• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BUNG HATTA PADANG 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BUNG HATTA PADANG 2015"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

Pelaksanaan Diversi oleh Jaksa Penuntut Umum di Kejaksaan Negeri

Padang Terhadap Anak yang Melakukan Tindak Pidana Penganiayaan

ARTIKEL

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

SELVIA RAHMA DEWITA

1110012111107

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS BUNG HATTA

PADANG

2015

(2)

2

DIVERSION IMPLEMENTATION BY THE PROSECUTOR IN PADANG STATE ATTORNEY TO DO THE CRIME OF CHILD ABUSE

Selvia Rahma Dewita1, Yetisma Saini1, Rianda Seprasia2

1Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Bung Hatta

2kantor Advokat & Konsultan Hukum, Ardyan, SH, MH, Rianda Seprasia, SH, MH &

Partner’s

ABSTRACT

Crimes committed by children one of them is a criminal act of persecution, the child who committed the crime of persecution are given protection by the law is to resolve the case of the child through the process of diversion. Namely the transfer of the settlement diversion of children from the criminal justice process to outside the criminal court process. As stipulated in Article 1 paragraph 7 of Law No. 11 of 2012 on the Criminal Justice System Child (Law SPPA). Diversion process must be conducted at the level of investigation, prosecution, and courts. In the prosecution level Prosecution did diversion before bestowing his case to court. Formulation of the problem is 1) How is the implementation of diversion by the Public Prosecutor against children who commit criminal acts of persecution? 2) Are the constraints faced by the public prosecutor in conducting the diversion of children who committed the crime of persecution. This type of research is juridical sociological. Data sources include primary data and secondary data. Data were obtained through interviews and document study. The collected data were analyzed qualitatively. It can be concluded 1) The State Attorney Padang diversion by starting with the transfer of the case by the investigator to the prosecutor until the special prosecutor ordered the child to process cases including conducting diversion. 2) Obstacles encountered is the lack of personnel trained prosecutors with regard to the implementation of the diversion to the public prosecutor in charge of children as child prosecutor and the difficulty of receiving diversion, especially on the part of the victim.

Keywords: Diversion, the Prosecution, persecution, Son

Pendahuluan

Berlakunya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (selanjutnya disebut UU SPPA) sebagai penganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak terdapat suatu perubahan yang fundamental antara lain digunakannya pendekatan restorative justice melalui sistem diversi,

maksudnya penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan. Penyelesaian dengan mengupayakan melalui jalur non formal

(3)

3

pada seluruh tahapan proses hukum yaitu mulai tingkat penyidikan, penuntutan, dan persidangan di pengadilan, sebagaimana disebutkan Pasal 1 angka 6 UU SPPA, Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan dan Pasal 1 angka 7 menyebutkan, diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.

Penjelasan UU SPPA menyatakan anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kelangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Anak perlu mendapat perlindungan dari dampak negatif perkembangan pembangunan yang cepat, arus globalisasi di bidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta perubahan gaya hidup dan cara hidup sebagian orang tua yang telah membawa perubahan sosial yang mendasar dalam kehidupan masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap nilai dan prilaku anak. Seorang anak yang melakukan perbuatan pidana disebut dengan anak yang berkonflik dengan hukum, ini ditegaskan dalam Pasal 1 angka 3 UU SPPA, anak yang berkonflik dengan hukum yang

selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana, artinya seseorang baru dapat dikatakan anak adalah setelah ia berusia 12 tahun tetapi belum berumur 18 tahun apabila melakukan perbuatan pidana, maka ia akan di proses secara hukum sesuai menurut ketentuan UU SPPA.

Penyelesaian kasus anak dengan jalur non formal atau diversi ini dapat di lihat dalam Pasal 7 UU SPPA yang menyebutkan: (1) Pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara Anak di pengadilan negeri wajib diupayakan Diversi.

(2) Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan :

a. diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan

b. bukan merupakan pengulangan tindak pidana.

Pelaksanaan diversi ini telah dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum di Kejaksaan Negeri Padang, seperti kasus penganiayaan yang dilakukan oleh seorang anak yang berinisial “S” umur 15 tahun, terhadap sepupunya inisial “R”, dimana S telah menganiayanya dengan cara memukul sehingga S luka-luka ringan. Perbuatan R tersebut telah melanggar Pasal 80 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

(4)

4

Perlindungan Anak Jo. Pasal 351 KUHP. Sesuai ketentuan Pasal 7 UU SPPA proses penegakan hukumnya harus dilakukan terlebih dahulu diversi, dimana pada tingkat penyidikan diversi tidak tercapai kesepakatan, maka kejaksaan juga wajib melakukan diversi dengan cara yaitu :1

1. Memanggil para pihak seperti

a) Anak yang berhadapan dengan hukum dan orang tua/wali;

b) Anak korban dan orang tua/wali; c) Balai Pemasyarakatan (Bapas); d) Pekerja sosialyang telah ada

sertifikat dari dinas sosial; e) Rukun Tetangga (RT); f) Tokoh masyarakat.

2. Setelah semua berkumpul dilakukan diversi dengan meminta pendapat orang tua anak yang berhadapan dengan hukum dan orang tua korban.

3. Setelah dilakukan diversi pada kasus ini pihak keluarga korban tidak menerima diversi tersebut karena merasa dirugikan, diversi tidak tercapai dan meminta perkara dilanjutkan ke pengadilan. Baru pada proses pengadilan berdasarkan pertimbangan hakim akhirnya diversi pun tercapai.

Berdasarkan latar belakang yang penulis uraiakan di atas, maka penulis tertarik untuk lebih mengetahui serta lebih

1 Hasil wawancara Dwi Indah Puspa Sari, selaku

Jaksa Penuntut Umum yang menangani kasus Diversi di Kejaksaan Negeri padang pada hari jumat tanggal 7 november 2014, pukul 09.00. WIB.

memahami tentang bagaimanakah pelaksanaan diversi pada tingkat Jaksa Penuntut Umum dengan menuangkannya

dalam skripsi yang

berjudul:“PELAKSANAAN DIVERSI

OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM DI

KEJAKSAAN NEGERI PADANG

TERHADAP ANAK YANG

MELAKUKAN TINDAK PIDANA

PENGANIAYAAN”. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pelaksanaan diversi oleh Jaksa Penuntut Umum di Kejaksaan Negeri Padang terhadap anak yang melakukan tindak pidana penganiayaan.

2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh Jaksa Penuntut Umum di Kejaksaan Negeri Padang dalam melakukan diversi terhadap anak yang melakukan tindak pidana penganiayaan.

Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian yang digunakan penulis skripsi ini adalah metode pendekatan sosiologis yuridis, yaitu suatu metode pendekatan hukum sebagai fenomena sosial2, dimana peraturan dan teori yang ada kemudian dihubungkan dengan

2 Amiruddin dan Zainal Asikin, 2003, Pengantar

Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo

(5)

5

kenyataan atau fakta yang ada di masyarakat.

2. Sumber Data a. Data Primer

Sumber data primer, yaitu sumber data yang didapatkan langsung dari sumbernya dengan melakukan wawancara, observasi, maupun laporan dalam bentuk dokumen yang kemudian diolah oleh peneliti.3 Data diperoleh

melalui wawancara dengan 2 orang Jaksa Penuntut Umum di Kejaksaan Negeri Padang yang bernama Dwi Indah dan Rina, yang menangani kasus tindak pidana yang dilakukan oleh anak yang diselesaikan melalui diversi.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti secara langsung dari kantor Kejaksaan Negeri Padang dilihat dari data statisik kriminal mengenai tindak pidana anak yang melakukan tindak pidana penganiayaan yang diselesaikan melalui diversi dari tahun 2014 dan tahun 2015 di Kejaksaan Negeri Padang.

3. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara

Wawancara adalah metode pengumpulan data untuk memperoleh keterangan dengan

3 Zainuddin Ali, 2013, Metode Penelitian

Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 106

melakukan tanya jawab secara lisan. Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur, yaitu dilakukan dengan mengajukan pertanyaan yang disusun dalam suatu daftar pertanyaan yang telah disiapkan terlebih dahulu.4

b. Studi Dokumen

Studi dokumen dilakukan dengan cara mempelajari bahan kepustakaan atau literatur-literatur yang ada, terdiri dari peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen, buku-buku dan jurnal yang berkaitan dengan penelitian.

4. Analisis Data

Dari bahan-bahan dan data yang diperoleh dari data primer maupun dari data sekunder kemudian setelah terkumpul data tersebut dianalisa secara kualitatif, sehingga akan diperoleh suatu kesimpulan yang sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian ini5

4 Bambang Sungguno, 2012, Metodologi

Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada,

Jakarta, hlm 214.

(6)

6 HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Diversi Oleh Jaksa Penuntut Umum di Kejaksan Negeri Padang Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Penganiayaan

Semenjak diberlakukannnya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang SPPA pada bulan Juli Tahun 2014 di Kejaksaan Negeri Padang, pertengahan Juli Tahun 2014 hingga Maret Tahun 2015 terdapat jumlah perkara pidana anak yang diselesaikan melalui upaya diversi yang masuk hingga berakhir di pengadilan sebagai berikut :

Tabel

Perkara Pidana Anak Yang Diselesaikan Melalui Upaya Diversi

Dari Tahun 2014 - Tahun 2015

No Jenis Kejahatan Perkara Masuk Diversi Lanjut 1. Penganiayaan 2 - 2. Pencurian 1 - 3. Melarikan Orang 1 - 4. Cabul 2 - 5. Narkotika - 1 Jumlah 6 1

Sumber: Kejaksaan Negeri Padang Tahun 2015

Berdasarkan tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa jumlah perkara pidana anak yang masuk ke Kejaksaan Negeri Padang Tahun 2014 sebanyak 5 (lima) kasus, 4 (empat) kasus diselesaikan melalui upaya diversi sedangkan 1 (satu) kasus di lanjutkan ke sidang pengadilan. Kasus yang masuk tahun 2015 sebanyak 2 (dua) kasus yang diselesaikan melalui diversi dan tidak ada kasus yang dilanjutkan pengadilan. Jadi jumlah kasus yang masuk dari tahun 2014-2015 sebanyak 6 kasus, sedangkan 1 kasus lagi lanjut ke sidang pengadilan.

Diversi yang dilakukan oleh penyidik tidak tercapai maka penyidik melimpahkan perkara tersebut ke kejaksaan. Selanjutnya Jaksa Penuntut Umum akan meproses perkara tersebut yang terlebih dahulu juga melakukan diversi. Pelaksanaan diversi oleh Jaksa Penuntut Umum dalam kasus anak Nomor: Print-2402/491/Euh.02/09/2014 terhadap anak yang melakukan tindak pidana penganiayaan, proses diversi yang dilaksanakan Jaksa Penuntut Umum sebagai berikut:6

6 Hasil wawancara Dwi Indah Puspa Sari,

selaku Jaksa Penuntut Umum yang menangani kasus Diversi di Kejaksaan Negeri padang pada hari jumat tanggal 20 Februari 2015, pukul 09.00. WIB.

(7)

7

1. Penyidik telah melakukan diversi tetapi tidak mendapatkan hasil kesepakatan Diversi maka penyidik melimpahkan berkas perkara tersebut ke kejaksaan.

2. Setelah berkas perkara tersebut dilimpahkan ke kejaksaan, kepala Kejaksaan Negeri Padang segera menerbitkan surat perintah penunjukan Jaksa Penuntut Umum untuk mengikuti perkembangan penyidikan perkara tindak pidana

(P-16) Nomor Print:

1406/N.3.10/Euh.1/05/2014.

3. Setelah mnerima penyerahan tanggung jawab atas anak dan barang bukti (tahap II), kepala Kejaksaan Negeri Padang segera menerbitkan surat perintah penunjukan Jaksa Penuntut Umum untuk penyelesaikan perkara tindak pidana (P-16A) Nomor Print: 1406/N.3.10/Euh.1/05/2014.

4. Penuntut umum menerima penyerahan tanggung jawab atas anak serta barang bukti di ruang khusus anak (RKA), kemudian melakukan penelitian terhadap kebenaran identitas anak serta barang bukti dalam perkara anak dan mencatat hasil penelitin tersebut dalam berita acara penerimaan dan penelitian anak. Identitas anak, anak korban,

dan/atau anak saksi wajib dirahasiakan dari pemberitaan di media cetak ataupun elektronik. 5. Hasil peneltian terhadap barang

bukti dicatat dalam berita acara penerimaan dan penelitian barang bukti, kemudian dibuat label barang bukti dan dilengkapi dengan kartu barang bukti.

6. Dalam jangka waktu 7 x 24 (tujuh kali dua puluh empat jam) terhitung sejak tanggal penerimaan tanggung jawab atas anak dan barang bukti, penuntut umum melakukan upaya diversi dilakukan sebagai berikut:

Musyawarah diversi

a. Diversi dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal dimulainya diversi yaitu tanggal yang telah ditentukan

penuntut umum untuk

melakukan musyawarah diversi dengan ketentuan sebagai berikut:

1) Penuntut umum mengirim surat panggilan kepada para pihak yang harus sudah diterima selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sebelum waktu pelaksanaan musyawarah diversi, dengan membuat tanda terima sebagai bukti panggilan yang sah.

(8)

8

2) Para pihak sebagaimana dimaksud pada angka (1) yaitu:

a) Anak dan/atau orang tua/wali;

b) Korban atau anak korban dan/atau orang tua/wali; c) Pembimbing

kemasyarakatan;

d) Pekerja sosial profesional. 3) Dalam hal dikehendaki oleh

anak dan/atau wali, pelaksanaan musyawarah diversi dapat melibatkan masyarakat yang terdiri atas:

a) Tokoh Agama; b) Guru;

c) Tokoh Masyarakat d) Pendamping dan/atau

e) Advokat atau pemberi bantuan hokum 4) panggilan para pihak mencantumkan hari,

tanggal serta tempat dilaksanakannya musyawarah diversi.

b. Musyawarah diversi dilaksanakan di ruang khusus anak (RKA) yang terdapat pada setiap satuan kerja di lingkungan kejaksaan negeri padang atau dalam keadaan tertentu dapat dilakukan ditempat lain yang disepakati oleh para pihak dengan persetujuan kepala kejaksaan negeri/kepala cabang kejaksaan negeri.

c. Musyawarah diversi sebagaimana dimaksud huruf b dibuka dan dipimpin

oleh penuntut umum sebagai fasilitator yang diwakili dengan perkenalan para pihak. Fasilitator menyampaikan maksud dan tujuan dilaksanakannya musyawarah diversi, peran dari fasilitator, tata tertib musyawarah untuk disepakati oleh para pihak dan penjelasan tentang waktu dan tempat serta ringkasan dugaan tindak pidana yang didakwakan terhadap anak. d. Pembimbing kemasyarakatan

menjelaskan ringkasan hasil penelitian kemasyarakatan yang dilakukan terhdap anak.

c. Pekerja sosial profesional menjelaskan ringkasan laporan sosial terhadap anak korban dan/atau anak saksi.

d. Dalam hal kesepakatan diversi tanpa memerlukan persetujuan korban atau anak korban dan/atau orang tua/wali, proses diversi dilaksanakan melalui musyawarah yang dipimpin oleh penuntut umum sebagai fasilitator dan dihadiri oleh pembimbing kemasyarakatan, anak dan orang tua/walinya serta dapat melibatkan masyarakat.

e. Musyawarah diversi dicatat dalam berita acara diversi, ditanda tangani oleh fasilitator serta para pihak yang hadir dalam musyawarah diversi dan dilaporkan kepada kepala Kejaksaan Negeri Padang.

(9)

9

7. Dalam hal musyawarah diversi tindak pidana penganiayaan ini tidak tidak berhasil mencapai kesepakatan, penuntut umum melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri dengan pelimpahan perkara ke acara pemeriksaan biasa atau pelimpahan perkara acara pemeriksaan singkat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

8. Pelimpahan perkara sebagai mana dimaksu dengan melampirkan: a) Surat pelimpahan.

b) Surat dakwaan.

c) Berita acara pemeriksaan tersangka (BA-15).

d) Berita acara diversi

e) Hasil penelitian kemasyarakatan f) Surat perintah penunjukan jaksa

penuntut umum untuk mengikuti perkembangan penyidikan perkara (P-16).

g) Surat perintah penunjukan jaksa

penuntut umum untuk

menyelesaikan perkara (P-16A). 9. Setelah perkara dilmpahkan ke

pengadilan Hakim meminta penyidik menghadirkan kembali: a) Anak dan/atau orang tua/wali; b) Korban atau anak korban

dan/atau orang tua/wali; c) Pembimbing kemasyarakatan; d) Pekerja sosial profesional.

10. Setelah semua pihak hadir Hakim berupaya melakukan diversi lagi dan pada akhirnya diversi dalam perkara tindak penganiayaan ini tercapai di pengadilan.

11. Hakim membuat berita acara dan meminta penetapan ke ketua Pengadilan Negeri agar perkara dihentikan.

12. Jaksa penuntut umum menunggu berkas dikembalikan, setelah berkas dikembalikan kepala kejaksaan negeri menerbitkan surat ketetapan penghentian penuntutan:

Dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari terhitung sejak tanggal kesepakatan diversi selesai dilaksanakan, kesepakatan diversi berupa pembayaran ganti kerugian, pengembalian pada keadaan semula, atau pelayanan masyarakat;

13. Surat ketetapan penghentian penuntutan sebagaimana dimaksud pada angka 12 sekaligus memuat penetapan status barang bukti sesuai dengan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Padang.Surat ketetapan penghentian penuntutan sebagaimana dimaksud pada angka 12 dikirim kepada ketua Pengadilan Negeri Padang berserta laporan proses diversi dan

(10)

10

berita acara pemeriksaaan dengan tembusan kepada anak dan orang tua/wali, korban, anak korban dan/atau orang tua/wali, penyidik, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial.

B.Kendala-Kendala Yang Dihadap Oleh Jaksa Penuntut Umum Dalam Melakukan Diversi Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Penganiayaan

Dalam pelaksanaannya jaksa juga terkendala dalam melakukan diversi tersebut.Kendala-kendala tersebut adalah: 1. Kendala dari faktor internal kejaksaan

a) Belum adanya Surat Edaran atau peraturan pelaksana dari Jaksa Agung Proses Diversi untuk menangani anak yang berhadapan dengan hukum sesuai dengan UU SPPA.

b) Belum meratanya pelatihan untuk melaksanakan UU SPPA terhadap Jaksa Penuntut Umum anak, pada hal di Kejaksaan Negeri Padang ada 10 Jaksa Anak yang ditetapkan, namun yang baru mendapat kesempatan melaksanakan pelatihan tentang pelaksanaan diversi di tingkat penuntutan baru satu orang jaksa.

2. Kendala dari pihak yang berkonflik dengan hokum

a) Faktor pendidikan sehingga sulit

memahami tujuan dan kegunaan diversi tersebut.

b) Sulit menerima perlakuan yang telah dilakukan oleh pelaku kepada anak korban.

A. Simpulan

Dari rumusan masalah, berdasarkan pembahasan yang telah di uraikan diatas maka penulis dapat menarik simpulan sebagai berikut : 1. Penerapan diversi oleh Jaksa

Penuntut Umum di Kejaksaan Negeri Padang telah dilakukan bedasarkan UU SPPA, yang mana diawali dengan pelimpahan perkara oleh penyidik ke Kejaksaan, kemudian Kepala Kejaksaan Negeri mengeluarkan Surat dengan menunjuk dan memerintahkan Jaksa khusus anak untuk memproses kasus termasuk melakukan diversi sebagaimana menurut ketentuan Pasal 7 ayat (2) Jo Pasal 42 UU SPPA.

2. Tidaklah mudah bagi Jaksa di Kejaksaan Negeri Padang yang khusus mengenai anak untuk melakukan diversi dalam kasus penganiayaan, karena tidak hanya datang dari internal kejaksaan saja akan tetapi juga datang dari pihak-pihak yang berkasus. Dari tingkat internal dari 10 Jaksa yang di tetapkan sebagai jaksa anak hanya 1 orang jaksa

(11)

11

yang baru dilatih berkaitan dengan diversi. Sementara itu kendala dari pihak yang berpekara sulitnya menerima diversi terutama dari pihak korban.

Ucapan Terima Kasih

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada pihak-pihak yang sudah membantu penulis selama menyelesaikan skripsi. Pihak-pihak yang dengan sabar membimbing dan selalu memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi.

Pihak tersebut adalah: (1) Ibu Yetisma Saini, S.H., M.H, selaku Pembimbing I (2) Bapak Rianda Seprasia S.H., M.H, selaku Pembimbing II. Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum, (3) Ibu Yetisma Saini, S.H., M.Hum, (4) Ibu Dr. Uning Pratimaratri, S.H., Hum selaku penguji I (4) Ibu Dr Fitriati, S.H., M.H, selaku Penguji II, (6) Ibu Syafridatati, S.H,. M.H., selaku penguji III (7) Keluarga tercinta yang selalu memberi dukungan moril maupun materi. serta teman-teman seperjuangan.

DAFTAR PUSTAKA

A.Buku-Buku

Amiruddin dan Zainal Asikin, 2003, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, hlm 167.

Bambang Sungguno, 2012, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm 214.

Zainuddin Ali, 2013, Metode Penelitian Hukum, Sinar

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

(12)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan penggunaan jenis reaktan asam dengan konsentrasi yang berbeda berpengaruh dalam pemurnian eugenol dari minyak daun

Peserta Nama TWK TIU

Jumlah resistansi yang terdiri dari sebuah kombinasi elektrode mendatar (grid) dan elektrode tegak (batang), lebih rendah dari resistansi masingmasing elektrode,

Pinjaman yang diberikan dan piutang adalah aset keuangan non-derivatif dengan pembayaran tetap atau telah ditentukan dan tidak mempunyai kuotasi di pasar

+ola hidup yang baik sesuai dengan aturan kesehatan dan kebahagiaan +ola hidup yang baik sesuai dengan aturan kesehatan dan kebahagiaan dan penting untuk dilakukan. +sikoseksual,

Diskusi kelompok, berikan tanda (I), kegiatan yang dilakukan guru adalah memastikan anggota kelompok terdiri dari anak lambat dan cepat belajar agar yang cepat belajar dapat

Perspektif ini mengevaluasi profitabilitas stra- tegi.Tujuan operasional perspektif keuangan berfokus pada pertumbuhan pendapatan, pengurangan atau penghematan biaya,

Keahlian Fund Rising Bagi Relawan Pemberdayaan Masyaarakat Wawan Kuswandoro, S.Sos, M.Si Workshop Badan pemberdayaan masayarakat kota Probolinggo (makalah) 2011 √