• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN TINGKAT KECERDASAN INTELEKTUAL (INTELLIGENCE QUOTIENT IQ) PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR DENGAN RIWAYAT BBLR (BAYI BERAT LAHIR RENDAH) DAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBEDAAN TINGKAT KECERDASAN INTELEKTUAL (INTELLIGENCE QUOTIENT IQ) PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR DENGAN RIWAYAT BBLR (BAYI BERAT LAHIR RENDAH) DAN"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

PERBEDAAN TINGKAT KECERDASAN INTELEKTUAL (INTELLIGENCE

QUOTIENT– IQ) PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR DENGAN

RIWAYAT BBLR (BAYI BERAT LAHIR RENDAH) DAN BBLC (BAYI BERAT LAHIR CUKUP)

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

SALMA ASRI NOVA G 0008239

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul : Perbedaan Tingkat Kecerdasan Intelektual (Intelligence Quotient-IQ) pada Anak Usia Sekolah Dasar dengan Riwayat

BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah) dan BBLC (Bayi Berat Lahir Cukup)

Salma Asri Nova, NIM : G0008239, Tahun : 2011

Telah diuji dan sudah disahkan dihadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada hari... , Tanggal ...2011

Pembimbing Utama

Yulidar Hafidh, dr., Sp.A(K)

NIP. 130071958 (...) Pembimbing Pendamping

Suci Murti Karini, Dra., MSi

NIP. 19540527 198003 2 001 (...) Penguji Utama

Prof. Dr. Harsono Salimo, dr., Sp.A (K)

NIP. 19441226 197310 1 001 (...) Anggota Penguji

Endang Sutisna Sulaiman, dr., MKes

NIP. 19560320 198312 1 002 (...)

Surakarta,...2011

Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS

Muthmainah, dr., M.Kes Prof. Dr. H. A. A. Subijanto, dr, M.S. NIP. 19660702 199802 2 001 NIP. 19481107 197310 1 003

(3)

commit to user

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, ...2011

Salma Asri Nova NIM. G0008239

(4)

commit to user

ABSTRAK

Salma Asri Nova, G0008239, 2011. Perbedaan Tingkat Kecerdasan Intelektual (Intelligence Quotient-IQ) pada Anak Usia Sekolah Dasar dengan Riwayat BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah) dan BBLC (Bayi Berat Lahir Cukup). Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan Intelligence Quotient (IQ) pada anak usia sekolah dasar dengan riwayat bayi berat lahir rendah dan bayi berat lahir cukup.

Metode Penelitian: Observasional analitik dengan pendekatan kohort retrospektif, menggunakan teknik fixed-exposure sampling dengan jumlah sampel 48 siswa SDN 01 Jantiharjo Karanganyar. Terdiri dari 16 siswa dengan riwayat berat lahir rendah dan 32 siswa riwayat berat lahir cukup. Skor IQ diukur dengan Culture Fair Intelligence Test, sedangkan kuesioner terstruktur digunakan untuk mengetahui riwayat berat lahir, status sosial-ekonomi orang tua dan tingkat pendidikan ibu. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Chi Square.

Hasil Penelitian: Dibandingkan anak dengan riwayat berat lahir cukup, anak dengan riwayat berat lahir rendah mempunyai skor IQ <90 lebih besar secara signifikan (p=0,022). Rerata skor IQ pada anak dengan riwayat berat lahir rendah sebesar 87,2 dan untuk anak dengan riwayat berat lahir cukup sebesar 98,6. Anak dengan status sosial-ekonomi orang tua rendah mempunyai skor IQ <90 lebih besar dibandingkan anak dengan sosial-ekonomi orang tua menengah (p=0,010). Faktor pendidikan ibu tidak berhubungan dengan skor IQ anak.

Simpulan Penelitian: Terdapat perbedaan skor IQ yang signifikan antara anak dengan riwayat BBLR dan BBLC di SDN 01 Jantiharjo Karanganyar. Anak dengan riwayat BBLR cenderung mempunyai skor IQ <90 lebih besar dibandingkan anak dengan riwayat berat lahir cukup.

Kata kunci : Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), Bayi berat lahir cukup (BBLC), skor IQ

(5)

commit to user

ABSTRACT

Muhammad Aria Novianto, G0008227, 2011. The Differences of Emotional Quotient between Student Organization Activist and Student Organization Non Activist in Medical Faculty of Sebelas Maret University. Medical Faculty of Sebelas Maret University Surakarta.

Objectives: This research aims to know the difference of emotional quotient between student organization activist and student organization non activist in Medical Faculty of Sebelas Maret University.

Methods: This research was an analytical descriptive research using cross sectional approach and had been done in March 2011 in Medical Faculty of Sebelas Maret University. Data was collected by using purposive random sampling method within inclusion and exclusion criteria. The inclusion criteria were student semester VI (Force 2008), willing to be a respondent and approved the informed consent has sheet. Samples can not be selected if the score LMMPI more than equal to ten, severe physical illness, ever EQ training. Sample fill the biodata and informed consent as a sign of approval, L-MMPI scale questionnaire to assess and find honesty in answering questions given, questionnaire Emotional Quotient. Eighty four samples were obtained and analyzed using data normality test with Kolmogorov-Smirnov and Mann-Whitney test through SPSS 17.00 for

Widows.……….

Results : This research shows a significant mean difference of emotional quotient for student organizationactivist is 118,5 ± 11,127 and for non activist student organizationnon activist is 107,2 ± 9,620. The Mann Whitney test shows p=0,000 Conclusion: This study found a significant difference of emotional quotient between student organization activist and student organization non activist in Medical Faculty of Sebelas Maret University. The student organization activist is more than student organization non activist.

(6)

commit to user

PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji syukur bagi Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan taufik, hidayah, dan kekuatan serta kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan laporan penelitian dengan judul “Perbedaan Tingkat Kecerdasan Intelektual (Intelligence Quotient-IQ) pada Anak Usia Sekolah Dasar dengan Riwayat BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah) dan BBLC (Bayi Berat Lahir Cukup)”.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kendala dalam penyusunan skripsi ini dapat teratasi atas pertolongan Allah SWT melalui bimbingan dan dukungan banyak pihak. Untuk itu, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., MS, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Muthmainah, dr., M.Kes, selaku ketua tim skripsi beserta tim skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Yulidar Hafidh, dr., Sp.A(K), selaku Pembimbing Utama yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan nasehat. 4. Suci Murti Karini, Dra., MSi, selaku Pembimbing Pendamping yang telah

banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan nasehat. 5. Prof. Dr. Harsono Salimo, dr., Sp.A (K), selaku Penguji Utama yang telah

memberikan bimbingan dan nasehat.

6. Endang Sutisna Sulaiman, dr., MKes, selaku Anggota Penguji yang telah memberikan bimbingan dan nasehat.

7. Kepala Sekolah dan segenap guru di SDN 01 Jantiharjo Karanganyar atas kesediaan tempat, waktu,dan kerjasamanya dalam penelitian ini.

8. Segenap staf skripsi, staf SMF IKA dan staf RSUD Dr. Moewardi atas segala bantuan dan kerjasamanya dalam penyusunan skripsi ini.

9. Papa, Mama, Mas Arif, Mbak Iis, Mas Iun, Mas Aas, Nugrahir, serta seluruh keluarga yang telah memberi dukungan moral, material, serta senantiasa mendoakan untuk terselesaikannya skripsi ini.

10. Teman-teman tersayang yang selalu memotivasi penulis dengan tawa dan semangat mereka.

11. Semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Meskipun tulisan ini masih belum sempurna, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, pendapat, koreksi, dan tanggapan dari semua pihak sangat diharapkan.

Surakarta, 2011

(7)

commit to user

DAFTAR ISI

PRAKATA ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II. LANDASAN TEORI ... 5

A. Tinjauan Pustaka ... 5

1. Bayi Berat Lahir Cukup... 5

2. Bayi Berat Lahir Rendah ... 6

3. Inteligensi ... 15

4. Perbedaan Tingkat Kecerdasan Intelektual (IQ) pada Anak dengan Riwayat Berat Lahir Rendah dan Berat Lahir Cukup ... 24

B. Kerangka Pemikiran ... 27

(8)

commit to user

BAB III. METODE PENELITIAN ... 29

A. Jenis Penelitian ... 29

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

C. Subyek Penelitian ... 29

D. Teknik Sampling ... 30

E. Rancangan Penelitian ... 31

F. Identifikasi Variabel Penelitian... 32

G. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 32

H. Pengumpulan Data ... 34

I. Teknik Analisis Data... 35

BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 37

A. Karakteristik Responden ... 37

B. Analisis Data.. ... 43

BAB V. PEMBAHASAN ... 44

BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN ... 49

A. Simpulan ... 49

B. Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 51 LAMPIRAN

(9)

commit to user

DAFTAR TABEL

Tabel 1V. 1 Karakteristik Responden ... 38 Tabel IV.2. Rerata Skor IQ ... 39 Tabel IV.3. Distribusi Responden Menurut Skor IQ dalam kelompok BBLR dan

BBLC ... 39 Tabel IV. 4. Distribusi Responden Menurut Skor IQ dalam kelompok Status

Sosial-Ekonomi Orang Tua ... 41 Tabel IV. 5. Distribusi Responden Menurut Skor IQ dalam kelompok Tingkat

(10)

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran ... 27 Gambar 3.1. Rancangan Penelitian ... 31 Gambar 4.1. Distribusi Responden Menurut Skor IQ dalam Kelompok BBLR

(11)

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian SDN 01 Jantiharjo Karanganyar Lampiran 2. Surat Ijin Peminjaman Alat Tes Unit Layanan Psikologi Lampiran 3. Informed Consent

Lampiran 4. Kuesioner Riwayat Kelahiran dan Status Sosial-Ekonomi Orang Tua

Lampiran 5. Data Hasil Penelitian

Lampiran 6. Hasil Pemeriksaan Unit Layanan Psikologi Lampiran 7. Hasil Analisis Data Penelitian

Lampiran 8. Hasil Perhitungan Chi Square Manual Lampiran 9. Tabel Uji Chi Square

(12)

commit to user

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesehatan ibu dan anak menentukan tercapainya kualitas hidup yang baik pada keluarga dan masyarakat. Penyebab kematian neonatus yang terbanyak adalah karena pertumbuhan janin yang lambat, kekurangan gizi pada janin, kelahiran prematur, dan berat badan lahir rendah (Profil Depkes RI, 2006). World Health Organization (WHO) sejak tahun 1961 menyatakan bahwa semua bayi baru lahir yang berat badannya kurang atau sama dengan 2.500 gram disebut low birth weight infant (Surami, 2003).

WHO memperkirakan lebih dari 20 juta Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) lahir setiap tahun. Kejadian BBLR di 25 negara berkembang sebesar 23,6 % sedangkan di 11 negara maju kejadian BBLR sebesar 5,9 %. Terlihat bahwa kejadian BBLR di negara berkembang 4 kali lebih besar dibanding dengan BBLR di negara maju (Agustina, 2006).

Angka kejadian BBLR di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu berkisar antara 9-30 %. Secara nasional, angka BBLR mencapai rentang 7,5 %. Angka ini lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010 yakni 7 % (Mulyawan, 2009). Menurut Sondari (2006) profil kesehatan tahun 2005 Propinsi Jawa Tengah menunjukkan bahwa jumlah bayi lahir pada tahun 2003 sebesar 543.387 jiwa dengan kasus BBLR sebesar 10.979 jiwa atau 2,02

(13)

commit to user

% dari jumlah lahir. Sedangkan pada tahun 2004 jumlah lahir sebesar 678.154 jiwa dengan kasus BBLR sebesar 10.420 jiwa atau 1,54 % dari jumlah bayi lahir.

Bayi berat lahir rendah biasanya memiliki fungsi sistem organ yang belum matur sehingga dapat mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan lingkungan. Beberapa penelitian mengungkapkan anak yang lahir dengan berat badan di bawah normal mempunyai pola pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan dengan anak yang lahir dengan berat badan cukup (Sulistyono, 2006).

Menurut Sianturi (2007) kondisi BBLR akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan kesehatan anak selanjutnya. Selain kekurangan gizi, bayi yang baru lahir tersebut juga akan mengalami kemunduran perkembangan otak. Hal ini akan berakibat terjadinya penurunan kemampuan belajar dan kemampuan akademik pada usia yang lebih lanjut.

Inteligensi terkait erat dengan tingkat kemampuan seseorang menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik kemampuan secara fisik maupun non fisik. Hasil dari inteligensi dapat diperoleh dengan cara mengukur inteligensi atau biasa disebut dengan tes IQ (Intelligence Quotient). Dalam pengukuran ini harus dibantu oleh tenaga ahli psikologi (Azwar, 2008).

Pada umumnya bayi-bayi dengan berat lebih tinggi memiliki IQ yang lebih besar. Bahkan rata-rata perbedaan angka IQ dari bayi yang berat lahirnya < 2.500 gram dengan bayi yang lahirnya 4 kg mencapai 10 angka (Matte et al., 2001). Studi lain mencatat bahwa BBLR menurunkan skor IQ sampai 5 poin

(14)

commit to user

(Syafiq, 2007 cit Sari, 2010).

Kejadian retardasi perkembangan neurologik dan mental pada bayi dengan berat lahir yang sangat rendah berkisar antara 10-20 %, termasuk cerebral palsi 3-5 %, cacat pendengaran dan penglihatan yang sedang sampai berat 1-4 %, dan kesukaran belajar 20 %, IQ global rata-rata sebesar 90-97, dan 76 % di antaranya dapat mengikuti sekolah normal (Markum, 1999).

B. Perumusan Masalah

Apakah terdapat perbedaan Intelligence Quotient (IQ) pada anak usia sekolah dasar dengan riwayat Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan Bayi Berat Lahir Cukup (BBLC)?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui perbedaan Intelligence Quotient (IQ) pada anak usia sekolah dasar dengan riwayat Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan Bayi Berat Lahir Cukup (BBLC).

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Mengetahui apakah terdapat perbedaan Intelligence Quotient (IQ) pada anak usia sekolah dasar dengan riwayat Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan Bayi Berat Lahir Cukup (BBLC).

(15)

commit to user

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan pada ibu hamil untuk memperhatikan kesehatannya selama kehamilan, sehingga mengurangi risiko lahirnya Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).

b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi petugas kesehatan dalam peningkatan mutu pelayanan, sehingga mengurangi risiko terjadinya Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).

c. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya di masa yang akan datang.

(16)

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Bayi Berat Lahir Cukup a. Pengertian

Menurut Saifuddin (2002) bayi baru lahir adalah bayi yang baru lahir selama satu jam pertama kelahiran. Bayi berat lahir cukup adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat lahir 2.500 gram sampai 4.000 gram.

Berat badan merupakan salah satu indikator kesehatan bayi baru lahir. Rata-rata berat bayi normal dengan gestasi 37-41 minggu adalah 3.000-3.600 gram. Selain itu, berat badan lahir dipengaruhi oleh ras, status ekonomi orang tua, dan jumlah paritas ibu. Secara umum berat bayi lahir rendah dan berat bayi lahir berlebih lebih besar risikonya untuk mengalami masalah (Damanik, 2008).

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi berat bayi lahir

Berat lahir dipengaruhi oleh lamanya kehamilan dan pertumbuhan intrauterin. Bayi yang mengalami gangguan intrauterin disebabkan oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor yang mempengaruhi transport nutrisi ibu hamil ke plasenta sedangkan faktor ekstrinsik adalah sosial ekonomi, pendidikan, lingkungan dan kebiasaan hidup (Oxorn, 1996).

(17)

commit to user

Sedangkan menurut Damanik (2008), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi berat bayi lahir adalah sebagai berikut :

1) Faktor lingkungan internal yaitu meliputi umur ibu, jarak kelahiran, paritas, kadar hemoglobin, status gizi ibu hamil, pemeriksaan kehamilan, dan penyakit pada saat kehamilan.

2) Faktor lingkungan eksternal yaitu meliputi kondisi lingkungan, asupan zat gizi dan tingkat sosial ekonomi ibu hamil.

3) Faktor penggunaan sarana kesehatan yang berhubungan frekuensi pemeriksaan kehamilan atau Antenatal Care (ANC).

2. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) a. Pengertian

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2.500 gram yang ditimbang pada saat lahir sampai dengan 24 jam pertama setelah lahir (Depkes, 2004).

BBLR dibedakan dalam dua kategori, yaitu bayi berat lahir rendah karena premature (usia kandungan kurang dari 37 minggu) atau bayi berat lahir rendah karena Intrauterine Growth Retardation (IUGR) yaitu bayi cukup bulan tetapi berat badan kurang untuk usianya (Depkes RI, 2003).

Demikian pula menurut Manuaba (1998) terdapat dua bentuk penyebab kelahiran bayi dengan berat badan kurang dari 2.500 gram, yaitu karena umur kehamilan kurang dari 37 minggu, berat badan lebih

(18)

commit to user

rendah dari semestinya, sekalipun cukup umur, atau karena kombinasi keduanya (Manuaba, 1998).

Sejak tahun 1961 WHO telah mengganti istilah premature baby dengan low birth weight baby (bayi dengan berat lahir rendah). Hal ini dilakukan karena tidak semua bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram pada waktu lahir bayi premature (Prawiroharjo, 2005).

Berdasarkan uraian dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2.500 gram.

Berkaitan dengan penanganan dan harapan hidupnya, bayi berat lahir rendah dibedakan dalam (Saifuddin, 2002):

1) Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), berat lahir 1.500 – 2.499 gram. 2) Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR), berat lahir 1.000 –

1.499 gram.

3) Bayi Berat Lahir Ekstrem Rendah (BBLER), berat lahir < 1.000 gram.

b. Etiologi 1) Faktor ibu

a) Jumlah paritas

Banyaknya anak yang dilahirkan seorang ibu akan mempengaruhi kesehatan ibu dan merupakan faktor risiko terjadinya BBLR (Depkes RI, 2003). Selanjutnya Manuaba (1998) berpendapat bahwa jumlah anak lebih dari 4 dapat

(19)

commit to user

menimbulkan gangguan pertumbuhan janin sehingga melahirkan bayi dengan berat lahir rendah dan perdarahan saat persalinan karena keadaan rahim biasanya sudah lemah.

b) Jarak kehamilan yang terlalu dekat

Jarak kehamilan kurang dari 2 tahun dapat menimbulkan pertumbuhan janin kurang baik, persalinan lama dan perdarahan pada saat persalinan karena keadaan rahim belum pulih dengan baik. Ibu yang melahirkan anak dengan jarak berdekatan akan mengalami peningkatan risiko terhadap terjadinya perdarahan pada trimester III, termasuk karena alasan placenta previa, anemia dan ketuban pecah dini serta dapat melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (Manuaba, 1998).

c) Penyakit

Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya BBLR, antara lain: hipertensi, penyakit ginjal kronik, diabetes mellitus yang berat, toksemia, penyakit paru kronik (Prawirohardjo, 2005).

d) Usia ibu

Manuaba (1998) menjelaskan bahwa umur ibu kurang dari 20 tahun menunjukkan rahim dan panggul ibu belum berkembang sempurna. Di samping itu, usia di atas 35 tahun cenderung mengakibatkan timbulnya masalah kesehatan yang

(20)

commit to user

kronis seperti hipertensi dan DM serta risiko terjadinya plasenta previa (Hartanto, 2004).

Kejadian BBLR berdasarkan usia ibu, paling tinggi terjadi pada ibu yang melahirkan di bawah usia 20 tahun, yaitu 9,8 % kemudian antara umur 20-34 tahun 6,5 % dan yang berumur lebih dari 35 tahun yaitu 4,1 % (Mulyawan, 2009).

e) Usia Kehamilan

Kehamilan yang kurang dari 37 minggu merupakan penyebab utama terjadinya BBLR. Usia kehamilan yang belum mencukupi menyebabkan pertumbuhan janin yang belum sempurna, baik organ reproduksi maupun pernafasan, sehingga bayi kesulitan untuk hidup diluar uterus ibunya (Mansjoer, 2001).

2) Faktor janin

Menurut Prawirohardjo (2005) terjadinya BBLR dari faktor janin disebabkan oleh:

a) Jenis kelamin

Bayi laki-laki saat lahir rata-rata memiliki berat lahir 150 gram lebih berat daripada bayi perempuan. Diduga hal ini akibat stimulasi hormon androgen atau karena kromosom Y memuat materi genetik yang dapat meningkatkan pertumbuhan janin laki-laki. Pada umur kehamilan yang sama, janin dengan jenis kelamin laki-laki lebih berat 5 % dan lebih panjang 1 %

(21)

commit to user

dibanding dengan janin jenis kelamin perempuan (Mulyawan, 2009).

Penelitian Rosemary (Mulyawan, 2009) menunjukkan bahwa risiko melahirkan bayi laki-laki dengan BBLR adalah 0,82 kali lebih kecil dibandingkan dengan melahirkan bayi perempuan BBLR.

b) Kehamilan ganda

Pada kehamilan ganda terjadi distensi uterus berlebihan, sehingga melewati batas toleransi dan seringkali terjadi partus prematurus. Berat badan janin pada kehamilan ganda lebih ringan daripada janin kehamilan tunggal pada umur kehamilan yang sama. Masing-masing berat janin hamil kembar lebih rendah 1000-700 gram dari hamil tunggal (Prawirohardjo, 2005).

Hal tersebut ditegaskan oleh Manuaba (1998) yang menyatakan bahwa kebutuhan ibu akan zat-zat makanan pada kehamilan ganda bertambah, sehingga dapat menyebabkan anemia dan penyakit defisiensi lain, sehingga sering lahir bayi yang kecil.

c) Hidramnion

Hidramnion adalah keadaan di mana banyaknya air ketuban melebihi 2.000 cc. Hal ini menyebabkan uterus mengalami distensi yang berlebihan sehingga timbul kontraksi dan

(22)

commit to user

mengakibatkan janin lahir sebelum waktunya dengan berat lahir rendah (Prawirohardjo, 2005).

d) Perdarahan antepartum

Menurut Manuaba (1998), perdarahan antepartum adalah perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 28 minggu. Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan plasenta, seperti plasenta previa maupun solutio plasenta. Perdarahan yang bersumber pada kelainan plasenta biasanya lebih banyak, sehingga dapat mengganggu sirkulasi O2 dan CO2 serta nutrisi ibu kepada janin, sehingga melahirkan

bayi prematur (Prawirohardjo, 2005). e) Ketuban pecah dini

Ketuban dinyatakan pecah sebelum waktunya bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung. Pada persalinan normal selaput ketuban biasanya pecah atau dipecahkan setelah pembukaan lengkap (Manuaba, 1998).

Ketuban pecah dini merupakan salah satu kondisi ibu yang merangsang terjadinya kontraksi spontan sehingga terjadi kelahiran prematur dengan berat lahir rendah (Prawirohardjo, 2005).

3) Penyebab lain

a) Keadaan sosio-ekonomi yang rendah

(23)

commit to user

keterbatasan dalam mendapatkan pelayanan antenatal dan pemenuhan gizi yang adekuat (Depkes RI, 2003).

b) Tingkat pendidikan ibu

Penelitian Setyowati dkk tahun 1996 seperti dikutip Sianturi (2007) menunjukkan bahwa pendidikan yang rendah terutama pendidikan SD ke bawah, cenderung untuk melahirkan bayi BBLR dibandingkan pendidikan SLTP dan SMA. Ibu dengan latar belakang pendidikan yang rendah kurang menyadari pentingnya informasi tentang kesehatan ibu saat hamil.

c. Risiko BBLR pada ibu hamil

Kehamilan menyebabkan meningkatnya metabolisme energi, karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya meningkat selama kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin, pertambahan besar organ kandungan, perubahan komposisi dan metabolisme tubuh ibu (Prawirohardjo, 2005). Kekurangan zat gizi tertentu yang diperlukan saat hamil dapat menyebabkan janin tumbuh tidak sempurna.

Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan keguguran, abortus, kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, lahir dengan berat badan lahir rendah (Behrman, 2000).

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengetahui dan memantau pertumbuhan pada janin, antara lain memantau

(24)

commit to user

pertambahan berat badan selama kehamilan dan mengukur Lingkar Lengan Atas (LILA) serta kadar Hb ibu hamil. Pengukuran LILA dimaksudkan untuk mengetahui apakah seseorang menderita Kurang Energi Kronis (KEK), sedangkan pengukuran kadar Hb untuk mengetahui kondisi ibu hamil apakah menderita anemia gizi (Damanik, 2008).

Ambang batas lingkar lengan atas wanita usia subur dengan risiko KEK adalah 23,5 cm. Jika LILA kurang dari 23,5 cm artinya wanita tersebut mempunyai risiko KEK dan diperkirakan akan melahirkan bayi dengan BBLR. Untuk mencegah KEK pada ibu hamil, wanita usia subur harus mempunyai gizi yang baik sebelum kehamilan. Apabila LILA ibu sebelum hamil masih belum mencukupi, sebaiknya kehamilan ditunda terlebih dahulu sehingga tidak berisiko melahirkan BBLR (Mulyawan, 2009). Damanik (2008) menambahkan bahwa kondisi Kekurangan Energi dan Protein (KEP) pada ibu hamil, akan berpengaruh besar terhadap anatomi otak bayi yang kelak dilahirkan. Yaitu menyangkut berat otak, jumlah sel otak dan besar sel otak.

Kekurangan gizi saat kehamilan akan menggangu tumbuh kembang janin. Penelitian Rosemary dalam Mulyawan (2009) menunjukkan bahwa status gizi ibu sebelum hamil mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap kejadian BBLR. Ibu dengan status gizi kurang sebelum hamil mempunyai risiko 4,27 kali untuk melahirkan bayi BBLR dibandingkan dengan ibu yang mempunyai

(25)

commit to user

status gizi baik.

Ibu yang mengalami malnutrisi saat kehamilan, volume darahnya menurun dan cardiac output tidak adekuat. Sehingga aliran darah ke plasenta juga menurun, mengakibatkan plasenta kecil, berkurangnya transfer makanan, dan berakhir dengan retardasi pertumbuhan janin (Soetjiningsih, 1995).

Kenaikan volume darah selama kehamilan akan meningkatkan kebutuhan zat besi. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin di dalam kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang dilahirkan. Hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi (Soetjiningsih, 1995). Selanjutnya Fajriyah (2008) menegaskan bahwa ibu hamil penderita anemia berat mempunyai risiko untuk melahirkan BBLR 4,2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang tidak menderita anemia berat.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat normal. Dengan kondisi kesehatan yang baik, sistem reproduksi normal, tidak menderita sakit anemia, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat daripada ibu dengan kondisi kehamilan

(26)

commit to user

yang sebaliknya.

3. Inteligensi a. Pengertian

Definisi inteligensi menurut David Wechsler seperti dikutip dari Azwar (2008) adalah kumpulan atau totalitas kemampuan seseorang untuk bertindak dengan tujuan tertentu, berfikir secara rasional serta menghadapi lingkungannya dengan efektif. Sedangkan Alfred Binet, tokoh utama perintis pengukuran inteligensi bersama Theodore Simon (Azwar, 2008) mendefinisikan inteligensi meliputi tiga komponen, yaitu (1) kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau mengarahkan tindakan, (2) kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila tindakan tersebut telah dilaksanakan, dan (3) kemampuan untuk mengkritik diri sendiri atau melakukan autocriticism.

Sementara itu, Santrock (1995) mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan verbal, ketrampilan-ketrampilan pemecahan masalah dan kemampuan untuk belajar dari pengalaman-pengalaman hidup sehari-hari dan menyesuaikan diri dengannya.

Berdasarkan uraian dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah kemampuan umum seseorang untuk bertindak dengan tujuan tertentu, berfikir secara rasional, dan menyesuaikan diri dengan cara yang tepat.

(27)

commit to user

b. Intelligence Quotient (IQ)

Intelligence Quotient (IQ) adalah skor yang diperoleh dari tes inteligensi, dengan mengukur proses berpikir konvergen, yaitu kemampuan untuk memberikan satu jawaban atau kesimpulan yang logis berdasarkan informasi yang diberikan (Guilford,1982 cit Senjaya, 2009). IQ dapat ditentukan sebagai cara numerik untuk menyatakan taraf inteligensi dengan rumus:

IQ = x 100 (Azwar, 2008)

Namun, hubungan linier di atas tidak dapat terus dilakukan. Setelah memasuki usia remaja akhir, usia mental seseorang tidak lagi banyak berubah, bahkan cenderung menurun. Di sisi lain, usia kalender seseorang terus bertambah dari waktu ke waktu. Rata-rata skor tes yang diperoleh orang pada usia 40 tahun relatif sama dengan rata-rata skor sewaktu ia masih berusia 15 tahun (Cronbach, 1970 cit Azwar, 2008).

Hasil penelitian Terman pada tahun 1956 menunjukkan bahwa skor tes IQ rata-rata adalah 90-110 (Ruch, 1970 cit Loekito, 2004). Meskipun demikian, tidak semua tes inteligensi akan menghasilkan angka IQ karena IQ memang bukan satu-satunya cara untuk menyatakan tingkat kecerdasan seseorang. Beberapa macam tes inteligensi bahkan tidak menghasilkan IQ akan tetapi memberikan

Umur mental Umur kalender

(28)

commit to user

klasifikasi tingkat inteligensi seperti kategori pola berpikir divergen atau konvergen (Azwar, 2008).

IQ ditujukan untuk mengukur dan mengetahui fungsi otak kiri yang mengatur kemampuan kognisi, seperti kemampuan berbahasa, analisa, akademis, logika, dan intelektual. IQ mengukur bagaimana kinerja seseorang dalam sebuah tes inteligensi dibandingkan dengan keseluruhan populasi (Alder, 2001).

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi IQ anak

Individu tidak dilahirkan dengan IQ yang tidak dapat berubah, tetapi IQ menjadi stabil secara bertahap selama masa kanak-kanak, dan hanya berubah sedikit setelah itu (Loekito, 2004). Menurut Boeree (2003) inteligensi anak dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut digolongkan menjadi tiga, yaitu: (1) faktor genetik, (2) faktor gizi dan (3) faktor lingkungan.

1) Genetik

Kecerdasan dapat diturunkan melalui gen-gen dalam kromosom (Boeree, 2003). Penelitian menunjukkan bahwa korelasi nilai tes IQ dari satu keluarga sekitar 0,50. Pada anak kembar, keduanya memiliki korelasi nilai tes IQ sangat tinggi, sekitar 0,90. Sedangkan pada anak yang diadopsi berkorelasi sekitar 0,40 - 0,50 dengan ayah dan ibu yang sebenarnya, dan hanya 0,10 - 0,20 dengan ayah dan ibu angkatnya (Loekito, 2004).

(29)

commit to user

genetik bukanlah penentu utama kecerdasan. Meskipun dukungan genetik mempengaruhi tingkat intelektual seseorang, namun pengaruh lingkungan juga berperan penting dalam mengubah skor IQ secara signifikan.

2) Gizi

Faktor gizi adalah faktor esensial bagi pertumbuhan dan perkembangan otak. Kekurangan gizi menyebabkan pertumbuhan terganggu, badan lebih kecil diikuti dengan ukuran otak yang juga kecil. Jumlah sel dalam otak berkurang dan terjadi ketidakmatangan dan ketidaksempurnaan organisasi biokimia (neurotransmitter) dalam otak. Keadaan ini berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan anak (Pamularsih, 2009 cit Sari, 2010).

Gizi yang baik sangat penting untuk pertumbuhan sel-sel otak, terutama saat kehamilan dan bayi lahir, di mana sel-sel otak sedang tumbuh dengan pesat. Gizi yang kurang tentu akan mempengaruhi kerja otak di kemudian hari (Sari, 2010).

Penelitian Sari (2010) menunjukkan bahwa siswa dengan status gizi rendah mempunyai skor IQ lebih rendah sebesar 13 poin secara signifikan dibandingkan siswa dengan status gizi normal. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Wibowo et al. (Sari, 2010), telah membuktikan bahwa status gizi anak mempunyai dampak positif terhadap inteligensinya.

(30)

commit to user

3) Lingkungan

Meskipun terdapat ciri yang pada dasarnya sudah dibawa sejak lahir, tetapi lingkungan dapat menimbulkan perubahan yang berarti. Selain gizi, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang penting. Anak-anak yang terpapar kekerasan rumah tangga memiliki IQ yang secara rata-rata, delapan poin lebih rendah dari IQ anak-anak yang tidak terpapar pada kekerasan (Jensen, 2008).

Faktor lingkungan lain yang dapat mempengaruhi kecerdasan anak, antara lain: hubungan orang tua dan anak, tingkat pendidikan ibu, dan riwayat sosial budaya (Wibowo et al., 1995 cit Sari 2010). Penghasilan orang tua yang rendah menyebabkan terhambatnya perkembangan kognitif anak (Mc Wayne, 2004 cit Sari, 2010).

Menurut Sidiarto (1990) seperti yang dikutip Santoso (2003), perkembangan kognitif yang ditunjukkan dengan nilai IQ memiliki korelasi dengan berat badan lahir. Sebuah studi mencatat bahwa BBLR menurunkan skor IQ sampai 5 poin (Syafiq, 2007 cit Sari, 2010). Jensen (2008) menambahkan bahwa anak-anak yang memiliki gangguan dalam memberikan perhatian/hiperaktif

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) memiliki

kemampuan kognitif yang lebih rendah secara keseluruhan seperti yang ditunjukkan melalui tes IQ skala penuh dibandingkan dengan anak-anak tanpa gangguan ADHD.

(31)

commit to user

d. Pengukuran IQ

Beberapa macam jenis tes IQ yang sering digunakan untuk usia anak-anak, antara lain:

1) Stanford-Binet Intelligence Scale

Tes ini dikelompokkan menurut berbagai level usia. Dalam masing-masing tes untuk setiap level usia berisi soal-soal dengan taraf kesukaran yang tidak jauh berbeda. Skala Stanford-Binet dikenakan secara individual. Tes ini dilaksanakan pada satu individu dan soal-soalnya diberikan secara lisan oleh pemberi tes. Oleh karena itu pemberi tes adalah orang yang mempunyai latar belakang pendidikan yang cukup di bidang psikologi (Azwar, 2008).

Menurut revisi terakhir, konsep inteligensi Stanford-Binet dikelompokkan menjadi empat tipe penalaran yang masing-masing diwakili oleh beberapa tes. Antara lain: (1) penalaran verbal, (2) penalaran kuantitatif, (3) penalaran visual abstrak, (4) dan memori jangka pendek (Baron 1996, cit Azwar, 2008).

Menurut skala Stanford-Binet, IQ diklasifikasikan sebagai berikut:

a) 140-169 : Sangat Superior b) 120-139 : Superior

c) 110-119 : Bright Normal (High Average) d) 90-110 : Average (Rata-Rata)

(32)

commit to user

e) 80-89 : Low Average

f) 70-79 : Borderline-Defective

2) Wechsler Intelligence Scale for Children –Revised (WISC -R) WISC-R dimaksudkan untuk mengukur inteligensi anak-anak usia 6 sampai 16 tahun. Tes ini termasuk tes individual, terdiri atas 12 subtes yang dua diantaranya digunakan hanya sebagai persediaan apabila diperlukan penggantian subtes. Keduabelas subtes tersebut dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu skala verbal dan performansi (Azwar, 2008).

Pemberian skor pada subtes WISC-R didasarkan atas kebenaran jawaban dan waktu yang diperlukan. Skor WISC-R kemudian dikonversikan ke dalam bentuk angka standar melalui tabel, sehingga akhirnya diperoleh satu angka IQ-deviasi untuk skala verbal, satu angka IQ-deviasi untuk skala performansi, dan satu angka IQ-deviasi untuk keseluruhan skala (Azwar, 2008).

3) Coloured Progressive Matrices (CPM)

Coloured Progressive Matrices merupakan salah satu contoh bentuk skala inteligensi yang disusun oleh J.C.Raven, dan dapat diberikan secara individual maupun kelompok. CPM merupakan tes yang bersifat non verbal, materi soal-soal yang diberikan tidak dalam bentuk tulisan atau bacaan, melainkan dengan gambar-gambar yang berupa figur dan desain abstrak, sehingga diharapkan tidak tercemari oleh faktor budaya (Azwar, 2008).

(33)

commit to user

Tes ini mengukur kemampuan anak usia antara 5 sampai 11 tahun. Di samping itu, tes ini dapat dipakai untuk anak-anak yang tergolong defective atau pada orang yang lanjut usia (Murjono, 1996).

Soal yang mudah menuntut ketepatan dalam diskriminasi, sedangkan soal yang lebih sulit melibatkan kemampuan analogi pergantian pola serta hubungan logis. Raven (1974) berpendapat bahwa tes CPM dimaksudkan untuk mengungkap aspek: (a) berpikir logis, (b) kecakapan pengamatan ruang, (c) kemampuan untuk mencari dan mengerti hubungan antara keseluruhan dan bagian-bagian, jadi termasuk kemampuan analisis dan kemampuan integrasi, (d) kemampuan berpikir secara analogi.

CPM tidak memberikan suatu angka IQ akan tetapi menyatakan hasilnya dalam tingkat atau level intelektualitas dalam beberapa kategori, menurut besarnya skor dan usia subyek yang dites, yaitu:

a) Grade I : Kapasitas intelektual Superior.

b) Grade II : Kapasitas intelektual Di atas rata-rata

c) Grade III : Kapasitas intelektual Rata-rata.

d) Grade IV : Kapasitas intelektual Di bawah rata-rata.

e) Grade V : Kapasitas intelektual Terhambat.

4) Culture Fair Intelligence Test (CFIT)

(34)

commit to user

Intelligence Test. Tes ini menyajikan soal-soal yang menghendaki subyek memilih suatu desain yang tepat melengkapi suatu desain tertentu, mencari figur geometris yang palingberbeda dengan figur lainnya.

CFIT mengkombinasikan beberapa pertanyaan bersifat pemahaman gambar-gambar sehingga dapat mengurangi sebanyak mungkin pengaruh kecakapan verbal, iklim kebudayaan, dan tingkat pendidikan (Kumara, 1989). Tes ini membuat batasan yang lebih jelas antara kemampuan dasar dengan hasil belajar khusus serta memberikan analisis dan prediksi yang lebih baik dari potensi maksimal individu.

CFIT skala 2 untuk anak-anak usia 8-14 tahun dan untuk orang dewasa yang memliki kecerdasan di bawah normal. Skala 3 untuk usia sekolah lanjutan atas dan orang dewasa dengan kecerdasan tinggi (Kumara, 1989). Menurut skala Cattel, IQ diklasifikasikan sebagai: a) 140 - 169 : Very Superior b) 120 - 139 : Superior c) 110 - 119 : High Average d) 90 - 109 : Average e) 80 - 89 : Low Average f) 70 - 79 : Borderline g) 30 - 69 : Mentally Defective

(35)

commit to user

4. Perbedaan Tingkat Kecerdasan Intelektual (IQ) pada Anak dengan Riwayat Berat Lahir Rendah (BBLR) dan Berat Lahir Cukup (BBLC)

BBLR dapat berakibat pada terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan, gangguan pendengaran, penglihatan, gangguan belajar, retardasi mental, masalah perilaku dan cerebral palsy, serta rentan terhadap infeksi saluran pernafasan bagian bawah (Agustina, 2006). Sementara itu menurut Sukadi (2004), masalah jangka panjang yang mungkin timbul pada bayi-bayi dengan berat badan lahir rendah, antara lain: (a) gangguan perkembangan, (b) gangguan pertumbuhan, (c) gangguan penglihatan, (d) gangguan pendengaran, (e) penyakit paru kronis, (f) kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit, (g) kenaikan frekuensi kelainan bawaan. Sulistiyono (2006) menegaskan bahwa bayi yang lahir dengan berat badan di bawah normal mempunyai pola pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan dengan anak yang lahir dengan berat badan cukup.

Anak yang lahir dengan berat badan lahir rendah memiliki skor kecerdasan yang jatuh dalam kisaran normal, tapi nilainya secara signifikan lebih rendah daripada anak yang lahir pada berat badan cukup. Selain itu, bayi berat lahir rendah cenderung mempunyai masalah perkembangan motorik yang lebih signifikan. Berat lahir rendah merupakan faktor risiko terjadinya gangguan perkembangan saraf yang mempengaruhi fungsi kognitif pada anak usia dini. Sejumlah penelitian

(36)

commit to user

lain juga melaporkan bahwa anak dengan berat lahir rendah lebih memiliki kesulitan akademis dibanding anak dengan berat lahir cukup (Lorentz et al., 1998 cit Erickson et al., 2009).

Selain itu, malnutrisi yang ditimbulkan akibat BBLR menyebabkan gangguan morfologi, fisiologi dan neurokimia otak selama periode kritis pengembangan sistem saraf (Morgane et al., 1993 cit Erickson et al., 2009).

Inteligensi didefinisikan sebagai bentuk kemampuan seseorang dalam memperoleh pengetahuan (mempelajari dan memahami), mengaplikasikan pengetahuan (memecahkan masalah), serta berfikir abstrak (Boeree, 2003). Dari definisi di atas dapat diartikan bahwa inteligensi merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang pencapaian prestasi belajar, meskipun bukan satu-satunya faktor yang menentukan keberhasilan belajar. Kenyataan menunjukkan bahwa anak dengan tingkat inteligensi rendah pada umumnya mengalami kegagalan dalam belajar. Anak tersebut lambat belajar dan membutuhkan waktu belajar lebih banyak bila dibandingkan dengan anak-anak yang intelegensinya normal (Senjaya, 2009).

Menurut Sidiarto (1990) seperti yang dikutip Santoso (2003), perkembangan kognitif yang ditunjukkan dengan nilai IQ memiliki korelasi dengan berat badan lahir, sedangkan lama dalam kandungan mempunyai korelasi yang bermakna dengan perkembangan motorik anak. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan adanya kelahiran prematur di mana

(37)

commit to user

lama janin dalam kandungan kurang dari normal dan berat badan lahir yang rendah dapat menyebabkan adanya gangguan kognitif maupun motorik pada anak.

Usia kehamilan berkaitan dengan nilai kognitif. Otak yang belum

mature rentan terhadap komplikasi neonatal seperti perdarahan

intraventricular, perdarahan matriks germinal, periventricular leukomalacia, mielinisasi yang tertunda dan volume otak yang berkurang, sehingga berdampak pada fungsi kognitif anak (Kuperus et al., 2008).

Penelitian yang dilakukan Center for Urban Epidemiologic Studies New York, AS, menemukan adanya hubungan antara berat lahir bayi dengan tingkat kecerdasan (IQ) bayi yang diukur 7 tahun kemudian. Pada umumnya bayi-bayi dengan berat lebih tinggi memiliki IQ yang lebih besar. Bahkan rata-rata perbedaan angka IQ dari bayi yang berat lahirnya < 2.500 gram dengan bayi yang lahirnya 4 kg mencapai 10 angka. Selain itu, penelitian Chase (1971) menunjukkan bahwa pada BBLR terjadi penurunan berat total otak sebanyak 13%, penurunan otak kecil sebesar 30%, dan penurunan otak besar 12% (Matte et al., 2001).

Pada umumnya makin imatur dan makin rendah berat lahir bayi, makin besar kemungkinan terjadinya kecerdasan yang kurang dan gangguan neurologik. Selain kekurangan gizi, bayi yang baru lahir tersebut juga akan mengalami kemunduran otak. Hal ini akan berakibat terjadinya penurunan kemampuan belajar dan kemampuan akademik pada usia yang lebih lanjut. Keadaan gizi yang buruk sewaktu bayi di dalam

(38)

commit to user

kandungan maupun setelah dilahirkan mempunyai pengaruh sangat besar terhadap perkembangan otaknya (Markum, 1999). Kejadian BBLR di Indonesia masih perlu dicermati bersama, karena bayi berat lahir rendah dapat mengalami gangguan mental dan fisik pada usia tumbuh kembang selanjutnya (Mulyawan, 2009)

B. Kerangka Pemikiran

diteliti

--- tidak diteliti Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran

Riwayat Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Faktor Janin 1. Jenis kelamin 2. Kehamilan ganda 3. Hidramnion 4. Perdarahan antepartum 5. Ketuban pecah dini Faktor Ibu 1. Paritas 2. Jarak kehamilan 3. Penyakit 4. Usia ibu 5. Usia Kehamilan Perkembangan kecerdasan anak a. Genetik b. Gizi c. Riwayat perinatal d. Riwayat penyakit infeksi Tingkat pendidikan ibu Tes IQ

Riwayat Bayi Berat Lahir Cukup (BBLC)

Status sosio-ekonomi orang tua

(39)

commit to user

Keterangan : Faktor janin dan faktor ibu mempengaruhi berat bayi saat dilahirkan. Sedangkan berat lahir akan mempengaruhi perkembangan kecerdasan anak. Kemudian perkembangan kecerdasan anak dipengaruhi oleh genetik, gizi, riwayat perinatal dan penyakit infeksi. Status sosial-ekonomi orang tua dan pendidikan ibu turut berperan dalam perkembangan kecerdasan anak sebagai variabel perancu yang dikendalikan dalam penelitian ini.

C. Hipotesis

Terdapat perbedaan tingkat kecerdasan intelektual (IQ) pada anak usia sekolah dasar dengan riwayat berat lahir rendah dan berat lahir cukup.

(40)

commit to user

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional analitik dengan pendekatan kohort retrospektif yang mengkaji perbedaan tingkat kecerdasan intelektual (IQ) pada anak usia sekolah dasar dengan riwayat berat lahir rendah dan berat lahir cukup.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil tempat di Sekolah Dasar Negeri 01 Jantiharjo Karanganyar. Alasan dipilihnya sekolah dasar ini adalah:

a. Lokasi mudah dijangkau.

b. Tersedianya data yang dibutuhkan untuk penelitian. c. Kemudahan dalam hal perizinan.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan tanggal 31 April 2011.

C. Subyek Penelitian

Kriteria inklusi yang digunakan dalam penelitian ini, adalah: 1. Siswa/siswi kelas 1-6 sekolah dasar.

(41)

commit to user

Adapun kriteria eksklusi adalah:

1. Siswa/siswi yang tinggal kelas berulang kali sehingga usia > 12 tahun. 2. Siswa/siswi piatu.

3. Siswa yang tidak tinggal dengan ibu/orang tua bercerai/diasuh wali. 4. Sakit saat pengambilan data.

D. Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan adalah fixed-exposure sampling, di mana pemilihan sampel berdasarkan status paparan subyek yaitu terpapar dan tidak terpapar. Teknik ini memastikan jumlah subyek penelitin yang cukup dalam kelompok yang terpapar dan tidak terpapar, sehingga menguntungkan peneliti ketika prevalensi yang diteliti rendah (Murti, 2010).

Dalam penelitian ini, subyek dibagi menjadi kelompok BBLR dan berat lahir cukup dengan perbandingan 1 : 2, karena prevalensi paparan faktor yang diteliti rendah. Jumlah subyek untuk kelompok BBLR adalah 16 anak (berdasarkan total populasi pada penelitian pendahuluan), sedangkan berat lahir cukup 32 anak. Sehingga total subyek yang digunakan sebanyak 48 anak.

(42)

commit to user

E. Rancangan Penelitian

B.

Gambar 3.1 Rancangan Penelitian Populasi Sumber Siswa/siswi kelas 1-6 SD Negeri 01 Jantiharjo Karanganyar Kriteria eksklusi: a. Umur > 12 tahun b. Piatu

c. Tidak tinggal dengan ibu/ orang tua bercerai

d. Diasuh wali

e. Sakit saat pengambilan data Kriteria inklusi: 1. Siswa/siswi kelas 1-6 2. Umur 6-12 tahun Sampel n = 48 Kuesioner BBLR n = 16 BBLC n = 32 Tes IQ Chi Square < 90 ≥90 Tes IQ ≥90 < 90

(43)

commit to user

F. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas : Riwayat BBLC dan BBLR

2. Variabel Terikat : Tingkat kecerdasan intelektual anak (skor IQ) 3. Variabel Luar :

a. Terkendali

1) Status sosial-ekonomi orang tua. 2) Tingkat pendidikan ibu.

b. Tidak terkendali 1) Genetik

2) Riwayat perinatal

3) Riwayat penyakit infeksi

G. Definisi Operasional Variabel 1. Bayi Berat Lahir Cukup

Berat bayi lahir cukup adalah bayi yang lahir dengan berat 2.500 gram sampai 4.000 gram. Skala pengukuran dengan skala nominal.

2. Bayi Berat Lahir Rendah

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan brat lahir kurang dari 2.500 gram tanpa memandang masa gestasi. Skala pengukuran dengan skala nominal.

3. Tingkat Kecerdasan Intelektual

IQ merupakan hasil pengukuran dari tes inteligensi dan dapat menjadi petunjuk mengenai kedudukan tingkat kecerdasan seseorang. Jenis tes

(44)

commit to user

IQ yang akan digunakan yaitu Culture Fair Intellegence Test (CFIT). Pengukuran IQ dilakukan dengan bantuan psikolog. Setelah didapatkan skor IQ siswa, akan diklasifikasikan sebagai berikut:

a. < 90 b. ≥ 90

(Skala pengukuran: Ordinal)

4. Variabel Luar Terkendali

1. Status Sosial-Ekonomi Orang Tua

Status sosial-ekonomi orang tua merupakan kedudukan orang tua dalam hidup bermasyarakat ditinjau dari segi pemenuhan kebutuhan keluarga dalam kehidupan sehari-hari. Kuesioner yang telah diisi oleh orang tua siswa kemudian dihitung skornya dan diklasifikasikan sebagai berikut:

1) skor < 27 à Status sosial-ekonomi rendah

2) skor antara 27-36 à Status sosial-ekonomi menengah 3) skor > 36 à Status sosial-ekonomi tinggi

(Skala pengukuran: Ordinal) 2. Tingkat pendidikan ibu

Tingkat pendidikan ibu adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang ditempuh oleh ibu (Rinandari, 2006 cit Sari, 2010). Digolongkan menjadi:

1) Pendidikan rendah (lulus SD/sederajat) 2) Pendidikan menengah (SMP, SMA)

(45)

commit to user (Skala pengukuran: Ordinal)

H. Pengumpulan Data 1. Jenis Data

Dalam penelitian ini menggunakan data primer yang didapatkan dari isian riwayat berat lahir, hasil skor tes IQ siswa, sosial-ekonomi orang tua, tingkat pendidikan ibu, serta data sekunder yaitu data presensi siswa.

2. Alat dan Instrumen Penelitian

a. Daftar isian mengenai riwayat kelahiran.

b. Check list biodata siswa yang berisi data nama, umur, jenis kelamin, dan skor IQ siswa.

c. Daftar isian tentang keadaan sosial-ekonomi keluarga dan tingkat pendidikan ibu yang diisi oleh orangtua siswa. Berisi skoring daftar isian/kuesioner status sosial-ekonomi yang diisi oleh orang tua siswa. Kuesioner berisi 15 pertanyaan pilihan ganda. Pilihan a bernilai 1, pilihan b bernilai 2, dan pilihan c bernilai 3. Skoring berdasarkan penjumlahan nilai dari 15 pertanyaan tersebut, sehingga skor tertinggi yang dapat diperoleh adalah 45 dan skor terendah adalah 15. Dari total skor yang diperoleh, kemudian dikategorikan dengan tingkatan sebagai berikut (Bardosono, 2009 cit Sari, 2010) :

1) skor < 27 à Status sosial-ekonomi rendah

2) skor antara 27-36 à Status sosial-ekonomi menengah 3) skor > 36 à Status sosial-ekonomi tinggi

(46)

commit to user

Sedangkan untuk tingkat pendidikan ibu, digolongkan menjadi: 1) Pendidikan rendah (lulus SD/sederajat)

2) Pendidikan menengah (SMP, SMA) 3) Pendidikan tinggi (Diploma/Sarjana)

d. Tes Inteligensi CFIT skala 2 dengan materi tes berupa gambar-gambar sehingga dapat menghindari kerancuan bahasa, budaya, dan tingkat pendidikan.

I. Teknik dan Analisis Data

Analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah Chi Square dengan tingkat kemaknaan p<0,05. Uji Chi Square digunakan untuk menguji hubungan, pengaruh atau perbedaan dua buah variabel nominal dan mengukur kuatnya hubungan variabel yang satu dengan variabel nominal lainnya. Analisis data menggunakan program SPSS versi 18.

(47)

commit to user

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Dari total 227 siswa SDN 01 Jantiharjo Karanganyar, didapatkan sebanyak 16 anak (7,05 %) dengan riwayat BBLR dan 211 anak (92,95 %) dengan riwayat berat lahir cukup. Dengan mempertimbangkan keterbatasan jumlah sampel, peneliti mengambil 16 anak riwayat BBLR, dan 32 anak untuk kelompok berat lahir cukup. Pengambilan sampel BBLR dilakukan secara non random mengingat jumlah sampel yang terbatas. Sedangkan untuk kelompok BBLC dilakukan secara random yang dilihat dari nomor absensi siswa.

A. Karakteristik Responden

Berikut ini hasil penelitian yang ditampilkan dalam bentuk gambar dan tabel yang terdiri atas beberapa distribusi responen menurut jenis kelamin, sosial-ekonomi orang tua dan tingkat pendidikan ibu.

(48)

commit to user

Tabel 1V. 1 Karakteristik Responden

Dari tabel IV.1 diketahui bahwa pada kelompok BBLR, responden bayi berjenis kelamin perempuan berjumlah 14 responden dan yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 2 responden. Sedangkan pada kelompok BBLC, responden berjenis kelamin perempuan berjumlah 19 responden dan yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 13 responden.

Selain hal itu, dari tabel IV.1 diketahui bahwa dalam hal status sosial-ekonomi orang tua pada kelompok BBLR, responden dengan status sosial ekonomi rendah berjumlah 12, sosial ekonomi menengah berjumlah 4. Sedangkan pada kelompok BBLC, responden dengan status sosial-ekonomi rendah berjumlah 15 dan sosial ekonomi menengah 17 responden. Pada kedua kelompok (BBLR dan BBLC) masing-masing tidak didapatkan responden dengan status sosial ekonomi tinggi.

Kategori BBLR BBLC Total P

Jumlah Persentasi Jumlah Persentasi Jumlah Persentasi

Jenis Kelamin laki-laki perempuan Sosial Ekonomi Rendah Menengah Tinggi Pendidikan Ibu Rendah Menengah Tinggi 2 14 12 4 0 8 8 0 12,5% 87,5% 75% 25% 0% 50% 50% 0% 13 19 15 17 0 16 15 1 40,6% 59,4% 46,9% 53,1% 0% 50% 46,9% 3,1% 15 33 27 21 0 24 23 1 31,3% 68,7% 56,3% 43,7% 0% 50% 48% 2% 0,048 0,64 0,770

(49)

commit to user

Tabel IV.1 menunjukkan bahwa dalam hal tingkat pendidikan ibu pada kelompok BBLR, responden dengan tingkat pendidikan ibu rendah dan menengah berjumlah sama, yaitu masing-masing 8. Sedangkan pada kelompok BBLC, didapatkan ibu dengan tingkat pendidikan rendah berjumlah 16, menengah berjumlah 15, dan tingkat pendidikan ibu tinggi berjumlah 1 responden.

Tabel IV.2. Rerata Skor IQ

No Kelompok Jumlah Rerata IQ Minimal Maksimal

1 2 BBLR BBLC 16 32 87,2 98,6 60 76 116 116

Tabel IV.3. Distribusi Responden Menurut Skor IQ dalam kelompok BBLR dan BBLC

Skor IQ BBLR BBLC Total

Jumlah Persentasi Jumlah Persentasi Jumlah Persentasi

< 90 10 62,5 % 9 28,1 % 19 39,6 %

≥ 90 6 37,5 % 23 71,9 % 29 60,4 %

Jumlah 16 100 % 32 100 % 48 100 %

(50)

commit to user 0 5 10 15 20 25 <90 ≥90 BBLR BBLC

Gambar 4.1. Distribusi Responden Menurut Skor IQ dalam Kelompok BBLR dan BBLC

Dari tabel IV.2 diketahui bahwa rata-rata perbedaan skor IQ pada anak dengan riwayat BBLR dan BBLC mencapai 11 angka. Pada kelompok BBLR didapatkan skor IQ minimal 60, dan pada BBLC didapatkan skor IQ minimal 76. Sedangkan untuk skor IQ maksimal didapatkan hasil yang sama antara kelompok BBLR dan BBLC, yaitu 116.

Dari tabel IV.3 diketahui anak dengan riwayat BBLR mempunyai skor IQ < 90 berjumlah 10 dari 16 orang dengan persentase 62,5 %. Sedangkan anak dengan riwayat BBLR mempunyai skor IQ ≥ 90 berjumlah 6 dari 16 anak dengan persentase 37,5 %. Disisi lain, anak dengan riwayat BBLC mempunyai skor IQ < 90 berjumlah 9 dari 32 anak dengan persentase 28,1 % dan skor ≥ 100 berjumlah 23 dari 32 anak, yaitu 71,9 %.

(51)

commit to user

Dari perhitungan statistik di atas didapatkan hasil p = 0,022 yang berarti signifikan atau bermakna. Artinya ada perbedaan yang signifikan antara anak dengan riwayat BBLR dan BBLC terhadap tingkat kecerdasan intelektual (skor IQ).

Tabel IV. 4. Distribusi Responden Menurut Skor IQ dalam kelompok Status Sosial-Ekonomi Orang Tua

P= 0,010

Dari tabel IV.4 diketahui anak dengan status sosial ekonomi rendah mempunyai skor IQ < 90 berjumlah 15 dari 27 orang dengan persentase 55,5 %. Sedangkan anak dengan status sosial ekonomi rendah mempunyai skor IQ

≥ 90 berjumlah 12 dari 27 anak dengan persentase 44,5 %. Disisi lain, anak dengan status sosial-ekonomi menengah mempunyai skor IQ < 90 sebanyak 4 dari 21 orang dengan persentase 19 % dan skor ≥ 90 sebanyak 17 dari 21 anak dengan persentase 81 %.

Dari perhitungan statistik diatas didapatkan hasil p = 0,010 pada status sosial-ekonomi orang tua yang berarti signifikan atau bermakna. Artinya ada perbedaan yang signifikan antara status sosial ekonomi orang tua rendah dan menengah terhadap tingkat kecerdasan intelektual (skor IQ).

Skor IQ

Rendah Menengah Tinggi Total

Jumlah Persentasi Jumlah Persentasi Jumlah Persentasi Jumlah Persentasi

< 90 15 55,5% 4 19% 0 0 19 39,6 %

≥ 90 12 44,5% 17 81% 0 0 29 60,4 %

(52)

commit to user

Tabel IV. 5. Distribusi Responden Menurut Skor IQ dalam Kelompok Tingkat Pendidikan Ibu

Skor IQ

Rendah Menengah Tinggi Total

Jumlah Persentasi Jumlah Persentasi Jumlah Persentasi Jumlah Persentasi

< 90 10 42% 9 39% 0 0% 19 39,6%

≥ 90 14 58% 14 61% 1 100% 29 60,4%

Jumlah 24 100 % 23 100 % 1 100% 48 100 %

p= 0,704

Dari tabel IV.5 diketahui anak dengan tingkat pendidikan ibu rendah mempunyai skor IQ < 90 berjumlah 10 dari 24 orang dengan persentase 42 %. Sedangkan anak dengan tingkat pendidikan ibu rendah mempunyai skor IQ ≥ 90 berjumlah 14 dari 24 anak dengan persentase 58%.

Di sisi lain, anak dengan tingkat pendidikan ibu menengah mempunyai skor IQ < 90 sebanyak 9 dari 23 orang dengan persentase 39 % dan skor IQ ≥ 90 sebanyak 14 dari 23 anak dengan persentase 61 %.

Perhitungan statistik tingkat pendidikan ibu tidak menunjukkan hasil yang signifikan atau bermakna (p > 0,05) yaitu 0,704. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara tingkat pendidikan ibu rendah, menengah maupun tinggi terhadap tingkat kecerdasan (skor IQ) anak.

(53)

commit to user

B. Analisis Data

Analisis data yag digunakan dalam penelitan ini adalah uji Chi Square dengan taraf signifikansi 0,05. Uji Chi Square digunakan untuk menguji hubungan, pengaruh atau perbedaan dua buah variabel nominal dan mengukur kuatnya hubungan variabel yang satu dengan variabel nominal lainnya.

Dasar pengambilan keputusan

1. Berdasarkan perbandingan Chi Square uji dan tabel (Manual) adalah: a. Jika Chi Square hitung < Chi Square tabel maka H0 diterima

b. Jika Chi Square hitung > Chi Square tabel maka H0 ditolak

2. Berdasarkan probabilitas (Perhitungan SPSS) adalah: a. Jika probabilitas > 0,05 maka H0 diterima

b. Jika probabilitas < 0,05 maka H0 ditolak

Dari tabel signifikasi (lampiran) dengan derajat kebebasan (db) = 1 dan taraf signifikasi 0,05 didapatkan angka 3,841. X2 yang didapatkan (5,3) lebih dari tabel sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Sedangkan menurut

perhitungan SPSS didapatkan probabilitas 0,022. Nilai itu kurang dari 0,05 sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Oleh karena itu dapat disimpulkan

bahwa ada perbedaan tingkat kecerdasan intelektual (skor IQ) pada anak dengan riwayat BBLR dan BBLC.

(54)

commit to user

BAB V PEMBAHASAN

A. Hasil Analisis Data

Untuk mengetahui adanya perbedaan skor IQ pada anak dengan riwayat BBLR dan BBLC digunakan uji analisis Chi Square baik secara manual maupun menggunakan SPSS. Dengan cara manual X2 yang diperoleh (5,3) jauh di atas batas signifikansi. Adapun nilai p yang didapat dengan menggunakan SPSS adalah 0,022. Nilai ini juga kurang dari batas signifikansi yaitu 0,05.

Dengan menggunakan analisis ini peneliti dapat menyimpulkan bahwa ada perbedaan skor IQ pada anak dengan riwayat BBLR dan BBLC. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada anak dengan riwayat BBLR cenderung memiliki skor IQ < 90 lebih besar dibandingkan dengan anak yang BBLC. Rata-rata perbedaan skor IQ pada anak dengan riwayat BBLR dan BBLC mencapai 11 angka.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Center for Urban Epidemiologic Studies New York, AS, menemukan adanya hubungan antara berat lahir bayi dengan tingkat kecerdasan (IQ). Rata-rata perbedaan angka IQ dari bayi yang berat lahirnya < 2.500 gram dengan bayi yang lahirnya 4.000 gram mencapai 10 angka (Matte et al., 2001). Rata-rata berat lahir pada kelompok BBLR adalah 2,2 kg. Meskipun demikian, pada penelitian ini didapatkan 3 anak dengan riwayat premature dari 16 anak kelompok BBLR.

(55)

commit to user

Hal ini mendukung adanya signifikansi yang bermakna pada perbedaan skor IQ.

Isfandari (1990) menambahkan bahwa kurangnya berat badan bayi saat dilahirkan berhubungan dengan kesehatan ibu selama kehamilan terutama saat 3 bulan pertama dari kehamilan. Pada masa itu terjadi pembentukan sistem saraf sentral yang mempengaruhi fungsi intelektual. Sejalan dengan Sidiarto (1990) seperti yang dikutip Santoso (2003) menyebutkan bahwa perkembangan kognitif yang ditunjukkan dengan nilai IQ memiliki korelasi dengan berat badan saat lahir.

Hal ini juga sejalan dengan penelitian Rubin (Isfandari, 1990) bahwa berat badan lebih berpengaruh terhadap ketidaksempurnaan logika, kemampuan mental (psikologis) dan kemampuan belajar dibandingkan dengan usia kandungan. Di antara bayi dengan berat lahir cukup, tidak ada perbedaan psikologis dan kemampuan belajar diantara yang lahir preterm dan aterm. Di sisi lain, anak dengan usia kandungan di bawah 9 bulan berkaitan dengan tidak sempurnanya keadaan bayi yang membuatnya peka terhadap tekanan, stres dan penyakit dari lingkungan. Hal ini mempengaruhi perkembangan otak yang berpengaruh terhadap fungsi intelektual. Otak yang belum mature rentan terhadap komplikasi neonatal seperti perdarahan intraventricular, perdarahan matriks germinal, periventricular leukomalacia, mielinisasi yang tertunda dan volume otak yang berkurang, sehingga berdampak pada fungsi kognitif anak (Kuperus et al., 2008).

(56)

commit to user

lahir rendah lebih memiliki kesulitan akademis dibanding anak dengan berat lahir cukup (Lorentz et al., 1998 cit Erickson et al., 2009). BBLR memperlambat pertumbuhan dan perkembangan anak, serta berpengaruh pada penurunan kecerdasan (Depkes RI, 2005).

Di samping riwayat berat lahir, kecerdasan anak dipengaruhi juga oleh kemungkinan turut berpengaruhnya variabel perancu yang dapat mempengaruhi interaksi variabel status berat lahir (BBLR dan BBLC) dengan variabel kecerdasan intelektual. Pada penelitian ini, status sosial-ekonomi orang tua dan tingkat pendidikan ibu merupakan variabel perancu yang dikendalikan.

Untuk membuktikan apakah variabel perancu tersebut berpengaruh terhadap variabel dependen (skor IQ) atau tidak maka dilakukan analisis Chi Square. Dari hasil analisis faktor status sosial-ekonomi orang tua diperoleh (p = 0,010) hasil bermakna secara statistik. Artinya ada pengaruh yang signifikan pada status sosial ekonomi orang tua terhadap tingkat kecerdasan intelektual (skor IQ) anak. Secara teori, Seifer (Santrock, 2007) telah membuktikan korelasi yang signifikan antara status sosial-ekonomi dan kecerdasan. Banyak orang tua dengan pendapatan yang rendah memiliki kesulitan dalam menyediakan lingkungan yang secara intelektual dapat menstimulasi anak-anaknya. Hal ini dapat menjadi penyebab rendahnya tingkat kecerdasan anak.

Selanjutnya, dari hasil analisis faktor tingkat pendidikan ibu diperoleh (p = 0,704) hasil tidak bermakna secara statistik (p > 0,05). Hal ini

(57)

commit to user

menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ibu tidak berpengaruh terhadap tingkat kecerdasan (skor IQ) anak. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan pendapat Indriyanto (2001) yang dikutip dalam Sari (2010) menyatakan bahwa hasil belajar siswa berkaitan erat dengan tingkat pendidikan formal orang tua. Orang tua dengan tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi mempunyai kemampuan lebih untuk membentuk anak dalam belajar dibandingkan dengan orang tua dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah. Namun demikian, pada penelitian ini, tingkat pendidikan ibu tidak berhubungan dengan skor IQ siswa. Hal ini mungkin dikarenakan proporsi kelompok tingkat pendidikan ibu menengah dan rendah tidak berbeda jauh.

Faktor yang dapat mempengaruhi angka kejadian BBLR dapat berasal dari ibu maupun janin. Jenis kelamin adalah salah satu faktor yang berasal dari janin. Data tabel IV.1 menunjukkan prevalensi riwayat BBLR pada anak perempuan lebih besar dibandingkan dengan anak laki-laki. Hal ini sesuai dengan penelitian Rosemary (Mulyawan, 2009) menunjukkan bahwa risiko dilahirkan bayi laki-laki dengan BBLR adalah 0,82 kali lebih kecil dibandingkan dengan bayi perempuan BBLR. Dari perhitungan dengan menggunakan uji statistik Chi Square menghasilkan nilai signifikansi p=0,048, yang berarti signifikan atau bermakna. Artinya ada pengaruh yang signifikan antara jenis kelamin terhadap kejadian BBLR.

Selanjutnya, untuk status sosial ekonomi diperoleh hasil tidak bermakna secara statistik (p > 0,05), yaitu p = 0,064. Hal ini menunjukkan bahwa status sosial-ekonomi tidak berpengaruh terhadap kejadian BBLR. Hal

(58)

commit to user

ini tidak sesuai dengan pernyataan bahwa keterbatasan status sosial-ekonomi berpengaruh terhadap keterbatasan dalam mendapatkan pelayanan antenatal dan pemenuhan gizi yang adekuat sehingga berisiko melahirkan BBLR (Depkes RI, 2003). Sama halnya dengan faktor tingkat pendidikan ibu, diperoleh p = 0,770 yang tidak bermakna secara statistik (p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ibu tidak berpengaruh terhadap kejadian BBLR anak. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Kolibu (2006) yang menunjukkan ada pengaruh yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan angka kejadian BBLR.

Pada penelitian ini, baik status sosial-ekonomi orang dan tingkat pendidikan ibu tidak berhubungan dengan kejadian BBLR. Hal ini mungkin dikarenakan proporsi kelompok BBLR yang terlalu kecil.

B. Kelemahan Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini, terdapat beberapa kendala tertutama terbatasnya sampel anak dengan riwayat BBLR. Selain itu, faktor psikis dan fisik yang mempengaruhi tes inteligensi siswa anak tidak dilakukan pada penelitian ini, sehingga penyebab rendahnya skor IQ pada subjek tidak diketahui dengan pasti.

Kekurangan penelitian ini juga terdapat pada pengambilan data riwayat lahir yang dipakai yaitu melalui wawancara tidak langsung kepada ibu atau orang tua siswa, sehingga tidak menggambarkan validitasnya.

(59)

commit to user

Penilaian variabel perancu pada penelitian ini bersifat sangat subyektif. Hal ini karena penilaian yang digunakan adalah dengan melakukan wawancara kepada responden.

Gambar

Tabel 1V. 1 Karakteristik Responden ................................................................
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran ......................................................................
Gambar 3.1 Rancangan Penelitian Populasi Sumber Siswa/siswi kelas 1-6 SD Negeri 01 Jantiharjo Karanganyar  Kriteria eksklusi:  a
Tabel IV.1 menunjukkan bahwa dalam hal tingkat pendidikan ibu pada  kelompok  BBLR,  responden  dengan  tingkat  pendidikan  ibu  rendah  dan  menengah  berjumlah  sama,  yaitu  masing-masing  8
+4

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Hasil pengamatan dari 60 dokumen rekam medis rawat inap pasien BPJS kasus Diabetes Millitus Tahun 2016 di RSUD dr.R.Soeprapto Cepu dapat disimpulkan bahwa 50

Berikut ini adalah material penutup atap yang merupakan standar SNI yang biasa digunakan untuk bangunan greenhouse yaitu:.. Kaca : dapat meneruskan cahaya

Uraikan latar belakang dan permasalahan yang akan diteliti, kebaruan yang ditemukan, tujuan khusus, dan urgensi (keutamaan) penelitian.. Panduan Penelitian Reguler Unisnu

Pengujian ini digunakan untuk menunjukkan apakah variable-variabel independen seperti size, profitabilitas, leverage, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusi

Berdasarkan hasil uji t yang telah dilakukan oleh peneliti sebagaimana yang sudah disajikan pada tabel 7 menyatakan bahwa variabel kepercayaan merek memiliki signifikansi

Dalam penelitian ini ada tujuan yang hendak dicapai yaitu untuk mengetahuiefektifitas dari modal kerja yang digunakan kegiatan usaha konveksi yang dilakukan oleh UMKM

Din. k) Teman-teman sedosen pembimbing (Devi, Agna, Dinar, Ulvaatin, Anisa, Praktika dan Arum), terimakasih untuk segala bantuan dan kerja sama kita selama proses

Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Aulia, Ridha (2011), yang menyatakan bahwa BOPO berpengaruh signifikan negative terhadap ROA yang berarti semakin tinggi