commit to user
commit to user
commit to user
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kahadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat, karunia dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis
dengan judul “Pengaruh Ownership Retention, Reputasi Underwriter, Umur, dan
Komisaris Independen Terhadap Pengungkapan Intellectual Capital dalam
Prospektus IPO dengan Proprietary Cost sebagai Variabel Pemoderasi” ini
disusun untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi
Magister Akuntansi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam proses penulisan tesis ini, penulis telah mendapat bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S., selaku rektor Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
2. Prof. Drs. Suranto, M.Sc., P.hD., selaku ketu program Pasca Sarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Dr. Bandi, M.Si., Ak., selaku ketua program Magister Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Drs. Muhammad Agung Prabowo, M.Si., P.hD., Ak selaku sekretaris program
Magister Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
5. Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Ak., selaku pembimbing tesis, yang
dengan penuh kesabaran, keramahan, keikhlasan, dan penuh perhatian telah
commit to user
membantu penulis untuk mencapai hasil yang terbaik di tengah jadwal beliau
yang padat.
6. Anas Wibawa, S.E., M.Si., Ak., selaku pembimbing tesis, yang dengan penuh
kesabaran, keramahan, keikhlasan, dan penuh perhatian telah memberikan
bimbingan dan arahan kepada penulis sejak awal sampai dengan penyelesaian
penulisan tesis ini.
7. Dra. Y. Anni Aryani, M.Prof.Acc., Ph.D., Ak. dan Drs. Djoko Suhardjanto,
M.Com(Hons), Ph.D., Ak., selaku penguji dalam ujian tesis.
8. Bapak dan ibu dosen program Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ilmu yang
bermanfaat kepada penulis.
9. Staf program Magister Akuntansi yang telah membantu kelancaran
administrasi.
10. Semua teman-teman yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung selama penulis
menyelesaikan studi. Penulis meminta maaf kepada semua pihak yang terkait
dalam penulisan tesis ini atas segala kekurangan dan kekhilafan penulis. Harapan
penulis semoga tesis ini dapat bermanfaat.
Surakarta, Mei 2011
commit to user
1 DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... Error! Bookmark not defined. HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... Error! Bookmark not defined. KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... 1
DAFTAR TABEL ... 5
DAFTAR GAMBAR ... 6
DAFTAR LAMPIRAN ... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK ... Error! Bookmark not defined. ABSTRACT ... Error! Bookmark not defined. BAB I PENDAHULUAN ... 7
A. Latar Belakang Masalah ...7
B. Perumusan Masalah ...20
C. Tujuan Penelitian ...23
D. Manfaat Penelitian ...24
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS ... 25
A. Signaling Theory ...25
B. Intellectual Capital ...28
C. Ownership Retention ...33
commit to user
2
E. Umur Perusahaan ...37
F. Komisaris Independen ...38
G. Konsentrasi Industri dan Proprietary Cost ...40
H. Variabel Kontrol ...43
I. Penelitian Terdahulu ...47
J. Pengembangan Hipotesis ...51
1. Ownership Retention dan Pengungkapan Intellectual Capital ...51
2. Reputasi Underwriter dan Pengungkapan Intellectual Capital ...55
3. Umur Perusahaan dan Pengungkapan Intellectual Capital ...58
4. Komisaris Independen dan Pengungkapan Intellectual Capital ...60
5. Proprietary Cost, Ownership Retention, dan Pengungkapan Intellectual Capital ...64
K. Rerangka Konseptual ...70
BAB III METODE PENELITIAN ... 71
A. Populasi dan Sampel Penelitian ...71
B. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ...73
C. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ...73
D. Analisis Data ...82
1. Uji Asumsi Klasik ...82
2. Pengujian Hipotesis ...85
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 89
A. Statistik Deskriptif ...89
commit to user
3
1. Uji Normalitas ...94
2. Uji Multikolinieritas ...98
3. Uji Autokorelasi ...101
4. Uji Heterokedastisitas ...102
C. Pengujian Hipotesis ...104
D. Pembahasan ...112
1. Pengujian hipotesis pengaruh positif ownership retention terhadap pengungkapan intellectual capital pada perusahaan yang melakukan IPO ...112
2. Pengujian hipotesis positif pengaruh reputasi underwriter terhadap pengungkapan intellectual capital pada perusahaan yang melakukan IPO ...113
3. Pengujian hipotesis pengaruh positif umur perusahaan terhadap pengungkapan intellectual capital pada perusahaan yang melakukan IPO ...114
4. Pengujian hipotesis pengaruh positif komisaris independen terhadap pengungkapan intellectual capital pada perusahaan yang melakukan IPO ...115
5. Pengujian hipotesis proprietary cost memoderasi (dengan arah negatif) pengaruh ownership retention terhadap pengungkapan intellectual capital pada perusahaan yang melakukan IPO ...117
E. Pembahasan mengenai variabel kontrol ...117
commit to user
4
A. Kesimpulan ...120
B. Keterbatasan ...123
C. Saran ...124
DAFTAR PUSTAKA ... 126
commit to user
5
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Jumlah Sampel Penelitian ...90
Tabel 2 Jumlah Perusahaan yang Memenuhi Kriteria Berdasarkan Tipe Industri 91 Tabel 3 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian ...92
Tabel 4 Hasil Uji Normalitas – Model Regresi 1 : Kolmogorov-Smirnov ...97
Tabel 5 Hasil Uji Normalitas – Model Regresi 2 : Kolmogorov-Smirnov ...97
Tabel 6 Hasil Uji Multikolinieritas – Model Regresi 1 ...99
Tabel 7 Hasil Uji Multikolinieritas – Model Regresi 2 ...100
Tabel 8 Hasil Uji Autokorelasi – BG test ...101
commit to user
6
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1Diagram Skematik Rerangka Konseptual ...70
Gambar 2 Hasil Uji Normalitas – Model Regresi 1: Grafik Normal Probability
Plot ...95
Gambar 3 Hasil Uji Normalitas – Model Regresi 2 : Grafik Normal Probability
Plot ...96
Gambar 4 Hasil Uji Heterokedastisitas – Model 1 ...103
commit to user
7 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dinamika bisnis abad 21 secara pesat ditentukan dan dikendalikan oleh
elemen-elemen intellectual capital/knowledge base (Singh dan Zahn 2008),
sehingga modal konvensional seperti sumber daya alam, sumber daya keuangan,
dan aktiva fisik lainnya menjadi kurang penting dibandingkan dengan modal yang
berbasis pengetahuan dan teknologi (Yusuf dan Sawitri 2009). Intellectual capital
secara berangsur-angsur menggantikan aset fisik tradisional sebagai penentu
sukses dan kinerja masa depan perusahaan (Yau, Chun, dan Balaraman 2009).
Pendapat tersebut senada dengan yang dikatakan oleh Cumby dan Conrod (2001)
bahwa intellectual capital semakin dilihat sebagai bagian terintegrasi pada proses
penciptaan nilai perusahaan. Menurut Pulic dan Bornemann (1999) sebagaimana
dikutip oleh Williams (2001) bahwa dalam “new economy” intellectual capital
telah menjadi satu-satunya competitive advantage suatu perusahaan. Oleh karena
itu, intellectual capital dianggap sebagai aset yang sangat bernilai dan berpotensi
bagi kesuksesan suatu perusahaan dalam dunia bisnis modern.
Pentingnya modal berbasis pengetahuan dan teknologi (intellectual
capital) sebagai competitive advantage untuk memenangkan kompetisi bisnis
yang semakin keras dapat dilihat ilustrasinya pada kondisi pasar Nokia di
commit to user
8
Indonesia, namun karena Nokia kurang berinovasi maka kalah daya saing dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Nokia sebenarnya memiliki divisi research yang handal, namun ragu untuk
mengembangkan aplikasi smart phone. Nokia masih berkutat menggunakan
Symbian OS yang tidak pernah di-update, sehingga meskipun Nokia user friendly
tapi kalah canggih dibandingkan kompetitornya. Konsekuensinya adalah terjadi
penurunan pada nilai perusahaan, dalam tiga tahun terakhir harga saham anjlok
hingga 80% (strategimanajemen.net) dan menurut riset IDC (International Data
Corporation) pangsa pasar Nokia turun dari 38% pada tahun 2009 menjadi 28%
pada akhir tahun 2010 (www.tempointeraktif.com). Ilustrasi tersebut menunjukkan pentingnya usaha untuk membangun perusahaan yang berbasis
intellectual capital sehingga dapat meningkatkan company’s value.
Fenomena intellectual capital di Indonesia tampak mulai berkembang
seiring hadirnya PSAK No.19 (revisi 2000), namun PSAK tersebut tidak
menyebutkan intellectual capital secara eksplisit. Intellectual capital perusahaan
dapat dianggap sebagai bentuk unaccounted capital dalam sistem akuntansi
tradisional meskipun beberapa di antaranya, misalnya goodwill, patent, copyright,
dan trade mark diakui sebagai aktiva tidak berwujud (Purnomosidhi 2006).
Menurut Purnomosidhi (2006) timbulnya unaccounted capital tersebut
dikarenakan sangat ketatnya kriteria akuntansi bagi pengakuan dalam penilaian
aktiva, yaitu keteridentifikasian, adanya pengendalian sumber daya, dan adanya
manfaat ekonomis di masa depan (PSAK No.19:19.5). Akibatnya financial
reporting tradisional telah dirasakan gagal untuk dapat menyajikan informasi
penting ini dan Widyaningdyah (2008) menyatakan bahwa fenomena distorsi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Indonesia. Bukh (2003) menyatakan bahwa mekanisme pelaporan tradisional
tidak mampu untuk mencakup secara cukup syarat pelaporan pada perusahaan
“new economy”.
Purnomosidhi (2006) menegaskan bahwa ketidakpuasan terhadap financial
reporting menjadi semakin meningkat karena ketidakmampuannya untuk
menyediakan informasi yang cukup kepada stakeholders tentang kemampuan
perusahaan untuk menciptakan nilai. Model akuntansi tradisional gagal untuk
menyediakan informasi yang relevan dan informasi yang berarti sehubungan
dengan intellectual capital perusahaan (Sonnier, Carson, dan Carson 2008), hal
ini dikhawatirkan akan mendistorsi informasi yang diterima oleh pihak-pihak
yang berkepentingan terhadap perusahaan (Widyaningdyah 2008). Ketidakpuasan
dan adanya peningkatan permintaan pelaporan dari stakeholder mendorong
perusahaan untuk meningkatkan praktik pengungkapan informasi sukarela yang
lebih komprehensif.
Lebih lanjut berkenaan dengan pengungkapan sukarela, pengungkapan
intellectual capital menjadi top ten information yang dibutuhkan pemakai (Taylor
and Associates 1998 dalam Williams 2001). Investor membutuhkan pengetahuan
sumber daya intellectual capital, oleh karena itu akan tertarik pada informasi yang
berhubungan dengan intellectual capital (Singh dan Zahn 2007). Goh dan Lim
(2004) menyatakan bahwa informasi intellectual capital adalah salah satu
informasi yang dibutuhkan oleh investor, hal ini dikarenakan informasi mengenai
intellectual capital menyebabkan investor dapat menilai kemampuan perusahaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Defisiensi dan inkonsistensi dalam pelaporan intellectual capital yang
berhubungan dengan informasi menciptakan timbulnya asimetri informasi antara
investor-investor yang informed dan yang uninformed (Walker 2006; Singh dan
Zahn 2008). Asimetri informasi merupakan suatu kondisi satu pihak memiliki
informasi lebih baik daripada pihak lain. Guo, Lev, dan Zhou (2004) menyatakan
bahwa asimetri informasi meningkat saat perusahaan melakukan go public.
Berkenaan dengan asimetri informasi, Diamond dan Verrecchia (1991), Boesso
dan Kumar (2007), Zahn dan Singh (2007), dan Singh dan Zahn (2008)
menyatakan bahwa pengungkapan (informasi finansial dan non finansial) yang
luas merupakan kebijakan yang dapat mengurangi asimetri informasi. Dengan
pengungkapan yang luas (seperti pengungkapan intellectual capital) maka akan
mengurangi adanya gap informasi dan ketidakpastian, yang pada akhirnya akan
berpengaruh pada penilaian perusahaan yang lebih akurat .
Penelitian ini menguji determinan pengungkapan intellectual capital pada
prospektus Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Topik ini
menarik perhatian penulis dengan alasan sebagai berikut. Pertama, berkenaan
dengan intellectual capital, Sawarjuwono dan Kadir (2003) mengemukakan
bahwa implementasi pengungkapan intellectual capital merupakan sesuatu yang
masih baru bukan saja di Indonesia tetapi juga di lingkungan bisnis global.
Mereka mengungkapkan bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia belum
memberikan perhatian terhadap human capital, structural capital, dan customer
capital, padahal semua ini merupakan elemen pembangun intellectual capital
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
atau memberikan perhatian terhadap intellectual capital maka perusahaan akan
enggan melakukan pengungkapan intellectual capital.
Kedua, pada saat IPO terdapat asimetri informasi dan perusahaan belum
memiliki nilai pasar, sehingga investor potensial sulit untuk melakukan penilaian
terhadap perusahaan. Dalam kondisi tersebut, informasi dalam prospektus
seringkali menjadi satu-satunya sumber bagi investor potesial dalam pengambilan
keputusan investasi. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor
KEP-51/PM/1996 tentang pedoman mengenai bentuk dan isi prospektus dan
prospektus ringkas dalam rangka penawaran umum menyebutkan informasi yang
harus diungkap oleh emiten dalam prospektus. Walaupun peraturan tersebut sudah
mengindikasikan bahwa intellectual capital sudah mulai mendapatkan perhatian
dari regulator, namun pengungkapan wajib tersebut belum memadai bagi investor
sebagai dasar pengambilan keputusan, karena tidak cukup menggambarkan
potensi penciptaan nilai suatu perusahaan. Prospektus karena utamanya ditujukan
untuk investor, maka seharusnya lebih forward oriented, dan mengungkapkan
lebih banyak informasi aktiva tidak berwujud dalam perusahaan (Nielsen, Bukh,
Mouritsen, Johansen, dan Gormsen 2006). Di sisi lain Purnomosidhi (2006) dalam
penelitiannya berpendapat bahwa keberadaan investor institusional yang relatif
kecil dalam struktur kepemilikan dan rendahnya persentase saham yang
diperdagangkan di BEI dapat menurunkan jumlah ungkapan. Dalam kondisi yang
sama, menurut signaling theory, kondisi ini tidak memotivasi para manajer untuk
memberi sinyal kepada pasar bahwa mereka menciptakan sumber daya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
(seperti pengungkapan sukarela intellectual capital) merupakan informasi yang
bernilai bagi investor yang dapat mengurangi ketidakpastian (Bukh 2003),
terutama dalam IPO yang lazim terjadi asimetri informasi yang tinggi. Di samping
itu, pengungkapan sukarela intellectual capital seringkali merupakan satu-satunya
jalan untuk memberi sinyal tentang eksistensi dan signifikansi sumber daya
intellectual capital kepada investor (Sonnier et al. 2008). Dengan demikian
pendapat Purnomosidhi (2006) berbeda dengan hasil penelitian Singh dan Zahn
(2008), yang menunjukkan hubungan positif antara ownership retention (retensi
kepemilikan) dan pengungkapan intellectual capital.
Ketiga, penelitian di Indonesia pada bidang intellectual capital masih
sangat terbatas (Boedi 2008). Penelitian mengenai determinan pengungkapan
intellectual capital masih sangat jarang, terutama dengan setting IPO (Singh dan
Zahn 2008). Prospektus IPO dapat dikatakan diabaikan dalam penelitian
mengenai pengungkapan intellectual capital (Cordazzo, Wielen, dan Vergauwen
2008). Ketiga alasan yang dikemukakan di atas tersebut memotivasi penulis untuk
menguji faktor-faktor yang diduga dapat mendorong perusahaan yang melakukan
IPO agar bersedia melakukan pengungkapan intellectual capital.
Li, Pike, dan Haniffa (2008) mengungkapkan bahwa beberapa persektif
teori dapat digunakan untuk menjelaskan variasi pengungkapan intellectual
capital. Beberapa peneliti sebelumnya menjelaskan variasi atau kecenderungan
pengungkapan intellectual capital dapat dijelaskan berdasarkan perspektif teori
yang berbeda. Misalnya, Guthrie, Petty, Yongvanich, dan Ricceri (2004) dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Patelli dan Prencipe (2007) menggunakan agency theory, dan Singh dan Zahn
(2008) menggunakan signaling theory. Sementara itu penelitian ini menggunakan
signaling theory, karena dianggap sesuai untuk menjelaskan kecenderungan
pengungkapan intellectual capital dengan setting IPO.
Penelitian ini termotivasi dari eksistensi temuan Singh dan Zahn (2008)
yang penelitiannya menggunakan sampel 444 prospektus perusahaan yang
melakukan IPO di Singapore Stock Exchange 1996-2007. Variabel independen
dalam penelitian mereka adalah ownership retention dan variabel dependennya
adalah pengungkapan intellectual capital. Dalam penelitian tersebut digunakan
dua variabel pemoderasi yaitu proprietary cost dan struktur corporate
governance. Sementara itu, variabel kontrol yang digunakan dalam penelitian
tersebut meliputi gross proceed, rencana kompensasi eksekutif, leverage, reputasi
underwriter, reputasi soliciter, umur perusahaan (age), dan reputasi auditor.
Berbeda dengan penelitian Singh dan Zahn (2008), fokus penelitian ini
adalah menginvestigasi pengungkapan intellectual capital pada prospektus
perusahaan yang melakukan IPO di BEI periode 2000-2007. Penelitian ini
menggunakan ownership retention, reputasi underwriter, umur perusahaan, dan
komisaris independen sebagai variabel independen, sedangkan proprietary cost
sebagai variabel pemoderasi. Sementara itu, mengikuti Singh dan Zahn (2008),
gross proceed, rencana kompensasi eksekutif, leverage, dan reputasi auditor
dipertimbangkan sebagai variabel kontrol dalam penelitian ini.
Bagi investor yang ingin membeli saham pada pasar perdana atau saham
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
juga dengan sebutan unseasoned equity offerings) terdapat informasi yang
asimetri antara pemilik lama dengan investor potensial. Pemilik lama memiliki
informasi privat tentang prospek perusahaan atau mengetahui tentang kondisi dan
prospek arus kas di masa yang akan datang, sedangkan investor potensial tidak
memiliki informasi tersebut. Investor tidak mengetahui apakah perusahaan yang
melakukan IPO itu benar-benar bagus. Untuk itu, diperlukan suatu sinyal yang
dapat ditangkap dan dianalisis oleh calon investor bahwa perusahaan mempunyai
prospek yang bagus. (Hartono 2008)
Mendasarkan pada signaling theory, maka perusahaan akan melakukan
pengungkapan intellectual capital untuk meminimalkan asimetri informasi. Sinyal
pengungkapan intellectual capital yang mengindikasikan kemampuan perusahaan
untuk menciptakan nilai masa depan akan meningkatkan penilaian investor. How
dan Howe (2001) mengungkapkan bahwa untuk memecahkan masalah asimetri
informasi, studi terdahulu berfokus pada mekanisme selain pengungkapan untuk
memberi sinyal kualitas IPO, seperti melalui mekanisme ownership retention dan
penggunaan underwriter yang bereputasi. Kualitas IPO yang bagus,
bagaimanapun, menggunakan sinyal berganda (multiple signals) seperti
pengungkapan sukarela yang lebih banyak untuk menarik investor (Jog dan
McConomy 2003), karena pengungkapan yang lebih banyak berarti memperkuat
nilai IPO (Singh dan Zahn 2008).
Variabel independen pertama dalam penelitian ini adalah ownership
retention. Penggunaan variabel ownership retention sebagai variabel independen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Alasan yang mendasari adalah bahwa ownership retention dapat memberikan
sinyal tentang kualitas perusahaan, dan apabila perusahaan menggunakan strategi
pengungkapan intellectual capital sebagai sinyal, maka terdapatnya ownership
retention yang semakin tinggi akan semakin memotivasi perusahaan untuk
meningkatkan pengungkapan intellectual capital. Dengan demikian akan semakin
memperkuat sinyal yang ditujukan kepada investor potensial.
Signaling theory menyatakan bahwa perusahaan dengan kualitas tinggi
mampu untuk menjembatani asimetri informasi dengan menggunakan sinyal
kualitas yang mahal, hal ini tidak dapat ditirukan oleh perusahaan dengan kualitas
rendah (Cai, Duxbury, dan Keasey 2007). Literatur masa lampau mengadopsi
asimetri informasi pada pasar IPO menyatakan retensi kepemilikan (ownership
retention) (Leland dan Pyle 1977) adalah sinyal dari kualitas perusahaan. Dengan
mengamati ownership retention, investor potensial dapat menyimpulkan prospek
perusahaan yang ditawarkan. Semakin besar tingkat kepemilikan yang ditahan
(atau semakin kecil persentase saham yang ditawarkan) akan memperkecil tingkat
ketidakpastian pada masa yang akan datang (Murdiyani 2009), hal ini berarti pula
semakin baik prospek perusahaan sehingga semakin meningkatkan nilai pasar
perusahaan setelah IPO (Leland dan Pyle 1977).
Singh dan Zahn (2008) memperluas prediksi teori Leland dan Pyle (1977)
dengan menguji hubungan ownership retention terhadap pengungkapan
intellectual capital pada prospektus perusahaan IPO di Singapura. Hasil penelitian
mereka menunjukkan bahwa ownership retention mempunyai hubungan positif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
apabila tingkat ownership retention semakin tinggi maka semakin besar kesediaan
perusahaan yang melakukan IPO untuk memberikan informasi tentang sumber
daya dan potensi intellectual capital. Hasil penelitian tersebut memberikan
dukungan terhadap penelitian Bukh, Nielsen, Gormsen, dan Mouritsen (2005)
yang menyatakan bahwa tingkat kepemilikan manajerial sebelum IPO secara
signifikan berhubungan dengan tingkat pengungkapan intellectual capital.
Perusahaan yang manajemennya memiliki sebuah kepentingan kepemilikan dalam
listing mengungkap informasi intellectual capital lebih banyak (Bukh et al. 2005).
Perusahaan yang ownership retention-nya tinggi ketika melakukan IPO,
dapat dikatakan bahwa perusahaan tersebut memiliki kualitas yang baik. Courteau
(1995) mengembangkan model Leland dan Pyle (1977) dengan menambahkan
sinyal tambahan pada variabel ownership retention sebagai sinyal nilai
perusahaan, yaitu komitmen pemilik lama mengenai lamanya (jangka waktu)
periode menahan kepemilikan. Strategi signifikan berupa ownership retention
yang ditambah dengan komitmen untuk menahan periode kepemilikan menjadi
mekanisme sinyal yang semakin meyakinkan investor mengenai kualitas IPO.
Pendapat Courteau (1995) ini akhirnya mendorong penulis untuk menambahkan
sinyal tambahan berupa komitmen pemilik lama untuk menahan periode
kepemilikan dengan jangka waktu minimal enam bulan sejak tanggal efektif.
Pertimbangan jangka waktu minimal enam bulan tersebut adalah berdasar
pada informasi yang tercantum dalam prospektus IPO. Pertimbangan tersebut
dikarenakan prospektus perusahaan sampel dalam penelitian ini menyatakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
yang berbeda pada setiap perusahaan, yaitu berkisar antara 6 (enam) sampai
dengan 12 bulan.
Lebih lanjut lagi, untuk lebih mendukung persepsi tersebut di atas maka
perusahaan akan lebih banyak mengungkapkan intellectual capital yang
dimilikinya. Kepercayaan investor terhadap kualitas IPO melalui mekanisme
sinyal positif berupa ownership retention yang ditambah dengan komitmen
menahan periode kepemilikan minimal enam bulan ini diharapkan akan
mendorong emiten bersedia memberikan transparansi yang lebih besar mengenai
potensi penciptaan nilai perusahaan. Oleh karena sumber daya intellectual capital
memiliki kontribusi terhadap terjadinya gap informasi dengan investor, maka
emiten berharap dengan pengungkapan informasi intellectual capital yang lebih
banyak dalam prospektus ini akan efektif mengurangi masalah asimetri informasi
dan ketidakpastian. Hal ini dikarenakan pengungkapan informasi intellectual
capital dianggap sebagai mekanisme yang dapat memfasilitasi investor untuk
melakukan penilaian terhadap perusahaan dengan lebih akurat.
Berdasar pada pemikiran di atas, penelitian ini menguji pengaruh
ownership retention sebagai sinyal pelengkap yang mendorong pengungkapan
intellectual capital dalam prospektus.
Variabel kedua dalam penelitian ini adalah reputasi underwriter. Dalam
penelitian Singh dan Zahn (2008) reputasi underwriter digunakan sebagai variabel
kontrol, sedangkan dalam penelitian ini digunakan sebagai variabel independen.
Alasan yang mendasari penulis menggunakan reputasi underwriter sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Menurut signaling theory, reputasi underwriter dapat memberikan sinyal
positif mengenai perusahaan IPO (Martani 2003). Issuer dapat mengurangi
ketidakpastian dengan memberikan sinyal IPO melalui mekanisme reputasi
underwriter yang tinggi (Clarkson, Dontoh, Richardson, dan Sefcik 1991). Senada
dengan How dan Howe (2001), Jog dan McConomy (2003) berpendapat bahwa
perusahaan yang melakukan issue dapat menyediakan informasi tambahan dan
sinyal kualitas informasi melalui berbagai mekanisme seperti memilih
underwriter yang bereputasi tinggi guna mengurangi akibat asimetri informasi.
Lebih lanjut, penelitian Carter dan Manaster (1990) memberikan bukti
empiris yang mendukung hubungan positif kualitas perusahaan dengan reputasi
underwriter. Carter dan Manaster (1990) menyatakan bahwa reputasi underwriter
merupakan faktor yang signifikan dalam banyak studi IPO. Oleh karena itu, IPO
dengan kualitas yang lebih tinggi memberi sinyal informasi kunci untuk partisipan
pasar tentang nilai IPO dengan menggunakan underwriter yang bereputasi tinggi
(Chen dan Mohan 2002).
Sementara itu, Singh dan Zahn (2008) berpendapat bahwa dalam setting
IPO, pengungkapan intellectual capital antara lain tergantung pada mekanisme
sinyal. Sinyal reputasi underwriter ini menunjukkan kualitas IPO, dengan
demikian sesuai dalam konteks IPO. Mengikuti Singh dan Zahn (2008) yang
memperluas sinyal ownership retention ke dalam pengungkapan intellectual
capital, maka penulis mencoba memperluas penggunaan variabel signaling berupa
reputasi underwriter ke dalam pengungkapan intellectual capital.Variabel reputasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Sementara itu peran underwriter dalam penyusunan prospektus serta
kepentingan underwriter terhadap penjualan saham menyebabkan underwriter
diharapkan merupakan faktor yang memotivasi pengungkapan intellectual capital.
Menurut Certo, Daily, dan Dalton (2001) reputasi underwriter dapat berdampak
pada persepsi investor mengenai kualitas perusahaan IPO. Dengan demikian
penggunaan underwriter yang bereputasi baik ini akan diintrepretasikan oleh
investor sebagai sinyal positif, yang akan semakin memperkuat sinyal
pengungkapan intellectual capital. Berdasarkan diskusi di atas maka penulis
mempertimbangkan reputasi underwriter sebagai variabel independen dalam
penelitian ini.
Pada saat IPO, suatu perusahaan menginformasikan kepada pasar
mengenai kinerja, kompetensi, dan pertumbuhan potensial sebagai suatu cara
untuk meyakinkan investor bahwa berinvestasi dalam perusahaan tersebut adalah
suatu hal yang layak dan menguntungkan. Usaha untuk menarik investor ini
berpusat pada prospektus. Prospektus menyajikan informasi mengenai sasaran
usaha perusahaan, identitas dan latar belakang para pemegang saham, kapitalisasi
awal dan struktur modal perusahaan, penggunaan hasil dari penjualan efek, dan
setiap aset penting atau proses intelektual yang akan digunakan oleh perusahaan.
Informasi dalam prospektus menjadi dasar para investor dalam pembuatan
keputusan investasi (Firth dan Smith 1992).
Bukh (2003) menyatakan bahwa prospektus mengindikasikan tipe
informasi mana yang diseleksi oleh perusahaan dan penasehatnya (advisers) untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dalam hubungannya dengan investor dan analis, karena prospektus bermaksud
untuk membuktikan pertumbuhan yang berkesinambungan dan peningkatan
kemakmuran pemegang saham. Kemudian Bukh (2003) menambahkan bahwa
pencantuman informasi mengenai intellectual capital dalam prospektus adalah
sebuah indikasi bahwa perusahaan dan penasehat mereka percaya tipe informasi
ini adalah penting di dalam penilaian pasar modal mengenai nilai perusahaan
dalam prospektus dapat memberikan gambaran keadaan perusahaan dan ramalan
laba. Penelitian Singh dan Zahn (2008) dan Romadani (2010) menunjukkan hasil
bahwa underwriter berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan intellectual
capital.
Underwriter yang bereputasi baik biasanya akan menuntut lebih pada
perusahaan yang akan melakukan IPO dalam hal pengungkapan informasi karena
mereka juga mempunyai beban moral yang terkait dengan reputasi baiknya.
Penggunaan underwriter yang bereputasi yang merupakan sinyal positif
perusahaan ini akan diinterpretasikan oleh publik bahwa perusahaan memiliki
informasi dalam prospektus (seperti pengungkapan intellectual capital) yang tidak
menyesatkan. Bagaimanapun underwriter berkepentingan melindungi reputasinya
melalui pengungkapan intellectual capital yang tidak menyesatkan.
Underwriter berperan dalam mengurangi asimetri informasi yang terjadi
antara issuer dengan investor melalui dorongan underwriter terhadap perusahaan
untuk melakukan pengungkapan intellectual capital. Dengan pengungkapan
intellectual capital maka keyakinan investor tentang kualitas IPO akan meningkat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
investor melakukan keputusan investasi. Sementara itu, dalam penelitian ini
kontrak penjaminan emisi yang dilakukan oleh underwriter terhadap perusahaan
IPO adalah dalam bentuk penjaminan full commmitment, sehingga underwriter
berkepentingan atas terjualnya seluruh saham IPO. Jadi dengan alasan
kepentingan tersebut diharapkan akan membuat underwriter mendorong
perusahaan untuk memberikan pengungkapan intellectual capital, karena dengan
pengungkapan intellectual capital pada akhirnya akan membuat investor lebih
bersedia untuk membeli saham. Oleh karena itu, penggunaan underwriter yang
bereputasi diharapkan memberikan dorongan yang semakin besar akan
pengungkapan intellectual capital dalam prospektus.
Selanjutnya, variabel independen yang ketiga dalam penelitian ini adalah
umur perusahaan. Umur perusahaan adalah salah satu hal yang dipertimbangkan
investor dalam melakukan keputusan investasi. Menurut Murdiyani (2009) umur
perusahaan menunjukkan seberapa lama perusahaan mampu bertahan. Bukh et al.
(2005) mengidentifikasi bahwa umur perusahaan sering digunakan sebagai proksi
dari risiko dalam studi-studi terdahulu, semakin lama suatu perusahaan berdiri
maka investor akan menganggap risiko perusahaan tersebut lebih rendah.
Dalam penelitian Singh dan Zahn (2008) umur perusahaan digunakan
sebagai variabel kontrol, sedangkan dalam penelitian ini digunakan sebagai
variabel independen. Penggunaan umur perusahaan sebagai variabel independen
ini mengacu pada penelitian Sonnier et al. (2008). Pertimbangan yang digunakan
adalah terdapatnya hasil penelitian yang berbeda mengenai pengaruh umur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
penelitian sebelumnya. Jadi selama pengungkapan intellectual capital ini
merupakan strategi yang dipilih dan ditujukan sebagai sinyal, maka adanya sinyal
positif berupa umur perusahaan ini akan semakin mendorong pengungkapan
intellectual capital. Oleh karena itu, diharapkan sinyal yang ditujukan kepada
investor akan semakin kuat.
Dalam penelitian-penelitian terdahulu, Bukh et al. (2005), White, Lee, dan
Tower (2007), Cordazzo (2007), Singh dan Zahn (2008), dan Sonnier et al.
(2008), meneliti hubungan antara umur perusahaan dengan pengungkapan
intellectual capital, namun masing-masing menemukan hasil yang berbeda. Bukh
et al. (2005), misalnya, menemukan bahwa umur perusahaan tidak mempengaruhi
pengungkapan intellectual capital. Sementara itu Singh dan Zahn (2008)
menemukan umur perusahaan mempunyai pengaruh positif terhadap
pengungkapan intellectual capital. Sedangkan Sonnier et al. (2008) menemukan
hubungan negatif signifikan antara umur perusahaan dan tingkat pengungkapan.
Perbedaan ini yang memotivasi untuk meneliti kembali variabel umur perusahaan
sebagai determinan pengungkapan intellectual capital.
Variabel keempat. Variabel independen terakhir dalam penelitian ini
adalah komisaris independen. Penggunaan variabel ini mengacu pada penelitian
Li et al. (2008). Alasan yang mendasari adalah bahwa komisaris independen
merupakan variabel yang menarik untuk dipertimbangkan dalam pengungkapan
intellectual capital karena akan secara tidak langsung merefleksikan peran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
peran monitoring diharapkan pengungkapan akan semakin meningkat, jadi tidak
sekedar dipersepsikan memiliki peran memonitor (Hannifa dan Cooke 2002).
Dalam setting IPO, pengungkapan intellectual capital juga tergantung
pada struktur corporate governance (Singh dan Zahn 2008). Struktur corporate
governance selain berkaitan dengan struktur kepemilikan juga berhubungan
dengan komposisi dewan, ukuran dewan, dan dualitas peran chief executive officer
(CEO). Li et al. (2008) mengungkapkan bukti terbaru melalui penelitiannya di
United Kingdom dengan mengatakan bahwa struktur corporate governance
perusahaan yang lebih kuat berhubungan dengan peningkatan pengungkapan
intellectual capital.
Mengenai hubungan antara corporate governance dan pengungkapan
sukarela, Cerbioni dan Parbonetti (2007) mengungkapkan bahwa beberapa studi
terdahulu tidak secara jelas mengindikasikan apakah corporate governance dan
pengungkapan sukarela bersifat komplementer atau substitusi.
Studi empiris yang dilakukan oleh Singh dan Zahn (2008) menunjukkan
bahwa struktur corporate governance tidak menunjukkan hasil yang signifikan,
walaupun mempunyai hubungan positif terhadap pengungkapan intellectual
capital. Untuk mengukur struktur corporate governance, Singh dan Zahn (2008)
menggunakan ukuran gabungan yang meliputi: (1) jumlah direktur independen
melampaui mandatory minimum, (2) individu yang sama tidak menempati peran
yang sama sebagai ketua dewan dan CEO, (3) ketua dewan direktur adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Berbeda dengan penelitian Singh dan Zahn (2008), White et al. (2007)
hanya menggunakan proporsi direktur independen. Hasil penelitiannya
menunjukkan terdapat hubungan positif signifikan antara proporsi direktur
independen dengan pengungkapan intellectual capital.
Penelitian yang dilakukan penulis ini berbeda dengan penelitian Singh dan
Zahn (2008) karena ukuran struktur corporate governance yang digunakan
sebagai salah satu determinan pengungkapan intellectual capital hanya ukuran
kesesuaian ketentuan jumlah komisaris independen menurut peraturan BEI.
Alasan yang mendasari hal tersebut adalah sangat minimnya perusahaan sampel
dalam penelitian ini yang mengungkapkan data mengenai CEO maupun data
mengenai komisaris independen yang sekaligus berkedudukan sebagai ketua
dewan komisaris.
Keberadaan dewan komisaris adalah untuk memastikan manajemen untuk
mengungkapkan informasi keuangan dan non keuangan yang dapat menjadi good
signal bagi perusahaan (Budiyanawati 2009). Certo, Daily, dan Dalton (2001)
menyatakan bahwa dewan independen dapat memberi sinyal adanya sebuah
mekanisme pengawasan efektif, oleh karena itu meningkatkan nilai perusahaaan.
Eksistensi komisaris independen dalam struktur corporate governance
diharapkan dapat memberikan pengawasan yang efektif melalui pengungkapan
intellectual capital, sehingga akan mengurangi asimetri informasi dan
ketidakpastian investor berkenaan dengan adanya pengaruh intellectual capital
terhadap nilai perusahaan. Dengan demikian diharapkan komisaris independen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Singh dan Zahn (2008) mengungkapkan bahwa disamping manfaat
pengungkapan sukarela terdapat faktor pelemah untuk membuat pengungkapan
penuh. Dorongan ekonomi untuk pengungkapan sukarela adalah ditentukan oleh
trade-off antara penilaian benefit dan proprietary cost (Simpson 2008).
Verrecchia (1983) dalam Singh dan Zahn (2008) menyatakan bahwa
perusahaan yang menghadapi proprietary cost yang tinggi akan membatasi
pengungkapan sukarela. Ini dikarenakan pengungkapan yang demikian akan berisi
informasi proprietary yang akan mengurangi posisi kompetitif perusahaan (Dye
1986; Garcia-Meca, Parra, Larran, dan Martinez 2005; Vergauwen dan Alem
2005; Verrecchia 1983 dalam Singh dan Zahn 2008). Manajer perusahaan
menolak pengungkapan dengan alasan bahwa pengungkapan akan memberikan
informasi berharga bagi kompetitor dikarenakan informasi tersebut tidak tersedia
di tempat lain (Harris 1998). Jadi, walaupun prospektus merupakan dokumen
yang ditujukan kepada investor, namun demikian karena dokumen ini tersedia
bagi publik maka dapat digunakan oleh kompetitor.
Informasi intellectual capital merupakan informasi yang bersifat
proprietary yang jika diungkapkan akan bisa dimanfaatkan oleh pesaing, sehingga
menimbulkan cost bagi perusahaan. Hal tersebut membuat perusahaan
kemungkinan memutuskan untuk tidak melakukan pengungkapan. Oleh karena
itu, pertimbangan mengenai tingginya proprietary cost yang dihadapi oleh
perusahaan digunakan untuk menjelaskan alasan mengapa perusahaan tidak
mengungkap informasi intellectual capital. Perusahaan akan menahan informasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perusahaan dan yang menyebabkan penurunan future cash flow (Branco, Delgado,
Sa’, dan Sousa 2010). Hal ini berarti bahwa perusahaan akan melakukan
pengungkapan sukarela jika manfaat tambahan dari pengungkapan informasi
tersebut lebih besar daripada tambahan biaya yang timbul dari keputusan
pengungkapan tersebut.
Penelitian Singh dan Zahn (2008) membuktikan secara empiris bahwa
hubungan pengungkapan intellectual capital – ownership retention melemah
dengan adanya proprietary cost yang dihadapi dalam sebuah IPO. Proprietary
cost yang lebih besar, menyebabkan penurunan nilai perusahaan yang lebih besar,
dan dorongan yang lebih besar untuk tidak mengungkapkan (Singh dan Zahn
2008). Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis menduga proprietary cost
memoderasi pengaruh ownership retention terhadap pengungkapan intellectual
capital.
Berdasarkan uraian di atas maka dalam penelitian ini penulis mengambil
judul “Pengaruh Ownership Retention, Reputasi Underwriter, Umur, dan
Komisaris Independen Terhadap Pengungkapan Intellectual Capital dalam
Prospektus IPO dengan ProprietaryCost sebagai Variabel Pemoderasi”.
B. Perumusan Masalah
Literatur menyatakan bahwa pada saat IPO terdapat asimetri informasi
yang tinggi dan investor tidak mengetahui nilai lebih yang dimiliki oleh
perusahaan, konsekuensinya investor sulit untuk mengetahui kualitas IPO. Oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
informasi. Asimetri informasi ini timbul karena terdapat gap informasi antara
issuer dan investor. Zahn dan Singh (2007) menyatakan bahwa peningkatan
pengungkapan informasi finansial dan non finansial dalam IPO merupakan
mekanisme potensial untuk mengurangi asimetri informasi. Sementara itu
financial reporting yang termuat dalam prospektus dan informasi lain yang
merupakan pengungkapan wajib (mandatory disclosure), sebagaimana diatur
pengungkapannya oleh Bapepam, dianggap sebagai mekanisme yang tidak cukup
bagi investor untuk mengetahui potensi penciptaan nilai suatu perusahaan. Di sisi
lain sumber daya intellectual capital yang pengungkapannya bersifat sukarela
dianggap berkontribusi terhadap asimetri informasi dan menimbulkan
ketidakpastian.
Signaling merupakan mekanisme yang dapat mengurangi asimetri
informasi. Menurut signaling theory, pengungkapan intellectual capital dapat
memberikan sinyal positif mengenai perusahaan IPO sehingga mengurangi
asimetri informasi. Bagaimanapun perlu untuk menyajikan informasi yang
dianggap dibutuhkan oleh investor potensial (seperti informasi intellectual
capital) agar investor membuat keputusan untuk berinvestasi. Melalui
pengungkapan intellectual capital manajer dapat mentransfer komunikasi yang
reliabel dan kredibel untuk meyakinkan investor tentang kualitas IPO.
Dengan demikian dalam konteks IPO, pengungkapan intellectual capital
diharapkan dapat menjadi mekanisme potensial yang mengurangi asimetri
informasi dan ketidakpastian, namun menurut Purnomosidhi (2006) rendahnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ungkapan. Lebih lanjut Purnomosidhi (2006) menyatakan bahwa dalam kondisi
yang sama, menurut signaling theory, kondisi ini tidak memotivasi para manajer
untuk memberi sinyal kepada pasar bahwa mereka menciptakan sumber daya
intellectual capital.
Sementara itu untuk memecahkan masalah asimetri informasi, studi
terdahulu berfokus pada mekanisme selain pengungkapan untuk memberi sinyal
kualitas IPO (How dan Howe 2001). Mendasarkan pernyataan (How dan Howe
2001) serta mengikuti Singh dan Zahn (2008) yang berpendapat bahwa
pengungkapan intellectual capital dalam setting IPO tergantung pada mekanisme
sinyal, proprietary cost, dan struktur corporate governance, maka penelitian ini
menguji variabel ownership retention, reputasi underwriter, umur perusahaan, dan
komisaris independen. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini
diharapkan akan mempengaruhi pengungkapan intellectual capital atau dengan
kata lain diharapkan merupakan determinan pengungkapan intellectual capital.
Berdasar uraian sebelumnya, penelitian ini bermaksud untuk menguji
kembali konsistensi penelitian yang dilakukan oleh Singh dan Zahn (2008).
Masalah yang diteliti, selanjutnya dapat dirumuskan dalam pertanyaan sebagai
berikut:
1. Apakah terdapat pengaruh positif ownership retention pemegang saham lama
terhadap pengungkapan intellectual capital pada perusahaan yang melakukan
IPO?
2. Apakah terdapat pengaruh positif reputasi underwriter terhadap pengungkapan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. Apakah terdapat pengaruh positif umur perusahaan terhadap pengungkapan
intellectual capital pada perusahaan yang melakukan IPO?
4. Apakah terdapat pengaruh positif komisaris independen terhadap
pengungkapan intellectual capital pada perusahaan yang melakukan IPO?
5. Apakah proprietary cost memoderasi (dengan arah negatif) pengaruh
ownership retention terhadap pengungkapan intellectual capital pada
perusahaan yang melakukan IPO?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar perumusan masalah, maka tujuan dari penulisan ini
adalah sebagai berikut:
1. Membuktikan secara empiris pengaruh positif ownership retention pemegang
saham lama terhadap pengungkapan intellectual capital pada perusahaan yang
melakukan IPO.
2. Membuktikan secara empiris pengaruh positif reputasi underwriter terhadap
pengungkapan intellectual capital pada perusahaan yang melakukan IPO.
3. Membuktikan secara empiris pengaruh positif umur perusahaan terhadap
pengungkapan intellectual capital pada perusahaan yang melakukan IPO.
4. Membuktikan secara empiris pengaruh positif komisaris independen terhadap
pengungkapan intellectual capital pada perusahaan yang melakukan IPO.
5. Membuktikan bahwa proprietary cost memoderasi (dengan arah negatif)
pengaruh ownership retention terhadap pengungkapan intellectual capital
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka
penulis mengharapkan penelitian ini akan memberikan manfaat bagi pihak-pihak
berikut ini:
1. Bagi investor
Investor dapat menggunakan proporsi kepemilikian saham yang masih
dipertahankan oleh pemilik lama dan luas pengungkapan intellectual capital untuk
mengetahui prospek perusahaan di masa yang akan datang maupun untuk
pengambilan keputusan investasi. Selain itu investor dalam pengambilan
keputusan investasi dapat mempertimbangkan reputasi underwriter, umur
perusahaan, dan komisaris independen perusahaan yang melakukan IPO.
2. Bagi perusahaan
Perusahaan yang akan go public dapat menggunakan hasil penelitian ini
sebagai bahan pertimbangan dalam memutuskan luas pengungkapan intellectual
capital dalam prospektus pada waktu melakukan pengungkapan intellectual
capital.
3. Bagi akademisi
a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, gambaran, dan
bukti empiris mengenai pengaruh ownership retention, reputasi
underwriter, umur perusahaan, dan komisaris independen terhadap
pengungkapan intellectual capital serta efek moderasi proprietary cost.
b. Penelitian ini dapat menjadi acuan bagi para peneliti yang akan melakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Bab ini menyajikan teori dan hasil penelitian terdahulu yang melandasi
penelitian ini, dilanjutkan dengan pembahasan mengenai variabel penelitian,
penelitian terdahulu, pengembangan hipotesis serta rerangka konseptual.
A. Signaling Theory
Verrecchia (2001) dalam Khlifi dan Bouri (2010) menyatakan bahwa
pengurangan asimetri informasi merupakan awal yang potensial bagi teori
pengungkapan. Salah satu teori yang melatarbelakangi masalah asimetri informasi
dalam pasar adalah signaling theory (Kartika 2009). Signaling theory
mengindikasikan bahwa organisasi akan berusaha untuk menunjukkan sinyal
informasi positif kepada investor melalui mekanisme annual reports (Miller dan
Whiting 2005). Sinyal adalah tindakan yang dilakukan oleh pemilik lama dalam
mengkomunikasikan info yang dimilikinya kepada investor (Leland dan Pyle
1977). Manajer memiliki motivasi untuk mengungkapkan private information
secara sukarela karena mereka berharap informasi tersebut dapat diinterpretasikan
sebagai sinyal positif mengenai kinerja perusahaan dan mampu mengurangi
asimetri informasi (Oliveira, Rodrigues,dan Craig 2008). Hughes (1986)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
karena signaling adalah mahal dan cost yang timbul dari signaling yang tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pengungkapan sukarela intellectual capital memungkinkan bagi investor
dan stakeholder lainnya untuk lebih baik dalam menilai kemampuan perusahaan
di masa depan, melakukan penilaian yang tepat terhadap perusahaan, dan
mengurangi persepsi risiko mereka (Williams 2001; Miller dan Whiting 2005).
Hal ini berarti bahwa investor akan tertarik pada informasi yang berhubungan
dengan intellectual capital. Perusahaan mengungkapkan intellectual capital pada
annual report mereka dalam rangka memuaskan kebutuhan informasi investor,
serta meningkatkan nilai atraktif sumber daya perusahaan (Miller dan Whiting
2005).
Adanya asimetri informasi dan keinginan perusahaan untuk memberikan
sinyal kualitas perusahaan inilah yang menjadi pertimbangan utama bagi
perusahaan dalam mengungkapkan informasi intellectual capital. Melalui sinyal
positif dari organisasi maka diharapkan akan diterima respon positif dari pasar,
dengan demikian dapat memberikan keuntungan kompetitif bagi perusahaan serta
menguntungkan investor. Jadi, motivasi perusahaan untuk melakukan
pengungkapan intellectual capital dapat dijelaskan dengan signaling theory.
Khlifi dan Bouri (2010) menyatakan bahwa tidak ada teori yang pasti yang
dapat menjelaskan alasan yang mendorong pengungkapan sukarela. Dikemukakan
pula oleh Leventis dan Weetman (2000) yang dikutip oleh Oliveira et al. (2008)
bahwa sampai saat ini tidak ada single theory yang dapat menjelaskan fenomena
pengungkapan secara lengkap.
Khlifi dan Bouri (2010) mengatakan bahwa para peneliti dalam akuntansi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
teori. Berbagai teori yang digunakan dalam rangka mendapatkan penjelasan
mengenai alasan yang mendorong pengungkapan sukarela adalah agency theory,
signaling theory, political economy theory, legitimacy theory, stakeholder theory,
institutional and media-agenda setting theory, dan proprietary costs theory.
Gutrie et al. (2004) mengemukakan bahwa stakeholder theory dan legitimacy
theory adalah merupakan teori yang diketahui banyak digunakan untuk
menjelaskan fenomena pengungkapan sukarela intellectual capital.
B. Intellectual Capital
Klein dan Prusak menyatakan apa yang kemudian menjadi standar
pendefinisian intellectual capital, yang kemudian dipopularisasikan oleh Stewart
(1994) dalam Sawarjuwono dan Kadir (2003).Menurut Klein dan Prusak ”…we
can define intellectual capital operationally as intellectual material that has been
formalized, captured, and leveraged to produce a higher valued asset”.
Intellectual capital adalah informasi dan pengetahuan yang diaplikasikan
dalam pekerjaan untuk menciptakan nilai (Williams 2001). Stewart (1997) dalam
Purnomosidhi (2006) mendefinisikan intellectual capital sebagai intellectual
material, yang meliputi pengetahuan, informasi, kekayaan intelektual, dan
pengalaman yang dapat digunakan secara bersama-sama untuk menciptakan
kekayaan (wealth). Intellectual capital merupakan suatu dimensi yang
tersembunyi, namun merupakan aset yang berharga pada suatu perusahaan yang
dapat dikonversikan menjadi nilai untuk membawanya ke masa depan (Stewart
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
intellectual capital secara luas didefinisikan sebagai pengetahuan, intellectual
property atau pengalaman yang dapat digunakan untuk menciptakan kekayaan.
Pengetahuan telah menjadi faktor produksi yang penting dan oleh karenanya aset
intelektual harus dikelola oleh perusahaan (Stewart 1997 dalam Anatan dan
Ellitan 2005).
Pengungkapan intellectual capital dapat dilakukan secara sukarela
(voluntary disclosure) atau sesuai dengan kewajiban (mandatory disclosure).
Berbeda dengan pengungkapan wajib yang dibuat sesuai dengan standar akuntansi
dan diatur oleh suatu peraturan pasar modal yang berlaku, pengungkapan sukarela
merupakan pengungkapan yang dibuat sesuai dengan keinginan perusahaan.
Pengungkapan sukarela berarti tidak ada tekanan bagi perusahaan dalam
melaporkan intellectual capital sehingga efektifitas pengungkapannya tergantung
pada keuntungan dan kerugian pembuat laporan (Suhendah 2005). Pengungkapan
sukarela memiliki dampak positif yaitu berkurangnya cost of capital (Botosan
1997; Leuz dan Verrecchia 2000) dan berkurangnya asimetri informasi
(Garcia-Meca et al. 2005; Vergauwen dan Alem 2005).
Lebih lanjut berkenaan dengan pengungkapan sukarela, pengungkapan
intellectual capital menjadi top ten information yang dibutuhkan pemakai (Taylor
and Associates 1998 dalam Williams 2001). Zahn dan Singh (2007) menyatakan
bahwa sifat ketidakpastian seputar intellectual capital sangat berkontribusi bagi
asimetri informasi antara issuer dan investor. Investor, oleh karena itu,
membutuhkan pengetahuan sumber daya intellectual capital saat menilai IPO dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Informasi intellectual capital berguna bagi investor sebagai pertimbangan dalam
pengambilan keputusan.
Pike (2006) menyebutkan bahwa akan banyak keuntungan yang akan
diterima perusahaan apabila perusahaan melakukan pengungkapan yang luas
terhadap informasi intellectual capital. Keuntungan tersebut antara lain memberi
efek manfaat terhadap reputasi internal, penilaian pasar, dan kemampuan untuk
meningkatkan modal (Bontis 2003). Dengan pengungkapan informasi intellectual
capital ini manajemen perusahaan dapat mengurangi asimetri informasi,
mempengaruhi persepsi pasar terhadap nilai pasar serta meningkatkan permintaan
sekuritas perusahaan.
Pengungkapan intellectual capital adalah merujuk pada pelaporan
intellectual capital atau pernyataan intellectual capital yang melaporkan aktivitas
knowledge management perusahaan (Mouritsen, Bukh, Larsen, dan Johansen
2002). Pelaporan intellectual capital memerlukan sebuah metodologi yang relevan
terhadap aktivitas perusahaan dan terbagi dalam lima kategori yang saling
mempengaruhi, yaitu (Abidin 2000 dalam Suhendah 2005):
1. Fokus terhadap keuangan
Fokus ini memiliki kemiripan dengan informasi tradisional dari sebuah
laporan perusahaan, namun berbeda dalam memandang biaya yang telah
dikeluarkan. Biaya tersebut diidentifikasi sebagai aktivitas yang
menguntungkan di masa mendatang seperti investasi di dalam teknologi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 2. Fokus kepada konsumen
Fokus kepada konsumen dalam pelaporan intellectual capital
berhubungan dengan kondisi/perilaku konsumen, tingkat kepuasan/
ketidakpuasan, umpan balik perusahaan kepada konsumen dan metode
pendekatan kepada konsumen.
3. Fokus terhadap proses
Fokus terhadap proses berhubungan dengan infrastruktur perusahaan
seperti tingkat teknologi yang digunakan dan keberhasilan dalam
mengaplikasikan teknologi.
4. Fokus terhadap pembaharuan kembali
Fokus ini menilai kemampuan perusahaan untuk tanggap terhadap
tantangan masa depan yang mencakup posisi perusahaan di dalam pasar,
perubahan kondisi/perilaku konsumen, perubahan permintaan konsumen, serta
umur dan nilai intellectual asset perusahaan.
5. Fokus pada manusia
Fokus ini merupakan bagian terpenting, dinamis dan sulit karena
penilaian atas modal sumber daya manusia cukup kompleks.
Bukh (2003) menyatakan bahwa variasi bentuk dalam pengungkapan
intellectual capital merupakan informasi yang bernilai bagi investor, yang dapat
membantu mengurangi ketidakpastian mengenai prospek masa depan dan
memfasilitasi ketepatan penilaian terhadap perusahaan. Mengenai variasi bentuk
ini, umumnya literatur menyatakan bahwa intellectual capital dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Schneider, dan Davey 2009): (1) human capital; (2) structural capital
(organizational capital / internal structure); (3) relational capital (customer
capital / external capital).
Human capital (modal manusia) merupakan kombinasi dari pengetahuan,
keahlian (skill), kemampuan melakukan inovasi dan menyelesaikan tugas yang
meliputi nilai perusahaan, kultur, dan filsafat (Bontis 2000). Human capital
merupakan lifeblood dalam intellectual capital. Disinilah sumber innovation dan
improvement, tetapi merupakan komponen yang sulit diukur. Human capital
mencerminkan kemampuan kolektif perusahaan untuk menghasilkan solusi
terbaik berdasarkan pengetahuan yang dimiliki orang-orang yang ada dalam
perusahaan tersebut (Sawarjuwono dan Kadir 2003).
Structural capital merupakan sarana dan prasarana yang mendukung
karyawan untuk menciptakan kinerja yang optimum, meliputi kemampuan
organisasi menjangkau pasar, hardware, software, database, struktur organisasi,
patent, trademark, dan segala kemampuan organisasi untuk mendukung
produktivitas karyawan (Bontis 2000). Menurut Sawarjuwono dan Kadir (2003)
structural capital adalah kemampuan organisasai atau perusahaan dalam
memenuhi proses rutinitas perusahaan dan strukturnya yang mendukung usaha
karyawan untuk menghasilkan kinerja intelektual yang optimal serta kinerja bisnis
secara keseluruhan.
Relational capital merupakan komponen intellectual capital yang
memberikan nilai secara nyata. Relational capital merupakan hubungan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mitranya, baik yang berasal dari para pemasok yang andal dan berkualitas, berasal
dari pelanggan yang loyal dan merasa puas akan pelayanan perusahaan yang
bersangkutan, berasal dari hubungan perusahaan dengan pemerintah maupun
masyarakat sekitar (Sawarjuwono dan Kadir 2003).
C. Ownership Retention
Leland dan Pyle (1977) mengembangkan model sinyal ekuilibrium yang
memprediksi perilaku pemilik lama dalam menghadapi asimetri informasi. Pada
saat IPO terjadi asimetri informasi antara pemilik lama perusahaan dengan
investor potensial. Dibandingkan investor potensial, pemilik lama lebih
mengetahui prospek perusahaan yang ditawarkan. Untuk menekan informasi
asimetri yang terjadi pemilik lama mengkomunikasikan sinyal prospek
perusahaan. Sinyal kualitas IPO yang dikomunikasikan adalah ownership
retention, yaitu proporsi penyertaan saham pemilik lama pada perusahaan (porsi
saham yang ditahan pemilik lama setelah issue). Firth dan Liau-Tan (1998) dan
Jog dan McConomy (2003) berargumen bahwa ownership retention adalah sinyal
kualitas IPO.
Dengan sinyal ownership retention, pemilik lama mengisyaratkan bahwa
mereka yakin akan prospek perusahaan. Sinyal informasi ini digunakan untuk
meyakinkan investor potensial bahwa perusahaan memiliki prospek yang baik di
masa mendatang, sehingga menurunkan tingkat ex-ante uncertainty investor.
Menurut Downes dan Heinkel (1982) pemilik perusahaan dengan kualitas rendah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
menjual sebanyak-banyaknya saham IPO mereka sebisa mungkin, akan
merugikan bagi pemilik lama untuk menahan kepemilikan saham yang signifikan
dalam perusahaan (Singh dan Zahn 2008).
Arosio, Guidici, dan Paleari (2000) menyatakan bahwa semakin tinggi
jumlah saham yang masih dipegang pemilik lama memberikan sinyal bahwa tidak
terjadi perubahan dalam kebijakan perusahaan setelah perusahaan melakukan IPO,
sehingga justru memunculkan kepastian nilai perusahaan di masa mendatang.
Informasi tingkat ownership retention oleh pemilik lama ini akan dilihat oleh
calon investor sebagai pertanda bahwa perusahaan memiliki prospek yang baik.
Oleh karena itu, tanpa sinyal ownership retention, investor potensial meragukan
prospek perusahaan yang ditawarkan yang berakibat pada gagalnya penawaran
umum perdana perusahaan (Wiyasha 2003).
D. Reputasi Underwriter
Dalam IPO calon emiten tidak bisa langsung menawarkan sahamnya
kepada calon investor, tetapi harus melalui promotor yang disebut underwriter.
Underwriter (penjamin emisi) adalah perusahaan sekuritas yang membuat kontrak
dengan emiten untuk melakukan penawaran umum bagi kepentingan emiten
(Darmadji dan Fakhruddin 2001) dan merupakan lembaga yang mempunyai peran
kunci pada setiap emisi efek di pasar modal (Sunariyah 2006).
Salah satu fungsi underwriter adalah membantu perusahaan emiten dalam
menyusun prospektus dan menandatanganinya (Bataona 1994 dalam Wafiya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
umum dengan tujuan agar pihak lain membeli efek (Darmadji dan Fakhruddin
2001).
Dalam menjalankan fungsinya, para penjamin emisi senantiasa menjaga
citra baik dirinya sebagai profesional dan dituntut untuk memiliki integritas yang
tinggi di mata masyarakat. Penjamin emisi akan menolak perusahaan yang
mencoba menyediakan informasi yang dapat menyesatkan kepada masyarakat.
Mengingat apabila terjadi kesalahan dalam prospektus akan mengakibatkan
kerugian bagi para pemodal, segala kesalahan penyajian informasi yang telah
disampaikan kepada masyarakat, maka penjamin emisi ikut bertanggung jawab
atas kesalahan tersebut (Sunariyah 2006).
Dalam peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
(BAPEPAM-LK) Nomor IX.C.2/1996 terdapat ketetapan pedoman tentang bentuk
dan isi prospektus. Pasal 78 menetapkan bahwa prospektus tidak dapat berisi
pernyataan yang salah atau menghapuskan informasi yang materiil yang akan
diperlukan untuk keakuratan prospektus. Berdasarkan Pasal 80, pernyataan yang
salah dalam prospektus dapat menimbulkan sanksi perdata. Berdasarkan Pasal
102, BAPEPAM-LK dapat mengenakan sanksi administratif, serta tanggung
jawab pidana berdasarkan Pasal 104. Berkenaan dengan peraturan ini maka
underwriter harus melakukan penelitian dan memberikan kemampuan terbaiknya
dalam memeriksa segala pernyataan dan informasi yang akan dimuat dalam
prospektus.
IPO dengan kualitas yang lebih tinggi memberi sinyal informasi kunci
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
bereputasi tinggi (Chen dan Mohan 2002). Penggunaan underwriter yang
berpengalaman dan bereputasi baik dapat mengorganisir IPO secara profesional
dan memberikan pelayanan yang lebih baik kepada investor (Sulistio 2005).
Dengan melihat fungsi dan tanggung jawabnya masing-masing dalam
suatu sindikasi, para penjamin emisi dibedakan menjadi tiga, yaitu penjamin
utama emisi (lead underwriter), penjamin pelaksana emisi (managing
underwriter), dan penjamin peserta emisi (co underwriter) (Sunariyah 2006).
1. Penjamin Utama Emisi (Lead Underwriter)
Penjamin utama emisi ini membuat kontrak dengan emiten dalam suatu
perjanjian. Dalam perjanjian ini penjamin utama emisi memberikan jaminan
penjualan efek dan pembayaran seluruh nilai efek kepada emiten. Apabila
penjamin utama emisi lebih dari satu, maka jaminan tersebut diberikan secara
bersama-sama. Jadi, penjamin utama emisi tipe ini yang bertanggung jawab atas
seluruh penyelenggaraan suatu penawaran umum.
2. Penjamin Pelaksana Emisi (Managing Underwriter)
Penjamin pelaksana emisi ini yang akan mengkoordinir pengelolaan serta
penyelenggaraan emisi efek. Di dalam pelaksanaannya penjamin pelaksana emisi
mempunyai tanggung jawab antara lain membentuk suatu kelompok penjamin,
menetapkan bagian penjaminan masing-masing penjamin emisi, menstabilkan
harga setelah pasar perdana mengalokasi penjatahan dalam hal melebihi