Tafsir al Thabari

Balasan bagi orang yang memusuhi Allah dan utusan-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi adalah dibunuh atau disalib atau dipotong kedua tangan dan kakinya secara bergantian (selang

(25)

seling) atau disingkirkan dari muka bumi. Itu semua adalah balasan di dunia sedangkan balasan di akhirat adalah adzab yang sangat besar.

2) Tafsir ibnu Katsir

Muharabah (memerangi) ialah perlawanan dan menentang, yaitu sesuai (pas) dengan kufur dan tindakan perampokan dijalanan, dan menakut-nakuti di jalan, begitu juga membikin kerusakan dibumi. 3) Tafsir al Qurthubi

Firman Allah (artinya): “Seseungguhnya balasan orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan berbuat kerusakan di bumi agar supaya dibunuh, atau disalib”, dan seterusnya-sampai perkataan mufassir- Berkatalah Imam Malik, Imam Syafi-ie, Imam Abu Tsur, dan Para pakar pendapat : Ayat ini diturunkan buat orang Islam yang keluar memisahkan diri ikatan kelompoknya dan berbuat kerusakan di bumi. Berkatalah Ibnu Mundzir: Perkataan Imam Malik betul, Abu Tsaur berkata: Perkataan ini dapat dibuat hujjah/dasar.

Firman Allah (artinya) : “Janganlah kalian semua membunuh seseorang yang diharamkan Allah kecuali dengan haq” (cara yang benar). sampai perkataan mufassir: Barang siapa meretakkan persatuan kaum muslimin, menentang pimpinan kelompok umat Islam dan memisah-misahkan kalimat mereka dan berbuat kerusakan dimuka bumi dengan jalan melakukan

(26)

perampokan/perampasan keluarga dan harta, dan membangkang terhadap penguasa dan menolak keputusannya, maka orang tersebut boleh dibunuh. Ini lah makna firman Illa bi al Haq.

4) Fatawa al Kubra

Hukuman ta‟zir (menjerakan) ini tidak ada kepastian bahkan bisa sampai kepada hukuman bunuh, sebagaimana dilakukan terhadap shail (orang yang berbuat jahat) dalam mengambil harta, boleh menghadang dia dari mencuri harta meskipun dengan membunuh. Berdasarkan keterangan ini, ketika tujuan (ta‟zir) adalah menolak kerusakan (bahaya) dan tidak tertangani kecuali dengan cara membunuh, ya dibunuh. Dengan demikian, orang yang berulang kali melakukan kejahatan, dan hukuman-hukuman yang diberikan tidak diindahkan, bahkan dia terus menerus berbuat jahat maka dia bagaikan shail (penjahat) yang tidak bisa dihentikan kecuali dengan dibunuh, maka boleh dibunuh. Dikatakan, mungkin pemabuk menurut pendapat ini bisa dihukum sama dengan shail (penjahat) dengan cara dibunuh.

5) Fiqih Islam

Hukuman/sanksi ialah : mencela, atau mencegah dengan ucapan, menahan (memenjara), diasingkan jauh dari tanah kelahian dan dipukul. Bahkan terkadang ta‟zir itu bisa terjadi dengan cara dibunuh karena kepentingan siyasah didalam pendapat Hanafiyah, sebagian Malikiyah, serta sebagian Syafi‟iyah. Ketika Jarimah

(27)

(pidana) itu membahayakan yang menyangkut keselamatan negara, atau aturan umum dalam Islam, seperti membunuh orang yang memecah belah kelompok orang-orang Islam, atau orang yang mengajak kepada selain aturan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya SAW. atau meneror (menakut-nakuti), atau merusak harga diri perempuan dengan paksa ketika disana tidak ada cara lain untuk menanggulangi dan mencegahnya.6

Referensi

Dokumen terkait

Sejak adanya kebijakan pemerintah tentang Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional mengenai madrasah yaitu bahwa madrasah sebagai bagian pendidikan nasional dan

merupakan kepanjangan dari Lembaga Perekonomian NU (LPNU) bertekad melakukan kegiatan usaha yang sepenuhnya berdasarkan syari’ah Islam. Pada tanggal 25 April 2008 berdasarkan

Dalam melaksanakan penanggulangan masalah Anak Tuna Grahita (Anak Berkebutuhan Khusus) UPTD Pondok Sosial Kalijudan Kota Surabaya melakukan koordinasi dan keterpaduan

Namun demikian Hizbut Tahrir menjelaskan bahwa jihad untuk mengusir Israel dan melenyapkannya tidak perlu menunggu sampai Khilafah berdiri, bahkan Hizbut Tahrir pada

Dengan demikian sekolah yang ada di MA Al-Fatah Palembang merupakan kelompok manusia yang membagikan kerja dan tanggung jawab sesuai dengan tugasnya masing- masing

Perbuatan hukum wakaf wajib dicatat dan dituangkan dalam Akta Ikrar Wakaf dan didaftarkan serta diumumkan untuk menciptakan tertib hukum dan administrasi guna

a) Staf marketing, untuk pembiayaan dengan nilai Rp.. 5) Nasabah akan dihubungi oleh staf marketing untuk diberitahu. hasil analisis pengajuan pembiayaan, jika diterima

Hair Extension (sambung rambut) sudah tidak asing lagi bagi kaum wanita, karena dengan cara tersebut seorang wanita bisa mendapatkan rambut yang panjang secara