• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS RASIO KEUANGAN DAERAH DALAM MENILAI KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KOTA MEDAN SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS RASIO KEUANGAN DAERAH DALAM MENILAI KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KOTA MEDAN SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS RASIO KEUANGAN DAERAH DALAM MENILAI KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)

Program Study Akuntansi

Oleh :

Nama : LAZYRA KS

NPM : 1105170573

Program Studi : Akuntansi

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

ABSTRAK

LAZYRA KS. NPM. 1105170573. Analisis Rasio Keuangan Daerah Dalam Menilai Kinerja Keuangan Pemerintah Kota Medan, Skripsi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis kinerja keuangan Pemerintah Kota Medan yang diukur dengan menggunakan rasio keuangan daerah dan untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan naik turunnya rasio keuangan daerah Pemerintah Kota Medan.

Pendekatan penelitian ini berupa pendekatan deskriptif yakni penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan dan menyajikan data yang diterima dari Pemerintah Kota Medan Khususnya berupa data-data jumlah Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Pemerintah Kota Medan sehingga memberikan gambaran yang cukup jelas untuk penulis menganalisis serta membandingkan dengan teori yang ada.

Hasil penelitian menunjukkan kinerja pemerintah Daerah Kota Medan dengan menggunakan rasio keuangan daerah mengalami penurunan, hal ini terjadi dikarenakan kurang maksimalnya pendapatan daerah Pemerintah Daerah Kota Medan, dan meningkatnya belanja daerah, bahkan melebihi dari yang dianggarkan oleh Pemerintah Daerah Kota Medan, rasio kemandirian yang masih dibawah standar keuangan daerah terjadi dikarenakan kurang mampunya pemerintah daerah Kota Medan dalam meningkatkan PAD, untuk rasio efektivitas yang masih dibawah standar terjadi dikarenakan pemerintah daerah tidak mampu dalam mencapai target untuk pendapatan daerah tersebut, untuk rasio efisiensi yang berada diatas standar terjadi dikarenakan besarnya belanja daerah yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah, bahkan realisasi belanja daerah melebihi dari target.

(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur bagi ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mendapatkan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini, dimana skripsi ini sangat penulis butuhkan dalam rangka sebagai kelengkapan penulis untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

Dengan segala keterbatasan ilmu dan kemampuan yang dimiliki, penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan para pembaca berkenan memberikan saran dan masukan yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Selanjutnya, tak lupa penulis juga dengan rasa hormat mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada :

1. Ayahanda M. Yusuf K.S dan Ibunda Nurlela yang telah banyak berkorban dan membesarkan, mendidik serta memberikan dukungan baik moral dan material, sehingga penulis dapat memperoleh keberhasilan.

2. Bapak Dr. Agussani, M.AP, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

3. Bapak Zulaspan Tupti, SE,M.Si, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

4. Bapak Januri, SE,M.Si, selaku Wakil Dekan I Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

5. Bapak Ade Gunawan, SE,M.Si, selaku Wakil Dekan III Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

(4)

6. Ibu Elizar Sinambela, SE,M.Si, Selaku Ketua Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

7. Ibu Fitriani Saragih, SE,M.Si, Selaku Sekretaris Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

8. Ibu Hj.Hafsah, SE, M.Si, Selaku dosen pembimbing saya dalam penyelesaian skripsi.

9. Bapak Pimpinan Pemerintah Kota Medan beserta seluruh pegawai yang telah memberikan kesempatan riset kepada penulis, dan juga banyak membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian.

10. Kepada teman-teman yang telah memberikan dukungan dan masukan kepada penulis, semoga kita bisa sukses selalu.

Seiring doa dan semoga ALLAH SWT membalas segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis serta dengan menyerahkan diri kepada Nya, seraya mengharapkan ridho Nya dan dengan segala kerendahan hati penulis menyerahkan Tugas Akhir ini yang jauh dari kesempurnaan hanyalah milik ALLAH SWT, dan penulis juga berharap masukan yang kontruktif guna perbaikan dimasa yang akan datang.

Akhirnya, penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat mendatangkan manfaat bagi kita semua, Aamiin... ya Rabbal Alaamiin...

Medan, Oktober 2016 Penulis

LAZYRA KS 1105170573

(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah... 5

C. Batasan dan Rumusan Masalah ... 6

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 6

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

A. Uraian Teoritis ... 8

1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ... 8

1.1 Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. ... 8

1.2 Proses Penyusunan APBD ... 9

1.3 Prinsip dan Kebijakan Penyusunan APBD ... 11

2. Analisis Kinerja Keuangan Daerah ... 17

3. Rasio Keuangan Daerah ... 18

3.1 Pengertian Kinerja Keuangan ... 15

4. Penelitian Terdahulu ... 25

(6)

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

A. Pendekatan Penelitian ... 30

B. Definisi Operasional ... 30

C. Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian ... 32

D. Jenis dan Sumber Data ... 33

E. Teknik Pengumpulan Data ... 33

F. Teknik Analisis Data ... 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 35

A. Hasil Penelitian ... 35

1. Deskripsi Data ... 35

2. Analisis Data ... 36

B. Pembahasan ... 48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

A. Kesimpulan ... 52

B. Saran ... 53 DAFTAR PUSTAKA

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Pengukuran Keuangan ... 4

Tabel 2.1 Pola Hubungan Kemandirian Daerah ... . 20

Tabel 2.2 Kriteria Pengukuran Efektivitas ... . 21

Tabel 2.3 Kriteria Pengukuran Efisien ... . 22

Tabel 2.4 Penelitian Terdahulu ... 25

Tabel 3.1 Waktu Penelitian ... 32

Tabel 4.1 Rasio Kemandirian ... 37

Tabel 4.2 Rasio Efektivitas ... 40

Tabel 4.3 Rasio Efesiensi ... 43

Tabel 4.4 Rasio Belanja Modal ... 45

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ... 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada saat ini perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di Indonesia semakin pesat dengan adanya era baru dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah sangat besar pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah yang kuat serta mampu berkembang atau tidak, tergantung pada cara mengelola keuangannya. Pengelolaan keuangan daerah yang baik akan membuat aset daerah terjaga juga keutuhannya.

Untuk mencapai suatu wilayah dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, strategi dan kebijakan ekonomi pembangunan harus fokus pada sektor-sektor strategis dan potensial pada wilayah tersebut baik sektor riil, finansial, maupun

(9)

infrastruktur agar dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, monitoring dan evaluasi terhadap hasil-hasil pembangunan juga sangat penting dilakukan secara berkala melalui sajian data statistik yang berkualitas. Peran pemerintah daerah dalam mengelola keuangan sangat menentukan keberhasilan peningkatan pertumbuhan ekonomi di suatu daerah.

Keberhasilan otonomi daerah tidak terlepas dari kinerja Pemerintah Daerah dalam mengelola keuangannya secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab. Pengelolaan keuangan daerah tersebut dilaksanakan dalam suatu sistem yang terintegrasi yang diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah (PP 58 tahun 2005, pasal 4).

Kemampuan keuangan dalam penyelenggaraan suatu pemerintahan sangat penting, karena pemerintah daerah tidak akan dapat melaksanan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan pembangunan dan keuangan inilah yang merupakan salah satu dasar kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Kemampuan keuangan daerah dalam era otonomi daerah sering diukur dengan menggunakan kinerja keuangan daerah.

Kinerja keuangan daerah atau kemampuan daerah merupakan salah satu ukuran yang dapat digunakan untuk melihat kemampuan daerah dalam menjalankan otonomi daerah. Bentuk dari penilaian kinerja tersebut berupa rasio keuangan yang terbentuk dari unsur Laporan Pertanggung jawaban Kepala Daerah berupa perhitungan APBD. Halim (2012 hal. 212)

(10)

Pengukuran Kinerja Keuangan sangat penting untuk menilai akuntabilitas pemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan keuangan daerah. Akuntabilitas bukan sekedar kemampuan menunjukkan bagaimana uang publik dibelanjakan, akan tetapi meliputi kemampuan yang menunjukkan bahwa uang publik tersebut telah dibelanjakan secara efisien, efektif, dan ekonomis. Efisien berarti penggunaan dana masyarakat tersebut menghasilkan output yang maksimal, efektif berarti penggunaan anggaran tersebut harus mencapai target-target atau tujuan untuk kepentingan publik, dan ekonomis berkaitan dengan pemilihan dan penggunaan sumber daya dalam jumlah dan kualitas tertentu pada tingkat harga yang paling murah (Mardiasmo, 2013:182).

Salah satu cara untuk menganalisa kinerja keuangan pemerintah daerah dalam pengelolaan keuangannya adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang telah ditetapkan dan dilaksanakan. Penilaian kinerja pemerintah berdasarkan berbagai rasio keuangan, diantaranya Rasio Kemandirian Keuangan Daerah, Rasio Efektivitas dan Efisiensi, Rasio Keserasian, dan Rasio Pertumbuhan. (Halim, 2012: 230).

Menurut Halim (2012:221-234) menyatakan bahwa Rasio Kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana eksternal. Semakin tinggi Rasio Kemandirian, mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal (terutama pemerintah pusat dan provinsi) semakin rendah. Dan untuk Rasio Keserasian menggambarkan bagaimana pemerintah daerah memprioritaskan alokasi dananya pada Belanja Rutin dan Belanja Pembangunannya secara optimal.

(11)

Rasio Efektivitas menggambarkan kemampuan yang dicapai Pemerintah Daerah dalam merealisasikan Pendapatan yang direncanakan, kemudian dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Dan untuk rasio efisiensi menggambarkan tingkat kemampuan pemerintah dalam mengefesiensikan biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah. Mardiasmo (2013 hal. 112).

Rasio pertumbuhan bermanfaat untuk mengetahui apakah pemerintah daerah dalam tahun anggaran bersangkutan atau selama beberapa periode anggaran, kinerja anggarannya mengalami pertumbuhan pendapatan atau belanja secara positif atau negatif. Mahmudi (2010 hal.138)

Pengukuran kinerja pemerintah Kota Medan yang diukur dengan menggunakan rasio keuangan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 1.1

Pengukuran Keuangan Pemerintah Kota Medan

Sumber : Data diolah (2016)

Dapat dilihat dari tabel diatas untuk rasio kemandirian untuk tahun 2012 sampai tahun 2015 rasio kemandirian mengalami penurunan, sedangkan untuk rasio efektivitas untuk tahun 2012 dan tahun 2015 mengalami penurunan, untuk rasio efisiensi ditahun 2015 mengalami peningkatan, bahkan untuk tahun 2011, tahun 2013 dan tahun 2015 rasio efisiensi lebih dari 100%, untuk rasio keserasian Tahun Rasio Kemandirian Rasio Efektivitas Rasio Efisiensi Rasio Keserasian Modal Rasio Pertumbuhan Pendapatan 2011 36,2% 89,1% 110,7% 22,4% - 2012 38,3% 74,3% 100,7% 18,5% 9,1% 2013 36,8% 79,8% 98,4% 19,6% 9,3% 2014 34,2% 88,6% 92,1% 21,1% 23,4% 2015 33,8% 82,8% 103,2% 21,2% 3,5%

(12)

modal pemerintah Kota Medan untuk tahun 2012 sampai tahun 2015 mengalami peningkatan, dan untuk rasio pertumbuhan pendapatan untuk tahun 2013 dan tahun 2015 mengalami penurunan.

Semakin tinggi Rasio Kemandirian, mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal semakin rendah. Sedangkan untuk rasio keserasian menunjukkan bahwa dengan rasio belanja modal yang relatif masih kecil perlu ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan pembangunan di daerah. Halim (2012:221-234)

Semakin tinggi rasio efektivitas menggambarkan kemampuan daerah yang semakin efektif. Semakin kecil rasio efisien berarti kinerja pemerintah daerah semakin baik. (Mardiasmo, 2013 hal. 112).

Menurut Mahmudi (2010 hal.138) Rasio pertumbuhan bermanfaat untuk mengatahui apakah pemerintah daerah dalam tahun anggaran bersangkutan atau selama beberapa periode anggaran, kinerja anggarannya mengalami pertumbuhan pendapatan atau belanja secara positif atau negatif.

Penelitian ini juga pernah dilakukan oleh penelitian sebelumnya. Joko Pramono (2014) dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja keuangan Pemkot Surakarta yang masih kurang adalah di aspek kemandirian dan aspek keserasian. Tingkat efisiensi dan efektivitas Pemkot Surakarta dalam mengelola dana sudah sangat efisien dan efektif, sedangkan untuk Pertumbuhan PAD cukup tinggi dan Kemampuan melunasi pinjaman masih mencukupi.

Pengukuran kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas organisasi dan manajer dalam pelayanan publik yang lebih banyak, yaitu bukan sekedar kemampuan menunjukan bahwa uang publik tersebut telah dibelanjakan, akan

(13)

tetapi meliputi kemampuan menunjukan bahwa uang publik tersebut telah dibelanjakan secara efisien dan efektif. (Mardiasmo, 2013 hal. 121).

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Rasio Keuangan Daerah Dalam Menilai Kinerja Keuangan Pemerintah Kota Medan”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang menjadi identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Rasio kemandirian untuk tahun 2012 sampai tahun 2015 mengalami penurunan.

2. Rasio efektivitas dan rasio keserasian modal untuk tahun 2012 dan tahun 2015 mengalami penurunan.

3. Rasio efisiensi untuk tahun 2015 mengalami peningkatan.

4. Rasio pertumbuhan untuk tahun 2013 dan tahun 2015 mengalami penurunan

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah maka peneliti mencoba merumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana kinerja keuangan Pemerintah Kota Medan yang diukur dengan menggunakan rasio keuangan daerah?

2. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan naik turunnya rasio keuangan daerah Pemerintah Kota Medan?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian

(14)

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis kinerja keuangan Pemerintah Kota Medan yang diukur dengan menggunakan rasio keuangan daerah.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan naik turunnya rasio keuangan daerah Pemerintah Kota Medan.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah : 1. Bagi peneliti

Dapat menambah pengetahuan dalam bidang keuangan daerah serta meningkatkan kemampuan analisis tentang kinerja keuangan anggaran pendapatan dan belanja daerah selama periode yang ditentukan.

2. Bagi Pemerintah Kota Medan

Dapat memberikan sumbangan pikiran didalam menentukan kebijakan pengelolaan dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Dapat dijadikan sebagai bahan refrensi dalam peneliti selanjutnya yang ada keterkaitan dengan objek penelitian.

(15)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Uraian Teoritis

1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

1.1 Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Menurut Mahsun (2011:81) menyatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah daftar yang memuat rincian penerimaan daerah dan pengeluaran/ belanja daerah selama satu tahun. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ditetapkan dengan peraturan daerah untuk masa satu tahun, mulai dari 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.

Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2014 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2015 Pasal 1 Ayat 1, pengertian Anggaran Pendapatan

(16)

dan Belanja Daerah adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.

Menurut Halim (2012:87) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yaitu rencana pekerjaan keuangan (financial workplan) yang dibuat untuk suatu jangka waktu tertentu, ketika badan legislatif (DPRD) memberikan kredit kepada badan eksekutif (kepala daerah) untuk melakukan pembiayaan kebutuhan rumah tangga daerah sesuai dengan rancangan yang menjadi dasar (grondslag) penetapan anggaran, dan yang menunjukkan semua penghasilan untuk menutup pengeluaran tadi.

APBD adalah suatu anggaran daerah yang memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

1) Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci.

2) Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya terkait aktivitas tersebut, dan adanya biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran yang akan dilaksanakan.

3) Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka. 4) Periode anggaran, biasanya satu tahun.

1.2 Proses Penyusunan APBD

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2014 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2015, proses penyusunan APBD adalah sebagai berikut:

(17)

1) Pemerintah Daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun anggaran berikutnya sejalan dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah, sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD.

2) Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD, Pemerintah Daerah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah membahas prioritas dan plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah.

3) Dalam rangka penyusunan RAPBD, Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku pengguna anggaran menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Satuan Kerja Perangkat Daerah tahun berikutnya.

4) Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Satuan Kerja Perangkat Daerah disusun dengan pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai dan prakiraan belanja.

5) Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD.

6) Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada pejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD tahun berikutnya.

7) Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, disertai dengan penjelasan dan dokumen-dokumen pendukung kepada DPRD.

8) Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan sesuai dengan undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan DPRD.

(18)

9) DPRD dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, sepanjang tidak mengakibatkan peningkatan defisit anggaran. 10) APBD yang disetujui oleh DPRD terinci sampai dengan unit organisasi,

fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Apabila DPRD tidak menyetujui Rancangan Peraturan Daerah tersebut, untuk membiayai keperluan setiap bulan, Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya.

1.3 Prinsip dan Kebijakan Penyusunan APBD

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2014 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2015, prinsip dan kebijakan penyusunan APBD antara lain:

1) Prinsip Penyusunan APBD

Penyusunan APBD didasarkan prinsip sebagai berikut:

a) Sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan urusan dan kewenangannya.

b) Tepat waktu, sesuai dengan tahapan dan jadwal yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

c) Transparan, untuk memudahkan masyarakat mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang APBD.

(19)

d) Partisipatif, dengan melibatkan masyarakat. e) Memperhatikan asas keadilan dan kepatutan.

f) Tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan peraturan daerah lainnya.

2) Kebijakan Penyusunan APBD

Kebijakan penyusunan APBD terkait dengan Pendapatan Daerah, Belanja Daerah dan Pembiayaan Daerah adalah sebagai berikut:

A) Pendapatan Daerah

Pendapatan daerah yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional dan memiliki kepastian serta dasar hukum penerimaannya.

a) Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Penganggaran Pendapatan Daerah yang bersumber dari PAD memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1) Penganggaran Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 2) Penganggaran Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah. 3) Penganggaran Lain-lain PAD Yang Sah.

b) Dana Perimbangan

Penganggaran pendapatan daerah yang bersumber dari dana perimbangan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1) Penganggaran Dana Bagi Hasil (DBH). 2) Penganggaran Dana Alokasi Umum (DAU). 3) Penganggaran Dana Alokasi Khusus (DAK). c) Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah

(20)

Penganggaran pendapatan daerah yang bersumber dari Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Penganggaran Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

2) Penganggaran Tunjangan Profesi Guru (TPG). 3) Penganggaran Dana Otonomi Khusus.

4) Penganggaran Dana Insentif Daerah (DID).

5) Pendapatan yang diperuntukan bagi desa dan desa adat yang bersumber dari APBN dalam rangka membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan serta pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan.

6) Penganggaran Dana Transfer lainnya.

7) Penganggaran pendapatan kabupaten/ kota yang bersumber dari Bagi Hasil Pajak Daerah yang diterima dari pemerintah provinsi didasarkan pada alokasi belanja Bagi Hasil Pajak Daerah dari pemerintah provinsi.

8) Pendapatan daerah yang bersumber dari bantuan keuangan, baik yang bersifat umum maupun bersifat khusus yang diterima dari pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/ kota lainnya dianggarkan dalam APBD penerima bantuan, sepanjang sudah dianggarkan dalam APBD pemberi bantuan.

9) Penganggaran pendapatan hibah yang bersumber dari pemerintah, Pemerintah Daerah lainnya atau pihak ketiga, baik dari badan, lembaga, organisasi swasta dalam negeri/ luar negeri, kelompok masyarakat maupun perorangan yang tidak mengikat dan tidak

(21)

mempunyai konsekuensi pengeluaran atau pengurangan kewajiban pihak ketiga atau pemberi hibah, dianggarkan dalam APBD setelah adanya kepastian pendapatan dimaksud.

10) Penganggaran pendapatan yang bersumber dari sumbangan pihak ketiga, baik dari badan, lembaga, organisasi swasta dalam negeri, kelompok masyarakat maupun perorangan yang tidak mengikat dan tidak mempunyai konsekuensi pengeluaran atau pengurangan kewajiban pihak ketiga atau pemberi sumbangan, dianggarkan dalam APBD setelah adanya kepastian pendapatan dimaksud. 11) Dalam hal Pemerintah Daerah memperoleh dana darurat dari

pemerintah dianggarkan pada akun pendapatan, kelompok Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah, dan diuraikan ke dalam jenis, Objek dan rincian Objek pendapatan Dana Darurat.

B) Belanja Daerah

Pemerintah Daerah menetapkan target pencapaian kinerja setiap belanja, baik dalam konteks daerah, satuan kerja perangkat daerah, maupun program dan kegiatan. Tujuannya untuk meningkatkan akuntabilitas perencanaan anggaran dan memperjelas efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran.

a) Belanja Langsung

Penganggaran belanja langsung dalam rangka melaksanakan program dan kegiatan Pemerintah Daerah memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

(22)

Belanja Pegawai merupakan belanja untuk honorarium/ upah dalam melaksanakan program dan kegiatan Pemerintah Daerah.

2) Belanja Barang dan Jasa.

Belanja Barang dan Jasa merupakan belanja untuk pembelian/ pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 bulan dan/ atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan Pemerintah Daerah, mencakup belanja barang habis pakai, bahan/ material, jasa kantor, premi asuransi, perawatan kendaraan bermotor, cetak/ penggandaan, sewa rumah/ gedung/ gudang/ parkir, sewa sarana mobilitas, sewa alat berat, sewa perlengkapan dan atributnya, pakaian kerja, pakaian khusus dan hari-hari tertentu, perjalanan dinas, perjalanan dinas pindah tugas, dan pemulangan pegawai.

3) Belanja Modal.

Belanja Modal merupakan belanja untuk pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya.

b) Belanja Tidak Langsung

Penganggaran belanja tidak langsung memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

(23)

Belanja Pegawai merupakan belanja kompensasi dalam bentuk gaji dan tunjangan, serta penghasilan lainnya yang diberikan kepada pegawai negeri sipil yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundangundangan.

2) Belanja Bunga.

Belanja Bunga merupakan belanja untuk pembayaran bunga utang yang dihitung atas kewajiban pokok utang berdasarkan perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. 3) Belanja Subsidi.

Belanja Subsidi merupakan belanja untuk bantuan biaya produksi kepada perusahaan/ lembaga tertentu agar harga jual produksi/ jasa yang dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat banyak.

4) Belanja Hibah dan Bantuan Sosial.

Belanja Hibah merupakan belanja untuk pemberian hibah dalam bentuk uang, barang dan/ atau jasa kepada Pemerintah atau Pemerintah Daerah lainnya, dan kelompok masyarakat/ perorangan yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya. Belanja Bantuan Sosial merupakan belanja untuk pemberian bantuan dalam bentuk uang dan/ atau barang kepada masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.

5) Belanja Bagi Hasil Pajak.

Belanja Bagi Hasil Pajak merupakan belanja untuk dana bagi hasil yang bersumber dari pendapatan provinsi kepada kabupaten/ kota atau pendapatan kabupaten/ kota kepada Pemerintah Desa atau

(24)

pendapatan Pemerintah Daerah tertentu kepada Pemerintah Daerah lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

6) Belanja Bantuan Keuangan.

Belanja Bantuan Keuangan merupakan belanja untuk bantuan keuangan yang bersifat umum atau khusus dari provinsi kepada kabupaten/ kota, Pemerintah Desa, dan kepada Pemerintah Daerah lainnya dalam rangka pemerataan dan/ atau peningkatan kemampuan keuangan.

7) Belanja Tidak Terduga.

Belanja Tidak Terduga merupakan belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup. C) Surplus/ Defisit APBD.

1) Penerimaan Pembiayaan, semua penerimaan yang ditujukan untuk menutup defisit APBD:

a. Sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggara sebelumnya (SiLPA);

b. Pencairan dana cadangan;

c. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan; d. Penerimaan pinjaman daerah;

e. Penerimaan kembali pemberian pinjaman; dan f. Penerimaan piutang daerah.

(25)

2) Pengeluaran Pembiayaan, semua pengeluaran yang ditujukan untuk memanfaatkan surplus APBD:

a. Pembentukan dana cadangan;

b. Penerimaan modal (investasi) Pemerintah Daerah; c. Pembayaran pokok utang; dan

d. Pemberian pinjaman daerah. 2. Analisis Kinerja Keuangan Daerah

Menurut Bastian (2006:112), “Kinerja anggaran adalah gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi”. Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan, dengan memperhitungkan indikator masukan (input), keluaran (output), hasil, manfaat, dan dampak.

Menurut Mulyadi (2007), kinerja yang merupakan keberhasilan personel, tim atau unit organisasi dalam mewujudkan sasaran strategik yang telah ditetapkan sebelumnya dengan perilaku yang diharapkan. Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan individu maupun kelompok individu tersebut dan mempunyai kriteria keberhasilan yang ditetapkan. Kriteria tersebut berupa tujuan-tujuan atau target-target tertentu yang hendak dicapai. Tanpa adanya tujuan atau target, kinerja seseorang atau organisasi tidak mungkin dapat diketahui karena tidak ada tolok ukurnya.

Salah satu cara yang dilakukan dalam mengukur kinerja pemerintahan daerah dalam mengelola keuangannya adalah menggunakan analisis rasio

(26)

keuangan terhadap APBD yang telah dilaksanakan dan ditetapkan oleh pemerintah daerah (Abdul Halim, 2012).

3. Rasio Keuangan Daerah

Pengelolaan keuangan daerah perlu diperhatikan penggunaanya. Menurut Mohamad Mahsun (2011:135) Analisis Laporan Keuangan merupakan alat yang digunakan dalam memahami masalah dan peluang yang terdapat dalam laporan keuangan. Penggunaan analisis rasio pada sektor publik khususnya terhadap APBD belum banyak dilakukan, sehingga secara teori belum ada kesepakatan secara bulat mengenai nama dan kiadah pengukurannya.

Meskipun demikian, dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang transparan, jujur, demokratis, efektif, efisien, dan akuntabel, analisis rasio terhadap APBD perlu dilaksanakan meskipun kaidah pengakuntansian dalam APBD berbeda dengan laporan keuangan yang dimiliki perusahaan swasta (Abdul Halim 2012:4).

Analisis rasio keuangan APBD dilakukan dengan membandingkan hasil yang dicapai dari satu periode dibandingkan dengan periode sebelumnya sehingga dapat diketahui bagaimana kecenderungan yang terjadi. Selain itu dapat pula dilakukan dengan cara membandingkan dengan rasio keuangan yang dimiliki suatu pemerintah daerah tertentu dengan rasio keuangan daerah lain yang terdekat ataupun yang potensi daerahnya relatif sama untuk dilihat bagaimana posisi rasio keuangan pemerintah daerah tersebut terhadap pemerintah daerah lainnya.

Menurut Abdul Halim (2012: 4) adapun pihak-pihak yang memiliki berkepentingan dengan rasio keuangan pada APBD ini yaitu: pihak DPRD,

(27)

pihak eksekutif, pihak pemerintah pusat ataupun provinsi, serta masyarkat dan kreditor.

Ada beberapa cara untuk mengukur Kinerja Keuangan Daerah salah satunya yaitu dengan menggunakan Rasio Kinerja Keuangan Daerah. Beberapa rasio yang bisa digunakan adalah : Rasio Efektivitas PAD, Rasio Efisiensi Keuangan Daerah, Rasio Keserasian, Rasio Pertumbuhan, dan Rasio Kemandirian Keuangan Daerah.

a) Rasio Kemandirian Keuangan Daerah

Menurut Halim (2012) menyatakan bahwa Rasio Kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana eksternal. Semakin tinggi Rasio Kemandirian, mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal (terutama pemerintah pusat dan provinsi) semakin rendah.

Demikian pula sebaliknya, semakin rendah Rasio Kemandirian, semakin rendah tingkat partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen utama Pendapatan Asli Daerah (PAD). Semakin tinggi masyarakat membayar pajak dan retribusi daerah akan menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang semakin meningkat. Rumus yang digunakan untuk menghitung Rasio Kemandirian adalah :

Rasio Kemandirian =

x 100%

Tabel II.1

Pola Hubungan dan Tingkat Kemandirian Daerah Kemampuan

Keuangan

Kemandirian (%) Pola Hubungan

Rendah Sekali 0% - 25% Instruktif

(28)

Sedang 50% - 75% Partisipasif

Tinggi 75% - 100% Delegatif

Sumber : Aulia Zhufinsa Nur Rahmatina,2011

a. Pola Hubungan Instruktif, peran pemerintah pusat lebih dominan daripada kemandirian Pemerintah Daerah. (daerah yang tidak mampu melaksanakan otonomi daerah)

b. Pola Hubungan Konsultatif, dimana campur tangan pemerintah pusat sudah mulai berkurang, karena daerah dianggap sedikit lebih mampu, melaksanakan otonomi.

c. Pola Hubungan Partisipatif, peranan pemerintah pusat semakin berkurang, mengingat daerah bersangkutan tingkat kemandiriannya mendekati mampu melaksanakan urusan otonomi.

d. Pola Hubungan Delegatif, campur tangan pemerintah pusatsudah tidak ada karena daerah telah benar-benar mampu dan mandiri dalam melaksanakan urusan otonomi daerah.

b) Rasio Efektivitas

Menurut Halim (2012) menyatakan bahwa Rasio Efektivitas menggambarkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam merealisasikan Pendapatan yang direncanakan, kemudian dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Semakin tinggi Rasio Efektivitas menggambarkan kemampuan daerah yang semakin baik.

Rumus rasio efektivitas adalah sebagai berikut :

Rasio Efektivitas Pendapatan =

x 100%

Tabel II.2

(29)

Persentase Kriteria

(x > 100%) Efektif

(x = 100%) Efektivitas Berimbang

( x < 100%) Tidak Efektif

Sumber: Mahmudi, 2010

c) Rasio Efisiensi Keuangan Daerah

Rasio Efisiensi Keuangan Daerah (REKD) menggambarkan

perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi pendapatan yang diterima. Kinerja Keuangan

Pemerintahan Daerah dalam melakukan pemungutan pendapatan

dikategorikan efisien apabila rasio yang dicapai kurang dari 1 (satu) atau di bawah 100%. Semakin kecil Rasio Efisiensi Keuangan Daerah berarti Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah semakin baik.

Rasio efisiensi menggambarkan tingkat kemampuan pemerintah dalam mengfesiensikan biaya yang dikerluarkan oleh pemerintah. Menurut Mardiasmo (2013 hal. 112) yang menyatakan bahwa bila semakin kecil rasio efisien berarti kinerja pemerintah daerah semakin baik. Rumus yang digunakan untuk menghitung rasio ini adalah sebagai berikut :

Rasio Efisiensi =

x 100%

Tabel II.3

Kriteria Pengukuran Efisien

Persentase Kriteria

100% Keatas Tidak Efisien

100% Efisien Berimbang

Kurang dari 100% Efisien

Sumber: Mohammad Mahsun (2011:187)

(30)

Rasio Keserasian menggambarkan bagaimana pemerintah daerah memprioritaskan alokasi dananya pada Belanja Rutin dan Belanja Pembangunannya secara optimal. Menurut Halim (2012 hal.236) semakin tinggi persentase dana yang dialokasikan untuk Belanja Rutin berarti persentase Belanja investasi (Belanja Pembangunan) yang digunakan untuk menyediakan sarana dan prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil. Ada 2 perhitungan dalam Rasio Keserasian ini, yaitu : Rasio Belanja Operasi dan Rasio Belanja Modal.

1. Rasio Belanja Operasi merupakan perbandingan antara total Belanja Operasi dengan Total Belanja Daerah.

Rasio ini menginformasikan kepada pembaca laporan mengenai porsi belanja daerah yang dialokasikan untuk Belanja Operasi. Belanja Operasi merupakan belanja yang manfaatnya habis dikonsumsi dalam satu tahun anggaran, sehingga sifatnya jangka pendek dan dalam hal tertentu sifatnya rutin atau berulang. Pada umumya proporsi Belanja Operasi mendominasi total belanja daerah, yaitu antara 60-90%.

Menurut Mahmudi (2010 hal.164) didalam pemerintah daerah dengan tingkat pendapatan yang tinggi cenderung memiliki porsi belanja operasi yang lebih tinggi dibandingkan pemerintah daerah yang tingkat pendapatannya rendah. Rasio belanja operasi dirumuskan sebagai berikut :

Rasio Belanja Operasi =

(31)

2. Rasio Belanja Modal merupakan perbandingan antara total realisasi belanja modal dengan total belanja daerah.

Berdasarkan rasio ini, pembaca laporan dapat mengetahui porsi belanja daerah yang dialokasikan untuk investasi dengan bentuk belanja modal pada tahun anggaran bersangkutan. Belanja modal memberikan manfaat jangka menegah dan panjang juga bersifat rutin.

Menurut Mahmudi (2010 hal. 164) pada umumnya proporsi belanja modal degan belanja daerah adalah antara 5-20%. Rasio belanja modal ini dirumuskan sebagai berikut:

Rasio Belanja Modal =

x 100%

Belum ada patokan yang pasti berapa besarnya Rasio Belanja Operasi maupun Modal terhadap APBD yang ideal, karena sangat dipengaruhi oleh dinamisasi kegiatan pembangunan dan besarnya kebutuhan investasi yang diperlukan untuk mencapai pertumbuhan yang ditargetkan. Namun demikian, sebagai daerah di Negara berkembang peranan pemerintah daerah untuk memacu pelaksanaan pembangunan masih relatif besar. Oleh karena itu, rasio belanja modal (pembangunan) yang relatif masih kecil perlu ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan pembangunan di daerah.

e) Rasio Pertumbuhan

Rasio Pertumbuhan bermanfaat untuk mengetahui apakah pemerintah daerah dalam tahun anggaran bersangkutan atau selama periode anggaran, Kinerja Keuangan APBD-nya mengalami pertumbuhan secara positif ataukah

(32)

negatif. Tentunya diharapkan pertumbuhan pendapatan secara positif dan kecenderungannya (trend) meningkat. Sebaliknya jika terjadi pertumbuhan yang negatif, maka hal itu akan menunjukkan terjadi penurunan Kinerja Keuangan Pendapatan Daerah.

Rasio pertumbuhan berguna untuk melihat kemampuan atas pengelolaan dimasa yang lalu. Menurut Mahmudi (2010 hal.138) Rasio pertumbuhan bermanfaat untuk mengatahui apakah pemerintah daerah dalam tahun anggaran bersangkutan atau selama beberapa periode anggaran, kinerja anggarannya mengalami pertumbuhan pendapatan atau belanja secara positif atau negatif. Rumus untuk menghitung Rasio Pertumbuhan adalah sebagai berikut :

r = ( )

(

Rasio Pertumbuhan berfungsi untuk mengevaluasi potensi-potensi daerah yang perlu mendapatkan perhatian. Menurut Halim (2008 hal. 241) untuk rasio pertumbuhan yang semakin tinggi nilai Total Pendapatan Daerah, PAD, dan Belanja Modal yang diikuti oleh semakin rendahnya Belanja Operasi, maka pertumbuhannya adalah positif. Artinya bahwa daerah yang

bersangkutan telah mampu mempertahankan dan meningkatkan

pertumbuhannya dari periode yang satu ke periode berikutnya. 4. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan pada Pemerintah Kota Medan pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, dengan tempat dan waktu penelitian yang berbeda, yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

(33)

Tabel II.4 Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian

1 Heri Triyono (2013) Analisis Rasio Untuk Mengukur Kinerja Keuangan Daerah Kabupaten Sukoharjo APBD 2009-2011 Penelitian menganalisis Kinerja Keuangan Daerah Kabupaten Sukoharjo APBD 2009-2011 yang diukur dengan menggunakan rasio keuangan daerah Hasil penelitian

menunjukkan bahwa rasio

kemandirian rendah

dengan

tingkat ketergantungan dari pihak eksternal masih tinggi. Rasio efektivitas yang dicapai tinggi. Rasio

efisiensi menunjukkan

dalam memungut PAD

sudah efisien. Rasio

aktivitas pada belanja

pembangunan masih

rendah. Rasio

pertumbuhan

menunjukkan hasil yang positif. Rasio derajat desentralisasi rendah. 2 Wakhyudi (2013) Mengukur Kinerja Pemerintah Daerah Melalui Rasio Keuangan Daerah Penelitian ini menganalisis Kinerja Pemerintah Daerah Melalui Rasio Keuangan Daerah

Hasil dari penelitian

menunjukkan bahwa

Kemampuan pemerintah

Kabupaten Bogor didalam

mengelola keuangan

daerahnya

sendiri masih rendah.

Selain itu, dalam

pelaksanaan pengelolaan

keuangan daerah,

pemerintah daerah

dihadapkan pada beberapa hambatan yaitu: Penetapan Perda APBD dan Perda Perubahan APBD hingga Perda Laporan

Realisasi APBD setiap

tahunnya belum tepat

waktu dan

penganggarannya belum sepenuhnya mengacu pada ketentuan yang berlaku.

(34)

3 Listiyani Natalia (2015) Analisis Laporan Keuangan Dalam Mengukur Kinerja Keuangan Pada Pemerintah Kabupaten Sleman Penelitian ini menganalisis Laporan Keuangan Dalam Mengukur Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Sleman Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan pendapatan di Pemerintah Kabupaten Sleman

baik, dalam merealisasikan belanja daerahnya sudah

efisien karena tidak

melebihi anggaran. Namun ketergantungan pemerintah daerah terhadap Pemerintah Pusat masih tinggi. 4 Joko Pramono (2014) Analisis Rasio Keuangan Untuk Menilai Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Surakarta) Penelitian ini menganalisis Rasio Keuangan Untuk Menilai Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kinerja keuangan

Pemerintah Kota Surakarta untuk tahun 2010 dan 2011

yang masih kurang atau perlu menjadi perhatian adalah pada aspek

kemandirian dan aspek keserasian.

Kemandirian Pemerintah

Kota Surakarta dalam

memenuhi kebutuhan dana

untuk penyelenggaraan

kegiatan pemerintahan,

pembangunan dan

pelayanan

masyarakat masih sangat rendah, karena rasionya hanya sebesar 15,83 % (2010) dan 24,44% (2011). B. Kerangka Berpikir

Keberhasilan otonomi daerah tidak terlepas dari kinerja Pemerintah Daerah dalam mengelola keuangannya secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab. Pengelolaan keuangan daerah tersebut dilaksanakan dalam suatu sistem yang

(35)

terintegrasi yang diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah (PP 58 tahun 2005, pasal 4).

Salah satu aspek dari Pemerintah Daerah yang harus diatur secara hati-hati adalah pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah. (Nordiawan, dkk, 2007: 39)

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi Pemerintah Daerah. Sebagai instrumen kebijakan, APBD mendukung posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas Pemda. APBD dapat digunakan sebagai alat untuk menentukan besarnya pendapatan dan pengeluaran, membantu pengambilan keputusan dan pencapaian pembangunan, otoritas pengeluaran di masa-masa yang akan datang, sumber pengernbangan ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja, alat untuk memotivasi para pegawai dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai unit kerja.

Kinerja keuangan daerah atau kemampuan daerah merupakan salah satu ukuran yang dapat digunakan untuk melihat kemampuan daerah dalam menjalankan otonomi daerah. Bentuk dari penilaian kinerja tersebut berupa rasio keuangan yang terbentuk dari unsur Laporan Pertanggungjawaban Kepala Daerah berupa perhitungan APBD. (Halim, 2012 : 212)

Penilaian kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan sasaran yang diharapkan sebagai fungsi belanja, standar pelayanan diharapakan dan diperkirakan biaya satuan komponen kegiatan yang

(36)

bersangkutan, bagian pendapatan APBD yang membiayai belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan dan belanja modal/pembangunan.

Salah satu cara untuk menganalisa kinerja pemerintah daerah dalam pengelolaan keuangannya adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang telah ditetapkan dan dilaksanakan. Penilaian kinerja pemerintah berdasarkan berbagai rasio keuangan, diantaranya Rasio Kemandirian Keuangan Daerah, Rasio Efektivitas dan Efisiensi, Rasio Keserasian, dan Rasio Pertumbuhan. (Halim, 2012: 230).

Penelitian ini pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, Addina Marizka (2010) dari hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemerintah Kota Medan dalam merealisasikan pendapatan pada tahun 2003-2007 dapat dikatakan efektif dan efisiensi, pertumbuhan pendapatan menunjukkan pertumbuhan positif.

Kerangka berpikir dari penelitian ini dapat dilihat dari gambar II.1 sebagai berikut : Rasio Keuangan Laporan Keuangan Rasio Kemandirian Rasio Efektivitas Rasio Efisiensi Rasio Keserasian Rasio Pertumbuhan Kinerja Keuangan

(37)

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif. “Penelitian deskriptif adalah penelitian terhadap fenomena atau populasi tertentu yang diperoleh oleh penelitian dan subjek beberapa individu, organisasional, industri atau perspektif lain”. Selain itu Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau

(38)

lebih independen tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan variabel lain.

B. Defenisi Operasional Variabel

Definisi operasional adalah suatu usaha untuk melakukan pendeteksiaan sejauh mana variabel berpengaruh terhadap variabel lainnya. Untuk mempermudah dalam membahas penelitian ini, maka definisi dari penelitian tersebut adalah :

1. Kinerja keuangan pada dasarnya dilakukan untuk menilai kinerja di masa lalu dengan melakukan berbagai analisis sehingga diperoleh posisi keuangan yang mewakili realitas entitas dan potensi-potensi kinerja yang akan berlanjut. Dimana kinerja keuangan daerah dapat diukur dengan menggunakan rasio-rasio keuangan daerah yaitu:

a. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah

Rasio Kemandirian Keuangan Daerah merupakan menunjukkan tingkat kemampuan suatu daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Rumus Rasio Kemandirian Keuangan Daerah yaitu sebagai berikut:

Rasio Kemandirian =

x 100%

(39)

Rasio efektivitas merupakan rasio yang mengukur tingkat kemampuan pemerintah dalam meningkatkan pendapatan. Rumus rasio efektivitas adalah sebagai berikut :

Rasio Efektivitas Pendapatan =

x 100%

c. Rasio Efisiensi

Rasio Efisiensi merupakan menggambarkan perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi pendapatan yang diterima. Rumus yang digunakan untuk menghitung rasio ini adalah :

Rasio E isiensi = ℎ

ℎ x 100%

d. Rasio Keserasian

Rasio Keserasian menggambarkan bagaimana pemerintah daerah memprioritaskan alokasi dananya pada Belanja Rutin dan Belanja Pembangunannya secara optimal. Rasio keserasian dapat diukur dengan menggunakan rasio belanja modal maupun rasio belanja operasi. Rasio Belanja Modal dapat dihitung dengan rumus:

Rasio Belanja Modal =

x 100%

e. Rasio Pertumbuhan

Rasio pertumbuhan merupakan mengukur seberapa besar kemampuan Pemerintah Daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yang telah dicapai dari periode satu ke periode berikutnya, baik dilihat dari sumber pendapatan maupun pengeluaran. Rumus untuk menghitung Rasio Pertumbuhan yaitu sebagai berikut :

(40)

Pertumbuhan PAD Tahun t = x 100%

C. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Pemerintah Kota Medan di bagian akuntansi, Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Jln. Kapten Maulana Lubis No. 02, Medan.

Waktu Penelitian

Adapun waktu penelitian ini dimulai dari bulan Mei 2016 sampai bulan Oktober 2016. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel III.4 sebagai berikut :

Tabel III.1

Rincian Waktu Penelitian

No Kegiatan Mei Jun Jul Agust Sept Okt

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Pengajuan judul 2 Pra Riset 3 Penyusunan Proposal 4 Seminar Proposal 5 Riset 6 Penulisan Skripsi 7 Bimbingan Skripsi 8 Sidang Meja Hijau

D. Jenis dan Sumber Data 1. Jenis Data

Jenis Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, dimana data ini berupa data yang dihitung berupa data Anggaran dan Realisasi Pendapatan Belanja Daerah Kota Medan.

(41)

Dalam penelitian ini terdapat dua sumber data, yaitu sumber data primer dan sumber data skunder. Penelitian ini menggunakan dua sumber data yaitu:

a. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan. Cara pengumpulan data ini diperoleh dari wawancara langsung di tempat penelitian.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh berupa data dokumentasi yaitu laporan anggaran dan realisasi pendapatan dan belanja daerah Pemerintah Kota Medan 2011-2015.

E. Teknik Pengumpulan Data

Adapun Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

1. Dokumentasi

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan pencatatan yang bersumber dari dokumen, dan laporan hasil dari anggaran dan realisasi pendapatan dan belanja Daerah Kota Medan selama Tahun 2011 sampai tahun 2015 yang diperlukan oleh peneliti.

2. Wawancara

Dalam hal ini penulis menanyakan secara langsung kepada bagian yang terkait atau berhubungan dengan hasil dari anggaran dan realisasi pendapatan dan belanja Daerah Kota Medan.

(42)

Metode teknik analisis data menggunakan metode deskriptif pendekatan kuantitatif yang merupakan metode yang digunakan untuk merumuskan perhatian terhadap masalah yang dihadapi, dimana data yang dikumpulkan, disusun dan dianalisis sehingga dapat memberikan informasi masalah yang ada. Adapun teknik analisa data dapat dilakukan dengan beberapa tahap yaitu:

1. Mengumpulkan data penelitian yang dilakukan berupa Anggaran dan Realisasi APBD Pemerintah Kota Medan tahun 2011 sampai tahun 2015. 2. Menghitung rasio keuangan daerah Pemerintah Kota Medan

3. Menghitung kinerja keuangan Pemerintah Kota Medan dengan mengukur rasio rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektivitas, rasio efisiensi keuangan daerah, rasio keserasian, rasio pertumbuhan.

4. Menganalisis dan membahas kinerja keuangan Pemerintah Kota Medan dengan indikator yang sesuai dengan teori.

5. Menarik kesimpulan.

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Data

(43)

Pemerintah Kota Medan yang merupakan salah satu bagian dari Provinsi Sumetera Utara yang diberi kewenangan untuk mengatur dan mengelola sumber pendapatan daerahnya sendiri. Untuk kelangsungan dan kemajuan dari Kota Medan maka diharapkan Kota Medan mampu menggali, mengelola, dan memaksimalkan potensi sumber daya yang ada di Kota Medan. Dengan terus menggali, mengelola dan memaksimalkan potensi sumber daya yang ada di Kota Medan, maka nantinya akan mampu meningkatkan pajak daerah, sehingga mampu memaksimalkan Pendapatan Asli Daerah.

Sesuai dengan instruksi Menteri Dalam Negeri KPUD No.7/12/41-10 tentang penyeragaman struktur organisasi Dinas Pendapatan Daerah di seluruh Indonesia, maka Pemerintah Daerah Kota Medan berdasarkan PERDA No.12 Tahun 1978 menyesuaikan atau membentuk struktur organisasi Dinas Pendapatan yang baru, yakni seksi-seksi administrasi Dinas Pendapatan serta bagian tata usaha yang membawahi 3 (tiga) kepala sub-bagian yang merupakan sub-sektor perpajakan, retribusi daerah, dan pendapatan daerah lainnya serta kontribusi yang cukup penting bagi pemerintahan daerah dalam mendukung serta memelihara hasil-hasil pembangunan dari peningkatan pendapatan daerah Kota Medan.

2. Analisis Data

Analisis Kinerja Keuangan Daerah Pemerintah Kota Medan dalam penelitian ini adalah suatu proses penilaian mengenai tingkat kemajuan pencapaian pelaksanaan pekerjaan/kegiatan Pemerintah Kota Medan dalam bidang keuangan untuk kurun waktu 2011-2015. Rasio yang digunakan oleh

(44)

peneliti dalam menganalisis kinerja keuangan daerah Pemerintah Kota Medan pada penelitian ini adalah: Rasio Kemandirian Keuangan Daerah, Rasio Efektivitas, Rasio Efisiensi Keuangan Daerah, Rasio Keserasian dan Rasio Pertumbuhan.

Data yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Pemerintah Kota Medan yang didapat dari Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Pemerintah Kota Medan. Dari data tersebut nantinya dapat diketahui Kinerja Keuangan Pemerintah Kota Medan. Adapun hasil dari Analisis Rasio tersebut adalah :

a) Rasio Kemandirian Keuangan Daerah

Rasio Kemandirian Keuangan Daerah menunjukkan tingkat kemampuan suatu daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah.

Rasio Kemandirian Keuangan Daerah (RKKD) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Rasio Kemandirian = x 100% Tahun 2011 = . . . . . . . x 100% = 36,2% Tahun 2012 = . . . . . . . . x 100%

(45)

= 38,3% Tahun 2013 = . . . . . . . . x 100% = 36,8% Tahun 2014 = . . . . . . . . x 100% = 34,2% Tahun 2015 = . . . . . . . . x 100% = 33,8% Tabel 4.1

Rasio Kemandirian Pemerintah Kota Medan

Sumber : Data diolah (2016)

Dilihat dari tabel 4.1, maka untuk Rasio kemandirian Pemerintah Kota Medan yang diukur dalam 5 tahun, dimana untuk tahun 2011 rasio kemandirian sebesar 36,2%, yang termasuk dalam kategori rendah dan termasuk dalam pola hubungan konsultatif karena berada diantara 25% dan 50%, untuk tahun 2012 rasio kemandirian mengalami peningkatan menjadi 38,2%, yang juga masih termasuk dalam kategori rendah dan termasuk dalam pola hubungan konsultatif karena berada diantara 25% dan 50%, untuk tahun

Tahun PAD Total Pendapatan Rasio Ekonomis

2011 Rp. 995.072.572.141 Rp. 2.747.359.034.421 36,2%

2012 Rp. 1.147.901.461.607 Rp. 2.998.203.912.475 38,3%

2013 Rp. 1.206.169.709.147 Rp. 3.276.344.285.139 36,8%

2014 Rp. 1.384.246.114.729 Rp. 4.042.115.828.231 34,2%

(46)

2013 sampai tahun 2015 rasio kemandirian mengalami penurunan menjadi 36,8%, 34,2% dan 33,8%, dimana perhitungan ini juga masih termasuk dalam kategori rendah dan termasuk dalam pola hubungan konsultatif karena berada diantara 25% dan 50%.

Dimana maksud dari pola konsultatif adalah pola hubungan antara campur tangan pemerintah pusat sudah mulai berkurang, karena daerah dianggap sedikit lebih mampu, melaksanakan otonomi.

rasio ekonomis mengalami peningkatan menjadi 76,1%, tetapi masih termasuk dalam kategori kurang ekonomi karena diantara 60% sampai 80%. Ditahun 2014 rasio ekonomis mengalami peningkatan menjadi 80,5%, yang termasuk dalam kategori cukup ekonomi karena berada diantara 80% dan 90%,

Penurunan yang terjadi untuk tingkat rasio kemandirian pemerintah daerah Kota Medan, hal ini terjadi dikarenakan meningkatnya pemberian dana pemerintah pusat kepada Pemerintah Daerah Kota Medan, yang artinya Pemerintah Daerah Kota Medan dapat dikatakan belum mampu dalam menggunakan dana dari Pendapatan Asli Daerah yang digunakan untuk mengelola keuangan daerah tersebut. Dengan kata lain Pemerintah Daerah Kota Medan masih bergantung dengan dana dari pemerintah pusat guna menjalankan kegiatan daerah. Rasio Kemandirian yang masih rendah menggambarkan kemampuan keuangan daerah Pemerintah Kota Medan dalam membiayai pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan daerah masih sangat tergantung bantuan dari pemerintah pusat. Jadi Kemandirian Keuangan Pemerintah Kota Medan secara keseluruhan dapat dikatakan masih rendah,

(47)

hal ini menggambarkan bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap sumber dana ekstern masih sangat tinggi. Daerah belum mampu mengoptimalkan PAD untuk membiayai pembangunan daerahnya.

b) Rasio Efektivitas

Efektivitas merupakan rasio yang menggambarkan akibat dari dampak (outcome) dari output program dalam mencapai tujuan program. Semakin besar kontribusi output yang dihasilkan terhadap pencapaian tujuan atau sasaran yang ditentukan, maka semakin efektif proses kerja suatu unit organisasi.

Kinerja Pemerintah Daerah Kota Medan dikatakan efektif apabila rasio yang dihasilkan atau dicapai adalah lebih dari 100%. Semakin tinggi nilai rasio efektivitas maka semakin baik kinerja Pemerintah Daerah Kota Medan.

Dalam penelitian ini pengukuran efektivitas dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut:

Efektivitas = x 100% Tahun 2011 = . . . . . . . . x 100% = 89,1% Tahun 2012 = . . . . . . . . x 100% = 74,3%

(48)

Tahun 2013 = . . . . . . . . x 100% = 79,8% Tahun 2014 = . . . . . . . . . x 100% = 88,6% Tahun 2015 = . . . . . . . . x 100% = 82,8% Tabel 4.2

Efektivitas Pendapatan Pemerintah Kota Medan

Sumber : Data diolah (2016)

Dapat dilihat dari tabel 4.2 rasio efektivitas atas pendapatan daerah untuk tahun 2013 sampai tahun 2014 mengalami peningkatan, tetapi untuk tahun 2012 dan tahun 2015 rasio efektivitas mengalam penurunan. Untuk tahun 2011 rasio efektivitas sebesar 89,1%, yang termasuk dalam kategori tidak efektif karena berada dibawah 100%. Sedangkan untuk tahun 2012 mengalami penurunanmenjadi 74,3% yang juga termasuk dalam kategori tidak efektif karena berada dibawah 100%. Untuk tahun 2013 sampai tahun 2014 juga mengalami peningkatan menjadi 79,8% dan 88,6%, tetapi masih termasuk dalam kategori tidak efektif karena berada dibawah 100%,

Tahun Realisasi Anggaran Efektivitas

2011 Rp. 2.747.359.034.421 Rp. 3.083.140.290.623 89,1%

2012 Rp. 2.998.203.912.475 Rp. 4.034.121.333.860 74,3%

2013 Rp. 3.276.344.285.159 Rp. 4.106.900.462.377 79,8%

2014 Rp. 4.042.115.828.231 Rp. 4.560.412.529.543 88,6%

(49)

sedangkan untuk tahun 2015 rasio efektivitas mengalami penurunan menjadi 82,8%, yang juga termasuk dalam kategori tidak efektif karena berada dibawah 100%

Melalui analisis efektivitas dapat diketahui seberapa besar realisasi pendapatan daerah terhadap target yang seharusnya dicapai pada periode tertentu. Dengan adanya penargetan realisasi pendapatan daerah dimaksudkan agar mendorong kinerja pemerintah daerah dalam mencapai penerimaan daerah yang tinggi

Untuk target pendapatan daerah setiap tahunnya mengalami peningkatan, sedangkan untuk tingkat realisasi atas pendapatan daerah cenderung mengalami penurunan, hal ini dibuktikan dengan tingkat rasio efektivitas atas pendapatan daerah yang mengalami penurunan. Dengan menurunnya rasio efektivitas atas pendapatan daerah, menunjukkan bahwa bahwa kinerja dari pendapatan daerah mengalami penurunan pada Pemerintah Kota Medan.

3) Rasio Efisiensi

Pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan perbandingan antar output yang dihasilkan terhadap input yang digunakan. Proses kegiatan operasional dapat dikatakan efisien apabila suatu produk atau hasil kerja tertentu dapat dicapai dengan penggunaan sumber daya dan dana yang seminimum mungkin.

Kinerja pemerintah daerah Kota Medan dikatakan efisien apabila rasio yang dihasilkan atau dicapai adalah < 1 atau tidak lebih dari 100%. Semakin

(50)

kecil nilai rasio efisiensi maka semakin baik kinerja pemerintah daerah Kota Medan.

Dalam penelitian ini pengukuran efisien dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut:

Efisiensi = 100% Tahun 2011 = . . . . . . . . x 100% = 110,7% Tahun 2012 = . . . . . . . . x 100% = 100,7% Tahun 2013 = . . . . . . . . x 100% = 98,4% Tahun 2014 = . . . . . . . . x 100% = 92,1% Tahun 2015 = . . . . . . . . x 100% = 103,2% Tabel 4.3

Efisiensi Penerimaan Pemerintah Kota Medan

Tahun Belanja Daerah Pendapatan Daerah Efisien

(51)

Sumber : Data diolah (2016)

Dapat dilihat dari tabel 4.3 untuk belanja Pemerintah Daerah Kota Medan setiap tahunnya mengalami peningkatan, hanya ditahun 2012 belanja daerah mengalami penurunan, dan untuk tingkat realisasi Pendapatan Daerah mengalami peningkatan. Untuk tahun 2011 rasio efesiensi sebesar 110,7% yang termasuk dalam kategori tidak efisien karena berada diatas 100%.

Sedangkan untuk tahun 2012 mengalami penurunan menjadi 100,7% tetapi masih termasuk dalam kategori tidak efisien karena berada diatas 100%. Untuk tahun 2013 dan tahun 2014 rasio efisiensi mengalami penurunan menjadi 98,4% dan 92,1%, yang termasuk dalam kategori efisien karena berada dibawah 100%. Sedangkan untuk tahun 2015 rasio efisiensi mengalami peningkatan menjadi 103,2%, yang termasuk dalam kategori tidak efisien karena berada diatas 100%.

Melalui analisis efisien dapat diketahui seberapa besar efisien dalam belanja daerah dalam meningkatkan pendapatan daerah Kota Medan. Dengan perhitungan rasio efisiensi ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar belanja daerah yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Medan dalam meingkatkan pendapatan daerah.

Untuk belanja daerah dalam memperoleh pendapatan daerah untuk tahun 2011 sampai tahun 2014 mengalami penurunan, sedangkan ditahun 2015 mengalami peningkatan, hal ini tidak baik bagi Pemerintah Kota Medan. Dengan meningkatnya rasio efisiensi atas Pendapatan Pemerintah

2012 Rp. 3.021.172.391.041 Rp. 2.998.203.912.475 100,7%

2013 Rp. 3.224.449.048.408 Rp. 3.276.344.285.159 98,4%

2014 Rp. 3.723.643.299.085 Rp. 4.042.115.828.231 92,1%

(52)

Daerah Kota Medan, menunjukkan bahwa kinerja dari pendapatan daerah Kota Medan mengalami penurunan karena besarnya belanja yang dikeluarkan Pemerintah Daerah Kota Medan, untuk meningkatkan Pendapatan Daerah Kota Medan.

4) Rasio Belanja Modal

Rasio belanja modal merupakan perbandingan antara total realisasi belanja modal dengan total belanja daerah. Belanja modal memberikan manfaat jangka menegah dan panjang juga bersifat rutin. Pada umumnya proporsi belanja modal dengan belanja daerah adalah antara 5-20%. Rasio belanja modal ini dirumuskan sebagai berikut:

Rasio Belanja Modal =

x 100% Tahun 2011 = . . . . . . . x 100% = 22,4% Tahun 2012 = . . . . . . . x 100% = 18,5% Tahun 2013 = . . . . . . . x 100% = 19,6% Tahun 2014 = . . . . . . . x 100% = 21,1%

(53)

Tahun 2015 = . . . .

. . . x 100%

= 21,2%

Tabel 4.4

Rasio Belanja Modal Penerimaan Pemerintah Kota Medan

Sumber : Data diolah (2016)

Dapat dilihat dari tabel 4.4 untuk belanja modal yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Medan untuk tahun 2011 sampai tahun 2015 mengalami peningkatan, hanya ditahun 2012 belanja modal mengalami penurunan. Begitu juga untuk belanja daerah Pemerintah Daerah Kota Medan setiap tahunnya mengalami peningkatan, hanya ditahun 2012 belanja daerah mengalami penurunan. Untuk tahun 2011 rasio belanja modal sebesar 22,4% dalam keadaan cukup baik dikarenakan proporsinya berada lebih besar dari 20%. Untuk tahun 2012 rasio belanja modal mengalami penurunan menjadi 18,5% yang juga dapat dikatakan cukup baik dikarenakan proporsinya masih berada diantara 5-20%.

Untuk tahun 2013 sampai tahun 2015 rasio belanja modal mengalami peningkatan menjadi 19,6%, 21,1% dan 21,2% yang juga dapat dikatakan cukup baik dikarenakan proporsinya berada lebih besar dari 20%.

Melalui analisis rasio modal Pemerintah Kota Medan dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah Kota

Tahun Belanja Modal Belanja Daerah Rasio Belanja

Modal 2011 Rp. 681.884.041.203 Rp. 3.041.037.853.628 22,4% 2012 Rp. 558.428.737.784 Rp. 3.021.172.391.041 18,5% 2013 Rp. 630.802.958.785 Rp. 3.224.449.048.408 19,6% 2014 Rp. 783.883.177.721 Rp. 3.723.643.299.085 21,1% 2015 Rp. 915.103.568.576 Rp. 4.316.645.669.627 21,2%

(54)

Medan guna untuk membiayai modal perusahaan dalam menjalankan kegiatan pengelolaan di Kota Medan.

Untuk pengeluaran dana yang dilakukan oleh pemerintah Kota Medan untuk tahun 2011 sampai tahun 2015 masih dapat dikatakan cukup baik, hal ini dikarenakan biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah Kota Medan dalam pembelanjaan modal cukup mampu dalam menjalankan kegiatan untuk kebutuhan pembangunan daerah tersebut.

5) Rasio Pertumbuhan

Rasio Pertumbuhan bermanfaat untuk mengetahui apakah pemerintah daerah dalam tahun anggaran bersangkutan atau selama periode anggaran, Kinerja Keuangan APBD-nya mengalami pertumbuhan secara positif ataukah negatif. Tentunya diharapkan pertumbuhan pendapatan secara positif dan kecenderungannya (trend) meningkat. Sebaliknya jika terjadi pertumbuhan yang negatif, maka hal itu akan menunjukkan terjadi penurunan Kinerja Keuangan Pendapatan Daerah.

Rumus untuk menghitung Rasio Pertumbuhan pendapatan adalah sebagai berikut : r = ( ) ( Tahun 2011 = . . . . . x 100% = 0%

(55)

Tahun 2012 = . . . . . . . x 100% = 9,1% Tahun 2013 = . . . . . . . . .. . . x 100% = 9,3% Tahun 2014 = . . . . . . . . . . x 100% = 23,4% Tahun 2015 = . . . . . . . . . . x 100% = 3,5% Tabel 4.5

Rasio Pertumbuhan Pendapatan Pemerintah Kota Medan

Sumber : Data diolah (2016)

Berdasarkan tabel 4.5 diatas dapat dilihat untuk tahun 2011 sampai tahun 2014 tingkat pertumbuhan pendapatan daerah mengalami peningkatan, tetapi untuk tahun 2015 tingkat pendapatan daerah mengalami penurunan yang signifikan. Tahun 2012 tingkat pendapatan daerah sebesar 9,1%, ditahun 2013 mengalami pendapatan daerah mengalami peningkatan menjadi 9,3%, Tahun Pendapatan Awal Pendapatan Akhir Pertumbuhan

Pendapatan 2011 Rp. 0 Rp. 2.747.359.034.421 0% 2012 Rp. 2.747.359.034.421 Rp. 2.998.203.912.475 9,1% 2013 Rp. 2.998.203.912.475 Rp. 3.276.344.285.159 9,3% 2014 Rp. 3.276.344.285.159 Rp. 4.042.115.828.231 23,4% 2015 Rp. 4.042.115.828.231 Rp. 4.182.763.354.874 3,5%

Gambar

Tabel II.1
Tabel II.3
Tabel  II.4  Penelitian Terdahulu
Tabel III.1

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Faktor yang paling dominan yang menjadi penyebab kerawanan banjir di Kecamataan Pringsewu adalah kemiringan lereng yang datar serta pembuangan sampah pada sistem

Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yaitu demam (≥38'C) atau riwayat demam; disertai salah satu gejala/tanda penyakit pernapasan seperti: batuk/sesak

b. Peneliti melakukan diskusi dengan guru kelas V untuk mendapatkan gambaran bagaimana pelaksanaan pembelajaran IPS. Mengadakan observasi awal terhadap pelaksanaan

Untuk itulah Pusat Pengkajian Pengadaan Indonesia (P3I) mengundang Bapak/Ibu /Saudara, untuk mengikuti kegiatan Bimtek Strategi Pemeriksaan dan Penerimaan Hasil Pekerjaan

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karuniaNya sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Penerapan Metode Numbered Heads

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Sumber Pendapatan dan Kekayaan Desa, Pengurusan dan Pengawasannya, sebagaimana diatur dalam Bab X Peraturan Daerah

Berdasarkan penelitian pada graf khusus dan hasil operasinya meliputi graf prisma, antiprisma, graf join , cartesian product , crown product , tensor product , graf shackle , dan

Berikut ini adalah grafik yang menunjukkan pengaruh h/d dan bentuk gelombang (H/gT 2 = wave steepness) terhadap koefisien transmisipada percobaan dapat dilihat pada