• Tidak ada hasil yang ditemukan

ISU STRATEGIS DAN TANTANGAN LAYANAN SANITASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ISU STRATEGIS DAN TANTANGAN LAYANAN SANITASI"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

ISU STRATEGIS DAN TANTANGAN LAYANAN SANITASI

Strategi layanan sanitasi pada dasarnya adalah untuk mewujudkan Tujuan dan Sasaran pembangunan sanitasi yang bermuara pada pencapaian Visi dan Misi Sanitasi Kabupaten. Kabupaten Banjarnegara merumuskan strategi layanan sanitasi didasarkan pada isu-isu utama/strategis yang dihadapi pada saat ini. Paparan isu strategis dan tantangan layanan sanitasi Kabupaten ini mencakup isu strategis aspek non teknis yang terdiri dari aspek; kebijakan daerah dan kelembagaan, keuangan, komunikasi, keterlibatan pelaku bisnis, pemberdayaan masyarakat, aspek jender dan kemiskinan, serta aspek monitoring dan evaluasi. Sedangkan paparan isu strategis aspek teknis terdiri dari; sub sektor air limbah domestik, sub sektor persampahan, sub sektor drainase lingkungan, sektor air bersih dan aspek perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).

3.1 Enabling And Sustainability Aspect

3.1.1 Kebijakan Daerah dan Kelembagaan

Dalam aspek kebijakan daerah dan kelembagaan, isu strategis yang menjadi dasar pertimbangan adalah:

1) Tingkat Sistem

a) Adanya dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang sudah memuat kebijakan Pemerintah Kabupaten Banjarnegara dalam pembangunan sanitasi.

b) Pemerintah Kabupaten telah mulai memisahkan fungsi regulator dan operator untuk pengelolaan sanitasi, yang ditujukan untuk mengoptimalkan layanan sanitasi bagi masyarakat Kabupaten Banjarnegara.

c) Saat ini Pemerintah Kabupaten belum memiliki kebijakan dasar yang memuat substansi yang tegas untuk mengarahkan pola tindak seluruh pihak baik Pemerintah, masyarakat maupun swasta dalam pembangunan dan pengelolaan sanitasi di Kabupaten Banjarnegara.

(2)

d) Sistem penegakan aturan yang terkait dengan pengelolaan sanitasi, air bersih dan pengembangan prilaku hidup bersih dan sehat yang dijalankan saat ini masih kurang optimal.

e) Saat ini Pemerintah Kabupaten belum memiliki desain pola kerjasama yang spesifik akan dijalankan dengan Kabupaten lain dan Pihak Ketiga dalam pengelolaan layanan sanitasi di Kabupaten Banjarnegara.

2) Tingkat Organisasi

a) Keberadaan organisasi Kelompok Kerja (Pokja) Sanitasi Kabupaten Banjarnegara dapat dijadikan sebagai motor penggerak untuk membantu SKPD-SKPD Pemerintah Kabupaten dalam mendorong kinerja pengelolaan sanitasi, air bersih dan pengembangan perilaku hidup bersih dan sehat di Kabupaten Banjarnegara.

b) Pendistribusian tugas terkait sanitasi pada organisasi operator saat ini masih kurang jelas.

c) Mekanisme dan prosedur layanan sanitasi yang diterapkan oleh masing-masing SKPD penanggungjawab layanan sanitasi di Kabupaten Banjarnegara saat ini belum berada dalam kondisi yang optimal untuk mendukung penyediaan layanan sanitasi yang efektif dan efisien.

3) Tingkat Individu

a) SKPD-SKPD penanggungjawab layanan pengelolaan sanitasi di Kabupaten Banjarnegara saat ini masih berhadapan dengan masalah keterbatasan personil yang memiliki pengetahuan, dan keterampilan teknis yang mendukung optimalitas pengelolaan sarana dan prasarana serta layanan.

b) Kelompok Kerja (Pokja) Sanitasi Kabupaten Banjarnegara saat ini masih berhadapan dengan masalah keterbatasan pengetahuan dan keterampilan tentang teknik pengelolaan sanitasi. Hal ini menjadi kendala bagi Pokja untuk dapat menjalankan tugas dan fungsi koordinasi yang terkait dengan hal teknis pengelolaan sanitasi.

3.1.2 Keuangan

1) Ada peluang pendanaan dari APBN berupa DAK dan APBD Provinsi berupa dana bantuan keuangan dan dana satker provinsi untuk pembangunan sanitasi.

2) Kemampuan APBD Kabupaten dalam membiayai pembangunan sanitasi belum optimal dan belum efektif.

(3)

3) Kurangnya pemahaman tentang aspek sanitasi dari anggota Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan Panitia Anggaran DPRD.

4) Belum masuknya aspek sanitasi kedalam dokumen perencanaan Kabupaten

3.1.3 Komunikasi

1) Ada peluang untuk memanfaatkan lebih banyak ragam media untuk sosialisasi pentingnya Sanitasi.

2) Advokasi isu sanitasi harus terintegrasi dan tidak dilakukan secara parsial/sektoral dan tidak terpadu untuk suatu target keluaran (output) yang terukur dalam perencanaan jangka waktu tertentu oleh komunikator (pelaku komunikasi).

3) Belum optimalnya perluasan jaringan, aliansi dan kemitraan dari berbagai kelompok sasaran (media massa, sekolah, universitas, jaringan keagamaan, posyandu) bagi percepatan pembangunan sanitasi skala Kabupaten.

4) Belum disadarinya posisi penting Pokja Sanitasi Kabupaten Banjarnegara oleh berbagai program, proyek, donor, institusi bahwa Pokja merupakan payung perencanaan dan koordinasi pembangunan sanitasi.

5) Belum terbangun sistem informasi sanitasi Kabupaten untuk pemangku kepentingan (stakeholders) seperti pertemuan berkala bagi lembaga-lembaga dan stakeholders penting yang berpotensi sebagai pemicu dan focal point dalam mendukung percepatan pembangunan sanitasi.

6) Berbagai saluran dan sumber dana untuk kegiatan komunikasi selama ini masih berjalan secara sektoral dan belum terintegrasi dalam pesan sanitasi yang efektif dan akurat.

7) Ketrampilan personil yang belum optimal dalam menjaga kualitas pengemasan isu dalam materi-materi dan perangkat komunikasi kreatif.

3.1.4 Keterlibatan Pelaku Bisnis

Dalam aspek keterlibatan pelaku bisnis, isu strategis yang menjadi dasar pertimbangan adalah:

1) Sudah ada beberapa pelaku bisnis yang terlibat dalam layanan sanitasi di Kabupaten seperti para pengepul dan pengolah sampah, dan pengusaha daur ulang sampah. Hal ini merupakan peluang yang bisa dikembangkan lebih lanjut baik dalam bentuk kemitraan antara pemerintah dan swsata maupun yang dikelola penuh oleh pihak swasta.

2) Sudah ada inisiatif usaha masyarakat untuk pemasaran hasil daur ulang sampah walaupun masih terbatas. Khususnya pemasaran hasil composting masih dalam

(4)

skala lokal dan belum dapat dipasarkan secara masal. Inisiatif beberapa usaha kecil sudah ada dan perlu penguatan untuk pengembangan ke depan.

3.1.5 Pemberdayaan Masyarakat, Aspek Jender dan Kemiskinan

Dalam aspek pemberdayaan masyarakat, aspek jender dan kemiskinan, isu strategis yang menjadi dasar pertimbangan adalah:

1) Dukungan lembaga formal dan informal di masyarakat (Kecamatan, Desa, RT/RW, Puskesmas, Posyandu, PKK, Karang Taruna, Kelompok Pengajian, Kelompok Keagamaan dan lain-lain), Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, sudah ada sebagai sarana sosialisasi program dan pengelolaan sanitasi.

2) Masyarakat sudah berkontribusi/swadaya dalam pembangunan dan pengelolaan sanitasi (air limbah, persampahan, drainase lingkungan).

3) Perempuan diberi kesempatan untuk menyampaikan usulan dan mengambil keputusan dalam pengadaan sarana sanitasi di rumah tangga. Sudah ada pembagian tugas dan tukar peran antara laki-laki dan perempuan untuk berbagai jenis kegiatan rumah tangga.

4) Dukungan SKPD terkait sanitasi cukup tinggi terhadap pembangunan sanitasi Kabupaten dalam bentuk dana operasional, program, perangkat kerja, dll

5) Sosialisasi pada masyarakat tentang pengelolaan sarana sanitasi belum memadai 6) Belum efektifnya lembaga lokal dalam pengelolaan sarana sanitasi.

3.1.6 Aspek Monitoring dan Evaluasi

1) Belum ada mekanisme pemantauan berkala dan evaluasi untuk mengukur keberhasilan kegiatan komunikasi sanitasi di tingkat individu dan masyarakat.

2) Kualitas individu dalam penyelenggaraan sekaligus pemantauan indikator keberhasilan upaya advokasi bagi setiap isu/permasalahan sub sektor serta berbagai aspek pendukung pembangunan sanitasi perlu peningkatan.

3) Belum adanya kebijakan yang menegaskan hak dan kewajiban, peran dalam monitoring dan evaluasi program-program sanitasi secara terpadu dan terintegrasi.

(5)

3.2 Subsektor dan Aspek Utama

3.2.1 Sub Sektor Air Limbah Domestik

Isu-isu utama/strategis yang teridentifikasi dalam pengelolaan sub-sektor Air Limbah di Kabupaten Banjarnegara terdiri dari isu teknis operasional maupun non teknis. Masalah teknis operasional berkaitan dengan layanan pengelolaan air limbah dan ketersediaan sarana prasarananya, sedangkan isu non teknis adalah masalah operasional yang muncul yang terkait dengan dukungan aspek-aspek lain dalam pengelolaan air limbah. Adapun isu-isu strategis dalam pengelolaan air limbah di Kabupaten Banjarnegara adalah sebagai berikut:

1) Isu teknis operasional layanan pengelolaan air limbah domestik

a) Masyarakat Kabupaten Banjarnegara sebagian besar menggunakan septic tank untuk mengolah air limbah rumah tangga, namun sebagian besar fasilitas septic tank masih belum memenuhi standar teknis yang ditetapkan. Disamping itu, pengurasan septic tank juga masih rendah.

b) Sebagian kecil masyarakat masih mempergunakan cubluk untuk membuang black water.

c) Sebagian masyarakat Kabupaten Banjarnegara telah memperoleh layanan Sanimas yang berbasis komunal, namun operasional dan pemeliharaannya belum berjalan optimal.

d) Belum dimilikinya Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) di Kabupaten Banjarnegara menyulitkan masyarakat yang hendak membuang lumpur hasil pengurasan septic tank.

e) Masih ada masyarakat yang membuang black water dan grey water secara langsung maupun terselubung ke saluran drainase dan badan air tanpa mengalami pengolahan terlebih dahulu. Hal ini berarti pencemaran akibat pembuangan air limbah yang tidak terkontrol telah menyebabkan pencemaran air di badan air. Selain itu dibeberapa tempat masih dijumpai perilaku BAB sembarangan.

2) Isu kebijakan daerah dan kelembagaan

a) Adanya program bantuan penyediaan sarana pengolahan air limbah domestik bagi kalangan masyarakat berpenghasilan rendah (pro poor), seperti terlihat dalam program pengadaan jamban keluarga bagi masyarakat miskin.

b) Belum adanya lembaga pelaksana teknis (operator) setingkat UPTD yang bertanggung jawab secara khusus untuk memberikan layanan pengolahan limbah tinja .

(6)

c) Belum tersedianya Perda pendukung bagi penyediaan sarana dan kegiatan pengelolaan air limbah domestik.

d) Organisasi/lembaga pengelola layanan air limbah masih lemah dalam melaksanakan fungsi operasi dan pemeliharaan karena keterbatasan sumber daya manusia, anggaran serta sistem pengelolaan air limbah domestik di Kabupaten Banjarnegara yang masih belum terintegrasi.

e) Sistem layanan pengelolaan air limbah belum dirancang untuk terintegrasi antar SKPD, dan juga belum menetapkan dengan tegas pola kerjasama dengan swasta yang akan dijalankan oleh Pemerintah Kabupaten Banjarnegara dalam pengelolaan air limbah domestik skala Kabupaten.

3) Isu keuangan

a) Komitmen Pemkab Banjarnegara terhadap pembangunan sub sektor air limbah domestik makin meningkat dengan indikasi belanja publik dan trend alokasi anggaran sub sektor air limbah meningkat dari tahun ke tahun.

b) Belum adanya retribusi dari penanganan air limbah.

c) Tersedia sumber-sumber potensial pendanaan sanitasi alternatif (pendanaan berbasis masyarakat), yang berpotensi memfasilitasi dalam mengakses pendanaan dan bahkan menyediakan pendanaan kepada masyarakat terkait pembangunan sarana air limbah domestik sederhana.

4) Isu komunikasi

a) Rendahnya prioritas pembahasan regulasi pengelolaan air limbah domestik di kalangan DPRD, SKPD dan Panitia Anggaran.

b) Lemahnya keterlibatan jaringan dan aliansi kemitraan yang telah terbina selama ini dalam sosialisasi bersama akan akibat dari pencemaran limbah cair.

c) Kurangnya keterlibatan dan kerjasama antar sesama lembaga dan program yang terkait dalam pengelolaan air limbah domestik.

d) Lemahnya pengetahuan dan kesadaran akan bahaya pencemaran air limbah domestik.

e) Sosialisasi kurang efektif karena tidak menjangkau seluruh pemangku kepentingan.

5) Isu keterlibatan pelaku bisnis

Belum telah tersedianya truk sedot dan angkut lumpur tinja oleh Pemkab dan Swasta.

6) Isu peran serta masyarakat

(7)

b) Masyarakat belum terbiasa untuk menjalankan pemeliharaan sarana pengolahan air limbah domestik yang telah dibangun, ketergantungan kepada pemerintah masih tinggi.

c) Masih ada 29,2% penduduk yang mempergunakan cubluk (hasil studi EHRA) d) Pemanfaatan saluran drainase dan badan air untuk buangan air limbah secara

langsung maupun secara terselubung

3.2.2 Sub Sektor Persampahan

Isu-isu utama/strategis yang teridentifikasi dalam pengelolaan sub-sektor Persampahan di Kabupaten Banjarnegara terdiri dari isu teknis operasional maupun non teknis. Masalah teknis operasional berkaitan dengan layanan pengelolaan persampahan dan ketersediaan sarana prasarananya, sedangkan isu non teknis adalah masalah operasional yang muncul yang terkait dengan dukungan aspek-aspek lain dalam pengelolaan persampahan. Adapun isu-isu strategis dalam pengelolaan persampahan di Kabupaten Banjarnegara adalah sebagai berikut:

1) Isu teknis operasional layanan pengelolaan persampahan

a) Terbatasnya fasilitas pengumpulan sampah (TPS, Kontainer dan Transfer depo) di lokasi-lokasi strategis.

b) Keterbatasan armada pengangkutan serta lemahnya manajemen pengangkutan sampah menyebabkan layanan menjadi kurang optimal.

c) Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Baleharjo belum layak secara teknis, karena masih menggunakan sistem open dumping. Selain itu, luas lahan TPA sebesar 1,5 ha sudah tidak memenuhi kapasitas yang dibutuhkan.

d) Program 3R oleh masyarakat juga telah dilakukan di beberapa desa seperti Desa Kepek, Desa Baleharjo dan Desa Wonosari.

e) Berhentinya program komposting di TPA Baleharjoa menyebabkan program reduksi sampah melalui program 3R belum berjalan optimal.

2) Isu kebijakan daerah dan kelembagaan

a) Telah mulai dilakukannya program 3R di beberapa wilayah percontohan dalam rangka memicu minat untuk mengurangi sampah di lingkungan rumah tangga (reducing).

b) Sudah adanya lembaga pelaksana teknis (operator) yaitu UPT Kebersihan dan Pertamanan, yang bertanggung jawab secara khusus untuk memberikan layanan pengelolaan sampah.

c) Perda No. 6 tahun 1997 Kebersihan belum mampu mendorong pengelolaan sampah dengan prinsip 3R di Kabupaten Banjarnegara.

(8)

3) Isu keuangan

a) Keterbatasan kemampuan pendanaan APBD Kabupaten Banjarnegara mengakibatkan anggaran yang dialokasikan untuk pengelolaan persampahan terbatas sehingga dalam penganggaran menganut sistem prioritas

b) Keterbatasan pendanaan disebabkan belum tercantumnya aspek sanitasi belum sepenuhnya menjadi program prioritas dalam dokumen – dokumen perencanaan Kabupaten yang ada

4) Isu komunikasi

Media yang digunakan untuk sosialisasi dan promosi persampahan masih kurang menarik

5) Isu keterlibatan pelaku bisnis

Sudah ada beberapa usaha pengepul dan pengolah sampah yang cukup potensial dalam mendukung program Reduce, Reuse dan Recycle (3R) yang diperkenalkan Pemerintah.

6) Isu peran serta masyarakat

Adanya upaya oleh masyarakat untuk mereduksi sampah skala rumah tangga dengan program 3R.

3.2.3 Sub Sektor Drainase Lingkungan

Isu-isu utama/strategis yang teridentifikasi dalam pengelolaan sub-sektor Drainase Lingkungan di Kabupaten Banjarnegara terdiri dari isu teknis operasional maupun non teknis. Masalah teknis operasional berkaitan dengan layanan pengelolaan drainase lingkungan dan ketersediaan sarana prasarananya, sedangkan isu non teknis adalah masalah operasional yang muncul yang terkait dengan dukungan aspek-aspek lain dalam pengelolaan drainase lingkungan. Adapun isu-isu strategis dalam pengelolaan drainase lingkungan di Kabupaten Banjarnegara adalah sebagai berikut:

1) Isu teknis operasional layanan pengelolaan drainase lingkungan

a) Sistem drainase Kabupaten sebagian besar telah terbangun dengan memanfaatkan sistem drainase makro dari beberapa sungai yang ada, namun belum melalui perencanaan sistem drainase yang terintegrasi. Hal ini terbukti dengan belum adanya Master Plan Drainase Kabupaten Banjarnegara.

(9)

b) Kondisi topografi yang berbukit dan kontur tanah yang bervariasi serta didukung jenis tanah karst menyebabkan Kabupaten Banjarnegara memiliki resiko genangan yang rendah.

c) Pembangunan dan Pemeliharaan sarana prasarana darinase lingkungan belum berjalan optimal.

2) Isu kebijakan daerah dan kelembagaan

Saat ini belum ada kebijakan Pemerintah Kabupaten yang menegaskan tentang kewajiban masyarakat untuk membangun dan memelihara sarana drainase lingkungan secara mandiri, dan memastikan integrasi drainase lingkungan dengan drainase primer dan sekunder di Kabupaten Banjarnegara.

3) Isu keuangan

a) Keterbatasan anggaran untuk sub sektor drainase sebagai akibat dari sulitnya mengusulkan kegiatan dalam pembangunan dan pengelolaan drainase lingkungan.

b) Kegiatan pembangunan drainase belum dikaitkan dengan kegiatan lain sebagai suatu kesatuan dari kegiatan pembangunan jalan, dan belum dikaitkan dengan aspek makro ekonomi. Dimana apabila drainase Kabupaten baik akan membantu meningkatkan roda perekonomian (biaya akibat banjir ditekan).

4) Isu komunikasi

Kurangnya kegiatan sosialisasi dan informasi tentang fungsi drainase

5) Isu peran serta masyarakat

Rendahnya kesadaran dan pemahaman masyarakat dalam pemeliharaan saluran drainase.

3.2.4 Sektor Air Bersih

Isu-isu utama/strategis yang teridentifikasi dalam pengelolaan Sektor Air Bersih di Kabupaten Banjarnegara terdiri dari isu teknis operasional maupun non teknis. Masalah teknis operasional berkaitan dengan layanan pengelolaan air bersih dan ketersediaan sarana prasarananya, sedangkan masalah non teknis adalah isu operasional yang muncul yang terkait dengan dukungan aspek-aspek lain dalam pengelolaan air bersih. Adapun isu-isu strategis dalam pengelolaan air bersih di Kabupaten Banjarnegara adalah sebagai berikut:

(10)

a) Isu kekeringan masih sering melanda beberapa wilayah di Kabupaten Banjarnegara.

b) Kondisi topografi Kabupaten Banjarnegara menyulitkan pembangunan jaringan perpipaan dengan sistem gravitasi.

c) Jaringan perpipaan sudah menjangkau 64,39% dari jumlah penduduk, namun tidak seluruh jaringan pipa teraliri air secara kontinu

d) Sumber air yang menjadi andalan masyarakat adalah air hujan, mata air dan sungai bawah tanah .

2) Isu kebijakan daerah dan kelembagaan

a) Komitmen Pemda yang tinggi untuk penyediaan air bersih yang ditunjukkan dari adanya program penyediaan air bersih untuk masyarakat miskin di wilayah rawan air, dan upaya untuk memperkuat kerjasama daerah dalam rangka pemastian penyediaan air baku.

b) Pola pembinaan antar SKPD (Dinas Pekerjaan Umum dan PDAM) terhadap Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) telah dijalankan secara terintegrasi. c) Saat ini telah ada beberapa KSM yang telah mampu mengelola layanan

penyediaan air bersih di tingkat masyarakat secara baik di Kabupaten Banjarnegara.

3) Isu keuangan

a) Rendahnya sektor pembiayaan sehingga tidak mampu melakukan terobosan untuk meningkatkan cakupan pelayanan, misalnya partisipasi pemda/penyertaan modal pemda, dll.

b) Belum digali sumber pendanaan selain dari arus kas perusahaan dan dari penyertaan modal pemda, misalnya hibah baik dari donor maupun pemerintah pusat.

4) Isu keterlibatan pelaku bisnis

Sudah ada beberapa usaha penjual air bersih berupa mobil tangki air, namun belum terpantau dan terkoordinir.

5) Isu peran serta masyarakat

a) Adanya kelembagaan swadaya di tingkat masyarakat untuk dilibatkan dalam pengelolaan air bersih.

b) Tingkat kemauan masyarakat untuk membayar air bersih cukup tinggi dan sudah menjadi barang ekonomis.

(11)

3.2.5 Aspek PHBS

Isu-isu utama/strategis yang teridentifikasi dalam pengelolaan Aspek PHBS di Kabupaten Banjarnegara terdiri dari isu teknis operasional maupun non teknis. Masalah teknis operasional berkaitan dengan layanan pengelolaan PHBS dan ketersediaan sarana prasarananya, sedangkan isu non teknis adalah masalah operasional yang muncul yang terkait dengan dukungan aspek-aspek lain dalam PHBS. Adapun isu-isu strategis dalam pengelolaan PHBS di Kabupaten Banjarnegara adalah sebagai berikut:

1) Isu teknis operasional layanan pengelolaan PHBS

a) Adanya program upaya kesehatan berbasis masyarakat (desa siaga, posyandu) yang didukung oleh kader PHBS aktif.

b) Tersedianya sarana dan prasarana yang memadai PHBS di Kabupaten Banjarnegara (puskesmas, pustu) dan Media Informasi yang dikelola oleh Pemkab.

c) Upaya kaderisasi kader PHBS belum optimal.

2) Isu kebijakan daerah dan kelembagaan

a) Sudah ada Pokja Sanitasi Kabupaten dan Tim Koordinasi Kabupaten Sehat yang dapat mendorong upaya pengembangan perilaku hidup bersih dan sehat di Kabupaten Banjarnegara .

b) Pemerintah Kabupaten Banjarnegara saat ini telah memiliki berbagai program pemicuan guna mendorong prilaku hidup bersih dan sehat yang dapat terus dioptimalkan keberlanjutannya.

c) Berbagai program dan upaya untuk mendorong prilaku hidup bersih dan sehat yang ada di Kabupaten Banjarnegara saat ini belum terdukung dengan pola monitoring dan evaluasi yang dapat menjamin integrasi dan sinkronisasi pelaksanaan program-program tersebut oleh berbagai pihak.

3) Isu keuangan

a) Adanya dukungan dana dari APBD Kabupaten kepada Dians Kesehatan dalam upaya sosialisasi dan implementasi program dan kegiatan PHBS.

b) Adanya pendanaan alternatif untuk sosialisasi kesehatan dari dana bagi hasil cukai tembakau.

c) Sudah ada alokasi anggaran untuk pendataan PHBS walaupun masih belum otimal untuk mendata semua indikator PHBS terkait sanitasi.

4) Isu komunikasi

a) Adanya forum media yang dapat mendorong PHBS yaitu baik forum formal maupun non formal.

(12)

b) Media pengembangan promosi kesehatan untuk PHBS masih sangat kurang dan belum dikemas secara menarik.

5) Isu keterlibatan pelaku bisnis

Sudah ada keterlibatan pelaku bisnis terutama perusahaan besar dalam program Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) di wilayah Kabupaten Banjarnegara

6) Isu peran serta masyarakat

a) Adanya partisipasi aktif dari lembaga formal, informal dan masyarakat dalam mendukung program PHBS.

b) Belum adanya pelibatan laki-laki secara seimbang dalam promosi PHBS

c) Kesadaran masyarakat untuk peningkatan indikator sanitasi masih belum optimal (seperti: membuang sampah sembarangan, BABS, CTPS, dll)

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulillah, segala puji syukur bagi Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan taufik, hidayah, dan kekuatan serta kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan

Adalah simpanan anggota atau calon anggota kepada BMT Bahtera yang pengambilannya hanya dapat dilakukan pada saat jatuh tempo simpanan berjangka itu

Pada tugas akhir ini, akan dibahas deteksi kerusakan rotor pada motor induksi tiga fasa sangkar tupai menggunakan analisis frekuensi resolusi tinggi yang

Bertolak dari adanya teknologi web-service yang memungkinkan perpaduan fungsi-fungsi dalam membangun sebuah program aplikasi tanpa bergantung lagi pada sistem

PENILAIAN PRAKTIK OECD CG PRINSIP 3 PENILAIAN PRAKTIK OECD CG PRINSIP 3P.

Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas

Abstrak: Upaya Guru Pendidikan Agama Islam dalam Menanamkan Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural Kepada Santri Mts. Pondok Pesantren Pancasila Bengkulu. Di sekolah

pendaki gunung dan para penelitian dibidang klimatologi, pada umumnya setiap parameter cuaca seperti suhu, kelembaban dan tekanan udara diukur menggunakan alat yang