• Tidak ada hasil yang ditemukan

FILSAFAT PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA SEBAGAI TEORI PENDIDIKAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PRAKTEK PENDIDIKAN UMUMDALAM KONTEKS PENDIDIKAN NASIONAL.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FILSAFAT PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA SEBAGAI TEORI PENDIDIKAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PRAKTEK PENDIDIKAN UMUMDALAM KONTEKS PENDIDIKAN NASIONAL."

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

DISERTASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan

Program Studi Pendidikan Umum

Oleh

TATANG SYARIPUDIN NIM 0907862

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN UMUM

SEKOLAH PASCASARJANA

(2)
(3)
(4)

FILSAFAT PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA SEBAGAI TEORI PENDIDIKAN

DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PRAKTEK PENDIDIKAN UMUM DALAM KONTEKS PENDIDIKAN NASIONAL

Tatang Syaripudin

Penelitian ini tentang filsafat pendidikan dari seorang tokoh pendidikan nasional bernama Ki Hadjar Dewantara. Penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan tiga hal: (1) filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara, (2) relevansi filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara sebagai teori pendidikan dalam konteks pendidikan nasional, dan (3) implikasi filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara terhadap praktek pendidikan umum. Secara teoretis filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam rangka memecahkan masalah-masalah pendidikan. Filsafat pendidikan suatu bangsa idealnya mengacu kepada kebudayaan nasionalnya dan menjadi dasar teoretik bagi praktek pendidikannya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan, sumber datanya terdiri atas 168 artikel buah fikiran Ki Hadjar Dewantara yang telah dibukukan dan diterbitkan oleh Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa. Data diolah dengan menggunakan metode hermeneutik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara merupakan sistem konsep pendidikan yang bersifat kultural nasional. Konsep-konsepnya meliputi hakikat realitas, manusia, pengetahuan, nilai, asumsi perlunya pendidikan, asumsi perlunya pendidikan nasional, asumsi manusia mau dan mampu mendidik, asumsi manusia dapat dididik, arti pendidikan dan pengajaran, kekuasaan pendidikan, tujuan pendidikan, kurikulum, metode pendidikan, peranan pendidik dan anak didik, serta tripusat pendidikan. (2) Filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara relevan sebagai teori pendidikan dalam konteks pendidikan nasional. (3) Filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara mengimplikasikan agar praktek pendidikan umum mengacu kepada filsafat pendidikan yang berdasarkan Pancasila, bertujuan mempertinggi derajat kemanusiaan, mewujudkan konsep tripusat pendidikan, kurikulumnya bersifat kultural nasional, esensial, kontekstual, dan mengaplikasikan azas trikon dalam pengembangannya. Metode pendidikan, peranan pendidik, dan peranan anak didiknya harus mengacu kepada semboyan tut wuri handayani.

(5)

PHILOSOPHY OF EDUCATION OF KI HADJAR DEWANTARA AS A THEORY OF EDUCATION

AND ITS IMPLICATIONS IN GENERAL EDUCATION PRACTICE IN NATIONAL EDUCATION CONTEXT

Tatang Syaripudin

This study is about the philosophy of education of a national education figure, Ki Hadjar Dewantara. The objectives of this study are to describe: (1) the philosophy of education of Ki Hadjar Dewantara; (2) the relevance of the philosophy of education of Ki Hadjar Dewantara as a theory of education in context of national education; and (3) the implications of philosophy of education of Ki Hadjar Dewantara for the general education practices. Theoretically, philosophy of education is an application of philosophy in order to solve educational problems. Philosophy of education of a nation ideally refers to its national culture and to be a foundation of theory for educational practice. This research uses a library research method, data sources consist of 168 articles of Ki Hadjar Dewantara works that had been published by Majelis Luhur Persatuan

Taman Siswa. Data are processed by hermeneutics method. The results show that: (1)

philosophy of education of Ki Hadjar Dewantara is a system of concept of education that is national cultural. His concepts include the nature of reality, man, knowledge, values, assumptions of the importance of education, assumptions of the importance of national education, assumptions of man willingness and ability to educate, assumptions that man can be educated, a concept of education and teaching, the power of education, educational goals, curriculum, methods of education, roles of educator and student, and

tripusat of education; (2) Philosophy of education of Ki Hadjar Dewantara as a theory of

eduation is relevant in the context of national education; and (3) The philosophy of education of Ki Hadjar Dewantara implies that general education practice has to refer to philosophy of education based on Pancasila, with the goals to raise human dignity, to realize the tripusat educational concept, its curriculum characterized by national culture, essential, contextual, and applying the principles of trikon in its development. The method of education, educator and student roles have to refer to the motto tut wuri

handayani.

(6)
(7)

Tatang Syaripudin, 2015

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN i

PERNYATAAN ii

UCAPAN TERIMA KASIH iii

ABSTRAK v

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN ix

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Penelitian 1

B. Rumusan Masalah Penelitian 8

C. Tujuan Penelitian 13

D. Manfaat Penelitian 14

E. Struktur Organisasi Disertasi 15

BAB II FILSAFAT PENDIDIKAN SEBAGAI LANDASAN TEORETIS PRAKTEK PENDIDIKAN UMUM 16

A. Teori dan Praktek Pendidikan 16

B. Filsafat Pendidikan sebagai Teori Pendidikan 23

C. Filsafat Pendidikan Umum 30

D. Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara 37

BAB III METODE PENELITIAN 67

A. Pendekatan dan Metode Penelitian 67

B. Sumber Data, Instrumen, dan Teknik Pengumpulan Data 67

C. Analisis Data 75

D. Adequasi 80

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN 85

A. Temuan Penelitian 85

1. Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara 85

(8)

Tatang Syaripudin, 2015

vii

3. Implikasi Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara

Terhadap Praktek Pendidikan Umum 150

B. Pembahasan 155

1. Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara 155

2. Relevansi Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara

sebagai Teori Pendidikan dalam Konteks Pendidikan

Nasional 237

3. Implikasi Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara

Terhadap Praktek Pendidikan Umum 243

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI 257

A. Simpulan 257

B. Rekomendasi 260

DAFTAR RUJUKAN 262

LAMPIRAN-LAMPIRAN 268

(9)

Tatang Syaripudin, 2015

viii

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

Halaman

Tabel 1.1 Kriteria Kebenaran Implikasi 12

Tabel 2.1 Tujuan Filsafat Pendidikan 30

Tabel 2.2 Riwayat Hidup Ki Hadjar Dewantara pada zaman Kemerdekaan 44

Tabel 3.1 Daftar Artikel Karya Ki Hadjar Dewantara 68

Tabel 3.2 Kriteria Kebenaran Implikasi 80

Tabel 4.1 Hakikat Realitas menurut Ki Hadjar Dewantara 88

Tabel 4.2 Hakikat Manusia menurut Ki Hadjar Dewantara 98

Tabel 4.3 Hakikat Pengetahuan menurut Ki Hadjar Dewantara 100

Tabel 4.4 Hakikat Nilai menurut Ki Hadjar Dewantara 102

Tabel 4.5 Konsep Pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara 120

Tabel 4.6 Relevansi Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara sebagai Teori Pendidikan dalam Konteks Pendidikan Nasional 149

Tabel 4.7 Implikasi Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara terhadap Praktek Pendidikan Umum 155

Gambar 2.1 Hubungan Komplementer Teori Pendidikan dan Praktek Pendidikan 21

Gambar 2.2 Peta Fikiran Filsafat Pendidikan berdasarkan Pendekatan Sistem-sistem Formal 26

Gambar 3.1 Peta Penelitian Filsafat Pendidikan 74

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Foto Buku Sumber Data Penelitian 268

(10)

Tatang Syaripudin, 2015

Pendidikan Indonesia tentang Pengangkatan Pembimbing 270

Lampiran 3 Riwayat Hidup Penulis 272

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

1. Alasan Rasional Timbulnya Masalah

Eksistensi manusia terpaut dengan masa lalunya sekaligus mengarah ke

masa depan untuk mencapai tujuan hidupnya. Manusia berada dalam perjalanan

hidup, dalam perkembangan dan pengembangan diri. Manusia memang adalah

manusia, tetapi ia sekaligus "belum selesai" mewujudkan dirinya sebagai

manusia. Bersamaan dengan ini, dalam eksistensinya manusia mengemban

tugas untuk menjadi manusia ideal, adapun untuk itu ia perlu dididik dan perlu

mendidik diri. Hal ini sebagaimana disimpulkan oleh Kant dalam teori

pendidikannya bahwa: ‘Man can become man through education only’ (dalam Henderson, 1959, hal. 26). Sejalan dengan kesimpulan Kant, Langeveld

berdasarkan studi fenomenologinya menyatakan manusia sebagai ‘animal educandum’ (Langeveld, 1980, hal. 100; Soelaeman, 1988, hal. 40; Syaripudin, 2010, hal. 18).

Manusia ditakdirkan memiliki kesamaan dengan sesamanya, tetapi juga

beragam karena keunikannya sebagai individu. Dalam kesamaannya, setiap

manusia harus menjadi manusia. Terdapat berbagai potensi yang bersifat esensial

dan perlu dikembangkan pada setiap orang dalam konteks seluruh dimensi

kehidupannya. Hal ini mengimplikasikan perlu diselenggarakannya pendidikan

umum (general education). Bersamaan dengan ini, ada pula berbagai potensi

yang perlu dikembangkan setiap orang sesuai dengan keunikannya sebagai

individu. Hal yang terakhir ini mengimplikasikan perlu diselenggarakannya

pendidikan spesialisasi. Sehubungan dengan hal di atas, dalam sistem pendidikan

nasional diselenggarakanlah berbagai jenis pendidikan, termasuk di dalamnya

pendidikan umum.

Pendidikan umum merupakan program pendidikan yang bersifat esensial

dan perlu didapat setiap orang. Ini berkenaan dengan pengembangan nilai-nilai,

sikap-sikap, pemahaman, dan kecakapan hidup yang harus dimiliki setiap orang

(12)

anggota keluarga, pekerja, sebagai warga negara dalam masyarakat yang

demokratis, dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

Suatu masyarakat atau bangsa tentu memiliki kebudayaannya sendiri.

Dalam konteks ini, pendidikan umum merupakan suatu keniscayaan. Sebab,

dalam keragaman individu dan masyarakat, homogenitas dan konformitas di

dalam masyarakat yang bersangkutan hanya akan terbangun melalui pendidikan

umum. Pendidikan umum akan dapat mengintegrasikan masyarakat yang multi

etnis dan multi kultural. Walaupun masing-masing individu atau kelompok

masyarakat berbeda-beda, tetapi mereka tetap merasa satu dalam kesatuan

masyarakat atau bangsa (bhineka tunggal ika), memiliki nasionalisme,

patriotisme, dan jati diri bangsa. Lebih luas dari itu, pendidikan umum

diperlukan dalam rangka menjadikan manusia sebagai manusia secara universal.

Sebuah gedung akan berdiri tegak dan kuat apabila dibangun di atas

landasan yang kokoh. Sebagaimana halnya gedung tersebut, penyelenggaraan

pendidikan umum pun memerlukan landasan yang kokoh. Ada berbagai jenis

landasan pendidikan, salah satunya adalah landasan filosofis pendidikan

nasional. Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun

2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan:

Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap perubahan zaman.

Dari pernyataan di atas dapat dipahami bahwa landasan filosofis

pendidikan nasional adalah Pancasila. Implikasinya, maka landasan filosofis

pendidikan umum pun idealnya adalah filsafat pendidikan yang berdasarkan

Pancasila. Dalam tataran yuridis, filsafat pendidikan umum dalam konteks

pendidikan nasional sudah ditetapkan. Namun demikian, implementasinya

masih menimbulkan tanda tanya dan diragukan. Jangankan pada tataran praksis,

bahkan dalam tataran teoretis pun masih belum lengkap atau masih banyak yang

bolong. (Sanusi, dalam Natawidjaja, dkk., 2008, hal. 52).

Dalam era globalisasi penetrasi kebudayaan dan penyebaran ilmu

(13)

kekhawatiran akan terjadinya penyelenggaraan pendidikan umum yang disadari

ataupun tidak disadari dilandasi oleh filsafat pendidikan yang berakar pada

budaya bangsa lain, yang tidak sesuai dengan filsafat dan budaya bangsa

Indonesia. Hal ini patut diwaspadai, sebab penyelenggaraan pendidikan umum

seperti ini akan mengakibatkan generasi muda kita tercerabut dari akar

budayanya, sehingga mereka kehilangan jati dirinya sebagai bangsa Indonesia.

Alasannya, karena pendidikan umum antara lain berkenaan dengan pendidikan

karakter, baik pendidikan karakter bagi manusia sebagai individu maupun

sebagai bangsa yang dikenal sebagai pendidikan kebangsaan. Sehubungan

dengan uraian di atas, dirasakan adanya kebutuhan kita yang sangat urgen (amat

mendesak) secara nasional, ialah keharusan menemukan dan mengembangkan

sendiri konsep ilmu pendidikan dan filsafat pendidikan yang kondusif untuk

Indonesia ...” (Waini, dalam Natawidjaja dkk., 2008, hal. 28).

2. Kesenjangan di Lapangan sebagai Dasar Timbulnya Masalah

Secara faktual, dewasa ini bangsa Indonesia menghadapi masalah yang

bersifat multi dimensi. Ini mengemuka antara lain dengan munculnya berbagai

fenomena seperti: pendidikan dalam prakteknya direduksi menjadi pengajaran

(Samho dan Yasunari, 2010; Kesuma, 2013; Wardhani, 2010); Pendidikan di

sekolah cenderung teoretis dan tidak terkait dengan kehidupan sosial budaya di

mana peserta didik berada (Tim Broad-Based Education Depdiknas, 2002);

Terjadinya pengeroposan nasionalisme di kalangan generasi muda, terjadi

konflik antar etnis dan keinginan untuk memisahkan diri dari NKRI (Alwasilah,

dkk., 2009); Di samping itu, sebagaimana sering disiarkan dalam berbagai media

massa dan informasi merebak perilaku yang menyimpang dari akhlak mulia,

seperti: korupsi, seks bebas, tawuran antar kelompok, pemalsuan dan sebagainya.

“Indonesia ... menghadapi dua masalah sekaligus, masalah genting dengan

munculnya disintegrasi bangsa dan masalah penting yang berkaitan dengan

karakter bangsa” (Yamin, 2009, hal. 23). Di dalam fenomena tersebut tampaklah bahwa praktek pendidikan umum yang diselenggarakan belum mengembangkan

potensi anak didik secara menyeluruh dan utuh, serta tidak kontekstual dengan

(14)

Fenomena lain menunjukkan, banyak pendidik (guru) belum

menginternalisasi landasan filosofis pendidikan yang berdasarkan Pancasila.

Mereka kurang menyadari hal tersebut dan karena itu diragukan pula kalau

mereka menjadikannya sebagai titik tolak penyelenggaraan pendidikan. Di pihak

lain, tampak gejala bahwa pada umumnya fokus orientasi pendidikan masyarakat

kita adalah untuk mendapatkan credentials berupa ijazah dan sejenisnya. Sejalan

dengan ini, praktek pendidikan umum di sekolah bergeser menjadi pengajaran

dan berorientasi akademik, adapun perguruan tinggi menjadi lebih berorientasi

untuk menghasilkan tenaga kerja. Pada ujungnya, keberhasilan pendidikan dan

keberhasilan hidup cenderung diukur dari besarnya pendapatan finansial.

Orientasi ini memang perlu, tetapi keliru apabila menjadi satu-satunya fokus

orientasi dan tujuan akhir pendidikan.

Fenomena pendidikan sebagaimana dideskripsikan di atas pada

hakikatnya berpangkal pada aspek teoretis, yaitu berkenaan dengan

pengembangan teori pendidikan sebagai titik tolak praktek pendidikan. Ada

tuduhan, bahwa teori pendidikan yang dikembangkan di Indonesia berasal dari

teori pendidikan yang dikembangkan dari luar Indonesia, atau masih merupakan

campuran dari teori-teori yang diterima dari luar (Barat). Belum ada pemikiran

yang sistematik dan mendalam mengenai filsafat pendidikan nasional yang

sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia. Implikasinya, praktek

pendidikan kita pun cenderung mengacu kepada teori-teori tersebut

(Engkoswara, dalam Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP UPI, 2007, hal.

319).

Munculnya fenomena praktek dan hasil pendidikan yang belum sesuai

dengan harapan sebagaimana dideskripsikan di atas, pada dasarnya bersumber

dari tidak relevannya asumsi-asumsi yang dijadikan titik tolak praktek

pendidikan dengan kebudayaan bangsa. Ini oleh Schumacher (1994, hal. 89-90)

disebut dengan istilah ”pusat” yang telah dibangun atau terbangun pada diri

individu, yaitu berupa sistem idea yang tertib mengenai manusia, dunia dan nilai

yang dijadikan acuan dan memberi arah kepada usaha-usaha individu. Apa yang

(15)

”pusat” atau asumsi yang dipandang paling mendasar adalah filsafat pendidikan. Mengingat filsafat pendidikan yang dikemukakan para filsuf manca negara

kemungkinannya ada yang relevan dan ada pula yang tidak relevan untuk

diaplikasikan dalam praktek pendidikan umum dalam konteks pendidikan

nasional, maka munculnya berbagai permasalahan pendidikan yang kita hadapi,

secara mendasar dipengaruhi oleh filsafat pendidikan yang diterima serta

diaplikasikan oleh para ahli dan praktisi pendidikan.

Pendidikan adalah usaha kultural, sebab itu antara pendidikan dan

kebudayaan tak dapat dipisahkan. Pendidikan diselenggarakan di dalam suatu

lingkungan sosial budaya, landasan dan tujuannya bersumber dari kebudayaan,

demikian juga isi pendidikan – termasuk di dalamnya kurikulum sekolah – dan

cara-cara pendidikannya. Apabila hal ini dihubungkan dengan konsep

pendidikan nasional, implikasinya bahwa landasan, tujuan, isi pendidikan

metode atau cara serta peranan pendidik dan peranan peserta didiknya pun

hendaknya terutama bersumber dari kebudayaan bangsa Indonesia. Secara

spesifik, landasan filosofis pendidikan umum pun seharusnya bersumber dari

kebudayaan bangsa Indonesia. Andai pun kita mengadopsi konsep filsafat

pendidikan umum dari kebudayaan bangsa lain, kita perlu memfilternya agar

tidak bertentangan dengan nilai-nilai filsafat dan budaya bangsa kita.

Ki Hadjar Dewantara yang pada masa kecilnya dan masa mudanya

bernama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat (1889-1959) adalah salah seorang

pemikir sekaligus praktisi pendidikan, perintis pendidikan nasional dan pahlawan

nasional. Perguruan Nasional Taman Siswa yang dirikannya pada tanggal 3 Juli

1922 tetap eksis dan terus berkembang hingga dewasa ini. Beliau menggagas dan

mempraktekkan pendidikan secara terpadu di tiga alam, yaitu: alam keluarga,

alam perguruan, dan alam pergerakan pemuda. Inilah yang disebut tripusat

pendidikan. Semboyannya – “tut wuri handayani” – dijadikan semboyan

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Selain itu, “Ki Hadjar Dewantara

telah meninggalkan warisan karya keilmuan pendidikan yang tidak terlepas dari

kebudayaan dan kepemimpinan bangsa” (Kuswandi, dalam Edutech, 2007, hal.

(16)

Dalam perkembangan pendidikan nasional Indonesia, sangat disesalkan

bahwa warisan keilmuan dari Ki Hadjar Dewantara kurang diminati untuk dikaji

dan dijadikan asumsi praktek pendidikan. Fikiran dan ajarannya kini nyaris

hanya menjadi slogan-slogan tanpa dipahami maknanya. Kita tenggelam dalam

teori-teori asing. Padahal ajaran Ki Hadjar Dewantara mengandung

kebijakan-kebijakan pendidikan yang sangat dalam yang lahir dari budaya bangsa

Indonesia. Ironisnya, belakangan ini ajaran Ki Hadjar Dewantara nyaris tidak

diajarkan atau tidak dikaji dan dikembangkan di LPTK, apalagi diterapkan dalam

praksis pendidikan.(Tilaar, 1995, hal. 507).

Dalam hubungannya dengan permasalahan pendidikan yang dihadapi

sebagaimana dimaksud di atas, dan mengingat masih kurangnya kajian filsafat

pendidikan dari tokoh-tokoh nasional, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara relevansinya sebagai

teori pendidikan dan implikasinya terhadap praktek pendidikan umum dalam

konteks pendidikan nasional.

Ada berbagai penelitian tentang fikiran pendidikan Ki Hadjar Dewantara

dan praksis pendidikannya. Hasil penelitian tersebut dapat dibedakan menjadi

dua kelompok kajian. Kelompok kajian pertama yakni penelitian tentang aplikasi

fikiran pendidikan Ki Hadjar Dewantara dalam praktek pendidikan, sedangkan

kelompok kajian kedua yakni penelitian tentang fikiran Ki Hadjar Dewantara

mengenai pendidikan. Beberapa penelitian telah berhasil mengidentifikasi dan

menggambarkan teori dan grand theory pendidikan Ki Hadjar Dewantara

(Kuswandi, dalam Edutech, 2007; Samho dan Yasunari, 2010). Namun

demikian, karena penelitian tersebut bersifat saintifik, maka hasil penelitiannya

masih membedakan atau memisahkan antara teori kepemimpinan, teori

kebudayaan dengan teori pendidikannya. Sehubungan dengan itu, dalam konteks

penelitian tentang fikiran pendidikan Ki Hadjar Dewantara, masih ada ruang

yang perlu diisi, yaitu penelitian yang memandang objeknya dari sudut pandang

filsafat. Dengan demikian, maka akan terdeskripsikan hubungan implikasi antar

konsepnya, sehingga membangun satu kesatuan teori pendidikan yang

(17)

3. Pentingnya Penelitian

Ada beberapa alasan mengenai pentingnya penelitian tentang filsafat

pendidikan Ki Hadjar Dewantara sebagai teori pendidikan dan implikasinya

terhadap praktek pendidikan umum dalam konteks pendidikan nasional.

Alasan-alasan tersebut berkenaan dengan kerugian-kerugian dan

keuntungan-keuntungan yang mungkin timbul atau didapatkan.

Kerugian. Kurangnya minat ilmuwan pendidikan untuk mengkaji dan

mengembangkan landasan filosofis pendidikan dari tokoh-tokoh bangsa

Indonesia – sebagaimana halnya dari Ki Hadjar Dewantara – yang merupakan

perwujudan dari kearifan lokal (local wisdom) akan menimbulkan berbagai

kerugian. Pertama, kita tidak akan mempunyai landasan filosofis pendidikan

yang kokoh sebagai titik tolak praktek dan studi pendidikan umum sebagaimana

diamanatkan Pasal 1 Ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20

Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Ini akan berimplikasi terhadap

isi kurikulum lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK), khususnya bagi

mata kuliah landasan pendidikan atau mata kuliah filsafat pendidikan. Kedua,

sekalipun dilakukan berbagai perubahan atau inovasi dalam bidang kurikulum,

permasalahan pendidikan yang selama ini dihadapi tidak akan terselesaikan

dengan baik apabila pemecahan tersebut tidak menyentuh akar permasalahannya,

yaitu mengenai landasan filosofis pendidikannnya. Ketiga, praktek pendidikan

umum tidak akan sesuai dengan konteks lingkungan sosial dan budaya bangsa,

sehingga generasi muda kita akan kehilangan jati dirinya sebagai bangsa

Indonesia. Keempat, kita akan kehilangan warisan budaya dari tokoh pendidikan

nasional.

Keuntungan. Keuntungan yang dapat diraih dari penelitian ini antara lain:

Pertama, diperoleh perluasan wawasan mengenai relevansi filsafat pendidikan

Ki Hadjar Dewantara sebagai teori pendidikan dan implikasinya terhadap

praktek pendidikan umum. Ini dapat dijadikan asumsi bagi praktek pendidikan

dan studi pendidikan umum lebih lanjut, yang akan berimplikasi bagi pemecahan

secara mendasar atas berbagai permasalahan penyelenggaraan pendidikan

(18)

Kedua, hasil penelitian ini akan menjadi masukan bagi pengembangan

kurikulum mata kuliah dasar profesi (MKDP) dan mata kuliah keahlian fakultas

(MKKF) pada fakultas ilmu pendidikan (FIP) di LPTK. Ketiga, penelitian ini

merupakan upaya pelestarian dan pengembangan filsafat pendidikan berbasis

kearifan lokal sebagai wujud upaya pengembangan etnopedagogik.

4. Kedudukan Masalah Penelitian dalam Bidang Studi Pendidikan Umum

Penelitian filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara sebagai teori

pendidikan dan implikasinya terhadap praktek pendidikan umum dalam konteks

pendidikan nasional merupakan penelitian yang berkenaan dengan landasan

filosofis pendidikan, khususnya landasan filosofis pendidikan umum. Masalah

penelitian ini tergolong ke dalam kajian pedagogik teoretis, yaitu filsafat

pendidikan sebagai salah satu konsentrasi kajian pada program studi pendidikan

umum Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

B. Rumusan Masalah Penelitian

1. Identifikasi Masalah

Pendidikan dipandang sangat penting bagi kelangsungan eksistensi

manusia, baik dalam kedudukannya sebagai individu, anggota masyarakat, warga

negara, warga dunia dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Sehubungan

dengan itu, selain di dalam keluarga dan masyarakat, pendidikan

diselenggarakan pula di sekolah. Dalam perjalanan sejarah bangsa kita,

pemerintah pun turut bertanggung jawab mengurusi pendidikan bagi warga

negaranya. Memang ada perbedaan orientasi dan tujuan penyelenggaraan

pendidikan bagi setiap pemerintahan pada setiap zamannya. Bahkan pernah

terjadi juga penyelenggaraan pendidikan tersebut justru bertentangan atau tidak

sesuai dengan harapan bangsa kita. Ini terjadi seperti pada pendidikan yang

diselenggarakan pemerintahan kolonial Belanda dan pemerintahan pendudukan

militerisme Jepang. Respon atas keadaan ini, maka diselenggarakanlah

pendidikan oleh kaum pergerakan yang berupaya mewujudkan harapan bangsa.

Dalam konteks ini antara lain kita mengenal Ki Hadjar Dewantara dengan

Perguruan Nasional Taman Siswa-nya, Mohammad Syafei dengan INS

(19)

pendidikan yang diselenggarakan oleh berbagai ormas seperti Muhammadiyah,

Nahdlatul Ulama, dll. Deskripsi ini menunjukkan bahwa berbagai pihak

memandang pendidikan sebagai sesuatu yang penting.

Mengingat begitu pentingnya pendidikan, sejak kemerdekaannya, bangsa

Indonesia terus berupaya membangun sistem pendidikan nasionalnya. Berbagai

perubahan yang dimaksudkan sebagai inovasi telah diupayakan – baik

berkenaan dengan peraturan perundang-undangan, kurikulum, anggaran belanja

pendidikan, dsb. – yang ditujukan demi peningkatan pemerataan pendidikan,

relevansi pendidikan, efisiensi pendidikan dan mutu pendidikan. Tetapi dibalik

itu semua, belakangan dan hingga sekarang bangsa kita masih mengalami krisis

dalam berbagai aspek kehidupan (multi dimensi). Sehubungan dengan ini, boleh

jadi ada sesuatu yang salah dalam penyelenggaraan pendidikan nasional kita,

khususnya dalam penyelenggaraan pendidikan umum di sekolah. Apakah akar

penyebab permasalahan yang kita hadapi ini, dan bagaimana upaya untuk

mengatasinya?

Menyimak kesenjangan-kesenjangan faktual sebagaimana telah

dideskripsikan pada latar belakang penelitian, permasalahan yang kita hadapi

meliputi aspek teoretis dan aspek praksis. Aspek teoretis meliputi pengembangan

ilmu pendidikan termasuk landasan filosofis pendidikannya, sedangkan aspek

praksis meliputi kebijakan-kebijakan pendidikan yang diambil dan

praktek-praktek pendidikan yang diselenggarakan. Dengan asumsi bahwa teori

pendidikan seharusnya melandasi praktek pendidikan, maka akar pernyebab

permasalahan dalam bidang pendidikan umum yang kita hadapi ini hakikatnya

bersumber dari aspek teoretis. Adapun aspek teoretis yang paling mendasar

adalah mengenai landasan filosofis pendidikan.

Dalam upaya mengatasi berbagai permasalahan pendidikan, perubahan

atau “pembaruan” berupa kebijakan dan praktek-praktek pendidikan telah banyak dilakukan, demikian juga upaya pengembangan keilmuan pendidikan.

Sampai saat ini pemerintah telah beberapa kali mengambil kebijakan untuk

melakukan perubahan atau penyesuaian kurikulum. “Penyesuaian kurikulum di

(20)

menengah bahkan kurikulum di Indonesia dianggap yang paling sering diubah

dibandingkan dengan negara manapun” (Suryadi, 2012, hal. 84). Proyek

pengadaan buku pelajaran dan peningkatan kualifikasi pendidikan guru telah dan

sedang terus dilaksanakan. Demikian pula telah banyak penelitian pendidikan

dilakukan di berbagai LPTK. Namun demikian, semua ini belum menyentuh

akar penyebab permasalahan yang kita hadapi, karena upaya pemecahan masalah

tersebut lebih cenderung berkenaan dengan aspek praksis. Sekalipun riset ilmu

pendidikan telah banyak dilakukan, namun riset ini pun lebih berkenaan dengan

pedagogik praktis, sebaliknya kurang menyentuh pedagogik teoretis dan bahkan

sangat-sangat kurang menyentuh bidang filsafat pendidikan sebagai landasannya

yang ideal. Keadaan demikian merupakan fenomena yang umum terjadi,

sebagaimana dinyatakan O’neil bahwa: “Ironisnya, kapan saja seseorang

menghadapi problema pendidikan yang mendesak dan harus segera ditemukan

pemecahannya, cenderung untuk bergerak menjauhi yang ideal … dan berganti arah ke yang praktis …” (2008, hal. xxxiii) .

Hasil deduksi dari Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20

Tahun 2003 disimpulkan bahwa penyelenggaraan pendidikan umum dalam

konteks pendidikan nasional idealnya berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada

nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap perubahan

zaman. Namun demikian, para ahli dan praktisi pendidikan – secara langsung

atau pun tidak langsung serta disadari maupun tidak disadari – dalam tataran

teoretis maupun praksisnya, turut dipengaruhi oleh filsafat pendidikan dengan

latar belakang budaya tertentu yang dikemukakan oleh berbagai filsuf dari mana

pun asalnya. Aplikasi secara membabibuta metode dan hasil riset kuantitatif

dalam bidang pendidikan, merupakan contoh “penerimaan” filsafat Positivisme

dalam pendidikan yang cukup fenomenal terjadi belakangan ini. Hal ini

sebagaimana dinyatakan Sanusi bahwa: “apabila di banyak lingkungan elit

politik dan elit pengusaha lebih signifikan berkumandangnya sekularisme, ...

sedang di banyak elit terpelajar lebih banyak tafsiran yang

(21)

Fenomena di atas menunjukkan bahwa penyelenggaraan pendidikan umum

belum sepenuhnya mengacu kepada landasan sebagaimana diamanatkan dalam

Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. Adapun

hal ini terjadi atas dasar dua kemungkinan sebagai penyebabnya. Pertama, kita

belum memiliki kejelasan tentang landasan pendidikan umum yang seharusnya

dianut, sehingga terombang-ambing ditengah-tengah pengaruh berbagai aliran

filsafat pendidikan yang ada. Kedua, sesungguhnya kita sudah diwarisi tentang

landasan pendidikan umum tersebut sebagaimana telah dirumuskan dan

dipraktekkan oleh para pemikir dan praktisi pendidikan terdahulu, tetapi kita

belum memiliki kejelasan tentang hal tersebut dan belum menginternalisasinya,

akhirnya kita terombang-ambing pula karena tidak berfungsinya landasan

pendidikan tersebut dalam praktek.

Penulis berasumsi bahwa kemungkinan yang kedua itulah yang dialami

oleh bangsa ini. Argumentasinya, bahwa dalam perjalanan sejarah bangsa kita,

telah banyak pemikir dan praktisi yang memperjuangkan pendidikan secara

kontekstual agar sesuai dengan eksistensi kita sebagai bangsa Indonesia, salah

seorang dari mereka adalah Ki Hadjar Dewantara. Ki Hadjar Dewantara telah

berpikir dan menyelenggarakan pendidikan yang bersifat kultural nasional. Ini

dapat kita pahami dari fakta-fakta yang dikemukakan para ahli sejarah dalam

konteks perjuangan beliau dalam upaya merebut kembali kemerdekaan bangsa

Indonesia dari kaum penjajah dan dalam perjuangannya untuk mengisi

kemerdekaan. Ki Hadjar Dewantara adalah salah seorang tokoh yang telah

mewariskan hasil pemikirannya tentang pendidikan serta memberikan teladan

pengaplikasiannya dalam penyelenggaraan pendidikan nasional.

2. Rumusan Masalah

Mengacu kepada uraian di atas, secara umum masalah penelitian ini

adalah: Bagaimanakah deskripsi filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara,

relevansinya sebagai teori pendidikan dan implikasinya terhadap praktek

pendidikan umum dalam konteks pendidikan nasional? Masalah tersebut dirinci

ke dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:

(22)

2) Apakah filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara relevan sebagai teori

pendidikan dalam konteks pendidikan nasional ?

3) Apa sajakah implikasi filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara terhadap

praktek pendidikan umum?

Ada beberapa istilah yang perlu dijelaskan sehubungan dengan masalah

penelitian di atas, yaitu: filsafat pendidikan, relevansi, implikasi, teori

pendidikan, praktek pendidikan umum, pendidikan nasional.

1)Filsafat Pendidikan

Filsafat pendidikan adalah sistem konsep pendidikan yang bersifat

komprehensif mendasar sebagai hasil berfikir reflektif sistematis dan kritis

kontemplatif. Adapun sistem konsep pendidikan yang dimaksud adalah hasil

pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang telah dipublikasikan dalam bentuk tulisan

berupa artikel, brosur dan surat, serta pernyataan dalam pidato yang telah

didokumentasikan oleh Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.

2)Relevansi

Relevansi adalah hubungan sesuatu hal terhadap hal lainnya. Hubungan ini

menggambarkan tentang kesesuaian antara dua hal atau beberapa hal. Dalam

penelitian ini yang dimaksud relevansi adalah kesesuaian konsep filsafat

pendidikan Ki Hadjar Dewantara sebagai teori pendidikan dengan Pancasila,

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan

relevansinya dengan keadaan zaman.

3) Implikasi

Implikasi adalah suatu pernyataan yang menunjukkan keterlibatan sesuatu

hal terhadap hal lainnya; atau hal yang dapat dipahami sekalipun – sepanjang

belum tersingkap – belum terekspresikan di dalam sesuatu yang tersurat, namun

di dalamnya telah tersirat karena sesuatu yang dapat dipahami itu pada dasarnya

berada dalam sesuatu yang tersurat. Di dalam logika, implikasi dinotasikan

dengan lambang: p q (jika p maka q). Ada dua jenis operasi implikasi,

yaitu: (1) operasi implikasi dalam arti logika formal, dan (2) operasi implikasi

(23)

ini, jenis operasi implikasi nomor (2) itulah yang digunakan. Kriteria

kebenarannya dideskripsikan pada tabel 1.1.

Tabel 1.1

Kriteria Kebenaran Implikasi

P q lalu P q

i i

i o

i o

Keterangan: i = pernyataan benar; o = pernyataan salah.

Mengacu kepada uraian di atas, implikasi dalam penelitian ini

dimaksudkan sebagai makna tersurat maupun tersirat tentang praktek pendidikan

umum yang ideal dalam konteks pendidikan nasional yang diturunkan dari

filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara.

4. Teori Pendidikan

Dalam penelitian ini definisi teori pendidikan mengacu kepada pendapat

Kneller tentang teori, yaitu sebagai ”a set of coherent thought” (1971, hal. 41).

Kebenaran teori bukan didasarkan atas kesesuaiannya dengan realitas, melainkan

dengan asumsi-asumsi yang berlaku atau asumsi-asumsi yang dianut. Teori

demikian diperoleh dengan berpikir deduktif dari filsafat yang telah ada. Dalam

hal ini, maka teori pendidikan merupakan seperangkat fikiran yang berkaitan

erat sebagai petunjuk praktis. Teori pendidikan bukan sekedar penjelasan tentang

fenomena pendidikan, melainkan merupakan petunjuk untuk menyelenggarakan

dan/atau mengontrol praktek pendidikan.

5. Pendidikan Umum

Pendidikan umum adalah program pendidikan bagi semua orang (generasi

muda), dalam rangka mengembangkan nilai-nilai, sikap-sikap,

pemahaman-pemahaman dan keterampilan-keterampilan yang esensial berkenaan dengan

masalah pribadi, sosial, dan keagamaan secara terintegrasi agar dapat hidup

secara memuaskan dalam kedudukannya sebagai pribadi, anggota keluarga,

(24)

hakikatnya adalah program pendidikan untuk semua orang dalam rangka

memanusiakan manusia.

6. Pendidikan Nasional

Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar

pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap

tuntutan perubahan zaman (Pasal 1 ayat 2 UU RI No. 20 Tahun 2003).

C. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan mendeskripsikan filsafat pendidikan

Ki Hadjar Dewantara, relevansinya sebagai teori pendidikan dan implikasinya

terhadap praktek pendidikan umum dalam konteks pendidikan nasional.

Secara khusus penelitian ini bertujuan mendeskripsikan:

1. Filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara, meliputi konsep hakikat: realitas,

manusia, pengetahuan, nilai, tujuan pendidikan, kurikulum (isi pendidikan),

metode, serta peranan pendidik dan anak didik.

2. Relevansi filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara sebagai teori pendidikan

dalam konteks pendidikan nasional, meliputi relevansinya dengan: Pancasila,

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

Pendidikan Nasional, dan relevansinya dengan keadaan zaman.

3. Implikasi filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara terhadap praktek

pendidikan umum dalam konteks pendidikan nasional. Hal ini meliputi: dasar

praktek pendidikan umum, tujuan praktek pendidikan umum, makna dan

penyelenggaraan pendidikan umum, kurikulum, metode serta peranan

pendidik dan anak didik.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat Teoretis. Penelitian ini merupakan salah satu upaya

pengembangan ilmu pendidikan teoretis, khususnya filsafat pendidikan. Hasil

penelitian ini bermanfaat dalam rangka memperluas cakrawala dan kualitas

wawasan kependidikan, sehingga pemahaman terhadap pendidikan yang

(25)

simbol-simbolnya saja, melainkan sampai kepada akarnya. Selain itu, penelitian

ini bermanfaat dalam upaya meningkatkan apresiasi terhadap pemikir dan fikiran

tentang pendidikan nasional.

Manfaat Praktis. Hasil penelitian ini memiliki manfaat praktis sebagai

berikut:

1. Turut membangun konsep landasan filosofis pendidikan sebagai titik tolak

studi maupun praktek pendidikan – khususnya praktek pendidikan umum –

dalam konteks pendidikan nasional. Ini merupakan salah satu upaya dalam

rangka mewujudkan amanat Pasal 1 Ayat 2 Undang-Undang Republik

Indonesia tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

2. Memberikan masukan dalam rangka pengembangan kurikulum lembaga

pendidikan tenaga kependidikan (LPTK), yaitu berkenaan dengan mata kuliah

dasar profesi (MKDP) dan/atau mata kuliah keahlian (MKKF) Fakultas Ilmu

Pendidikan, khususnya mata kuliah landasan pendidikan dan mata kuliah

filsafat pendidikan.

3. Memberikan masukan dalam upaya penanganan masalah pendidikan umum,

khususnya masalah pendidikan karakter.

E. Struktur Organisasi Disertasi

Disertasi ini disusun menjadi lima bab, yaitu: bab I pendahuluan, bab II

kajian pustaka, bab III metode penelitian, bab IV temuan dan pembahasan, serta

bab V simpulan dan rekomendasi.

Bab I Pendahuluan menyajikan tentang latar belakang penelitian, rumusan

masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat teoritis dan manfaat praktis dari

hasil penelitian serta organisasi penulisan disertasi.

Bab II Kajian Pustaka mendeskripsikan empat hal pokok hasil kajian

pustaka. Pertama, tentang hakikat teori pendidikan dan praktek pendidikan.

Kedua, filsafat pendidikan sebagai teori pendidikan yang bersifat preskriptif.

Ketiga, filsafat pendidikan umum. Keempat, filsafat pendidikan Ki Hadjar

(26)

Bab III Metode Penelitian menjelaskan pendekatan dalam penelitian ini,

metode penelitian yang digunakan, instrumen penelitan yang digunakan, teknik

pengumpulan data, dan teknik analisis data penelitian.

Bab IV Temuan dan Pembahasan mendeskripsikan temuan-temuan

sebagai hasil penelitian sebagai jawaban atas masalah penelitian yang telah

dirumuskan. Selanjutnya, bab ini mendeskripsikan pembahasan atas

temuan-temuan penelitian yang dihasilkan.

Bab V Simpulan dan Rekomendasi, bab ini menyajikan simpulan-simpulan

dari hasil penelitian dan mengajukan rekomendasi kepada pihak-pihak terkait

(27)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian

Pendekatan. Objek penelitian ini adalah filsafat pendidikan seorang

tokoh, tokoh yang dimaksud yakni Ki Hadjar Dewantara. Objek penelitian ini

tidak diteliti dengan menggunakan pendekatan kuantitatif yang bersifat

positivistik, tetapi diteliti dengan pendekatan kualitatif. Ada dua jenis pendekatan

kualitatif, yaitu pendekatan kualitatif interaktif dan pendekatan kualitatif

non-interaktif. Karena data penelitian ini bersumber dari dokumen yang telah

dibukukan, dan mengingat Ki Hadjar Dewantara telah tiada – beliau wafat pada

tanggal 26 April 1959 – maka penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif

non-interaktif.

Metode. Untuk dapat mendeskripsikan filsafat pendidikan Ki Hadjar

Dewantara, penelitian dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif. Jenis

metode penelitian deskriptif yang digunakan yakni metode penelitian

kepustakaan. Sebagaimana dikemukakan Kaelan, metode penelitian kepustakaan

tergolong metode deskriptif, dalam penelitian bidang filsafat metode tersebut

diterapkan dalam penelitian fikiran filsafat seorang tokoh (2005, hal. 58-60;

247-250).

B. Sumber Data, Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data

Sumber Data. Sumber data penelitian ini adalah artikel-artikel karya Ki

Hadjar Dewantara berkenaan dengan pendidikan dan kebudayaan. Artikel-artikel

tersebut telah diterbitkan pada berbagai surat kabar, majalah dan penerbitan

lainnya. Selain itu, ada juga teks pidato, surat, dan brosur. Artikel yang diteliti

berjumlah 168, adapun artikel-artikel tersebut telah terdokumentasikan dalam

empat buku di bawah ini:

1. Madjelis Luhur Persatuan Taman Siswa. (1967). Karja Ki Hadjar

Dewantara, Bagian II A: Kebudayaan, Jogjakata: Madjelis Luhur

Persatuan Taman Siswa.

2. Madjelis Luhur Persatuan Taman Siswa. (1968). Ki Hadjar Dewantara:

(28)

3. Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa. (1977). Karya Ki Hadjar

Dewantara, Bagian Pertama: Pendidikan. Cetakan Kedua. Yogyakarta:

Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.

4. Majelis Majelis Luhur Taman Siswa. (1980). Taman Siswa 30 Tahun

(1922-1952). Cetakan Ketiga. Jogyakarta: Majelis Luhur Taman Siswa.

Tabel 3.1

Daftar Artikel Karya Ki Hadjar Dewantara

NO JUDUL ARTIKEL

Ko-edukasi dan Ko-instruksi atau Mendidik dan Mengajar Anak-anak Perempuan dan laki-laki Bersama-sama.

Pengajaran Nasional

Pembahagian Pelajaran Kebangsaan Buat Tiap-tiap Tingkat Pengajaran.

Pengajaran dan Pendidikan dengan Dasar Kebangsaan. Sifat dan Maksud Pendidikan.

Perguruan Nasional.

Konkordansi dan Konvergensi.

Pengajaran bagi Rakjat Kita Kurang dan Mengecewakan. Protes PGHB atau Hancurnya Sistim HIS Kolonial.

Bertumbuhnya Peruruan Nasional di atas Kubur

Westersch-Koloniaal Schoolsysteem.

Nomenclatuur dalam Pendidikan Kebangsaan.

Sekedar Riwayat “Permusyawaratan Perguruan Indonesia”. Mobilisasi Intelektual Nasional untuk Mengadakan Wajib Belajar.

Kritik dari Seorang Profesor. Hubungan Internasional.

Taman Madya (SMA Nasional).

(29)

28. Pembukaan Taman Tani Taman Siswa

Mempertinggi dan Memperteguh Pendidikan Pengajaran Rakyat.

Memperluas, Memperdalam dan Mempertinggi Pengajaran Rakyat.

Dasar Pendidikan dan Maksud Tujuan Pengajaran. Pendidikan.

Dasar-dasar dan Azas-azas Pembaharuan Pengajaran. Sangup dan Mampu Memilih Kebudayaan yang Baik untuk Bangsa Indonesia.

Tentang Differiansiasi S.M.U.A. I dan Reorganisasi S.M.U.A. I dan II di Yogyakarta.

Pembaharuan Pengajaran.

Pendidikan Rakyat secara Kilat dan Serentak. Kedudukan Sekolah Partikelir di dalam Republik. Satu Bangsa, Satu Kebudayaan.

Pengajaran Agama dalam Sekolah.

Belajar sambil Bekerja dan berlatih Mengabdi Masyarakat. Ikhtisar Perkembangan Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia.

Taman Siswa dan Shanti Niketan.

Pandit Nehru Berkunjung ke Taman Siswa. Subsidi Sekolah Partikelir.

Badan Kongres Pendidikan Indonesia. Sistim Pendidikan Guru Secara Integral.

Pengajaran Kepandaian dalam Taman Siswa. Guru dan Serimpi, Tani dan Wartawam

Kebudayaan dan Pengajaran dalam Hubungan antara Negara.

Pendidikan dan Pengajaran untuk Seluruh Indonesia.

Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan bagi Golongan-golongan Minoritet.

Methode Montessori, Frobel dan Taman Anak. Tentang Permainan Kanak-kanak.

Tentang Forobel dan Methodenya. Permainan Kanak-kanak

Kesenian Kanak-kanak.

Dr. Maria Montessori Penganjur Pendidikan Merdeka. Pendidikan Taman Kanak-kanak dan Kebudayaan. Taman Indria.

(30)

64.

Dasar-dasar Pendidikan di dalam Tonil

Gunanya Wirama di dalam Pendidikan dan Hidup Manusia. Permainan Tari dan Lagu di dalam Pendidikan.

Hubungan Pendidikan dan Kultur. Kultur dan Kunst di dalam Perguruan. Kesenian di dalam Pendidikan.

Pendidikan dan Kebudayaan. Pendidikan di dalam Sandiwara.

Hubungan Kesenian dengan Pendidikan.

Dasar-dasar Umum dan Garis-garis Besar Pendidikan Kesenian Taman Siswa..

Faedahnya Sistim Pondok.

Sistim Pondok dan ashrama Itulah Sistim Nasional. Dasar-dasar Pondok-Ashrama Taman Siwa.

Keluarga sebagai Pusat Pendidikan. Pengaruh Pondok atau Internat. Pendidikan Keluarga.

Pengaruh Keluarga terhadap Hidup Tumbuhnya Budipekerti.

Hidup Keluarga sebagai Sendi Persatuan.

Ketertiban, Perintah dan Paksaan Faham Tua dan Faham Baru.

Garis Hidup Berlingkaran (Concentriciteitsbeginsel). Hal Watak.

Tabiat Pengrusak Lahir dan Pengrusak Batin: Vandalisme dan Terorisme.

Soal Nafsu dan Naluri Keturunan.

Kursus Psychologi untuk Kaum Ayah-Ibu di dalam Keluarga.

Apakah yang dinamakan Jiwa itu ? Ceritera Takhyul tentang anak kalap.

Korsluiting, Ansteckung dan Hilangnya Penguasa Diri di

dalam Jiwa Manusia.

Tentang Instinct, Intuisi, Laku dan Ilmu dalam hal Pendidikan.

Tentang Dasar dan Ajar.

Masuknya Pengaruh-pengaruh kedalam Jiwa Kanak-kanak. Trisakti Jiwa

Disiplin.

Ilmu Adab atau Ethik. Tentang Adat Istiadat.

(31)

101.

Senyari Bumi Sedumuk Batuk Dilakoni Taker Pati Apakah Adab dan Kesusilaan Itu ?

Pengajaran Budipekerti.

Pengajaran Bahasa.

Bahasa Jawa sebagai Bahasa Pengantar di Sekolah MULO. Huruf Latin Itulah Huruf Internasional

Pengajaran Bahasa yang Rasionil.

Hanya Bahasa Indonesia Berhak Menjadi Bahasa Persatuan. Soal Menulis Bahasa Jawa dengan Huruf Jawa dan Latin. Soal Bahasa Jawa di dalam Taman Siswa.

Soal Pelajaran Bahasa Jerman. Soal Bahasa.

Bahasa-bahasa Asing.

Soal Bahasa Belanda adalah Soal Perjoangan Nasional.

Asosiasi antara Timur dan Barat. Kebangsaan.

Manusia dan Kodrat Alam. Adat di dalam Hidup Chalayak. Kultur atau Kebudayaan.

Menyehatkan Turunan: Bibit, Bebet, Bobot. Pembaharuan Adab.

Perajaan Oranje.

Hubungan Kulturil antara Indonesia dengan Bangsa-bangsa diluar Indonesia.

Perkembangan Kebudayaan dalam Djaman Merdeka. Menudju Kearah Kesatuan Kebudajaan.

Hubungan dan Imbangan antara Kebudajaan Daerah dan Kebudajaan nasional.

Bahasa dan Bangsa,

Bagaimana Kedudukan Bahasa-bahasa Pribumi (djuga bahasa Tionghoa dan Arab) di satu Pihak dan Bahasa Belanda dilain pihak dalam Pengadjaran?

(32)

141.

Hubungan Njanjian dan Musik Djawa dengan Pendidikan dan Kesusasteraan.

Dasar Pengetahuan serta Pengadjaran Gending Djawa. Bedaja dan serimpi.

Kesenian Daerah dalam Persatuan Indonesia. Sifatnja Lagu Timur.

Ilmu Lagu.

Kodrat Perempuan.

Perempuan dalam Dunia Pendidikan.

Pengaruh Perempuan pada Barang dan Tempat Kelilingnja. Perempuan dan Sport.

Wanita Taman Siswa.

Kemadjuan Adab Perempuan.

Berkobarnja Rasa Kehormatan dan Rasa Kebangsaan. Lapangan kerja Bagi Perempuan.

Pakaian Nasional Kita.

Sambutan Ki Hadjar Dewantara pada Kongres “Java Instituut” Kelima di Surakarta, Desember 1929.

Latihan Kesusasteraan dan Kesenian dalam Kerabat Paku Alam.

Radio sebagai Alat Kemadjuan Adab. Hal Tahun Baru Djawa.

Penilaian Europa terhadap Tari Djawa. Hubungan Kita dengan Rabindranath Tagore.

Tiga Puluh Tahun Berjuang dan Membangun Azas-azas dan Dasar-Dasar Tamansiswa.

Kebudayaan Nasional dan Hubungan dengan Kebudayaan Bangsa-bangsa Lain.

Sepuluh Fatwa Akan Sendi “Hidup Merdeka”. Pangkal-pangkal Roch Taman Siswa

Vrijheidsherdenking en Vrijheidsberooving (Peringatan dan

Perampasan Kemerdekan).

Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data. Instrumen utama dalam

penelitian ini adalah peneliti sendiri. Dalam rangka mengumpulkan data, peneliti

menggunakan alat perekam data berupa format kodifikasi data. Format ini

merupakan hasil modifikasi dari kartu data yang biasa digunakan sebagai alat

(33)

Mengingat sumber data penelitian ini berupa artikel-artikel karya Ki Hadjar

Dewantara berkenaan dengan pendidikan dan kebudayaan yang telah dibukukan,

maka pengumpulan datanya dilakukan melalui teknik analisis dokumen (Furqon

dan Emilia, 2010, hal. 55). Analisis dokumen dilakukan melalui langkah sebagai

berikut:

1. Menetapkan peta penelitian.

Peta penelitian ditetapkan untuk mendapatkan kejelasan arah atau pedoman

mengenai unsur-unsur filsafat pendidikan yang akan dikumpulkan datanya. Peta

penelitian ditetapkan berdasarkan hasil kajian pustaka mengenai filsafat

pendidikan, khususnya mengenai pendekatan-pendekatan dalam studi filsafat

pendidikan. O’neil mengidentifikasi tiga pendekatan dalam studi filsafat

pendidikan, yaitu: 1) pendekatan analisis problema atau pendekatan analitis,

2) pendekatan sistem-sistem formal dan 3) pendekatan filosofi-filosofi pendidikan

(2008, hal. 12). Pendekatan studi filsafat pendidikan yang dipandang tepat

diaplikasikan dalam konteks penelitian ini adalah pendekatan sistem-sistem

formal.

Berdasarkan kajian terhadap pendekatan sistem-sistem formal dalam studi

filsafat pendidikan sebagaimana dikemukakan O’neil (2008) dan sebagaimana

dipraktekkan oleh Kneller (1971) dan Power (1982) didapatkan empat unsur

filsafat umum dan empat unsur pendidikan yang harus dikumpulkan datanya

mengenai fikiran filsafat seorang tokoh. Empat unsur filsafat umum meliputi:

hakikat realitas, hakikat manusia, hakikat pengetahuan dan hakikat nilai.

Sedangkan empat unsur pendidikan meliputi: tujuan pendidikan, kurikulum atau

isi pendidikan, metode pendidikan serta peranan pendidik dan anak didik. Hal

(34)

UNSUR UNSUR FILSAFAT UMUM PENDIDIKAN

- Hakikat Realitas - Tujuan Pendidikan

- Hakikat Manusia - Kurikulum Pendidikan - Hakikat Pengetahuan - Metode Pendidikan

- Hakikat Nilai - Peranan Pendidik dan

Anak Didik, dst.

Gambar 3.1

Peta Penelitian Filsafat Pendidikan

Peta penelitian berfungsi sebagai pedoman dalam rangka pengumpulan

data agar mengarah kepada konstruksi teoretis mengenai filsafat pendidikan dari

tokoh yang diteliti. Peta penelitian masih bersifat ”hipotesis”, karena itu peta

penelitian masih dapat dikembangkan berdasarkan hasil pengumpulan data.

Sebagaimana dikemukakan Kaelan, dalam studi kepustakaan, hasil pengumpulan

data pada tahap membaca simbolik adalah penting untuk memenuhi dan

mengembangkan peta penelitian (2005, hal. 157).

2. Mengidentifikasi dokumen berupa buku-buku yang berisi artikel-artikel karya

Ki Hadjar Dewantara yang dipandang relevan sebagai sumber data.

Langkah ini adalah untuk menentukan dokumen atau buku-buku yang tepat

dijadikan sumber data. Caranya dengan membaca judul buku dan daftar isi buku

yang bersangkutan. Artikel yang dimuat pada dokumen atau buku yang ditetapkan

sebagai sumber data adalah yang bersifat primer. Artinya, sumber data penelitian

ini adalah artikel, teks pidato, brosur dan surat yang ditulis oleh Ki Hadjar

(35)

kegiatan pada langkah ini telah disajikan pada pada tabel 3.1 Daftar Artikel

Karya Ki Hadjar Dewantara pada halaman 68 s.d. 72.

3. Membaca dokumen.

Membaca dokumen dilakukan melalui dua tahap, yaitu membaca dokumen

pada tingkat simbolik dan pada tingkat semantik.

Pada tingkat simbolik terlebih dahulu membaca dilakukan terhadap judul

buku dan daftar isi. Selanjutnya, membaca bab dan sub bab yang ada. Sedangkan

pada tingkat semantik membaca dilakukan dengan cara lebih detail dibanding

pada tingkat simbolik. Dalam penelitian kuantitatif analisis data dilakukan

setelah data selesai dikumpulkan. Namun dalam penelitian ini, dalam kegiatan

pengumpulan data melalui membaca dokumen atau teks, analisis terhadap data

sesungguhnya sudah dilakukan. Analisis tersebut dilakukan dalam rangka

menangkap esensi fikiran dari data yang besangkutan untuk pada akhirnya

didapatkan kategori-kategori data atau konsep-konsep mengenai data yang

dikumpulkan.

4. Mencatat data pada format kodifikasi data.

Data hasil membaca dokumen dicatat pada format kodifikasi data dan

secara sistematis diberi kode atau nama konsep. Pencatatan data dilakukan dengan

cara quotasi. Adapun kodifikasi dilakukan dengan memberikan nama konsep

sesuai dengan konsep yang terkandung di dalam data yang bersangkutan.

C. Analisis Data

Data penelitian yang telah dikumpulkan belum dapat menjawab masalah

penelitian, data tersebut belum menggambarkan konstruksi teoretis filsafat

pendidikan yang dicari. Karena itu setelah data penelitian terkumpulkan,

selanjutnya dilakukan analisis data. Data yang terkumpul berupa buah fikiran

filsafati seorang tokoh, sejalan dengan fikiran Dilthey, data tersebut tergolong ke

dalam data Geisteswissenschaften (dalam Sumaryono, 1993, hal. 47). Data berupa

fikiran-fikiran dari seorang tokoh yang diungkapkan dalam suatu teks bukanlah

sekedar objek, tetapi sekaligus juga subjek (Schleiermacher dalam Poespoprodjo

a, 1987, hal 41; Baker dan Zubair, 1990, hal. 36). Data memiliki makna yang

(36)

sesuatu dan bersifat menyejarah. Menurut Schleirmacher data demikian memiliki

sisi luar dan sisi dalam atau Geist, sedangkan Dilthey menyebutnya ekspresi yang

memiliki kategori luar-dalam (dalam Poespoprodjo a, 1987, hal. 37, 50). Ricoeur

ternyata juga sepakat dengan Schleiermacher dan Dilthey, ia mengibaratkan

bahwa bahasa bukan sekedar bunyi-bunyian tetapi komunikasi. Kursi tidak

semata-mata sebagai objek yang terbuat dari kayu, melainkan sebagai kedudukan

sosial, dan sebagainya (dalam Baker dan Zubair, 1990, hal. 42). Mengingat

karakteristik data penelitian sedemikian itu, maka untuk dapat menjawab

masalah penelitian yang telah dirumuskan analisis data dilakukan dengan

menggunakan metode hermeneutik (Baker dan Zubair, 1990, hal. 41; Puspoprojo,

1987, hal. 168; Sumaryono, 1993, hal. 46, 49; Kaelan, 2005, hal 80).

Dalam rangka hermeneutik ditempuh lima langkah umum analisis data,

yaitu:

1. Reduksi data.

2. Klasifikasi data.

3. Display data.

4. Interpretasi data.

5. Penarikan kesimpulan.

Terhadap data penelitian yang telah terkumpulkan yang direkam dalam

format kodifikasi data, selanjutnya dilakukan reduksi. Reduksi data adalah

kegiatan memilah dan memilih data yang dibutuhkan sesuai peta penelitian.

Reduksi data ditujukan ke arah konstruksi teoritis filsafat pendidikan sesuai

masalah dan tujuan penelitian.

Ada tiga kemungkinan mengenai hasil reduksi data. Data yang

terkumpulkan mungkin kurang memenuhi unsur-unsur sebagaimana telah

ditetapkan dalam peta penelitian, mungkin sesuai dengan unsur-unsur

sebagaimana ditetapkan dalam peta penelitian, dan mungkin juga melebihi

unsur-unsur sebagaimana ditetakan dalam peta penelitian. Hal ini wajar terjadi, sebab

peta penelitian itu peranannya adalah sebagai pedoman berdasarkan hasil kajian

pustaka, peta penelitian ini ibarat hipotesis di dalam penelitian kuantitatif.

(37)

maka peneliti harus mengumpulkan data tambahan. Sedangkan apabila datanya

melebihi unsur-unsur pada peta penelitian, maka peneliti harus menyempurnakan

atau memperbaiki peta penelitiannya.

Setelah direduksi, data penelitian selanjutnya diklasifikasi atau

dikelompokan berdasarkan unsur-unsur dalam peta penelitian. Data dari berbagai

artikel digolong-golongkan atau dikelompokan menurut unsur-unsur peta

penelitian. Demikian pula data-data yang khusus yang pada awalnya belum

terwadahi dalam peta penelitian digolong-golongkan berdasarkan kelompok

unsurnya.

Data yang sudah terorganisir melalui pengklasifikasian, selanjutnya

di-display atau disajikan dengan cara disusun dalam suatu sistem sesuai dengan peta

penelitian. Display data disusun dan diarahkan menuju konstruksi teoretis

mengenai filsafat pendidikan dari tokoh yang sedang diteliti.

Interpretasi data (hermeneutik) dilakukan dengan mengaplikasikan

prinsip-prinsip dasar tertentu yang dikemukakan para pengembang hermeneutika, yaitu:

Schleiermacher, Dilthey, Gadamer, Habermas, Heidegger, Ponty dan Ricoeur.

Prinsip-prinsip dasar dalam prosedur hermeneutik yang dimaksud adalah sebagai

berikut:

1. Tujuan hermeneutik adalah untuk memahami (verstehen) ekspresi atau isi

suatu teks.

2. Hermeneutik dilakukan dengan bertolak dari pengalaman yang hidup atau

terhayati (erlibnis). Pengalaman ini akan membangun latar belakang

pengetahuan sebagai prapemahaman (pre-undestanding) yang menjadi

horizon atau cakrawala pandang mengenai teks yang akan dipahami. Sebab

sebagaimana dikemukakan Gadamer dan Ricour, hermeneut tidak

menginterpretasi dengan jiwa atau fikiran yang kosong (tabula rasa),

melainkan dengan sesuatu yang oleh Heidegger disebut vorstruktur, yaitu:

apa yang sudah dimiliki (vorhabe) , apa yang sudah dilihat (vorsicht), dan apa

yang sudah ditangkap (vorgriff) (Poespoprodjo, 1987, hal. 96, 175;

(38)

3. Hermeneutik dilakukan dalam situasi hubungan dialogis dan rasa simpati.

Hubungan dialogis dan rasa simpati mengimplikasikan peneliti harus

membuang prakonsepsi agar menjadi terbuka terhadap apa yang dikatakan

oleh suatu teks. Dalam konteks ini hubungan antara peneliti dengan yang

diteliti bukan hubungan antara subjek dengan objek seperti di dalam

penelitian kuantitatif positivistik, sebaliknya merupakan hubungan antara

subjek dengan subjek. Implikasinya, hubungan ini pun adalah berdasarkan

rasa simpati.

4. Teks dipahami dalam konteks yang bersifat holistik.

5. Upaya memahami dilakukan melalui lingkaran hermeneutik.

6. Mengaplikasikan logika induksi dan deduksi, tetapi logika saja tidak cukup

untuk memahami, karena itu juga membutuhkan loncatan yang bersifat intuitif

(Schleiermacher dalam Poespoprodjo, 1987, hal. 44).

Setelah filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara terdeskripsikan,

selanjutnya dilakukan analisis relevansinya sebagai teori pendidikan dalam

konteks pendidikan nasional, dan analisis implikasinya terhadap praktek

pendidikan umum.

1. Analisis relevansi filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewatara sebagai teori

pendidikan dalam konteks pendidikan nasional.

Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003

Tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan:

Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap perubahan zaman.

Mengacu kepada pengertian di atas, analisis relevansi filsafat Ki Hadjar

Dewantara dalam konteks pendidikan nasional dilakukan meliputi relevansinya

dengan empat hal berikut ini:

1) Pancasila.

2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, meliputi:

(39)

3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

Pendidikan Nasional, meliputi:

a. Pasal 1 ayat 1 (Pengertian Pendidikan).

b. Pasal 1 ayat 2 (Pengertian Pendidikan Nasional).

c. Pasal 2 (Dasar Pendidikan Nasional).

d. Pasal 3 (Fungsi Pendidikan Nasional).

e. Pasal 3 (Tujuan Pendidikan Nasional).

f. Pasal 4 (Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan).

g. Pasal 15 dan 36 (Kurikulum).

h. Pasal 33 (Bahasa Pengantar).

i. Pasal 1 ayat 7 dan Pasal 13 (Jalur Pendidikan).

4) Keadaan zaman, yaitu masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang.

Analisis relevansi dilakukan dengan mencocokan kesesuaian makna

konsep-konsep pendidikan di dalam filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara

dengan makna konsep-konsep pendidikan pada pasal-pasal tersebut di atas yang

termaktub dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003

Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

2. Analisis Implikasi Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara terhadap Praktek

Pendidikan Umum.

Penelitian ini bertujuan menyingkap makna tentang konsep praktek

pendidikan umum yang ideal dalam konteks pendidikan nasional dari filsafat

pendidikan Ki Hadjar Dewantara. Konsep praktek pendidikan umum yang

dimaksud meliputi enam hal, yaitu:

1) Dasar praktek pendidikan umum.

2) Tujuan pendidikan umum.

3) Makna pendidikan dan penyelengaraan pendidikan umum.

4) Kurikulum atau isi pendidikan umum.

5) Metode praktek pendidikan umum.

6) Peranan pendidik (guru).

(40)

Di dalam logika, implikasi dinotasikan dengan lambang: p q (jika

p maka q). Ada dua jenis operasi implikasi, yaitu: Pertama, operasi implikasi

dalam arti logika formal, sedangkan yang kedua, operasi implikasi dalam arti

logika yang mengacu kepada suatu ontologi tertentu. Analisis data untuk

menyingkap implikasi filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara terhadap praktek

pendidikan umum dalam penelitian ini, jenis operasi implikasi yang kedua itulah

yang digunakan. Sehubungan hal tersebut, maka kriteria kebenarannya adalah

sebagaimana dideskripsikan pada tabel berikut ini.

Tabel 3.2

Kriteria Kebenaran Implikasi

P q lalu P q

i i

i o

i o

Keterangan:

i = pernyataan benar. o = pernyataan salah.

D. Adekuasi

Suatu penelitian mesti dapat dipertanggungjawabkan, dalam penelitian

kuantitatif pertanggungjawaban ini berkenaan dengan validitas internal, validitas

eksternal, reliabilitas dan objektivitasnya. Sedangkan dalam penelitian kualitatif

dikenal dengan kredibilitas (credibility), transferabilitas (transferability),

auditabilitas (auditability) dan konfirmabilitas (confirmability) (Nasution, 1988,

(41)

1. Kredibilitas (”Validitas Internal”).

Dalam penelitian kuantitatif validitas internal mempersoalkan ketepatan

instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel yang sesunnguhnya,

sedangkan dalam penelitian kualitatif dikenal dengan istilah kredibilitas, yaitu

kesesuaian konsep peneliti dengan konsep responden (Nasution, 1988, hal. 122).

Upaya untuk menjamin kredibilitas penelitian dapat dilakukan melalui: a.

pengambilan data dari sumber primer, b. ”instrumen” penelitiannya adalah

peneliti sendiri, c. peer debriefing dan seminar, d. triangulasi dan e. member

chek.

a. Sumber Data Primer.

Sebagaimana telah dikemukakan pada sub bab B pada bab III, sumber data

penelitian ini bersifat primer, yaitu berupa artikel, brosur, surat dan pidato Ki

Hadjar Dewantara yang telah didokumentasikan berupa buku yang diterbitkan

oleh Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa. Dengan demikian, data yang

dikumpulkan terjamin orisinalitasnya.

b. ”Instrumen” Penelitian.

Untuk memahami filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara, baik yang

tersurat dan yang tersirat di dalam teks atau buku tentu dibutuhkan instrumen

penelitian yang adekuat, yang sesuai dengan objek penelitian tersebut. Plotinos

(meninggal 270 M) mengingatkan: Nothing can be known without there being an

appropriate ”instrument” in the makeup of the knower. ... the understanding of

the knower must be adequate to the thing to be known (dalam Schumacher, 1980,

hal. 50).

Teks pendidikan dan kebudayaan karya Ki Hadjar Dewantara bukan

sekedar rangkaian huruf atau lambang-lambang yang bersifat objektif, tetapi

merupakan ekspresi dari Ki Hadjar Dewantara yang juga bersifat subjektif. Teks

tersebut memiliki makna yang dibangun dalam konteks yang integral dalam

komunikasi dengan segala sesuatu dan bersifat menyejarah. Mengacu kepada

pendapat Schleirmacher, Dilthey dan Ricoeur, maka teks mengenai pendidikan

dan kebudayaan karya Ki Hadjar Dewantara mempunyai sisi luar yaitu tata

Gambar

Tabel 1.1 Kriteria Kebenaran Implikasi
Tabel 3.1 Daftar Artikel Karya Ki Hadjar Dewantara
Gambar 3.1 Peta Penelitian Filsafat Pendidikan
Tabel 3.2 Kriteria Kebenaran Implikasi

Referensi

Dokumen terkait

Metode Least Square memanfaatkan data history penjualan untuk melakukan peramalan,semakin banyak data history yang digunakan untuk peramalan maka semakin akurat

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: strategi peningkatan mutu pendidik berbasis analisis SWOT di SDIT Bina Insani Semarang menggunakan konsep analisis SWOT dimulai

Menurut Smola dan Sutton (2002), work values adalah standar evaluatif terkait dengan pekerjaan maupun lingkungan dari pekerjaan tersebut yang diyakini benar atau yang

1 Jam 45 1 Jam 1 Jam 1 Jam 1 Jam 1 Jam.. Pembacaaan Hasil Sampel Darah dan Urine sampel darah dan urine diperiksa sampai keluarnya expertise hasil pemeriksaan

anggota komunitas melalui perasaan memiliki dalam kelompok dan adanya perasaan berbeda terhadap mereka yang bukan anggota, shared rituals and traditionsmerupakan saling berbagi

Se)ua$ organochloride5 organochlorine 5 chlorocarbon5 diklorinasi hidrokarbon5 atau diklorinasi pelarut  a*ala$ !en0aa rganik 0ang mengan*ung !eti*akn0a !atu k9alen

• Siswa mampu dan mengerti tentang Sistem Operasi Berbasis TEXT • Siswa mampu dan mengerti tentang prosedur Instalisasi S/O TEXT • Siswa dapat mengetahui proses instalisasi

Pemberian pupuk limbah media jamur tiram putih sebagai tambahan pupuk organik berpengaruh pada rata-rata penambahan Jumlah daun (helai daun/tanaman), Berat basah dan berat