• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Proses Pengumpulan Data Kesehatan

Mengelola sebuah organisasi berarti mengelola sumberdaya yang ada dalam organisasi tersebut. Selain sumberdaya yang sering digambarkan sebagai sumberdaya sebuah organisasi yaitu Man (Manusia), Money (Uang/ Anggaran), Material (Bahan Baku Kerja), Machine (Peralatan Mesin) dan Methode (Metode atau Prosedur Kerja organisasi), maka pada masa sekarang ini sumberdaya Information (informasi) tidak kalah pentingnya. 1

Sebagai salah satu sumberdaya organisasi, informasi haruslah dikelola dengan baik. Untuk menghasilkan informasi sebagai output, maka dibutuhkan data. Data ini kemudian diolah dengan serangkaian proses untuk menghasilkan informasi bagi penggunanya. Proses pengolahan informasi ini disebut data processing life cycle (siklus pengolahan data). 2

Gambar 1. Siklus Pengolahan Data

Data yang diperoleh tidak semuanya langsung diolah. Oleh sebab itu, data yang belum diolah disimpan terlebih dahulu untuk kemudian sewaktu-waktu dapat diolah untuk menghasilkan informasi. Data ini disimpan dalam storage (penyimpanan) dalam bentuk Data Base (Basis Data). 2

Di bidang kesehatan, ketersediaan data yang bermutu sudah menjadi suatu keharusan bukan saja untuk kepentingan peningkatan kualitas pelayanan terhadap

INPUT MODEL OUTPUT

Diolah Informasi

(2)

pasien, tetapi juga untuk menyediakan informasi bagi pemerintah untuk perencanaan dan perbaikan system pelayanan kesehatan suatu negara.

Menyadari pentingnya dukungan ketersediaan data yang akurat dalam meningkatkan derajat kesehatan di Indonesia, maka pemerintah melalui Kementerian Kesehatan mengeluarkan regulasi pengaturan pengembangan sistem informasi kesehatan di daerah sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan nomor 932/Menkes/SK/VIII/2002. 3

Untuk menghasilkan data yang bermutu, maka bagaimana proses pengumpulan data kesehatan itu dilakukan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan. Pengumpulan data kesehatan biasanya dilakukan dalam 2 bentuk yaitu

data rutin dan data tidak rutin.4 Data rutin diperoleh dari catatan pelayanan yang diberikan kepada pasien baik didalam gedung maupun yang di luar gedung. Sedangkan data nonrutin didapatkan dari hasil survey, penelitian, atau studi lainnya.

Dalam hirarki sistem kesehatan Indonesia, puskesmas merupakan lini terdepan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat. Dengan konsep kewilayahan yang dimilikinya, sebagaimana yang diuraikan dalam Keputusan Menteri Kesehatan tentang Kebijakan Dasar Puskesmas5, puskesmas memiliki fungsi,

1. Penggerak pembangunan berwawasan kesehatan 2. Pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan 3. Pelayanan kesehatan strata pertama

Ini artinya selain memberikan pelayanan kesehatan individu, puskesmas juga berkewajiban menyelenggarakan pelayanan kesehatan masyarakat yang komprehensif mencakup promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

Di setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh puskesmas dalam rangka melaksanakan fungsi-fungsi tersebut, secara otomatis dihasilkan banyak sekali data yang apabila diolah, akan dapat memberikan gambaran kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya.

Dengan diterapkannya undang-undang otonomi daerah (UU no.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah) dimana didalamnya diatur tentang pembagian peran pusat dan daerah dalam pembangunan, maka salah satu bidang yang tanggung

(3)

jawab penyelenggaraannya diserahkan ke daerah adalah Bidang Kesehatan. Agar pelaksanaan pembangunan bidang kesehatan dapat dipastikan dilaksanakan dengan baik, maka ditetapkanlah suatu Standar Pelayanan Minimal (SPM) dengan Kepmenkes 741 tahun 2008 sebagai acuan bagi daerah.6 Seluruh indikator dalam SPM tersebut memiliki target capaian bertahap yang didapatkan dengan mengukur hasil cakupan program.

Untuk memperoleh hasil penghitungan cakupan program ini maka keakuratan pencatatan dan pengumpulan data di setiap institusi pelayanan kesehatan harus dipastikan dilakukan dengan benar. Pencapaian Standar Pelayanan Minimal suatu kabupaten sangat ditentukan oleh peran dari seluruh institusi yang berkontribusi dalam pembangunan pelayanan kesehatan antara lain: (1). Puskesmas dan jaringannya, (2). Rumah Sakit, (3). Unit Pelaksana teknis Lain, (4). Swasta dan (5). Masyarakat.

Sistem Informasi Kesehatan di Sleman

Kabupaten Sleman merupakan salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan luas wilayah 574,82 ha atau ± 18% luas wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara administrasi Kabupaten Sleman terdiri dari 17 kecamatan dengan 86 desa dan 1212 dusun.7 Di masing-masing kecamatan terdapat 1 – 3 puskesmas induk, tergantung dari luas wilayah kecamatan dan kepadatan penduduknya, sehingga di kabupaten Sleman terdapat 25 puskesmas induk. Tiap puskesmas melayani masyarakat lebih kurang 30.000 – 50.000 jiwa. Dari 25 puskesmas yang ada, 5 diantaranya adalah puskesmas dengan pelayanan rawat inap. (

(4)

Gambar 2. Peta Wilayah Kabupaten Sleman

Tabel 1. Data status puskesmas di Kabupaten Sleman

No Status Puskesmas Jumlah

1 Puskesmas dengan Rawat Inap 5 2 Puskesmas tanpa Rawat Inap 20

Total 25

Puskesmas adalah sebagai unit pelaksana teknis dari Dinas Kesehatan Kabupaten yang bertanggung jawab terhadap pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya5. Dengan demikian, puskesmas berkewajiban memberikan laporan pelaksanaan kegiatannya secara berkala ke Dinas kesehatan. Periodisasi pelaporan disesuaikan dengan jenis kegiatan/ program yang dilaksanakan, bisa berupa laporan mingguan, bulanan, dan tahunan. Laporan rutin puskesmas ini di tingkat dinas kesehatan akan direkapitulasi dan digabung dengan data pelayanan kesehatan dari fasilitas kesehatan non puskesmas seperti rumah sakit, fasilitas kesehatan yang dikelola pihak swasta dan pelayanan kesehatan lainnya untuk dimanfaatkan dalam pengambilan kebijakan operasional di Dinas Kesehatan.

(5)

Gambar 3. Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Sleman (Perbup 31/2009)

Sejak dari awal, pemerintah daerah Kabupaten Sleman sudah berkomitmen untuk mengembangkan sistem informasi puskesmas. Hal ini dapat dilihat dalam sebuah dokumen pemerintah daerah Sleman berupa buku dengan judul ‘Refleksi Pembangunan Kesehatan Kabupaten Sleman tahun 2001-2005 dan Sistem Kesehatan Daerah (SKD) Kabupaten Sleman (dokumen kebijakan)8 yang menggambarkan kesadaran pemerintah daerah akan perlunya data yang akurat dan cepat dalam mendukung pengambilan keputusan yang tepat bagi pemerintah.

Sebagai langkah awal pengembangan sistem informasi puskesmas di Sleman, dilakukanlah ‘need assessment’ dengan mengumpulkan para kepala puskesmas se-kabupaten Sleman pada saat itu untuk mendapatkan gambaran sistem informasi yang akan dibangun. Hasil kesepakatan inilah yang kemudian didiskusikan dengan pihak yang kemudian mendisain aplikasi sistem informasi puskesmas berbasis web (web base).

Penerapan penggunaan aplikasi ini di puskesmas dilakukan secara bertahap, dimulai di 2 puskesmas yakni puskesmas Mlati II dan Puskesmas Depok I. Sementara itu, pada watu yang hampir bersamaan Dinas Kesehatan Provinsi DIY

(6)

juga membangun sistem informasi yang diujicobakan di beberapa puskesmas di 5 kabupaten/ kota se DIY. Di kabupaten Sleman sendiri aplikasi tersebut dijalankan di puskesmas Godean 2 dan puskesmas Sleman. Dan ada juga 1 puskesmas yang berinisiatif mengembangkan sistem informasinya sendiri. Dengan demikian saat ini ada 3 model aplikasi sistem informasi puskesmas yang digunakan di kabupaten Sleman, tetapi sebagian besar atau 21 puskesmas menggunakan model yang dikembangkan bersama dengan Dinas Kesehatan Sleman.

Dalam perjalanannya penerapan program sistem informasi ini masih terus mengalami pengembangan dan penyesuaian dengan kebutuhan pengguna yakni puskesmas dan dinas kesehatan. Dinas Kesehatan melaksanakan beberapa kali pertemuan dengan mengundang kepala puskesmas beserta tenaga pengelola data di puskesmas untuk mendapatkan masukan dan mengidentifikasi permasalahan yang timbul selama proses penerapan aplikasi tersebut. Dengan demikian hingga tahun 2010, seluruh puskesmas sudah menjalankan aplikasi ini dalam pengelolaan data pasiennya.

Tabel 2. Identifikasi Hambatan Penerapan Sisfomas di Puskesmas

SDM Sarana-prasarana Software  keterbatasan SDM yang mampu menjalankan aplikasi  keengganan karyawan puskesmas untuk mempelajari hal baru

 memandang penggunaan aplikasi Sisfomas sebagai tambahan beban pekerjaan  keterbatasan jumlah komputer di puskesmas  perlu peningkatan daya listrik dengan bertambahnya jumlah komputer di puskesmas  kadang-kadang aplikasi Sisfomas tidak dapat dijalankan

output dari Sisfomas tidak memenuhi kebutuhan laporan rutin program

 Pada pertemuan awal, teridentifikasi permasalahan terbesar yang dihadapi puskesmas adalah masalah SDM berhubungan dengan kemampuan, kemauan maupun penerimaan terhadap sistem informasi. Sedangkan permasalahan yang berhubungan dengan sarana-prasarana dan software/ aplikasi belum begitu menonjol.

 Pertemuan selanjutnya, ketika puskesmas sudah mulai dapat mengatasi permasalahan SDM, permasalahan yang berhubungan dengan kesediaan sarana-prasarana mulai meningkat. Sedangkan permasalahan dengan software/aplikasi meningkat seiring dengan peningkatan kemampuan SDM menjalankan aplikasi ini.

(7)

Untuk mendukung pemanfaatan dan monitoring data di dinas kesehatan, maka direncanakan semua puskesmas akan terkoneksi dengan dinas kesehatan melalui jaringan Local Area Network (LAN). Harapannya data yang sudah dientri oleh petugas di puskesmas dapat sewaktu-waktu diakses di dinas kesehatan. Hingga tahun 2013 memang baru ada 19 puskesmas yang terkoneksi dengan Dinas Kesehatan, tetapi setiap tahun pemerintah daerah mengalokasikan anggaran untuk penambahan jaringan internet di masing-masing puskesmas.

Selama kurun waktu lebih kurang 10 tahun pelaksanaan sistem informasi puskesmas di Kabupaten Sleman ini belum pernah dievaluasi, baik di tingkat puskesmas maupun di tingkat dinas kesehatan. Hal ini bisa dimaklumi mengingat penggunaan simpus ini dilakukan sambil terus dilakukan penyesuaian-penyesuaian pada modulnya agar sesuai dengan kebutuhan penggunanya.

Para pengambil keputusan di semua tingkatan, dalam penetapan kebijakan sangat membutuhkan ketersediaan data yang relevan, bermutu dan tepat waktu. Sayangnya pengelolaan data dengan teknologi terbarupun tidak menjamin terpenuhinya persyaratan tersebut apabila dalam pelaksanaannya data tidak diolah dengan baik 9.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan gambaran latar belakang tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan evaluasi terhadap efektifitas penerapan Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (Sisfomas) yang diaplikasikan di puskesmas di Kabupaten Sleman.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Tujuan Umum dari penelitian ini adalah untuk melakukan evaluasi terhadap efektifitas penerapan Sisfomas di puskesmas di Sleman dan bagaimana pemanfaatan

(8)

luarannya untuk pengambilan keputusan atau kebijakan baik di tingkat puskesmas maupun di tingkat dinas kesehatan.

Tujuan khusus

1. Untuk mengetahaui bagaimana perjalanan penerapan sistem informasi puskesmas di kabupaten Sleman

2. Menginventarisir luaran-luaran sistem informasi puskesmas yang dapat dimanfaatkan oleh puskesmas maupun oleh dinas kesehatan

3. Mengidentifikasi peranan sistem informasi puskesmas dalam pengambilan kebijakan baik di tingkat puskesmas maupun di tingkat Dinas Kesehatan.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Dinas Kesehatan: Memberikan gambaran terkini pelaksanaan penerapan Simpus di puskesmas di kabupaten Sleman

2. Bagi puskesmas: Sebagai masukan bagi puskesmas untuk memanfaatkan data puskesmas secara efektif dalam pencapaian program sehingga lebih tajam dan tepat sasaran.

3. Bagi ilmu pengetahuan: Sebagai informasi bagi penelitian selanjutnya dengan melakukan penelitian di lokasi atau sasaran yang berbeda. Sehingga didapatkan gambaran pemanfaatan data puskesmas secara efektif dalam pengambilan keputusan.

(9)

E. Keaslian Penelitian

Penulis Sudarianto (2008) IL Afra (2008) Maman (2008)

Judul Evaluasi Penerapan

Sistem Informasi

Transaksi (Sitrapus) di

Kabupaten Bantaeng

Povinsi Sulawesi Selatan

Evaluasi Penerapan Sistem Komputerisasi Registrasi dan Rawat Jalan di RSU

Mayjen H.A Thalib

kabupaten Kerinci faktor-Faktor Penghambat Penerapan Sistem Informasi Manajeman Profil Kesehatan (SIMPK)

berbasis Local Area Network (LAN) di Dinas Kesehatan Subang tahun 2006 Masalah Bagaimanakah penerapan Sistem Informasi Transaksi puskesmas di Kabupaten Bantaeng Bagaimanakah penerapan sistem komputerisasi registrasi dan rawat jalan di rumah sakit umum Mayjen H.A Thalib di

Kabupeten kerinci.

Apakah sistem digunakan

dan dimanfaatkan?

Apakah kendala dan

pendukungnya?

Tidak berfungsinya SIM Profil Kesehatan berbasis

LAN di Kabupaten

Subang tahun 2006

Tujuan Untuk mengevaluasi

penerapan Sistem Informasi Transaksi Puskesmas di Kabupaten Bantaeng Mengevaluasi penerapan sistem komputerisasi rgistrasi dan rawat jalan di rumah sakit umum Mayjen H.A Thalib di Kabupaten Kerinci

Mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi penghambat penerapan SIMPK di Kabupaten Subang sehingga tidak berfungsi sampai tahun 2006

Metode Kualitatif yang bersifat

eksploratif dengan

menggunakan rancangan studi kasus

Studi kasus dengan

menggunakan rancangan peneitian deskriptif yang bersifat eksploratif.

Studi kasus yang bersifat eksploratif

Hasil Proses penerapan dan

output sitrapus belum optimal, hambatannya kuranganya dukungan internal, pendukungnya adanya alokasi anggaran dari pusat dan daerah

Penerapan sistem

komputerisasi register dan rawat jaan dapat berjalan dengan baik. Hambatannya adalah kurangnya tnaga operator, dan sistem masih berdiri sendiri belum masuk dalam struktur rumah sakit

faktor penghambat pada

penerapan SIMPK

bersifat teknis dan nonteknis

Perbedaan Lokasi penelitian

berbeda

Fokus pada komponen

manfaat/ kemudahan

penggunaan oleh user,

sikap dan perilaku user pada sistem

lebih menekankan pada penemuan faktor-faktor

penghambat pada

Gambar

Gambar 2. Peta Wilayah Kabupaten Sleman
Gambar 3. Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Sleman (Perbup 31/2009)
Tabel 2. Identifikasi Hambatan Penerapan Sisfomas di Puskesmas

Referensi

Dokumen terkait

Aplikasi Bahasa Program Visual Basic 6 dalam Analisis dan Flate Plate Beton Prategang Dengan Metode Beban Berimbang " diselesaikan sebagai syarat memperoleh

Perbedaannya adalah dari hasil penelitian diperoleh bahwa faktor 1 yaitu assuranse yang meliputi variabel kemampuan karyawan berkomunikasi, kemampuan karyawan dalam

Menurut Cvent ebook (2020) Virtual event adalah pengalaman indvidu sesorang mengalami sebuah event dengan konten online dan tidak berkumpul bersama. Virtual event dapat merupakan

Adapun cara kerja alat adalah sample darah yang telah ditetesi ‘antisera’, dan ditempatkan pada preparat, oleh optoisolator dideteksi, kemudian data dari

Penatalaksanaan yang dilakukan pada ibu yang mengalami engorgement antara lain adalah : keluarkan sedikit ASI sebelum menyusui agar payudara lebih lembek, sehingga lebih

Distribusi penderita PPOK stabil di Poli Paru RSUD Arifin Achmad berdasarkan pengaruh nafsu makan didapatkan hasil sebanyak 22 (51,2%) orang tidak mengalami penurunan

Pengangguran friksional : karena ada kesenjangan antara pencari kerja dengan lowongan pekerjaan. Pengangguran musiman : flukutasi ekonomi

Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan