• Tidak ada hasil yang ditemukan

SINKRONISASI ANTARA VISUALISASI PETA DAN QUERY OLAP PADA SPATIAL DATA WAREHOUSE KEBAKARAN HUTAN DI INDONESIA AYI IMADUDDIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SINKRONISASI ANTARA VISUALISASI PETA DAN QUERY OLAP PADA SPATIAL DATA WAREHOUSE KEBAKARAN HUTAN DI INDONESIA AYI IMADUDDIN"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

SINKRONISASI ANTARA VISUALISASI PETA D

PADA SPATIAL DATA WAREHOUSE

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

SINKRONISASI ANTARA VISUALISASI PETA DAN QUERY

SPATIAL DATA WAREHOUSE KEBAKARAN HUTAN

DI INDONESIA

AYI IMADUDDIN

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

QUERY OLAP

KEBAKARAN HUTAN

(2)

SINKRONISASI ANTARA VISUALISASI PETA DAN QUERY OLAP

PADA SPATIAL DATA WAREHOUSE KEBAKARAN HUTAN

DI INDONESIA

AYI IMADUDDIN

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Komputer pada

Departemen Ilmu Komputer

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

(3)

ABSTRACT

AYI IMADUDDIN. Map Visualization and OLAP Query Synchronization on Spatial Data Warehouse Forest Fire in Indonesia. Supervised by ANNISA.

This research is a continuation from the previous research concerning data warehouse and spatial OLAP forest fire in Indonesia based on web using framework GeoMondrian and Geoserver. In the previous research, OLAP analysis process and hotspot location visualization are performed separately. In this research, the synchronization between OLAP analysis process and hotspot location visualization uses Spatialytics framework. This synchronization can be done because GeoMondrian and OpenLayers are embedded on Spatialytics, therefore OLAP analysis process and hotspot location visualization can be done by using just one query, that is MDX. This research develops a system which uses Spatialytics framework, PostGIS as spatial database, and GeoMondrian as spatial OLAP server. The system uses snowflake scheme with one table of fact and three dimensions consisting of the time dimension, the satelite dimension, and the location dimension. The System is built with three-tier architecture consisting of the bottom layer, middle layer, and the top layer. The advantage of this system compared to the previous one is that this system takes only one input query, which is MDX to do OLAP analysis and show hotspot location. OLAP operations such as roll up, drill down, and slicing has been implemented in this system whilst dicing has not been implement because of Spatialytics limitation. For further research, system can be developed that is capable of dicing operation, data modification, such as insert, delete and update, without changing any scheme or structure.

(4)

Judul Skripsi : Sinkronisasi antara Visualisasi Peta dan Query OLAP pada Spatial Data Warehouse Kebakaran Hutan di Indonesia

Nama : Ayi Imaduddin

NIM : G64070090

Menyetujui: Dosen Pembimbing

Annisa, S.Kom, M.Kom NIP. 19790731 200501 2 002

Mengetahui: Ketua Departemen

Dr. Ir. Agus Buono, M.Si, M.Kom NIP.19660702 199302 1 001

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa-ta'ala karena hanya dengan berkat, rahmat, dan karunia-Nya penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Selawat serta salam penulis sampaikan kepada junjungan Nabi Muhammad shallallahu’alaihiwasallam, juga kepada keluarganya, sahabatnya, dan para pengikutnya. Penyelesaian penelitian ini juga tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1 Kedua orang tua penulis, Bapak Tata Sutama dan Ibu Nurhayati, terima kasih atas doa, kasih sayang, dukungan, motivasi,pengertian, pengorbanan, dan nasihat yang selalu mengiringi perjalanan penulis.

2 Ibu Annisa, S.Kom, M.Kom selaku dosen pembimbing, terima kasih akan kesabaran, ilmu, waktu, motivasi, dan nasihat yang diberikan selama penyelesaian penelitian ini.

3 Kakak penulis, Atun Fitrianti dan Fardan Salahuddin, terima kasih atas kasih sayang dan dukungan yang telah diberikan.

4 Teman-teman satu bimbingan,Fani Wulandari, Dhieka, Dedek, Yuridhis Kurniawan, Yoga Permana, Remarchtito,dan Hidayat, terima kasih atas bantuan, dukungan, ilmu, serta motivasi yang selalu diberikan.

5 Teman-teman club renang ilkom (CROM), Bangun, Bintang, Sayed, Arif, Teguh, Ridwan, Anggit, Akbar Mulyono, terima kasih atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan selama penulis belajar berenang.

6 Tri Setiowati, Fanny Risnuraini, Laras, Ira, Arizal Notyasa, Khamdan Amin, El Kriyar, Yoga Herawan, dan seluruh Ilkom 44 yang tak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas semangat dan kebersamaannya.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih terdapat kekurangan. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat.

Bogor, Januari 2013

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 24 Mei 1988 merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Tata Sutama dan Ibu Nurhayati. Penulis menempuh pendidikan formal di SMA Negeri 1 Jakarta. Penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2007 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Pada bulan Juli-Agustus 2010 penulis berkesempatan melaksanakan kegiatan Praktik Kerja Lapangan di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Rumpin, Bogor. Selama menjadi mahasiswa penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Penerapan Komputer dan Sistem Informasi.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR GAMBAR ... vi DAFTAR LAMPIRAN ... vi PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1 Tujuan Penelitian ... 1

Ruang Lingkup Penelitian ... 1

Manfaat Penelitian ... 1

TINJAUAN PUSTAKA Data Warehouse dan Spatial Data Warehouse ... 1

Operasi Dasar OLAP ... 2

Sinkronisasi ... 2 Layer Peta ... 2 Visualisasi Peta... 2 Multi-Dimensional eXpressions (MDX) ... 3 Titik Panas ... 4 Spatialytics ... 4 METODE PENELITIAN Analisis ... 5

Modifikasi Data Warehouse ... 5

Pembuatan Layer Peta ... 5

Sinkronisasi Query OLAP ... 6

Pengujian ... 6

Lingkungan Pengembangan ... 6

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis ... 6

Modifikasi Data Warehouse ... 7

Pembuatan Layer Peta ... 7

Sinkronisasi Query OLAP ... 8

Antarmuka Spatial OLAP ... 10

Pengujian ... 10

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 12

Saran ... 12

DAFTAR PUSTAKA ... 12

(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Urutan layer peta. ... 2

2 Ilustrasi dimensi, measure, dan member. ... 3

3 Ilustrasi agregasi. ... 4

4 Ilustrasi hierarki dan level. ... 4

5 Arsitektur Spatialytics. ... 5

6 Tahapan penelitian. ... 5

7 Arsitektur penelitian sebelumnya... 5

8 Proses input query CQL. ... 6

9 Proses input query MDX. ... 6

10 Hasil query CQL dan query MDX. ... 7

11 Perbedaan hasil query CQL dan query MDX. ... 7

12 Skema snowflake modifikasi. ... 8

13 Skema snowflake penelitian sebelumnya. ... 8

14 Blok diagram proses sinkronisasi. ... 9

15 Antarmuka spatial OLAP. ... 10

16 Antarmuka widget spatial OLAP. ... 10

17 Antarmuka tab Map dan JPivot. ... 10

18 Hasil eksekusi query. ... 11

19 Visualisasi grafik dan tabulasi. ... 11

20 Input query sistem. ... 11

21 Proses roll up. ... 11

22 Hasil peta setelah proses roll up. ... 11

23 Proses drill down di Kabupaten Ketapang. ... 12

24 Hasil peta setelah proses drill down. ... 12

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Operasi OLAP. ... 15

2 Operasi roll up, dari Kabupaten Ketapang menjadi Provinsi Kalimantan Barat... 15

3 Operasi drill down, dari level provinsi menjadi level kabupaten, di Kalimantan Tengah. ... 16

4 Operasi roll up, dari Kabupaten Ketapang menjadi Provinsi Kalimantan Barat... 17

5 Hasil eksekusi query. ... 18

(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Teknologi data warehouse dengan tool on-line analytical processing (OLAP) untuk perse-baran titik panas atau hotspot merupakan salah satu solusi dari permasalahan penumpukan data terhadap data hasil pencitraan lokasi jarak jauh satelit guna mengetahui persebaran hotspot kebakaran hutan yang terjadi di wilayah Indonesia. Teknologi OLAP dapat meng-organisasikan data persebaran hotspot dan menampilkan informasi yang terdapat di dalam data tersebut sehingga dapat digunakan dalam pengambilan keputusan guna membantu pengendalian kebakaran hutan.

Penelitian yang berjudul pembangunan spatial data warehouse berbasis web untuk persebaran hotspot di wilayah Indonesia telah dilakukan oleh Trisminingsih (2010). Pada penelitian tersebut, Trisminingsih membangun data warehouse menggunakan data spatial. Pada tahun berikutnya, Fadli (2011) melakukan penelitian yang berjudul data warehouse spatio-temporal kebakaran hutan menggunakan GeoMondrian dan Geoserver di wilayah Indonesia. Pada penelitian tersebut, Fadli menambahkan modul visualisasi kartografis berdasarkan data penelitian Trisminingsih sehingga sistem yang dihasilkan mampu mela-kukan analisis multidimensional dan menam-pilkan visualisasi kartografis yang dilengkapi diagram tabular. Namun, modul visualisasi yang dibuat belum tersinkronisasi. Pengguna harus melakukan proses input query sebanyak dua kali. Untuk melakukan analisis multidimen-sional, pengguna harus menggunakan query multidimensional expressions (MDX), sedang-kan untuk menampilsedang-kanvisualisasi kartografis menggunakan common query language (CQL). Query CQL merupakan filter yang digunakan untuk menyeleksi suatu layer yang telah dibuat dan terdapat dalam Geoserver.

Penelitian ini mencoba melengkapi keku-rangan pada penelitian sebelumnya, yaitu melakukan sinkronisasi antara query OLAP dan visualisasi peta sehingga memudahkan pengguna dalam melakukan analisis spatial OLAP. Selain itu, sinkronisasi juga menghindari terjadinya inkonsistensi data yang disebabkan proses input berbeda.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan sinkronisasi antara query OLAP dan visualisasi peta berdasarkan penelitian Fadli (2011). Dalam sistem ini, pengguna dapat mengetahui

per-sebaran titik panas cukup dengan memasukkan query MDX.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini meliputi: 1 Data yang digunakan merupakan data

kebakaran hutan di wilayah Indonesia pada tahun 1997 – 2005 yang didapatkan dari penelitian sebelumnya yang bersumber dari Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan (DPKH) Departemen Kehutanan Republik Indonesia.

2 Contoh kasus yang digunakan terdiri atas 190 titik hotspot di Indonesia.

3 Sinkronisasi peta dan navigasi OLAP yang memiliki operasi dasar seperti roll up, slicing, dan drill down.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memper-mudah pengguna dalam penyajian data atau informasi persebaran hotspot di Indonesia tanpa melibatkan penggunaan query yang banyak. Pengguna cukup menggunakan query MDX saat melakukan analisis persebaran titik panas.

TINJAUAN PUSTAKA

Data Warehouse dan Spatial Data Warehouse Data warehouse merupakan koleksi data yang memiliki sifat subject oriented, integrated, time variant, dan nonvolatile sehingga me-mungkinkan suatu lembaga, organisasi atau perusahaan dalam membuat keputusan. Pada dasarnya, data warehouse adalah database besar yang mengatur operasional data dalam sebuah repositori dengan tujuan memudahkan query dan analisis.

Spatial data warehouse merupakan tekno-logi yang menggabungkan teknotekno-logi data warehouse dengan komponen spatial. Hal ini dikarenakan 80% data yang tersimpan dalam databaselembaga, organisasi, atau perusahaan merupakan komponen spasial, seperti: alamat, kode pos, dan lokasi (Franklin 1992 dalam Badard 2010). Adapun empat karakteristik data warehouse ialah:

1 Subject oriented, data warehouse didesain untuk menganalisis data berdasarkan subjek tertentu dalam lembaga, organisasi, atau perusahaan bukan berdasarkan fungsi atau proses aplikasi tertentu.

(10)

2 Integrated, data warehouse

nyimpan data yang berasal dari sumber yang terpisah ke dalam satu format yang konsisten.

3 Time variant, data yang disimpan mem berikan sejarah informasi

lain, data yang disimpan rentang waktu tertentu. 4 Nonvolatile, proses yang dii

data warehouse hanya pemuatan dan akses data tanpa mengubah data sumber sehingga data yang tersimpan tidak dapat di-update atau di-delete

Operasi Dasar OLAP

Operasi dasar OLAP menurut Han dan Kamber (2006) yaitu:

1 Roll up

Operasi roll up dilakukan

dengan cara menaikkan tingkat hierarki atau mereduksi jumlah dimensi 2 Drill down

Drill down merupakan operasi kebalikan dari roll up. Operasi ini dapat merepre sentasikan data secara lebih detail atau spesifik dari level tinggi ke level

3 Slicing

Slicing merupakan proses pemilihan sa dimensi dari suatu kubus

menghasilkan subcube. 4 Dicing

Dicing merupakan proses

atau lebih dimensi dari suatu kubus data sehingga menghasilkan subcube

5 Pivoting

Pivoting merupakan kemampuan

yang dapat melihat data dari berbagai sudut pandang. Sumbu pada kubus data dalam aplikasi OLAP dapat diatur sehingga dapat diperoleh data yang diinginkan sesuai dengan sudut pandang analisis yang diperlukan

Ilustrasi mengenai operasi dilihat pada Lampiran 1. Sinkronisasi

Proses operasi dalam sistem digital dapat dilakukan secara bersamaan. Untuk memastikan proses yang dilakukan mengikuti aturan yang telah ditetapkan dibutuhkan sinkronisasi. dilakukan sinkronisasi adalah menghindari terjadinya inkonsitensi data karena aksesan oleh beberapa proses yang berbeda serta untuk mengatur urutan jalannya proses

data warehouse dapat me-yang berasal dari sumber

dalam satu format yang

, data yang disimpan mem-berikan sejarah informasi. Dengan kata

data yang disimpan valid pada rentang waktu tertentu.

, proses yang diizinkan dalam hanya pemuatan dan akses data tanpa mengubah data sumber tersimpan tidak dapat delete.

menurut Han dan

dilakukan pada kubus data kan tingkat suatu hierarki atau mereduksi jumlah dimensi.

merupakan operasi kebalikan . Operasi ini dapat merepre-sentasikan data secara lebih detail atau spesifik dari level tinggi ke level rendah.

merupakan proses pemilihan satu kubus data sehingga

merupakan proses pemilihan dua atau lebih dimensi dari suatu kubus data

subcube.

pakan kemampuan OLAP yang dapat melihat data dari berbagai sudut pandang. Sumbu pada kubus data dalam dapat diatur sehingga dapat diperoleh data yang diinginkan sesuai dengan sudut pandang analisis yang

Ilustrasi mengenai operasi OLAP dapat

Proses operasi dalam sistem digital dapat dilakukan secara bersamaan. Untuk memastikan proses yang dilakukan mengikuti aturan yang telah ditetapkan dibutuhkan sinkronisasi.Tujuan sinkronisasi adalah menghindari adinya inkonsitensi data karena peng-aksesan oleh beberapa proses yang berbeda

urutan jalannya

proses-proses sehingga dapat berjalan dengan lancar (Messerschmitt 1990).

Layer Peta

Umumnya terdapat dua jenis peta, base layer dan overlay

atau layer dasar terletak paling bawah dari daftar layer dan semua layer

atasnya, sedangkan layer digunakan sebagai base layer

layer. Untuk dapat menampilkan sebuah peta dibutuhkan minimal satu buah

digunakan sebagai layer

pembuatan layer peta dapat dianalogikan seperti menggambar pada kertas transparan dan menumpuknya. Tumpukan kertas yang berada di bawah disebut base

tumpukan lainnya disebut overlay

tumpukan layer pada saat pembuatan peta har diperhatikan karena akan mem

tampilan peta. Layer yang mendominasi tampilan sebaiknya digunakan pada tumpukan terbawah atau bisa juga dijadikan

(Hazzard 2011). Sebagai contoh, sebuah peta sederhana terdiri atas tiga buah

provinsi, layer kabupaten, dan Layer provinsi digunakan sebagai sedangkan layer kabupaten dan kecamatan digunakan sebagai

dengan urutan layer kecamatan berada di atas layer kabupaten. Ilustrasi urutan

seperti Gambar 1.

Gambar 1 Urutan layer

Visualisasi Peta

Visualisasi merupakan konversi data geospatial dari database

grafis. Dalam sistem database

informasi spatial biasanya disimpan dalam format data raster atau data vektor. Untuk memvisualisasikan data raster,

mengubah informasi geografis yang terkait dengan setiap pixel menjadi warna tertentu dan menyajikan setiap pixel

sedangkan untuk memvisualisasikan data vektor, program harus mengidentifikasi proses sehingga dapat berjalan dengan lancar

ua jenis layer pada overlay layer. Base layer dasar terletak paling bawah dari layer lain berada di lain yang tidak layer disebut overlay menampilkan sebuah peta ibutuhkan minimal satu buah layer yang akan layer dasar. proses peta dapat dianalogikan seperti as transparan dan umpukan kertas yang berada base layer, sedangkan overlay layer. Urutan pembuatan peta harus diperhatikan karena akan memengaruhi yang mendominasi tampilan sebaiknya digunakan pada tumpukan dijadikan base layer Sebagai contoh, sebuah peta sederhana terdiri atas tiga buah layer, layer kabupaten, dan layer kecamatan. provinsi digunakan sebagai base layer, kabupaten dan layer akan sebagai overlay layer kecamatan berada di atas Ilustrasi urutan layer peta

layer peta.

Visualisasi merupakan konversi data ke dalam bentuk database geospatial, biasanya disimpan dalam format data raster atau data vektor. Untuk memvisualisasikan data raster, program harus mengubah informasi geografis yang terkait menjadi warna tertentu dan secara individual, ntuk memvisualisasikan data harus mengidentifikasi data

(11)

geometri (berupa titik, garis, kurva, dan poligon), mengonversi sistem geospatial koordinat asli ke sistem koordinat layar, mengasosiasikan warna tertentu untuk setiap bentuk, dan menghasilkan output melalui drawing function yang disediakan oleh sistem operasi (Wu 2008). Visualisasi peta memung-kinkan pengguna untuk melihat struktur atau fenomena dari daerah yang direpresentasikan. Adapun proses visualisasi peta menurut Kraak (2003) hendaknya mengacu pada kaidah “How do I say what to whom, and is it effective?”, sedangkan berdasarkan kegunaannya, peta tergantung pada faktor-faktor berikut:

1 Pengguna

Pengguna akan mempengaruhi tampilan peta. Peta untuk pariwisata dan peta topografi dari daerah yang sama sangat jauh berbeda dalam hal kontendan tampilan karena dibuat untuk pengguna yang berbeda.

2 Tujuan

Tujuan peta menentukan fitur apa saja yang akan ditampilkan dan bagaimana mereka diwakili. Perbedaan tujuan seperti orientasi dan navigasi, perencanaan fisik, manajemen, dan pendidikan membutuhkan peta yang berbeda.

3 Konten

Kegunaan suatu peta juga bergantung pada konten. Konten dapat dilihat sebagai konten utama (tema utama), konten sekunder (informasi peta) dan konten pendukung (legenda, skala, dll).

4 Skala Peta

Skala peta adalah perbandingan antara jarak di peta dan jarak sebenarnya. Skala mengontrol jumlah detail dan luasnya daerah yang dapat ditampilkan. Skala peta didasarkan pada pertimbangan seperti: tujuan peta, kebutuhan pengguna, konten, ukuran area yang dipetakan, dan akurasi yang diperlukan.

5 Proyeksi Peta

Pemilihan proyeksi peta menentukan bagaimana, di mana, dan berapa banyak peta terdistorsi. Biasanya, proyeksi peta yang dipilih digunakan untuk peta topografi di negara tertentu.

6 Ketepatan

GIS telah menyederhanakan proses ekstraksi informasi dan komunikasi. Menggabungkan atau mengintegrasikan berbagai perangkat data telah menjadi mungkin. Namun, ada kemungkinan data

yang terintegrasi tidak relevan atau tidak konsisten. Pengguna harus sadar dengan aspek kualitas data atau akurasi seperti: lokasi, nilai atribut, label peta, dan kelengkapan data.

Multi-Dimensional eXpressions (MDX) MDX merupakan query language pada OLAP, sama halnya dengan query SQL pada relational database. Disamping itu, ekspresi MDX dapat digunakan untuk penambahan business logic ke dalam kubus data, menen-tukan pengaturan keamanan, membuat custom member roll up, custom level roll up, dan lain-lain. Dengan kata lain, MDX digunakan hampir pada seluruh desain OLAP yang efektif (Whitehorn et al.2005).

Beberapa istilah yang sering digunakan dalam MDX diantaranya: dimensi, measure, member, hierarki, agregasi, dan level. Gambar 2 menampilkan ilustrasi dimensi, measure, dan member. Pada ilustrasi Gambar 2 terdapat dua buah dimensi, yaitu dimensi waktu dan dimensi satelit. Dimensi satelit memilliki empat buah member, yaitu: NOAA_10, NOAA_12, NOAA_13, dan NOAA_14. Dimensi waktu juga memiliki empat buah member April–Juli. Terdapat satu buah measure, yaitu jumlah hotspot, berupa jumlah hotspot yang muncul dalam waktu satu bulan.

Gambar 2 Ilustrasi dimensi, measure, dan member.

Umumnya pada sebuah kubus data terdapat sebuah dimensi waktu dan kebanyakan ber-bentuk hierarki yang memiliki tingkatan atau level. Sebagai contoh, dimensi waktu memiliki empat buah level: all, tahun, kuarter, dan bulan. Level teratas merepresentasikan jumlah infor-masi terbesar dari level yang berada di bawahnya. Representasi nilai yang tersimpan merupakan penambahan atau agregasi data asli pada kubus data. Ilustrasi agregasi data dapat dilihat pada Gambar 3, sedangkan ilustrasi hieraki dan level dapat dilihat pada Gambar 4.

(12)

Gambar 3 Ilustrasi agregasi.

Gambar 4 Ilustrasi hierarki dan level.

Berikut contoh penggunaan query MDX yang menampilkan data jumlah hotspot pada dimensi satelit pada tahun 1998:

SELECT { [Satelit].[Semua Satelit] } ON COLUMNS, { [Measures].[jumlah_hotspot] } ON ROWS FROM [geohotspot] WHERE [Waktu].[1998] Titik Panas

Pemantauan titik panas dilakukan dengan cara penginderaan jauh (remote sensing) meng-gunakan satelit. Data titik panas merupakan salah satu indikator tentang kemungkinan terjadinya kebakaran hutan sehingga dapat dilakukan analisis, pemantauan, dan terkadang harus melakukan pemeriksaan langsung ke lapangan untuk mengetahui apakah diperlukan langkah pencegahan kebakaran (Adinugroho et al. 2005 dalam Hayardisi 2008).

Satelit yang biasa digunakan adalah satelit National Oceanic and Atmospheric Adminis-tration (NOAA) melalui sensor Advanced Very High Resolution Radiometer (AVHRR) karena sensor tersebut dapat membedakan suhu permukaan di darat dan di laut. Satelit NOAA-AVHRR memiliki cakupan yang luas dan mengunjungi tempat yang sama sebanyak 4 kali dalam satu hari sehingga data yang didapatkan cukup aktual dengan waktu analisis yang cepat

meskipun wilayahnya luas (Adinugroho et al. 2005 dalam Hayardisi 2008).

Spatialytics

Spatialytics merupakan komponen kartogra-fik (framework) yang mampu melakukan navi-gasi kubus data geospatial (spatial OLAP). Spatialytics dikembangkan oleh GeoSOA Re-search Team menggunakan Dojo Toolkit dan OpenLayers yang bersifat open source. Sebagai web mapping client, Spatialytics mampu melakukan operasi OLAP seperti roll up dan drill down serta menampilkan spatial measures atau pengukuran dalam bentuk spatial. Contoh, pada saat melakukan perhitungan jumlah hotspot di Kabupaten Ketapang, data warehouse yang belum mendukung data spatial hanya mampu menampilkan jumlah hotspot pada kabupaten tersebut. Namun, dengan menggunakan Spatialytics, pengguna tidak hanya mengetahui jumlah hotspot tetapi juga dapat melihat persebaran hotspot di kabupaten tersebut. Spatialytics memiliki arsitektur three tier yang meliputi:

1 Lapisan bawah (bottom tier)

Lapisan bawah merupakan suatu sistem database relasional (DBMS PostgreSQL) yang diberi library tambahan (PostGIS) sehingga mampu menangani data spatial. 2 Lapisan tengah (middle tier)

Lapisan tengah merupakan tempat penyimpanan struktur kubus data atau OLAP server. Spatialytics menggunakan OLAP server GeoMondrian yang meru-pakan modifikasi dari OLAP server Mondrian sehingga mampu menangani data spatial.

3 Lapisan atas (top tier)

Lapisan atas merupakan lapisan untuk end user yang berfungsi menampilkan ring-kasan dari isi data warehouse yang merupakan hasil operasi OLAP serta menampilkan (peta) persebaran hotspot. Implementasi user interface pada lapisan atas menggunakan Dojo Toolkit, sedang-kan visualisasi persebaran hotspot meng-gunakan OpenLayers.

Gambar 5 menampilkan arsitektur frame-work Spatialytics.

METODE PENELITIAN

Berikut adalah tahapan yang dilakukan pada penelitian ini. Tahapan penelitian dijelaskan pada Gambar 6.

(13)

Gambar 5 Arsitektur

Gambar 6 Tahapan penelitian Analisis

Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap sistem spatial OLAP yang sudah ada. penelitian sebelumnya, sistem tersebut berhasil menambahkan modul visualisasi peta ke dalam

Arsitektur Spatialytics.

Tahapan penelitian.

dilakukan analisis terhadap yang sudah ada. Pada , sistem tersebut berhasil menambahkan modul visualisasi peta ke dalam

sistem OLAP. Namun, modul terintegrasi. Dibutuhkan query untuk menampilkan peta dan operasi

Oleh sebab itu, perlu dilakukan sinkronisasi antara visualisasi peta dan operasi

Skema yang digunakan pada sistem merupakan skema snowflake

tabel fakta dan tiga dimensi, yaitu: dimensi waktu, dimensi satelit, dan dimensi lokasi. Arsitektur yang digunakan menggunakan arsitektur three tier yang meliputi lapisan bawah, lapisan tengah, dan lapisan atas. Gambar 7 menampilkan

digunakan pada penelitian sebelumnya

Gambar 7 Arsitektur penelitian sebelumnya.

Modifikasi Data Warehouse Berdasarkan analisis yang

terdapat kesamaan antara data warehouse penelitian sebelumnya dan

yang akan digunakan pada penelitian ini sehingga pada tahap ini

pembuatan data warehouse memodifikasi data warehouse dari penelitian sebelumnya.

yang dilakukan meliputi modifikasi skema multidimensional, berupa file

tuan tabel fakta. Pembuatan Layer Peta

Layer peta yang terdapat pada aplikasi spatial OLAP terdiri atas layer

persebaran hotspot. Layer dasar bersifat statis Fungsi dari layer dasar ialah

wilayah administratif Indonesia hin kabupaten. Layer persebaran dinamis. Layer ini berfungsi persebaran hotspot berdasarkan dimasukkan oleh pengguna.

pembuatan layer dasar dilakukan dengan Geoserver.

odul tersebut belum query yang berbeda menampilkan peta dan operasi OLAP. Oleh sebab itu, perlu dilakukan sinkronisasi antara visualisasi peta dan operasi OLAP.

Skema yang digunakan pada sistem snowflake. Terdapat satu tabel fakta dan tiga dimensi, yaitu: dimensi i satelit, dan dimensi lokasi. Arsitektur yang digunakan menggunakan yang meliputi lapisan bawah, lapisan tengah, dan lapisan atas. menampilkan arsitektur yang pada penelitian sebelumnya.

penelitian sebelumnya.

Data Warehouse

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, data warehouse pada penelitian sebelumnya dan data warehouse yang akan digunakan pada penelitian ini ada tahap ini tidak dilakukan data warehouse baru melainkan data warehouse yang sudah ada ri penelitian sebelumnya. Proses modifikasi yang dilakukan meliputi modifikasi skema file XML, dan

penen-peta yang terdapat pada aplikasi layer dasar dan layer dasar bersifat statis. ialah menampilkan wilayah administratif Indonesia hingga tingkat sebaran hotspot bersifat berfungsi menampilkan berdasarkan query yang dimasukkan oleh pengguna. Implementasi dasar dilakukan dengan tool

(14)

Sinkronisasi Query OLAP

Pada penelitian sebelumnya, proses menam-pilkan peta dan data tabulasi serta grafik meng-gunakan dua query yang berbeda. Proses me-nampilkan peta menggunakan query CQL, sedangkan untuk menampilkan data tabulasi dan grafik menggunakan query MDX. CQL merupakan filter seleksi yang digunakan pada Geoserver untuk menyeleksi suatu layer, sedangkan MDX merupakan query yang umum digunakan pada operasi OLAP. Proses sinkro-nisasi query ditujukan untuk menghubungkan operasi OLAP dengan visualisasi peta serta mempermudah pengguna dalam melakukan analisis persebaran hotspot. Dengan adanya sinkronisasi, pengguna cukup memasukkan sebuah query untuk melakukan analisis.

Pengujian

Proses pengujian dilakukan untuk menge-tahui apakah aplikasi telah sesuai dengan kebutuhan dan memeriksa apakah operasi dasar OLAP berhasil diimplementasikan. Pengujian dilakukan pada kubus data geometri yang divisualisasikan dalam bentuk peta. Pengujian yang dilakukan pada tahap ini diantaranya pengujian fungsi-fungsi sistem dan uji query. Fungsi sistem yang dilakukan pengujian pada tahap adalah fungsi drill down dan fungsi roll up, sedangkan query yang diujikan berupa query MDX.

Lingkungan Pengembangan

Aplikasi spatial data warehouse dibangun menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak dengan spesifikasi sebagai berikut:

Perangkat keras:

• Processor Intel Core2Duo @2.1 GHz. • RAM 2 GB DDR3.

• HDD 320 GB.

• Monitor LCD 14,1” dengan resolusi 1366 x 768.

Mouse dan keyboard. Perangkat lunak:

• Sistem operasi Windows 7 Professional. • Apache Tomcat 6.x sebagai web server. GeoMondrian sebagai OLAP server. Schema workbench untuk mendesain

skema kubus data multidimensional. • Spatialytics sebagai spatial OLAP

framework.

PostgreSQL 8.4 sebagai database server dengan library PostGIS untuk menyim-pan data spatial.

Web browser menggunakan Mozilla Firefox 3.6.x dan Google Chrome.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis

Pada penelitian sebelumnya, proses visualisasi peta dan analisis OLAP mem-butuhkan input query yang berbeda, visualisasi peta menggunakan query CQL, sedangkan analisis OLAP menggunakan query MDX. Sebagai contoh, untuk menampilkan hotspot di Pulau Kalimantan pada bulan Mei tahun 2000 query yang digunakan untuk menampilkan proses input query CQL dapat dilihat pada Gambar 8, sedangkan query yang digunakan untuk menampilkan proses input query MDX dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 10 menampilkan hasil kedua query tersebut. Namun, pada wilayah yang memiliki hotspot di atas 150 titik, kedua query menampilkan hasil yang berbeda. Hal ini dikarenakan peta yang dihasilkan hanya mampu menampilkan sebanyak 150 titik. Sebagai contoh, hotspot pada Pulau Sulawesi bulan Mei tahun 2000 hasil query MDX menampilkan 773 titik, tetapi hasil query CQL menampilkan 150 titik. Begitu pula dengan hotspot pada Pulau Jawa tahun 2000. Gambar 11 menampilkan perbedaan hasil query CQL dan MDX pada hotspot Pulau Jawa tahun 2000.

Gambar 8 Proses input query CQL.

(15)

Gambar 10 Hasil query CQL dan query MDX.

Gambar 11 Perbedaan hasil query CQL dan query MDX.

Modifikasi Data Warehouse

Proses modifikasi dilakukan pada skema multidimensional dalam bentuk file XML. Implementasi modifikasi skema multidimen-sional dilakukan dengan tool schema work-bench. Skema multidimensional yang digu-nakan berupa skema snowflake yang terdiri atas dimensi waktu, dimensi satelit, dan dimensi lokasi. Skema ini digunakan untuk menangani redudansi data geometri pada dimensi lokasi. Dari hasil analisis data pada penelitian sebelumnya didapatkan dua buah measure,yaitu frekuansi hotspot dan luasan hotspot, sedangkan pada dimensi lokasi terdapat empat buah level, yakni level hotspot, level kabupaten, level provinsi, dan level pulau.

Proses modifikasi yang dilakukan pada penelitian ini berupa penghapusan level pulau dari dimensi lokasi dan penghapusan luasan

hotspot dari measure. Penghapusan level pulau dari dimensi lokasi dikarenakan keterbatasan data yang diperoleh dari penelitian sebelumnya. Data geometri pada tabel pulau dalam database bernilai null (tidak ada data geometri pada tabel tersebut). Datageometri pulau digunakan untuk merepresentasikan kartografik berdasarkan pulau yang ada di wilayah Indonesia. Skema snowflake penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 12, sedangkan skema snowflake penelitian sebelumnya dapat dilihat pada Gambar 13.

Adapun penghapusan measure luasan hot-spot dikarenakan perhitungan yang dilakukan mengenai luas wilayah yang terbakar pada penelitian sebelumnya tidak terlalu akurat. Luas hotspot senilai 1.21 km2 yang didapat pada penelitian sebelumnya merupakan resolusi citra dari satelit NOAA (1.1 km x 1.1 km). Menurut Thoha (2008) meskipun jumlah titik panas dalam luasan tersebut lebih dari satu, luasan tersebut tetap akan diwakili oleh sebuah titik hotspot dengan lokasi tepat ditengah luasan persegi tersebut. Oleh sebab itu, penentuan luas daerah yang terbakar berdasarkan data satelit NOAA tidak dilakukan karena menyebabkan bias yang sangat besar.

Pembuatan Layer Peta

Layer peta yang terdapat pada aplikasi spatial OLAP terdiri atas layer dasar dan layer persebaran hotspot. Implementasi pembuatan layer dasar dilakukan dengan tool Geoserver terdiri atas tiga tahap, yaitu: pembuatan workspace, pembuatan data store, dan pembuatan layer.

Workspace dibuat sebagai ruang kerja dari layer dan berfungsi untuk menampung layer yang dibuat. Konfigurasi data store dilakukan untuk menentukan lokasi penyimpanan data. Pada penelitian ini, data disimpan di dalam database management system (DBMS) PostgreSQL dengan library PostGIS untuk mendukung data spatial. Data tersebut digunakan untuk menampilkan layer dasar yang didapat dari nilai geometri pada tabel provinsi dan kabupatendi dalam database. Pembuatan layer dilakukan agar layer peta yang dihasilkan hanya menampilkan wilayah Indonesia. Pada tahap ini dilakukan konfigurasi sistem referensi koordinat, dan bounding box. Sistem referensi koordinat merupakan sistem acuan yang digunakan untuk mendefinisikan dan menyatakan koordinat suatu titik baik koordinat horizontal maupun vertikal. Sistem referensi koordinat yang digunakan pada penelitian ini adalah WGS-84 (EPSG:4326). Bounding box

(16)

merepresentasikan batasan suatu wilayah di permukaan bumi yang akan ditampilkan. Bounding box pada penelitian ini adalah posisi wilayah Indonesia yaitu 95.06 pada sumbu X minimum (950 bujur timur), 141.007 pada sumbu X maksimum (1410 bujur timur), 5.907 pada sumbuY maksimum (60 lintang utara), dan -10.997 pada sumbu Y minimum (110 lintang selatan).

Gambar 12 Skema snowflake modifikasi.

Layer persebaran hotspot menampilkan peta berdasarkan query yang dimasukkan pengguna. Layer ini menampilkan dua macam fitur objek yakni polygon dan point. Objek point ditam-pilkan saat pengguna memasukkan query yang menanyakan lokasi hotspot sedangkan objek polygon ditampilkan saat pengguna mema-sukkan query yang menanyakan wilayah yang terdapat hotspot. Berikut contoh penggunaan query yang menampilkan objek polygon dan point secara berurut:

SELECT {[Measures].[Jumlah_Hotspot]} ON COLUMNS, {[lokasi].[RIAU].children} ON ROWS FROM [geohotspot] WHERE [waktu].[1999] SELECT {[Measures].[Jumlah_Hotspot]} ON COLUMNS, {[lokasi].[RIAU].[BENGKALIS].children} ON ROWS FROM [geohotspot] WHERE [waktu].[1999]

Gambar 13 Skema snowflake penelitian sebelumnya.

Sinkronisasi Query OLAP

Secara umum proses sinkronisasi terdiri atas tiga tahap, yaitu:

1 Spatialytics Client melakukan submit query menuju server,

2 server mengolah query dan mengambil data yang dibutuhkan dari database, 3 data yang telah terpilih kemudian

dikembalikan menuju Spatialytics Client oleh server.

Implementasi proses sinkronisasi query OLAP menggunakan tool olap4js. Tool tersebut memiliki dua fungsi, yaitu menangani query yang dimasukkan pengguna dan menerimadata yang dikirim oleh GeoMondian melalui server. Data yang dikirim oleh server berupa JSON objek. Blok diagram proses sinkronisasi ditampilkan pada Gambar 14.

(17)

Gambar 14 Blok diagram proses sinkronisasi.

Saat sistem dijalankan pertama kali, Spatialytics Client, diwakili oleh olap4js, melakukan submit query MDX menuju server. Server kemudian membangun koneksi dengan GeoMondrian. Setelah koneksi dengan GeoMondrian terhubung, server mengirimkan query menuju GeoMondrian. Oleh GeoMondrian, query dieksekusi dan dilakukan pengambilan data yang dibutuhkan dari database. Berikut adalah contoh kode program method eksekusi query:

123 void executeParsedQuery

(ParseTreeNode parsedQueryNode) { 124 try {

125 SelectNode node = (SelectNode) parsedQueryNode; 126 resultCellSet = _OLAP4jStatement.executeOLAP Query(node); 127 executedQuery = node; 128 } catch (OLAPException e) { 129 LOGGER.warn("Could not execute

MDX query", e); 130 }

131 }

Hasil eksekusi query oleh GeoMondrian dikirim menuju server dalam bentuk JSON agar lebih mudah diolah. JSON tersebut oleh server dikirim menuju client dan diterima oleh olap4js untuk dilakukan pengecekan terlebih dahulu. Proses pengecekan pada modul olap4js meliputi pengecekan struktur data multidimensi, seperti: hierarki, member, level, elemen, dan dimensi. Pengecekan dimensi dan elemen bertujuan mengetahui operasi OLAP yang dilakukan. Hal ini dikarenakan sistem belum mampu menangani operasi OLAP dicing. Dicing merupakan proses pemilihan dua atau lebih dimensi dari suatu kubus data. Setelah dilakukan pengecekan, data dikirim menuju

modul Featurizer. Oleh Featurizer kemudian dilakukan proses parsing untuk mendapatkan fitur objek atau spatial member berupa nilai geometri, nama member, nilai objek, dan member ordinal. Berikut adalah contoh kode program Featurizer: 127 var geojsonFeat = { 128 geometry: geomPropValue, 129 id: i, 130 properties: { 131 memberName: geomMember.name, 132 value: cellValue, 133 axisOrdinal: this.geomAxisOrdinal, 134 positionOrdinal: i, 135 memberOrdinal: this.geomHierarchyOrdinal 136 }, 137 type: "Feature" 138 };

Fitur objek yang telah terseleksi kemudian dikirim menuju modul SOLAPContext. Oleh modul SOLAPContext, fitur objek yang telah dihasilkan kemudian dikumpulkan bersama data lain yang dibutuhkan saat proses penggambaran peta misalnya proyeksi peta dan style peta. Berikut adalah contoh kode program SOLAPContext: 35 GeoSOA.Spatialytics.SOLAPContext = function (options) { ... 69 this.mapStyle = options.mapStyle || new GeoSOA.Spatialytics.mapstyles .MapStyle(); 70 this.projection = options .projection || new OpenLayers .Projection("EPSG:4326"); ... 101 this.vectorLayer = new OpenLayers

.Layer.Vector("Spatialytics test", 102 { 103 features: that._vectors, 104 styleMap: that.mapStyle .getStyleMap(), 105 projection: that.projection

(18)

106 } ); ... 136 };

Setelah ditambahkan proyeksi dan

oleh SOLAPContext, data dikirim menuju OpenLayers untuk dilakukan proses

peta.

Antarmuka Spatial OLAP

Antarmuka spatial OLAP dikembangkan menggunakan JavaScript

Tampilan antarmuka sistem dapat dilihat pada Gambar 15. Pada bagian kanan terdapat tiga buah widget berupa thematic style, information dan MDX query editor. Widget thematic style digunakan pada proses rendering

Information menampilkan informasi berupa nama atau id hotspot dan jumlah

terdapat di wilayah tertentu saat pengguna meng-hover peta. Widget MDX

berfungsi sebagai editor

dimasukkan pengguna. Antarmuka ketiga widget tersebut dapat dilihat pada Gambar 1

Gambar 15 Antarmuka

Gambar 16 Antarmuka widget

Pada bagian kiri terdapat

JPivot. Tab Map berfungsi menampilkan peta ditambahkan proyeksi dan style peta data dikirim menuju dilakukan proses rendering

OLAP dikembangkan Dojo Toolkit. ampilan antarmuka sistem dapat dilihat pada . Pada bagian kanan terdapat tiga thematic style, information, Widget thematic style rendering peta. Widget menampilkan informasi berupa dan jumlah hotspot yang terdapat di wilayah tertentu saat pengguna MDX query editor berfungsi sebagai editor query yang sukkan pengguna. Antarmuka ketiga

tersebut dapat dilihat pada Gambar 16.

Antarmuka spatial OLAP.

widget spatial OLAP.

Pada bagian kiri terdapat tab Map dan Map berfungsi menampilkan peta

persebaran hotspot, sedangkan

digunakan untuk menampilkan data dalam bentuk tabulasi dan diagram. Pada bagian kiri atas peta terdapat dua buah

melakukan operasi roll up

Antarmuka Map dan JPivot dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17 Antarmuka tab

Pengujian

Saat pertama kali dijalankan, sistem akan mengeksekusi default query

SELECT {[Measures].[Jumlah_Hotspot COLUMNS, {[lokasi].[Hotspot].Members} ON ROWS FROM [geohotspot] WHERE [waktu].[1997]

Query tersebut menampilkan persebaran di seluruh wilayah Indonesia pada tahun 1997 (dalam hal ini hanya wilayah

Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi Kalimantan Tengah, dan Provinsi Kalimantan Barat). Hasil eksekusi query

Gambar 18, sedangkan penyajian data tabulasi dan grafik dapat dilihat pada Gambar 1

Pada penelitian sebelumnya, untuk melakukan analisis OLAP

persebaran hotspot dibutuhkan proses query sebanyak dua kali seperti ditampilkan pada Gambar 8 dan Gambar

dilakukan sinkronisasi,

sedangkan tab JPivot digunakan untuk menampilkan data dalam bentuk tabulasi dan diagram. Pada bagian kiri atas peta terdapat dua buah button untuk roll up dan drill down. Antarmuka Map dan JPivot dapat dilihat pada

tab Map dan JPivot.

Saat pertama kali dijalankan, sistem akan sebagai berikut: Hotspot]} ON ].Members} ON ROWS

tersebut menampilkan persebaran hotspot di seluruh wilayah Indonesia pada tahun 1997 (dalam hal ini hanya wilayah Provinsi Riau, Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi ngah, dan Provinsi Kalimantan query dapat dilihat pada sedangkan penyajian data tabulasi dan grafik dapat dilihat pada Gambar 19.

Pada penelitian sebelumnya, untuk dan melihat peta dibutuhkan proses input sebanyak dua kali seperti ditampilkan dan Gambar 9. Setelah pengguna cukup

(19)

melakukan input query sebanyak satu kali seperti ditampilkan pada Gambar

Gambar 18 Hasil eksekusi

Gambar 19 Visualisasi grafik dan tabulasi.

Gambar 20 Input query

Proses roll up dan

penelitian ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu melakukan input query

OLAP tool box. Tahapan yang dibutuhkan untuk melakukan proses roll up

sebanyak satu kali seperti ditampilkan pada Gambar 20.

Hasil eksekusi query.

grafik dan tabulasi.

query sistem.

dan drill down pada penelitian ini dapat dilakukan dengan dua cara, query dan menggunakan Tahapan yang dibutuhkan roll up maupun drill

down menggunakan OLAP berikut:

1 mengaktifkan tombol tombol untuk op sedangkan tombol down,

2 tekan peta yang ingin dilakukan proses roll up ataupun drill down

Gambar 21 menampilkan proses Gambar 22 menampilkan hasil operasi

sedangkan Gambar 23 menampilkan proses drill down pada wilayah Kabupaten Ketapang dan Gambar 24 menampilkan

down menggunakan OLAP

2 menampilkan tahapan yang dibutuhkan untuk melakukan proses roll up

sinkronisasi, Lampiran 3 menampilkan tahapan yang dibutuhkan untuk melakukan proses up,dan Lampiran 4 menampilkan tahapan yang dibutuhkan untuk melakukan proses

menggunakan query MDX sinkronisasi.

Gambar 21 Proses

Gambar 22 Hasil peta setelah proses

OLAP tool box sebagai

n tombol OLAP tool box, untuk operasi roll up untuk operasi drill ekan peta yang ingin dilakukan proses

drill down.

menampilkan proses roll up dan hasil operasi roll up, menampilkan proses pada wilayah Kabupaten Ketapang menampilkan hasil operasi drill tool box. Lampiran menampilkan tahapan yang dibutuhkan untuk sebelum dilakukan menampilkan tahapan melakukan proses roll menampilkan tahapan yang melakukan proses drill down MDX sesudah dilakukan

Proses roll up.

(20)

Gambar 23 Proses drill down Ketapang.

Gambar 24 Hasil peta setelah proses down.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Sistem spatial OLAP bangun menggunakan framework Sistem mampu melakukan sinkronisasi antara visualisasi peta dan operasi

Sistem ini dapat mempermudah pengguna melakukan analisis hotspot. Pengguna cukup memasukkan query MDX dalam melakukan analisis. Data sampel yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 19

meliputi wilayah provinsi Riau, Kali drill down di Kabupaten

Hasil peta setelah proses drill

KESIMPULAN DAN SARAN

telah berhasil di-framework Spatialytics. mampu melakukan sinkronisasi query antara visualisasi peta dan operasi OLAP.

Sistem ini dapat mempermudah pengguna . Pengguna cukup MDX dalam melakukan yang digunakan pada berjumlah 190 titik hotspot, wilayah provinsi Riau, Kalimantan

Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan.

Kekurangan pada penelitian ini

belum mampu mengolah data dalam jumlah yang banyak (umumnya data kebakaran hutan berjumlah ratusan ribu). Sel

belum mampu melakukan operasi OLAP Operasi dicing memungkinkan pengguna me nampilkan peta beberapa tahun sekaligus. Saran

Sistem ini masih memiliki banyak keku rangan sehingga diharapkan dapat dilakukan pengembangan selanjutnya. Saran untuk pene litian selanjutnya, yaitu:

1 Membuat sistem yang mampu

data kebakaran hutan dalam jumlah nyata bukan sample.

2 Membuat sistem yang mampu operasi OLAP dicing. Operasi mungkinkan pengguna perbandingan.

3 Menambah modul update, insert,

yang dapat memudahkan pengguna apabila terdapat data baru.

DAFTAR PUSTAKA

Adinugroho WC, Suryadiputra

BH, Siboro L. 2005. Dalian Kebakaran Hutan

Gambut. Proyek Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia.

Wetlands International gramme dan Wildlife H Badard T. 2010. Open source

business intelligence in action with GeoMondrian and SOLAPLayers! dalam: FOSS4G 2010 workshop Barcelona, 9 Sep 2010.

Fadli MH. 2011. Data temporal kebakaran h

Geomondrian dan Geoserver

Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Franklin C. 1992. An geographic information maps to databases. Database

Han J, Kamber M. 2006. Data Mining: Concept and Techniques. San Fransisco: Morgan Kaufman Publisher.

Hayardisi G. 2008. Data warehouse berbasis web untuk persebaran

Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur,

Kekurangan pada penelitian ini ialah sistem belum mampu mengolah data dalam jumlah yang banyak (umumnya data kebakaran hutan Selain itu, sistem juga melakukan operasi OLAP dicing. memungkinkan pengguna me-nampilkan peta beberapa tahun sekaligus.

masih memiliki banyak keku-rangan sehingga diharapkan dapat dilakukan . Saran untuk

pene-Membuat sistem yang mampu menampilkan data kebakaran hutan dalam jumlah nyata Membuat sistem yang mampu melakukan . Operasi dicing me-mungkinkan pengguna dalam melakukan

update, insert, dan delete yang dapat memudahkan pengguna apabila

DAFTAR PUSTAKA

Suryadiputra INN, Saharjo . 2005. Panduan Pengen-Dalian Kebakaran Hutan dan Lahan

Proyek Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia. Bogor: International–Indonesia

Pro-Habitat Canada. Open source geospatial ntelligence in action with GeoMondrian and SOLAPLayers!. Di

FOSS4G 2010 workshop; Sep 2010.

ata warehouse spatio-hutan menggunakan an Geoserver [skripsi]. Fakultas Matematika dan Ilmu , Institut Pertanian

An introduction to nformation systems: linking Database15(2):12–21.

Data Mining: Concept . San Fransisco: Morgan

arehouse dan OLAP ersebaran hotspot di

(21)

wilayah Indonesia menggunakan PALO 2.0 [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Hazzard E. 2011.OpenLayers 2.10 Beginner’s Guide. Birmingham: Packt Publishing. Kraak MJ. 2003. Geovisualization illustrated.

ISPRS Journal of Photogrammetry and Remote Sensing 57:1–10.

Messerschmitt DG. 1990. Synchronization in digital system design.IEEE Journal on Selected Areas in Communications 8:1–10. Thoha AS. 2008. Penggunaan data hotspot

untuk monitoring kebakaran hutan dan lahan

di Indonesia. [karya Tulis]. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Trisminingsih R. 2010. Pembangunan spatial data warehouse berbasis web untuk persebaran hotspot di wilayah Indonesia [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Whitehorn M, Zare R, Pasumansky M. 2005. Fast Track to MDX. London: Springer. Wu S. 2008. Visualizing Constraint Data. Di

dalam: Shekhar S, Xiong H, editor. Encyclopedia of GIS. Springer. hlm 1228– 1232.

(22)
(23)

Lampiran 1 Operasi OLAP.

Lampiran 2 Operasi roll up, dari Kabupaten Ketapang menjadi Provinsi KalimantanBarat

Tampilan peta dan

dari Kabupaten Ketapang menjadi Provinsi KalimantanBarat

Tampilan peta dan query sebelum dilakukan operasi roll up

(24)

Lanjutan

Lampiran 3 Operasi drill down, dari level provinsi menjadi level kabupaten, di Kalimantan Tengah.

Tampilan peta dan query sebelum dilakukan operasi drill down

(25)

Lanjutan

Lampiran 4 Operasi roll up,dari Kabupaten Ketapang menjadi Provinsi Kalimantan Barat.

Tampilan peta dan query setelah dilakukan operasi roll up

Tampilan peta dan query setelah dilakukan operasi drill down

Tampilan peta dan query sebelum dilakukan operasi roll up

(26)

Lampiran 5 Hasil eksekusi query.

Lampiran 6 Struktur geohotspot.xml. <Schema name="hotspot">

<Cube name="geohotspot" cache="true" enabled="true"> <Table name="tabel_fakta" schema="public">

</Table>

<Dimension type="TimeDimension" foreignKey="waktu_id" name="waktu">

<Hierarchy hasAll="true" allMemberName="Semua Waktu" primaryKey="waktu_id"> <Table name="dim_waktu" schema="public">

</Table>

<Level name="Tahun" column="tahun" type="Numeric" uniqueMembers="true" levelType="TimeYears" hideMemberIf="Never">

</Level>

<Level name="Kuartil" column="kuartil" type="String" uniqueMembers="false" levelType="TimeQuarters" hideMemberIf="Never">

</Level>

<Level name="Bulan" column="bulan" type="String" uniqueMembers="false" levelType="TimeMonths" hideMemberIf="Never">

</Level> </Hierarchy> </Dimension>

<Dimension type="StandardDimension" foreignKey="satelit_id" name="satelit"> <Hierarchy hasAll="true" allMemberName="Semua Satelit" primaryKey="satelit_id"> <Table name="dim_satelit" schema="public">

</Table>

<Level name="Nama Satelit" column="satelit_name" type="String"

uniqueMembers="true" levelType="Regular" hideMemberIf="Never"> </Level>

(27)

Lanjutan </Dimension>

<Dimension type="StandardDimension" foreignKey="hotspot_id" name="lokasi"> <Hierarchy hasAll="true" allMemberName="Seluruh Indonesia"

primaryKey="kode_hotspot" primaryKeyTable="hotspot"> <Join leftKey="kode_kab" rightAlias="geohotspot_kab" rightKey="kode_kab"> <Table name="hotspot" schema="public">

</Table>

<Join leftKey="kode_prop" rightKey="kode_prop"> <Table name="geohotspot_kab" schema="public"> </Table>

<Table name="geohotspot_prop" schema="public"> </Table>

</Join> </Join>

<Level name="Hotspot Provinsi" table="geohotspot_prop" column="nama_prop" type="String" uniqueMembers="true" levelType="Regular" hideMemberIf="Never">

<Property name="geom" column="the_geom" type="Geometry"> </Property>

</Level>

<Level name="Hotspot Kabupaten" table="geohotspot_kab" column="nama_kab" type="String" uniqueMembers="true" levelType="Regular" hideMemberIf="Never">

<Property name="geom" column="kab_geom" type="Geometry"> </Property>

</Level>

<Level name="Hotspot" table="hotspot" column="kode_hotspot" type="String"

uniqueMembers="true" levelType="Regular" hideMemberIf="IfBlankName"> <Property name="pointgeom" column="hotspot_geom" type="Geometry">

</Property> </Level> </Hierarchy> </Dimension>

<Measure name="Jumlah_Hotspot" column="jumlah" datatype="Integer" formatString="Standard" aggregator="sum" visible="false"> </Measure>

</Cube> </Schema>

Gambar

Ilustrasi  mengenai  operasi  dilihat pada Lampiran 1.
Gambar  2    Ilustrasi  dimensi,  measure,  dan  member.
Gambar 3  Ilustrasi agregasi.
Gambar 5  Arsitektur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Isi Keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia Nomor 1/Missi/1959 tentang Keistimewaan Propinsi Aceh yang meliputi agama, peradatan, dan pendidikan, yang selanjutnya

WP dengan konsentrasi 0,35 g/l dan 0,175 g/l menunjukkan persentase jumlah buah cabai yang terserang cukup tinggi dan tidak berbeda nyata berkisar antara 56,10-67,54%

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka untuk membatasi pemfokusan teori dan variabel penelitian maka penulisan menyusun sebuah identifikasi masalah. Adapun

Berdasarkan permasalahan di atas peneliti mengajukan solusi untuk memecahkan permasalahan dengan mengadakan metode partisipatori, karena metode ini adalah salah

Terhadap Pemutusan Hubungan Kerja Surfifal Yadi karena melanggar Peraturan Perusahaan sebagaimana diatur dalam Pasal 161 ayat (1) Undang Undang Nomor 13 Tahun

SELEKSI OLIMPIADE SAINS SMP TINGKAT KABUPATEN/KOTA TAHUN 2016. KEPALA DINAS PENDIDIKAN PROVINSI

IKHTISAR PENGEMBANGAN Lokasi : Cikoko, Jakarta Total Area : ± 4,0 Hektar Skema Kerjasama : 100% ACP. Tipe Pengembangan : Apartemen, Area Komersial, Area Parkir AREA

SUATU TAHAPAN PEKERJAAN YANG DILAKSANAKAN KONTRAKTOR/ PELAKSANA DALAM PENYELESAIAN PRODUK TEKNIS BANGUNAN DAN MENYERAHKAN KEPADA PEMILIK/ PENGELOLA BANGUNAN TEMPAT KERJA.