KATA PENGANTAR
Dengan megucap syukur kepada Allah SWT, akhirnya penulisan LAPORAN TEKNIS TA 2006 dapat diselesaikan dengan baik. Lapaoran Teknis ini memuat kegiatan riset yang dilakukan oleh Tim yang terdiri atas tenaga peneliti dan teknisi Balai Riset Perikanan Perairan Umum (BRPPU). Ada 5 (lima) kegiatan riset yang telah dilakukan dengan berbagai obyek riset dan lokasi, yaitu Kajian Potensi Sumberdaya Perikanan Di Sungai Kapuas Kalimantan Barat (Pendugaan Stok Dan Sebaran Jenis Ikan Di Sungai Kapuas Kalimantan Barat), Kajian Potensi Dan Model Pengelolaan Perikanan Tangkap Di Perairan Sungai Musi, Riset Karakteristik Habitat, Identifikasi Dan Domestikasi Ikan Belida Di Perairan Umum Indonesia (Karakterisasi Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Kalimantan-Sungai Barito, Sumatera- Musi Dan Siak Dan Jawa Barat-Citarum), Inventarisasi Jenis Dan Sumber Bahan Polutan Serta Parameter Biologi Untuk Metode Penentuan Tingkat Degradasi Lingkungan Di Sungai Musi, dan Riset Perikanan Tangkap Di Perairan Estuaria Yang Bermuara Di Selat Bangka. Riset-riset tersebut dilakukan dengan metode survei untuk pengumpulan data primer dan sekunder. Selain secara in-situ, pengamatan parameter juga dilakukan secara ex-situ di Laboratorium Kimia dan Hidrobiologi BRPPU. Hasil kegiatan riset ini disajikan dalam bentuk narasi, tabel, grafik dan gambar foto. Tidaklah heran jika Laporan Teknis ini sangat tebal. Pribahasa Tiada Gading yang Tak Retak berlaku untuk Laporan Teknis BRPPU TA 2006. Namun, bukan berarti hal ini akan mengurangi bobot data dan informasi yang terkandung di dalamnya. Sekecil apapun data dan informasi akan sangat berarti bagi pengembangan IPTEK, khususnya bidang sumberdaya perikanan perairan umum. Saran dan kritik membangun dinantikan guna perbaikan isi Laporan ini.
Palembang, Januari 2007 Kepala Balai,
Dr. Ir. H. Mas Tri Djoko Sunarno, MS NIP. 080067218
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
A. Kajian Potensi Sumberdaya Perikanan Di Sungai Kapuas Kalimantan Barat (Pendugaan Stok Dan Sebaran Jenis Ikan Di Sungai Kapuas Kalimantan Barat)
A1-77
B. Kajian Potensi Dan Model Pengelolaan Perikanan Tangkap Di Perairan Sungai Musi
B1-33
C. Riset Karakteristik Habitat, Identifikasi Dan Domestikasi Ikan Belida Di Perairan Umum Indonesia (Karakterisasi Habitat Dan Identifikasi Ikan Belida Di Kalimantan-Sungai Barito, Sumatera- Musi Dan Siak Dan Jawa Barat-Citarum)
C1-167
D. Inventarisasi Jenis Dan Sumber Bahan Polutan Serta Parameter Biologi Untuk Metode Penentuan Tingkat Degradasi Lingkungan Di Sungai Musi
D1-40
E. Riset Perikanan Tangkap Di Perairan Estuaria Yang Bermuara Di Selat Bangka
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang
Spesies ikan di dunia berdasarkan perkiraan berjumlah sekitar 28.500 spesies (Nelson, 1994). Dari jumlah tersebut, ikan laut menyusun 58%, ikan air tawar 41% dan 1% sisanya berada di antara dua lingkungan tersebut (Cohen, 1970 dalam Mustafa, 1999). Sejumlah besar spesies ikan air tawar terdapat di daerah tropis dan Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati ikan yang paing besar dengan jumlah spesies lebih dari 1300 spesies (Kottelat & Whitten, 1996).
Dari berbagai spesies ikan air tawar yang menghuni perairan tawar Indonesia, beberapa diantaranya termasuk ke dalam kelompok ikan asli Indonesia yang penting dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi misalnya ikan belida (Chitala lopis). Di Sumatera Selatan, ikan belida di tetapkan sebagai maskot fauna oleh pemerintah daerah setempat. Selain itu juga digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan makanan khas daerah seperti; empek-empek, kerupuk, kemplang dan bahan pangan yang lain. Akhir-akhir ini ada kecendrungan ikan belida ini dimanfaatkan juga sebagai ikan hias, sehingga ikan belida mulai banyak dijumpai di akuarium. Hal ini disebabkan karena bentuknya yang indah (menyerupai ikan purba dengan rumbainya yang indah) dan prestisenya (merupakan ikan langka Indonesia).
Adanya aktivitas penangkapan lebih (over fishing), penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan dan perubahan kondisi lingkungan perairan menyebabkan kelestarian jenis ikan ini menjadi terancam (Pollnac dan Malvestuto, 1991). Lebih jauh, ikan belida sudah termasuk ikan air tawar yang telah dilindungi, sehingga upaya konservasinya sangat diperlukan dan menjadi sesuatu yang mendesak demi kelestarian jenis ikan ini. Selain itu, dipandang dari aspek biologi, konservasi spesies sangat penting karena fungsinya yang signifikan terhadap komunitas akuatik dan pentingnya sistem akuatik dari keseluruhan biosfer.
Upaya konservasi ikan belida dimasa depan sangat membutuhkan data biologi kasar termasuk informasi tentang karakteristik habitat dan keragaman jenisnya, hasil dari variasi geografi (faktor lingkungan) dan isolasi reproduksinya. Keragaman jenis bisa ditunjukkan melalui bentuk tubuh (morfologi) yang secara langsung menggambarkan sifat efisiensi makan, performa gerakan, kemampuan sebagai
(fitness). Oleh karena itu riset yang berkaitan dengan karakteristik habitat dan identifikasi ikan belida di perairan umum Indonesia dalam rangka dasar program konservasinya perlu untuk dilakukan.
Hasil riset tahun 2005 adalah ikan belida di perairan Kampar Riau, Tulang Bawang Lampung, Kapuas Kalimantan Barat lebih menyukai hidup di perairan yang berlebung dengan kedalaman lebih dari 5 meter, dasar substrat yang berupa tanah atau lumpur dan banyak terdapat bahan material di perairan tersebut, termasuk bekas pohon tumbang, tumbuhan mati, akar pohon dan vegetasi air. Secara kualitatif tampilan visual Ikan belida berdasarkan warna dibedakan menjadi 5, yaitu warna hitam, hitam keperakan (gambar 9), hitam kehijauan, albino dan bercorak (batik) pada bagian tubuhnya. Sedangkan secara kuantitatif dengan pengukuran bentuk tubuh/biometrik (morfometrik) menggunakan analisa Principle Component Analyze (PCA) dan Diskriminant Analyze, ikan belida memiliki 3 bentuk morfologi yang berbeda. Perbedaan terletak pada Tinggi Punuk (% SL) dan Lebar Mulut (% HL).
1.2. Tujuan
Tujuan umum kegiatan riset ini adalah untuk mengetahui dan atau mengidentifikasi karakteristik habitat dan identifikasi spesies ikan belida di perairan umum Indonesia. Adapun tujuan khusus yaitu :
1. Mengetahui dan atau mengidentifikasi kondisi fisika, biologi dan kimia perairan pada lokasi habitat belida di Perairan DAS Siak, Musi, Citarum dan Kalimantan Selatan.
2. Mengetahui dan atau mengidentifikasi keragaman jenis ikan belida di Perairan DAS Siak, Musi, Citarum dan Kalimantan Selatan melalui teknik biometrik menggunakan analisa Principle Component Analyze (PCA) dan Diskriminant Analyze.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Belida dan Taksonomiknya
Ikan belida di Indonesia menghuni perairan Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Masyarakat Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah menyebut ikan ini sebagai ikan pipih. Beberapa negara seperti India, Burma, Thailand, kamboja, Vietnam dan Malaysia juga dijumpai ikan ini (Kottelat et al, 1993). Walaupun begitu, ukuran panjang ikan belida ternyata bervariasi di beberapa negara, di India, ikan ini mencapai panjang lebih dari 1 meter, di Thailand umumnya hanya mencapai ukuran 70-75. dan di Indonesia di laporkan mencapai 87,5 cm (Weber and Beaufort, 1913). Untuk Indonesia, hasil yang hampir sama dilaporkan oleh (Adjie dan Utomo, 1994) ikan belida di perairan Lubuk Lampam Sumatera Selatan mencapai panjang 83 cm.
Apabila dilihat filogeninya, menurut Smith (1945), taksonomi ikan belida adalah sebagai berikut : phylum-chordata, kelas-pisces, subkelas-telesostemi, ordo-isopondyli, famili-notoperidae, genus-notopterus, spesies-Notopterus chitala. Selanjutnya, Weber dan Beaufort (1913), menambahkan bahwa famili Notopteridae mempunyai tiga genus yaitu Notopterus notopterus, Notoptera chitala dan Notopterus bornensis. Identifikasi terbaru Notoptera chitala diganti namanya menjadi Chitala lopis. Selain pengelompokkan secara taksonomi, spesies-spesies ikan air tawar juga bisa dikelompokkan berdasarkan habitatnya (Welcomme, 1979) yaitu kelompok ikan putih (white fish) dan kelompok ikan hitam (black fish). Berdasarkan ini, Ikan belida termasuk dalam kelompok ikan hitam (black fish) karena memiliki habitat di perairan rawa (floodplain). Perairan rawa memiliki kualitas air yang kurang baik, khususnya kadar oksigen terlarut rendah, maka ikan dalam kelompok ini biasanya memiliki alat bantu pernapasan yang dinamakan labirin, termasuk ikan belida, sehingga dapat tinggal dan tetap bertahan di kondisi perairan rawa.
2.2 Habitat Ikan belida
Pengertian habitat sendiri menurut krebs (1985), adalah tempat di mana organisme (ikan) tersebut hidup. Secara keseluruhan, habitat yang ada pada daerah rawa banjiran (floodplain) menurut Welcomme (1979), bisa dipisahkan berdasarkan tipe substrat dasar, vegetasi tutupan dan konsentrasi oksigen terlarut. Welcomme
Organisme air dapat menjalankan proses kehidupan mereka secara normal sepanjang habitat mereka sesuai dengan yang dibutuhkan. Artinya, kesesuaian habitat sangat penting. Kesesuaian habitat berkaitan erat dengan kualitas habitat dan salah satu yang menentukan kualitas habitat akuatik adalah volume air (Walks et al., 2000), sehingga ketika terjadi musim hujan, kualitas perairan rawa sedikit meningkat karena terjadi penambahan volume air. Selain itu, penambahan volume air di perairan rawa juga menyebabkan tersedianya banyak makanan dan memberikan keadaan yang baik untuk strategi reproduksi ikan (Welcomme, 1979).
Kondisi ini dimanfaatkan oleh berbagai jenis ikan tertentu untuk melakukan pemijahan, di saat yang sama ikan belida yang merupakan jenis ikan predator juga akan bermigrasi dari sungai utama ke perairan rawa mencari makan untuk kemudian melakukan pemijahan. Pada saat musim kemarau, di mana volume air surut ikan belida akan melakukan migrasi ke cekungan yang masih ada airnya atau sungai utama.
Tabel 1. Habitat utama rawa banjir (floodplain) berdasarkan musim Musim Habitat
Hujan 1. Rerumputan tergenang (flooded grassland) A. Padang rumput mengapung
Merupakan kelompok yang berbeda, begitu juga dengan kondisi substratnya
B. Air terbuka
C. Daerah pinggir litoral di batas air naik, sering do (oksigen terlarut) rendah pada daerah yang ternaungi dan do tinggi pada daerah yang dinamik terkena gelombang. Rumput yang submerged dijumpai
2. Cekungan (pool/depression) A. Air terbuka
- Dasar berlumpur - Dasar berpasir B. Tegakan vegetas
C. Kumpulan vegetasi mengapung D. Daun-daun tumbuhan mengapung
Lanjutan Tabel 1. Habitat ….
Kemarau 1. Rerumputan tergenang (flooded grassland) A. Cekungan yang kering total
B. Cekungan berawa (vegetasi lebat dengan sedikit kandungan oksigen terlarut)
- Lapisan permukaan - Air yang lebih dalam
C. Cekungan yang ternaungi (di daerah berhutan - Terbuka
- Dengan batang tumbuhan dan tutupan yang lain 2. Cekungan (pool/depression)
A. Air terbuka
- Dasar berlumpur - Dasar berpasir
B. Daerah pinggir sungai utama yang bervegetasi - Tumbuhan mengapung
- Submerged vegetasi - Emergent vegetasi Sumber : Welcomme (1979)
2.3. Habitat Ikan Belida untuk Pertumbuhan dan Makan
Ikan belida membutuhkan kondisi lingkungan tertentu untuk pertumbuhan dan bertahan hidup. Salah satu kondisi lingkungan yang penting adalah kondisi perairan, walaupun ikan belida bisa beradaptasi pada lingkungan yang tidak terlalu baik, tetapi tentu saja ada batasan tertentu. Tabel 2. menunjukkan sedikit gambaran tentang kondisi kualitas perairan, dimana banyak dijumpai ikan belida, yang paling tidak, merupakan habitat ikan ini.
Tabel 2 menunjukkan sifat reaksi sekitar netral, bersifat lunak dengan alkalinitas relatif rendah. Kondisi perairan demikian tergolong kurang subur, namun tidak berbahaya baik bagi kehidupan ikan maupun organisme air lainnya. Pada musim penghujan air sungai naik hingga meluap dan menggenangi daerah sekitarnya kecuali bagian-bagian tanah yang tinggi (talang). Sebaiknya pada musim kemarau air sungai menjadi surut sehingga sebagian besar daerah sekitarnya kering kecuali anak-anak sungai serta tempat-tempat yang dalam saja yang masih tergenangi air (Arifin, 1978). Sebagian besar Ikan belida cenderung tinggal di perairan sungai dan sebagian lagi
(Adjie dan Utomo, 1994). Seperti halnya juga dikatakan oleh Chevey and lepoulain (1940) dalam Welcomme (1979), bahwa secara umum pola makan ikan yang melakukan migrasi ke rawa banjir (floodplain) di tentukan oleh musim, dalam hal ini musim hujan.
Tabel 2. Keadaan kondisi fisika dan kimia perairan yang banyak ditemukan ikan belida (Notopterus chitala)
No Parameter Nilai besaran
1. Suhu0C 27-30 2. Kecerahan (cm) 15-45 3. Konduktivitas (umhos) 25.3-67 4. pH 6.5-7.5 5. Alkalinitas (mg/l CaCO3) 9.4-43 6. Kesadahan/hardness (mg/l CaCO3) 45-156 7. Oksigen (ppm) 1.69-9.4 8. PO2(ppm) 0.07-0.09
9. Daya menggabung asam (cc HCl) 0.27-0.69
10. Karbondioksida (ppm) 6.95-40.66
11. NO3(Mg/l) 0.07-0.08
9. TDS (g) 0.01-0.02
Sumber: Adjie et al (1997) dan (Adjie dan Utomo, 1994).
Kekayaan dan varibilitas habitat rawa banjiran (floodplain) menyediakan variasi makanan yang banyak dan berbagai tipe substrat. Makanan yang ada di rawa banjir (floodplain) berasal dari dua sumber yaitu, dari dalam sistem itu sendiri (Autochthonous) dan dari luar sistem (Allochthonous) lihat Tabel 3. Namun sumber yang dominan berasal dari Allochthonous yang tersimpan dalam bentuk lumpur dasar
Welcomme (1979), struktur populasi ikan di tropical dan subtropical biasanya memiliki spesies predator yang tinggi di rawa banjir (floodplain), Mago-Leccia (1970) dalam Welcomme (1979), menambahkan lebih dari 75% populasi spesies ikan yang hidup di rawa banjir terdiri dari spesies predator khususnya pemakan ikan. Sedangkan saat air surut air menjadi terbatas sehingga konsentrasi ikan berada pada tempat-tempat air (lebung) dan sungai utama. Pertumbuhan produsen yang terbatas tidak sebanding dengan konsumennya, menyebabkan makanan menjadi habis. Welcomme (1979) mencatat terjadi penurunan populasi ikan pada cekungan-cekungan yang berisi air, berat badan ikan tersebut juga menurun, secara keseluruhan terjadi penurunan berat badan sampai 10.7%, namun hal ini sangat tergantung pada durasi masing-masing musim. tadi. Notopterus chitala oleh Welcomme (1979) dikelompokkan ke dalam predator besar, pemakan ikan segala ukuran, udang dan kepiting. Hasil penelitian Adjie dkk (1997) dan (Adjie dan Utomo, 1994), memperkuat pendapat ini, lihat Tabel 4. Sifat predatornya bersifat nocturnal artinya mencari makan di malam hari.
Tabel 3. Sumber makanan utama rawa banjiran (floodplain)
Sumber Kelompok Material
Autochthonous Komunitas plankton Fitoplankton Zooplankton Komunitas Bentik
Lumpur dan kumpulan mikroorganisme Serangga, cacing dan crustacea kecil Moluska
Decapoda crustacea besar
Tumbuhan Alga berfilamen, alga, makrophyt (submerged, mengapung, atau emerge), Neuston Serangga yang hidup di permukaan, larva
yang terdapat diperbatasan antara air dan udara
Ikan Termasuk telur dan bentuk larvanya Allochthonous Bahan
tumbuhan
Daun, akar, bunga, buah dan biji tumbuhan
Bahan hewan Serangga termasuk semur, lalat, kumbang bersama dengan arachnida, cacing yang jatuh ke air
Sumber : Welcomme (1979)
mendorong jaringan gonad dalam persiapan untuk melakukan pemijahan pada saat terjadi banjir (musim hujan) (Welcomme, 1979)
Tabel 4. Komposisi dan indeks bagian terbesar makanan ikan belida (Notopterus chitala)
No Jenis pakan Indeks bagian terbesar (%)
1. Ikan 50.02-78.94 2. Udang 3.61-21.87 3. Serangga 0.09 4. Cacing 0.01 5. Gastropoda 0.01 6. Bahan tumbuhan 0.62-6.99 7. Tidak teridentifikasi 10.36-27.49 Sumber: Adjie et al (1997) dan (Adjie dan Utomo, 1994).
.
2.4. Habitat Ikan Belida untuk Pemijahan
Reproduksi sebagian besar ikan di rawa banjir (floodplain) sangat dipengaruhi oleh musim dan sebagian besar spesies menunjukkan awal musim hujan. Hal ini berkenaan dengan strategi reproduksi, strategi reproduksi yang dilakukan oleh ikan (Welcomme, 1979) antara lain mencari tempat aman dan terlindungi untuk menaruh telur, di sana terdapat makanan maksimum dan aktivitas makan mudah dan cukup waktunya, dan terlindungi dari predator. Saat banjir jelas dua faktor pertama terpenuhi sedangkan faktor terakhir ikan akan mengembangkan mekanisme khusus. Menurut Welcomme (1979) faktor yang memulai pematangan gonad dan mempercepat pemijahan umumnya tidak diketahui, namun demikian beberapa faktor
februari setiap tahun, bulan November-Januari (Adjie dan Utomo, 1994). Secara bertahap induk yang sudah matang gonad berpindah beruaya menuju daerah rawa banjiran yang dikenal dengan nama flood plain, terutama hutan rawa banyak ditumbuhi tanaman dengan substrat keras, seperti pohon-pohon yang sudah mati sebagai tempat menempelkan telur, induk ikan bellida menempelkan telur-telurnya pada benda-benda yang berada 1.5-2 m, dibawah permukaan air (Adjie dan Utomo, 1994). Selain itu batang kayu baik yang masih hidup maupun yang sudah mati merupakan rumpon bagi ikan kecil dan udang yang merupakan makanan utama ikan ini, sehingga pada waktu melakukan pemijahan mudah mendapatkan makanan. Balon dalam Welcomme (1979), menambahkan Notoptherus chitala termasuk kelompok ikan yang membangun sarang dengan apa saja dan di mana saja, sejauh memenuhi strategi reproduksinya.
Setelah telur menetas dan berkembang biak menjadi larva, hutan rawa yang terlindungi dari kondisi alam yang ekstrem seperti angin, ombak dan gangguan lain juga berfungsi sebagai tempat asuhan. Ini karena menyediakan makanan alami plankton dan serangga air yang melimpah bagia larva atau anak belida. Seperti juga diungkapkan oleh Adjie dan Utomo (1994) bahwa ikan belida menggunakan kayu pohon yang terendam dalam air sebagai tempat pemijahan, meletakkan telur dan perlindungan anaknya.
III. BAHAN DAN METODE
Riset yang dilakukan merupakan metode survei dan kegiatan Laboratorium (Hidrobiologi dan Kimia). Intensitas survei sebanyak 4 kali yang mewakili musim kemarau (Juni, Agustus), musim hujan (Desember) dan di antaranya/antara musim hujan dan kemarau (September). Badan air yang diamati berupa perairan rawa dan sungai.
Stasiun pengamatan ditentukan berdasarkan purposive sampling dari hasil wawancara informasi habitat belida pada Dinas terkait dan masyarakat nelayan. Banyaknya stasiun sample ditetapkan 6 stasiun per lokasi dengan rincian 3 stasiun terletak di perairan rawa dan 3 stasiun lainnya di sungai. Data habitat (Fisika, Kimia dan Biologi Perairan) dan data genetik (biometrik) dikumpulkan. Spesies ikan belida menjadi target penelitian ini dan sebagai lokasi sampling adalah di Perairan DAS Siak, Musi, Citarum dan Kalimantan Selatan.
Parameter karakteristik habitat yang diukur meliputi
A. Kondisi Fisik Perairan (Suhu, Kecerahan, Kedalaman, Kecepatan Arus, Altitude (In-situ), dan Tinggi air).
Suhu diukur dengan mudah dengan menggunakan termometer air raksa. Pengukuran temperatur pada air yang mengalir bisa dilakukan pada bagian permukaan saja (Watson, 1978). Untuk pekerjaan termografik yang tepat, termometer harus memiliki skala 0.10C dan harus selalu dikalibrasi secara teratur dengan menggunakan termometer standard yang telah tersertifikat (Hauer and Hill, 1996., APHA, AWWA, and WPCF, 1981).
Pengukuran kecerahan dilakukan dengan Secci Disc. Secci Disc adalah plat logam yang memiliki diameter 21 cm yang memiliki 4 kuadran, 2 hitam dan 2 putih pada posisi yang bergantian. Pelat ini melekat pada tali atau pancang. Cara kerjanya
menggunakan pelampung yang kemudian diukur jaraknya (dalam skala meter) dan waktunya (dalam skala detik dengan menggunakan stopwatch) sehingga akan dapat diperoleh nilai kecepatan arus.
Ketinggian diestimasi dengan menggunakan alat GPS yang secara otomatis merekam nilai ketinggian tinggi air diukur dengan menggunakan papan penduga yang dipancangkan di pinggir sungai untuk kemudian dilakukan pengukuran tinggi air.
B. Kondisi Kimia Perairan (pH, Oksigen (O2), BOD 5hari,, Alkalinitas, CO2,
DHL dan TDS);
Ph, Pengukuran pH dilakukan dengan cara mengambil sample air pada lokasi sampling, memasukkan sebagian air sample tersebut ke dalam tempat pH dan kemudian meneteskan dengan dengan 5 tetes pH indikator. Perubahan warna yang dihasilkan dari penetesan tadi, akan bandingkan dengan warna standar yang merupakan kunci identifikasi, warna yang sesuai mencerminkan nilai pH (Watson, 1978).
DO Dijelaskan oleh Wetzel (2001), bahwa oksigen dianalisis berdasarkan pengikatan secara kimia dari oksigen terlarut dan titrasi kalorimetrik dengan reagen yang telah diketahui reaksinya dengan perubahan konsentrasi. Contoh air sample diambil dari tiap stasiun sampling yang mewakili ekosistem sungai dan rawa. Sebagian contoh air dimasukkan ke dalam botol gelap (botol BOD) selama 5 untuk selanjutnya dianalisis kadar BODnya.
BOD dihitung dalam kebutuhan 5 hari dalam temperatur 20 derajat celcius. Test ini mengukur kebutuhan oksigen untuk degradasi secara biokimia dari material organik (Carboneus demand) dan penggunaan oksigen untuk mengoksidasi material in organik seperti sulfides dan ferrous iron. Juga bisa mengukur oksigen yang digunakan untuk mengoksidasi mengurangi bentuk nitrogen (nitrogenous demand) kecuali oksidasi dilindungi oleh suatu penghalang (APHA, AWWA and WPCF, 1981). Penggantian oksigen terlarut selama oksidasi diperoleh dari proses reaeration secara amiah yang berlangsungnya relatif lambat dan proses anaerobik berlangsung selama oksigen terlarut habis di dalam sistem air. Pemanjangan oksidasi komponen
bahan pencemar, jumlah yang significan dari berkurangnya bentuk nitrogen dalam 5 hari test BOD (APHA, AWWA and WPCF, 1981).
Alkalinitas, prinsip pengujiannya di jelaskan oleh APHA, AWWA and WPCF (1981), intinya adalah penambahan asam standar pada air sample menyebabkan terjadinya hydrolisis yang menghasilkan ion hydroxil, dimana jumlah asam standar diinginkan untuk mereduksi pH diukur secara hati-hati tepat 0,30 pH. Alkalinitas sangat ditentukan oleh hydroksida, carbonat atau kandungan bicarbonat, sehingga pH pada titik keseimbangan titrasi ditandai dengan konsentrasi CO2 yang
ada pada skala. Konsentrasi CO2tergantung pada kembalinya total karbonat species,
yang ada dan hilang, yang mungkin terjadi saat titrasi.
Pengujian terhadap CO2 dilakukan pengujian dengan menggunakan Metode
tritimetric (APHA, AWWA and WPCF, 1981). Prinsipnya CO2bebas bereaksi dengan
sodium carbonate atau sodium hydroxide membentuk sodium bicarbonat, hasilnya ditandai dengan reaksi yang selesai secara potentiometric atau perkembangan warna merah muda. Indikator yang digunakan adalah Phenopethalin (pp), memiliki pH 8,3 dan memiliki warna yang standar. Perlu diperhatikan, bahwa meskipun dengan hati-hati pengawet CO2 masih menyebabkan peningkatan/perubahan CO2, jadi pengujian
dilapangan sangat direkomendasikan.
Konduktivitas (DHL) diukur dengan menggunakan elektric conductivity meter (APHA, AWWA and WPCF, 1981), memiliki kompensasi temperatur automatisi namun demikian alat ini terlebih dahulu harus
diakurasi/ kalibrasi dengan menggunakan larutan standar. Konduktivitas adalah ekspresi angka dari kemampuan larutan aquades untuk membawa arus listrik. Kemampuan ini tergantung dari kaadaan ion, total konsentrasi, mobilitas, valensi dan konsentrasi relatif, dimana sebagian besar molekul an organik dan garam adalah konduktor yang baik, sebaliknya komponen organik bukan merupakan konduktor yang baik.
103 – 105 0C selama 1 jam dan setelah kering ditimbang ulang. Nilai sedimen yang diperoleh berupa jumlah sediment yang ada dalam kertas saring dalam ukuran miligram per liter (APHA, AWWA and WPCF, 1981).
C. Kondisi Biologi Perairan (Plankton, Tumbuhan air/macrophyte, dan Produktivitas Primer (Klorofil)).
Teknik yang digunakan untuk pengamatan tumbuhan air yaitu dengan mengkarakteristik struktur dasar vegetasi air dan membagi vegetasi tersebut ke dalam 2 kelompok (tumbuhan semak/herba dan tumbuhan tinggi). Tumbuhan herba atau semak memiliki siklus kehidupan yang singkat beregenerasi setiap tahun. Untuk itu cocok digunakan sebagai indikator kondisi air dalam jangka waktu pendek, sedangkan tumbuhan tinggi merefleksikan keadaan jangka panjang (Bain dan Stevenson, 1999). Selain itu pengamatan vegetasi air juga dapat mengelompokkan berdasarkan 3 kelompok tumbuhan yaitu floating, sub merge dan emerge sebagai informasi dasar tambahan yang sangat berguna. Tumbuhan tersebut memiliki ciri spesifik, misalnya floating dicirikan dengan tidak memiliki akar dan mengapung di permukaan air, submerge memiliki bunga dan emerge akarnya menempel pada dasar perairan dan mendiami wilayah tidak lebih dari 1 meter. Tumbuhan mengapung/floating umumnya ditemukan di zona litoral dengan kedalaman antara 1-3 m dpl. Submerge mulai dari tepi sampai batas litoral/profundal (APHA, AWWA and WPCF, 1981). Pengambilan sample dilakukan dengan melokalisasi 5 atau lebih transek, menandai taransek sebelah kiri dan kanan dari sungai untuk masing-masing transek masukan ke dalam kelas vegetasi yang menyusun komponen utama (Bain dan Stevenson, 1999). Sample diambil dengan tangan dari populasi yang telah diketahui (quadrant) peralatan sampling. Menggunakan kuadrant dengan frame 0.25 m2 ( 0.5 m x 0.5 m) (APHA, AWWA and WPCF, 1981).
Untuk pengukuran plankton teknik yang dilakukan adalah menggunakan plankton net, cara kerjanya : plankton dipisahkan dari air dengan alat yang dinamakan jaring plankton mewakili hanya sebagian dari populasi total, organisme yang memiliki ukuran lebih kecil dari jaring akan lolos jaring plankton. Jaring plankton bisa ditarik baik secara horisontal maupun vertikal dari dalam air (Watson, 1978).
pengawetan untuk kemudian dilakukan identifikasi dilaboraorium (APHA, AWWA and WPCF, 1981).
Pengujian produktivitas primer dilakukan dengan analisa klorofil (Bott, 1996). APHA, AWWA and WPCF (1981) menambahkan analisa klorofil dapat dilakukan dengan menggunakan Metode Trichomatic spectrofotometrik untuk melihat kadar klorofil a, b, c.
Secara garis besar mengenai cara pengambilan data primer disajikan pada Tabel. 5. Hasilnya dicatat pada isian Sheet 1, Sheet 2, dan Sheet 4 (pada lampiran 1). Sampling seperti di atas lakukan di lokasi penelitian (Perairan DAS Siak, Musi, Citarum dan Kalimantan Selatan) pada bulan Juni, Agustus, September dan Desember.
Tabel 5. Parameter, Metode Pengukuran dan Bahan Alat
No Parameter Yang
Diamati
Metode Bahan Alat
I Parameter Fisika
1 Temperatur Termografik - Termometer air raksa
2 Kecerahan Langsung
dengan alat
- Sechi disk
3 Kedalaman Langsung
dengan alat
- Tali penduga dan gauge
sounder
4 Kecepatan Arus Langsung
dengan alat
- Stopwatch
5 altitude Langsung
dengan alat
- GPS
6 tinggi air Langsung
dengan alat - Papan penduga II Parameter Kimia 1 pH Langsung dengan alat pH indicator
2 BOD5hari Titrimetri - Na2S2035H20
(720 cc) (24.8 gr + 700 ml aquadest + 10 mg CHCL3 Chloroform, jadikan 1000 ml larutan) - MnSO4. H20 (144 cc) (41.25 gr + MnS04. H20 + 250 cc aquades) - HCL.p (384 cc) - Botol 02125 ml 2 bh - Pipet ukur 5 ml 2 bh - Pipet ukur 1 ml 4 bh - Pipet ukur 0,5 ml 2 bh - Bola karet 1 bh - Botol aquadest - Erlemeyer 250 ml 2 bh - Gelas ukur 100 ml 2 bh
Lanjutan Tabel 5
No Parameter Yang
Diamati
Metode Bahan Alat
4 Karbondioksida (CO2) Titrimetri - NaOH 0.1 N (18 cc)
(4 gr NaOH + 1000 ml aquadest) - Pp (360 tetes) ( 1 gr pp (C6H4.C (C6H4OH)2 + alkohol 60% 100 ml) - Botol Co2 50 ml 1 bh - Pipet tetes 2 bh - Pipet ukur 2 ml 2bh - Pipet ukur 1 ml 1 bh - Botol aquadest 1 bh - Bola karet 1 bh 5 Alkalinitas Titrimetri - H2S040.02 N - (216 cc) (2.8 ml H2S04p jadikan 100 ml (H2SO40.1 N) ambil 200 H2S04 0.1 N jadikan 1000 ml (H2S04 0.02 N) - Methyl Orange (576 tetes) - Erlemeyer 250 ml 1 bh - Pipet ukur 5 ml 2 bh - Pipet tetes 2 bh - Gelas ukur 100 ml 1 bh - Botol Aquadest 1 bh
6 TDS/TSS Penyaringan - - Kertas saring miliopore
2 kotak - Oven ml 1 bh - Timbangan
analitik 1 bh
7 Daya Hantar Listrik Langsung
dengan alat
SCT-meter
III Parameter Biologi
1 Plankton Langsung dengan
alat
- Plankton net No.25
2 Tumbuhan air Kunci
Identifikasi - Buku Identifikasi 3 Klorofil Trichomatic spectrofotometrik - Mg CO3 (72 cc) - Aseton 90% (720 cc) ( 1gr/100 ml) - Gelas ukur 100 ml 2 bh - Pompa vakum 1 set - Erlemeyer 100 ml 6 bh - Aluminium Foil - Pengerus
- Kertas saring Miliopor
D. Identifikasi Spesies
Untuk setiap spesies ikan belida, dilakukan pengambilan sample dengan jumlah perlokasi berkisar antara 10 sampai 30 spesimen. Sample tersebut (carcass) selanjutnya ditandai (tagging) dituliskan kode specimen dan lokasi dengan menggunakan dymo machine; contohnya Siak 001. Sample yang sudah ditandai di diawetkan dengan cara direndam larutan alkohol 75%.
Pengukuran specimen dilakukan dengan menggunakan digital caliper yang memiliki ketelitian sampai 10 mm, pada 35 karakter morfologi bentuk badan dan meristik (Gambar 1), di bagian sisi sebelah kiri. Data yang diperoleh diisikan pada sheet 5 (Lampiran 1). Data yang diperoleh kemudian distandarisasi dan disajikan dalam bentuk % SL dan % HL yang merupakan subjek Principle Component Analysis
bukan PC I yang menampilkan ukuran. Tahap kedua, dilakukan dengan menggunakan Analysis Diskriminan, analisis diskriminan nantinya akan mengisolasi ketipe specimen tadi menjadi group yang terpisah. Analisis lebih lanjut melihat karakter morfologi dominan (Factor score coefficient) sebagai pembeda sifat, untuk kemudian pada akhirnya hanya satu karakter yang paling dominan di masing-masing PC yang diamati. Selain itu, analisa DNA dilakukan terhadap sample ikan belida dari berbagai lokasi.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakteristik Habitat
Untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh tentang karakter habitat belida melalui pengamatan fisika-biologi dan kimia air pada 14 parameter, kami menganalisa sample dari 116 lokasi baik pada lokasi yang sama di waktu atau musim yang berbeda maupun lokasi yang berbeda di Sumatera dan Kalimantan, yang merupakan tempat hidup (habitat) ikan belida.
Data yang kami peroleh selanjutnya dianalisis dengan menggunakan Analisa Komponen Utama (Principal Component Analysis/PCA). PCA adalah metode statistic yang diaplikasikan pada suatu variable data tunggal untuk mengungkap variable yang ada dalam data set membentuk turunan data set yang secara relative independent satu dengan yang lain. Variabel yang berhubungan dengan variable yang lain yang juga sangat independent dari variable data set yang lain yang dikombinasikan kedalam factor. Faktor yang dibentuk merupakan representasi dari proses yang terjadi yang dibentuk oleh corelasi antar variable. Dalam hal ini kami mengelompokkan 116 stasiun/lokasi menjadi group-group yang terpisah yang memiliki kemiripan karakter lingkungan, selain itu juga kami mereduksi dimensi dari 14 dimensi menjadi 2 dimensi. Reduksi dimensi ini sangat penting dalam melihat trend yang ada pada baik karakter lingkungan maupun antar stasiun. Tahap selanjutnya kami menentukan karakter habitat pembeda utama dari berbagai lokasi tadi melalui canonicle analisis pada analisa diskriminan. Karakter lingkungan utama dicirikan dengan nilai partial wilk lamda yang paling mendekati nol.
4.1.1. Karakteristik Habitat Ikan Belida Dengan Analisa PCA (Mengelompokkan Stasiun dan melihat trend parameter lingkungan yang ada)
rata-Tabel 6. Tingkat korelasi antar parameter lingkungan pada habitat belida
Tabel 7, selanjutnya dan grafik yang berhubungan dengannya berkaitan dengan objek
matematika, eigenvalue. Yang mereflesikan kualitas proyeksi dari N-dimensi (karakter) table awal (N=14) menjadi jumlah dimensi yang jauh lebih kecil. Kita dapat melihat eigenvalue pertama sama dengan 3.36 dan mewakili 25% dari total variabilitas yang ada. Hal ini berarti jika
faktor yang tidak berhubungan (r=0). Eigenvalue dan faktor yang berhubungan dengannya diseleksi dengan kenyataaan yang semakin menurun tentang berapa karakter awal yang dia wakili (dinyatakan dalam %). Gambar 2, memperlihatkan degradasi representasi data karakter habitat.
Tabel 7. Nilai eigenvalue untuk parameter lingkungan merepresentasikan jumlah variasi data yang diwakili
Gambar 2. Nilai eigenvalue untuk parameter lingkungan yang disajikan dalam bentuk Scatterplot
Idealnya, dua eigenvalue pertama atau ketiga akan memberikan suatu nilai presentasi (%) yang tinggi dari variasi memastikan kepada kita bahwa peta berdasarkan factor pertama kedua atau ketiga adalah proyeksi dengan kualitas yang bagus dari table awal multidimensi. Hasil penelitian menyatakan nilai factor pertama dan kedua memperlihatkan pada kita mewakili 40.84% dari variabilitas data awal. Memang hasilnya kurang baik dan kita juga harus berhati-hati mengintrepretasikan beberapa informasi yang ada di peta yang mungkin tersimpan dalam factor selanjutnya. Kita lihat disini dari awal memiliki 30 karakter.
Peta pertama disebut sebagai lingkaran korelasi (dibawah aksis F1 dan F2), Gambar 3. Itu memperlihatkan suatu poyeksi dari karakter awal di dalam ruang factor. Ketika kedua karakter jauh dari pusat, kemudian, jika mereka : dekat satu dengan yang lain, mereka secara nyata berkorelasi/berhubungan (r mendekati 1); jika mereka orthogonal, mereka tidak berhubungan (r mendekati 0); jika mereka berada pada sisi yang berhadapan/berkebalikan dari pusat. Kemudian
ortogonal, mekipun ada, kenyataannya tidak ada. Hal ini bisa dikonfirmasikan baik dengan melihat korelasi matrik maupun lingkaran korelasi antara F1 dan F2, F1 dan F3 (Gambar 4). Dan beberapa contoh yang lain.
Gambar 3. Grafik Sebaran parameter lingkungan analisis komponen utama pada sumbu faktorial 1 dan 2.
Gambar 4. Grafik Sebaran parameter lingkungan analisis komponen utama pada sumbu faktorial 1 dan 3.
Lingkaran korelasi berguna untuk menjelaskan arti axis. Berdasarkan gambar, axis horisontal (f1) mewakili parameter parameter Suhu Udara, Suhu Air, oksigen dan BOD, sedangkan axis vertical F2 mewakili parameter TDS, DHL dan Klorofil. Berdasarkan nilai tabel kosinus kuadrat; semakin besar nilai kosinus kuadrat (lihat Tabel 8), semakin besar keterkaitannya dengan axis. Semakin dekat nilai kosinus kuadrat suatu karakter dekat dengan nol, semakin hati-hati ketika mengintrepretasikan hasil dalam kaitannya denga axis yang berhubungan. Trend ini sangat berguna dalam mengintrepretasikan peta selanjutnya. Selain itu dengan melihat faktor loading (Tabel 9), kita juga dapat mengetahui parameter dominant yang berpengaruh, namun kelemahannya parameter tersebut masih terpisah pada axis yang berbeda.
Tabel 9. Faktor loading untuk semua faktor lingkungan yang diamati
Tujuan utama PCA disajikan pada Gambar 5 dan Gambar 6. Gambar tersebut membuat dapat melihat data dalam peta dua dimensi dan mengidentifikasikan trend yang ada. Kita dapat melihat bahwa stasiun bisa dikelompokkan menjadi 4 kelompok yang memiliki tipe yang sama, melalui nilai kosinus kuadrat pada Tabel 10, dengan posisi koordinat pada Tabel 11. Untuk memastikan bahwa observasi berhubungan dengan suatu axis, maka lihat tabel kosinus kuadrat; semakin besar nilai kosinus kuadrat, semakin besar keterkaitannya dengan axis. Semakin dekat nilai kosinus kuadrat suatu obesrvasi dekat dengan nol, semakin hati-hati ketika mengintrepretasikan hasil dalam kaitannya denga axis yang berhubungan. Stasiun dengan kode Lubuk rawa 001, Lebak Kumpai 002 etc, termasuk kelompok 1. Kelompok 2 diwakili dengan Telo Kandis 001, Tajab 001 etc yang memiliki sifat berlawanan pada axis horizontal (F1). Kelompok 3 diwakili oleh stasiun Lubuk Valas 001, Plat Vals 001, etc. Sedangkan Kelompok 4 Hutan Rasau 004, Dalam Pagar 002, etc. Berdasasarkan Grafik kita dapat simpulkan bahwa stasiun yang termasuk kelompok 2 berlawanan dengan stasiun dalam kelompok 1, begitu juga kelompok 3 dan 4. Artinya Kelompok 1 cenderung memiliki nilai Suhu Udara, Suhu Air, oksigen dan BOD yang tinggi dan hasil sebaliknya pada kelompok 2. Sedangkan untuk kelompok 3,memiliki nilai yang tinggi pada parameter TDS, DHL dan Klorofil, sebaliknya pada kelompok 4. Namun demikian untuk mereduksi berbagai factor lingkungan yang ada menjadi satu dimensi
Lubuk Valas karakter yang unik. Kembali ke table individu PB 006 dan PU OGN 006 memiliki Head depth yang panjang berkebalikan dengan OG 002. Sedangka individu RK 019 memiliki lebar mulut yang lebih besar.
Gambar 5. Grafik Sebaran stasiun pengamatan analisis komponen utama pada sumbu faktorial 1 dan 2.
Gambar 6. Grafik Sebaran stasiun pengamatan analisis komponen utama pada sumbu faktorial 1 dan 3.
Tabel 11. Posisi kuadrat masing-masing stasiun pengamatan pada sumbu faktor F1 dan F2
4.2. Diskriminan Analisis Sebagai Penentu Parameter Utama Pembeda
Diskriminan analisa adalah suatu proses membedakan dua atau lebih dari group yang terlebih dahulu telah ditentukan dengan kombinasi linear dari dua atau lebih variable, dalam hal ini kami menggunakan PCA. Diskriminan analisis menggunakan pengukuran variable berkelanjutan pada group yang berbeda untuk melihat aspek yang membedakan group. Tahap pertama analisa ini adalah dengan melihat rata-rata, Tabel 12. Syarat analisa diskriminan adalah distribusi yang normal, data karakter lingkungan sebagai contoh DHL, lihat Gambar . Dapat kita lihat bahwa variable ini secara normal terdistribusi di dalam setiap group (individu).
Gambar 7. Distribusi normal pada DHL
Selanjutnya kita melihat nilai secara keseluruhan diskriminasi antara karakter individu sangat significan (wilks’ Lamda = 0.0008458; F= 55.78514 (p<0.0001). Sekarang mari kita lihat kontribusi independent untuk memprediksi setiap variable (karakter) dalam model. Stepwise Analysis - Step11(Final Step)
Number of variables in the model:11
Last variable entered:pH F (3,62) =.9151852p < .4389
Wilks' Lambda:.0008458 approx. F (33,183) =55.78514p <0.0000
Secara umum wilks’ Lamda adalah statistic standard yang digunakan untuk menyatakan keberbedaan statisik (Statistical significance dari kekuatan diskriminan untuk model yang digunakan. Nilainya akan berkisar dari 1.0 (tidak ada kekuatan diskriminasi) sampai 0.0 (kekuatan diskriminasi sempurna). Setiap nilai di dalam kolom pertama di spreadsheet menunjukkan nilai wilks’ Lamda. Sementara partial wilks’ lambda. Ini adalah wilks’ Lamda untuk kontribusi yang unik dari tingkatan variable yang berurutan pada diskriminasi diantara
semakin besar kekuatan diskriminasi yang unik pada variable yang diamati. Nilai Partial Lambda pada Tabel 13, memperlihat parameter lingkungan yang dominan, karakteristik utama pada satu dimensi.
Tabel 13. Nilai partial lambda untuk setiap parameter lingkungan
Nilai partial lambda mengindikasikan bahwa nilai parameter TDS yang paling besar, selanjutnya berturut-turut sampai yang tekecil; DHL, suhu udara, klorofil, kecepatan arus, BOD, Oksigen, pH, alkalinitas dan Co2 menyumbang paling sedikit dari keseluruhan diskriminasi (ingat semakin rendah nilai partial lambda, maka semakin besar kontribusinya dalam keseluruhan diskriminasi. Untuk itu bisa disimpulkan pada point ini bahwa pengukuran karakter TDS adalah karakter pembeda utama yang bisa membedakan antar kelompok stasiun berdasarkan parameter fisika dan kimia yang dimiliki. Untuk mempelajari lebih jauh tentang diskriminasi yang terjadi, kita harus melakukan canonicle analisis. Tampilan utamanya adalah ChI-square, Tabel 14.
Secara umum, pada table melaporkan langkah awal akar canonical. Lajur pertama selalu mengandung test berbeda nyata untuk keseluruhan akar; yang kedua (lajur) melaporkan significan dari root yang tersisisa, setelah memindahkan akar pertama dan seterusnya. Kemudian table ini mengatakan berapa banyak akar canonical (fungsi diskriminan) yang harus diintrepretasikan. Hasil penelitian kedua fungsi diskriminan (atau canonical) secara statistic berbeda nyata. Selanjutnya kita dapat menyimpulkan dengan dua kesimpulan yang terpisah bagaimana pengukuran TDS dan DHL membuat kita dapat membedakan antar kelompok stasiun berdasarkan parameter fisika dan kimia yang dimiliki.
Juga terlihat ditabel nilai eigenvalue (root) untuk setiap fungsi diskriminasi dan kumulatif proporsinya, menjelakan variasi yang dihitung untuk setiap fungsi. Seperti yang terlihat untuk penggunaan akar FI dan F2 maka bernilai 97.6% dari variasi dijelaskan, bahwa 97.6% semua kekuatan diskriminasi dijelaskan dalam funsi ini. Selanjutnya fungsi pertama jelas merupakan yang paling penting.
Hal yang terpenting dalam canonicle analisa adalah nilai Koefisient standarisasi (Tabel
15) adalah salah satu yang umum digunakan untuk interpretasi, karena mereka mengandung
variable standarisasi dan untuk itu menjadi referensi skala pembanding. Fungsi diskriminan pertama (Root 1), karakter yang berpengaruh (nilainya paling besar) terutama oleh oleh klorofil, TDS, Oksigen, pH, DHL, alkalinitas, suhu udara dan C02. Sedangkan Fungsi kedua (root2) didominasi oleh BOD.
Saat ini kita sudah tahu bagaimana setiap variable berpartipasi di diskriminasi diantara karakter individu melalui mean canonical, Tabel 16. Pertanyaan selanjutnya adalah
menggambarkan sifat diskriminasi setiap akar canonical, Gambar 8. Tahap pertama untuk menjawab pertanyaan ini adalah melihat rata-rata canonical,. Fungsi diskriminan pertama sebagian besar antara group 4 dan group yang lain. Canonical mean group 4 sangat berbeda dengan group yang lain. Faktor kedua pada fungsi diskriminan sepertinya sebagian besar hanya membedakan group 2 dan beberapa group yang lain. Untuk melihat secara cepat hasil ini adalah memproduksi scatterplot untuk dua fungsi diskriminan .
Tabel 15. Koefisien standarisasi parameter lingkungan pada canonical analisis
Root 1 vs. Root 2 GROUP 3 GROUP 4 GROUP 1 GROUP 2 -15 -10 -5 0 5 10 15 Root 1 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Root 2
Gambar 8. Sifat diskriminasi semua variabel lingkungan pada akar 1 dan 2
Plot ini mengkonfirmasi interpretasi sejauh ini. Jelas, bahwa group 4 terplotkan jauh kearah kiri di scaterplott, begitu juga dengan group 2 yang terplotkan ke dibagian atas. Fungsi diskriminan pertama terutama membedakan antara group 3 dan 1 dengan group 2 dan 4. Fungsi kedua sepertinya menyediakan diskriminasi pada group 2. Bagaimanapun sepertinya group 1 dan 3 tidak bisa didiskriminasi seperti group 4 dan 2.
Kesimpulan hasil penelitian sejauh ini, sepertinya significan utama dan diskriminasi yang jelas untuk group, baik dengan fungsi pertama maupun funsi kedua dari fungsi diskriminasi. Fungsi pertama untuk group 2, 4 dan 3/1 terutama ditandai oleh koefisien negative dari Klorofil, TDS dan oksigen. Hal ini berarti semakin besar nilai Klorofil, TDS dan oksigen semakin jauh group tersebut dengan Group 2,4 dan 3/1.
Fungsi diskriminan kedua untuk group 2 terutama ditandai dengan koefisien korelasi positive untuk BOD. Maka semakin kecil nilai BOD semakin jauh dengan Group
Berdasarkan analisa Komponen Utama (PCA) dan pembeda (Disscriminant Analysis) maka jelas habitat belida bisa dibedakan menjadi 3 tipe habitat. Sebagai pembeda utama sekaligus karakter lingkungan utama adalah parameter TDS yang paling besar, selanjutnya berturut-turut sampai yang tekecil; DHL, suhu udara, klorofil, kecepatan arus, BOD, Oksigen, pH, alkalinitas dan Co2 menyumbang paling sedikit. Untuk kisaran habitatnya akan ditampilkan dalam bentuk tabel 17.
Tabel 17. Kisaran habitat ikan belida hasil analisa diskriminan Tipe Habitat I
(merefleksikan kelompok 3 dan 1)
Tipe Habitat II (merefleksikan kelompok 2)
Tipe Habitat III (merefleksikan kelompok 4) TDS(mL)3.7 - 57.7 TDS(mL)13.6 - 19.2 TDS(mL)42.3 - 47.2
DHL (us)8.64 - 113.2 DHL (us)27.6 - 73.1 DHL (us) 97.1 - 125.0 Suhu Udara (0C) 24.5 – 30 Suhu Udara (0C) 34 Suhu Udara (0C) 24 - 32.5 Klorofil (nm) 0.000678 - 0.148 Klorofil (nm) 0.1535 Klorofil (nm) 0.000678 - 0.148 Kecepatan Arus (m/dt) 0 - 0.75 Kecepatan Arus (m/dt) 0.11 - 1.25 Kecepatan Arus (m/dt)0 - 3.166 BOD(mg/l) 0 - 5.65 BOD(mg/l) 2.27 BOD(mg/l) 0 - 9.53
Oksigen (mg/l) 2.0 - 17.5 Oksigen (mg/l) 5.17 - 9.54 Oksigen (mg/l) 2.99 - 12.44
pH 4.5 - 8 pH 6.1 - 7.4 pH 4.5 - 7
Alkalinitas(mg/l) 3.5 - 91.2 Alkalinitas(mg/l) 4 - 13.0 Alkalinitas(mg/l) 8.5 - 61.6 CO2(mg/l) 2.64 - 39.42 CO2(mg/l) 8.27 -24.64 CO2(mg/l) 1.76 - 25.08 Kedalaman (m) 0.5 -14.025 Kedalaman (m) 1 - 15.0 Kedalaman (m)0.42 - 5.4 Suhu air (0C) 25.1 - 31.9 Suhu air (0C) 27 Suhu air (0C)26 - 31 Kecerahan (m)0.13 - 2.62 Kecerahan (m) 0.3 - 0.87 Kecerahan (m)0.15 - 0.75
4.3. Kehadiran Plakton Sebagai Penciri Habitat Belida
Pengamatan biologi yang dilakukan adalah kelimpahan plakton, di sini kami berusaha melihat korelasi antara kelimpahan jenis plakton dengan karakteristik lingkungan (kualitas air) habitat belida. Diharapkan pada habitat spesifik belida bisa ditandai oleh keberadaan plakton tertentu. Untuk itu kami melakukan analisa regresi berganda, dengan deletion tipe metode backward. Metode backward adalah salah satu metode yang digunakan dalam analisis regresi berganda yang dimulai dengan memasukkan variabel bebas (dalam hal ini parameter lingkungan) yang mempunyai korelasi paling kuat dengan dengan variabel tergantung (kelimpahan plakton). Kemudian setiap kali dimasukkan variabel yang bebas yang lain, dilakukan pengujian dengan tetap memasukkan atau mengeluarkan variabel bebas sebelumnya (Santosa, 2000).
Berdasarkan analisis maka kelimpahan plakton yang erat hubungannya dengan karakter habitat belida (sebelumnya habitat belida telah ditentukan dengan menggunakan PCA dan diskriminant analysis) adalah dalam genus Ulothrix, Mytilina, Microcystis, Micrasterias, Cymbella, Arthodesmus dan Coscinodiscus. Untuk lebih jelas mari kita bahas satu persatu.
- Ulothrix
Berdasarkan Tabel 18, ada 4 tahapan analisa, dimana pada setiap tahapan ada variabel yang harus dikeluarkan dari model regresi, terlihat Adjusted R Square (R2 yang disesuaikan) adalah 0.537. Perhatikan bahwa untuk regresi dengan lebih dari dua variabel bebas digunakan Adjusted R Square sebagai koefisien pendetermasi. Semakin tinggi R2 yang disesuaikan akan semakin baik bagi model regresi, karena variabel bebas bisa menjelaskan variabel tergantung.
Tabel 19, selanjutnya memperlihatkan bahwa analisis berganda memasukkan alkalinitas, TDS, kecepatan arus, suhu udara dan DHL (yang merupakan karakteristik habitat belida) sebagai variabel yang significan dalam membentuk model. Ini berarti pada habitat belida spesifik dengan parameter lingkungan utama kehadiran plakton dalam genus ini ada di sana.
Tabel 19. Coefisient sebagai model regresi Ulothrix
- Mytilina
Berdasarkan tabel 20, terlihat bahwa kehadiran plankton genus Mytilina sangat dipengaruhi oleh Alkalinitas, Kecepatan arus dan DHL. Ketiga parameter ini adalah parameter habitat spesifik belida, Tabel 21.
Tabel 20. Hasil analisa regresi Mytila
Tabel 22. Hasil analisa regresi Microcystis
Tabel 24 dan Tabel 25 memperlihatkan kehadiran Micrasterias sangat berkorelasi dengan alkalinitas dengan DHL, ini berarti genus ini ada dihabitat belida sekaligus bisa digunakan sebagai penciri.
Tabel 24. Hasil analisa regresi Micrasterias
Berdasarkan Tabel 26 dan Tabel 27 juga kita dapat melihat bahwa dihabitat belida kita dapat menjumpai plakton dalam genus ini.
Tabel 26. Hasil analisa regresi Coscinodiscus
Berdasarkan Tabel 28 dan Tabel 29, walaupun ada korelasi kehadiran palkton genus ini namun dapat kita lihat korelasi tidak terlalu besar. Hanya sedikit organisme ini dijumpai dihabitat belida.
Tabel 28. Hasil analisa regresi Cymbella
Berdasarkan Tabel 30 dan Tabel 31, hasil yang sama diperlihatkan oleh plakton dari genus ini, genus ini tidak banyak dijumpai dihabitat belida, namun masih ada.
Tabel 30. Hasil analisa regresi Arthrodesmus
Untuk mencapai tujuan yang diharapkan dalam mereidentifikasi spesies ikan belida kami melakukan pengukuran morfometrik dan meristik pada 35 karakter ikan belida dan ikan putak sebagai pembanding. Data yang diperoleh kemudian di Analisa dengan menggunakan Principal Component Analysis (PCA) untuk membuat group berdasarkan trend/kecendrungan baik terhadap karakter maupun observasi kemudian membedakan group tersebut berdasarkan karakter utama pembeda dengan Discriminant Analysis. Discriminant Analysis juga nantinya akan melakukan validasi clasifikasi yang dibuat dengan Malahoby square (clasifikasi dengan metode ini sangat valid). Analisa di bagi menjadi dua tahap, tahap pertama adalah karakter morfometrik (bentuk) dan tahap kedua adalah karakter meristik (ukuran) melalui diskriminant analysis untuk memberikan pemahaman yang komprehensif sekaligus paling tidak memvalidasi hasil karaktek morfometrik.
4.4.1 Karakter Morfometrik Ikan Belida
A. Analisa Komponen Utama (Principal Component Analysis/PCA)
Analisa Komponen Utama (Principal Component Analysis/PCA) adalah metode statistic yang diaplikasikan pada suatu variable data tunggal untuk mengungkap variable yang ada dalam data set membentuk turunan data set yang secara relative independent satu dengan yang lain. Variabel yang berhubungan dengan variable yang lain yang juga sangat independent dari variable data set yang lain yang dikombinasikan kedalam factor. Faktor yang dibentuk merupakan representasi dari proses yang terjadi yang dibentuk oleh corelasi antar variable.
Kegunaan PCA antara lain :
1. Identifikasi group yang memiliki variable yang berhubungan sekaligus secar langsung dapat menvisualisasi data
2. Mengurangi jumlah variable tanpa kehilangan validitas data
3. Suatu metode untuk transformasi data. Transformasi data melalui penulisan ulang data dengan data asli yang tidak kita miliki.
Pectoral Fin Length (PFL), Anal Fin Width (AFW), Ishmus Length (ISL) dan Distance Lineal Laneralis to Lower body (DLB) secara umum memperlihatkan tingkat korelasi yang rendah dengan karakter yang lain. Paling tidak berarti karakter pembeda sifat dari individu/observasi yang diamati bukan karakter ini.
dengan 7.402 dan mewakili 25% dari total variabilitas yang ada. Hal ini berarti jika kita mewakili data hanya dari satu axis, kita masih dapat melihat % dari total variabilitas data.
Setiap nilai egenvalue berhubungan dengan suatu faktor, dan setiap faktor menjadi sebuah satu dimensi. Suatu faktor adalah suatu kombinasi linear dari karakter awal dan semua faktor yang tidak berhubungan (r=0). Eigenvalue dan faktor yang berhubungan dengannya diseleksi dengan kenyataaan yang semakin menurun tentang berapa karakter awal yang dia wakili (dinyatakan dalam %). Untuk melihat degradasi representasi data kami tampilkan
Gambar 9, nilai ini merupakan nilai variasi data yang diwakili dinyatakan dalam persen.
Tabel 34. Nilai eigenvalue untuk karakter morfometrik merepresentasikan jumlah variasi data yang diwakili
Gambar 9. Nilai eigenvalue untuk karakter morfometrik yang disajikan dalam bentuk Scatterplot
Hasil penelitian menyatakan nilai factor pertama dan kedua memperlihatkan pada kita mewakili 40.84% dari variabilitas data awal. Memang hasilnya kurang baik dan kita juga harus berhati-hati mengintrepretasikan beberapa informasi yang ada di peta yang mungkin tersimpan dalam factor selanjutnya. Kita lihat disini dari awal memiliki 30 karakter.
Peta pertama (Gambar 10) disebut sebagai lingkaran korelasi (dibawah aksis F1 dan F2). Itu memperlihatkan suatu poyeksi dari karakter awal di dalam ruang factor. Ketika kedua karakter jauh dari pusat, kemudian, jika mereka : dekat satu dengan yang lain, mereka secara nyata berkorelasi/berhubungan (r mendekati 1); jika mereka orthogonal, mereka tidak berhubungan (r mendekati 0); jika mereka berada pada sisi yang berhadapan/berkebalikan dari pusat. Kemudian mereka nyata berhubungan negative (r mendekati -1). Ketika karakter berdekatan dengan pusat hal tersebut berarti membawa informasi yang sama. Sebagai contoh Ketika berusaha menjelaskan hubungan antara karakter Snouth length (SNL) dengan Upper Jaw Mouth (UJM) secara ortogonal, mekipun ada, kenyataannya tidak ada. Hal ini bisa dikonfirmasikan baik dengan melihat korelasi matrik maupun lingkaran korelasi antara F1 dan F2, , F1 dan F3 (Gambar 11). Dan beberapa contoh yang lain. Selain itu dengan melihat faktor loading (Tabel 35), kita juga dapat mengetahui parameter dominant yang berpengaruh,
Gambar 10. Grafik Sebaran karakter morfometrik analisis komponen utama pada sumbu faktorial 1 dan 2.
Tabel 35. Faktor loading untuk semua Sebaran karakter morfometrik yang diamati
Lingkaran korelasi berguna untuk menjelaskan arti axis. Berdasarkan gambar, axis horisontal berhubungan dengan Snouth Length (SNL), etc dan axis vertikal berhubungan dengan upper jaw length (UJM) , etc. Trend ini sangat berguna dalam mengintrepretasikan peta selanjutnya. Untuk memastikan bahwa karakter sangat berhubungan dengan suatu axis, maka lihat tabel kosinus kuadrat; semakin besar nilai kosinus kuadrat, semakin besar keterkaitannya dengan axis. Semakin dekat nilai kosinus kuadrat suatu karakter dekat dengan nol, semakin hati-hati ketika mengintrepretasikan hasil dalam kaitannya denga axis yang berhubungan.
Tujuan utama PCA terlihat pada Tujuan utama PCA disajikan pada Gambar 12 dan
Sedangka individu RK 019 memiliki lebar mulut yang lebih besar. Untuk memastikan bahwa observasi berhubungan dengan suatu axis, maka lihat tabel kosinus kuadrat, Tabel 36; semakin besar nilai kosinus kuadrat, semakin besar keterkaitannya dengan axis. Sementara untuk letak kita bisa melihat nilai faktor score, Tabel 37. Semakin dekat nilai kosinus kuadrat suatu obesrvasi dekat dengan nol, semakin hati-hati ketika mengintrepretasikan hasil dalam kaitannya denga axis yang berhubungan.
Gambar 12. Grafik Sebaran stasiun pengamatan analisis komponen utama berdasarkan karakter morfometrik pada sumbu faktorial 1 dan 2.
Gambar 13. Grafik Sebaran stasiun pengamatan analisis komponen utama berdasarkan karakter morfometrik pada sumbu faktorial 1 dan 3. Kesimpulan kami berdasarkan korelasi sederhana terdapat 6 natural group diantara populasi ikan belida dan ikan putak.
Tabel 36. Nilai Cosinus kuadrat berdasarkan karakter morfometrik untuk sebaran stasiun pengamatan
Tabel 37. Nilai Faktor score berdasarkan karakter morfometrik untuk sebaran stasiun pengamatan
B. Analisa Pembeda (Discriminant Analysis)
- Membedakan group/spesies dengan mengidentifikasi karakterter pembeda
Diskriminan analisa adalah suatu proses membedakan dua atau lebih dari group yang terlebih dahulu telah ditentukan dengan kombinasi linear dari dua atau lebih variable. Sebagai catatan metode ini berasumsi bahwa bahwa specimen yang tidak diketahui berada diantara satu populasi tersebut yang digunakan dalam perhitungan fungsi diskrimminasi. Diskriminan analisis menggunakan pengukuran variable berkelanjutan pada group yang berbeda untuk melihat aspek yang membedakan group dan menggunakan pengukuran ini untuk membuat klasifikasi baru hal tersebut. Kegunaan umum dari metode ini adalah dalam klasifikasi biologi menjadi spesies atau subspecies.
Kegunaan lain dari diskriminan analisa adalah masalah prediksi kelas klasifikasi. Sekali model telah selesai dan fungsi diskriminan telah dilakukan, sebaik apa kita memprediksi group mana terdapat kelas tertentu. Sebagai gambar awal kami menampilkan nilai mean, Tabel 38.
Tabel 38. Rata-rata nilai karakter morfometrik yang diamati pada masing-masing group
Lanjutan tabel 38…..
Untuk memastikan bahwa diskriminan dapat running sesuai syaratnya kami tampilkan contoh Snout Length (% SL), Gambar 14. Dapat kita lihat bahwa variable ini secara normal terdistribusi di dalam setiap group (individu).
Secara keseluruhan, diskriminasi antara karakter individu sangat significan (wilks’ Lamda = 0.0091362; F= 7.247 (F table 1.89, p<0.0001). Sekarang mari kita lihat kontribusi independent untuk memprediksi setiap variable (karakter) dalam model.
Stepwise Analysis - Step16(Final Step) Number of variables in the model:16
Last variable entered:BD F (5,72) =.9642912p < .4455
Wilks' Lambda:.0091362 approx. F (80,350) =7.247690p <0.0000
Secara umum wilks’ Lamda adalah statistic standard yang digunakan untuk menyatakan keberbedaan statisik (Statistical significance dari kekuatan diskriminan untuk model yang digunakan. Nilainya akan berkisar dari 1.0 (tidak ada kekuatan diskriminasi) sampai 0.0 (kekuatan diskriminasi sempurna). Setiap nilai di dalam kolom pertama di spreadsheet menunjukkan nilai wilks’ Lamda. Sementara partial wilks’ lambda. Ini adalah wilks’ Lamda untuk kontribusi yang unik dari tingkatan variable yang berurutan pada diskriminasi diantara group. Berarti seseorang dapat melihat nilai ini sebagai sebagai kesamaan seperti parsial koefisient korelasi yang dihasilkan dalam multiple regression. Karena suatu lambda 0.0 menyatakan kekuatan diskriminasi yang sempurna. Semakin rendah nilainya di dalam kolam ini, semakin besar kekuatan diskriminasi yang unik pada variable yang diamati.
Nilai partial lambda, pada Tabel 39, mengindikasikan bahwa karakter pastocolar length (PASL) yang paling besar, selanjutnya berturut-turut sampai yang tekecil; Interorbital width (IOW), Head Depth (HD), Adipose Heigth (AH), Dorsal Spine width (DSW), Head width (HW), Peduncle length (PL), Body width (BW), Distance snouth to ishmus (DSI), Eyes Diameter (ED), Pelvic length (PEFL), Lower Jaw Length (LJM), Upper Jaw mouth (UJM), Head Length (HL), Mouth Width (MW) dan Body Depth (BD) menyumbang paling sedikit dari keseluruhan diskriminasi (ingat semakin rendah nilai partial lambda, maka semakin besar kontribusinya dalam keseluruhan diskriminasi.
Tabel 39. Nilai partial lambda untuk setiap karakter morfometrik
Untuk itu bisa disimpulkan pada point ini bahwa pengukuran karakter pastocolar length (PASL) adalah karakter pembeda utama yang bisa membedakan antar spesies. Untuk mempelajari lebih jauh tentang diskriminasi yang terjadi, kita harus melakukan canonicle analisis. Tahap awal adalah tampilan Chisquare, lihat Tabel 40.
Tabel 40. Chi-square untuk setiap karakter morfometrik pada canonical analisis
Secara umum, pada table melaporkan langkah awal akar canonical. Lajur pertama selalu mengandung test berbeda nyata untuk keseluruhan akar; yang kedua (lajur) melaporkan significan dari root yang tersisisa, setelah memindahkan akar pertama dan seterusnya. Kemudian table ini mengatakan berapa banyak akar canonical (fungsi diskriminan) yang
terpisah bagaimana pengukuran pastocolar length (PASL) dan Interorbital width (IOW) membuat kita dapat membedakan spesies berdasarkan karakter.
Juga terlihat ditabel nilai eigenvalue (root) untuk setiap fungsi diskriminasi dan kumulatif proporsinya, menjelakan variasi yang dihitung untuk setiap fungsi. Seperti yang terlihat untuk penggunaan akar FI dan F2 maka bernilai 88% dari variasi dijelaskan, bahwa 88% semua kekuatan diskriminasi dijelaskan dalam funsi ini. Selanjutnya fungsi pertama jelas merupakan yang paling penting.
Tahap selanjutnya adalah melihat nilai koefisient standarisasi, Tabel 41 dan Mean
Tabel 42. Koefisient standarisasi adalah salah satu yang umum digunakan untuk interpretasi,
karena mereka mengandung variable standarisasi dan untuk itu menjadi referensi skala pembanding. Fungsi diskriminan pertama, karakter yang berpengaruh (nilainya paling besar) terutama oleh oleh karakter Dorsal spine width (DSW), Head width (HW) etc. Sedangkan Fungsi kedua didominasi oleh Upper jaw mouth (UJM), Lower jaw mouth (LJM), Pastocolar length (PASL) etc.
Tabel 41. Koefisien standarisasi untuk setiap karakter morfometrik pada canonical analisis
Tabel 42. Nilai Mean untuk setiap karakter morfometrik pada canonical analisis
Saat ini kita sudah tahu bagaimana setiap variable berpartipasi di diskriminasi diantara karakter individu. Pertanyaan selanjutnya adalah menggambarkan sifat diskriminasi setiap akar canonical, Gambar 15. Tahap pertama untuk menjawab pertanyaan ini adalah melihat rata-rata canonical. Fungsi diskriminan pertama sebagian besar antara group V dan group yang lain. Canonical mean group V sangat berbeda dengan group yang lain. Faktor kedua pada fungsi diskriminan sepertinya sebagian besar hanya membedakan group IV dan beberapa group yang lain. Untuk melihat secara cepat hasil ini adalah memproduksi scatterplot untuk dua fungsi diskriminan .
Root 1 vs. Root 2 GROUP III GROUP I GROUP VI GROUP II GROUP V GROUP IV -12 -10 -8 -6 -4 -2 0 2 4 6 8 Root 1 -10 -8 -6 -4 -2 0 2 4 6 8 Root 2
yang lain. Fungsi kedua sepertinya menyediakan beberapa diskriminasi diantara group IV (yyang terutama menampilkan nilai negative untuk fungsi kedua canonical) dan yang lain/group (memiliki nilai yang positif).Bagaimanapun diskriminasi memberikan gambaran Group IV seperti juga group V.
Kesimpulan hasil penelitian sejauh ini, sepertinya significan utama dan diskriminasi yang jelas untuk group, baik dengan fungsi pertama maupun funsi kedua dari fungsi diskriminasi. Fungsi pertama untuk group V terutama ditandai oleh koefisien positive dari Dorsal spine width (DSW) dan Pastocolar length (PASL) dan negative koefisien dari Head Width (HW) dan Interorbital Width (IOW).Hal ini berarti semakin pendek dorsal spine Width dan pastocolar length serta semakin lebar kepala dan panjang jarak interorbital width maka semakin jauh group tersebut dengan Group V.
Fungsi diskriminan kedua untuk group IV terutama ditandai dengan koefisien korelasi negative untuk Upper Jaw Mouth (UJM) dan Dorsal Spine Width (DSW). Koefisien Positif untuk Lower Jaw Mouth (LJM) dan Pastocolar Length (PASL). Ini berarti Semakin Panjang Upper Jaw Mouth (UJM) dan lebar Dorsal Spine Width (DSW) serta semakin pendek Lower Jaw Mouth (LJM) dan Pastocolar Length (PASL). Semakin jauh dari Group ini. Pada Group IV inilah kemungkinan besar berbeda spesies seperti halnya putak (Nothopterus nothopterus) yang terplotkan ke kiri. Group IV berbeda dg ikan belida yang lain berdasarkan kedua axis. Hal ini dikonfirmasi melalui teknik klasifikasi dengan Mahalobis Square.
- Memvalidasi Klasifikasi Group yang telah dibuat
Kelas dalam hal ini individu dikelompokkan menjadi satu group yang paling terdekat,
Tabel 43. Mahalanobis distance adalah suatu ukuran jarak yang bisa digunakan dalam ruang
Tabel 43. Jarak Mahalanobis untuk validasi klasifikasi kelompok berdasarkan karakter morfometrik.
paling besar. Garis yang diberi tanda bintang di atas (*) adalah kelas yang salah mengklasifikasi. Akurasi klasifikasi sangat tinggi., meskipun menyadari fakta bahwa klasifikasi ini adalah post hoc classification.
Tabel 44. Klasifikasi aktual untuk validasi klasifikasi kelompok berdasarkan karakter morfometrik.
Scatterplot (UNTUK SCATERPLOTT-morfometrik 31v*94c)
PASL
IOW
OBSERVATION: GROUP III OBSERVATION: GROUP I OBSERVATION: GROUP VI OBSERVATION: GROUP II OBSERVATION: GROUP V OBSERVATION: GROUP IV 12.5837223 13.4000925 14.3033434 15.4342822 16.4259778 17.2564612 18.1086091 18.9419706 20.0984044 21.2688542 23.1926155 2.46798503 3.03579329 3.71211397 4.27286544 4.87125544 5.69444306
9.10925967 OBSERVATION: GROUP III PASL:IOW: r
2
= 0.0091 OBSERVATION: GROUP I PASL:IOW: r2 = 0.2551 OBSERVATION: GROUP VI PASL:IOW: r2 = 0.2531 OBSERVATION: GROUP II PASL:IOW: r2 = 0.8734 OBSERVATION: GROUP V PASL:IOW: r2 = 0.5942 OBSERVATION: GROUP IV PASL:IOW: r2 = 0.0285
Scatterplot (UNTUK SCATERPLOTT-morfometrik 31v*94c)
IOW
PASL
OBSERVATION: GROUP III OBSERVATION: GROUP I OBSERVATION: GROUP VI OBSERVATION: GROUP II OBSERVATION: GROUP V OBSERVATION: GROUP IV 2.46798503 3.03579329 3.71211397 4.27286544 4.87125544 5.69444306 9.10925967 12.5837223 13.4000925 14.3033434 15.4342822 16.4259778 17.2564612 18.1086091 18.9419706 20.0984044 21.2688542
23.1926155 OBSERVATION: GROUP III IOW:PASL: r 2 = 0.0091 OBSERVATION: GROUP I IOW:PASL: r 2 = 0.2551
OBSERVATION: GROUP VI IOW:PASL: r 2 = 0.2531
OBSERVATION: GROUP II IOW:PASL: r 2 = 0.8734
OBSERVATION: GROUP V IOW:PASL: r 2 = 0.5942
OBSERVATION: GROUP IV IOW:PASL: r 2 = 0.0285
Gambar 16. Scatterplot hubungan antara karakter PASL dengan IOW