Penentuan Deliniasi Kawasan Cagar Budaya
di Kabupaten Ngawi
Krismadhita C. Rohananda
3610100048
Dosen Pembimbing :
Latar Belakang
Kabupaten Ngawi
memiliki jumlah benda /
bangunan cagar budaya
yang cukup berpotensi
untuk dilakukan
pengembangan
Sebagian besar benda /
bangunan cagar budaya tidak
diperhatikan sehingga
mengalami kerusakan
Belum terdapat peraturan
terkait penetapan batas
deliniasi kawasan cagar budaya
di Kab. Ngawi
Penetapan batas deliniasi
kawasan cagar budaya
diperlukan guna
mengkonservasi benda cagar
budaya agar tetap terjaga dan
terlindungi
Kriteria apa saja yang
dapat digunakan dalam
menentukan batas
deliniasi kawasan cagar
Tujuan dan Sasaran
Tujuan penelitian adalah untuk menentukan deliniasi kawasan
cagar budaya di Kabupaten Ngawi guna menjaga nilai dan fungsi
bangunan cagar budaya yang ada.
Sasaran :
Mengidentifikasi objek/situs cagar budaya di Kabupaten Ngawi yang memiliki
potensi untuk dikembangkan sebagai kawasan cagar budaya
Menetapkan batas deliniasi kawasan cagar budaya
di Kabupaten Ngawi
Menentukan kriteria deliniasi kawasan cagar budaya
di Kabupaten Ngawi
Menentukan tipologi kawasan cagar budaya
di Kabupaten Ngawi
Tinjauan Pustaka
a. Pengertian Cagar Budaya
Cagar budaya merupakan kawasan atau wilayah yang
pernah menjadi pusat kegiatan dari masa lalu.
Dimana terdapat nilai-nilai kesejarahan di dalamnya, sehingga
keberadaannya dianggap penting
sebagai identitas kawasan dan dijadikan sebagai warisan budaya
kepada generasi mendatang
b. Karakteristik Kawasan Cagar Budaya
Eugene Ruskin
• Pernah menjadi pusat kegiatan kesejarahan • Estetika • Kejamakan • Kelangkaan • Pengaruh terhadap lingkungan • Keistimewaan
Goodchild
• Kawasan yg menarik • Terkait dgn tata gunalahan/lingkungan • Terkait dgn peristiwa
sejarah
• Memiliki nilai sejarah
Snyder & Catanese
dlm Budiharjo
• Kelangkaan • Kesejarahan • Estetika • Superlativitas • Kejamakan • Kualitas pengaruhGuidelines to the
Burra Charter
• Nilai estetika • Nilai historis • Nilai ilmiah • Nilai sosialKerr
• Nilai sosial • Nilai komersial • Nilai ilmiah•
Kesejarahan / Nilai historis
kawasan
• Estetika Bangunan
• Kelangkaan Bangunan
• Kejamakan Bangunan
• Memberikan pengaruh
bagi masyarakat
c. Tipologi Kawasan Cagar Budaya
1. Kawasan Tradisional
Suatu kawasan locus solus yang mengakumulasikan makna
kultural kawasan dengan karakter tradisional
2. Kawasan Kolonial
Suatu kawasan locus solus yang mengakumulasikan makna
kultural kawasan dengan karakter tradisional
3. Tapak Historis
Kawasan yang memiliki nilai historis sangat tinggi, misalnya
berupa istana maupun monumen-monumen religius.
d. Deliniasi Kawasan Cagar Budaya
Satrio (2009)
• Budaya sebaran & kepadatan tinggalan
purbakala
• Alam
• Buatan
• Administrasi
• Pemilikan lahan
Seminar Internasional Kawasan Karst
Sangkulirang – Mangkalihat (2013)
• Alam
• Budaya
• Administrasi
• Kepemilikan lahan
• Pemanfaatan lokasi
• Kebutuhan sesuai dengan regulasi
• Batas budaya
• Batas fisik
• Batas administrasi
• Pemanfaatan lokasi
Variabel Penelitian
Sasaran
Indikator
Variabel
Definisi Operasional
Mengidentifikasi objek/situs cagar budaya di Kab. Ngawi yg memiliki potensi untuk dikembangkan sbg kws, cagar budaya Kesejarahan kawasan objek/situs cagar budaya
Lokasi peristiwa sejarah yg penting utk
dilestarikan
Lokasi suatu objek / situs cagar budaya yang memiliki keterkaitan dengan peristiwa sejarah, baik dari jenis kegiatan maupun aktivitas kelompok atau seseorang
Makna bagi masyarakat Lokasi suatu objek / situs cagar budaya yang memiliki makna tersendiri bagi masyarakat, khususnya masyarakat lokal (dalam hal ini masyarakat Kabupaten Ngawi)
Estetika
bangunan cagar budaya
Bentuk bangunan Jenis tipologi bentuk bangunan cagar budaya
Tekstur bangunan Jenis ornamen atau material penyusun yang terdapat dalam bangunan cagar budaya
Warna bangunan Jenis atau macam warna bangunan yg mampu mencerminkan suatu bangunan cagar budaya
Kelangkaaan bangunan
Bangunan tidak ditemui di kawasan lain
Jumlah dan jenis tipologi bangunan cagar budaya sangat sedikit sehingga sangat jarang atau tidak bisa ditemui di kawasan lainnya
Kejamakan bangunan
Mewakili suatu ragam bangunan
Jenis bangunan yang mampu mewakili ragam suatu bangunan guna meningkatkan citra atau ke-khas-an kawasan
Kesamaan desain bangunan
Jumlah bangunan cagar budaya yang memiliki kesamaan jenis, bentuk, dan desain bangunan yang terdapat dalam jarak yang cukup berdekatan
Pengaruh bagi mayarakat
Nilai ekonomi / nilai komersil
Mampu meningkatkan nilai perekonomian, khususnya bagi lingkungan di sekitar objek / situs cagar budaya
Nilai ilmu pengetahuan Mampu memberikan atau menambahkan wawasan ilmu pengetahuan mengenai cagar budaya. Hal tersebut dapat dilihat melalui aktivitas yang dilakukan dalam lingkungan objek / situs cagar budaya
Sasaran
Indikator
Variabel
Definisi Operasional
Menentukan kriteria deliniasi kawasan cagar budaya di Kabupaten Ngawi Batas budaya kawasan cagar budaya Persebaran bangunan yang bersejarahTerkait dengan titik lokasi keberadaan bangunan / kawasan cagar budaya
Kepadatan bangunan yang bersejarah
Terkait dengan jarak antar bangunan / kawasan cagar budaya satu dengan lainnya
Batas fisik kawasan cagar budaya
Batas alam Terkait dengan batas alam seperti sungai, hutan, lembah, dll Batas buatan Terkait dengan batas buatan seperti jalan raya, bendungan, dll Batas adminitrasi
kawasan cagar budaya
Batas pemerintahan Terkait dengan batas negara, batas provinsi, batas kecamatan, batas desa, batas kelurahan, dll
Batas yg terdapat di dalam pera
Terkait dengan batas yang terdapat di dalam peta
Pemanfaatan lokasi kawasan cagar budaya
Luas lahan Terkait dengan luas lahan yang dimanfaatkan sebagai kawasan cagar budaya
Jenis penggunaan lahan di sekitar kawasan
Terkait dengan bentuk penggunaan lahan yang memberikan dukungan atau pengaruh terhadap kawasan cagar budaya, misalnya sebagai permukiman, perdagangan, dsb
Jenis dan intensitas kegiatan di sekitar kawasan
Terkait dengan kegiatan masyarakat yang memberikan dukungan atau pengaruh terhadap kawasan cagar budaya
Regulasi mengenai kawasan cagar budaya
Regulasi pendukung Adanya regulasi atau kebijakan yang mendukung pengembangan kawasan menjadi kawasan cagar budaya
b. Teknik Analisa Data
No Sasaran Tujuan Teknik Analisa Data Output
1 Mengidentifikasi objek/situs cagar budaya di Kabupaten Ngawi yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai kawasan cagar budaya
Mendeskripsikan secara lengkap dan jelas mengenai objek atau situs cagar budaya apa saja yang terdapat di Kabupaten Ngawi
Teoritical Descriptive
Objek atau situs cagar budaya di Kabupaten Ngawi yang dapat dikembangkan sebagai kawasan cagar budaya 2 Menentukan tipologi
kawasan cagar budaya diiKabupaten Ngawi
Mengetahui macam dan jenis tipologi kawasan cagar budaya
yang berada di Kabupaten Ngawi Analisis Deskriptif
Terbentuknya tipologi kawasan cagar budaya di Kabupaten Ngawi
No Sasaran Tujuan Teknik Analisa Data Output
3 Menentukan kriteria deliniasi kawasan cagar budaya di Kabupaten Ngawi
Membandingkan antara variabel yang telah didapatkan dengan teori atau kondisi eksisting sehingga akan didapatkan kriteria yg paling tepat dlm penentuan deliniasi kawasan cagar budaya
Analisis Deskriptif
Kriteria deliniasi kawasan cagar budaya di Kabupaten Ngawi
Melakukan fiksasi untuk memperkuat hasil kriteria deliniasi kawasan cagar budaya dari analisa dekriptif berdasarkan responden dari stakeholder terkait
Analisis Delphi 4 Merumuskan batas deliniasi kawasan cagar budaya di Kabupaten Ngawi
Merumuskan batas deliniasi kawasan cagar budaya di
Kabupaten Ngawi Analisis Deskriptif Kualitatif
Peta batas deliniasi kawasan cagar budaya di Kabupaten Ngawi Mengetahui batas deliniasi kawasan cagar budaya
dalam bentuk visualisasi spasial berupa peta Analisis GIS (Pemetaan)
Gambaran Umum Wilayah Studi
Kondisi Eksisting Kabupaten Ngawi
Kabupaten Ngawi terletak di wilayah barat Propinsi Jawa Timur yang
berbatasan langsung dengan Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Kabupaten Ngawi
adalah 1.298,58 km
2yang secara administrasi wilayah ini terbagi ke dalam 19
kecamatan serta 217 desa dan 4 kelurahan.
Kondisi Eksiting Cagar Budaya di Kabupaten Ngawi
No Nama Bangunan Kecamatan
1 Benteng Van Den Bosch
Kec. Ngawi 2 Makam Patih Pringgo
Kusumo Kec. Ngawi 3 Makam Patih Ronggolono Kec. Ngawi 4 Masjid Jami Baiturrahman Kec. Ngawi 5 Ngawi Purba Kec. Ngawi 6 Monumen Soerjo Kec. Kedunggalar
No Nama Bangunan Kecamatan
7 Arca Banteng Kec. Kedunggalar 8 Museum Trinil Kec. Kedunggalar 9 Pabrik Teh Jamus Kec. Sine 10 Rumah Dr. Radjiman Kec. Widodaren 11 Pesanggrahan Srigati Kec. Paron 12 Pabrik Gula Soedhono Kec. Geneng
Analisa Identifikasi Objek/Situs Cagar Budaya yang Memiliki Potensi
Untuk Dikembangkan Sebagai Kws. Cagar Budaya
Lokasi Kesejarahan Estetika Kelangkaan Kejamakan Pengaruh bg Masyarakat
Ngawi Purba • Pusat pemerintahan lama Kab. Ngawi • Sejarah leluhur masyarakat • Didominasi permukiman, sebagian peninggalan kolonial • Material permukiman pd umumnya
• Warna cenderung putih
• Terdapat kompleks pemakaman Patih Ngawi • Mewakili bentuk permukiman zaman kolonial • Kesamaan desain hanya terdapat pada kawasan
• Tidak memberikan pengaruh ekonomis • Pengetahuan ttg sejarah
leluhur masyarakat Kab. Ngawi Benteng Van Den Bosch • Pusat pemerintahan Belanda & sbg pertahanan setelah perang Diponegoro • Bukti perlawanan pd Bangsa Belanda • Mencerminkan benteng khas buatan Belanda • Pilar-pilar penyangga yg
berbentuk kolom2 shg bangunan tetap kokoh hingga saat ini
• Warna cenderung putih
• Satu-satunya bangunan benteng Belanda yg terdapat di Kab. Ngawi • Dapat dijadikan sbg landmark bangunan peninggalan Belanda • Tidak memiliki kesamaan desain bangunan • Berpotensi sbg destinasi wisata sejarah • Latar belakang pembuatan benteng & akitivitas Belanda selama menduduk Kab. Ngawi saat itu Masjid Jami Baiturrahman • Tidak terdapat peristiwa sejarah yg terjadi • Tempat melaksanakan ibadah bagi umat muslim
• Bentuk bangunan spt masjid di era modern dikarenakan tlh terjadi pemugaran • Warna bangunan cenderung putih • Prasasati peninnggalan Kanjeng Brotodiningrat , sbg tokoh yg membangun masjid
• Sbg masjid tertua & terbesar di Kab. Ngawi • Terdapat kesamaan
desain bangunan dgn masjid lain
• Tidak memiliki nilai ekonomis & edukatif,, melainkan nilai religiius
Monumen Soerjo • Peristiwa pembantian Gub. Soerjo oleh G 30 S PKI • Mengenang & menghormati jasa Gub. Soerjo • Dibuat mirip dgn perawakan Gub. Soerjo • Warna monumen
cenderung berwarna hitam
• Tidak terdapat kelangkaan • Mewakili sbg monumen ketokohan • Tidak memiliki kesamaan desain bangunan • Berpotensi sbg destinasi wisata krn tlh terjadi pengembangan • Kisah pemberontakan G 30 S PKI kpd Gub. Soerjo
Lokasi Kesejarahan Estetika Kelangkaan Kejamakan Pengaruh bg Masyarakat
Arca Banteng • Tidak terdapat peristiwa sejarah • Sbg bukti bahwa Kab. Ngawi jg terkenda dampak dr pemerintahan Majapahit
• Bentuk arca menyerupai banteng, shg dinamakan arca banteng
• Berasal dr batuan granit • Warna arca adalah abu-abu
granit • Satu-satunya acra peninggalan dr zaman Kerajaan Majapahit • Mewakili sbg situs peninggalan Kerajaan Majapahit • Tidak memiliki kesamaan desain bangunan
• Tidak memiliki nilai ekonomis
• Terdapat nilai edukatif, namun tdk banyak yg bs digali
Museum Trinil • Tidak terdapat peristiwa sejarah • Buktii lokasi penemuan manusia purba pertama di Jawa • Wajah bangunan spt bangunan modern pada umumnya • Warna bangunan cenderung putih • Kelangkaan tidak pd bangunan, melainkan pd fosil2 yg terdapat di dlm museum
• Tidak mewakili suatu ragam bangunan • Desain bangunan tdk
terlalu berbeda dgn bangunan lain pada umumnya
• Berpotensi dikembangkan sbg wisata edukatif • Pengetahuan mengenai
fosil2 purba yg telah ditemukan Pabrik Teh Jamus • Tidak terdapat peristiwa sejarah • Memberikan manfaat bg masyarakat • Mencerminkan bangunan peninggalan zaman kolonial • Warna bangunan cenderung abu2 logam
• Kelangkaan tdk pada bangunan, tetapi pada tumbuhan teh langka yg terdapat di kws. Perkebunan • Mewakili sbg industri peninggalan kolonial • Kesamaan desain dgn pabrik peninggalan kolonial lainnya • Memberikan kontribusi dlm peningkatan pendapatan daerah & dikembangkan sbg lokasi agrowisata
• Nilai edukatif tdk terkait dgn kesejarahan, melainkan proses pembuatan teh Rumah Dr. Radjiman • Tidak terdapat peristiwa sejarah • Srg digunakan sbg lokasi upacara pd harri2 tertentu • Mencerminkan bangunan permukiman kuno • Warna bangunan cenderung putih • Terdapat perabot rumah tangga milik Dr. Radjiman hingga saat ini
• Tidak mewakili ragam suatu bangunan • Desain bangunan tdk
terlalu berbeda dgn rumah disekitarnya
• Tidak memiliki nilai ekonomis
• Kisah hidup Dr. Radjiman selama tinggal di Kab. Ngawi
Lokasi Kesejarahan Estetika Kelangkaan Kejamakan Pengaruh bg Masyarakat Pabrik Gula Soedhono • Tidak terdapat peristiwa kesejarahan • Memberikan manfaat bagi masyarakat • Mencerminkan bangunan peninggalan zaman kolonial • Warna bangunan cenderung abu2 logam
• Tidak ada unsur kelangkaan pada bangunan • Mewakili sbg bangunan industri tertua peninggalan kolonial di Kab. Ngawi • Memiliki kesamaan dgn pabrik peninggalan zaman kolonial laiannya • Memberikan kontribusi dlm peningkatan pendapatan daerah & memberikan lahan pekerjaan bg penduduk sekitar
• Nilai edukatif tdk terkait dgn kesejarahan, melainkan proses pembuatan gula Pesanggrahan Srigati • Tidak terdapat peristiwa kesejarahan • Lebih dikenal oleh
masyarakat mengenai kesakralan pada kawasan
• Wajah bangunan sgt sederhana berbentuk bilik terbuka • Warna bangunan cenderung putih • Tidak ada kelangkaan pd bangunan, melainkan terdapat peninggalan dr Raja Brawijaya V
• Tidak mewakili suatu ragam bangunan • Memiliki kesamaan
dgn bangunan lain yg terdapat dlm satu kawasan
• Tidak memiliki nilai ekonomi & nilai edukatif, namun nilai kesakralan yh telah lama dipercaya oleh masyarakat
Analisa Penentuan Tipologi Kawasan Cagar Budaya
di Kabupaten Ngawi
No Jenis Tipologi Situs/Objek
Cagar Budaya Alasan
1 Tipologi Kawasan Kolonial
Ngawi Purba
Benteng Van Den Bosch
• Terdapat keterkaitan peristiwa kesejarahan • Kesamaan asal-usul bangunan yang
dibangun saat zaman kolonial
• Kesamaan bentuk arsitektur bangunan yang mencerminkan kekhasan suatu masa/waktu tertentu, yakni zaman kolonial
• Memperlihatkan pengaruh manusia pada masa lalu
• Memiliki pola yang memperlihatkan fungsi ruang pada masa lalu
• Memiliki usia bangunan lebih dari 50 tahun • Memiliki jarak yang berdekatan
• Memiliki lebih dari 2 situs
• Memenuhi suatu luasan kawasan Makam Patih Pringgokusumo
Makam Patih Ronggolono
Digolongkan dalam tipologi kolonial dikarenakan terletak di dalam kawasan Ngawi Purba yang didominasi oleh bangunan berciri khas zaman kolonial
No Jenis Tipologi Situs/Objek Cg. Budaya Alasan 2 Tipologi Kawasan Purbakala Museum Trinil Arca Banteng
• Memiliki kesamaan pada aspek kelangkaan pada fosil dan arca
• Memiliki lapisan tanah terbenam yang mengandung bukti kegiatan manusia atau endapan fosil
• Memperlihatkan pengaruh manusia pada masa lalu (menunjukkan suatu peradaban) • Memiliki usia lebih dari 50 tahun
• Memiliki jarak yang berdekatan • Terdapat minimal 2 situs
• Memenuhi suatu luasan kawasan 3 Tipologi Kawasan
Tokoh Nasional
Monumen Soerjo
Rumah Peninggalan Dr. Radjiman Widyodiningrat
• Memiliki kesamaan karakteristik, yakni terkait kisah tokoh nasional RI
• Memiliki kesamaan makna bagi masyarakat • Memperlihatkan pengaruh manusia pada
masa lalu
• Memiliki usia lebih dari 50 tahun • Memiliki jarak yang berdekatan • Terdapat minimal 2 situs
No Jenis Tipologi Situs/Objek
Cg. Budaya Alasan
4 Non-Tipologi (Tidak termasuk dalam suatu tipologi kawasan)
Pabrik Teh Jamus Pabrik Gula Soedhono
Meskipun merupakan bangunan peninggalan Belanda, kedua situs tidak digolongkan ke dalam tipologi kolonial karena aspek lokasi yang terlalu jauh. Sedangkan untuk membentuk suatu kawasan maksimal memiliki luasan 60 Ha
Masjid Jami Baiturrahman Tidak terdapat situs lain disekitarnya. Sedangkan untuk membentuk suatu kawasan minimal terdapat 2 situs
Pesanggrahan Srigati Tidak menunjukkan adanya peristiwa sejarah maupun memperlihatkan pengaruh manusia pada masa lampau. Selain itu, tidak terlihat pola fungsi ruang yang terjadi minimal 50 tahun yang lalu.
Analisa Kriteria Deliniasi Kawasan Cagar Budaya di Kabupaten
Ngawi
• Analisa Faktor Deliniasi Kawasan Cagar Budaya di Kabupaten Ngawi
Hasil Sintesa Variabel
1. Persebaran bangunan yang bersejarah
2. Batas alam
3. Batas buatan
4. Batas pemerintahan
5. Batas yang terdapat dalam peta
6. Luas lahan
7. Jenis penggunaan lahan di sekitar objek/situs
cagar budaya
8. Jenis & kegiatan di sekitar objek/situs cagar
budaya
Faktor Deliniasi Kawasan
1. Persebaran situs cagar budaya yang mempunyai kesamaan
peristiwa sejarah & kekhasan bentuk fisik bangunan
2. Batas alam yang berbatasan langsung dengan situs/objek cagar
budaya
3. Batas buatan yang berbatasan langsung dengan situs/objek cagar
budaya
4. Batas administratif pemerintahan
5. Luas lahan dari objek/situs cagar budaya
6. Jenis penggunaan lahan di sekitar objek/situs cagar budaya
7. Jenis & kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat di sekitar
objek/situs cagar budaya yang dapat mendukung keberadaan situs
8. Regulasi Pendukung yang terkait dengan penentuan batas deliniasi
• Analisa Kriteria Deliniasi Kawasan Cagar Budaya di Kabupaten Ngawi
HASIL EKSPLORASI DELPHI TAHAP I
Faktor S TS
Persebaran situs cagar budaya yang mempunyai kesamaan peristiwa sejarah & kekhasan bentuk fisik
6
Batas alam yang berbatasan langsung dgn situs/objek cagar budaya
6
Batas buatan yang berbatasan langsung dgn situs/objek cagar budaya
3 3
Batas administratif pemerintahan 6 Luas lahan dari objek/situs cagar
budaya
6 Jenis penggunaan lahan di sekitar
objek/situs cagar budaya
4 2
Faktor S TS
Jenis kegiatan yg dilakukan oleh masyarakat di sekitar objek/situs cagar budaya yg dpt mendukung keberadaan situs
4 2
Regulasi pendukung yg terkait dengan penentuan batas deliniasi kawasan cagar budaya
6
FAKTOR BARU
1. Kultur masyarakat
2. Peraturan perundang-undangan yang
telah ada sebelumnya
HASIL ITERASI I
HASIL ITERASI II
Faktor S TS
Batas buatan yang berbatasan langsung dgn situs/objek cagar budaya
6
Jenis penggunaan lahan di sekitar objek/situs cagar budaya
6 Jenis kegiatan yang dilakukan
oleh masyarakat di sekitar
objek/situs cagar budaya yg dapat mendukung keberadaan situs
2 4
Kultur masyarakat 6
Peraturan perundang-undangan yang telah ada sebelumnya
6
Faktor S TS
Jenis kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat di sekitar
objek/situs cagar budaya yg dapat mendukung keberadaan situs
Faktor yang Berpengaruh dalam Menentukan
Batas Deliniasi Kawasan
Cagar Budaya di Kabupaten Ngawi
1. Persebaran situs cagar budaya yang mempunyai kesamaan
peristiwa sejarah & kekhasan bentuk fisik bangunan
2. Batas alam yang berbatasan langsung dengan situs/objek cagar
budaya
3. Batas buatan yang berbatasan langsung dengan situs/objek cagar
budaya
4. Batas administratif pemerintahan
5. Luas lahan dari objek/situs cagar budaya
6. Jenis penggunaan lahan di sekitar objek/situs cagar budaya
7. Regulasi pendukung yang terkait dengan penentuan batas deliniasi
kawasan cagar budaya
8. Kultur masyarakat lokal yang menjadikan suatu ciri khas dari
kawasan
Analisa Penetapan Batas Deliniasi Kawasan Cagar Budaya di
Kabupaten Ngawi
Penetapan Batas Deliniasi Kawasan Cagar Budaya Secara Makro
Persebaran situs cagar budaya yang mempunyai kesamaan peristiwa sejarah &
kekhasan bentuk fisik bangunan
Menyesuaikan dengan lokasi persebaran dari objek atau situs cagar budaya yang disesuaikan dengan jenis tipologi kawasan cagar budaya yang telah ditentukan.
Batas alam yang berbatasan langsung dengan situs/objek
cagar budaya
1. Bentang alam yang berbatasan langsung dengan kawasan atau benda cagar budaya dan diperkirakan terkena dampak pengaruh dari peristiwa sejarah yang telah terjadi pada masa lampau
2. Bentang alam yang termasuk dalam kawasan adalah bentang alam berupa lapisan tanah yang diperkirakan sebagai bukti kegiatan atau aktivitas manusia di masa lampau dan lokasi terbenamnya fosil
Batas buatan yang berbatasan langsung dengan situs/objek cagar budaya
Sesuatu yang dengan sengaja dibuat oleh manusia yang berfungsi sebagai penanda atau pengenal suatu kawasan cagar budaya yang kemudian disesuaikan dengan jenis tipologi kawasan cagar budaya terkait.
Batas administratif pemerintahan 1. Batas administratif dari suatu situs atau objek cagar budaya dapat disesuaikan berdasarkan pada lokasi dari situs atau objek cagar budaya yang terkait.
2. Dalam suatu kawasan cagar budaya, batas administratif yang digunakan merupakan batas administratif yang paling dekat atau bersebelahan dengan kawasan dan dibuat berdasarkan pada kenampakan pada peta wilayah Kabupaten Ngawi.
3. Batas administratif yang digunakan dapat berupa batas tingkatan dalam hirarki suatu wilayah, yakni batas desa atau batas kelurahan, batas kecamatan, dst.
Luas lahan dari objek/situs cagar budaya
Luas lahan dari suatu tipologi kawasan cagar budaya disesuaikan dengan ketetapan yang berlaku, yaitu memiliki luas ± 30 – 60 Ha bagi desa atau kota kecil.
Jenis penggunaan lahan di sekitar objek/situs
cagar budaya Bentuk penggunaan lahan yang dapat mendukung kawasan dan digolongkan dalam suatu tipologi kawasan antara lain adalah:
- Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik, - Blok perdagangan dan jasa,
- Permukiman,
- Fasilitas umum, dan - Kantor pemerintahan
yang kemudian disesuikan dengan jenis penggunaan lahan pada eksisting kawasan
Regulasi pendukung yang terkait dengan penentuan batas deliniasi kawasan cagar budaya
1. Peraturan yang mengatur mengenai penentuan batas deliniasi kawasan cagar budaya beserta pemanfaatannya yang kemudian disesuikan dengan suatu jenis tipologi kawasan cagar budaya
2. Perumusan kebijakan yang menunjukkan bahwa kawasan tersebut merupakan kawasan cagar budaya yang di dalamnya terdapat berbagai benda cagar budaya yang wajib untuk dilestarikan
3. Perumusan peraturan daerah yang mengatur tentang zonasi atau tata guna lahan yang diperbolehkan di kawasan, yaitu permukiman, fasilitas umum, dan sarana pengembangan
Kultur masyarakat lokal yang menjadikan
suatu ciri khas dari kawasan 1. Bentuk kultur atau kebiasaan masyarakat yang sudah dilakukan secara turun-temurun dan dilakukan secara rutin, minimal satu tahun sekali
2. Kultur masyarakat dapat berupa kegiatan yang bersifat spiritual, nasionalisme, dan lain sebagainya yang disesuaikan dengan jenis tipologi kawasan cagar budaya
Penetapan Batas Deliniasi Kawasan Cagar Budaya Secara Mikro Pada
Masing-Masing Jenis Tipologi Kawasan
TIPOLOGI KAWASAN KOLONIAL
• Menyesuaikan dengan lokasi persebaran situs • Bentuk aliran Sungai Bengawan Solo yang
memisahkan kedua situs termasuk sempadan sungai yang kemudian disesuaikan dengan kondisi geografis kawasan
• Gerbang yang dibuat guna memperkuat citra kawasan kolonial pada Benteng Van Den Bosch sebagai focal point (sesuatu yang dapat menarik perhatian)
• Batas administratif kawasan sebagai berikut: Utara : Desa Ngawi Purba dan Desa
Selopuro
Timur : Desa Ngawi Purba Selatan : Kota Ngawi
Barat : Desa Selopuro • Luas kawasan ± 60 Ha
• Bentuk penggunaan lahan yang mendukung dalam kawasan berupa Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik serta fungsi komersial yang diperuntukkan sebagai blok perdagangan dan jasa
• Permukiman yang termasuk dalam kawasan adalah permukiman yang berfungsi sebagai hunian, penginapan, dan usaha kecil seperti cinderamata
• Perumusan peraturan terkait dengan penetapan kawasan atau bangunan cagar budaya yang berarsitektural kolonial
• Kebiasaan masyarakat pada Desa Ngawi Purba yang dapat menjadi sebagai ciri khas adalah Upacara Jamasan Pusaka Ngawi serta melakukan ziarah pada makam leluhur yang dilakukan secara rutin setiap tahun ketika Hari Jadi Kota Ngawi
Kesimpulan
Kabupaten Ngawi mempunyai sumber daya budaya berupa objek/situs cagar budaya yang cukup banyak dan beragam jenisnya. Dari semua objek/situs cagar budaya yang berada di Kabupaten Ngawi masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda-beda dan dapat dijadikan sebagai potensi tersendiri bagi Kabupaten Ngawi terkait dengan rencana pengembangan kawasan budaya baik pengembangan dalam bidang ilmu pengetahuan, pariwisata, dan dari segi ekonomis.
Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan, terdapat 4 macam tipologi kawasan cagar budaya yang terdapat di Kabupaten Ngawi, yaitu:
1. Tipologi kolonial, yang terdiri dari Desa Ngawi Purba serta Benteng Van Den Bosch dan termasuk di dalamnya Makam Patih Ronggolono dan Makam Patih Pringgokusumo
2. Tipologi purbakala, yang terdiri dari situs Arca Banteng & Museum Trinil
3. Tipologi tokoh nasionalgokusumo, yang terdiri dari Monumen Soerjo dan situs rumah peninggalan Dr. Radjiman Widyodiningrat
4. Non-tipologi, yang terdiri dari Pabrik Gula Soedhono,Pabrik Teh Jamus, Masjid Jami Baiturrahman, dan Pesanggrahan Srigati
Batas deliniasi pada kawasan cagar budaya di Kabupaten Ngawi terbagi menjadi 2 macam, yakni penetapan batas deliniasi kawasan cagar budaya secara makro dan mikro. Penetapan batas deliniasi kawasan secara makro dapat digunakan secara umum bagi kawasan cagar budaya di Kabupaten Ngawi. Sedangkan penetapan batas deliniasi secara mikro disesuaikan dengan tipologi kawasan cagar budaya yang telah ditentukan.
Adapun penetapan batas deliniasi kawasan cagar budaya tersebut, baik secara makro dan secara mikro, terdapat 2 jenis penetapan batas deliniasi yakni secara spasial dan non-spasial. Penetapan batas deliniasi kawasan secara spasial dibuat dengan berdasarkan pada faktor-faktor sebagai berikut :
1.
Persebaran situs cagar budaya yang mempunyai kesamaan peristiwa sejarah & kekhasan
bentuk fisik bangunan
2.
Batas alam yang berbatasan langsung dengan situs/objek cagar budaya
3.
Batas buatan yang berbatasan langsung dengan situs/objek cagar budaya
4.
Batas administratif pemerintahan
5.
Luas lahan dari objek/situs cagar budaya
6.
Jenis penggunaan lahan di sekitar objek/situs cagar budaya
Sedangkan, penetapan batas deliniasi kawasan cagar budaya secara non-spasial dibuat dengan berdasarkan pada faktor-faktor sebagai berikut: