• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. DESKRIPSI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT OLEH CECOM FOUNDATION

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "V. DESKRIPSI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT OLEH CECOM FOUNDATION"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Misi CECOM sebagaimana diformulasikan dalam strategic planning (Lokakarya Perencanaan Strategis secara partisipatif di Batam tahun 2005) adalah: (a) Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan serta mengembangkan sikap hidup positif masyarakat dalam pengelolaan sumber daya; (b) Menumbuh kembangkan potensi ekonomi lokal yang berbasis partisipasi masyarakat; (c) Mengembangkan kemitraan sosial ekonomi dalam meningkatkan akses menuju masyarakat sejahtera dan mandiri; (d) Mendorong partisipasi dan kerelawanan masyarakat melalui program aksi secara kolaboratif dalam kerangka pembangunan sosial dan lingkungan secara berkelanjutan. Dari misi diatas maka ditetapkan sistem program pemberdayaan yang dijalankan yaitu : (1) Program pengembangan sistem pertanian terpadu (atau integrated farming system/ IFS), (2) Program pengembangan usaha mikro kecil menengah termasuk pengembangan micro financing didalamnya, (3) Program pengembangan pelatihan dan penguatan kapasitas, dan (4) Program pengembangan usaha berbasis masyarakat.

Program pengembangan sistem pertanian terpadu (integrated farming system/IFS) merupakan program inti yang menjadi leading sector bagi pencapaian misi dan tujuan pemberdayaan masyarakat CECOM Foundation. Adapun tiga sistem program pemberdayaan lainnya merupakan supporting sector.

5.1. Program Pengembangan Sistem Pertanian Terpadu (Integrated Farming System/ IFS)

Main objective dari program IFS adalah terwujudnya kesejahteraan kemandirian masyarakat tani yang ditandai dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat seiring dengan perubahan pola pikir dan sikapnya. Penekanan pada implementasi program IFS adalah sistem pendampingan secara snow balling effect dengan metodologi dan strategi yang berbeda pada setiap tahapan kemandirian sesuai dengan mekanisme pemberdayaan pada gambar .

Implementasi Program IFS CECOM Foundation dilaksanakan sebagai suatu media yang diharapkan mampu memberikan fasilitasi terhadap proses pemberdayaan masyarakat, yaitu :

(2)

1. Pendekatan perbaikan taraf hidup (pemberdayaan fisik), dengan pengembangan potensi ekonomi lokal berbasis pertanian perdesaan yang diharapkan dapat meningkatkan pendapatan, kesempatan kerja, ketahanan pangan dan kualitas lingkungan hidup masyarakat mitra dampingan.

2. Pendekatan peningkatan pola pikir (pemberdayaan non fisik), dengan proses pengembangan kelembagaan kelompok tani, pengorganisasian dan penguatan kapasitas komunitas dampingan menuju keberlanjutan program pengembangan komunitas yaitu prospek kemampuan komunitas dalam mengelola kegiatan pemberdayaan secara mandiri (help them to help them selves)

Kelompok yang menjadi sasaran utama pendampingan pada program IFS CECOM Foundation adalah komunitas petani mitra dampingan yang subsisten atau marjinal. Melalui pendekatan peningkatan pola pikir dengan proses pendampingan yang terus menerus, diharapkan dalam waktu empat tahun pendampingan komunitas petani subsisten telah mampu menjadi kelompok tani yang mandiri (self reliance).

Kegiatan Program IFS di Kelompok Tani dampingan didisain sesuai dengan strategi pengembangan kelembagaan kelompok tani yang terdiri dari empat tahapan atau fase yaitu persiapan, penumbuhan, pengembangan dan kemandirian, seperti terlihat pada gambar 11, dimana fase-fase tersebut mengacu kepada mekanisme pemberdayaan komunitas yang direncanakan

Seed Capital Th.ke-1 Th. Ke-2 Th.ke-3 Th.ke-4

PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN KOMUNITAS (POKTAN)

Kredit Komersial Kredit

Bersubsidi

Hibah

(3)

”Intervensi” program IFS pada tahap awal (tahun pertama pendampingan) yang dinamakan ”fase persiapan” ini adalah bantuan input fisik yang bersifat grand (hibah) yang langsung diterima para anggota kelompok. Dengan pendampingan yang dilakukan oleh field CD officer selama satu tahun maka kelompok ini diharapkan berhasil menjadi kelompok-kelompok tani potensial. Pada fase ini, secara sistematis dan simultan intervensi program pemberdayaan non fisik dilakukan dan didukung oleh supporting sector pengembangan pelatihan dan penguatan kapasitas.

Pada tahun kedua pendampingan, kelompok tani potensial ini telah masuk dalam ”fase penumbuhan” dimana pada fase ini kelompok tani telah mengalami kemajuan terkait aspek kelembagaan. Kelompok tani pada fase ini telah mampu menyususn aturan-aturan kelompok secara tertulis, pengelolaan kelompok secara demokratis partisipatif, dan anggota kelompok telah menunjukkan ketaatan pada aturan kelompok yang dicirikan dengan tingginya tingkat kehadiran mereka dalam pertemuan kelompok. Dari aspek organisasi, kelompok tani pada fase ini telah memiliki sistem pembukuan sederhana. Fasilitasi yang diberikan program IFS pada fase penumbuhan ini adalah ”modal abadi” (seed capital) bagi kelompok seperti input produksi pertanian. Oleh kelompok tani, seed capital ini ”dijual” kepada anggota sesuai harga pokok pembelian dan selanjutnya anggota akan membayar dengan cara mengangsur. Hasil pembayaran dari anggota ini selanjutnya dikembangkan oleh kelompok tani menjadi modal bergulir (revolfing fund) melalui ”gerakan” simpan pinjam pada kelompok.

Pada tahap selanjutnya (tahun ketiga pendampingan) sesuai dengan perkembangan kelembagaan, kelompok memasuki ”fase pengembangan” dimana pada fase ini dicirikan dengan keaktifan dan kelancaran anggota kelompok tani memanfaatkan kelompok sebagai wadah kegiatan simpan pinjam. Pada fase ini ”gerakan simpan pinjam” berubah menjadi kelembagaan unit simpan pinjam (USP) dimana administrasi pendukung secara sederhana telah mengacu pada Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Fasilitasi yang dilakukan program IFS sebagai leading sector pada tahap ini, selanjutnya di-back up oleh tiga supporting sector CECOM Foundation yaitu (1) Program pengembangan UMKM, (2) Program pengembangan usaha berbasis masyarakat, dan (3) Program pengembangan pelatihan dan penguatan kapasitas. Unit simpan pinjam (USP)

(4)

milik kelompok tani selanjutnya dikembangkan dengan pola intermediasi kepada sumber-sumber pembiayaan dengan bunga bersubsidi (soft loan) seperti Koperasi Simpan Pinjam (KSP ”Mitra Madani”), maupun dana pinjaman PKBL dari BUMN yang ada di Riau. Pada fase pengembangan, usaha kelompok tani sudah feasable namun belum bankable, sehingga akses penguatan modal kelompok baru bisa difasilitasi oleh lembaga pembiayaan non bank yang memiliki skim kredit pinjaman bunga lunak (enam persen per tahun) dengan tidak mensyaratkan collateral berupa sertifikat hak milik (SHM) namun ”cukup” dengan BPKB atau SKGR tanah. Untuk itu kepentingan tersebut, CECOM Foundation menginisiasi pendirian KSP Mitra Madani dan menghibahkan dana awal sebesar satu milyar rupiah untuk dikelola oleh KSP Mitra Madani sebagai kredit program bagi mitra dampingan yang telah mencapai fase pengembangan.

Tahap keempat (tahun keempat pendampingan), kelompok tani dampingan CECOM Foundation diharapkan telah memasuki ”fase kemandirian”. Pada tahap pendampingan ini dilakukan proses pembelajaran menuju pengelolaan usaha tani yang bankable, dimana kelompok tani dampingan yang sudah masuk dalam kategori ini diperkenalkan dengan kredit komersial yang ada di KSP Mitra Madani maupun yang ada di bank komersial (Bank umum maupun Bank Perkreditan Rakyat). Diharapkan dengan proses pembelajaran ini kelompok tani dampingan pada waktu yang tepat menjadi mampu mengakses modal atau pembiayaan usaha dari perbankan seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) maupun Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE).

Pola kluster pendampingan CECOM Foundation yang dikaitkan dengan fase-fase dalam mekanisme pemberdayaan seperti pada gambar . menunjukkan bahwa penguatan kelembagaan simpan pinjam atau lembaga keuangan mikro (LKM) merupakan ”strategi keluar” (exit strategy) dalam pergeseran peran pendampingan dari CECOM Foundation kepada swakelola oleh kelompok tani mandiri.

Program IFS sampai dengan bulan Desember 2008 telah mendamping 151 kelompok tani (poktan) dampingan di 110 desa, dengan total petani mitra dampingan 4.640 orang petani, secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 3.

(5)

Tabel 3. Data Perkembangan Poktan Dampingan CECOM Foundation tahun 2008

No Kabupaten/Kota Jumlah Poktan Dampingan

Jumlah Desa

Jumlah Petani Dampingan (orang)

Aktif Pasif Non

Aktif 1 Kampar 15 11 204 10 24 2 Kuantan Singingi 50 38 990 53 163 3 Pekanbaru 9 5 106 9 102 4 Pelalawan 48 34 1.553 148 419 5 Rokan Hulu 9 6 137 64 49 6 Siak 20 16 440 58 111 Total 151 110 3.430 342 868

Sumber : (CECOM Foundation, 2008)

Dari data tabel 3 diketahui bahwa jumlah petani dampingan sebanyak 3.772 orang petani tersebut merupakan jumlah mitra yang masih aktif dan pasif, atau sama dengan 81 persen dari total anggota poktan tercatat. Sedangkan presentase anggota poktan dampingan yang aktif sebesar 3.430 orang atau sama dengan 74 persen dari total jumlah anggota pokta tercatat. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa proses pendampingan yang dilakukan CECOM Foundation selama program IFS dijalankan sampai tahun 2008 telah mampu menjaga keberlanjutan program sebesar 74 – 81 persen dari yang diharapkan. Masih dicatatnya petani dampingan yang pasif disebabkan karena adanya keyakinan bahwa petani yang pasif masih berpotensi menjadi aktif kembali, melalui pola pendampingan yang proaktif dari field CD officer dan memecahkan permasalahan yang ada di mitra dampingan yang membuat dirinya menjadi tidak aktif di kelompok, sedangkan petani dampingan yang tidak aktif tidak dicatat lagi dalam data based di CECOM Foundation.

Strategi pelaksanaan program IFS CECOM Foundation telah mampu meraih perkembangan yang sangat positif, hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.

(6)

Tabel 4. Perkembangan Program IFS CECOM Foundation 2005 – 2008

No Perkembangan Tahun

2005 2006 2007 2008

1 Jumlah Kabupaten /kota 6 6 6 6

2 Jumlah Desa dampingan 90 99 104 110

3 Jumlah Kelompok Tani dampingan 77 133 142 151

4 Jumlah Petani dampingan (org) 2.259 3.103 3.485 3.772 5 Luas Lahan Pertanian (ha) 524 1.686 2.274 2.595 6 Populasi Ternak petani (ekor) 2.535 2.562 2.589 3.653

7 Jumlah kolam dan kerambah ikan 210 324 406 420

8 Jumlah Unit Simpan Pinjam (LKM) N/A 30 93 108

Sumber : (CECOM Foundation, 2008)

Dari Tabel 4 diatas dapat dilihat perkembangan program IFS di masyarakat mengalami kemajuan yang signifikan dimana usaha tani yang dikelola kelompok-kelompok tani yang meliputi sub sektor pertanian, peternakan dan perikanan telah sebagian besar telah didukung oleh keberadaan sektor lembaga keuangan mikro (LKM) sebagai wadah masyarakat mengembangkan unit usaha simpan pinjam di pedesaan. Hal tersebut sesuai dengan mekanisme pemberdayaan yang diterapkan oleh CECOM Foundation.

5.1.1. Daur Kegiatan/ Program IFS

Program pengembangan komunitas melalui Kegiatan Program IFS yang dikembangkan CECOM Foundation mengacu kepada perencanan, implementasi, monitoring dan evaluasi secara partisipatif dengan daur kegiatan sebagai berikut : 1. Identifikasi Kebutuhan, kajian masalah dan kebutuhan

2. Perencanaan Kegiatan, kajian potensi dan alternatif kegiatan 3. Pelaksanaan Kegiatan, pengembangan sikap dan perilaku 4. Monitoring Kegiatan, melihat perkembangan hasil 5. Evaluasi Kegiatan, melihat hasil akhir proyek 6. Pasca Kegiatan, swakelola oleh komunitas

(7)

Penyusunan Program IFS dilakukan secara partisipatif melibatkan seluruh anggota kelompok difasilitasi oleh pendamping komunitas CECOM yaitu satu orang Field Officer (FO) dan dibantu satu orang Pendamping Mitra Bina (PMB) yang merupakan bagian dari komunitas lokal. Kegiatan pra penyusunan program dilakukan secara partisipatif dengan anggota kelompok, masyarakat dan tokoh masyarakat, meliputi kegiatan :

1. Membuat Peta Desa, untuk mengetahui keadaan masyarakat, baik tata letak perumahan, ladang, perkebunan, prasarana fisik serta untuk mendapatkan gambaran tentang semua potensi yang ada.

2. Membuat Matriks Kelender Musim, untuk mengetahui keadaan tanaman yang ada atau ditanam oleh masyarakat selama satu tahun, keadaan kegiatan masyarakat selama satu tahun, kebutuhan tenaga kerja serta hal lainnya yang menggambarkan seluruh kegiatan masyarakat dalam satu tahun.

3. Mambuat Matriks Ranking, untuk mengetahui sumber pendapatan utama masyarakat selama satu tahun berdasarkan jenis pekerjaan dan jenis tanamannya.

4. Melakukan Transek, melihat secara nyata keadaan masyarakat baik itu keadaan tanah, ekonomi, tanaman, ternak dan lain-lain sehingga mempermudah dalam penyusunan program

5. Mencari Isu Pokok yang ada di masyarakat berkaitan dengan pengembangan ekonomi masyarakat.

6. Membuat Program Pemberdayaan Masyarakat sesuai dengan kebutuhan masyakarat dan potensi lokal yang ditemukan.

5.1.2. Disain Program Integrated Farming System/ IFS

Sistem Pertanian Terpadu atau Integrated Farming System (IFS) merupakan sebuah model pertanian yang mengintegrasikan beberapa sub sektor pertanian dalam arti luas yaitu peternakan, pertanian tanaman pangan dan hortikultura, serta perikanan dalam satu lahan. Ketiga sub sektor ini masih diperkuat dengan pengembangan industri kecil (home industri) sebagai sektor pendukung kegiatan produksi menuju pasar.

Disain Sistem Pertanian Terpadu (IFS) ini merupakan solusi yang tepat untuk meningkatkan pendapatan petani karena komoditi yang dikembangkan

(8)

adalah multikultur sehingga produktivitas dalam satu area meningkat dan pembiayaan usaha tani lebih efisien. Secara lebih jelas IFS dapat dilihat pada Gambar 12.

Disain Sistem Pertanian Terpadu

Peternakan • PakanComplete Feed •Fattening •Breeding • Dll Kotoran P A S A R • Hortikultura • Tan. Pangan • Tan. Perkebunan Perikanan Pertanian Fine Compost Prosesing Organic Waste Bio-Gas G Gaammbbaarr1122.. DDiissaaiinn SSiisstteemmPPeerrttaanniiaannTTeerrppaadduu((IIFFSS))CCEECCOOM M

Disain Sistem Pertanian Terpadu (IFS) ini merupakan solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan struktur dan tekstur umum tanah-tanah yang ada di Propinsi Riau yang sebenarnya kurang baik untuk pertanian tanaman pangan atau hortikultura. Tanah jenis Podsolik Merah Kuning (red-yellow podzolic) atau Gambut (organosol/histosol) juga mepunyai sifat fisika maupun kimia yang kurang baik untuk dijadikan lahan pertanian tanaman pangan dan hortikultura.

Untuk menjadikan kedua jenis tanah ini sesuai sebagai lahan pertanian, maka dibutuhkan substansi lain yang mampu memperbaiki sifat fisik maupun kimia kedua jenis tanah tersebut. Substansi tersebut yaitu pupuk organik seperti fine compost yang substrat utama pembuatannya adalah kotoran ternak. Ternak yang dipelihara dalam jangka panjang melalui pemeliharaan intensif akan meningkatkan pertambahan berat badan atau menghasilkan anakan sesuai yang diharapkan. Setiap hari seekor sapi ternak akan menghasilkan lima persen kotoran padat (veses) yang merupakan bahan utama pembuatan pupuk organik “kompos”. Sedangkan kegiatan pertanian tanaman pangan dan atau hortikultura akan memberikan pula sisa-sisa atau limbah produksi yang dapat digunakan kembali sebagai pakan ternak melalui proses teknologi fermentasi sebagai pakan

(9)

pelengkap selain pakan utama ternak (hijauan makanan ternak/ HMT) yang ditanam. Dengan demikian kebutuhan makanan ternak dapat terpenuhi sehingga pertumbuhan berat badan rata-rata ternak dapat terus meningkat. Hal ini menunjukkan pula siklus atau rangkaian kegiatan ini memberikan nilai efisiensi yang tinggi dimana tidak adanya limbah dari kegiatan produksi yang terbuang.

Sementara dalam kegiatan perikanan, kotoran ternak juga dimanfaatkan untuk pakan ikan dan pupuk dasar (dalam budidaya dengan wadah kolam) guna menumbuhkan phytoplankton untuk kebutuhan pakan benih ikan. Hal ini akan lebih menghemat biaya produksi dimana saat ini untuk kegiatan perikanan dibutuhkan biaya yang cukup besar. Sehingga ini berarti kegiatan perikanan yang sejalan dengan peternakan akan memberikan nilai produksi lebih ekonomis.

Industri kecil merupakan fraksi pendukung rangkaian 3 sub sistem dari Sistem Pertanian Terpadu yang fungsinya sebagai penampung limpahan hasil produksi (over produksi) maupun ditujukan untuk memberikan nilai tambah produksi yang dihasilkan dengan kegiatan sortasi, pengolahan, dan pengepakan (packaging). Dengan demikian nilai jual produk tersebut menjadi lebih tinggi di pasaran dan menempati pasar yang lebih baik pula.

5.1.3. IFS berbasis komoditi unggulan a. Komoditi Ternak Sapi

Dalam rangkaian IFS, sub sektor peternakan merupakan sesuatu yang penting dan strategis sebagai solusi bagi pemenuhan kebutuhan pupuk organik (organik fertilizer). Pupuk organik seperti kompos merupakan produk turunan dari kotoran ternak (veses ) sebagai input untuk peningkatan kesuburan tanah.

Disain IFS berbasis peternakan dengan komoditi unggulan ternak sapi telah dilaksanakan oleh CSR PT. RAPP sejak tahun 1999 dan mulai tahun 2005 – 2008 dilanjutkan pengembangannya oleh CECOM Foundation. Pengembangan peternakan sebagai sub sektor utama pada implementasi sistem pertanian terpadu didasarkan atas beberapa alasan :

1. Sapi merupakan hewan dengan biomass besar sehingga volume kotoran secara harian yang dihasilkannya juga lebih besar dan dapat memenuhi kebutuhan pertanian untuk bahan baku kompos/ bokashi.

(10)

2. Sapi merupakan hewan besar yang relatif lebih tahan terhadap penyakit dan perubahan iklim lingkungan, dengan demikian petani tidak terlalu terbebani dalam proses pemeliharaan.

3. Sapi merupakan hewan herbivora dimana kebutuhan pakannya dapat dipenuhi dari lingkungan pertanian baik dari sisa produksi pertanian, hijauan/ rumputan yang tumbuh liar, maupun hujauan yang sengaja ditanam untuk sapi,

4. Sapi dalam jangka waktu pemeliharaan budidaya selama dua tahun dapat menghasilkan anak dan satu tahun untuk penggemukan sudah dapat dijual, yang berarti sapi merupakan tabungan jangka panjang.

5. Sapi secara umum merupakan hewan yang sudah familiar atau sudah cukup dikenal baik oleh masyarakat desa, sehingga azas pemeliharaan sudah dipahami masyarakat

Hal tersebut telah melatarbelakangi pemilihan sapi sebagai hewan peliharaan dalam program IFS. Secara faktual keberadaan ternak sapi telah mampu memberikan kontribusi nyata bagi penguatan sektor pertanian masyarakat khususnya sebagai sumber produksi kompos yang sangat bermanfaat bagi kesuburan tanah.

b. Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura

Lahan pertanian yang subur dengan pemupukan kompos atau bokashi akan menghasilkan produksi tanaman pangan dan hortikultura yang tinggi. Produk dari lahan ini menjadi komoditi perdagangan ang akan memberikan income tambahan bagi masyarakat tani. Limbah dari hasil produksi pertanian berupa hijauan yang tidak layak dijual atau dikonsumsi dapat digunakan sebagai ransum/pakan ternak. Hijauan lain yang tidak dapat digunakan untuk pakan ternak digunakan kembali untuk pembuatan kompos atau bokashi. Dengan demikian tidak ada lagi sisa produk yang terbuang dan tidak bermanfaat. Pengelolaan secara terus-menerus dan penguatan dalam bentuk kelompok tani dengan pengembangan agribisnis akan mempu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan akan lebih membentuk sustainable agriculture development. Pada tahap selanjutnya kumpulan desa-desa produksi tersebut dapat dijadikan sentra-sentra agribisnis yang menghasilkan

(11)

produk-produk unggulan untuk kebutuhan pasar lokal maupun untuk tujuan ekspor.

c. Budidaya Perikanan

Kegiatan budidaya perikanan memerlukan lahan yang subur, untuk itu diperlukan kotoran ternak sebagai pupuk dasar. Pupuk dasar ini berguna untuk menumbuhkan phytoplankton yang merupakan pakan ikan terutama untuk benih. Oleh karena itu dengan integrasi antar subsektor dalam sistem pertanian terpadu kegiatan budidaya dan pembenihan dapat dikembangkan. Lebih lanjut dalam pengembangan perikanan ini masih lagi perlu dikebangkan pakan-pakan alternatif yang dapat menjadi substitusi atau menjadi pakan tambahan menggantikan pakan buatan yang harganya relatif mahal di pasaran. Pakan alternatif tersebut antara lain ulat belatung yang dikembangbiakkan dengan media sludge (limbah pabrik pengolahan kelapa sawit), budidaya cacing tanah, dan sebagainya untuk memperkecil biaya produksi. Kegiatan ini selanjutnya diharapkan memberikan nilai tambah peningkatan keuntungan usaha tani yang dikembangkan anggota kelompok tani.

Namun perlu diperhatikan secara serius bahwa pengembangan budidaya perikanan memerlukan suatu studi kelayakan terkait kualitas air sebagai media tumbuh, bibit yang berkualita, dan ketersediaan pakan ikan alternatif. Budidaya dengan mengandalkan pakan buatan pabrik berupa pelet, umumnya sangat berat bagi petani.. Bila peluang budidaya dapat dilakukan sesuai studi kelayakan diatas maka perikanan layak dikembangkan sebagai usaha yang profitable.

d. Pengembangan Industri kecil

Sektor industri kecil merupakan wadah untuk menampung hasil-hasil produksi pertanian dalam upaya untuk memberikan nilai tambah maupun akibat kelebihan produksi (over produksi). Melalui sektor ini kegiatan pengolahan pasca panen seperti sortasi, pengolahan, dan pengemasan dapat dilaksanakan sehingga produk-produk yang dihasilkan mempunyai nilai tambah yang tinggi dan selanjutnya di pasar akan mempunyai nilai jual yang lebih tinggi pula. Keberadaan sektor ini sangat dibutuhkan dalam upaya mempersiapkan kelimpahan-kelimpahan hasil produksi dan akan memacu masyarakat untuk lebih

(12)

giat berproduksi tanpa ketakutan akan tidak tertampungnya hasil pertanian mereka.

Konsep Sistem Pertanian Terpadu atau integrated farming system (IFS) yang dikembangkan dalam pemberdayaan masyarakat adalah konsep pertanian yang dapat dikembangkan untuk lahan pertanian terbatas maupun lahan luas. Pada lahan terbatas atau lahan sempit yang dimiliki oleh petani umumnya konsep ini menjadi sangat tepat dikembangkan dengan pola intensifikasi lahan. Lahan sempit akan memberikan produksi maksmimal tanpa ada limbah yang terbuang percuma karena limbah produksi dapat dimanfaatkan kembali untuk meningkatkan kesuburan lahan. Sedangkan untuk lahan lebih luas konsep ini akan menjadi suatu solusi mengembangkan pertanian agrobisnis yang lebih menguntungkan. Adapun komoditi unggulan dapat disesuaikan dengan keadaan suatu daerah pengembangan, apakah pertanian, peternakan, maupun perikanan.

Namun dalam prakteknya, sosialisasi dan implementasi program IFS tidak dapat dan tidak boleh dipaksakan kepada komunitas petani karena belum tentu potensi SDA dan SDM yang ada pada kelompok tani dampingan dapat dikembangkan sesuai konsep dan disain IFS diatas. Oleh sebab itu, CECOM Foundation memposisikan diri sebatas sebagai fasilitator yang mengedepankan kredo pendampingan partisipatif yaitu “memulai dari sesuatu yang dimiliki masyarakat” dan “membangun dari sesuatu yang dimiliki masyarakat”, sehingga dari sejumlah kelompok tani dampingan CECOM ada kelompok-kelompok tani yang mengembangkan usaha tani secara sederhana dan tidak mengintegrasikan sub-sub sektor pertanian seperti pada disain IFS.

5.2. Monitoring dan Evaluasi Program IFS

Monitoring dan evaluasi partisipatif dikembangkan sebagai model yang melibatkan semua pihak, berupa suatu kolaborasi antara field CD Officer CECOM (‘outsider’) dan kelompok tani dampingan (‘insider’) yang secara bersama-sama memutuskan bagaimana mengukur kemajuan program IFS, dan bagaimana tindak lanjut langkah perbaikannya (corrective action). Model ini tidak mencari-cari kesalahan, tetapi memberdayakan, agar dapat ditemukan corrective action yang tepat sehingga proyek dapat berjalan dengan baik, transparan, serta mempunyai

(13)

validitas dan obyektifitas yang tinggi, sekaligus mampu memuaskan semua pihak yang terkait.

Proses monitoring program IFS pada CECOM Foundation menggunakan metode pengamatan langsung, berperan serta dan wawancara mendalam oleh field CD Officer kemudian melakukan pencatatan pada buku monitoring yang telah disiapkan. Ada dua alat monitoring yang dikembangkan pada program IFS yaitu (1) Family Visit Monitoring, adalah satu bentuk kegiatan merekam perkembangan program IFS yang dijalankan oleh masing-masing anggota kelompok melalui pendekatan kunjungan, pengamatan langsung dan wawancara dengan petani dampingan. Informasi dan data monitoring dicatat pada buku Family Visit Monitoring kemudian ditandatangani oleh anggota kelompok yang bersangkutan dan oleh pengurus kelompok yang pada saat itu bersama field CD officer melakukan kegiatan monitoring program IFS, (2) Group Meeting Monitoring, adalah sebuah alat untuk mengukur tingkat partisipasi dan dinamika kelembagaan kelompok tani melalui pemantauan kegiatan pertemuan-pertemuan kelompok tani. Dari pemantauan seperti ini, fasilitator pemberdayaan atau pendamping berperan serta dalam pertemuan tersebut sekaligus merekam proses dinamika kelompok tani.

Pada program IFS ini salah satu alat yang dipilih adalah alat evaluasi partisipatif Vectorial Project Analysis (VPA) yang dianggap paling sesuai untuk menilai situasi kehidupan masyarakat. VPA adalah suatu metode evaluasi yang merupakan penggabungan antara metoda evaluasi kualitatif dan kuantitatif yang sederhana, namun komprehensif dengan hasil yang mudah untuk dimengerti, baik untuk kepentingan evaluasi atau untuk melakukan suatu penilaian dan penjajakan untuk kebutuhan implementasi program yang akan datang, sehingga VPA dapat digunakan untuk melihat dan mengetahui tingkat keberhasilan dan kemungkinan keberlanjutan suatu program pemberdayaan masyarakat.

Selain VPA yang akan menilai situasi kehidupan masyarakat, pengumpulan data evaluasi yang berkaitan langsung dengan program IFS dilakukan dengan tehnik Focus Group Discussion (FGD) pada penerima manfaat program. Untuk memperkaya hasil evaluasi komentar dan catatan enumerator lokal yang berkaitan dengan situasi dan kondisi di lapangan juga merupakan salah satu masukkan yang sangat penting bagi obyektifitas hasil evaluasi ini.

Gambar

Gambar 11  Pengembangan Kelembagaan Komunitas CECOM
Tabel 3. Data Perkembangan Poktan Dampingan CECOM Foundation tahun 2008
Tabel 4.  Perkembangan Program IFS CECOM Foundation  2005 – 2008

Referensi

Dokumen terkait

Anak tunanetra membuat paragraf deskriptif menggunakan huruf braille, kemudian peneliti dibantu oleh pembimbing anak tunantera tersebut untuk menganalisis hasil paragraf

Sebagaimana teori interaksi simbolik (Charles H. Cooley, 2012) strategi pengembangan Kurikulum 2013 harus dirancang sebagai suatu sistem, artinya pembelajaran itu

Berdasarkan data dari Puskesmas Turikale dan Mandai diperoleh distribusi rumah berdasarkan pencahayaan menunjukkan bahwa distribusi rumah penderita Kusta berdasarkan

Berdasarkan hasil yang telah diperoleh pada penelitian tersebut, maka pada penelitian ini dibuat anoda baterai litium berbasis karbon aktif dengan variasi konsentrasi

Pada proses roll-up, perubahan gerakan heave yang paling signifikan terjadi pada arah pembebanan quarter seas pada posisi 2 yaitu tereduksi sebesar 30.2% , gerakan roll

PETA JABATAN BALAI BAHASA KALIMANTAN TENGAH.

Tetapi penelitian lain seperti yang dilakukan Kallapur & Trombley (1999); Suharli (1997) menemukan bahwa investasi tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Investasi

Responden yang memberikan susu formula pada anak usia lebih dari 5 tahun yang memiliki tingkat keparahan karies kategori sangat rendah tidak ada, kategori rendah