• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kata Pengantar. Surabaya, Nopember 2012 Tim Peneliti. iii

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kata Pengantar. Surabaya, Nopember 2012 Tim Peneliti. iii"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang karena berkat dan rahmatNya akhirnya laporan penelitian dengan judul “Pemetaan Seni Pertunjukkan Tradisional Jawa Timur: Kajian Bentuk, Fungsi dan Makna” yang memfokuskan pada wilayah etnik budaya Mataraman, Arek dan Panoragan dapat terselesaikan dengan lancar dan baik.

Penelitian ini merupakan upaya pelestarian seni pertunjukan tradisional melalui pendokumenan yang dilakukan secara sederhana dalam pendeskripsiannya melalui bentuk, fungsi dan makna simbolik pertunjukan. Hal ini diharapkan juga dapat memperkenalkan seni tradisional paa generasi muda atau masyarakat pada umumnya.

Dengan penelitian ini, diperoleh manfaat yang besar dalam upaya pelestarian seni pertunjukan tradisional Jawa Timur karena pemetaan dengan menghasilkan produk buku tentang seni pertunjukan tradisional di Jawa Timur belum ada. Penelitian ini masih merupakan penelitian pertama dengan memfokuskan pada wilayah etnik budaya, sehingga untuk menghasilkan pengetahuan tentang seni pertunjukkan tradisional Jawa Timur secara lengkap perlu dilanjutkan pada penelitian wilayah etnik selanjutnya.

Hasil penelitian ini sangat besar manfaatnya bagi kami, sehingga dalam kesempatan ini perkenankan kami ucapkan terimakasih kepada banyak pihak yang telah mendukung kelancaran penelitian ini, untuk itu kami ucapkan terima kasih kepada: Prof. Dr. Muchlas Samani, Rektor Unesa, Dr. Ir. I Wayan Susila, MT Ketua LPPM Unesa, Prof. Dr. Setya Yuwana, M.A, Dekan FBS Unesa, dan Drs. Djoko Tutuko, M.Sn, Ketua Jurusan Sendratasik FBS Unesa. Trimakasih juga kami ucapkan kepada rekan-rekan dosen Jurusan Sendratasik yang telah memberikan dukungan dan bantuannya dalam penelitian ini. Ucapan terimakasih khusus kami sampaikan pada mahasiswa tim pengumpul data yang telah membantu dalam pelaksanaan pengumpulan data. Semoga segala bantuan yang diberikan akan mendapatkan pahala dari Allah SWT dan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Surabaya, Nopember 2012 Tim Peneliti

(5)

ABSTRAK

Penelitian dengan judul Pemetaan Seni Pertunjukan Tradisional Jawa Timur ini mengkaji bentuk, fungsi dan makna simbolik pertunjukan. Pengkajian dilakukan pada seni pertunjukan tradisional yang ada di Jawa Timur dengan pembatasan pada sub etnik budaya. Adapun sub etnik budaya yang akan diteliti pada penelitian ini adalah sub etnik budaya Mataraman, Panoragan dan budaya Arek. Sedangkan focus pada penelitian ini adalah: 1) mengkaji bentuk pertunjukan; 2) mengkaji fungsi pertunjukan; dan 3) mengkaji makna simbolik pertunjukan.

Penelitian ini adalah penelitian diskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data menggunakan pengamatan, wawancara, studi pustaka dan dokumentasi. Analisis data mengacu pada analisis Straus dan Corbin yang membagi menjadi tiga tahap, yaitu: pengkodean terbuka (open coding), kode Aksial (axial coding), dan kode selektif (selective coding). Validitas data digunakan teknik triangulasi baik melalui triangulasi sumber dengan membandingkan data hasil penelitian maupun triangulasi teori dengan mengecek keabsahan data melalui teori yang digunakan.

Hasil penelitian pemetaan seni pertunjukan tradisional di Jawa Timur ditemukan ada 29 (dua puluh sembilan) jenis seni pertunjukan tradisional yang tumbuh dan berkembang di daerah sub etnik Mataraman, Panoragan dan Arek. Dari ke-29 jenis seni pertunjukan dapat dikelompokkan dalam 14 (empat belas) kelompok seni pertunjukan berdasarkan bentuk pertunjukannya.

Bentuk seni pertunjukan tradisional sub etnik Mataraman, Arek dan Panoragan ditinjau dari area pentas memiliki persamaan yaitu dipentaskan di area terbuka. Ditinjau dari struktur pertunjukan ada dua yaitu pertunjukan berdiri sendiri dan pertunjukan utama yang didahului oleh pertunjukan lain sebagai pembuka pertunjukannya. Fungsi sosial seni pertunjukan secara umum adalah sebagai sarana ritual, sebagai hiburan, sebagai kepuasan estetis bagi pelaku seninya dan sebagai upaya pelestarian budaya tradisional. Sedangkan fungsi social secara khusus sebagai alat pendidikan dapat dilihat pada seni pertunjukan yang ada dialognya yaitu Ketoprak, Ludruk, dan Wayang. Makna simbolik dari seni pertunjukan dapat dilihat secara tekstual dan kontekstual. Secara tekstual makna pertunjukan adalah mengenalkan kebaikan dan memerangi kejahatan atau dapat dikatakan kejahatan akan selalu terkalahkan dengan kebaikan. Makna simbolik secara kontekstual dapat dilihat pada sarana pementasan diantaranya pada alat musik yang digunakan, gerak laku pemain, busana dan rias pemain, property serta sesaji yang mendampingi pertunjukan.

(6)

DAFTAR ISI COVER i HALAMAN PENGESAHAN ii ABSTRAK iii KATA PENGANTAR iv DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Fokus Penelitian 3 1.3 Tujuan Penelitian 3 1.4 Manfaat Penelitian 3 1.5 Definisi Operasional 4

BAB II. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Wilayah Kebudayaan 5

2.2 Seni Pertunjukan Tradisional 7

2.3 Struktur Pertunjukan 8

2.4 Fungsi Sosial 10

2.5 Makna Simbolik 12

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian 14

3.2 Lokasi Penelitian 14

3.3 Sumber Data 16

3.4 Analisis Data 18

(7)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Seni Pertunjukan Tradisional Jawa Timur 21 4.2 Seni Pertunjukan tradisional jawa Timur Wilayah etni Mataraman, Arek

dan Panoragan

30

4.2.1 Seni Pertunjukan Bantengan 30

4.2.2 Seni Pertunjukan Dungkrek 33

4.2.3 Seni Pertunjukan Jaranan 36

4.2.4 Seni Pertunjukan Ketoprak 44

4.2.5 Seni Pertunjukan Kentrung 47

4.2.6 Seni Pertunjukan Kethek Ogleng 48

4.2.7 Seni Pertunjukan Ludruk 51

4.2.8 Seni Pertunjukan Reog 53

4.2.9 Seni Pertunjukan Sandur 55

4.2.10 Seni Pertunjukan Tiban 55

4.2.11 Seni Pertunjukan Tayub 56

4.2.12 Seni Pertunjukan Gajah-Gajahan 57

4.2.13 Seni Pertunjukan Ojung 59

4.2.14 Seni Pertunjukan Wayang 59

BAB V PENUTUP

5.1 Simpulan 61

5.2 Saran 62

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 : Wilayah Etnik Penelitian selama 3 Tahun

Tabel 4.1 Rekapitulasi data Seni Pertunjukan Jawa Timur Tahun 2010/2011

Tabel 4.2 Data Seni Pertunjukan Tradisional di Jawa Timur

Tabel 4.3 Seni Pertunjukan Tradisional di Jawa Timur yang tidak ada di Wilayah Lain

Tabel 4.4 Data Seni Pertunjukan Wilayah Sub Etnik Mataraman, Arek dan Panoragan

Tabel 4.5 Nama Kesenian Jaranan di Kota atau Kabupaten Wilayah Etnil Mataraman, Arek dan Panoragan Tabel 4.6

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 : Harimau dalam pertunjukan Bantengan Mojokerto (dok.internet)

Gambar 4.2 Adegan Banteng sedang Menari didampingi Pawang Bantengan Jatirejo Mojokerto(dok.internet)

Gambar 4.3 Pengiring dalam Kesenian Dongkrek Madiun (dok: internet) Gambar 4.4 Pemeran dalam Kesenian Dongkrek Madiun (dok: internet) Gambar 4.5 Arak-arakan dalam Pertunjukan Dongkrek Madiun (dok:

internet)

Gambar 4.6 Tari Jaranan bagian 1 yang disajikan setelah sajian Jepaplok Gambar 4.7 Tari Jaran II yang disajikan setelah sajian Jepaplok

Gambar 4.8 Bentuk Kuda(Jaran) putih dan hitam

Gambar 4.9 Topeng Jepaplok putih dan hitam yang digunakan dalam pertunjukan Jaran Dor

Gambar 4.10 Penari Turangga Yaksa Trenggalek

Dengan Bentuk Kuda Berkepala Raksasa (dok. internet)

Gambar 4.11 Bentuk Barong pada Kesenian Turangga Yaksa Trenggalek (dok.internet)

Gambar 4.12 Celeng dalam Kesenian Turangga Yaksa Trenggalek (dok.internet)

Gambar 4.13 Adegan Taman dalam Pertunjukan Ketoprak (dok.Trisakti) Gambar 4.14 Adegan Lawak dalam Pertunjukan Ketoprak (dok.Trisakti) Gambar 4.15

Seni Pertunjukan Kentrung (dok.internet)

Gambar 4.16 Kethek Ogleng sedang bertemu Dewi Rara Tompe (dok.Yolanda)

Gambar 4.17 Beberapa Kethek sedang melakukan atraksi dalam pertunjukan (dok.Yolanda)

Gambar 4.18 Panji Asmarabangun menyamar menjadi Kethek (dok.Yolanda) Gambar 4.19 Adegan Bedayan pada pertunjukan Ludruk (dok.Trisakti)

(10)

Gambar 4.20 Adegan Lawakan pada pertunjukan Ludruk (dok.Trisakti) Gambar 4.22 Dadak Merak pada Pertunjukan Reog Ponorogo (dok.internet) Gambar 4.22 Penari saling memukul dengan pecut pada Pertunjukan Tiban

(dok.internet)

Gambar 4.23 Penari Tayub sedang Menari (dok.internet)

Gambar 4.24 Pertunjukan Gajah Gajahan di Kabupaten Ponorogo (dok.internet)

(11)

LAPORAN

PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL

TEMA:

Seni dan Budaya/Industri Kreatif (Art and Culture/Creative Industry)

JUDUL PENELITIAN

PEMETAAN SENI PERTUNJUKAN TRADISIONAL

JAWA TIMUR SEBAGAI STRATEGI PELESTARIAN

SENI BUDAYA TRADISIONAL

Kajian Bentuk, Fungsi dan Makna Simbolik Pertunjukan

Peneliti: Dr. Trisakti, M.Si Dra. Retnayu Prasetyanti, M.Si

Dra. Setyo Yanuartuti, M.Si

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

NOPEMBER 2012

Tema Penelitian

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jawa Timur merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang berpenduduk cukup padat yaitu sekitar 36 juta jiwa. Sebagai propinsi yang memiliki jumlah penduduk terbanyak kedua di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur juga memiliki kekayaan seni pertunjukan tradisional yang tersebar di 29 kabupaten dan 9 kota. Seni pertunjukan tradisional yang ada di Jawa Timur meliputi seni teater, seni tari, dan seni musik. Seni pertunjukan tradisional di Jawa Timur memiliki kekhasan masing-masing pada tiap daerah perkembangngannya baik dalam bentuk pertunjukan, fungsi pertunjukan maupun makna pertunjukan. Diantara seni pertunjukan di Jawa Timur yang cukup dikenal oleh masyarakat luas adalah Wayang, Ketoprak, Ludruk, Jaranan dan Reog. Dalam perkembangannya, seni pertunjukan tradisional di Jawa Timur semakin sulit ditemukan dalam kehidupan masyarakat pendukungnya. Hal ini terjadi karena dampak modernisasi yang membawa perubahan gaya hidup masyarakat dalam menjaga dan melestarikan seni budaya tradisional.

Masyarakat di era modernisasi saat ini lebih mengarah pada gaya hidup instran dengan melakukan segala aktivitas dengan cepat, efisien dan efektif. Hal ini juga terjadi pada kegiatan masyarakat dalam mencari hiburan atau berkesenian. Masyarakat lebih memilih seni pertunjukan yang mudah dijumpai, murah dalam mendapatkannya, dan tidak membutuhkan waktu lama dalam pertunjukannya serta tujuan dalam mencari hiburan dan berkesenian dapat tetap tercapai.

Melihat perubahan gaya hidup dalam masyarakat yang demikian pesat dan di dukung perkembangan tekhnologi yang semakin global, maka upaya pelestarian seni pertunjukan tradisional perlu segera dilakukan agar tidak semakin pudar nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Salah satu upaya tersebut adalah dengan melakukan pemetaan seni pertunjukan tradisional. Disamping itu pemetaan yang mengkaji seni pertunjukan tradisional pada kajian bentuk atau

(13)

struktur, fungsi seni dan makna simbolik seni merupakan upaya yang sangat penting dalam upaya pelestariannya.

Jawa Timur memiliki kekayaan seni pertunjukan tradisional yang sangat besar. Data sementara yang diperoleh peneliti dari observasi awal terdapat 50 jenis seni pertunjukan tradisional yang ada di Jawa Timur khusus pada seni teater dan tari. Seni pertunjukan tradisional tersebut juga memiliki persamaan dan perbedaan dari satu daerah dengan daerah lain. Persamaan dan perbedaan tersebut juga dipengaruhi oleh wilayah sub etnik budayanya.

Ayu Sutarto budayawan Jawa Timur mendeskripsikan kebudayaan di wilayah provinsi ini menjadi sepuluh wilayah kebudayaan. Wilayah kebudayaan yang dimaksudkan adalah sebagai berikut, Jawa Mataraman, Jawa Panaragan, Jawa budaya Arek, Samin (Sedulur Sikep), Tengger, Using, Pandalungan, Madura Pulau, Madura Bawean dan Madura Kangean (Sutarto, 2004:1-17). Pembagian wilayah kebudayaan juga memberikan kekhasan bentuk seni pertunjukan pada masing-masing etnik kebudayaan. Kekhasan atau keunikan seni pertunjukan pada masing-masing wilayah etnik budaya memiliki bentuk/struktur pertunjukan, fungsi social dan makna pertunjukan yang berbeda-beda, yang menjadikan keunikan dan cirri khas dari suatu daerah yang sarat dengan nilai kearifan lokalnya. Dengan mengkaji bentuk, fungsi dan makna pertunjukan dari berbagai seni pertunjukan yang ada pada wilayah etnik budaya masyarakat Jawa Timur, maka upaya pelestarian seni budaya bangsa dapat dilakukan.

Sebagai salah satu upaya untuk pelestarian seni pertunjukan tradisional yang ada di Jawa Timur perlu diupayakan pendokumentasian yang nantinya dapat digunakan sebagai sarana apresiasi masyarakat serta untuk menjaga eksistensi seni pertunjukan tradisional. Pendokumentasian seni pertunjukan tradisional Jawa Timur dalam penelitian ini adalah dengan pemetaan seni pertunjkan tradisional berdasarkan wilayah etnik budaya masyarakat.

(14)

1.2 Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka focus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

2.1.1 Bentuk seni pertunjukan tradisional di wilayah kebudayaan Mataraman, Panoragan dan Arek.

2.1.2 Fungsi sosial seni pertunjukan tradisional di wilayah kebudayaan Mataraman, Panoragan dan Arek.

2.1.3 Makna simbolik seni pertunjukan tradisional di wilayah kebudayaan Mataraman, Panoragan dan Arek.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian pemetaan seni pertunjukan tradisional di Jawa Timur ini bertujuan sebagai berikut.

1.3.1 Mendeskripsikan bentuk seni pertunjukan tradisional di wilayah kebudayaan Mataraman, Panoragan dan Arek.

1.3.2 Mendeskripsikan fungsi sosial seni pertunjukan tradisional di wilayah kebudayaan Mataraman, Panoragan dan Arek.

1.3.3 Mendeskripsikan makna simbolik seni pertunjukan tradisional di wilayah kebudayaan Mataraman, Panoragan dan Arek.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat teoretis penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan masyarakat akan kekayaan seni pertunjukan yang ada di Jawa Timur dengan cirri khas atau karakteristik yang dimiliki oleh masing-masing wilayah etnik budaya. Disamping itu, penelitian ini dapat dijadikan pedoman atau acuan untuk melakukan penelitian lebih mendalam tentang seni pertunjukan yang ada di daerah-daerah.

(15)

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah hasil penelitian yang berupa buku dapat digunakan oleh mahasiswa untuk mendukung materi perkuliahan bidang studi seni, bahkan untuk materi kuliah kajian seni budaya dan kajian seni pertunjukan, buku hasil penelitian ini akan menjadi buku wajib dalam perkuliahan.

1.5 Definisi Operasional

Penelitian ini bertunjukan untuk memetakan seni pertunjukan tradisional di Jawa Timur melalui kajian bentuk, fungsi dan makna pertunjukan. Adapun definisi operasional dari kajian dalam penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut. 1.5.1 Seni pertunjukan tradisional adalah karya seni tradisional yang

dipertunjukkan dalam suatu pertunjukan yang dilihat oleh penonton. Dalam penelitian ini karya seni tradisional dibatasi pada karya seni teater dan seni tari yang berada pada sub etnik Mataraman, Panoragan dan budaya Arek.

1.5.2 Sub etnik Mataraman, Panoragan dan Arek adalah wilayah etnik yang digunakan sebagai wilayah dalam kajian penelitian. Pembatasan tiga wilayah etnik dilakukan sebagai strategi untuk memperdalam kajian karena di Jawa Timur terdiri dari sepuluh sub etnik yang akan dikaji pada tahapan penelitian selanjutnya.

1.5.3 Bentuk atau struktur pertunjukan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bangunan unsur-unsur yang tersusun ke dalam satu kesatuan atau alur/adegan dalam keseluruhan lakon/pertunjukan dalam pertunjukan seni pertunjukan tradisional.

1.5.4 Fungsi social yang dimaksud dalam penelitian ini adalah peranan seni pertunjukan sebagai cabang kesenian yang dapat memenuhi kebutuhan akan keindahan dan dapat menunjang kepentingan kegiatan manusia. 1.5.5 Makna simbolik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah memaknai

segala sesuatu yang muncul baik dalam bentuk benda atau gerak tubuh pelaku seni dalam mengekspresikan idea tau gagasannya.

(16)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Wilayah kebudayaan

Wilayah kebudayaan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah pembagian wilayah kebudayaan di Jawa Timur yang dikemukakan oleh Sutarto (2004:1-17) dengan sepuluh wilayah kebudayaan, yaitu: Jawa Mataraman, Jawa Panaragan, Jawa budaya Arek, Samin (Sedulur Sikep), Tengger, Using, Pandalungan, Madura Pulau, Madura Bawean dan Madura Kangean (Sutarto, 2004:1-17).

Wilayah Budaya Mataraman memiliki produk budaya yang tidak jauh berbeda dengan budaya Yogyakarta dan Surakarta. Wilayah yang dimaksudkan meliputi Magetan, Madiun, Trenggalek, Kediri, Tuluang Agung dan Blitar.

Wilayah budaya Arek, tersebar di Surabaya, delta sungai Brantas dan daerah Malang. Mereka terbiasa dengan berbahasa Jawa ngoko, memakai bentuk sapaan arek-arek. Ciri umum etnik budaya arek ialah karakter heroik, ekspresif atau blaka suta (bersifat terbuka), dan selalu bersedia menerima/mendengarkan pendapat orang lain.

Wilayah budaya Samin, tersebar di wilayah Blora (Jawa Tengah) dan perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur (wilayah Kabupaten Bojonegoro). Orang Samin atau Sedulur Sikep secara historis adalah kelompok yang menentang penjajah Belanda dengan cara tidak bersedia membayar pajak. Mereka berbahasa Jawa ngoko, setia pada tradisi yang dianutnya, dan memiliki sikap jujur. Mereka berpendapat bahwa manusia yang baik adalah manusia yang njaba njero padha (sikap lahir dan batinnya sama).

Wilayah Tengger, etnik yang bertempat tinggal daerah Gunung Tengger, Bromo dan kaki gunung Semeru. Oleh karena itu dikenal Wong Tengger wilayah Kabupaten Pasuruan, Wong Tengger wilayah Kabupaten Probolinggo dan Wong Tengger wilayah Kabupaten Malang. Mereka penganut agama Hindu Jawa dan

(17)

setia pada tradisi leluhurnya. Hari raya keagamaan yang terkenal adalah hari raya Kasodo dan Karo.

Wilayah budaya Panaragan tersebar di wilayah Kabupaten Ponorogo. Mereka berbahasa Jawa dan Jawa dialek Ponorogo. Kesenian khas yang berpengaruh luas di Indonesia ialah kesenian rakyat Reyog, tokoh yang berperan di masyarakatnya ialah warok.

Wilayah Budaya Madura yang terbesar adalah Madura Pulau. Sebaran orang-orang Madura ke wilayah pulau Bawean, dan Madura Kangean. Orang-orang Madura dikenal sebagai etnik yang memiliki mobilitas yang tinggi. Madura yang berada di pesisir dikenal sebagai nelayan yang tangguh. Madura yang merantau sebagai pedagang, dan yang berada di pedalaman sebagai masyarakat petani. Mereka termasuk penganut agama Islam yang taat (pemeluk teguh ).

Wilayah budaya Pandalungan atau dapat disebut Komunitas Pandalungan yang merupakan integrasi antara budaya Jawa dan Madura. Mereka dikenal sebagai keturunan campuran antara etnik Madura dan Jawa, mereka bertempat tinggal di pesisir utara Jawa Timur dan sebagian di pesisir selatan Jawa Timur. Budaya Pandalungan tersebar di daerah Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, Jember dan Bondowoso. Mereka bermata pencaharian petani yang berada di wilayah pedalaman, nelayan yang bertempat tinggal di pesisir, dan sebagian yang lain sebagai pedagang. Tokoh masyarakat yang amat berpengaruh di lingkungan mereka adalah tokoh agama yang disebut Kyai.

Wilayah budaya Using atau Komunitas Using yang bertempat tinggal di wilayah Blambangan atau Kabupaten Banyuwangi. Mereka mengaku memiliki bahasa sendiri yakni bahasa Using, sekalipun para linguis menyebut bahasa Jawa dialek Using. Mereka penganut agama Islam, dan sistem kepercayaan yang kuat terhadap arwah para leluhurnya. Etnik Using memiliki kesenian khas Using, yang berpengaruh besar sebagai seni pertunjukan rakyat pada lingkungan pariwisata. Masyarakat Kabupaten Banyuwangi pada awal abad ke-21 dikenal sebagai masyarakat yang multikultur. Bagian timur laut wilayah ini dihuni oleh etnik Madura. Di sepanjang pantai Banyuwangi, menetap juga etnik lain dari Sulawesi Selatan (Bugis), beberapa orang Melayu dari Sumatera Selatan, di kota

(18)

Banyuwangi dan daerah Rogojampi berdiam suku bangsa Bali (orang-orang buangan menurut adat Bali, serta transmigrasi lokal akibat letusan gunung Agung). Akhirnya berdatangan pula orang-orang keturunan Cina dan Arab sebagai pedagang di kota Banyuwangi dan kota-kota Kecamatan di wilayah ini (Stoppelaar, 1927:2).

Sepuluh wilayah kebudayaan Sutarto di atas untuk selanjutnya dijadikan konsep dalam melihat karakteristik seni pertunjukan pada masing-masing wilayah kebudayaan. Dan dengan dasar wilayah kebudayaan ini tahapan penelitian dilakukan untuk mendapatkan data seni pertunjukan tradisional Jawa Timur yang lengkap.

2.2 Seni Pertunjukan Tradisional

Performance Studies atau kajian pertunjukan adalah sebuah disiplin baru, sebuah pendekatan interdisipliner yang mempertemukan berbagai disiplin, antara lain kajian teater, antropologi, antropologi tari, etnomusikologi, folklor, semiotika, sejarah, linguistik, koreografi dan kritik sastra (Murgiyanto, 1998:9).

Seni pertunjukan di Indonesia berasal dari lingkungan ethnik yang berbeda satu sama lainnya yang merupakan kesepakatan bersama yang turun temurun. Menurut Edi Sedyawati (1981:53-54), seni pertunjukan yang berasal dari lingkungan ethnik kebanyakan mendapat pengembangan di kota-kota. Ciri umum yang ada pada kesenian itu diantaranya, berupa adanya tempat yang tetap untuk mempergelarkan kesenian, adanya sistem imbalan jasa berupa uang untuk seniman yang mempergelarkan kesenian, adanya dasar kesepakatan ‘harga’ sebagai landasan untuk mempergelarkan kesenian, dan adanya kecenderungan pengkhususan dalam memilih bidang kegiatan, sehingga kesenian cenderung untuk dikejar sebagai profesi. Pengembangan kesenian di kota-kota juga sangat berpengaruh bagi pengembangan kesenian itu sendiri, karena kesenian itu akan mengalami penyesuaian diri yaitu dengan masuknya modernisasi di berbagai aspek pendukungnya.

Masih ada juga seni pertunjukan tradisional yang tetap berada di ethnik masing-masing yang kehidupannya sangat sulit untuk berkembang. Seni

(19)

pertunjukan (tradisional) yang keberadaannya sangat memprihatinkan ini tentu saja tidak dapat berkembang atau berada diambang kepunahan bahkan banyak yang sudah punah. Menurut Haris Supratno (1996) faktor kepunahan seni pertunjukan disebabkan, antara lain karena (1) semakin berkembangnya kebudayaan atau kesenian populer, (2) semakin banyaknya hiburan melalui televisi dan video, (3) seni pertunjukan tidak dapat beradaptasi dengan kebudayaan modern (hanya begitu-begitu saja), (4) masyarakat sudah semakin maju dan sangat sibuk sehingga tidak sempat menonton hiburan seni pertunjukan tradisional, dan (5) masyarakat jarang mau menanggap seni pertunjukan tradisional karena pada umumnya sudah berpikir secara praktis dan hemat.

Dari uraian konsep tersebut diatas, akan dipergunakan untuk menjelaskan posisi dan kelangsungan hidup seni pertunjukan tradisional dalam wilayah etnik budaya masyarakatnya.

2.3 Struktur Pertunjukan

Struktur merupakan susunan berbagai unsur-unsur menjadi wujud. Menurut Djelantik (1999: 41) kata struktur mengandung arti bahwa di dalam karya seni itu terdapat pengorganisasian, penataan; ada hubungan tertentu antara bagian-bagian yang tersusun itu. Ada tiga unsur estetik yang mendasar dalam struktur pada setiap karya seni, yaitu keutuhan atau kebersatuan (unity), penonjolan atau penekanan (dominance) dan keseimbangan (balance). Soediro Satoto (1085:14) juga menjelaskan bahwa struktur merupakan komponen paling utama dan merupakan prinsip kesatuan lakuan (unity of action). Dalam drama sistematika pembicaraannya dilakukan dalam hubungannya dengan alur (plot) dan penokohan (karakteristik).

Struktur pertunjukan menurut Levitt (1971:16) bahwa adegan-adegan di dalam lakon merupakan bangunan unsur-unsur yang tersusun ke dalam satu kesatuan, dengan kata lain, struktur adalah tempat, hubungan, atau fungsi dari adegan-adegan di dalam peristiwa-peristiwa dan di dalam satu keseluruhan lakon. Apabila hendak menganalisis struktur lakon dimulai dari unit struktur lakon yaitu adegan.

(20)

Empat unsur yang membangun struktur dramatik menurut Aston yang dikutip yang dikutip Sudiro Satoto (1994:7-13) adalah sebagai berikut.

1) Wujud atau bentuk dramatik

Dalam drama wujud atau bentuk dramatik disebut babak dan adegan. Pembabakan dan pengadeganan ditandai alur cerita dari awal sampai akhir peristiwa. Wujud dan bentuk dramatik berkait dengan cerita dan alur cerita atau plot.

2) Tokoh (karakter, watak, peran)

Karakter berarti tokoh yang berwatak artinya tokoh yang hidup, berjiwa atau ber roh bukan tokoh mati.

3) Dialog

Tokoh-tokoh watak di dalam wacana dramatik dibangun secara keseluruhan dengan alat bahasa. Bahasa merupakan salah satu jenis sistem tanda yang istimewa atau dominan sebagai alat berkomunikasi. Pertunjukan ketoprak menggunakan bahasa Jawa dengan berbagai tingkatan sebagai alat komunikasi di atas panggung.

4) Petunjuk Pemanggungan

Ada ekstra dan intradialogis petunjuk pemanggungan. Ekstradialogis untuk menunjuk pemanggungan sedangkan intradialogis untuk menunjuk regester dalam dialog yang dapat dilihat pada teks petunjuk pemanggungan.

Trilogi Aristoteles mengajarkan tentang kesatuan waktu, kesatuan tempat dan kesatuan kejadian pada bentuk teater (dalam Harymawan, 1993:20). Kesatuan waktu merupakan peristiwa yang terjadi secara berturut-turut dalam kurun waktu 24 jam. Kesatuan tempat merupakan peristiwa keseluruhan terletak dalam satu tempat. Kesatuan kejadian yang membatasi rentetan peristiwa yang berjalan erat, dan tidak menyimpang dari kesatuan pokok yaitu kesatuan ide. Apa yang terjadi dalam kesatuan tersebut dapat ditinjau dari konstruksi dramatiknya yaitu struktur pertunjukan yang disusun sutradara. Struktur pertunjukan dalam teater oleh

(21)

Aristoteles dibedakan menjadi empat bagian (Harymawan, 1993:18), yaitu (1) protasis, adalah permulaan yang diperjelas peran dan motif lakon, (2) Epitasio, adalah jalinan cerita, (3) Catastesis, puncak laku dimana peristiwa mencapai titik kolminasinya, dan (4) Catastrope, adalah akhir atau penutupan.

Dalam pendekatan struktur pertunjukan, penulis berusaha menemukan dan mengangkat kaidah-kaidah dramatik yang dapat ditemui dalam sebuah pertunjukan. Unsur-unsur penting yang ada pada struktur pertunjukan, adalah tema, alur/plot, penokohan/karakteristik dan konflik/tikaian. Dengan demikian konsep-konsep yang diuraikan diatas dapat dijadikan dasar dalam mencari struktur pertunjukan pada seni pertunjukan tradisional di wilayah etnik budaya masyarakat.

2.4 Fungsi Sosial

Manusia hidup pada dasarnya adalah untuk melakukan aktivitas dalam memenuhi kebutuhan hidup seperti, belajar, bekerja, bermain dan berkesenian. Kebutuhan akan berkesenian erat sekali hubungannya dengan pemenuhan akan keindahan. Peranan seni pertunjukan sebagai cabang kesenian mempunyai fungsi yang dapat memenuhi kebutuhan akan keindahan dan dapat menunjang kepentingan kegiatan manusia.

Hasim Amir (1994;6) mengemukakan bahwa seni pertunjukan tradisional memiliki fungsi antara lain (1) fungsi hiburan, (2) fungsi informasi, (3) fungsi sosial/pergaulan/persahabatan, (4) fungsi artistik, (5) fungsi pendidikan/ moral, (6) fungsi spiritual, (7) fungsi ekonomi dan (8) fungsi politik. James Danadjaja (1983; 80-89) berpendapat bahwa teater rakyat/tradisional mempunyai banyak fungsi dalam kehidupan, yaitu (1) sebagai alat pendidikan masyarakat, (2) sebagai alat penebal perasaan solideritas kolektif, (3) sebagai alat yang memungkinkan seseorang bisa bertindak dengan penuh kekuasaan terhadap orang yang menyeleweng, (4) sebagai alat untuk mengeluarkan protes terhadap ketidak adilan yang terjadi di masyarakat, (5) memberi kesempatan kepada seseorang melarikan diri untuk sementara dari kehidupan nyata yang membosankan ke dunia khayal yang terjadi di masyarakatnya dan ke dunia khayal yang indah, dan (6)

(22)

kemungkinan pemainnya berbuat sesuatu yang pada kehidupan sehari-hari dilarang oleh norma-norma yang berlaku pada masyarakat.

Fungsi yang terkandung dalam seni pertunjukan sangat penting dalam kehidupan masyarakat, oleh karena itu kesenian mempunyai sifat yang sangat dinamis. Anya Peterson (1991) menegaskan bahwa fungsi kesenian dapat bersifat terbuka atau tersembunyi. Akhirnya fungsi-fungsi tidak terlalu tetap selama-lamanya.

Slamet Subiantoro (1999:344) mengatakan bahwa seni tradisi yang merupakan sebagian hasil tindakan berpola manusia (seniman) yang dalam sejarah perkembangan kebudayaan telah memiliki sumbangan besar dalam memperkaya serta memberikan identitas kebudayaan nasional kita. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kesenian tersebut merupakan bentuk kebudayaan yang hingga sekarang masih mencerminkan seni yang adiluhung, sehingga harus dilestarikan keberadaannya. Sementara itu Suwaji Bastomi (1986:54) mendifinisikan seni tradisi sebagai seni yang lahir dengan sendirinya di tengah-tengah masyarakat, seni tradisi sifatnya komunal, artinya diciptakan dan dimiliki bersama oleh masyarakatnya.

Menurut Umar Kayam (2000;286) seni pertunjukan rakyat tradisional hidup dan berkembang dalam masyarakat mempunyai dua fungsi yaitu segi daya jangkau penyebarannya dan fungsi sosialnya. Dilihat dari segi penyebarannya sosialnya, pertunjukan rakyat memiliki wilayah jangkau yang meliputi seluruh lapisan masyarakat (Koentjaraningrat, 1984:286). Sedangkan dari segi fungsi sosialnya, daya tarik pertunjukan rakyat terletak pada kemampuannya sebagai pembangun dan pemelihara solideritas kelompok (Kayam, 1977:6).

Seni pertunjukan tradisional memiliki fungsi sosial sesuai kondisi masyarakatnya seperti terurai di atas. Konsep tersebut dapat dijadikan penulis sebagai langkah dalam menganalisa fungsi sosial dari seni pertunjukan tradisional yang hidup dan berkembang di wilayah etnik kebudayaan.

(23)

2.5 Makna Simbolik

Menurut Peirce, antropologi simbolik yaitu untuk mempelajari atau menganalisis berbagai sistem simbol budaya, totalisme, mite, ritual, upacara, dan syarat-syarat keluarga sebagai sistem kognitif yang diabstraksi dari konteks etnografi mereka dari hubungan sosial, aksi individu dan perasaan (Singer. 1984:6).

Simbol dipakai untuk mengacu pada banyak hal sehingga simbol mempunyai makna yang sangat luas. Simbol adalah rumusan-rumusan yang kelihatan dari pandangan-pandangan abstraksi-abstraksi dari pengalaman yang telah ditetapkan dalam bentuk-bentuk yang dapat dimengerti, perwujudan-perwujudan kongkrit dari gagasan-gagasan, sikap-sikap, putusan-putusan, kerinduan-kerinduan atau keyakinan-keyakinan (Geertz, 1973:91).

Menurut K. Susane Langer (dalam Hayakama, 1949:24) kebutuhan dasar manusia yang benar-benar tidak bisa ditinggalkan adalah kebutuhan akan simbol. Seperti halnya makan, melihat atau berpindah tempat. Bagi manusia membuat simbol adalah aktivitas primer yang berlangsung sepanjang waktu.

Parsudi Suparlan (1983:69) menulis, simbol merupakan komponen utama dalam kebudayaan karena setiap hal yang dilihat dan dialami oleh manusia itu sebenarnya diolah melalui serangkaian simbol yang dimengerti oleh manusia. Simbol-simbol yang digunakan adalah simbol konstitutif yang berbentuk kepercayaan dan kebiasaannya merupakan inti dari agama, simbol kognitif yang membentuk ilmu pengetahuan, simbol evaluatif atau penilaian moral yang membentuk nilai-nilai dan aturan-aturan, serta simbol-simbol ekspresif atau pengungkapan perasaan (Bachtiar, 1982). Simbol adalah segala sesuatu (benda material, peristiwa, tindakan, ucapan, gerakan manusia) yang menandai atau mewakili suatu yang lain atau segala sesuatu yang telah diberi arti atau makna tertentu (Geertz, 1973:91).

Simbol merupakan media untuk menyimpan atau mengungkapkan makna, berupa gagasan-gagasan (ide), sikap-sikap, pertimbangan-pertimbangan, hasrat-hasrat, atau kepercayaan-kepercayaan serta abstraksi-abstraksi dari pengalaman tertentu dalam bentuk yang dapat dimengerti. Makna yang hadir dalam seni

(24)

pertunjukan tradisional menurut Hartanto (1995:7) adalah (1) mempertahankan nama Indonesia sebagai bangsa yang kaya akan jenis-jenis kesenian, (2) menjadi filter budaya secara building terpasang dalam sanubari kita, (3) menjadi salah satu unsur penunjang industri pariwisata.

Dalam simbol terdapat makna yang luas, bahkan semua objek atau kejadian yang mempunyai makna dapat disebut simbol (Spradly and Mc. Curdy, 1975; 20). Simbol mempunyai peranan yang sangat penting dalam penelitian kebudayaan pada umumnya, sebab kebudayaan terdiri atas kode-kode simbolis atau sistem-sistem dan bermacam-macam pesan yang dikomunikasikan dengan melalui alat bantu.

Untuk mengetahui makna kebudayaan juga dapat dilakukan melalui simbol-simbol, sebab makna hanya dapat disimpan dalam simbol. Menurut Spradley dan Mc. Curdy (1975;22), kebudayaan apapun maknanya tersimpan dalam simbol.

Konsep mengenai simbol di atas, penulis pergunakan untuk menganalisis makna simbolik yang ada pada seni pertunjukan tradisional yang hidup dan berkembang di masyarakat.

(25)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yang akan mendeskripsikan data penelitian dari mengamati objek karya seni dan perilaku pelaku seni serta mendeskripsikan objek penelitian berupa karya seni pertunjukan dan mendeskripsikan hasil wawancara. Menurut Anselm Strauss dan Juliet Corbin (1997:11) dengan penelitian kualitatif dapat ditunjukkan tentang kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku, juga tentang fungsionalisasi organisasi, pergerakan-pergerakan sosial atau hubungan kekerabatan.

Dalam penelitian deskriptif kualitatif ini, peneliti akan mendeskripsikan fakta-fakta dengan mengungkapkan gejala- gejala secara lengkap dari seni pertunjukan tradisional di wilayah sub etnik Mataraman, Arek dan Panoragan. Pendeskripsian fakta dari seni pertunjukan tradisional dalam penelitian ini dibatasi pada struktur pertunjukan, fungsi social pertunjukan dan makna simbolik yang terdapat pada seni pertunjukan.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian multi years yang dirancang untuk 3 tahun penelitian. Penelitian ini akan lengkap jika dapat dilaksanakan selama 3 tahun penelitian, karena penelitian ini memetakan seni pertunjukan tradisional di Jawa Timur yang sangat banyak jumlahnya serta luas daerah atau lokasi penelitiannya. Keluasan wilayah penelitian dan jumlah seni pertunjukan yang sangat banyak (44 jenis seni pertunjukan) akan dibagi dalam 3 tahun penelitian dengan sasaran wilayah seni berdasarkan wilayah etnik budaya. Adapun wilayah tersebut adalah sebagai berikut.

(26)

Tabel 3.1

Wilayah Etnik Penelitian selama 3 Tahun

No. Etnik Mataraman, Arek, Panoragan

No. Pesisir Utara, Madura Pulau, Madura Kepulauan, Mandalungan

No. Samin, Tengger, Osing

1 Kabupaten Jombang 1 Kabupaten

Bangkalan

1 Kabupaten Banyuwangi

2 Kabupaten Kediri 2 Kabupaten

Pamekasan

2 Kabupaten Bondowoso

3 Kabupaten Madiun 3 Kabupaten

Sumenep

3 Kabupaten Jember

4 Kabupaten Magetan 4 Kabupaten

Sampang

4 Kabupaten Lumajang

5 Kabupaten Mojokerto 5 Kabupaten Gresik 5 Kabupaten Situbondo

6 Kabupaten Nganjuk 6 Kabupaten

Lamongan

6 Kabupaten Pasuruan

7 Kabupaten Ngawi 7 Kabupaten Tuban 7 Kabupaten Bojonegoro

8 Kabupaten Pacitan 8 Kota Pasuruan 8 Kabupaten Malang

9 Kabupaten Ponorogo 9 Kota Probolinggo 9 Kota Malang

10 Kabupaten Sidoarjo 10 Kabupaten

Probolinggo 10 Kota Batu 11 Kabupaten Trenggalek 12 Kabupaten Tulungagung 13 Kabupaten Blitar 14 Kota Blitar 15 Kota Kediri 16 Kota Madiun 17 Kota Mojokerto 18 Kota Surabaya

Pada tahun pertama penelitian ini, penelitian difokuskan pada wilayah budaya Mataraman, Arek dan Panoragan. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan kedekatan secara geografi dan karakter budayanya. Adapun lokasi penelitian pada tahun pertama meliputi 13 kabupaten dan 5 kota yang ada di wilayah etnik tersebut. Adapun kabupaten tersebut adalah: kabupaten Jombang, Kediri, Madiun, Magetan, Mojokerto, Nganjuk, Ngawi, Pacitan, Ponorogo, Sidoarjo, Trenggalek, Blitar dan Tulungagung. Sedangkan lima kota adalah kota Surabaya, Mojokerto, Kediri, Blitar dan Madiun.

(27)

3.3 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Sumber data primer diperoleh dari pertunjukan itu sendiri (pertunjukan langsung maupun dari dokumen gambar atau VCD pertunjukan), nara sumber yaitu pemilik/pimpinan seni pertunjukan, pencipta seni, dan pelaku seni. Sedangkan data sekunder diperoleh dari masyarakat pendukung seni.

3.3.1 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah; observasi atau pengamatan, wawancara, studi pustaka, dan dokumentasi. Adapun teknik tersebut adalah sebagai berikut:

3.3.1.1 Observasi atau Pengamatan

Observasi atau pengamatan digunakan untuk melihat secara langsung seni pertunjukan tradisional yang hidup di masyarakat dan keadaan lingkungan masyarakatnya. Bogdan dan Taylor (1992:23) mengatakan bahwa pengamatan peserta merupakan suatu metode pengumpulan data dengan cara melibatkan diri dalam lingkungan subjek secara sistematis dan tidak mencolok sehingga tercipta suatu periode interaksi sosial yang intensif antara peneliti dan subjeknya.

Observasi atau pengamatan dalam penelitian ini digunakan melalui dua cara yaitu pengamatan langsung dan pengamatan tidak langsung. Pengamatan langsung adalah pengamatan yang dilakukan peneliti dengan melihat langsung seni pertunjukan tradisional di daerahnya, sedangkan pengamatan tidak langsung adalah pengamatan yang dilakukan peneliti dengan melihat seni pertunjukan tradisional dan video atau dari gambar yang diperoleh di lapangan. Pengamatan tidak langsung terjadi karena tidak semua seni pertunjukan tradisional dapat diamati secara langsung oleh peneliti. Hal ini karena tidak semua seni pertunjukan dilaksanakan pada saat penelitian berlangsung, sehingga pengamatan dilakukan pada seni pertunjukan dalam bentuk gambar atau video pertunjukan.

(28)

3.3.1.2 Wawancara

Metode wawancara atau interview sangat mendukung metode pengamatan atau observasi yang digunakan dalam penelitian ini. Wawancara yang digunakan adalah wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur. Wawancara terstruktur dengan menetapkan terlebih dahulu pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan masalah yang akan diteliti. Pertanyaan yang sama diajukan kepada sejumlah nara sumber untuk mendapatkan sejumlah jawaban yang nantinya akan dianalisis oleh peneliti. Wawancara ini digunakan untuk memperoleh data penelitian tentang fungsi social seni pertunjukan dan latar belakang seni pertunjukan. Sedangkan wawancara tak terstruktur diterapkan pada sampel yang terpilih saja dengan pertanyaan yang disesuaikan dengan keadaan diantaranya dilakukan pada masyarakat pendukung seni pertunjukan. Hasil wawancara akan dicatat dan akan dijadikan dasar yang akan dianalisis atas kutipan hasil wawancara.

3.3.1.3 Studi Pustaka

Studi pustaka dalam penelitian yang disebut Moleong (2007) sebagai sumber data tertulis merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti dengan melihat data-data tertulis yang telah ada dengan tujuan dapat digunakan sebagai referensi atau bahkan sebagai pisau analisis penelitian. Studi pustaka dalam penelitian ini menggunakan sumber dari penelitian terdahulu tentang seni pertunjukan tradisional, buku, arsip, dokumen pribadi dan dokumen resmi yang diperoleh peneliti pada saat proses penelitian berlangsung.

Studi pustaka dalam penelitian ini sangat penting peranannya karena ternyata dari hasil pengumpulan data yang telah dilakukan peneliti menemukan 44 jenis seni pertunjukan tradisional di wilayah etnik budaya Mataraman, Arek dan Panoragan. Dari jumlah tersebut, peneliti hanya mendapatkan 14 jenis seni pertunjukan secara langsung, sedangkan 30 jenis pertunjukan yang tidak dapat diperoleh secara langsung dari narasumbernya dikaji melalui studi pustaka yang diperoleh dari data penelitian terdahulu.

(29)

3.3.1.4 Dokumentasi

Penelitian ini juga menggunakan metode dokumentasi. Dokumentasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah data-data foto dan video yang diperoleh dari dokumen, arsip masyarakat dan data foto/video tentang seni pertunjukan tradisional tradisional di masyarakat. Data-data foto/video ini sangat penting dalam penelitian ini, karena melalui foto/video yang diperoleh oleh peneliti maka diskripsi dari suatu seni pertunjukan tradisional dapat semakin jelas dalam laporan penelitian nantinya. Melalui data foto/video juga dapat diketahui secara visual bentuk atau struktur seni pertunjukan tradisional yang menjadi objek penelitian.

3.4 Analisis Data

Analisis data pada dasarnya dilaksanakan secara terus menerus sejak pengumpulan data sampai pada penulisan laporan penelitian. Hal itu dilakukan untuk dapat membenahi apabila mungkin ada kesalahan data atau kekurangan data. Data dan informasi yang berasal dari pengamatan/observasi, wawancara terstruktur dan tidak terstruktur, serta analisis pustaka; terlebih dahulu dipilah-pilahkan berdasarkan kategori yang telah ditentukan dan kemudian didiskripsikan. Menurut Nawawi (1998:63) metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subjek/objek penelitian pada saat sekarang berdasar fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Menurut Bogman dan Taylor (1992:137) analisis data adalah proses yang memerlukan usaha untuk secara formal mengidentifikasi tema-tema dan menyusun gagasan-gagasan yang ditampilkan oleh data, serta upaya untuk menunjukkan bahwa tema tersebut didukung oleh data.

Tahapan analisis data pada penelitian ini mengacu pada analisis Straus dan Corbin (1997:64) yang membagi menjadi tiga tahap, yaitu: 1) pengkodean terbuka (open coding), kode Aksial (axial coding), dan kode selektif (selective coding). Pada tahap pengkodean terbuka (open coding) peneliti berusaha memperoleh data sebanyak-banyaknya, meliputi proses merinci, memeriksa, membandingkan, mengkonseptualisasikan dan mengkategorisasikan. 2) Pada tahap kode aksial (axial coding) hasil dari pengkodean terbuka (open coding) diorganisir kembali

(30)

berdasar kategori-kategori ke arah proporsisi. 3) Tahap kode selektif (selective coding) dengan mengklasifikasikan proses pemilihan, penyeleksian kategori-kategori inti secara sistematik dan perbaikan serta pengembangan yang selanjutnya dibuat kesimpulan berdasarkan permasalahan untuk disajikan dalam laporan penelitian. Selain melakukan simpulan pada akhir selektif coding, peneliti juga melakukan pengecekan data kembali kepada informan dan melakukan diskusi dengan teman sejawat, tim peneliti dan ahli atau pakar sesuai bidang kajian penelitian.

3.5 Validitas Data

Validitas data dalam penelitian ini dilakukan untuk melihat tingkat keilmiahan penelitian dengan berbagai unsur agar hasil penelitian benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. Validitas data dalam penelitian ini dilakukan melalui triangulasi.

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Maleong, 1998:178). Teknik triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan triangulasi sumber, metode, dan teori.

Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat berbeda dalam penelitian kuaitatif (Patton 1987:133). Adapun triangulasi sumber dalam penelitian ini dilakukan dengan jalan 1) membandingkan hasil data pengamatan dengan wawancara; 2) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dan yang dikatakan secara pribadi; 3) membandingkan data situasi penelitian yang dikatakan orang dengan situasi sepanjang waktu; dan 4) membandingkan wawancara dengan isi dokumen.

Triangulasi metode dilakukan dengan mengecek derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian dengan beberapa teknik pengumpulan data dan mengecek derajat kepercayaan data melalui metode yang sama. Sedangkan triangulasi teori digunakan dalam penelitian ini untuk mengecek keabsahan data

(31)

melalui teori yang digunakan, yaitu teori bentuk atau struktur, fungsi dan makna sesuai dengan kajian penelitian ini.

(32)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Seni Pertunjukan Tradisional Jawa Timur

Jawa Timur memiliki beragam seni pertunjukan tradisional. Diantara seni pertunjukan tersebut adalah seni musik, seni tari, seni teater, dan perpaduan dari seni musik, seni tari dan seni teater yang biasa disebut dengan seni pertunjukan tradisional. Seni pertunjukan tradisional adalah seni yang dalam pertunjukannya menampilkan unsur tiga jenis seni yang mengangkat unsur etnik, yaitu seni musik sebagai pengiring, seni tari sebagai bentuk tampilannya dan seni teater sebagai bangunan jalinan cerita atau alur dari pertunjukan.

Seni pertunjukan tradisional di Jawa Timur memiliki wilayah perkembangan dan pengembangannya di daerah asalnya. Sebagai bentuk seni yang lahir di lingkungan etnik masyarakatnya, seni pertunjungan tradisional memiliki bentuk, fungsi dan makna pertunjukan sesuai dengan karakter masyarakat pendukungnya.

Wilayah etnik seni pertunjukan tradisional di Jawa Timur secara geografis dapat dikelompokkan dalam sepuluh etnik. Adapun kesepuluh etnik tersebut adalah: wilayah etnik budaya Mataraman, Arek, Ponorogo, Pesisir Utara, Madura Pulau, Madura Kepulauan, Mandalungan, Samin, Tengger dan Osing (Banyuwangi). Wilayah etnik tersebut selanjutnya digunakan sebagai batasan penelitian untuk memudahkan peneliti dalam pengumpulan data. Melalui pembagian wilayah etnik dan diprediksi peneliti adanya kesamaan dalam budaya yang akan memberikan dampak pula pada persamaan bentuk, fungsi dan makna dalam seni pertunjukan tradisionalnya. Dari asumsi peneliti dengan pembagian wilayah etnik tersebut, ditemukan ada beberapa seni pertunjukan yang ternyata hanya ada di wilayah tertentu saja seperti Dongkrek (Madiun) dan Banthengan (Mojokerto dan Malang), sedangkan ada beberapa seni pertunjukan yang memiliki kesamaan dalam bentuk, fungsi maupun makna diantaranya adalah Jaranan, Ketoprak dan Ludruk. Dengan demikian, pada penelitian ini yaitu penelitian tahap satu pada wilayah etnik budaya Mataraman, Arek dan Panoragan yang dirujuk

(33)

peneliti untuk membagi daerah penelitian hanya bersifat memudahkan peneliti dalam memasuki wilayah penelitian dan pengumpulan datanya. Melalui penelitian tahap dua dan tiga diharapkan akan menemukan teori baru dalam pembagian wilayah seni pertunjukan yang ada di Jawa Timur sehingga akan dapat memudahkan dalam pengkajian seni pertunjukan selanjutnya.

Dari data sementara yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata Propinsi Jawa Timur pada tahun 2010-2011, data seni budaya dari 38 kabupaten dan kota yang ada di Jawa Timur khusus untuk seni pertunjukan adalah sebagai berikut.

Tabel 4.1

Rekapitulasi data Seni Pertunjukan Jawa Timur Tahun 2010/2011

No. Jenis Seni Pertunjukan Jumlah

1. Seni Musik Tradisi 940

2. Seni Musik Non Tradisi 2236

3. Seni Musik Islami 1419

4. Kesenian Hampir Punah 157

Jumlah 4752

Data di atas dapat diketahui bahwa jumlah seni musik non tradisional di Jawa Timur cukup besar yaitu 2236, artinya bahwa masyarakat saat ini lebih cenderung mengembangkan musik non tradisional daripada musik tradisional. Hal ini perlu ditindaklanjuti dengan penelitian dan upaya pelestarian seni musik tradisional untuk dapat mempertahankan budaya warisan leluhur yang sarat dengan nilai-nilai filosofinya.

Pada penelitian ini akan mencoba mengkaji dengan mengkhususkan pada kesenian yang ada di Jawa Timur yang menurut data Dinas Pariwisata Propinsi Jawa Timur berjumlah 157 seni. Dari Jumlah seni pertunjukan tersebut selanjutnya dianalisis sesuai dengan objek penelitian ini yaitu seni pertunjukan tradisional Jawa Timur yang dalam pertunjukanya mencakup tiga bidang seni yaitu seni tari, seni music dan seni karakter. Pemfokusan bahasan penelitian pada seni pertunjukan dilakukan untuk memberikan batasan cakupan objek penelitian

(34)

sehingga penganalisisan data dapat dilakukan lebih terfokus dan dengan hasil yang sesuai dengan tujuan penelitian. Data dari penelitian ini juga tidak menutup kemungkinan bertambah atau berkurangnya dari jumlah tersebut yang akan disesuaikan di lapangan. Adapun data seni pertunjukan di Jawa Timur dari pengkajian 157 jenis pertunjukan ditemukan sebanyak 44 jenis seni pertunjukan tradisional yang ada di Jawa Timur dengan rincian wilayah perkembangan dan pengembangan sebagai berikut.

Tabel 4.2

Data Seni Pertunjukan Tradisional di Jawa Timur

No Nama Seni Pertunjukan

Tradisional

Kabupaten/Kota

1 1 Bantengan 1 Kabupaten Mojokerto

2 Kota Malang

2 2 Dhungkrek Kabupaten Madiun

3 Jaranan 1 Kabupaten Bojonegoro

2 Kabupaten Kediri 3 Kabupaten Nganjuk 4 Kabupaten Pacitan 5 Kabupaten Sidoarjo 6 Kabupaten Trenggalek 7 Kabupaten Tuban 8 Kabupaten Kediri 9 Kota Surabaya 10 Kabupaten Lumajang 11 Kabupaten Pasuruan

4 Jaran Jenggo 1 Kabupaten Lamongan

2 Kabupaten Gresik 5 Jaran Kepang Kabupaten Lamongan 6 Jaranan Pogokan Kabupaten Nganjuk

7 Jaranan Campursari 1 Kabupaten Tulungagung 2 Kabupaten Kediri 8 Jaranan Senterewe 1 Kabupaten Tulungagung

2 Kabupaten Jombang 9 Jaranan Pegon Kabupaten Tulungagung 10 Jaran Jawa Kabupaten Tulungagung

11 Kepang Dor 1 Kabupaten Lamongan

2 Kabupaten Jombang 12 Kuda Lumping 1 Kabupaten Gresik

2 Kabupaten Jombang 3 Kabupaten Mojokerto 4 Kota Malang

(35)

6 Kabupaten Pasuruan 7 Kabupaten Pasuruan

13 Kuda Kincak 1 Kabupaten Gresik

2 Kabupaten Lumajang 3 Kabupaten Sampang 4 Kabupaten Pasuruan 14 Turonggo Yakso Kabupaten Trenggalek

3 15 Ketoprak 1 Kabupaten Bojonegoro

2 Kabupaten Jombang 3 Kabupaten Kediri 4 Kabupaten Magetan 5 Kabupaten Madiun 6 Kabupaten Nganjuk 7 Kabupaten Ngawi 8 Kabupaten Pacitan 9 Kabupaten Tuban 10 Kabupaten Tulungagung 11 Kabupaten Kediri 12 Kabupaten Madiun 13 Kabupaten Sumenep 14 Kabupaten Pamekasan

4 16 Kentrung 1 Kabupaten Nganjuk

2 Kabupaten Ngawi 3 Kabupaten Lamongan 4 Kabupaten Sidoarjo 5 Kabupaten Lamongan 6 Kabupaten Tulungagung 5 17 Kethek Ogleng Kabupaten Kediri

6 18 Pencak Macan Kabupaten Gresik

7 19 Ludruk 1 Kabupaten Gresik

2 Kabupaten Jombang 3 Kabupaten Kediri 4 Kabupaten Lamongan 5 Kabupaten Madiun 6 Kabupaten Mojokerto 7 Kabupaten Nganjuk 8 Kabupaten Tuban 9 Kabupaten Ngawi 10 Kabupaten Sidoarjo 11 Kabupaten Tulungagung 12 Kota Malang 13 Kabupaten Madiun 14 Kabupaten Lumajang 15 Kabupaten Sumenep 16 Kabupaten Pasuruan 17 Kabupaten Pamekasan

(36)

8 20 Reog 1 Kabupaten Bojonegoro 2 Kabupaten Jombang 3 Kabupaten Kediri 4 Kabupaten Magetan 5 Kabupaten Madiun 6 Kabupaten Nganjuk 7 Kabupaten Ngawi 8 Kabupaten Pacitan 9 Kabupaten Trenggalek 10 Kabupaten Tuban 11 Kabupaten Kediri 12 Kabupaten Madiun 13 Kota Surabaya 14 Kota Malang 15 Kota Mojokerto 16 Kabupaten Pasuruan 17 Kabupaten Lumajang 18 Kabupaten Pasuruan 9 21 Reog Kendang Kabupaten Lamongan

22 Reog Dadak Kabupaten Lamongan

23 Reyog Ponorogo Kabupaten Ponorogo 24 Reog Cemandi Kabupaten Sidoarjo 25 Reyog Tulungagung Kabupaten Tulungagung

10 27 Sandur 1 Kabupaten Bojonegoro

2 Kabupaten Jombang 3 Kabupaten Lamongan 4 Kabupaten Tuban 5 Kabupaten Sampang 6 Kabupaten Pamekasan 11 28 Topeng Dalang Kabupaten Sumenep

12 29 Tiban 1 Kabupaten Kediri

2 Kabupaten Trenggalek 3 Kabupaten Tulungagung

13 30 Tayub 1 Kabupaten Kediri

2 Kota Surabaya 3 Kota Mojokerto

31 Lengger Kota Probolinggo

14 32 Gajah-Gajahan Kabupaten Magetan 15 33 Ojung/Tari Ojung Kabupaten Sidoarjo

34 Ujung 1 Kabupaten Mojokerto

2 Kota Mojokerto 16 35 Wayang Klitik Kabupaten Bojonegoro

36 Wayang Krucil 1 Kabupaten Bojonegoro 2 Kabupaten Kediri 3 Kabupaten Madiun 4 Kabupaten Nganjuk

(37)

5 Kabupaten Ngawi 6 Kabupaten Tulungagung 37 Wayang Topeng Kabupaten Jombang, Malang 38 Wayang Kulit 1 Kabupaten Kediri

2 Kabupaten Magetan 3 Kabupaten Mojokerto 4 Kabupaten Sidoarjo 5 Kota Surabaya 6 Kabupaten Pasuruan 39 Wayang Orang 1 Kabupaten Kediri

2 Kabupaten Magetan 3 Kabupaten Nganjuk 4 Kabupaten Ngawi 5 Kabupaten Pacitan 6 Kabupaten Lamongan 7 Kota Surabaya 8 Kabupaten Madiun 40 Wayang Suluh Kabupaten Kediri 41 Wayang Tengul 1 Kabupaten Madiun

2 Kabupaten Ngawi 42 Wayang Beber Kabupaten Ngawi

43 Wayang Jemblung 1 Kabupaten Tulungagung 2 Kabupaten Kediri 3 Kabupaten Tulungagung 44 Wayang Timlong Kabupaten Nganjuk

Dari data tersebut di atas, diketahui ada 44 jenis seni pertunjukan di Jawa Timur dan dari jumlah tersebut berdasarkan karakteristik seni pertunjukannya dapat dikelompokkan dalam 16 kelompok seni pertunjukan yang hidup dan tumbuh di wilayah kota maupun kabupaten di Jawa Timur. Dari data seni pertunjukan tradisional yang ada di table 4.2 tersebut dapat diketahui ada 22 jenis seni pertunjukan yang memiliki nama tersendiri yang tidak sama dengan wilayah kabupaten atau kota lainnya, sedangkan 21 seni pertunjukan yang lainnya memiliki persamaan nama seni pertunjukan dengan kabupaten atau kota lain yang ada di Jawa Timur. Ke duapuluh satu seni pertunjukan tradisional Jawa Timur yang tidak dimiliki oleh daerah lain adalah sebagai berikut.

(38)

Tabel 4.3

Seni Pertunjukan Tradisional di Jawa Timur yang tidak ada di Wilayah Lain No. Nama Seni Pertunjukan Kabupaten/ Kota

1 Dhungkrek Kabupaten Madiun

2 Jaran Kepang Kabupaten Lamongan

3 Jaranan Pogokan Kabupaten Nganjuk 4 Jaranan Pegon Kabupaten Tulungagung

5 Jaran Jawa Kabupaten Tulungagung

6 Turonggo Yakso Kabupaten Trenggalek 7 Kethek Ogleng Kabupaten Kediri

8 Pencak Macan Kabupaten Gresik

9 Reog Kendang Kabupaten Lamongan

10 Reog Dadak Kabupaten Lamongan

11 Reyog Ponorogo Kabupaten Ponorogo 12 Reog Cemandi Kabupaten Sidoarjo 13 Reyog Tulungagung Kabupaten Tulungagung 14 Topeng Dalang Kabupaten Sumenep

15 Lengger Kota Probolinggo

16 Gajah-Gajahan Kabupaten Magetan 17 Ojung/Tari Ojung Kabupaten Sidoarjo 18 Wayang Klitik Kabupaten Bojonegoro 19 Wayang Suluh Kabupaten Kediri

20 Wayang Beber Kabupaten Ngawi

21 Wayang Timlong Kabupaten Nganjuk

Dari jumlah pengelompokan seni pertunjukan tersebut untuk wilayah etnik budaya pada penelitian tahap pertama yaitu wilayah etnik Mataraman, Arek dan Panoragan ditemukan 34 seni pertunjukan yang hidup dan berkembang di wilayah etnik tersebut. Selanjutnya dari 34 seni pertunjukan tradisional tersebut dianalisis dan ditemukan pengelompokan seni pertunjukan dalam 14 jenis seni pertunjukan tradisional. Data ini tidak menutup kemungkinan berkembang lagi. Hal ini karena luas area penelitian yang tidak semua daerah dapat dijangkau oleh tim pengumpul data. Dari data jenis penelitian yang ada di wilayah sub etnik Mataraman, Arek dan Panoragan diketahui ada jenis seni pertunjukan yang hanya ada di satu kabupaten/ kota saja, tetapi ada juga jenis kesenian yang ada di beberapa

(39)

kabupaten/kota dengan nama yang sama atau nama berbeda. Adapun data dari ke 44 jenis seni pertunjukan tradisional tersebut adalah sebagai berikut.

Tabel 4.4

Data Seni Pertunjukan Wilayah Sub Etnik Mataraman, Arek dan Panoragan

No Nama Seni Pertunjukan

Tradisional

Kabupaten/Kota

1 1 Bantengan Kabupaten Mojokerto

2 2 Dhungkrek Kabupaten Madiun

3 3 Jaranan 1 Kota Surabaya

2 Kabupaten Kediri 3 Kabupaten Nganjuk 4 Kabupaten Pacitan 5 Kabupaten Sidoarjo 6 Kabupaten Trenggalek 7 Kabupaten Kediri 4 Jaranan Pogokan Kabupaten Nganjuk

5 Jaranan Campursari 1 Kabupaten Tulungagung 2 Kabupaten Kediri 6 Jaranan Senterewe 1 Kabupaten Tulungagung

2 Kabupaten Jombang 7 Jaranan Pegon Kabupaten Tulungagung 8 Jaran Jawa Kabupaten Tulungagung

9 Kepang Dor Kabupaten Jombang

10 Kuda Lumping 1 Kabupaten Mojokerto 2 Kabupaten Jombang 11 Turonggo Yakso Kabupaten Trenggalek

4 12 Ketoprak 1 Kabupaten Pacitan

2 Kabupaten Jombang 3 Kabupaten Kediri 4 Kabupaten Magetan 5 Kabupaten Madiun 6 Kabupaten Nganjuk 7 Kabupaten Ngawi 8 Kabupaten Tulungagung 9 Kabupaten Kediri 10 Kabupaten Madiun

5 13 Kentrung 1 Kabupaten Nganjuk

2 Kabupaten Ngawi 3 Kabupaten Tulungagung 4 Kabupaten Sidoarjo 6 14 Kethek Ogleng Kabupaten Kediri

7 15 Ludruk 1 Kabupaten Lumajang

2 Kabupaten Jombang 3 Kabupaten Kediri

(40)

4 Kabupaten Madiun 5 Kabupaten Sidoarjo 6 Kabupaten Mojokerto 7 Kabupaten Nganjuk 8 Kabupaten Tulungagung 9 Kabupaten Ngawi

8 16 Reog 1 Kota Surabaya

2 Kabupaten Jombang 3 Kabupaten Kediri 4 Kabupaten Magetan 5 Kabupaten Madiun 6 Kabupaten Nganjuk 7 Kabupaten Ngawi 8 Kabupaten Pacitan 9 Kabupaten Trenggalek 10 Kabupaten Kediri 11 Kota Mojokerto 17 Reyog Ponorogo Kabupaten Ponorogo 18 Reog Cemandi Kabupaten Sidoarjo 19 Reyog Tulungagung Kabupaten Tulungagung

9 20 Sandur Kabupaten Jombang

10 21 Tiban 1 Kabupaten Kediri

2 Kabupaten Trenggalek 3 Kabupaten Tulungagung

11 22 Tayub 1 Kabupaten Kediri

2 Kota Surabaya 3 Kota Mojokerto 12 23 Gajah-Gajahan Kabupaten Magetan 13 24 Ojung/Tari Ojung Kabupaten Sidoarjo

25 Ujung 1 Kabupaten Mojokerto

2 Kota Mojokerto

14 26 Wayang Krucil 1 Kabupaten Tulungagung 2 Kabupaten Kediri 3 Kabupaten Madiun 4 Kabupaten Nganjuk 5 Kabupaten Ngawi 27 Wayang Topeng Kabupaten Jombang 28 Wayang Kulit 1 Kabupaten Kediri

2 Kabupaten Magetan 3 Kabupaten Mojokerto 4 Kabupaten Sidoarjo 5 Kota Surabaya 29 Wayang Orang 1 Kabupaten Kediri

2 Kabupaten Magetan 3 Kabupaten Nganjuk 4 Kabupaten Ngawi

(41)

5 Kabupaten Pacitan 6 Kabupaten Lamongan 7 Kota Surabaya

8 Kabupaten Madiun 30 Wayang Suluh Kabupaten Kediri 31 Wayang Tengul 1 Kabupaten Madiun

2 Kabupaten Ngawi 32 Wayang Beber Kabupaten Ngawi

33 Wayang Jemblung 1 Kabupaten Tulungagung 2 Kabupaten Kediri 3 Kabupaten Tulungagung 34 Wayang Timlong Kabupaten Nganjuk

4.2 Seni Pertunjukan Tradisional Wilayah Etnik Mataraman, Arek dan Panoragan

4.2. 1 Seni Pertunjukan Bantengan 4.2.1.1 Latar Belakang Seni Pertunjukan

Seni pertunjukan tradisional Bantengan berasal dari desa Pacet kabupaten Mojokerto. Asal mula kesenian Bantengan adalah dari seni persilatan atau bela diri yang tumbuh di surau-surau atau mushollah. Dari seni bela diri tersebut muncullan ide untuk membuat menarik pertunjukannya dengan menambahkan figur binatang banteng yang dikenal masyarakat Mojokerto sebagai binatang yang gagah dan berwibawa. Penampilan figur binatang banteng dilakukan dalam bentuk kepala banteng dengan badan yang ditutup dengan kain hitam memberikan kesan kesenian lebih menarik. Dalam perkembangannya, nama kesenian Bantengan lebih dikenal oleh masyarakat daripada seni persilatan.

Dalam pertunjukannya, kesenian Bantengan dikendalikan oleh seseorang yang berperan sebagai “pawang”. Dalam pertunjukan Bantengan pawang bertugas mengendalikan pemain yang suatu saat dapat melakukan gerak atraktif yang berlebih. Pada perkembangan saat ini kesenian Bantengan juga menampilkan figur macan atau harimau, ular, kera dan binatang-binatang hutan lainnya. Pemunculan figur binatang lain dalam pertunjukan merupakan salah satu perkembangan kesenian Bantengan agar lebih menarik. Dengan pemunculan binatang-binatang tersebut menumbuhkan konflik dalam pertunjukan yang memberikan kesan pertunjukan semakin atraktif dan menarik.

(42)

4.2.1.2 Bentuk Seni Pertunjukan

Kesenian Bantengan diawali dengan seni pencak silat kemudian dilanjutkan dengan tari Kuda Lumping. Setelah pencak silat dan tari Kuda Lumping muncullah tokoh Warok yang menggunakan topeng berhidung panjang dengan mata melotot dan gigi tongos. Setelah ketiga tampilan tersebut selesai, maka penampilan selanjutnya adalah Kesenian Bantengan.

Pemain banteng dalam pertunjukan ini terdiri dari dua orang yang menjadi seekor banteng. Satu pemain berdada di depan memegang kepala banteng, sementara pemain kedua memegang pinggang pemin di depannya seolah sebagai bagian badan dan kaki belakang banteng. Agar terlihat sebagai satu kesatuan binatang banteng, maka bagian bawah kepala banteng ditutup dengan kain hitam. Dalam memainkan peran banteng, kedua pemain harus senantiasa kompak sebagai satu kesatuan misalkan pemain pertama melangkan ke kanan maka pemain kedua juga mengikutinya.

Untuk memperkuat pola dramatik pertunjukan Bantengan, ditampilkan peran-peran lain yang relevan dan mendukung pertunjukan, diantaranya macan, ular, naga, dank kera. Binatang-binatang lain tersebut ditampilkan oleh satu pemain saja sehingga focus dalam pertunjukan tetap pada binatang banteng. Binatang-binatang lain tersebut berperan sebagai pengganggu atau penuntun banteng dalam pertunjukan. Misalkan macan atau harimau adalah binatang yang selalu mengejar banteng untuk membunuhnya, sementara kera disamping menggoda banteng juga membantu banteng menemukan jalan.

Struktur pertunjukan kesenian Bantengan terdiri dari: langkah dua ekor banteng, laku lombo gedon, junjungan, geser, banteng turu (tidur), perang dengan macan (harimau) atau dengan naga, banteng nginguk (melirik), tabrakan dengan macan.

Alat musik yang digunakan dalam pertunjukan kesenian Bantengan terdiri dari ketipung, jidor, terbang dan ceng-ceng. Sedangkan busana yang digunakan banteng berwarna hitam, macan atau harimau memakai pakaian seperti harimau dengan menggunakan topeng, pemain pencak silat memakai busana hitam

(43)

bersabuk, pemain jepaplokan memakai kaos lorek merah dan putih dengan memakai topeng hitam.

4.2.1.3 Fungsi Seni Pertunjukan

Perkembangan fungsi kesenian Bantengan yang dahulu seni bela diri bagi para pemuda di lingkungan surau-surau dan musholah berkembang menjadi beberapa fungsi yaitu: 1) Fungsi untuk upacara adalah untuk upacara bersih desa yang dilakukan di desa-desa sekitar kabupaten Mojokerto. Melalui pertunjukan kesenian Bantengan pada upacara bersih desa, maka masyarakat akan terhindar dari bencana; 2) Fungsi Hiburan kesenian Bantengan dapat dilihat ketika kesenian Bantengan ditampilkan dalam acara perkawinan ataupun khitanan. Pada acara tersebut sebagai hiburan untuk masyarakat maka digelarlah kesenian Bantengan. 3) Fungsi Tontonan: Perubahan fungsi kesenian Bantengan yang dahulu sebagai pelengkap kesenian pencak silat yang kemudian berdiri sendiri menjadi kesenian Bantengan juga memiliki fungsi sebagai tontonan. Fungsi tontonan dalam kesenian Bantengan adalah kesenian yang dipertontonkan khusus pada penonton untuk mendapatkan apresiasi dari penonton.

4.2.1.4 Makna Simbolik Seni Pertunjukan

Banteng bagi masyarakat di kabupaten Mojokerto adalah binatang yang memberikan simbol pengayom bagi binatang-binatang lain di hutan. Walaupun banteng selalu dikejar-kejar oleh macan atau harimau yang akan membunuhnya, tetapi banteng tetap dapat mengalahkannya. Hal ini memberikan makna bagi masyarakat bahwa banteng dapat membantu masyarakat untuk terhindar dari segala marabahaya.

Pertunjukan Bantengan senantiasa menyertakan sesaji dalam pertunjukannya yang diletakkan di sekitar tempat pertunjukan. Sesajen tersebut dibuat sebagai pelengkap pertunjukan yang memberikan makna ketenangan bagi warga desa yang sedang mengadakan pertunjukan karena dengan sesaji tersebut dipercaya sebagai persembahan untuk dhayang-dhayang (makhluk halus) penunggu desa agar tidak mengamuk. Karena ketika ada pemain Bantengan yang kesurupan atau tance, maka sesajen menjadi media penghubung dengan makhluk

(44)

halus penunggu desa yang dipercayai oleh masyarakat. Sesajen akan dibagi-bagikan kepada penonton agar pemain yang kesurupan akan segera sadar kembali. Sesajen berisi beras, pisang, jajanan pasar, kaca, sisir, bedak, bunga tujuh rupa, kelapa, takir, dan amplop berisikan uang.

Gambar 4.1

Harimau dalam pertunjukan Bantengan Mojokerto (dok.internet)

Gambar 4.2

Adegan Banteng sedang Menari didampingi Pawang Bantengan Jatirejo Mojokerto(dok.internet)

4.2.2 Seni Pertunjukan Dongkrek 4.2.2.1 Latar Belakang Seni Pertunjukan

Kesenian Dongkrek berasal dari Madiun tepatnya dari desa Mejayan yang merupakan seni pertunjukan rakyat yang digunakan masyarakat sebagai sarana upacara ritual desa mengusir atau menghilangkan mara bahaya desa atau disebut

(45)

dengan tolak balak. Kesenian Dongkrek dipentaskan untuk mengusir dan menghilangkan segala bentuk keburukan yang mengganggu kehidupan masyarakat desa. Bentuk pertunjukan dalam kesenian dongkrek terbagi menjadi dua tahap yaitu pementasan pertunjukan di tempat dan pementasan arak-arakan mengelilingi desa. Pertunjukan kesenian dongkrek menceritakan tentang pertarungan antara seorang kakek sakti dengan kawanan genderuwo yang menggangu masyarakat yang akhir ceritanya dimenangkan oleh kakek sakti. Pertunjukan pertarungan tersebut dilakukan secara menempat dan setelah itu dilanjutkan dengan rombongan pemain arak-arakan keliling desa.

4.2.2.2 Bentuk Pertunjukan

Kesenian dongkrek adalah seni pertunjukan yang berisi tari-tarian, yang kemudian dilanjutkan dengan arak-arakan atau pawai. Tarian ini bersifat komunal, yang terdiri dari delapan orang pemain atau lebih. bentuk-bentuk ritual dan makna simbolik kesenian dongkrek sebagai kesenian ritual tolak-bala.

Pemain kesenian Dongkrek terdiri dari barisan buto kolo, orang tua sakti dan kedua perempuan tua separuh baya. Cerita kesenian Dongkrek menggambarkan para perempuan yang disimbulkan posisi lemah sedang dikepung oleh para pasukan buto kala dan akan dibunuh. Pada saat itu muncullah sesosok lelaki tua dengan tongkatnya membantu para perempuan tersebut mengusir para barisan buta kala atau roh halus. Pertempuaran dimenangkan oleh lelaki tua tersebut dan setelah pertunjukan itu dilanjutkan episode berikutnya yaitu arak-arakan yang mengarak buto kolo keliling desa didamping dua perempuan dan lelaki tua. Arak-arakan dilakukan keliling desa hingga keluar desa sebagai symbol sirnalah pagebluk yang mengganggu masyarakat di desa Mejayan.

4.2.2.3 Fungsi Seni Pertunjukan

Kesenian dongkrek pada awalnya dipercaya oleh masyarakat sebagai ritual untuk tolak-bala, atau menjauhkan dari segala sesuatu yang mengganggu dan merugikan desa, tetapi saat ini kesenian Dongkrek telah beralih fungsi menjadi seni pertunjukan yang menghibur. Meskipun telah ada fungsi baru kesenian,

(46)

tetapi di desa Mejayan dan sekitarnya khususnya kesenian ini masih berfungsi sebagai sarana ritual masyarakat desa. Fungsi kesenian Dongkrek adalah sebagai berikut: 1) sebagai hiburan yaitu kesenian yang menghibur masyarakat desa atau penonton; 2) sebagai fungsi solidaritas yaitu memiliki peran sebagai perekat sosial masyarakat desa yang melibatkan seluruh masyarakat dari berbagai generasi baik tua maupun muda dalam pertunjukan arak-arakan; dan 3) sebagai sarana ritual atau religi bagi masyarakat desa yaitu untuk mengusir segala bentuk keburukan yang mengganggu kehidupan masyarakat desa.

4.2.2.4 Makna Simbolik Seni pertunjukan

Makna seni pertunjukan Dongkrek ada dua yaitu makna bagi individu dan makna bagi kelompok atau masyarakat. Makna bagi Individu kesenian Dongkrek adalah dengan kesenian Dongkrek seseorang dapat menyaluran bakatnya, dengan demikian orang tersebut juga dapat melakukan hubungan social dengan masyarakat. Kedua adalah makna bagi kelompok atau masyarakat yaitu kesenian Dongkrek dapat menjadi media untuk menjaga keharmonisan serta menumbuhkan rasa aman dalam diri masyarakat desa Madiun.

Gambar 4.3

(47)

Gambar 4.4

Pemeran dalam Kesenian Dongkrek Madiun (dok: internet)

Gambar 4.5

Arak-arakan dalam Pertunjukan Dongkrek Madiun (dok: internet)

4.2.3 Jaranan

Seni pertunjukan Jaranan merupakan seni pertunjukan tradisional yang terdapat di hampir seluruh kota maupun kabupaten yang ada di Jawa Timur. Demikian juga kota dan kabupaten di wilayah sub etnik Mataraman, Arek dan Panoragan juga hidup dan berkembang kesenian Jaranannya. Kesenian Jaranan pada beberapa daerah di Jawa Timur memiliki nama yang berbeda yaitu Jaranan, Jaranan Pogokan, Jaranan Campursari, Jaranan Senterewe, Jaranan Pegon, Jaranan Jawa, Kepang Dor, Kuda Lumping dan Turonggo Yakso. Walaupun nama

Referensi

Dokumen terkait

Yang termasuk syarat poligami sebagaimana terdapat dalm pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan adalah: 1. isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai

Dalam meninjau sinyal nonsinus, kita tidak dapat menyatakan satu sinyal nonsinus dengan menggunakan satu bentuk fasor tertentu karena walaupun sistem yang kita

Perhitungan nilai Indeks Kualitas Tanah (IKT) mengacu pada perhitungan IKT dengan metode Minimum Data Sets menurut Mausbah and Seybold (1998) dalam Partoyo (2005), yaitu

 Setiap penyusunan instrumen tes selalu memperhitungkan beberapa pertimbangan seperti apa yang hendak diukurnya, apakah data yang terkumpul relevan dengan sifat atau

Karakteristik dari penelitian ini adalah tindakan (aksi) tertentu untuk memperbaiki proses pembelajaran di kelas, seperti halnya pada kelas III SD Negeri 3 Toronipa

TELAAH LITERATUR Bab ini membahas mengenai financial distress sebagai variabel dependen, rasio keuangan, laporan keuangan, agency theory, pengertian variabel-variabel independen

Melalui tayangan video siswa dapat menulis pokok-pokok informasi yang berkaitan dengan pengaruh perubahan cuaca terhadap kehidupan menusia menggunakan kosakata