DISERTASI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan
Program Studi Pendidikan Umum
Oleh
TATANG SYARIPUDIN NIM 0907862
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN UMUM
SEKOLAH PASCASARJANA
FILSAFAT PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA SEBAGAI TEORI PENDIDIKAN
DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PRAKTEK PENDIDIKAN UMUM DALAM KONTEKS PENDIDIKAN NASIONAL
Tatang Syaripudin
Penelitian ini tentang filsafat pendidikan dari seorang tokoh pendidikan nasional bernama Ki Hadjar Dewantara. Penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan tiga hal: (1) filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara, (2) relevansi filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara sebagai teori pendidikan dalam konteks pendidikan nasional, dan (3) implikasi filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara terhadap praktek pendidikan umum. Secara teoretis filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam rangka memecahkan masalah-masalah pendidikan. Filsafat pendidikan suatu bangsa idealnya mengacu kepada kebudayaan nasionalnya dan menjadi dasar teoretik bagi praktek pendidikannya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan, sumber datanya terdiri atas 168 artikel buah fikiran Ki Hadjar Dewantara yang telah dibukukan dan diterbitkan oleh Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa. Data diolah dengan menggunakan metode hermeneutik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara merupakan sistem konsep pendidikan yang bersifat kultural nasional. Konsep-konsepnya meliputi hakikat realitas, manusia, pengetahuan, nilai, asumsi perlunya pendidikan, asumsi perlunya pendidikan nasional, asumsi manusia mau dan mampu mendidik, asumsi manusia dapat dididik, arti pendidikan dan pengajaran, kekuasaan pendidikan, tujuan pendidikan, kurikulum, metode pendidikan, peranan pendidik dan anak didik, serta tripusat pendidikan. (2) Filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara relevan sebagai teori pendidikan dalam konteks pendidikan nasional. (3) Filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara mengimplikasikan agar praktek pendidikan umum mengacu kepada filsafat pendidikan yang berdasarkan Pancasila, bertujuan mempertinggi derajat kemanusiaan, mewujudkan konsep tripusat pendidikan, kurikulumnya bersifat kultural nasional, esensial, kontekstual, dan mengaplikasikan azas trikon dalam pengembangannya. Metode pendidikan, peranan pendidik, dan peranan anak didiknya harus mengacu kepada semboyan tut wuri handayani.
PHILOSOPHY OF EDUCATION OF KI HADJAR DEWANTARA AS A THEORY OF EDUCATION
AND ITS IMPLICATIONS IN GENERAL EDUCATION PRACTICE IN NATIONAL EDUCATION CONTEXT
Tatang Syaripudin
This study is about the philosophy of education of a national education figure, Ki Hadjar Dewantara. The objectives of this study are to describe: (1) the philosophy of education of Ki Hadjar Dewantara; (2) the relevance of the philosophy of education of Ki Hadjar Dewantara as a theory of education in context of national education; and (3) the implications of philosophy of education of Ki Hadjar Dewantara for the general education practices. Theoretically, philosophy of education is an application of philosophy in order to solve educational problems. Philosophy of education of a nation ideally refers to its national culture and to be a foundation of theory for educational practice. This research uses a library research method, data sources consist of 168 articles of Ki Hadjar Dewantara works that had been published by Majelis Luhur Persatuan
Taman Siswa. Data are processed by hermeneutics method. The results show that: (1)
philosophy of education of Ki Hadjar Dewantara is a system of concept of education that is national cultural. His concepts include the nature of reality, man, knowledge, values, assumptions of the importance of education, assumptions of the importance of national education, assumptions of man willingness and ability to educate, assumptions that man can be educated, a concept of education and teaching, the power of education, educational goals, curriculum, methods of education, roles of educator and student, and
tripusat of education; (2) Philosophy of education of Ki Hadjar Dewantara as a theory of
eduation is relevant in the context of national education; and (3) The philosophy of education of Ki Hadjar Dewantara implies that general education practice has to refer to philosophy of education based on Pancasila, with the goals to raise human dignity, to realize the tripusat educational concept, its curriculum characterized by national culture, essential, contextual, and applying the principles of trikon in its development. The method of education, educator and student roles have to refer to the motto tut wuri
handayani.
Tatang Syaripudin, 2015
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN i
PERNYATAAN ii
UCAPAN TERIMA KASIH iii
ABSTRAK v
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN ix
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Penelitian 1
B. Rumusan Masalah Penelitian 8
C. Tujuan Penelitian 13
D. Manfaat Penelitian 14
E. Struktur Organisasi Disertasi 15
BAB II FILSAFAT PENDIDIKAN SEBAGAI LANDASAN TEORETIS PRAKTEK PENDIDIKAN UMUM 16
A. Teori dan Praktek Pendidikan 16
B. Filsafat Pendidikan sebagai Teori Pendidikan 23
C. Filsafat Pendidikan Umum 30
D. Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara 37
BAB III METODE PENELITIAN 67
A. Pendekatan dan Metode Penelitian 67
B. Sumber Data, Instrumen, dan Teknik Pengumpulan Data 67
C. Analisis Data 75
D. Adequasi 80
BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN 85
A. Temuan Penelitian 85
1. Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara 85
Tatang Syaripudin, 2015
vii
3. Implikasi Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara
Terhadap Praktek Pendidikan Umum 150
B. Pembahasan 155
1. Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara 155
2. Relevansi Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara
sebagai Teori Pendidikan dalam Konteks Pendidikan
Nasional 237
3. Implikasi Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara
Terhadap Praktek Pendidikan Umum 243
BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI 257
A. Simpulan 257
B. Rekomendasi 260
DAFTAR RUJUKAN 262
LAMPIRAN-LAMPIRAN 268
Tatang Syaripudin, 2015
viii
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR
Halaman
Tabel 1.1 Kriteria Kebenaran Implikasi 12
Tabel 2.1 Tujuan Filsafat Pendidikan 30
Tabel 2.2 Riwayat Hidup Ki Hadjar Dewantara pada zaman Kemerdekaan 44
Tabel 3.1 Daftar Artikel Karya Ki Hadjar Dewantara 68
Tabel 3.2 Kriteria Kebenaran Implikasi 80
Tabel 4.1 Hakikat Realitas menurut Ki Hadjar Dewantara 88
Tabel 4.2 Hakikat Manusia menurut Ki Hadjar Dewantara 98
Tabel 4.3 Hakikat Pengetahuan menurut Ki Hadjar Dewantara 100
Tabel 4.4 Hakikat Nilai menurut Ki Hadjar Dewantara 102
Tabel 4.5 Konsep Pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara 120
Tabel 4.6 Relevansi Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara sebagai Teori Pendidikan dalam Konteks Pendidikan Nasional 149
Tabel 4.7 Implikasi Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara terhadap Praktek Pendidikan Umum 155
Gambar 2.1 Hubungan Komplementer Teori Pendidikan dan Praktek Pendidikan 21
Gambar 2.2 Peta Fikiran Filsafat Pendidikan berdasarkan Pendekatan Sistem-sistem Formal 26
Gambar 3.1 Peta Penelitian Filsafat Pendidikan 74
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Foto Buku Sumber Data Penelitian 268
Tatang Syaripudin, 2015
Pendidikan Indonesia tentang Pengangkatan Pembimbing 270
Lampiran 3 Riwayat Hidup Penulis 272
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
1. Alasan Rasional Timbulnya Masalah
Eksistensi manusia terpaut dengan masa lalunya sekaligus mengarah ke
masa depan untuk mencapai tujuan hidupnya. Manusia berada dalam perjalanan
hidup, dalam perkembangan dan pengembangan diri. Manusia memang adalah
manusia, tetapi ia sekaligus "belum selesai" mewujudkan dirinya sebagai
manusia. Bersamaan dengan ini, dalam eksistensinya manusia mengemban
tugas untuk menjadi manusia ideal, adapun untuk itu ia perlu dididik dan perlu
mendidik diri. Hal ini sebagaimana disimpulkan oleh Kant dalam teori
pendidikannya bahwa: ‘Man can become man through education only’ (dalam Henderson, 1959, hal. 26). Sejalan dengan kesimpulan Kant, Langeveld
berdasarkan studi fenomenologinya menyatakan manusia sebagai ‘animal educandum’ (Langeveld, 1980, hal. 100; Soelaeman, 1988, hal. 40; Syaripudin, 2010, hal. 18).
Manusia ditakdirkan memiliki kesamaan dengan sesamanya, tetapi juga
beragam karena keunikannya sebagai individu. Dalam kesamaannya, setiap
manusia harus menjadi manusia. Terdapat berbagai potensi yang bersifat esensial
dan perlu dikembangkan pada setiap orang dalam konteks seluruh dimensi
kehidupannya. Hal ini mengimplikasikan perlu diselenggarakannya pendidikan
umum (general education). Bersamaan dengan ini, ada pula berbagai potensi
yang perlu dikembangkan setiap orang sesuai dengan keunikannya sebagai
individu. Hal yang terakhir ini mengimplikasikan perlu diselenggarakannya
pendidikan spesialisasi. Sehubungan dengan hal di atas, dalam sistem pendidikan
nasional diselenggarakanlah berbagai jenis pendidikan, termasuk di dalamnya
pendidikan umum.
Pendidikan umum merupakan program pendidikan yang bersifat esensial
dan perlu didapat setiap orang. Ini berkenaan dengan pengembangan nilai-nilai,
sikap-sikap, pemahaman, dan kecakapan hidup yang harus dimiliki setiap orang
anggota keluarga, pekerja, sebagai warga negara dalam masyarakat yang
demokratis, dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Suatu masyarakat atau bangsa tentu memiliki kebudayaannya sendiri.
Dalam konteks ini, pendidikan umum merupakan suatu keniscayaan. Sebab,
dalam keragaman individu dan masyarakat, homogenitas dan konformitas di
dalam masyarakat yang bersangkutan hanya akan terbangun melalui pendidikan
umum. Pendidikan umum akan dapat mengintegrasikan masyarakat yang multi
etnis dan multi kultural. Walaupun masing-masing individu atau kelompok
masyarakat berbeda-beda, tetapi mereka tetap merasa satu dalam kesatuan
masyarakat atau bangsa (bhineka tunggal ika), memiliki nasionalisme,
patriotisme, dan jati diri bangsa. Lebih luas dari itu, pendidikan umum
diperlukan dalam rangka menjadikan manusia sebagai manusia secara universal.
Sebuah gedung akan berdiri tegak dan kuat apabila dibangun di atas
landasan yang kokoh. Sebagaimana halnya gedung tersebut, penyelenggaraan
pendidikan umum pun memerlukan landasan yang kokoh. Ada berbagai jenis
landasan pendidikan, salah satunya adalah landasan filosofis pendidikan
nasional. Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan:
Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap perubahan zaman.
Dari pernyataan di atas dapat dipahami bahwa landasan filosofis
pendidikan nasional adalah Pancasila. Implikasinya, maka landasan filosofis
pendidikan umum pun idealnya adalah filsafat pendidikan yang berdasarkan
Pancasila. Dalam tataran yuridis, filsafat pendidikan umum dalam konteks
pendidikan nasional sudah ditetapkan. Namun demikian, implementasinya
masih menimbulkan tanda tanya dan diragukan. Jangankan pada tataran praksis,
bahkan dalam tataran teoretis pun masih belum lengkap atau masih banyak yang
bolong. (Sanusi, dalam Natawidjaja, dkk., 2008, hal. 52).
Dalam era globalisasi penetrasi kebudayaan dan penyebaran ilmu
kekhawatiran akan terjadinya penyelenggaraan pendidikan umum yang disadari
ataupun tidak disadari dilandasi oleh filsafat pendidikan yang berakar pada
budaya bangsa lain, yang tidak sesuai dengan filsafat dan budaya bangsa
Indonesia. Hal ini patut diwaspadai, sebab penyelenggaraan pendidikan umum
seperti ini akan mengakibatkan generasi muda kita tercerabut dari akar
budayanya, sehingga mereka kehilangan jati dirinya sebagai bangsa Indonesia.
Alasannya, karena pendidikan umum antara lain berkenaan dengan pendidikan
karakter, baik pendidikan karakter bagi manusia sebagai individu maupun
sebagai bangsa yang dikenal sebagai pendidikan kebangsaan. Sehubungan
dengan uraian di atas, dirasakan adanya kebutuhan kita yang sangat urgen (amat
mendesak) secara nasional, ialah keharusan menemukan dan mengembangkan
sendiri konsep ilmu pendidikan dan filsafat pendidikan yang kondusif untuk
Indonesia ...” (Waini, dalam Natawidjaja dkk., 2008, hal. 28).
2. Kesenjangan di Lapangan sebagai Dasar Timbulnya Masalah
Secara faktual, dewasa ini bangsa Indonesia menghadapi masalah yang
bersifat multi dimensi. Ini mengemuka antara lain dengan munculnya berbagai
fenomena seperti: pendidikan dalam prakteknya direduksi menjadi pengajaran
(Samho dan Yasunari, 2010; Kesuma, 2013; Wardhani, 2010); Pendidikan di
sekolah cenderung teoretis dan tidak terkait dengan kehidupan sosial budaya di
mana peserta didik berada (Tim Broad-Based Education Depdiknas, 2002);
Terjadinya pengeroposan nasionalisme di kalangan generasi muda, terjadi
konflik antar etnis dan keinginan untuk memisahkan diri dari NKRI (Alwasilah,
dkk., 2009); Di samping itu, sebagaimana sering disiarkan dalam berbagai media
massa dan informasi merebak perilaku yang menyimpang dari akhlak mulia,
seperti: korupsi, seks bebas, tawuran antar kelompok, pemalsuan dan sebagainya.
“Indonesia ... menghadapi dua masalah sekaligus, masalah genting dengan
munculnya disintegrasi bangsa dan masalah penting yang berkaitan dengan
karakter bangsa” (Yamin, 2009, hal. 23). Di dalam fenomena tersebut tampaklah bahwa praktek pendidikan umum yang diselenggarakan belum mengembangkan
potensi anak didik secara menyeluruh dan utuh, serta tidak kontekstual dengan
Fenomena lain menunjukkan, banyak pendidik (guru) belum
menginternalisasi landasan filosofis pendidikan yang berdasarkan Pancasila.
Mereka kurang menyadari hal tersebut dan karena itu diragukan pula kalau
mereka menjadikannya sebagai titik tolak penyelenggaraan pendidikan. Di pihak
lain, tampak gejala bahwa pada umumnya fokus orientasi pendidikan masyarakat
kita adalah untuk mendapatkan credentials berupa ijazah dan sejenisnya. Sejalan
dengan ini, praktek pendidikan umum di sekolah bergeser menjadi pengajaran
dan berorientasi akademik, adapun perguruan tinggi menjadi lebih berorientasi
untuk menghasilkan tenaga kerja. Pada ujungnya, keberhasilan pendidikan dan
keberhasilan hidup cenderung diukur dari besarnya pendapatan finansial.
Orientasi ini memang perlu, tetapi keliru apabila menjadi satu-satunya fokus
orientasi dan tujuan akhir pendidikan.
Fenomena pendidikan sebagaimana dideskripsikan di atas pada
hakikatnya berpangkal pada aspek teoretis, yaitu berkenaan dengan
pengembangan teori pendidikan sebagai titik tolak praktek pendidikan. Ada
tuduhan, bahwa teori pendidikan yang dikembangkan di Indonesia berasal dari
teori pendidikan yang dikembangkan dari luar Indonesia, atau masih merupakan
campuran dari teori-teori yang diterima dari luar (Barat). Belum ada pemikiran
yang sistematik dan mendalam mengenai filsafat pendidikan nasional yang
sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia. Implikasinya, praktek
pendidikan kita pun cenderung mengacu kepada teori-teori tersebut
(Engkoswara, dalam Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP UPI, 2007, hal.
319).
Munculnya fenomena praktek dan hasil pendidikan yang belum sesuai
dengan harapan sebagaimana dideskripsikan di atas, pada dasarnya bersumber
dari tidak relevannya asumsi-asumsi yang dijadikan titik tolak praktek
pendidikan dengan kebudayaan bangsa. Ini oleh Schumacher (1994, hal. 89-90)
disebut dengan istilah ”pusat” yang telah dibangun atau terbangun pada diri
individu, yaitu berupa sistem idea yang tertib mengenai manusia, dunia dan nilai
yang dijadikan acuan dan memberi arah kepada usaha-usaha individu. Apa yang
”pusat” atau asumsi yang dipandang paling mendasar adalah filsafat pendidikan. Mengingat filsafat pendidikan yang dikemukakan para filsuf manca negara
kemungkinannya ada yang relevan dan ada pula yang tidak relevan untuk
diaplikasikan dalam praktek pendidikan umum dalam konteks pendidikan
nasional, maka munculnya berbagai permasalahan pendidikan yang kita hadapi,
secara mendasar dipengaruhi oleh filsafat pendidikan yang diterima serta
diaplikasikan oleh para ahli dan praktisi pendidikan.
Pendidikan adalah usaha kultural, sebab itu antara pendidikan dan
kebudayaan tak dapat dipisahkan. Pendidikan diselenggarakan di dalam suatu
lingkungan sosial budaya, landasan dan tujuannya bersumber dari kebudayaan,
demikian juga isi pendidikan – termasuk di dalamnya kurikulum sekolah – dan
cara-cara pendidikannya. Apabila hal ini dihubungkan dengan konsep
pendidikan nasional, implikasinya bahwa landasan, tujuan, isi pendidikan
metode atau cara serta peranan pendidik dan peranan peserta didiknya pun
hendaknya terutama bersumber dari kebudayaan bangsa Indonesia. Secara
spesifik, landasan filosofis pendidikan umum pun seharusnya bersumber dari
kebudayaan bangsa Indonesia. Andai pun kita mengadopsi konsep filsafat
pendidikan umum dari kebudayaan bangsa lain, kita perlu memfilternya agar
tidak bertentangan dengan nilai-nilai filsafat dan budaya bangsa kita.
Ki Hadjar Dewantara yang pada masa kecilnya dan masa mudanya
bernama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat (1889-1959) adalah salah seorang
pemikir sekaligus praktisi pendidikan, perintis pendidikan nasional dan pahlawan
nasional. Perguruan Nasional Taman Siswa yang dirikannya pada tanggal 3 Juli
1922 tetap eksis dan terus berkembang hingga dewasa ini. Beliau menggagas dan
mempraktekkan pendidikan secara terpadu di tiga alam, yaitu: alam keluarga,
alam perguruan, dan alam pergerakan pemuda. Inilah yang disebut tripusat
pendidikan. Semboyannya – “tut wuri handayani” – dijadikan semboyan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Selain itu, “Ki Hadjar Dewantara
telah meninggalkan warisan karya keilmuan pendidikan yang tidak terlepas dari
kebudayaan dan kepemimpinan bangsa” (Kuswandi, dalam Edutech, 2007, hal.
Dalam perkembangan pendidikan nasional Indonesia, sangat disesalkan
bahwa warisan keilmuan dari Ki Hadjar Dewantara kurang diminati untuk dikaji
dan dijadikan asumsi praktek pendidikan. Fikiran dan ajarannya kini nyaris
hanya menjadi slogan-slogan tanpa dipahami maknanya. Kita tenggelam dalam
teori-teori asing. Padahal ajaran Ki Hadjar Dewantara mengandung
kebijakan-kebijakan pendidikan yang sangat dalam yang lahir dari budaya bangsa
Indonesia. Ironisnya, belakangan ini ajaran Ki Hadjar Dewantara nyaris tidak
diajarkan atau tidak dikaji dan dikembangkan di LPTK, apalagi diterapkan dalam
praksis pendidikan.(Tilaar, 1995, hal. 507).
Dalam hubungannya dengan permasalahan pendidikan yang dihadapi
sebagaimana dimaksud di atas, dan mengingat masih kurangnya kajian filsafat
pendidikan dari tokoh-tokoh nasional, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara relevansinya sebagai
teori pendidikan dan implikasinya terhadap praktek pendidikan umum dalam
konteks pendidikan nasional.
Ada berbagai penelitian tentang fikiran pendidikan Ki Hadjar Dewantara
dan praksis pendidikannya. Hasil penelitian tersebut dapat dibedakan menjadi
dua kelompok kajian. Kelompok kajian pertama yakni penelitian tentang aplikasi
fikiran pendidikan Ki Hadjar Dewantara dalam praktek pendidikan, sedangkan
kelompok kajian kedua yakni penelitian tentang fikiran Ki Hadjar Dewantara
mengenai pendidikan. Beberapa penelitian telah berhasil mengidentifikasi dan
menggambarkan teori dan grand theory pendidikan Ki Hadjar Dewantara
(Kuswandi, dalam Edutech, 2007; Samho dan Yasunari, 2010). Namun
demikian, karena penelitian tersebut bersifat saintifik, maka hasil penelitiannya
masih membedakan atau memisahkan antara teori kepemimpinan, teori
kebudayaan dengan teori pendidikannya. Sehubungan dengan itu, dalam konteks
penelitian tentang fikiran pendidikan Ki Hadjar Dewantara, masih ada ruang
yang perlu diisi, yaitu penelitian yang memandang objeknya dari sudut pandang
filsafat. Dengan demikian, maka akan terdeskripsikan hubungan implikasi antar
konsepnya, sehingga membangun satu kesatuan teori pendidikan yang
3. Pentingnya Penelitian
Ada beberapa alasan mengenai pentingnya penelitian tentang filsafat
pendidikan Ki Hadjar Dewantara sebagai teori pendidikan dan implikasinya
terhadap praktek pendidikan umum dalam konteks pendidikan nasional.
Alasan-alasan tersebut berkenaan dengan kerugian-kerugian dan
keuntungan-keuntungan yang mungkin timbul atau didapatkan.
Kerugian. Kurangnya minat ilmuwan pendidikan untuk mengkaji dan
mengembangkan landasan filosofis pendidikan dari tokoh-tokoh bangsa
Indonesia – sebagaimana halnya dari Ki Hadjar Dewantara – yang merupakan
perwujudan dari kearifan lokal (local wisdom) akan menimbulkan berbagai
kerugian. Pertama, kita tidak akan mempunyai landasan filosofis pendidikan
yang kokoh sebagai titik tolak praktek dan studi pendidikan umum sebagaimana
diamanatkan Pasal 1 Ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Ini akan berimplikasi terhadap
isi kurikulum lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK), khususnya bagi
mata kuliah landasan pendidikan atau mata kuliah filsafat pendidikan. Kedua,
sekalipun dilakukan berbagai perubahan atau inovasi dalam bidang kurikulum,
permasalahan pendidikan yang selama ini dihadapi tidak akan terselesaikan
dengan baik apabila pemecahan tersebut tidak menyentuh akar permasalahannya,
yaitu mengenai landasan filosofis pendidikannnya. Ketiga, praktek pendidikan
umum tidak akan sesuai dengan konteks lingkungan sosial dan budaya bangsa,
sehingga generasi muda kita akan kehilangan jati dirinya sebagai bangsa
Indonesia. Keempat, kita akan kehilangan warisan budaya dari tokoh pendidikan
nasional.
Keuntungan. Keuntungan yang dapat diraih dari penelitian ini antara lain:
Pertama, diperoleh perluasan wawasan mengenai relevansi filsafat pendidikan
Ki Hadjar Dewantara sebagai teori pendidikan dan implikasinya terhadap
praktek pendidikan umum. Ini dapat dijadikan asumsi bagi praktek pendidikan
dan studi pendidikan umum lebih lanjut, yang akan berimplikasi bagi pemecahan
secara mendasar atas berbagai permasalahan penyelenggaraan pendidikan
Kedua, hasil penelitian ini akan menjadi masukan bagi pengembangan
kurikulum mata kuliah dasar profesi (MKDP) dan mata kuliah keahlian fakultas
(MKKF) pada fakultas ilmu pendidikan (FIP) di LPTK. Ketiga, penelitian ini
merupakan upaya pelestarian dan pengembangan filsafat pendidikan berbasis
kearifan lokal sebagai wujud upaya pengembangan etnopedagogik.
4. Kedudukan Masalah Penelitian dalam Bidang Studi Pendidikan Umum
Penelitian filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara sebagai teori
pendidikan dan implikasinya terhadap praktek pendidikan umum dalam konteks
pendidikan nasional merupakan penelitian yang berkenaan dengan landasan
filosofis pendidikan, khususnya landasan filosofis pendidikan umum. Masalah
penelitian ini tergolong ke dalam kajian pedagogik teoretis, yaitu filsafat
pendidikan sebagai salah satu konsentrasi kajian pada program studi pendidikan
umum Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
B. Rumusan Masalah Penelitian
1. Identifikasi Masalah
Pendidikan dipandang sangat penting bagi kelangsungan eksistensi
manusia, baik dalam kedudukannya sebagai individu, anggota masyarakat, warga
negara, warga dunia dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Sehubungan
dengan itu, selain di dalam keluarga dan masyarakat, pendidikan
diselenggarakan pula di sekolah. Dalam perjalanan sejarah bangsa kita,
pemerintah pun turut bertanggung jawab mengurusi pendidikan bagi warga
negaranya. Memang ada perbedaan orientasi dan tujuan penyelenggaraan
pendidikan bagi setiap pemerintahan pada setiap zamannya. Bahkan pernah
terjadi juga penyelenggaraan pendidikan tersebut justru bertentangan atau tidak
sesuai dengan harapan bangsa kita. Ini terjadi seperti pada pendidikan yang
diselenggarakan pemerintahan kolonial Belanda dan pemerintahan pendudukan
militerisme Jepang. Respon atas keadaan ini, maka diselenggarakanlah
pendidikan oleh kaum pergerakan yang berupaya mewujudkan harapan bangsa.
Dalam konteks ini antara lain kita mengenal Ki Hadjar Dewantara dengan
Perguruan Nasional Taman Siswa-nya, Mohammad Syafei dengan INS
pendidikan yang diselenggarakan oleh berbagai ormas seperti Muhammadiyah,
Nahdlatul Ulama, dll. Deskripsi ini menunjukkan bahwa berbagai pihak
memandang pendidikan sebagai sesuatu yang penting.
Mengingat begitu pentingnya pendidikan, sejak kemerdekaannya, bangsa
Indonesia terus berupaya membangun sistem pendidikan nasionalnya. Berbagai
perubahan yang dimaksudkan sebagai inovasi telah diupayakan – baik
berkenaan dengan peraturan perundang-undangan, kurikulum, anggaran belanja
pendidikan, dsb. – yang ditujukan demi peningkatan pemerataan pendidikan,
relevansi pendidikan, efisiensi pendidikan dan mutu pendidikan. Tetapi dibalik
itu semua, belakangan dan hingga sekarang bangsa kita masih mengalami krisis
dalam berbagai aspek kehidupan (multi dimensi). Sehubungan dengan ini, boleh
jadi ada sesuatu yang salah dalam penyelenggaraan pendidikan nasional kita,
khususnya dalam penyelenggaraan pendidikan umum di sekolah. Apakah akar
penyebab permasalahan yang kita hadapi ini, dan bagaimana upaya untuk
mengatasinya?
Menyimak kesenjangan-kesenjangan faktual sebagaimana telah
dideskripsikan pada latar belakang penelitian, permasalahan yang kita hadapi
meliputi aspek teoretis dan aspek praksis. Aspek teoretis meliputi pengembangan
ilmu pendidikan termasuk landasan filosofis pendidikannya, sedangkan aspek
praksis meliputi kebijakan-kebijakan pendidikan yang diambil dan
praktek-praktek pendidikan yang diselenggarakan. Dengan asumsi bahwa teori
pendidikan seharusnya melandasi praktek pendidikan, maka akar pernyebab
permasalahan dalam bidang pendidikan umum yang kita hadapi ini hakikatnya
bersumber dari aspek teoretis. Adapun aspek teoretis yang paling mendasar
adalah mengenai landasan filosofis pendidikan.
Dalam upaya mengatasi berbagai permasalahan pendidikan, perubahan
atau “pembaruan” berupa kebijakan dan praktek-praktek pendidikan telah banyak dilakukan, demikian juga upaya pengembangan keilmuan pendidikan.
Sampai saat ini pemerintah telah beberapa kali mengambil kebijakan untuk
melakukan perubahan atau penyesuaian kurikulum. “Penyesuaian kurikulum di
menengah bahkan kurikulum di Indonesia dianggap yang paling sering diubah
dibandingkan dengan negara manapun” (Suryadi, 2012, hal. 84). Proyek
pengadaan buku pelajaran dan peningkatan kualifikasi pendidikan guru telah dan
sedang terus dilaksanakan. Demikian pula telah banyak penelitian pendidikan
dilakukan di berbagai LPTK. Namun demikian, semua ini belum menyentuh
akar penyebab permasalahan yang kita hadapi, karena upaya pemecahan masalah
tersebut lebih cenderung berkenaan dengan aspek praksis. Sekalipun riset ilmu
pendidikan telah banyak dilakukan, namun riset ini pun lebih berkenaan dengan
pedagogik praktis, sebaliknya kurang menyentuh pedagogik teoretis dan bahkan
sangat-sangat kurang menyentuh bidang filsafat pendidikan sebagai landasannya
yang ideal. Keadaan demikian merupakan fenomena yang umum terjadi,
sebagaimana dinyatakan O’neil bahwa: “Ironisnya, kapan saja seseorang
menghadapi problema pendidikan yang mendesak dan harus segera ditemukan
pemecahannya, cenderung untuk bergerak menjauhi yang ideal … dan berganti arah ke yang praktis …” (2008, hal. xxxiii) .
Hasil deduksi dari Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 disimpulkan bahwa penyelenggaraan pendidikan umum dalam
konteks pendidikan nasional idealnya berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada
nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap perubahan
zaman. Namun demikian, para ahli dan praktisi pendidikan – secara langsung
atau pun tidak langsung serta disadari maupun tidak disadari – dalam tataran
teoretis maupun praksisnya, turut dipengaruhi oleh filsafat pendidikan dengan
latar belakang budaya tertentu yang dikemukakan oleh berbagai filsuf dari mana
pun asalnya. Aplikasi secara membabibuta metode dan hasil riset kuantitatif
dalam bidang pendidikan, merupakan contoh “penerimaan” filsafat Positivisme
dalam pendidikan yang cukup fenomenal terjadi belakangan ini. Hal ini
sebagaimana dinyatakan Sanusi bahwa: “apabila di banyak lingkungan elit
politik dan elit pengusaha lebih signifikan berkumandangnya sekularisme, ...
sedang di banyak elit terpelajar lebih banyak tafsiran yang
Fenomena di atas menunjukkan bahwa penyelenggaraan pendidikan umum
belum sepenuhnya mengacu kepada landasan sebagaimana diamanatkan dalam
Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. Adapun
hal ini terjadi atas dasar dua kemungkinan sebagai penyebabnya. Pertama, kita
belum memiliki kejelasan tentang landasan pendidikan umum yang seharusnya
dianut, sehingga terombang-ambing ditengah-tengah pengaruh berbagai aliran
filsafat pendidikan yang ada. Kedua, sesungguhnya kita sudah diwarisi tentang
landasan pendidikan umum tersebut sebagaimana telah dirumuskan dan
dipraktekkan oleh para pemikir dan praktisi pendidikan terdahulu, tetapi kita
belum memiliki kejelasan tentang hal tersebut dan belum menginternalisasinya,
akhirnya kita terombang-ambing pula karena tidak berfungsinya landasan
pendidikan tersebut dalam praktek.
Penulis berasumsi bahwa kemungkinan yang kedua itulah yang dialami
oleh bangsa ini. Argumentasinya, bahwa dalam perjalanan sejarah bangsa kita,
telah banyak pemikir dan praktisi yang memperjuangkan pendidikan secara
kontekstual agar sesuai dengan eksistensi kita sebagai bangsa Indonesia, salah
seorang dari mereka adalah Ki Hadjar Dewantara. Ki Hadjar Dewantara telah
berpikir dan menyelenggarakan pendidikan yang bersifat kultural nasional. Ini
dapat kita pahami dari fakta-fakta yang dikemukakan para ahli sejarah dalam
konteks perjuangan beliau dalam upaya merebut kembali kemerdekaan bangsa
Indonesia dari kaum penjajah dan dalam perjuangannya untuk mengisi
kemerdekaan. Ki Hadjar Dewantara adalah salah seorang tokoh yang telah
mewariskan hasil pemikirannya tentang pendidikan serta memberikan teladan
pengaplikasiannya dalam penyelenggaraan pendidikan nasional.
2. Rumusan Masalah
Mengacu kepada uraian di atas, secara umum masalah penelitian ini
adalah: Bagaimanakah deskripsi filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara,
relevansinya sebagai teori pendidikan dan implikasinya terhadap praktek
pendidikan umum dalam konteks pendidikan nasional? Masalah tersebut dirinci
ke dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:
2) Apakah filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara relevan sebagai teori
pendidikan dalam konteks pendidikan nasional ?
3) Apa sajakah implikasi filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara terhadap
praktek pendidikan umum?
Ada beberapa istilah yang perlu dijelaskan sehubungan dengan masalah
penelitian di atas, yaitu: filsafat pendidikan, relevansi, implikasi, teori
pendidikan, praktek pendidikan umum, pendidikan nasional.
1)Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan adalah sistem konsep pendidikan yang bersifat
komprehensif mendasar sebagai hasil berfikir reflektif sistematis dan kritis
kontemplatif. Adapun sistem konsep pendidikan yang dimaksud adalah hasil
pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang telah dipublikasikan dalam bentuk tulisan
berupa artikel, brosur dan surat, serta pernyataan dalam pidato yang telah
didokumentasikan oleh Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.
2)Relevansi
Relevansi adalah hubungan sesuatu hal terhadap hal lainnya. Hubungan ini
menggambarkan tentang kesesuaian antara dua hal atau beberapa hal. Dalam
penelitian ini yang dimaksud relevansi adalah kesesuaian konsep filsafat
pendidikan Ki Hadjar Dewantara sebagai teori pendidikan dengan Pancasila,
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan
relevansinya dengan keadaan zaman.
3) Implikasi
Implikasi adalah suatu pernyataan yang menunjukkan keterlibatan sesuatu
hal terhadap hal lainnya; atau hal yang dapat dipahami sekalipun – sepanjang
belum tersingkap – belum terekspresikan di dalam sesuatu yang tersurat, namun
di dalamnya telah tersirat karena sesuatu yang dapat dipahami itu pada dasarnya
berada dalam sesuatu yang tersurat. Di dalam logika, implikasi dinotasikan
dengan lambang: p q (jika p maka q). Ada dua jenis operasi implikasi,
yaitu: (1) operasi implikasi dalam arti logika formal, dan (2) operasi implikasi
ini, jenis operasi implikasi nomor (2) itulah yang digunakan. Kriteria
kebenarannya dideskripsikan pada tabel 1.1.
Tabel 1.1
Kriteria Kebenaran Implikasi
P q lalu P q
i i
i o
i o
Keterangan: i = pernyataan benar; o = pernyataan salah.
Mengacu kepada uraian di atas, implikasi dalam penelitian ini
dimaksudkan sebagai makna tersurat maupun tersirat tentang praktek pendidikan
umum yang ideal dalam konteks pendidikan nasional yang diturunkan dari
filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara.
4. Teori Pendidikan
Dalam penelitian ini definisi teori pendidikan mengacu kepada pendapat
Kneller tentang teori, yaitu sebagai ”a set of coherent thought” (1971, hal. 41).
Kebenaran teori bukan didasarkan atas kesesuaiannya dengan realitas, melainkan
dengan asumsi-asumsi yang berlaku atau asumsi-asumsi yang dianut. Teori
demikian diperoleh dengan berpikir deduktif dari filsafat yang telah ada. Dalam
hal ini, maka teori pendidikan merupakan seperangkat fikiran yang berkaitan
erat sebagai petunjuk praktis. Teori pendidikan bukan sekedar penjelasan tentang
fenomena pendidikan, melainkan merupakan petunjuk untuk menyelenggarakan
dan/atau mengontrol praktek pendidikan.
5. Pendidikan Umum
Pendidikan umum adalah program pendidikan bagi semua orang (generasi
muda), dalam rangka mengembangkan nilai-nilai, sikap-sikap,
pemahaman-pemahaman dan keterampilan-keterampilan yang esensial berkenaan dengan
masalah pribadi, sosial, dan keagamaan secara terintegrasi agar dapat hidup
secara memuaskan dalam kedudukannya sebagai pribadi, anggota keluarga,
hakikatnya adalah program pendidikan untuk semua orang dalam rangka
memanusiakan manusia.
6. Pendidikan Nasional
Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar
pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap
tuntutan perubahan zaman (Pasal 1 ayat 2 UU RI No. 20 Tahun 2003).
C. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan mendeskripsikan filsafat pendidikan
Ki Hadjar Dewantara, relevansinya sebagai teori pendidikan dan implikasinya
terhadap praktek pendidikan umum dalam konteks pendidikan nasional.
Secara khusus penelitian ini bertujuan mendeskripsikan:
1. Filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara, meliputi konsep hakikat: realitas,
manusia, pengetahuan, nilai, tujuan pendidikan, kurikulum (isi pendidikan),
metode, serta peranan pendidik dan anak didik.
2. Relevansi filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara sebagai teori pendidikan
dalam konteks pendidikan nasional, meliputi relevansinya dengan: Pancasila,
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional, dan relevansinya dengan keadaan zaman.
3. Implikasi filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara terhadap praktek
pendidikan umum dalam konteks pendidikan nasional. Hal ini meliputi: dasar
praktek pendidikan umum, tujuan praktek pendidikan umum, makna dan
penyelenggaraan pendidikan umum, kurikulum, metode serta peranan
pendidik dan anak didik.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat Teoretis. Penelitian ini merupakan salah satu upaya
pengembangan ilmu pendidikan teoretis, khususnya filsafat pendidikan. Hasil
penelitian ini bermanfaat dalam rangka memperluas cakrawala dan kualitas
wawasan kependidikan, sehingga pemahaman terhadap pendidikan yang
simbol-simbolnya saja, melainkan sampai kepada akarnya. Selain itu, penelitian
ini bermanfaat dalam upaya meningkatkan apresiasi terhadap pemikir dan fikiran
tentang pendidikan nasional.
Manfaat Praktis. Hasil penelitian ini memiliki manfaat praktis sebagai
berikut:
1. Turut membangun konsep landasan filosofis pendidikan sebagai titik tolak
studi maupun praktek pendidikan – khususnya praktek pendidikan umum –
dalam konteks pendidikan nasional. Ini merupakan salah satu upaya dalam
rangka mewujudkan amanat Pasal 1 Ayat 2 Undang-Undang Republik
Indonesia tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
2. Memberikan masukan dalam rangka pengembangan kurikulum lembaga
pendidikan tenaga kependidikan (LPTK), yaitu berkenaan dengan mata kuliah
dasar profesi (MKDP) dan/atau mata kuliah keahlian (MKKF) Fakultas Ilmu
Pendidikan, khususnya mata kuliah landasan pendidikan dan mata kuliah
filsafat pendidikan.
3. Memberikan masukan dalam upaya penanganan masalah pendidikan umum,
khususnya masalah pendidikan karakter.
E. Struktur Organisasi Disertasi
Disertasi ini disusun menjadi lima bab, yaitu: bab I pendahuluan, bab II
kajian pustaka, bab III metode penelitian, bab IV temuan dan pembahasan, serta
bab V simpulan dan rekomendasi.
Bab I Pendahuluan menyajikan tentang latar belakang penelitian, rumusan
masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat teoritis dan manfaat praktis dari
hasil penelitian serta organisasi penulisan disertasi.
Bab II Kajian Pustaka mendeskripsikan empat hal pokok hasil kajian
pustaka. Pertama, tentang hakikat teori pendidikan dan praktek pendidikan.
Kedua, filsafat pendidikan sebagai teori pendidikan yang bersifat preskriptif.
Ketiga, filsafat pendidikan umum. Keempat, filsafat pendidikan Ki Hadjar
Bab III Metode Penelitian menjelaskan pendekatan dalam penelitian ini,
metode penelitian yang digunakan, instrumen penelitan yang digunakan, teknik
pengumpulan data, dan teknik analisis data penelitian.
Bab IV Temuan dan Pembahasan mendeskripsikan temuan-temuan
sebagai hasil penelitian sebagai jawaban atas masalah penelitian yang telah
dirumuskan. Selanjutnya, bab ini mendeskripsikan pembahasan atas
temuan-temuan penelitian yang dihasilkan.
Bab V Simpulan dan Rekomendasi, bab ini menyajikan simpulan-simpulan
dari hasil penelitian dan mengajukan rekomendasi kepada pihak-pihak terkait
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Metode Penelitian
Pendekatan. Objek penelitian ini adalah filsafat pendidikan seorang
tokoh, tokoh yang dimaksud yakni Ki Hadjar Dewantara. Objek penelitian ini
tidak diteliti dengan menggunakan pendekatan kuantitatif yang bersifat
positivistik, tetapi diteliti dengan pendekatan kualitatif. Ada dua jenis pendekatan
kualitatif, yaitu pendekatan kualitatif interaktif dan pendekatan kualitatif
non-interaktif. Karena data penelitian ini bersumber dari dokumen yang telah
dibukukan, dan mengingat Ki Hadjar Dewantara telah tiada – beliau wafat pada
tanggal 26 April 1959 – maka penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
non-interaktif.
Metode. Untuk dapat mendeskripsikan filsafat pendidikan Ki Hadjar
Dewantara, penelitian dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif. Jenis
metode penelitian deskriptif yang digunakan yakni metode penelitian
kepustakaan. Sebagaimana dikemukakan Kaelan, metode penelitian kepustakaan
tergolong metode deskriptif, dalam penelitian bidang filsafat metode tersebut
diterapkan dalam penelitian fikiran filsafat seorang tokoh (2005, hal. 58-60;
247-250).
B. Sumber Data, Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data
Sumber Data. Sumber data penelitian ini adalah artikel-artikel karya Ki
Hadjar Dewantara berkenaan dengan pendidikan dan kebudayaan. Artikel-artikel
tersebut telah diterbitkan pada berbagai surat kabar, majalah dan penerbitan
lainnya. Selain itu, ada juga teks pidato, surat, dan brosur. Artikel yang diteliti
berjumlah 168, adapun artikel-artikel tersebut telah terdokumentasikan dalam
empat buku di bawah ini:
1. Madjelis Luhur Persatuan Taman Siswa. (1967). Karja Ki Hadjar
Dewantara, Bagian II A: Kebudayaan, Jogjakata: Madjelis Luhur
Persatuan Taman Siswa.
2. Madjelis Luhur Persatuan Taman Siswa. (1968). Ki Hadjar Dewantara:
3. Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa. (1977). Karya Ki Hadjar
Dewantara, Bagian Pertama: Pendidikan. Cetakan Kedua. Yogyakarta:
Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.
4. Majelis Majelis Luhur Taman Siswa. (1980). Taman Siswa 30 Tahun
(1922-1952). Cetakan Ketiga. Jogyakarta: Majelis Luhur Taman Siswa.
Tabel 3.1
Daftar Artikel Karya Ki Hadjar Dewantara
NO JUDUL ARTIKEL
Ko-edukasi dan Ko-instruksi atau Mendidik dan Mengajar Anak-anak Perempuan dan laki-laki Bersama-sama.
Pengajaran Nasional
Pembahagian Pelajaran Kebangsaan Buat Tiap-tiap Tingkat Pengajaran.
Pengajaran dan Pendidikan dengan Dasar Kebangsaan. Sifat dan Maksud Pendidikan.
Perguruan Nasional.
Konkordansi dan Konvergensi.
Pengajaran bagi Rakjat Kita Kurang dan Mengecewakan. Protes PGHB atau Hancurnya Sistim HIS Kolonial.
Bertumbuhnya Peruruan Nasional di atas Kubur
Westersch-Koloniaal Schoolsysteem.
Nomenclatuur dalam Pendidikan Kebangsaan.
Sekedar Riwayat “Permusyawaratan Perguruan Indonesia”. Mobilisasi Intelektual Nasional untuk Mengadakan Wajib Belajar.
Kritik dari Seorang Profesor. Hubungan Internasional.
Taman Madya (SMA Nasional).
28. Pembukaan Taman Tani Taman Siswa
Mempertinggi dan Memperteguh Pendidikan Pengajaran Rakyat.
Memperluas, Memperdalam dan Mempertinggi Pengajaran Rakyat.
Dasar Pendidikan dan Maksud Tujuan Pengajaran. Pendidikan.
Dasar-dasar dan Azas-azas Pembaharuan Pengajaran. Sangup dan Mampu Memilih Kebudayaan yang Baik untuk Bangsa Indonesia.
Tentang Differiansiasi S.M.U.A. I dan Reorganisasi S.M.U.A. I dan II di Yogyakarta.
Pembaharuan Pengajaran.
Pendidikan Rakyat secara Kilat dan Serentak. Kedudukan Sekolah Partikelir di dalam Republik. Satu Bangsa, Satu Kebudayaan.
Pengajaran Agama dalam Sekolah.
Belajar sambil Bekerja dan berlatih Mengabdi Masyarakat. Ikhtisar Perkembangan Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia.
Taman Siswa dan Shanti Niketan.
Pandit Nehru Berkunjung ke Taman Siswa. Subsidi Sekolah Partikelir.
Badan Kongres Pendidikan Indonesia. Sistim Pendidikan Guru Secara Integral.
Pengajaran Kepandaian dalam Taman Siswa. Guru dan Serimpi, Tani dan Wartawam
Kebudayaan dan Pengajaran dalam Hubungan antara Negara.
Pendidikan dan Pengajaran untuk Seluruh Indonesia.
Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan bagi Golongan-golongan Minoritet.
Methode Montessori, Frobel dan Taman Anak. Tentang Permainan Kanak-kanak.
Tentang Forobel dan Methodenya. Permainan Kanak-kanak
Kesenian Kanak-kanak.
Dr. Maria Montessori Penganjur Pendidikan Merdeka. Pendidikan Taman Kanak-kanak dan Kebudayaan. Taman Indria.
64.
Dasar-dasar Pendidikan di dalam Tonil
Gunanya Wirama di dalam Pendidikan dan Hidup Manusia. Permainan Tari dan Lagu di dalam Pendidikan.
Hubungan Pendidikan dan Kultur. Kultur dan Kunst di dalam Perguruan. Kesenian di dalam Pendidikan.
Pendidikan dan Kebudayaan. Pendidikan di dalam Sandiwara.
Hubungan Kesenian dengan Pendidikan.
Dasar-dasar Umum dan Garis-garis Besar Pendidikan Kesenian Taman Siswa..
Faedahnya Sistim Pondok.
Sistim Pondok dan ashrama Itulah Sistim Nasional. Dasar-dasar Pondok-Ashrama Taman Siwa.
Keluarga sebagai Pusat Pendidikan. Pengaruh Pondok atau Internat. Pendidikan Keluarga.
Pengaruh Keluarga terhadap Hidup Tumbuhnya Budipekerti.
Hidup Keluarga sebagai Sendi Persatuan.
Ketertiban, Perintah dan Paksaan Faham Tua dan Faham Baru.
Garis Hidup Berlingkaran (Concentriciteitsbeginsel). Hal Watak.
Tabiat Pengrusak Lahir dan Pengrusak Batin: Vandalisme dan Terorisme.
Soal Nafsu dan Naluri Keturunan.
Kursus Psychologi untuk Kaum Ayah-Ibu di dalam Keluarga.
Apakah yang dinamakan Jiwa itu ? Ceritera Takhyul tentang anak kalap.
Korsluiting, Ansteckung dan Hilangnya Penguasa Diri di
dalam Jiwa Manusia.
Tentang Instinct, Intuisi, Laku dan Ilmu dalam hal Pendidikan.
Tentang Dasar dan Ajar.
Masuknya Pengaruh-pengaruh kedalam Jiwa Kanak-kanak. Trisakti Jiwa
Disiplin.
Ilmu Adab atau Ethik. Tentang Adat Istiadat.
101.
Senyari Bumi Sedumuk Batuk Dilakoni Taker Pati Apakah Adab dan Kesusilaan Itu ?
Pengajaran Budipekerti.
Pengajaran Bahasa.
Bahasa Jawa sebagai Bahasa Pengantar di Sekolah MULO. Huruf Latin Itulah Huruf Internasional
Pengajaran Bahasa yang Rasionil.
Hanya Bahasa Indonesia Berhak Menjadi Bahasa Persatuan. Soal Menulis Bahasa Jawa dengan Huruf Jawa dan Latin. Soal Bahasa Jawa di dalam Taman Siswa.
Soal Pelajaran Bahasa Jerman. Soal Bahasa.
Bahasa-bahasa Asing.
Soal Bahasa Belanda adalah Soal Perjoangan Nasional.
Asosiasi antara Timur dan Barat. Kebangsaan.
Manusia dan Kodrat Alam. Adat di dalam Hidup Chalayak. Kultur atau Kebudayaan.
Menyehatkan Turunan: Bibit, Bebet, Bobot. Pembaharuan Adab.
Perajaan Oranje.
Hubungan Kulturil antara Indonesia dengan Bangsa-bangsa diluar Indonesia.
Perkembangan Kebudayaan dalam Djaman Merdeka. Menudju Kearah Kesatuan Kebudajaan.
Hubungan dan Imbangan antara Kebudajaan Daerah dan Kebudajaan nasional.
Bahasa dan Bangsa,
Bagaimana Kedudukan Bahasa-bahasa Pribumi (djuga bahasa Tionghoa dan Arab) di satu Pihak dan Bahasa Belanda dilain pihak dalam Pengadjaran?
141.
Hubungan Njanjian dan Musik Djawa dengan Pendidikan dan Kesusasteraan.
Dasar Pengetahuan serta Pengadjaran Gending Djawa. Bedaja dan serimpi.
Kesenian Daerah dalam Persatuan Indonesia. Sifatnja Lagu Timur.
Ilmu Lagu.
Kodrat Perempuan.
Perempuan dalam Dunia Pendidikan.
Pengaruh Perempuan pada Barang dan Tempat Kelilingnja. Perempuan dan Sport.
Wanita Taman Siswa.
Kemadjuan Adab Perempuan.
Berkobarnja Rasa Kehormatan dan Rasa Kebangsaan. Lapangan kerja Bagi Perempuan.
Pakaian Nasional Kita.
Sambutan Ki Hadjar Dewantara pada Kongres “Java Instituut” Kelima di Surakarta, Desember 1929.
Latihan Kesusasteraan dan Kesenian dalam Kerabat Paku Alam.
Radio sebagai Alat Kemadjuan Adab. Hal Tahun Baru Djawa.
Penilaian Europa terhadap Tari Djawa. Hubungan Kita dengan Rabindranath Tagore.
Tiga Puluh Tahun Berjuang dan Membangun Azas-azas dan Dasar-Dasar Tamansiswa.
Kebudayaan Nasional dan Hubungan dengan Kebudayaan Bangsa-bangsa Lain.
Sepuluh Fatwa Akan Sendi “Hidup Merdeka”. Pangkal-pangkal Roch Taman Siswa
Vrijheidsherdenking en Vrijheidsberooving (Peringatan dan
Perampasan Kemerdekan).
Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data. Instrumen utama dalam
penelitian ini adalah peneliti sendiri. Dalam rangka mengumpulkan data, peneliti
menggunakan alat perekam data berupa format kodifikasi data. Format ini
merupakan hasil modifikasi dari kartu data yang biasa digunakan sebagai alat
Mengingat sumber data penelitian ini berupa artikel-artikel karya Ki Hadjar
Dewantara berkenaan dengan pendidikan dan kebudayaan yang telah dibukukan,
maka pengumpulan datanya dilakukan melalui teknik analisis dokumen (Furqon
dan Emilia, 2010, hal. 55). Analisis dokumen dilakukan melalui langkah sebagai
berikut:
1. Menetapkan peta penelitian.
Peta penelitian ditetapkan untuk mendapatkan kejelasan arah atau pedoman
mengenai unsur-unsur filsafat pendidikan yang akan dikumpulkan datanya. Peta
penelitian ditetapkan berdasarkan hasil kajian pustaka mengenai filsafat
pendidikan, khususnya mengenai pendekatan-pendekatan dalam studi filsafat
pendidikan. O’neil mengidentifikasi tiga pendekatan dalam studi filsafat
pendidikan, yaitu: 1) pendekatan analisis problema atau pendekatan analitis,
2) pendekatan sistem-sistem formal dan 3) pendekatan filosofi-filosofi pendidikan
(2008, hal. 12). Pendekatan studi filsafat pendidikan yang dipandang tepat
diaplikasikan dalam konteks penelitian ini adalah pendekatan sistem-sistem
formal.
Berdasarkan kajian terhadap pendekatan sistem-sistem formal dalam studi
filsafat pendidikan sebagaimana dikemukakan O’neil (2008) dan sebagaimana
dipraktekkan oleh Kneller (1971) dan Power (1982) didapatkan empat unsur
filsafat umum dan empat unsur pendidikan yang harus dikumpulkan datanya
mengenai fikiran filsafat seorang tokoh. Empat unsur filsafat umum meliputi:
hakikat realitas, hakikat manusia, hakikat pengetahuan dan hakikat nilai.
Sedangkan empat unsur pendidikan meliputi: tujuan pendidikan, kurikulum atau
isi pendidikan, metode pendidikan serta peranan pendidik dan anak didik. Hal
UNSUR UNSUR FILSAFAT UMUM PENDIDIKAN
- Hakikat Realitas - Tujuan Pendidikan
- Hakikat Manusia - Kurikulum Pendidikan - Hakikat Pengetahuan - Metode Pendidikan
- Hakikat Nilai - Peranan Pendidik dan
Anak Didik, dst.
Gambar 3.1
Peta Penelitian Filsafat Pendidikan
Peta penelitian berfungsi sebagai pedoman dalam rangka pengumpulan
data agar mengarah kepada konstruksi teoretis mengenai filsafat pendidikan dari
tokoh yang diteliti. Peta penelitian masih bersifat ”hipotesis”, karena itu peta
penelitian masih dapat dikembangkan berdasarkan hasil pengumpulan data.
Sebagaimana dikemukakan Kaelan, dalam studi kepustakaan, hasil pengumpulan
data pada tahap membaca simbolik adalah penting untuk memenuhi dan
mengembangkan peta penelitian (2005, hal. 157).
2. Mengidentifikasi dokumen berupa buku-buku yang berisi artikel-artikel karya
Ki Hadjar Dewantara yang dipandang relevan sebagai sumber data.
Langkah ini adalah untuk menentukan dokumen atau buku-buku yang tepat
dijadikan sumber data. Caranya dengan membaca judul buku dan daftar isi buku
yang bersangkutan. Artikel yang dimuat pada dokumen atau buku yang ditetapkan
sebagai sumber data adalah yang bersifat primer. Artinya, sumber data penelitian
ini adalah artikel, teks pidato, brosur dan surat yang ditulis oleh Ki Hadjar
kegiatan pada langkah ini telah disajikan pada pada tabel 3.1 Daftar Artikel
Karya Ki Hadjar Dewantara pada halaman 68 s.d. 72.
3. Membaca dokumen.
Membaca dokumen dilakukan melalui dua tahap, yaitu membaca dokumen
pada tingkat simbolik dan pada tingkat semantik.
Pada tingkat simbolik terlebih dahulu membaca dilakukan terhadap judul
buku dan daftar isi. Selanjutnya, membaca bab dan sub bab yang ada. Sedangkan
pada tingkat semantik membaca dilakukan dengan cara lebih detail dibanding
pada tingkat simbolik. Dalam penelitian kuantitatif analisis data dilakukan
setelah data selesai dikumpulkan. Namun dalam penelitian ini, dalam kegiatan
pengumpulan data melalui membaca dokumen atau teks, analisis terhadap data
sesungguhnya sudah dilakukan. Analisis tersebut dilakukan dalam rangka
menangkap esensi fikiran dari data yang besangkutan untuk pada akhirnya
didapatkan kategori-kategori data atau konsep-konsep mengenai data yang
dikumpulkan.
4. Mencatat data pada format kodifikasi data.
Data hasil membaca dokumen dicatat pada format kodifikasi data dan
secara sistematis diberi kode atau nama konsep. Pencatatan data dilakukan dengan
cara quotasi. Adapun kodifikasi dilakukan dengan memberikan nama konsep
sesuai dengan konsep yang terkandung di dalam data yang bersangkutan.
C. Analisis Data
Data penelitian yang telah dikumpulkan belum dapat menjawab masalah
penelitian, data tersebut belum menggambarkan konstruksi teoretis filsafat
pendidikan yang dicari. Karena itu setelah data penelitian terkumpulkan,
selanjutnya dilakukan analisis data. Data yang terkumpul berupa buah fikiran
filsafati seorang tokoh, sejalan dengan fikiran Dilthey, data tersebut tergolong ke
dalam data Geisteswissenschaften (dalam Sumaryono, 1993, hal. 47). Data berupa
fikiran-fikiran dari seorang tokoh yang diungkapkan dalam suatu teks bukanlah
sekedar objek, tetapi sekaligus juga subjek (Schleiermacher dalam Poespoprodjo
a, 1987, hal 41; Baker dan Zubair, 1990, hal. 36). Data memiliki makna yang
sesuatu dan bersifat menyejarah. Menurut Schleirmacher data demikian memiliki
sisi luar dan sisi dalam atau Geist, sedangkan Dilthey menyebutnya ekspresi yang
memiliki kategori luar-dalam (dalam Poespoprodjo a, 1987, hal. 37, 50). Ricoeur
ternyata juga sepakat dengan Schleiermacher dan Dilthey, ia mengibaratkan
bahwa bahasa bukan sekedar bunyi-bunyian tetapi komunikasi. Kursi tidak
semata-mata sebagai objek yang terbuat dari kayu, melainkan sebagai kedudukan
sosial, dan sebagainya (dalam Baker dan Zubair, 1990, hal. 42). Mengingat
karakteristik data penelitian sedemikian itu, maka untuk dapat menjawab
masalah penelitian yang telah dirumuskan analisis data dilakukan dengan
menggunakan metode hermeneutik (Baker dan Zubair, 1990, hal. 41; Puspoprojo,
1987, hal. 168; Sumaryono, 1993, hal. 46, 49; Kaelan, 2005, hal 80).
Dalam rangka hermeneutik ditempuh lima langkah umum analisis data,
yaitu:
1. Reduksi data.
2. Klasifikasi data.
3. Display data.
4. Interpretasi data.
5. Penarikan kesimpulan.
Terhadap data penelitian yang telah terkumpulkan yang direkam dalam
format kodifikasi data, selanjutnya dilakukan reduksi. Reduksi data adalah
kegiatan memilah dan memilih data yang dibutuhkan sesuai peta penelitian.
Reduksi data ditujukan ke arah konstruksi teoritis filsafat pendidikan sesuai
masalah dan tujuan penelitian.
Ada tiga kemungkinan mengenai hasil reduksi data. Data yang
terkumpulkan mungkin kurang memenuhi unsur-unsur sebagaimana telah
ditetapkan dalam peta penelitian, mungkin sesuai dengan unsur-unsur
sebagaimana ditetapkan dalam peta penelitian, dan mungkin juga melebihi
unsur-unsur sebagaimana ditetakan dalam peta penelitian. Hal ini wajar terjadi, sebab
peta penelitian itu peranannya adalah sebagai pedoman berdasarkan hasil kajian
pustaka, peta penelitian ini ibarat hipotesis di dalam penelitian kuantitatif.
maka peneliti harus mengumpulkan data tambahan. Sedangkan apabila datanya
melebihi unsur-unsur pada peta penelitian, maka peneliti harus menyempurnakan
atau memperbaiki peta penelitiannya.
Setelah direduksi, data penelitian selanjutnya diklasifikasi atau
dikelompokan berdasarkan unsur-unsur dalam peta penelitian. Data dari berbagai
artikel digolong-golongkan atau dikelompokan menurut unsur-unsur peta
penelitian. Demikian pula data-data yang khusus yang pada awalnya belum
terwadahi dalam peta penelitian digolong-golongkan berdasarkan kelompok
unsurnya.
Data yang sudah terorganisir melalui pengklasifikasian, selanjutnya
di-display atau disajikan dengan cara disusun dalam suatu sistem sesuai dengan peta
penelitian. Display data disusun dan diarahkan menuju konstruksi teoretis
mengenai filsafat pendidikan dari tokoh yang sedang diteliti.
Interpretasi data (hermeneutik) dilakukan dengan mengaplikasikan
prinsip-prinsip dasar tertentu yang dikemukakan para pengembang hermeneutika, yaitu:
Schleiermacher, Dilthey, Gadamer, Habermas, Heidegger, Ponty dan Ricoeur.
Prinsip-prinsip dasar dalam prosedur hermeneutik yang dimaksud adalah sebagai
berikut:
1. Tujuan hermeneutik adalah untuk memahami (verstehen) ekspresi atau isi
suatu teks.
2. Hermeneutik dilakukan dengan bertolak dari pengalaman yang hidup atau
terhayati (erlibnis). Pengalaman ini akan membangun latar belakang
pengetahuan sebagai prapemahaman (pre-undestanding) yang menjadi
horizon atau cakrawala pandang mengenai teks yang akan dipahami. Sebab
sebagaimana dikemukakan Gadamer dan Ricour, hermeneut tidak
menginterpretasi dengan jiwa atau fikiran yang kosong (tabula rasa),
melainkan dengan sesuatu yang oleh Heidegger disebut vorstruktur, yaitu:
apa yang sudah dimiliki (vorhabe) , apa yang sudah dilihat (vorsicht), dan apa
yang sudah ditangkap (vorgriff) (Poespoprodjo, 1987, hal. 96, 175;
3. Hermeneutik dilakukan dalam situasi hubungan dialogis dan rasa simpati.
Hubungan dialogis dan rasa simpati mengimplikasikan peneliti harus
membuang prakonsepsi agar menjadi terbuka terhadap apa yang dikatakan
oleh suatu teks. Dalam konteks ini hubungan antara peneliti dengan yang
diteliti bukan hubungan antara subjek dengan objek seperti di dalam
penelitian kuantitatif positivistik, sebaliknya merupakan hubungan antara
subjek dengan subjek. Implikasinya, hubungan ini pun adalah berdasarkan
rasa simpati.
4. Teks dipahami dalam konteks yang bersifat holistik.
5. Upaya memahami dilakukan melalui lingkaran hermeneutik.
6. Mengaplikasikan logika induksi dan deduksi, tetapi logika saja tidak cukup
untuk memahami, karena itu juga membutuhkan loncatan yang bersifat intuitif
(Schleiermacher dalam Poespoprodjo, 1987, hal. 44).
Setelah filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara terdeskripsikan,
selanjutnya dilakukan analisis relevansinya sebagai teori pendidikan dalam
konteks pendidikan nasional, dan analisis implikasinya terhadap praktek
pendidikan umum.
1. Analisis relevansi filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewatara sebagai teori
pendidikan dalam konteks pendidikan nasional.
Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan:
Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap perubahan zaman.
Mengacu kepada pengertian di atas, analisis relevansi filsafat Ki Hadjar
Dewantara dalam konteks pendidikan nasional dilakukan meliputi relevansinya
dengan empat hal berikut ini:
1) Pancasila.
2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, meliputi:
3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional, meliputi:
a. Pasal 1 ayat 1 (Pengertian Pendidikan).
b. Pasal 1 ayat 2 (Pengertian Pendidikan Nasional).
c. Pasal 2 (Dasar Pendidikan Nasional).
d. Pasal 3 (Fungsi Pendidikan Nasional).
e. Pasal 3 (Tujuan Pendidikan Nasional).
f. Pasal 4 (Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan).
g. Pasal 15 dan 36 (Kurikulum).
h. Pasal 33 (Bahasa Pengantar).
i. Pasal 1 ayat 7 dan Pasal 13 (Jalur Pendidikan).
4) Keadaan zaman, yaitu masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang.
Analisis relevansi dilakukan dengan mencocokan kesesuaian makna
konsep-konsep pendidikan di dalam filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara
dengan makna konsep-konsep pendidikan pada pasal-pasal tersebut di atas yang
termaktub dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
2. Analisis Implikasi Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara terhadap Praktek
Pendidikan Umum.
Penelitian ini bertujuan menyingkap makna tentang konsep praktek
pendidikan umum yang ideal dalam konteks pendidikan nasional dari filsafat
pendidikan Ki Hadjar Dewantara. Konsep praktek pendidikan umum yang
dimaksud meliputi enam hal, yaitu:
1) Dasar praktek pendidikan umum.
2) Tujuan pendidikan umum.
3) Makna pendidikan dan penyelengaraan pendidikan umum.
4) Kurikulum atau isi pendidikan umum.
5) Metode praktek pendidikan umum.
6) Peranan pendidik (guru).
Di dalam logika, implikasi dinotasikan dengan lambang: p q (jika
p maka q). Ada dua jenis operasi implikasi, yaitu: Pertama, operasi implikasi
dalam arti logika formal, sedangkan yang kedua, operasi implikasi dalam arti
logika yang mengacu kepada suatu ontologi tertentu. Analisis data untuk
menyingkap implikasi filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara terhadap praktek
pendidikan umum dalam penelitian ini, jenis operasi implikasi yang kedua itulah
yang digunakan. Sehubungan hal tersebut, maka kriteria kebenarannya adalah
sebagaimana dideskripsikan pada tabel berikut ini.
Tabel 3.2
Kriteria Kebenaran Implikasi
P q lalu P q
i i
i o
i o
Keterangan:
i = pernyataan benar. o = pernyataan salah.
D. Adekuasi
Suatu penelitian mesti dapat dipertanggungjawabkan, dalam penelitian
kuantitatif pertanggungjawaban ini berkenaan dengan validitas internal, validitas
eksternal, reliabilitas dan objektivitasnya. Sedangkan dalam penelitian kualitatif
dikenal dengan kredibilitas (credibility), transferabilitas (transferability),
auditabilitas (auditability) dan konfirmabilitas (confirmability) (Nasution, 1988,
1. Kredibilitas (”Validitas Internal”).
Dalam penelitian kuantitatif validitas internal mempersoalkan ketepatan
instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel yang sesunnguhnya,
sedangkan dalam penelitian kualitatif dikenal dengan istilah kredibilitas, yaitu
kesesuaian konsep peneliti dengan konsep responden (Nasution, 1988, hal. 122).
Upaya untuk menjamin kredibilitas penelitian dapat dilakukan melalui: a.
pengambilan data dari sumber primer, b. ”instrumen” penelitiannya adalah
peneliti sendiri, c. peer debriefing dan seminar, d. triangulasi dan e. member
chek.
a. Sumber Data Primer.
Sebagaimana telah dikemukakan pada sub bab B pada bab III, sumber data
penelitian ini bersifat primer, yaitu berupa artikel, brosur, surat dan pidato Ki
Hadjar Dewantara yang telah didokumentasikan berupa buku yang diterbitkan
oleh Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa. Dengan demikian, data yang
dikumpulkan terjamin orisinalitasnya.
b. ”Instrumen” Penelitian.
Untuk memahami filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara, baik yang
tersurat dan yang tersirat di dalam teks atau buku tentu dibutuhkan instrumen
penelitian yang adekuat, yang sesuai dengan objek penelitian tersebut. Plotinos
(meninggal 270 M) mengingatkan: Nothing can be known without there being an
appropriate ”instrument” in the makeup of the knower. ... the understanding of
the knower must be adequate to the thing to be known (dalam Schumacher, 1980,
hal. 50).
Teks pendidikan dan kebudayaan karya Ki Hadjar Dewantara bukan
sekedar rangkaian huruf atau lambang-lambang yang bersifat objektif, tetapi
merupakan ekspresi dari Ki Hadjar Dewantara yang juga bersifat subjektif. Teks
tersebut memiliki makna yang dibangun dalam konteks yang integral dalam
komunikasi dengan segala sesuatu dan bersifat menyejarah. Mengacu kepada
pendapat Schleirmacher, Dilthey dan Ricoeur, maka teks mengenai pendidikan
dan kebudayaan karya Ki Hadjar Dewantara mempunyai sisi luar yaitu tata