BAB IV
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
IV.
IV.1.
1. KET
KETOAS
OASIDO
IDOSIS DIABE
SIS DIABETIK
TIKUM
UM
IV.1.1.PendahuluanIV.1.1.Pendahuluan
Ketoasidosis Diabetikum (KAD) merupakan salah satu komplikasi akut DM akibat Ketoasidosis Diabetikum (KAD) merupakan salah satu komplikasi akut DM akibat defisiensi (absolut ataupun relatif) hormon insulin. Komplikasi akut pada Diabetes Melitus defisiensi (absolut ataupun relatif) hormon insulin. Komplikasi akut pada Diabetes Melitus merupakan keadaan darurat yang dapat mengancam jiwa bila tidak mendapat perawatan dan merupakan keadaan darurat yang dapat mengancam jiwa bila tidak mendapat perawatan dan pengobatan yang cepat dan adekuat.
pengobatan yang cepat dan adekuat.
Ketoasidosis Diabetikum (KAD) merupakan kegawatan di bidang endokrinologi yang Ketoasidosis Diabetikum (KAD) merupakan kegawatan di bidang endokrinologi yang paling
paling sering sering dihadapi dihadapi oleh oleh para para dokter dokter dalam dalam praktek praktek sehari-hari. sehari-hari. Walaupun Walaupun KAD KAD palingpaling sering ditemukan pada penderita diabetes melitus tergantung insulin (DM Tipe 1 =
sering ditemukan pada penderita diabetes melitus tergantung insulin (DM Tipe 1 = Insulin Insulin Dependent Diabetes Mellitus/IDDM
Dependent Diabetes Mellitus/IDDM ), penderita diabetes melitus tidak tergantung insulin (DM), penderita diabetes melitus tidak tergantung insulin (DM Tipe 2 =
Tipe 2 = Non Non Insulin Insulin Dependent Dependent Diabetes Diabetes Mellitus/NIDDM Mellitus/NIDDM ), pada keadaan tertentu juga), pada keadaan tertentu juga beresiko untuk mendapatkan KAD.
beresiko untuk mendapatkan KAD.
IV.1.2.
IV.1.2. PatofisiologiPatofisiologi
Gejala dan tanda KAD dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu akibat hiperglikemia Gejala dan tanda KAD dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu akibat hiperglikemia dan akibat ketosis (gambar 1). Defisiensi insulin menyebabkan berkurangnya penggunaan dan akibat ketosis (gambar 1). Defisiensi insulin menyebabkan berkurangnya penggunaan gl
glukukososa a ololeh eh jajariringngan an tetepi pi dadan n bebertrtamambabahnhnya ya glglukukononeoeogegenenesisis s di di hahatiti. . KeKeduduananyaya menyebabkan hiperglikemia.
menyebabkan hiperglikemia.
Defisiensi insulin menyebabkan bertambahnya kadar glukagon dan perubahan rasio Defisiensi insulin menyebabkan bertambahnya kadar glukagon dan perubahan rasio ini menimbulkan peningkatan lipolisis di jaringan lemak serta ketogenesis di hati. Lipolisis ini menimbulkan peningkatan lipolisis di jaringan lemak serta ketogenesis di hati. Lipolisis terjadi karena defisiensi insulin merangsang kegiatan lipase di jaringan lemak dengan akibat terjadi karena defisiensi insulin merangsang kegiatan lipase di jaringan lemak dengan akibat bertambahnya
bertambahnya pasokan pasokan asam asam lemak lemak bebas bebas ke ke hati. hati. Di Di dalam dalam mitokondria mitokondria hati hati enzim enzim karnitilkarnitil asil transferase I terangsang untuk mengubah asam lemak bebas ini menjadi benda keton, asil transferase I terangsang untuk mengubah asam lemak bebas ini menjadi benda keton, bukan
bukan mengoksidasinya mengoksidasinya menjadi menjadi COCO22 atau atau menimmenimbunnbunnya ya menjamenjadi di triglitrigliserid. Proses serid. Proses ketosiketosiss
ini menghasilkan asam betahidroksibutirat dan asam asetoasetat yang menyebabkan asidosis. ini menghasilkan asam betahidroksibutirat dan asam asetoasetat yang menyebabkan asidosis. Aseton tidak berperan dalam kejadian ini walaupun penting untuk diagnosis ketoasidosis. Aseton tidak berperan dalam kejadian ini walaupun penting untuk diagnosis ketoasidosis.
berlawanan
berlawanan dengan dengan insulin. insulin. Glukagon, Glukagon, ketokolamin, ketokolamin, kortisol, kortisol, dan dan somatotropin somatotropin masing- masing-masing naik kadarnya menjadi 450%, 760%, 450% dan 250% dibandingkan dengan kadar masing naik kadarnya menjadi 450%, 760%, 450% dan 250% dibandingkan dengan kadar normal 100%.
normal 100%.
Gambar 1. Patofisiologi Ketoasidosis Gambar 1. Patofisiologi Ketoasidosis
IV.1.3.Fakto
IV.1.3.Faktor r PencetusPencetus KAD
KAD biabiasansanya ya dicdicetuetuskaskan n oleoleh h suasuatu tu fakfaktor tor yanyang g memmempenpengargaruhi uhi funfungsi gsi insinsuliulin.n. Mengatasi pengaruh faktor ini penting dalam pengobatan dan pencegahan KAD selanjutnya. Mengatasi pengaruh faktor ini penting dalam pengobatan dan pencegahan KAD selanjutnya. Berikut ini merupakan faktor-faktor pencetus yang penting :
Berikut ini merupakan faktor-faktor pencetus yang penting : 1
1.. IInnffeekkssii In
Infekfeksi si memerurupapakakan n fafaktktor or pepencncetuetus s yayang ng papaliling ng serserining. g. PaPada da kekeadadaaaan n ininfekfeksisi kebutuhan tubuh akan insulin tiba-tiba meningkat, betapapun ringannya seperti infeksi kebutuhan tubuh akan insulin tiba-tiba meningkat, betapapun ringannya seperti infeksi saluran kemih dan bisul di jari tangan. Infeksi yang biasa dijumpai adalah infeksi saluran kemih dan bisul di jari tangan. Infeksi yang biasa dijumpai adalah infeksi salu
saluran ran kemkemih ih dan dan pnepneumoumoniania. . JikJika a ada ada kelkeluhauhan n nyenyeri ri abdabdomeomen, n, perperlu lu dipdipikiikirkarkann kemungkinan kolesistitis, iskemia usus, apendisitis, divertikulitis, atau perforasi usus. kemungkinan kolesistitis, iskemia usus, apendisitis, divertikulitis, atau perforasi usus.
Glukagon Glukagon↑↑ Insulin Insulin↓↓ Jaringan lemak Jaringan lemak Asidosis (ketosis) Asidosis (ketosis) Hati Hati Lipolisis
Lipolisis↑↑ KetogenesisKetogenesis↑↑ GlukoneogenesisGlukoneogenesis ↑
↑
Hiperglikemia Hiperglikemia H
Haattii JJaarriinnggaan n tteeppii
Penggunaan Penggunaan Glukosa Glukosa↓↓ Diuresis osmotik Diuresis osmotik Hipovolemia Hipovolemia Dehidrasi Dehidrasi
berlawanan
berlawanan dengan dengan insulin. insulin. Glukagon, Glukagon, ketokolamin, ketokolamin, kortisol, kortisol, dan dan somatotropin somatotropin masing- masing-masing naik kadarnya menjadi 450%, 760%, 450% dan 250% dibandingkan dengan kadar masing naik kadarnya menjadi 450%, 760%, 450% dan 250% dibandingkan dengan kadar normal 100%.
normal 100%.
Gambar 1. Patofisiologi Ketoasidosis Gambar 1. Patofisiologi Ketoasidosis
IV.1.3.Fakto
IV.1.3.Faktor r PencetusPencetus KAD
KAD biabiasansanya ya dicdicetuetuskaskan n oleoleh h suasuatu tu fakfaktor tor yanyang g memmempenpengargaruhi uhi funfungsi gsi insinsuliulin.n. Mengatasi pengaruh faktor ini penting dalam pengobatan dan pencegahan KAD selanjutnya. Mengatasi pengaruh faktor ini penting dalam pengobatan dan pencegahan KAD selanjutnya. Berikut ini merupakan faktor-faktor pencetus yang penting :
Berikut ini merupakan faktor-faktor pencetus yang penting : 1
1.. IInnffeekkssii In
Infekfeksi si memerurupapakakan n fafaktktor or pepencncetuetus s yayang ng papaliling ng serserining. g. PaPada da kekeadadaaaan n ininfekfeksisi kebutuhan tubuh akan insulin tiba-tiba meningkat, betapapun ringannya seperti infeksi kebutuhan tubuh akan insulin tiba-tiba meningkat, betapapun ringannya seperti infeksi saluran kemih dan bisul di jari tangan. Infeksi yang biasa dijumpai adalah infeksi saluran kemih dan bisul di jari tangan. Infeksi yang biasa dijumpai adalah infeksi
Glukagon Glukagon↑↑ Insulin Insulin↓↓ Jaringan lemak Jaringan lemak Asidosis (ketosis) Asidosis (ketosis) Hati Hati Lipolisis
Lipolisis↑↑ KetogenesisKetogenesis↑↑ GlukoneogenesisGlukoneogenesis ↑
↑
Hiperglikemia Hiperglikemia H
Haattii JJaarriinnggaan n tteeppii
Penggunaan Penggunaan Glukosa Glukosa↓↓ Diuresis osmotik Diuresis osmotik Hipovolemia Hipovolemia Dehidrasi Dehidrasi
Bila pasien tidak menunjukkan respon yang baik terhadap pengobatan KAD, maka Bila pasien tidak menunjukkan respon yang baik terhadap pengobatan KAD, maka perlu
perlu dicari dicari infeksi infeksi yang yang tersembunyi tersembunyi (misalnya (misalnya sinusitis, sinusitis, abses abses gigi, gigi, dan dan absesabses perirektal).
perirektal). 2.
2. InInfarfark Mik Miokokarard Akd Akut (ut (IMIMA)A)
Pada IMA terjadi peningkatan kadar hormon epinefrin yang cukup untuk menstimulasi Pada IMA terjadi peningkatan kadar hormon epinefrin yang cukup untuk menstimulasi lipolisis, hiperglikemia, ketogenesis dan glikogenolisis.
lipolisis, hiperglikemia, ketogenesis dan glikogenolisis. 3.
3. PenPengobgobatan atan insuinsulin lin dihdihententikaikann
Akibatnya insulin berkurang sehingga terjadi hiperglikemia dan diuresis osmotik yang Akibatnya insulin berkurang sehingga terjadi hiperglikemia dan diuresis osmotik yang mengakibatkan dehidrasi dan gangguan elektrolit.
mengakibatkan dehidrasi dan gangguan elektrolit. 4
4.. SSttrreess
Stres jasmani, kadang-kadang stres kejiwaan dapat menyebabkan KAD, kemungkinan Stres jasmani, kadang-kadang stres kejiwaan dapat menyebabkan KAD, kemungkinan karena kenaikan kadar kortisol dan adrenalin.
karena kenaikan kadar kortisol dan adrenalin. 5
5.. HHiippookkaalleemmiiaa Aki
Akibat bat hiphipokaokalemlemia ia adaadalah lah penpenghaghambambatan tan seksekresi resi insinsuliulin n dan dan turturunnunnya ya kepkepekaekaanan insulin. Ini dapat terjadi pada penggunaan diuretik.
insulin. Ini dapat terjadi pada penggunaan diuretik. 6
6.. OObbaatt Banya
Banyak k obat diketahui menguranobat diketahui mengurangi gi sekresi insulin atau sekresi insulin atau menammenambah bah resisteresistensi nsi insulinsulin.in. Obat-obatan yang sering digunakan dan harus dipertimbangkan perlu tidaknya pada Obat-obatan yang sering digunakan dan harus dipertimbangkan perlu tidaknya pada pasien
pasien diabetes diabetes antara antara lain: lain: hidroklortiazid, hidroklortiazid, β-blocker, β-blocker, Ca-channel Ca-channel blocker, blocker, dilantin,dilantin, dan kortisol.
dan kortisol.
Alkohol mungkin menghambat sekresi insulin karena dapat menyebabkan pankreatitis Alkohol mungkin menghambat sekresi insulin karena dapat menyebabkan pankreatitis subklinis dan mempengaruhi sel .
subklinis dan mempengaruhi sel .
IV.1.4.
IV.1.4. Gambaran Gambaran KlinisKlinis
Gambaran klinis KAD meliputi gejala-gejala klinis dan diperkuat dengan pemeriksaan Gambaran klinis KAD meliputi gejala-gejala klinis dan diperkuat dengan pemeriksaan laboratorium.
laboratorium. A. Gejala Klinis : A. Gejala Klinis :
1.
1. PoPolilididipspsiaia, , popoliliururia, ia, dadan n kekelelemamahahan n memerurupapakakan n gegejaljala a teterserseriring ng yayang ng diditetemumukakan,n, diman
dimana a beratnberatnya ya gejala tersebut tergantungejala tersebut tergantung g dari beratnya hiperglikdari beratnya hiperglikemia emia dan lamanyadan lamanya penyakit.
penyakit. 2.
2. AnAnororekeksiasia, , mumualal, , mumuntntahah, , dadan n nynyereri i peperurut t (le(lebibih h serserining g papada da ananakak-an-anakak) ) dadapapatt dijumpai dan ini mirip dengan kegawatan abdomen. Ketonemia diperkirakan sebagai dijumpai dan ini mirip dengan kegawatan abdomen. Ketonemia diperkirakan sebagai
penyebab
penyebab dari dari sebagian sebagian besar besar gejala gejala ini. ini. Beberapa Beberapa penderita penderita diabetes diabetes bahkan bahkan sangatsangat peka
peka dengan dengan adanya adanya keton keton dan dan menyebabkan menyebabkan mual mual dan dan muntah muntah yang yang berlangsungberlangsung dalam beberapa jam sampai terjadi KAD.
dalam beberapa jam sampai terjadi KAD. 3.
3. Ileus (sekIleus (sekunder aunder akibat hikibat hilangnlangnya kaliuya kalium karena dm karena diuresis oiuresis osmotismotik) dan dilk) dan dilatasi lambatasi lambungung dapat terjadi dan ini sebagai predisposisi terjadinya aspirasi.
dapat terjadi dan ini sebagai predisposisi terjadinya aspirasi. 4.
4. PernPernapaapasan kussmsan kussmaul (pernaul (pernapaapasan cepat dan dalamsan cepat dan dalam) ) sebsebagaagai i komkompenpensasi terhasasi terhadapdap asidosis metabolik dan terjadi bila pH < 7,2.
asidosis metabolik dan terjadi bila pH < 7,2. 5.
5. SecSecara ara neuneurolrologiogis, s, 2020% % penpenderderita tanpa perubita tanpa perubahaahan n sensensorisoris, s, sebsebagiagian an penpenderderita lainita lain dengan penurunan kesadaran dan 10% penderita bahkan sampai koma.
dengan penurunan kesadaran dan 10% penderita bahkan sampai koma.
B. Pemeriksaan Laboratorium : B. Pemeriksaan Laboratorium :
1
1.. GGlluukkoossaa
Glukosa serum biasanya > 250 mg/dl. Kadar glukosa mencerminkan derajat Glukosa serum biasanya > 250 mg/dl. Kadar glukosa mencerminkan derajat kehila
kehilangan cairan ngan cairan ekstrasekstraselulereluler. . KehilKehilangan cairan angan cairan yang berat yang berat menymenyebabkebabkan an aliranaliran darah ginjal berkurang dan menurunnya ekskresi glukosa. Diuresis osmotik akibat darah ginjal berkurang dan menurunnya ekskresi glukosa. Diuresis osmotik akibat hi
hipepergrglilikemkemia ia memenynyebebababkakan n hihilalangngnynya a caicairaran n dadan n eleelektktrorolitlit, , dedehihidrdrasiasi, , dadann hiperosmolaritas (umumnya sampai 340 mOsm/kg).
hiperosmolaritas (umumnya sampai 340 mOsm/kg). 2
2.. KKeettoonn
Tiga benda keton utama adalah : betahidroksibutirat, asetoasetat, dan aseton. Tiga benda keton utama adalah : betahidroksibutirat, asetoasetat, dan aseton. Kadar keton total umumnya melebihi 3 mM/L dan dapat meningkat sampai 30 mM/L Kadar keton total umumnya melebihi 3 mM/L dan dapat meningkat sampai 30 mM/L (nilai normal adalah sampai 0,15 mM/L). Kadar aseton serum meningkat 3-4 kali dari (nilai normal adalah sampai 0,15 mM/L). Kadar aseton serum meningkat 3-4 kali dari kadar asetoasetat, namun berbeda dengan keton lainnya aseton tidak berperan dalam kadar asetoasetat, namun berbeda dengan keton lainnya aseton tidak berperan dalam terj
terjadiadinya nya asidasidosiosis. s. BetBetahiahidrodroksiksibutbutirat irat dan dan asetasetoasoasetat etat menmenumpumpuk uk daldalam am seruserumm dengan perbandingan 3:1 (KAD ringan) sampai 15:1 (KAD berat).
dengan perbandingan 3:1 (KAD ringan) sampai 15:1 (KAD berat). 3
3.. AAssiiddoossiiss.. Asid
Asidosiosis s metmetaboabolik lik ditditandandai ai dendengan gan kadkadar ar bikbikarbarbononat at seruserum m di di bawbawah ah 1515 mEq/l dan pH arteri di bawah 7,3. Keadaan ini terutama disebabkan oleh penumpukan mEq/l dan pH arteri di bawah 7,3. Keadaan ini terutama disebabkan oleh penumpukan betahidroksibutirat dan asetoasetat di dalam serum.
betahidroksibutirat dan asetoasetat di dalam serum. 4
4.. EElleekkttrorolilitt.. Ka
Kadadar r nanatrtriuium m serserum um dadapapat t rerendndahah, , nonormrmal, al, atatau au titingnggigi. . HiHipepergrglilikekemimiaa me
menyebabkan hiponatremia walaupun terjadi dehidrasi dan hiperosmolaritas. Hipertrigliseridemia dapat juga menyebabkan menurunnya kadar natrium serum.
Kadar kalium serum juga dapat rendah, normal, dan tinggi. Kadar kalium mencerminkan perpindahan kalium dari sel akibat asidosis dan derajat kontraksi intravaskuler. Karena hal di atas dan hal lain, kadar kalium yang normal atau tinggi tidak mencerminkan defisit kalium tubuh total sesungguhnya yang terjadi sekunder akibat diuresis osmotik yang terus menerus. Kadar kalium yang rendah pada awal pemeriksaan harus dikelola dengan cepat.
Kadar fosfat serum dapat normal pada saat masuk rumah sakit. Seperti halnya kadar kalium kadar fosfat tidak mencerminkan defisit tubuh yang sesungguhnya, walaupun terjadi perpindahan fosfat intraseluler ke ruang ekstraseluler, sebagai bagian dari keadaan katabolik. Fosfat kemudian hilang melalui urin akibat diuresis osmotik. 5. Lain-lain
Kadar nitrogen ureum darah (BUN) biasanya sekitar 20-30 mg/dl. Lekosit sering meningkat setinggi 15.000-20.000/ml pada KAD, maka dari itu tidak dapat dipakai sebagai satu-satunya bukti adanya infeksi. Amilase serum dapat meningkat. Penyebabnya tidak diketahui, mungkin berasal dari pankreas (namun tidak terbukti ada pankreatitis) atau kelenjar ludah. Transaminase juga meningkat.
IV.1.5. Kriteria Diagnosis
Penderita dapat didiagnosis sebagai KAD bila terdapat tanda dan gejala seperti pada kriteria berikut ini :
1. Klinis : riwayat diabetes melitus sebelumnya, kesadaran menurun, napas cepat dan dalam (kussmaul), dan tanda-tanda dehidrasi.
2. Faktor pencetus yang biasa menyertai, misalnya : infeksi akut, infark miokard akut, stroke, dan sebagainya.
3. Laboratorium :
- hiperglikemia (glukosa darah > 250 mg/dl). - asodosis (pH < 7,3, bikarbonat < 15 mEq/l). - ketosis (ketonuria dan ketonemia).
IV.1.6. Diagnosis Banding
Dengan gejala klinis seperti yang tersebut di atas maka KAD dapat di diagnosis banding dengan : Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Nonketotik.
Perbandingan Ketoasidosis Diabetikum dan Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Nonketotik Ketoasidosis Diabetikum (KAD) Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Nonketotik (KHNK) Umur Gula darah Na serum K serum Bikarbonat Ureum Osmolaritas Sensitivitas Insulin Prognosis Gejala Klinis : - Pernafasan Kussmaul - Bau aseton < 40 th < 1000 mg/dl < 140 mEq ↑ / N sangat ↓ ↑ tapi < 60 mg/dl ↑ tapi < 360 mOsm/kg
bisa resisten (jarang) mortalitas 10% ada ada > 40 th > 1000 mg/dl > 140 mEq sering ↑ N / sedikit ↑ > 60 mg/dl > 360 mOsm/kg sangat sensitif mortalitas 50% tidak ada tidak ada IV.1.7. Penatalaksanaan
Pengetahuan yang memadai dan perawatan yang baik dari dokter dan paramedis merupakan aspek terpenting dari keberhasilan penatalaksanaan penderita dengan KAD.
Sasaran pengobatan KAD adalah :
1. Memperbaiki volume sirkulasi dan perfusi jaringan. 2. Menurunkan kadar glukosa darah.
3. Memperbaiki asam keto di serum dan urin ke keadaan normal. 4. Mengoreksi gangguan elektrolit.
Untuk mencapai sasaran di atas, hal yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan penderita KAD adalah perawatan umum, rehidrasi cairan, pemberian insulin dan koreksi elektrolit.
A. Tindakan Umum
• Penderita dikelola dengan tirah baring. Bila kesadaran menurun penderita dipuasakan. • Untuk membantu pernapasan dipasang oksigen nasal (bila PO2< 80 mgHg).
• Pemasangan sonde hidung-lambung diperlukan untuk mengosongkan lambung,
supaya aspirasi isi lambung dapat dicegah bila pasien muntah.
• Kateter urin diperlukan untuk mempermudah balans cairan, tanpa mengabaikan resiko
infeksi.
• Untuk keperluan rehidrasi, drip insulin, dan koreksi kalium dipasang infus 3 jalur. • Pada keadaan tertentu diperlukan pemasangan CVP yaitu bila ada kecurigaan penyakit
jantung atau pada pasien usia lanjut.
• EKG perlu direkam secepatnya, antara lain untuk pemantauan kadar K plasma. • Heparin diberikan bila ada DIC atau bila hiperosmolar berat (>380 mOsm/L).
• Antibiotik diberikan sesuai hasil kultur dengan hasil pembiakan kuman dari urin, usap
tenggorok, atau dari bahan lain.
B. Rehidrasi Cairan
Dehidrasi dan hiperosmolaritas (bila ada) perlu diobati secepatnya dengan cairan. Pilihan antara NaCl 0,9% atau NaCl 0,45% tergantung dari ada tidaknya hipotensi dan tinggi rendahnya kadar natrium. Pada umumnya dibutuhkan 1-2 liter dalam jam pertama. Kemungkinan diperlukan juga pemasangan CVP. Rehidrasi tahap selanjutnya sesuai dengan kebutuhan, sehingga jumlah cairan yang diberikan dalam 15 jam sekitar 5 liter. Pedoman untuk menilai hidrasi adalah turgor jaringan, tekanan darah, keluaran urin dan pemantauan keseimbangan cairan.
C. Pemberian Insulin
Insulin baru diberikan pada jam kedua. 180 mU/kgBB diberikan sebagai bolus intravena, disusul dengan drip insulin 90 mU/jam/kgBB dalam NaCl 0,9%. Bila kadar glukosa darah turun hingga kurang dari 200 mg% kecepatan drip insulin dikurangi himgga 45 mU/jam/kgBB. Bila glukosa darah stabil sekitar 200-300 mg% selama 12 jam dilakukan drip insulin 1-2 U per jam di samping dilakukan sliding scale setiap 6 jam. Setelah sliding scale
tiap 6 jam dapat diperhitungkan kebutuhan insulin sehari bila penderita sudah makan, yaitu 3 kali sehari sebelum makan secara subkutan.
JENIS PREPARAT AWITAN KERJA (JAM) PUNCAK KERJA (JAM) LAMA KERJA (JAM) Insulin kerja pendek
Insulin kerja menengah
Insulin kerja panjang Insulin campuran
Actrapid Human 40/Humulin Actrapid Human 100 Monotard Human 100 Insulatard NPH PZI Mixtard 0,5 – 1 1 – 2 2 0,5 - 1 2 – 4 4 – 12 6 – 20 2 – 4 dan 6 - 12 5 – 8 8 – 24 18 – 36 8 - 24
Cara pemakaian insulin :
Insulin kerja cepat/pendek : diberikan 15-30 menit sebelum makan Insulin analog : diberikan sesaat sebelum makan
Insulin kerja menengah : 1-2 kali sehari, 15-30 menit sebelum makan
D. Koreksi Elektrolit Kalium
Karena kalium serum menurun segera setelah insulin mulai bekerja, pemberian kalium harus dimulai bila diketahui kalium serum dibawah 6 mEq/l. Ini tidak boleh terlambat lebih dari 1-2 jam. Sebagai tahap awal diberikan kalium 50 mEq/l dalam 6 jam (dalam infus). Selanjutnya setelah 6 jam kalium diberikan sesuai ketentuan berikut :
- kalium < 3 mEq/l, koreksi dengan 75 mEq/6 jam - kalium 3-4,5 mEq/l, koreksi dengan 50 mEq/6 jam - kalium 4,5-6 mEq/l, koreksi dengan 25 mEq/6 jam - kalium > 6 mEq/l, koreksi dihentikan
Kemudian bila sudah sadar beri kalium oral selama seminggu. Bikarbonat
Bikarbonat baru diperlukan bila pH < 7,0 dan besarnya disesuaikan dengan pH. Bila pH meningkat maka kalium akan turun, oleh karena itu pemberian bikarbonat disertai
7-7,1 >7,1 50 mEq 0 13 mEq 0
Hal-hal yang harus dipantau selama pengobatan adalah : 1. Kadar glukosa darah tiap jam dengan alat glukometer.
2. Kadar elektrolit setiap 6 jam selama 24 jam, selanjutnya tergantung keadaan.
3. Analisa gas darah; bila pH < 7 waktu masuk, periksa setiap 6 jam sampai pH > 7,1, selanjutnya setiap hari sampai stabil.
4. Pengukuran tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi napas, dan temperatur setiap jam. 5. Keadaan hidrasi, balans cairan.
6. Waspada terhadap kemungkinan DIC
IV.1.8. Komplikasi
Pada pengobatan KAD diperlukan pengawasan yang ketat, karena pengobatan KAD sendiri dapat menyebabkan beberapa komplikasi yang membahayakan diantaranya dapat timbul keadaan hipoksemia dan sindrom gawat napas dewasa (adult respiratory distress syndrom, ARDS). Patogenesis terjadinya hal ini belum jelas. Kemungkinan akibat rehidrasi
yang berlebih, gagal jantung kiri, atau perubahan permeabilitas kapiler paru.
Selain itu masih ada komplikasi iatrogenik, seperti hipoglikemia, hipokalemia, hiperkloremia, edema serebral, dan hipokalsemia yang dapat dihindari dengan pemantauan yang ketat dengan menggunakan lembar evaluasi penatalaksanaan ketoasidosis yang baku.
Skema penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetikum Jam ke- : Infus I (NaCl 0,9%) Infus II
(Insulin) Koreksi K + Koreksi HCO3
-0 1 2 3 4 5 6 2 kolf, ½ jam 1 kolf, ½ jam 2 kolf 1 kolf 2 kolf ½ kolf ½ kolf
Pada jam ke-2 :
Bolus 180 mU/kgBB, dilanjutkan dengan drip insulin 90
mU/jam/kgBB dalam NaCl 0,9%
Bila gula darah < 200 mg%kecepatan dikurangi 45 mU/jam/kgBB
Bila gula darah stabil sekitar 200-300 mg%
selama 12 jam
dilakukan drip insulin 1-2 unit/jam disamping dilakukan sliding scale setiap 6 jam.
Insulin diberikan sesuai dengan kadar glukosa sebagai berikut : GD Insulin sc <200mg/dl -200-250 5 U 250-300 10 U 300-350 15 U >300 20 U Bila stabil dilanjutkan dengan sliding scale tiap 6 jam
50 mEq / 6 jam (dalam infus)
Bila kadar K +:
<3 3-4,5 4,5-6 >6
↓ ↓ ↓
75 50 25 0 mEq/ mEq/ mEq/ 6 jam 6jam 6 jam
Bila pH <7 7-7,1 7,1 100 50 0 mEq mEq HCO3- HCO3 -+ + 26 13 mEq K + mEq K + (*) dan seterusnya bergantung pada kebutuhan Jumlah cairan yg diberikan dlm 15 jam sekitar 5 liter. Bila Na+> 155 mEq/l ganti NaCl ½ n
Bila gula darah < 200 mg% ganti dextrose 5%
Kontrol CVP
Setelah sliding scale tiap 6 jam dapat diperhitungkan
kebutuhan insulin sehari
→ 3x sehari
sebelum makan (bila os sudah makan
Bila sudah sadar beri K +
oral selama seminggu
*Bila pH↑ →K +
akan ↓
oleh karena itu pemberian HCO3
-disertai dengan pemberian K +
IV.2. DIABETES MELLITUS
IV.2.1. DefinisiMenurut American Diabetes Association (ADA) 2003, diabetes melitus merupakan sustu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya
Menurut World Health Organization (WHO) 1980 berkata bahwa diabetes melitus merupakan suatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin.
IV.2.2. Patofisiologi
Pada keadaan normal glukosa diatur sedemikian rupa oleh insulin yang diproduksi oleh sel beta pankreas, sehingga kadarnya didalam darah selalu dalam batas aman, baik pada keadaan puasa maupun sesudah makan. Kadar glukosa darah selalu stabil sekitar 70 – 140 mg/dl. Pada keadaan DM, tubuh relatif kekurangan insulin sehingga pengaturan kadar glukosa darah menjadi kacau. Walaupun kadar glukosa darah sudah tinggi, pemecahan lemak dan protein menjadi glukosa (glukoneogenesis) di hati tidak dapat dihambat (karena insulin
kurang/relatif kurang) sehingga kadar glukosa darah dapat semakin meningkat. Akhirnya terjadi gejala-gejala khas DM, yaitu poliuria, polidipsia, lemas, berat badan menurun. Kalau hal ini dibiarkan terjadi berlarut-larut, dapat berakibat terjadinya kegawatan diabetes melitus, yaitu ketoasidosis diabetik yang sering mengakibatkan kematian.
Diabetes Melitus Tipe 1
Mengapa insulin pada DM tipe 1 tidak ada? Ini disebabkan oleh karena pada jenis ini timbul reaksi otoimun yang disebabkan adanya peradangan pada sel beta insulitis. Ini menyebabkan timbulnya antibodi terhadap sel beta yang disebut ICA (Islet Cell Antibody). Reaksi antigen (sel beta) dengan antibodi (ICA) yang ditimbulkannya menyebabkan hancurnya sel beta. Insulinitis bisa disebabkan macam-macam diantaranya virus, seperti virus cocksakie, rubella, CMV, herpes dan lain-lain. Yang diserang pada insulitis itu hanya sel beta, biasanya sel alfa dan delta tetap utuh. Pada studi populasi ditemukan adanya hubungan antara
Diabetes Melitus Tipe 2
Pada DM tipe 2 jumlah insulin normal, malah mungkin lebih banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada keadaan tadi jumlah lubang kuncinya yang kurang, sehingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk sel akan sedikit sehingga sel akan kekurangan bahan bakar (glukosa) dan glukosa di dalam pembuluh darah meningkat. Dengan demikian keadaan ini sama dengan DM tipe 1. perbedaannya adalah DM tipe 2 disamping kadar glukosa tinggi, juga kadar insulin tinggi atau normal. Keadaan ini disebut resistensi insulin (Gambar 2).
Penyebab resistensi insulin pada DM tipe 2 sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi faktor-faktor dibawah ini banyak berperan:
• Obesitas terutama yang bersifat sentral (bentuk apel) • Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat
• Kurang gerak badan
• Faktor keturunan (herediter).
Baik pada DM tipe 1 maupun pada DM tipe 2 kadar glukosa darah jelas meningkat dan bila kadar itu melewati batas ambang ginjal, maka glukosa itu akan keluar melalui urin. Mungkin inilah sebabnya penyakit ini juga disebut penyakit kencing manis.
Defek reseptor dan post reseptor Glukosa
(Produksi Glukosa Meningkat)
Sekresi berkurang Genetik
Resistensi Insulin Hiperinsulinemia
Didapat Resistensi Insulin Terkompensasi (Normal atau TGT) Genetik Didapat - Toksisitas glukosa - Asam lemak dll
Kelelahan sel Beta
DM tipe 2 - resistensi insulin - produksi glukosa hati - sekresi insulin kurang
Gambar2. Etiologi terjadinya DM tipe 2
SEL HATI
IV.2.3. Gambaran Klinik
Gejala klasik diabetes adalah rasa haus yang berlebihan, sering kencing terutama malam hari, banyak makan serta berat badan yang turun dengan cepat. Disamping itu kadang-kadang ada keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan jadi kabur, gairah seks menurun, luka sukar sembuh dan pada ibu-ibu sering melahirkan bayi diatas 4 kg, kelainan ginekologis berupa keputihan dan bisa terjadi infeksi saluran kemih
IV.2.4. Pemeriksaan Penyaring
Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala/tanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai resiko DM. Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan kemudian pada mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya positif, untuk memastikan diagnostik definitif.
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu faktor resiko DM sebagai berikut :
1. Usia > 45 tahun
2. Berat badan lebih : BBR > 110 % BB idaman atau IMT > 23 kg/m2
3. Hipertensi (>140/90mmHg)
4. Riwayat DM dalam garis keturunan
5. Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi > 4000 gram 6. Kolesterol HDL < 35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl
Catatan:
Untuk kelompok resiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya negatif, pemeriksaan penyaring ulangan dilakukab tiap tahun, sedangkan bagi mereka yang berusia > 45 tahun
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar GDS (mg/dl) Plasma Vena < 110 110 - 199 > 200
Darah kapiler < 90 90 - 199 > 200
Kadar GDP (mg/dl) Plasma Vena < 110 110 – 125 >126
Darah kapiler < 90 90 – 109 >110 (Konsensus Pengelolaan DM tipe 2 di Indonesia, PERKENI 2002)
IV.2.5. Diagnosa Diabetes Melitus
Gejala khas DM berupa poliuria, polidipsi, lemas dan berat badan turun. Gejala lain yang mungkin ditemukan adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan impotensia pada pasien pria, serta pruritus vulva pada pasien wanita. Jika keluhan dan gejala khas, ditemukannya pemeriksaan glukosa darah sewaktu yang >200 mg/dl sudah cukup untuk mendiagnosa DM.
Umumnya hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu saja cukup kuat untuk diagnosis klinis DM (Gambar 3).
Kalau hasil pemeriksaan glukosa darah meragukan, pemeriksaan TTGO diperlukan untuk konfirmasi diagnosis DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa. Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa pernah 2 kali abnormal pada saat pemeriksaan yang sama (Gambar 3).
Langkah-langkah Diagnostik DM dan Gangguan Toleransi Glukosa Keluhan klinis Diabetes
Keluhan Khas (+) Keluhan Khas (-)
GDP GDS > 126 > 200 < 126 < 200 GDP GDS > 126 > 200 < 110 110 - 125 110 -199 Ulang GDS atau GDP GDP GDS > 126 > 200 < 126 < 200 TTGO GD 2 jam pasca pembebanan 140 - 199 > 200 < 140
Cara pelaksanaan TTGO :
• 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa (karbohidrat cukup). Kegiatan
jasmani seperti biasa dilakukan
• Puasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan, minum air putih
diperbolehkan
• Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa
• Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok
IV.2.6. Klasifikasi Etiologis Diabetes Melitus menurut ADA, 2003 1. Diabetes Melitus Tipe 1
(destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut) A. Melalui proses imunologik
B. Idiopatik
2. Diabetes Melitus Tipe 2
(bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin)
3. Diabetes Melitus Tipe Lain
A. Defek genetik fungsi sel beta B. Defek genetik kerja insulin
C. Penyakit Eksokrin Pankreas : Pankreatitis
Trauma/Pankreatektomi Neoplasma
D. Endokrinopati
E. Karena Obat/Zat kimia F. Infeksi
G. Imunologi
H. Sindroma genetik lain : Sindrom Down, Klinefelter, Turner 4. Diabetes Melitus Gestasional
Karakteristik Diabetes Melitus Tipe 1 dan Tipe 2
• Mudah terjadi ketoasidosis
• Pengobatan harus dengan insulin • Onset akut
• Biasanya kurus
• Biasanya pada umur muda
• Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4 • Didapatkan Islet Cell Antibody (ICA) • Riwayat Keluarga diabetes (+) pada 10 % • 30 -50 % kembar identik terkena
• Tidak mudah terjadi ketoasidosis • Tidak harus dengan insulin
• Onset lambat
• Gemuk atau tidak gemuk • Biasanya > 45 tahun
• Tak berhubungan dengan HLA • Riwayat keluarga (+) pada 30 % • + 100% kembar identik terkena
Penetapan klasifikasi DM tipe 1 atau DM tipe 2
Diabetes pada orang dewasa seringkali langsung dinyatakan sebagai DM tipe 2, hal ini sebenarnya merupakan suatu kesimpulan yang terlalu cepat diambil, karena diabetes tipe ini merupakan suatu kelainan yang sangat heterogen dan mempunyai berbagai bentuk. Suatu penelitian di Denmark memberikan gambaran lain yaitu DM tipe I tidak jarang terjadi pada
orang dewasa. Ia dapat terjadi pada semua umur dan kekerapan akan meningkat secara kumulatif mulai dari umur 30 tahun, sehingga resiko terjadinya DM tipe 1 berhubungan dengan umur-lama hidup. Sedangkan di New Zealand, Dm pada orang dewasa 14 % menggunakan insulin dan diantara mereka 83 % telah memulai pemakaiannya sebagai pengobatan permanen kurang dari 12 bulan ini secara bermakna mempunyai kadar
otoantibodi terhadap GAD (Glutamid Acid Decarboxylase). GAD ini merupakan otoantigen terhadap sel beta pankreas dan terdapat pada 80% subyek 10 tahun sebelum terjadinya diabetes tipe 1. Pada penelitian UKPDS (Inggris) orang dengan DM tipe 2 ternyata 13,4% mempunyai anti GAD yang positif dan di antara mereka setelah 6 tahun, 90% kemudian memakai insulin, sedang yang dengan anti GAD negatif hanya 6% yang kemudian memakai insulin. Memang diabetes tipe 1 pada orang dewasa pada mulanya tidak akan memberikan gambaran klinis yang spesifik sehingga akan sulit untuk mengklasifikasikan seorang berumur 35-50 tahun yang tidak gemuk sebagai diabetes, dan untuk kelompok seperti ini dapat ditegakkan macam-macam etiologi diabetes.
memakai insulin seringkali dianggap sebagai tipe 1 atau seorang anak atau remaja yang baru diketahui diabetes dan berasal dari keluarga dengan diabetes dengan keturunan otosomal dominan sebaiknya tidak diklasifikasikan sebagai tipe 1 hanya berdasarkan umurnya saja. Juga didapat orang dengan diabetes dengan karakteristik diabetes tipe 2 dan memerlukan insulin untuk mengendalikan diabetes tetapi tidak tergantung pada insulin untuk mencegah terjadinya ketoasidosis, sebaiknya tidak diklasifikasikan sebagai tipe 1, hanya berdasarkan pemakaian insulinnya.
IV.2.7. Penatalaksanaan
Pilar utama pengelolaan DM 1. Edukasi
2. Perencanaan makan 3. Latihan jasmani
4. Obat berkhasiat hipoglikemik
1. Edukasi
Prinsip-prinsip edukasi
• Sampaikan informasi secara bertahap, mulai dari yang sederhana baru kemudian yang
lebih kompleks.
• Hindari informasi yang terlalu banyak dalam waktu singkat. • Sesuaikan materi edukasi dengan masalah pasien.
• Perhatikan kondisi jasmani, psikologis, dan tingkat pandidikan pasien. • Libatkan keluarga/ pandamping dalam proses edukasi.
• Berilah nasihat yang membesarkan hati dan hindari kecemasan. • Gunakan alat bantu dengar pandang (audio-visual aid )
• Usahakan adanya kompromi tanpa ada paksaan. • Diskusikan hasi laboratorium.
• Berikan motivasi/ penghargaan atas hasil yang dicapai.
a. Perorangan b. Kelompok
Edukasi dapat dilakukan oleh : a. Dokter
b. Edukator diabetes (perawat, dietsien, dll)
13 pokok pembahasan edukasi diabetes
1. Pengetahuan umum tentang diabetes , seperti : gejala, diagnosis, klasifikasi dan macam pengobatan.
2. Evaluasi nutrisi dan pengembangan perencanaan makan (biasanya dilakukan oleh dietsien); interaksi obat dan makanan, hubungan makanan dan kegiatan jasmani.
3. Hubungan latihan jasmani/ olahraga dan kemungkinan terjadinya hipoglikemia.
4. Pemantauan glukosa darah dan keton urin, pemilihan metode-metode pemeriksaan, peralatannya, pencatatan data dan pemanfaatannya sebagai sumber infomasi, perubahan / penyesuaian perencanaan makan.
5. Kerja insulin (atau obat oral). Macam- macam cara pengobatan, pemilihan insulin yang sesuai dengan indikasi dan teknik penyuntikan insulin yang baik.
6. Penyesuaian dosis insulin, sasaran kadar glukosa darah dan HbA1c yang ingin dicapai, keuntungan dan kerugian pemantauan glukosa darah.
7. Sebab, gejala, pengobatan dan pencegahan terjadinya : hipoglikemia, hiperglikemia, ketoasidosis diabetik.
8. Sikap yang perlu diambil saat sedang sakit dan prosedur penanganan gawat darurat. 9. Pra-konsepsi, diabetes gestational, kadar glukosa darah selama kehamilan dan faktor
resiko yang mempengaruhinya.
10. Komplikasi menahun : deteksi, cara pengobatan, pencegahan dan rehabilitasi. 11. Pemeliharaan dan pemeriksaan gigi, kuku dan kulit secara teratur.
12. Fasilitas kesehatan yang tersedia, asuransi kesehatan, instansi, organisasi dan lembaga yang berhubungan dengan diabetes; mengenai fungsi, keuntungan dan tanggungjawabnya.
2. Perencanaan makan
Standar yang diajukan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut :
Karbohidrat 60 – 70 %
Protein 10 -15 %
Lemak 20 -25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan idaman.
Untuk penentuan status gizi, dipakai Body Mass Index (BMI) = Indeks Massa Tubuh (IMT).
BMI = IMT = BB(kg)
TB (M)2
Klasifikasi IMT: - Berat badan kurang <18,5 - Berat badan normal 18,5 – 22,9 - Berat badan lebih >23,0
*Dengan risiko 23,0 – 24,9
*Obes I 25,0 – 29,9
*Obes II > 30,0
Untuk kepentingan klinik praktis, dan untuk penentuan jumlah kalori dipakai Rumus Broca yaitu:
BB Idaman = (TB – 100) – 10 % Berat badan kurang = < 90 % BB idaman Berat badan normal = 90 – 110 % BB idaman
Berat badan lebih = 110-120 % BB idaman Gemuk = > 120 % BB idaman
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari berat bedan idaman dikali kebutuhan kalori basal (30 Kkal/kg BB untuk laki-laki dan 25 Kkal/kg Bbuntuk wanita). Kemudian ditambah dengan kebutuhan kalori untuk aktivitas (10 -30 %, untuk atlet dan pekerja berat dapat lebih banyak lagi, sesuai dengan kalori yang dikeluarkan dalam kegiatanya), koreksi
status gizi (gemuk dikurangi , kurus ditambah) dan kalori yang diperlukan untuk menghadapi stres akut (infeksi dsb.) sesuai dengan kebutuhan. Untuk masa pertumbuhan (anak dan dewasa muda) serta ibu hamil,diperlukan perhitungan tersendiri.
Makanan sejumlah kalori terhitung, dengan komposisi tersebut diatas dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20 %), siang (30%) dan sore (25 %) serta 2-3 porsi (makanan ringan,10 -15 %) diantaranya. Pembagian porsi tersebut sejauh mungkin disesuaikan dengan kebiasaan pasien untuk kepatuhan pengaturan makan yang baik. Untuk pasien DM yang mengidap pula penyakit lain, pola pengaturan makanan disesuaikan dengan penyakit penyertanya. Perlu diingatkan bahwa pengaturan makan pasien DM tidak berbeda dengan orang normal, kecuali jumlah kalori dan waktu makan yang terjadwal. Untuk kelompok sosial ekonomi rendah, makanan dengan komposisi karbohidrat sampai 70 -75 % juga memberikan hasil yang baik.
Jumlah kandungan kolesterol < 300 mg / hari. Diusahakan lemak dari sumber asam lemak tidak jenuh dan menghindari asam lemak jenuh.
Jumlah kandungan serat + 25 g/hari, diutamakan serta larut, gara m secukupnya. Pasien DM dengan tekanan darah yang normal masih diperbolehkan mengkonsumsi garam seperti orang sehat, kecuali bila mengalami hipertensi, harus mengurangi konsumsi garam.
Pemanis buatan dapat dipakai secukupnya. Gula sebagai bumbu masakan tetap dizinkan. Pada keadaan kadar glukosa darah terkendali, masih diperbolehkan untuk mengkonsumsi sukrosa (gula pasir) sampai 5% kalori.
Pada dasarnya perencanaan makan pada diabetes melitus tidak berbeda dengan perencanaan makan pada orang normal. Untuk mendapatkan kepatuhan terhadap pengaturan makan yang baik, adanya pengetahuan mengenai bahan penukar akan sangat membantu pasien.
3. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit, yang sifatnya CRIPE ( continous, rhytmical, interval, progresive, endurance training . Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85% denyut nadi maksimal (220-umur), disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta.
4. Pengelolaan Farmakologis
Sarana pengelolaan farmakologis diabetes dapat berupa: 1. Obat Hipoglikemik Oral
A. Pemicu sekresi insulin : Sulfonilurea Glinid
B. Penambah sensitivitas terhadap insulin : Biguanid Tiazolidindion C. Penghambat glukosidase
2. Insulin
1. Obat Hipoglikemik Oral A. Pemicu sekresi insulin
Sulfonilurea
Cara kerja obat golongan ini masih merupakan ajang perbedaan pendapat, tetapi pada umumnya dikatakan sebagai:
a. Cara kerja utama adalah meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas b. Meningkatkan performance dan jumlah reseptor insulin pada otot dan sel lemak
c. Meningkatkan efisiensi sekresi insulin dan potensiasi stimulasi insulin transport karbohidrat ke sel otot dan jaringan lemak
d. Penurunan produksi glukosa oleh hati
e. Cara kerja pada umumnya melalui suatu alur kalsium yang sensitif terhadap ATP Obat golongan ini merupakan pilihan untuk pasien diabetes dewasa baru dengan berat badan normal dan kurang serta tidak pernah mengalami ketoasidosis sebelumnya.
Sulfonilurea sebaiknya tidak diberikan pada penyakit hati, ginjal dan tiroid. Termasuk obat golongan ini antara lain :
Khlorpropamid
Seluruhnya dieksresi melalui ginjal sehingga tidak dipakai pada gangguan faal ginjal dan oleh karena lama kerjanya lebih dari 24 jam, diberikan sebagai dosis tunggal, tidak dianjurkan untuk pasien geriatri.
Mempunyai efek hipoglikemik yang poten, sehingga pasien perlu diingatkan untuk melakukan jadwal makanan yang ketat. Dikatakan mempunyai efek terhadap agregasi trombosit. Dalam batas-batas tertentu masih dapat diberikan pada beberapa kelainan fungsi hati dan ginjal.
Gliklasid
Mempunyai efek hipoglikemik yang sedang sehingga tidak begitu sering menyebabkan hipoglikemia. Mempunyai efek antiagregasi trombosit yang lebih poten. Dapat diberikan pada gangguan fungsi hati dan ginjal yang ringan.
Glikuidon
Mempunyai efek hipoglikemik yang sedang dan juga jarang menyebabkan hipoglikemia. Karena hampir seutuhnya di ekskresi melalui empedu dan usus, dapat diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati dan ginjal yang lebih berat.
Glipisid
Mempunyai efek yang lebih lama dari glibenklamid tetapi lebih pendek dari khlorpropamid dan mempunyai efek menekan produksi glukosa hati dan meningkatkan jumlah reseptor.
Glimepirid
Mempunyai waktu mula kerja yang pendek dan waktu kerja yang lama, dengan cara pemberian dosis tunggal. Efek farmakodinamiknya adalah mensekresi sedikit insulin dan
kemungkinan adanya aksi dari ekstra pankreas. Untuk pasien yang berisiko tinggi yaitu usia lanjut, gangguan ginjal atau yang melakukan aktivitas berat dapat diberikan obat ini. Dibandingkan dengan glibenklamid, glimipirid lebih jarang menimbulkan efek hipoglikemia pada awal pengobatan.
Glinid
Glinid merupakan generasi baru yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea dengan meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat, yaitu:
Repaglinid
Merupakan derivat asam benzoat. Mempunyai efek hipoglikemik ringan sampai sedang. Diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui
Cara kerja hampir sama dengan repaglinide, namun nateglinide merupakan derivat dari fenilalanin. Diaborbsi cepat setelah pemberian oral dan diekskresi terutama melalui urin. Efek samping yang dapat terjadi pada penggunaan obat ini adalah keluhan infeksi saluran pernafasan atas.
B. Penambah sensitivitas terhadap insulin Biguanid
Biguanid tidak merangsang sekresi insulin dan menurunkan kadar glukosa darah sampai normal (euglikemia) serta tidak pernah menyebabkan hipoglikemia. Contoh obat golongan ini adalah Metformin.
Metformin menurunkan glukosa darah dengan memperbaiki transport glukosa ke dalam sel otot yang dirangsang oleh insulin. Obat ini dapat memperbaiki ambilan glukosa sebesar 10-40%,
Metformin menurunkan produksi glukosa hati dengan jalan mengurangi glikogenolisis dan glukoneogenesis.
Metformin juga dapat menurunkan kadar trigliserida hingga 16 %, LDL kolesterol hingga 8% dan total kolesterol hingga 5%, dan juga dapat meningkatkan LDL kolesterol hingga 2%
Metformin berbeda dengan golonan sulfonilurea karena tidak meningkatkan sekresi insulin jadi tidak dapat menyebabkan hipoglikemia, tidak menaikkan berat badan dan malah kadang-kadang dapat menurunkan berat badan.
Metformin menurunkan kadar glukosa puasa sebanyak 60 mg/dl dan glikoHb, 1,8%. Jadi hampir sama efektifnya seperti sulfonilurea.
Meningkatkan jumlah reseptor insulin
Efek samping yang sering terjadi adalah nausea, muntah-muntah, kadang-kadang diare, oleh karena itu lebih baik diberikan kepada pasien yang gemuk, sebab tidak merangsang sekresi insulin, yang seperti di ketahui mempunyai efek anabolik. Sebenarnya obat ini baik sekali bila diingat sifatnya yang hanya merupakan euglycemic agent , jadi tidak terdapat bahaya terjadinya hipoglikemia. Tetapi sayang sekali obat golongan ini dapat menyebabkan asidosis laktat, terutama dengan preparat Fenformin dan Buformin, sehingga kedua preparat ini tidak dipasarkan lagi.
Metformin, masih banyak dipakai di beberapa negara termasuk Indonesia, karena frekuensi terjadinya asidosis laktat jauh lebih sedikit asal dosis tidak melebihi 1700 mg/hari dan tidak ada kegagalan ginjal dan penyakit hati.
Thiazolindion/glitazon
Thiazolindion berikan pada peroxisome proliferator activated receptor gamma (PPAR γ) suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Contoh obat golongan ini adalah :
Pioglitazon
Mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah pentranspor glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Obat ini dimetabolisme di hepar. Obat ini dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung karena dapat memperberat edema dan juga pada gangguan faal hati. Saat ini tidak digunakan sebagai obat tunggal.
Rosiglitazon
Cara kerja hampir sama dengan pioglitazon, diekskresi melalui urin dan feses. Mempunyai efek hipoglikemik yang cukup baik jika dikombinasikan dengan metformin. Pada saat ini belum beredar di Indonesia.
C. Pengahambat Alfa glukosidase / Acarbose
Acarbose merupakan suatu penghambat enzim alfa glukosidase yang terletak pada dinding usus halus. Enzim alfa glukosidase adalah maltase, isomaltase, glukomaltase dan sukrase berfungsi untuk hidrolisis oligosakarida, trisakarida dan sukrase berfungsi untuk hidrolisis oligosakarida, trisakarida dan disakarida pada dinding usu halus (brush border). Inhibisi sistem enzim ini secara efektif dapat mengurangi digesti karbohidrat kompleks dan absorbsinya, sehingga pada pasien diabetes dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa post prandial.
Acarbose juga menghambat alfa-amilase pankreas yang berfungsi melakukan hidrolisa tepung-tepung kompleks didalam lumen usus halus.
Obat ini merupakan obat oral yang biasanya diberikan dengan dosis 150-600 mg/hari. Obat ini efektif bagi pasien dengan diet tinggi efek samping obat ini adalah perut kurang
mempengaruhi kadar glukosa darah setelah itu. Bila diminum bersama-sama obat golongan sulfonilurea (atau dengan insulin) dapat terjadi hipoglikemia yang hanya dapat diatasi dengan glukosa murni, jadi tidak dapat diatasi dengan pemberian gula pasir. Obat ini diberikan dengan dosis awal 50 mg dan dinaikan secara bertahap, serta dianjurkan untuk memberikannya bersama suap pertama setiap kali makan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat hipoglikemik oral:
1. Dosis selalu harus dimulai dengan dosis rendah yang kemudian dinaikkan secara bertahap
2. Harus diketahui betul bagaimana cara kerja, lama kerja dan efek samping obat-obat tersebut. Misalnya klorpropamid jangan diberikan 3 kali 1 tablet, karena lama kerjanya 24 jam.
3. Bila memberikannya bersama obat lain, pikirkan kemungkinan adanya interaksi obat 4. Pada kegagalan sekunder terhadap obat hipoglikemik oral usahakanlah menggunakan
obat oral golongan lain, bila gagal, baru beralih kepada insulin 5. Usahakah agar harga obat terjangkau oleh orang dengan diabetes
Indikasi pemakaian Obat Hipoglikemi Oral:
1. Diabetes sesudah umur 40 tahun
2. Diabetes kurang dari 5 tahun
3. Memerlukan insulin dengan dosis kurang dari
40 unit sehari
4. DM tiper 2, berat normal atau lebih.
Terapi kombinasi Sulfonilurea dan Biguanid
Pada saat-saat tertentu diperlukan terapi kombinasi/pemakaian bersama antara obat-obat golongan sulfonilurea dan biguanid. Sulfonilurea akan mengawali dengan merangsang sekresi pankreas yang memberikan kesempatan untuk biguanid bekerja lebih efektif. Kedua-duanya rupanya mempunyai efek terhadap sensitivitas reseptor, jadi pemakaian kedua obat tersebut saling menunjang. Kombinasi kedua obat ini dapat efektif pada banyak penyandang DM yang sebelumnya tidak bermanfaat bila dipakai sendiri-sendiri.
OHO*
2.
* OHO = Obat Hipoglikemik oral ** STT = Sasaran Tak Tercapai *** DIT = Dosis Insulin Total
Gambar 4. Obat Hipoglikemik oral dan Insulin STT**
OHO + 5 unit insulin kerja menengah sebelum tidur malam hari
OHO dapat dihentikan bila pasien sudah nyaman dengan terapi insulin
Bila perlu, sesuaikan dosis 2-4 unit setelah hari ke 3-4
Bila jumlah insulin >30 U/ hari hentikan OHO
Insulin campuran (premixed)
Malam 1/3 x DIT Pagi
Pengobatan dengan insulin A. Tujuan
Setelah membaca makalah ini diharapkan pembaca dapat :
- menggambarkan efek
fisiologis insulin
- membedakan macam- macam insulin berdasarkan spesies/ sumber, tipe, kemurnian, dan konsentrasi
- mengerti pedoman
pemberian dan penyimpanan insulin yang baik.
- menjelaskan keterbatasan
insulin yang dicampur
- membandingkan regimen
terapi insulin yang potensial, termasuk penggunaan infus insulin dengan pompa,
dan indikasi pemakaian produk insulin yang khusus.
- mendiskusikan mekanisme
kerja obat-obat golongan pemicu sekresi insulin, penambah sensivitas terhadap insulin dan penghambat alfa glukosidase.
- membandingkan dan
membedakan kegunaan klinis obat golongan sulfenilurea
- mendiskusikan
penggunakan metformin dan acarbose dalam klinik
- mendiskusikan penggunaan
glukagon dalam klinik.
B. Pengaruh fisiologis insulin
Kerja fisiologis dan pelepasan insulin
a. Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi oleh sel beta dari pulau-pulau langerhans kelenjar pankreas.
Insulin dibentuk dari proinsulin yang bila kemudian distimulasi, terutama oleh peningkatan kadar glukosa darah akan terbelah untuk menghasilkan insulin dan peptide
penghubung ( C- peptide) yang masuk kedalam aliran darah dalam jumlah ekuimolar. Sejumlah proinsulin juga akan masuk kedalam peredaran darah.
b. Kadar C-peptide dapat digunakan untuk memantau produksi insulin endogen, dan dapat juga digunakan untuk menyingkirkan penggunaan insulin secara faktisia sebagai penyebab hipoglikemiayang tidak dapat dijelaskan. Karena insulin dan C-peptide mempunyai jangka waktu biologis yang berbeda, sehingga kadar C-peptide tidak seluruhnya mencerminkan secara akurat kadar insulin endogen.Insulin mempunyai beberapa pengaruh terhadap jaringan tubuh. Insulin menstimulasi pemasukan asam amino kedalam sel dan kemudian meningkatkan sintesa protein. Insulin meningkatkan penyimpanan lemak dan mencegah penggunaan glukosa ke dalam sel untuk digunakan sebagai sumber energi dan membantu penyimpanan glikogen didalam sel otot dan hati.
c. Insulin endogen adalah insulin yang dihasilkan oleh pankreas, sedang insulin eksogen adalah insulin yang disuntikkan dan merupakan suatu produk farmasi.
3. Indikasi terapi dengan insulin
a. Semua penyandang DM tipe 1 memerlukan insulin eksogen karena produksi insulin oleh sel beta tidak ada atau hampir tidak ada.
b. Penyandang DM tipe 2 tetentu mungkin membutuhkan insulin bila terapi jenis lain tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
c. Keadaan stres berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark miokard akut atau stroke.
d. DM gestational (diabetes yang timbul selama kehamilan) dan penyandang DM yang hamil membutuhkan insulin bila diet saja tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
e. Ketoasidosis diabetik.
f. Insulin seringkali diperlukan pada pengobatan sindroma hiperglikemia hiperosmolar non-ketotik.
g. Penyandang DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan supleman tinggi kalori, untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap akan memerlukaninsulin eksogen untuk mempertahankan kadar glukosa darah
mendekati normal secara periode resistensi isulin atau ketika terjadi penungkatan kebutuhan insulin.
h. Gangguan fungsi ginjal atau hati berat. i. Kontraindikasi atau alergi terhadap OHO.
4. Empat tipe insulin yang diproduksi dan dikategorikan berdasarkan puncak dan jangka waktu efeknya :
Karakteristik Insulin yang ada dipasaran Indonesia
Macam nama Buatan Efek puncak Lama kerja
(Jam) (Jam)
Cepat 2 – 4 6 -8
Actrapid Novo Nordisk
Humulin Eli lilly
Menengah 4 – 12 18 - 24
Insulatard Novo Nordisk
Monotard Human Novo Nordisk
Humulin -N Eli lilly
Campuran 1 – 8 14-15
Mixtard 30 Novo Nordisk
Humulin – 30/70 Eli lilly Panjang
Lantus Aventis Tidak ada 24
Bentuk penfill untuk Novopen 3 adalah :
Actrapid Human 100 Insulatard Human 100 Mixtard 30 Human 100
Bentuk penfill untuk Humagen Ergo adalah : Humulin- R 100 Humulin- N 100 Humulin- 30/70 Bentuk penfill untuk Optipen adalah :
Lantus
IV.2.8. Komplikasi Kronik
Komplikasi kronik DM pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah di seluruh bagian tubuh (angiopati diabetik). Angiopati diabetik dibagi 2:
Makroangiopati (makrovaskular) Mikroangiopati (mikrovaskular)
Mikrovaskular : - ginjal - mata
Makrovaskular : - jantung koroner - pembuluh darah kaki - pembuluh darah otak
Neuropati : - mikro dan makrovaskuler
Mudah timbul infeksi : - mikro dan makrovaskular
Faktor-faktor yang berpengaruh pada tingkat kejadian komplikasi makrovaskular: - hiperglikemia
- hiperlipidemia
- kegemukan
- kegiatan jasmani yang kurang - kelainan mikrovaskular - kelainan genetik
- neuropati
- efek metabolik lain akibat defisiensi insulin - viskositas darah yang meningkat
- faktor lain seperti merokok
Faktor-faktor yang berpengaruh pada tingkat kejadian komplikasi mikrovaskular: - hiperglikemia, lamanya, derjat tingginya, kelabilannya
- tekanan darah
- kegemukan
- jenis kelamin - umur
- kadar insulin serum - kadar lipid serum - faktor genetik - diet dan status gizi - macam pengobatan - neuropati
- merokok
- faktor lain: - permeabilitas dan fragilitas kapiler - koagulabilitas dan viskositas darah - oksigenisasi
- protein serum/glikoprotein
IV.3. Kandidiasis
IV.3.1. DefinisiKandidiasis adalah suatu penyakit kulit akut atau subakut, disebabkan jamur intermediate yang menyerang kulit, subkutan, kuku, selaput lendir dan alat-alat dalam.
IV.3.2. Penyebab dan epidemiologi
Dapat ditularkan langsung atau tidak langsung.
Penyebab : Candida albicans.
Umur : Dapat menyerang pada segala umur.
Jenis kelamin : Menyerang pria dan wanita.
Bangsa /ras : Tak jelas hubungan ras dengan penyakit ini, tetapi insiden diduga lebih tinggi di negara berkembang.
Daerah : Lebih banyak di daaerah tropis dengan kelembaban udara yang tinggi.
Musim/ iklim : Lebih banyak pada musim hujan, sehubungan dengan daerah-daerah yang tergenang air.
Kebersihan/ higiene : Terutama menyerang pekerja kebun, tukang cuci, petani.
Keturunan : Riwayat Diabetes mellitus, salah satu faktor yang mempermudah berkembangnya candidia albicans.
Faktor- faktor predisposisi lain seperti pemakaian antibiotik yang lama, obesitas, alkohol, gangguan vaskularisasi, hiperhidrosis dan lain-lain.
IV.3.3.Gejala singkat penyakit
Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan: Predileksi pada :
Kulit : Gatal hebat disertai panas seperti terbakar, terkadang nyeri bila ada infeksi sekunder.
Kuku : Sedikit gatal dan nyeri bila ada infeksi sekunder; kuku akan berwarna hitam, coklat, menebal, tak bercahaya, biasanya dari pangkal kuku ke distal. Disekitar pangkal kuku didapatkan vesikel-vesikel dan daerah erosif dengan skuama.
Mukosa : Terutama mulut, ditemukan ulkus-ulkus ringan putih keabuan tertutup suatu membran.
IV.3.4. Pemeriksaan kulit
Efloresensi : Kulit : daerah eritematosa, erosi kadang-kadang dengan papula dan bersisik. Pada keadaan kronik, daerah-daerah likenifikasi, hiperpigmentasi, hiperkeratosis dan terkadang berfisura.
Kuku : kuku tidak bercahaya, berwarna hitam coklat, menebal kadang- kadang bersisik. Sekitar kuku eritematosa, erosif dengan vesikel.
IV.3.5. Gambaran histopatologis
Sel ragi, pseudohifa dengan blastofora, serta sebukan sel-sel radang pada dermis.
IV.3.6. Penatalaksanaan
Perbaiki keadaan umum, dan atasi faktor-faktor predisposisi: - Pemakaian antibiotik secara berhati-hati. - Hindari obesitas.
- Hindari bekerja pada tempat-tempat lembab/ banyak air. Sistemik : Amfoterisin B 0,5-1 mg/kg BB iv
Tablet nistatin 3X100.000 U selama 1-4 minggu
Topikal : - Larutan Gentian violet 1-2%
- Nistatin 100.000 U/ml terutama pada kandidiasis mukosa. - Ekonazol 1-2% (krim atau larutan)
- Mikonazol 1-2% (krim, solusio atau bedak); toksilat 1-2% ( bedak, larutan atau krim).
IV.3.7. Prognosis Baik
IV.4. Tinea Kruris
IV.4.1. DefinisiTinea Kruris merupakan infeksi jamur dermatofita pada daerah kruris dan sekitarnya.
Penyebab : Seringkali oleh Epidermophyton floccosum, namun dapat pula oleh Trichophyton rubrum dan Trichophyton mentagrophytes yang ditularkan secara langsung atau tak langsung.
Umur : Kebanyakan pada dewasa.
Jenis kelamin : Pria lebih sering daripada wanita. Bangsa/ras : Terdapat diseluruh dunia.
Daerah : Paling banyak didaerah tropis. Musim /iklim : Musim panas, banyak berkeringat. Kebersihan : Kebersihan yang kurang diperhatikan. Keturunan : Tidak berpengaruh.
Lingkungan : Yang kotor dan lembab. IV.4.3. Gejala singkat penyakit
Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan:
Rasa gatal hebat pada daerah kruris (lipat paha), lipat perineum, bokong dan dapat sampai ke genitalia; ruam kulit berbatas tegas, eritematosa dan bersisik, semakin hebat bila banyak berkeringat.
IV.3.4. Pemeriksaan kulit
Lokalisaasi : Regio inguinal bilateral, simetris. Meluas keperineum, sekitar anus, intergluteal sampai ke gluteus. Dapat pula meluas ke suprapubis dan abdomen bahian bawah. Efloresensi : Makula eritematosa numular sampai geografis, berbatas tegas denga tepi lebih aktif terdiri dari papula atau pustula. Bila kronik makula menjadi hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya.
IV.3.5. Gambaran histopatologis Tidak khas.
IV.3.6. Pemeriksaan pembantu/laboratorik
Kerokan kulit daerah lesi dengan KOH 10%: tampak elemen jamur seperti hifa, spora, dan miselium.
Topikal : salep atau krim antimikotik. Lokasi ini sangat peka nyeri, jadi konsentrasi obat harus lebih rendah dibandingkan lokasi lain, misalnya asam salisilat, asam benzoat, sulfur dan sebagainya.
Sistemik : diberikan bila lesi luas dan kronik; Griseofulvin 500-1000 mg selama 2-3 minggu dan Ketokenazol.
IV.3.8. Prognosis
Baik, asal kelembaban dan kebersihan kulit selalu dijaga.
IV.5. Dermatitis Kontak Alergi
IV.5.1. DefinisiDermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi.
IV.5.2. Penyebab dan epidemiologi
Penyebab : Alergen = kontaktan = sensitizer. Biasanya berupa bahan logam berat, kosmetik (lipstik, deodoran, cat rambut), bahan perhiasan (kacamata, anting-anting, jam tangan), obat-obatan (obat kumur, sulfa, penisilin), karet (sepatu, BH), dan lain-lain.
Umur : Dapat pada semua umur.
Jenis kelamin : frekuensi yang sama pada pria dan wanita.
1V.5.3.Faktor- faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit Bangsa / ras : Semua bangsa.
Daerah : Tak berpengaruh.
Kebersihan/ higiene : Yang kurang mempermudah timbulnya penyakit.
Lingkungan : Berpengaruh besar untuk timbulnya penyakit, seperti pekerjaan dengan lingkungan yang basah, tempat-tempat lembab atau panas, pemakaian alat-alat yang salah.
1V.5.4.Gejala singkat penyakit
Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan: Kemerahan pada daerah kontak, kemudian timbul eritema, papul, vesikel dan erosi. Penderita selalu mengeluh gatal.
IV.5.5. Pemeriksaan kulit
Lokalisasi : Semua bagian tubuh dapat terkena.
Efloresensi : Eritema numular sampai dengan plakat, papul dan vesikel berkelomopok disertai erosi numular hingga plakat. Terkadang hanya berupa makula hiperpigmentasi dengan skuama halus.
IV.5.6. Gambaran histopatologis Tidak khas
IV.5.7.Pemeriksaan pembantu/laboratorik 1. Pemeriksaan eosinofil darah tepi
2. Pemeriksaan IgE : - uji tempel - uji gores - uji tusuk
IV.5.8.Penatalaksanaan
Umum: Hindari faktor penyebab. Khusus: Sistemik: - Antihistamin
- Kortikosteroid : Metilprednison, Metilprednisolon, atau Triamsinolon
Topikal: Bila lesi basah diberi kompres KMnO41/5000. Bila sudah mengering diberi
kortikosteroid topikal seperti Hidrokortison 1-2%, Triamsinolon 0,1%, Florosinolon 0.025%, Dexamethason 2-2,5%
1V.5.9.Prognosis