• Tidak ada hasil yang ditemukan

Alfan.muttaqin.bppt.go.id. Intisari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Alfan.muttaqin.bppt.go.id. Intisari"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1. UPT Hujan Buatan, Jalan MH Thamrin No 8, Jakarta Pusat Email penulis pertama : alfanmuttaqin@gmail.com

KORELASI ANTARA DATA CURAH HUJAN

PENAKAR MANUAL DAN TRMM (TROPICAL RAINFALL

MEASURING MISSION) GIOVANNI TOVAS.

(STUDI KASUS TEKNOLOGI MODIFIKASI CUACA UNTUK

MENANGGULANGI KABUT ASAP KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI

RIAU TAHUN 2014)

1

A. Muttaqin, 2Tukiyat, 3Purwadi, 4T.H. Seto Alfan.muttaqin.bppt.go.id

Intisari

Telah dilakukan kajian tentang korelasi antara data curah hujan yang terukur di Pos Meteorologi dan data curah hujan yang terukur pada TRMM (Tropical Rainfall Measuring Mission). Data curah hujan merupakan data curah hujan rata – rata harian dibeberapa titik yang ada di Provinsi Riau. Data yang digunakan dalam kajian ini adalah data hujan dari tanggal 16 Maret sampai dengan 28 April 2014. Pengujian korelasi dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment Pearson dengan asumsi bahwa data terdistribusi normal. Dari hasil perhitungan dengan korelasi Pearson didapatkan nilai korelasi sebesar 0,52. Korelasi yang terhitung sebesar 0,52 masuk kedalam kategori CUKUP. Selain pengujian korelasi, data curah hujan juga dianalisa dengan uji perbandingan streamline yang terbentuk pada diagram kartesius. Tanpa melihat besarnya nilai curah hujan tetapi dengan melihat pola terbentuknya streamline terlihat tanggal 16 Maret sampai dengan tanggal 21 Maret 2014 pola yang terbentuk cenderung berkebalikan dimana ketika data curah hujan pada Posmet turun curah hujan pada TRMM justru malah naik. Sementara mulai tanggal 22 Maret 2014 sampai akhir tanggal 28 April 2014 terlihat tren stream line yang cenderung berpola mirip walaupun ada beberapa titik yang saling berkebalikan sehingga secara umum terlihat polanya mirip.

Kata kunci : Curah hujan, Posmet, TRMM, Korelasi.

Abstract

Studied correlation between data rainfall in Post Meteorological (Posmet) and rainfall data on TRMM (Tropical Rainfall Measuring Mission) have been done. Precipitacion is average rainfall data at the daily average some point in Province of Riau. Data used in this study is data from 16 March to 28 April, 2014. Correlation testing was done by using Pearson Product Moment correlation with assumption that data were normally distributed. From the calculation of Pearson correlation obtained correlation value is 0.52. Correlations were calculated is 0.52, category ENOUGH. In addition to testing the correlation, data rainfall were also analyzed with a streamlined comparison test were formed on Cartesian diagram. Without seeing the value of rainfall but by looking at the pattern formation of streamlined look dated March 16 until March 21, 2014 established pattern which tends to reverse when the rainfall data Posmet down on TRMM rainfall actually even go up. While the start date of March 22, 2014 until the end date of 28 April 2014 visible trends that tend to stream line pattern is similar, although there are a few points of each other so that in general the pattern looks similiar.

Keywords: Rainfall, Posmet, TRMM, Correlation.

1.

PENDAHULUAN

Data curah hujan merupakan data yang setiap hari disajikan dalam kegiatan brefing pada

kegiatan Teknologi Modifikasi Cuaca baik untuk menambah curah hujan maupun mengurangi curah hujan. Data curah hujan ini biasanya

(2)

digunakan untuk mengevaluasi kejadian hujan yang terjadi kemarin. Data curah hujan berasal dari posmet yang dimiliki BPPT dan BMKG. Data Curah hujan tersebut diambil dengan alat yang berbentuk seperti corong dan yang terukur merupakan hujan yang terjadi pada Lokasi koordinat dimana alat ukur diletakkan. Hujan yang terukur merupakan hujan yang masuk kedalam corong dan tertampung didalam bejana tampung. Bejana tampung yang menampung kejadian hujan perhari sudah terdapat ukurannya yaitu mm/hari.

Sebaran hujan tidak bisa dilihat dari data curah hujan yang terukur dari posmet baik dari BPPT maupun BMKG, biasanya untuk melihat pola sebaran hujan yang telah terjadi yaitu dengan melihat data dari TRMM. Data TRMM merupakan data precipitasi (hujan) yang didapat dari satelit meteorologi TRMM (Tropical Rainfall Measuring Mission) dengan sensornya PR (Precipitation Radar), TMI (TRMM Microwave Imager), dan VIRS (Visible and Infrared Scanner), CERES (Clouds and the Earth’s Radiant Energy System), dan LIS (Lightning Imaging Sensor).

Dalam paper ini akan menyajikan hubungan atau korelasi antara data curah hujan hasil pengukuran posmet yang biasa dijadikan patokan hasil hujan dan data TRMM yang biasa dijadikan sebagai acuan sebaran hujan. Pengukuran curah hujan dilakukan di posmet yang ada di wilayah Provinsi Riau. Wilayah tersebut terdiri dari beberapa titik posmet namun tidak semua titik posmet digunakan dalam paper ini. Curah hujan masing – masing posmet didalam wilayah tersebut kemudian dijumlah dan dirata – ratakan untuk mendapatkan nilai curah hujan rata – rata wilayah. Curah hujan TRMM diambil dari Giovanni Tovas dengan resolusi 0.25 x 0.25 pixel yang juga berada didalam wilayah yang dijadikan acuan. Untuk mengetahui bagaimanakah korelasi curah hujan wilayah jika dibandingkan dengan curah hujan TRMM maka dibuatlah paper ini. Sehingga pembuatan paper ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara curah hujan penakar yang ada di posmet dan curah hujan di TRMM.

2.

DASAR TEORI

2.1.

Curah Hujan

Endapan (presipitasi) didefenisikan sebagai bentuk air cair dan padat (es) yang jatuh ke permukaan bumi. Meskipun kabut, embun, dan embun beku (frost) dapat berperan dalam alih kebasahan (moisture) dari atsmosfer ke permukaan bumi, unsur tersebut tidak ditinjau sebagai endapan. Bentuk endapan adalah hujan, gerimis, salju dan batu es hujan (hail). Hujan adalah bentuk endapan yang sering dijumpai dan di Indonesia yang dimaksud endapan adalah curah hujan. (Bayong THK, 2004)

Bayong THK pada tahun 2004 menyatakan curah hujan dan suhu merupakan unsur iklim yang sangat penting bagi kehidupan di

bumi. Jumlah curah hujan dicatat dalam inci atau millimeter (1 inci = 25.4 mm). Jumlah curah hujan 1 mm artinya tinggi air hujan yang menutupi permukaan 1 mm, jika air tersebut tidak meresap ke dalam tanah atau menguap ke atmosfer.

Curah hujan 1 mm adalah jumlah air hujan yang jatuh di permukaan per satuan luas ( m2 ) dengan catatan tidak ada yang menguap, meresap atau mengalir. Jadi, curah hujan sebesar 1 mm setara dengan 1 liter/ m2 . (Aldrian. E, 2011) Intensitas hujan adalah banyaknya curah hujan per satuan jangka waktu tertentu. Apabila dikatakan intensitas besar, berarti hujan lebat dan ini kurang baik bagi tanaman dan peternakan, karena dapat menimbulkan erosi dan banjir. (Kertasapoetra, A. G, 2008)

Menurut Benyamin Lakitan (1994), curah hujan diukur dengan menggunakan alat ukur curah hujan yang berbentuk silinder dengan bagian atas terbuka (untuk menerima butiran air hujan yang jatuh). Alat ini dipasang di tempat terbuka, sehingga air hujan akan diterima langsung oleh alat ini. Satuan yang digunakan adalah milimeter (mm) dan ketelitian pembacaannya sampai dengan 0.1 mm. Pembacaan dilakukan sekali sehari pada pukul 07.00 pagi hari. Alat ukur curah hujan ini ada yang manual (Ombrometer) dan ada yang dirancang untuk pengukuran secara kontinu (Otomatis).

Gambar 1. Alat Pengukur Curah Hujan (Ombrometer, Rain Gauge) Selain itu, data klimatologi dapat pula berupa jumlah hari hujan dan intensitas curah hujan. Intensitas curah hujan merupakan ukuran jumlah hujan per satuan waktu tertentu selama hujan berlangsung. Hujan umumnya dibedakan menjadi 5 tingkatan sesuai intensitasnya seperti yang disajikan pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Tingkatan Hujan Berdasarkan Intensitasnya

Curah Hujan Intensitas curah hujan 24 jam

Hujan sangat ringan < 5

Hujan ringan 5 s/d 20

Hujan normal 20 s/d 50

(3)

Hujan sangat lebat >100

2.2

TRMM

(Tropical

Rainfall

Measuring Mission)

Data TRMM adalah data precipitasi (hujan) yang didapat dari satelit meteorologi TRMM (Tropical Rainfall Measuring Mission) dengan sensornya PR (Precipitation Radar), TMI (TRMM Microwave Imager), dan VIRS (Visible and

Infrared Scanner), CERES (Clouds and the Earth’s Radiant Energy System), dan LIS (Lightning Imaging Sensor).

PR (Precipitation Radar) memiliki resolusi horizontal di permukaan sekitar 5 km dan lebar sapuan 247 km. Salah satu fitur yang paling penting adalah kemampuan PR dalam menyediakan profil vertikal hujan dan salju dari permukaan hingga ketinggian sekitar 20 km dengan resolusi vertikal setiap 250 m dan sensitivitas sinyal minimum yang mampu dideteksi sensor PR ini lebih kurang 20 dBz atau setara dengan kecepatan curah hujan sekitar 0,7 mm/jam. Sensor PR ini bekerja pada frekuensi 13,8 GHz untuk mengukur distribusi presipitasi secara 3 dimensi dan untuk menentukan kedalaman lapisan presipitasi. Sensor PR mampu mendeteksi ukuran hujan, kecepatan, dan ketinggiannya. Seperti halnya radar cuaca di bumi, PR memancarkan pulsa energi elektromagnetik dan mengukur energi balik yang dipantulkan oleh curah hujan di atmosfer.

TMI (TRMM Microwave Imager) adalah sensor gelombang mikro pasif yang dirancang untuk memberikan informasi kuantitatif curah hujan. TMI mampu mengukur uap air, kandungan air dalam awan, awan es, tipe hujan dan intensitas curah hujan di atmosfer dengan mengukur berapa menit yang dibutuhkan energi gelombang mikro yang dipancarkan oleh bumi dan atmosfer. Sensor TMI beroperasi pada 5 frekuensi yaitu 10,65; 19,35; 37,0; 85,5 GHz dan 22,235 GHz.

VIRS (Visible Infrared Scanner) menggunakan cermin berputar untuk memindai sepanjang trek dari observasi TRMM dan menyapu wilayah dengan lebar 833 km sebagai proses observasi di sepanjang orbitnya. Sensor ini terdiri dari 5 kanal dengan panjang gelombang masing-masing 0,63; 1,6; 3,75, 10,8 dan 12 μm. Sensor VIRS ini terutama digunakan untuk pemantauan liputan awan, jenis awan dan temperatur puncak awan. Resolusi spasial dari data yang dihasilkan oleh sensor VIRS ini adalah 2,2 km.

LIS (Lightning Imaging Sensor) merupakan suatu alat yang dapat mendeteksi dan mengetahui lokasi petir di sepanjang wilayah tropis. Data yang tercatat meliputi waktu dari peristiwa petir, energi radiasinya (seberapa tingkat kecerahan petir) dan perkiraan lokasi petir. LIS berdiameter sekitar 8 inci dan tingginya 14 inci.

CERES (Clouds and Earth’s Radiant Energy System). Data dari sensor CERES ini dapat digunakan untuk mempelajari pertukaran energi antara matahari, atmosfer bumi, permukaan dan awan, serta ruang. CERES mengukur energi pada bagian atas atmosfer dan mengestimasi energi di atmosfer serta di permukaan bumi. CERES juga dapat menentukan sifat awan, termasuk jumlah awan, ketinggian, ketebalan, dan ukuran partikel awan.

2.3

Korelasi

Salah satu teknik satatistik yang kerap kali digunakan untuk mencari hubungan antara dua variabel atau lebih adalah teknik korelasi. Dua variabel yang hendak diselidiki hubungannya tersebut biasanya diberi simbol variabel X dan variabel Y.

Bila mana kenaikan nilai variabel X selalu disertai kenaikan variabel Y, dan turunnya nilai variabel X juga selalu diikuti oleh turunnya nilai variabel Y, maka hubungan yang seperti itu disebut hubungan yang positif. Akan tetapi, sebaliknya bilamana kenaikan nilai variabel X selalu diikuti oleh penurunan nilai variabel Y, dan penurunan nilai variabel X justru diikuti oleh kenaikan nilai variabel Y, maka hubungan antara variabel X dan Y tersebut adalah hubungan yang negatif.

Disamping itu, dua variabel X dan Y ada kemungkinannya tidak memiliki hubungan sama sekali, yakni bilamana kenaikan nilai variabel yang satu kadang-kadang diikuti penurunan nilai variabel lainnya, dan kadang - kadang juga diikuti oleh kenaikan nilai variabel yang lainya.

Pada umumnya besar kecilnya hubungan dinyatakan dengan bilangan. Bilangan yang menyatakan besar kecilnya hubungan tersebut disebut koefisien hubungan atau koefisien korelasi. Koefisien korelasi itu berkisar antara 0,00 dan +1,00 (korelasi positif) dan atau diantara 0,00 sampai -1,00 (korelasi negatif), tergantung pada arah hubungan positif ataukah negatif. Koefisien yang bertanda positif menunjukkan bahwa arah korelasi tersebut positif, dan koefisien yang bertanda negatif menunjukkan arah korelasi yang negatif. Sedangkan koefisien yang bernilai 0,00 menunjukkan tidak adanya korelasi antara variabel X dan Y.

Bila mana dua variabel mempunyai koefisien korelasi sebesar +1,00 maka berarti bahwa dua variabel tersebut mempunyai korelasi positif yang sempurna. Sebaliknya bilamana dua variabel mempunyai koefisien korelasi -1,00, maka berarti dua variabel tersebut memiliki korelasi negatif yang sempurna. Korelasi yang sempurna semacam itu sangat jarang sekali dijumpai dalam praktik penyelidikan/penelitian. Korelasi antara dua variabel pada umumnya akan berkisar antara +1,00 sampai dengan -1,00. Namun, hal ini dapat dijadikan pedoman sederhana, bahwa angka

(4)

korelasi di atas 0,5 menunjukkan korelasi yang cukup kuat sedangkan di bawah 0,5 korelasi lemah.Selain besarnya korelasi, tanda korelasi juga berpengaruh pada penafsiran hasil. Tanda negatif (-) pada output menunjukkan adanya arah yang berlawanan, sedangkan tanda positif (+) menunjukkan arah yang sama.

Untuk menguji signifikansi koefisien korelasi (nilai r) yang diperoleh maka dapat dilakukan sebagai berikut:

1. Dengan mengacu pada criteria koefisien korelasi yang diberikan oleh Guilford (1956). 2. Dengan membandingkan nilai r hitung dengan

harga r tabel dengan taraf kesalahan (α=0,05) atau α=0,01 dan db=N-2. 3.

 

    } ) ( }{ ) ( { ) )( ( 2 2 2 2 X n Y Y X n Y X XY n r

4. Dengan menghitung lebih dulu t hitung berdasarkan harga r hitung yang diperoleh, yakni dengan rumus sebagai berikut:

a) √

√ korelasi Product Moment

b) √ korelasi Spearman c) √ korelasi Point Biserial d) √ korelasi sesial

Harga t hitung yang diperoleh selanjutnya dikonsultasikan dengan harga t tabel dengan taraf signifikansi tertentu (missal : α=0,05 atau α=0,01) dan dengan derajad kebebasan dk=N-2.

Bila t hit > t tabel → maka tolak H0, dan berarti menerima Ha. Sedangkan bila thit < t tabel, maka tidak menolak H0, yang berarti menolak Ha.

Interpretasi terhadap harga atau koefisien korelasi secara konvensional diberikan oleh Guilford (1956) sebagai berikut:

Tabel 2. Interpretasi Nilai Korelasi

Koefisien korelasi r Interpretasi

0,80 – 1,00 Sangat tinggi

0,60 – 0,80 Tinggi

0,40 – 0,60 Cukup

0,20 – 0,40 Rendah

0,00 – 0,20 Sangat rendah Disamping itu, untuk menafsirkan harga r (koefisien korelasi) maka dapat dikonsultasikan (dibandingkan) dengan harga kritik r product moment (tabel r).

3. DATA DAN METODOLOGI

Dalam pembuatan paper ini data primer merupakan data yang diambil secara langsung oleh BPPT dan BMKG yang didapatkan dari pengukuran di posmet – posmet yang ada di Provinsi Riau pada periode 16 Maret 2014 s/d 28

April 2014 dalam kegiatan TMC untuk menanggulangi kebakaran lahan dan hutan tahun 2014. Data curah hujan diambil tiap hari yang menunjukkan kejadian hujan yang telah terjadi sehari sebelumnya. Lokasi – lokasi Posmet tersebut antara lain :

Tabel 3. Lokasi dan koordinat pos meteorologi

No Lat Long Lokasi

1. 0.4611 101.4444 Pakanbaru 2. 1.6677 101.4598 Dumai 3. 0.1508 102.5572 Pelalawan 4. 0.5016 101.5400 Talukkuantan 5. 1.4994 102.1458 Bengkalis 6. 1.5725 101.0006 Tanahputih (Rohil) 7. 0.8961 101.3039 Pasirpangaraian (Rohul) 8. 1.1972 102.1875 Siak 9. 0.3233 101.0183 Kampar (Bankinang) 10. 0.3177 100.7353 Kotokampar 11. 0.3751 102.5454 Posmet Rengat 12. 1.6840 101.4470 Posmet Dumai 13. 0.4230 101.8522 Posmet Pelalawan Data TRMM diambil di website dengan alamat : http://disc2.nascom.nasa.gov/Giovanni/tovas/realti me.3B42RT_daily.2.shtml. Output data yang diambil dari web tersebut adalah data angka (ASCII dengan resolusi 0.25x0.25). Data yang diambil dari jam 00 UTC s/d 00 UTC sehingga data merupakan data 24 jam atau data curah hujan harian. Daerah target yang dijadikan acuan dalam pembuatan paper ini bisa dilhat dari Gambar 1.

.

Gambar 1. Daerah Target

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lokasi – lokasi posmet (Tabel 1) telah melakukan kegiatan pengukuran curah hujan setiap hari yang disampaikan ke Posko TMC. Data curah hujan disini merupakan data numerik

(5)

yang menyatakan jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar tidak menguap dan tidak mengalir selama seharian (24 jam). Data – data tersebut bisa diliat dari gambar 2.

Gambar 2. Curah Hujan rata – rata harian TRMM Gambar 2 menunjukkan data curah hujan rata – rata dari beberapa posmet selama periode dari 16 Maret 2014 sampai dengan 28 April 2014. Gambar 3 merupakan dara curah hujan rata – rata harian dari satelite TRMM.

Gambar 3. Curah Hujan rata – rata harian yangterukur di Posmet

Sebelum melakukan analisis korelasi antara data CH rata – rata posmet dan CH rata – rata TRMM maka data diexplore terlebih dahulu secara grafis dengan cara memplotkan data pada koordinat kartesius sebagai titik tunggal untuk mengetahui pola hubunga antar data. Gambar (a) merupakan pola hubungan yang terbentuk dari sampel data – data dari Posmet dan gambar (b) merupakan pola yang terbentuk dari data – data TRMM. Dari kedua gambar (a) dan (b) terlihat bahwa pola hubungan antar data bukanlah hubungan linear melainkan pola hubungan bentuk non linear.

Penghitungan koefisien korelasi bertujuan untuk mengetahui hubungan antara data posmet dan data TRMM. Hubungan yang akan dicari dari nilai korelasi ini bukanlah merupakan hubungan sebab – akibat (Klausulitas) dimana salah satu variabel akan mempengaruhi variabel yang lain

melainkan hubungan nilai antar variabel. Selain nilai korelasi analisa dengan membandingkan pola

Gambar 4. Distribusi data rata – rata CH di Posmet (atas) TRMM (bawah) sebagai titik tunggal pada koordinat kartesius.

antar variabel juga dilakukan untuk mengetahui tren grafik yang terbentuk. Tren positif yaitu saling sejalan ketika nilai variabel CH Posmet bertambah dari sebelumnya makan nilai CH TRMM juga bertambah, sebaliknya tren negatif terjadi bila CH Posmet bertambah dari sebelumnya dan nilai CH TRMM justru menurun dari sebelumnya.

Pengujian korelasi dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment (Pearson). Pengujian dengan teknik ini dilakukan dengan asumsi bahwa data – data terdistribusi normal. Kriteria pengujian dilakukan dengan cara membandingkan antara nilai thitung dengan nilai ttabel dengan

α = 5%. Hipotesa awal selanjutnya adalah : H0=Tidak ada korelasi antara Data curah hujan

Posmet dan Curah hujan TRMM

H1= Terdapat hubungan korelasi antara Data curah hujan posmet dan Curah hujan TRMM

Jika thitung> ttabelmaka H0ditolak dan terima H1 Jika thitung< ttabelmaka H1ditolak dan terima H0 Perhitungan nilai r sesuai dengan Pearson Product Moment

 

}

)

(

}{

)

(

{

)

)(

(

2 2 2 2

Y

Y

n

X

X

n

Y

X

XY

n

r

didapatkan nilai sebesar r = 0,52.

Jadi ada korelasi sebesar 0,52 antara data Curah hujan yang terukur di posmet dan data curah

(6)

hujan yang terukur di TRMM. Setelah mendapatkan nilai r kemudian untuk pengujian signifikasi koefisien korelasi maka dilakukan dengan uji t. Perhitungan nilai t menngunakan rumus √

√ dan didapatkan nilai t=3,93.

Nilai t hitungsebesar 3,93 selanjutnya dibandingkan dengan nilai ttabel.

Untuk kesalahan 5% uji dua fihak, dan dengan dk N-2, maka diperoleh t tabel = 2,020. Ternyata harga thitung lebih besar dari ttabel, sehingga Ho ditolak. Hal ini berarti terdapat hubungan korelasi antara data Curah hujan yang terukur di posmet dan data curah hujan yang terukur di TRMM sebesar 0,52. Untuk dapat memberikan penafsiran terhadap koefisien korelasi yang ditemukan tersebut besar atau kecil, maka dapat berpedoman pada ketentuan yang tertera pada tabel 2. Korelasi yang terhitung sebesar 0,52 masuk kedalam kategori CUKUP.

Gambar 5. Perbandingan Streamline Selain pengujian korelasi data – data curah hujan juga dianalisa dengan uji perbandingan streamline yang terbentuk pada diagram kartesius untuk melihat pola yang terbentuk dari data curah hujan. Hasil perbandingan streamline seperti terlihat pada gambar 5.

Tanpa melihat besarnya nilai curah hujan tetapi dengan melihat pola terbentuknya stream line terlihat tanggal 16 Maret sampai dengan tanggal 21 Maret 2014 pola yang terbentuk cenderung berkebalikan dimana ketika data curah hujan pada Posmet turun curah hujan pada TRMM justru malah naik. Sementara mulai tanggal 22 Maret 2014 sampai akhir tanggal 28 April 2014 terlihat trend stream line yang cenderung berpola mirip walaupun ada beberapa titik yang saling berkebalikan. Data 5 hari pertama tesebut memang terlihat beda dengan data berikutnya karena kemungkinan data yang diambil terlalu sedikit sehingga data tersebut terlihat sangat mencolok. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan pola yang lebih rapat harus dilakukan dengan data dengan range yang panjang. Analisis dengan data yang lebih panjang akan dilakukan untuk paper yang akan dating.

5. KESIMPULAN

1. Pengujian korelasi dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment (Pearson). Hasil perhitungan menunjukkan hubungan korelasi antara data Curah hujan yang terukur di posmet dan data curah hujan yang terukur di TRMM sebesar 0,52 dan termasuk kedalam kategori CUKUP.

2. Tanpa melihat besarnya nilai curah hujan tetapi dengan melihat pola streamline tanggal 16 Maret sampai dengan tanggal 21 Maret 2014 pola yang terbentuk cenderung berkebalikan dimana ketika data curah hujan pada Posmet turun curah hujan pada TRMM justru malah naik. Sementara mulai tanggal 22 Maret 2014 sampai akhir tanggal 28 April 2014 terlihat trend streamline yang cenderung berpola mirip walaupun ada beberapa titik yang saling berkebalikan.

DAFTAR PUSTAKA

Aldrian, E, Budiman, dan Mimin Karmini. 2011. Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim di Indonesia. Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara Kedeputian Bidang Klimatologi, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika. Jakarta.

Bayong, T. H. K. 2004. Klimatologi. ITB. Bandung. Guilford, J.P. and Benjamin Fruchter.

Fundamental Statistics in Psychology and Education. New York: McGraw-Hill, 1973

Kertasapoetra, A. G. 2008. Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan Tanaman. Bumi Aksara. Jakarta.

Kummerow, et al. 1998. TheTropical Rainfall Measuring Mission (TRMM) sensor package. Journal Atmospheric and Oceanic Technology 15, page 809-817.

Lakitan, B. 1994. Dasar – Dasar Klimatologi. Rajawali Pers. Jakarta.

http://disc2.nascom.nasa.gov/Giovanni/tovas/realti me.3B42RT.2.shtml (Tanggal 16 Maret 2014 s/d 28 April 2014 dengan bentuk data dalam ASCII dengan resolusi 0.25x0.25)

Gambar

Tabel 2.  Interpretasi Nilai Korelasi  Koefisien korelasi r  Interpretasi
Gambar 2. Curah Hujan rata – rata harian TRMM  Gambar  2  menunjukkan  data  curah  hujan  rata  –  rata  dari  beberapa  posmet  selama  periode  dari 16 Maret 2014 sampai dengan 28 April 2014
Gambar 5. Perbandingan Streamline  Selain  pengujian  korelasi  data  –  data  curah  hujan  juga  dianalisa  dengan  uji  perbandingan  streamline  yang  terbentuk  pada  diagram  kartesius  untuk  melihat  pola  yang  terbentuk  dari  data  curah  hujan

Referensi

Dokumen terkait

Stakeholder satisfaction yang diperoleh dari penyebaran kuesioner dan stakeholder contribution yang diperoleh dengan wawancara digunakan untuk mengidentifikasi

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa Farmer’s Share yang terdapat padasaluran distribusi rantai pasok I adalah 74,07%, saluran distribusi rantai pasok II adalah

Sumberdaya peternakan di kabupaten Tasikmalaya untuk komoditas ternak ruminansia pada jenis ternak sapi potong dan kerbau populasinya menyebar di wilayah selatan sebagai

menggambarkan inovasi internal dan eksternal pada kata beserta perwujudannya dalam bahasa Melayu di perbatasan Bogor—Bekasi, kata yang mengalami inovasi internal

Cahya Widyanta menguraikan bahwa gamelan Jawa sarat akan makna filosofis yang mengandung nilai luhur, namun makna tersebut kurang dihayati dalam gamelan Soepra; 4)

Analisis struktur pusat-pusat pelayanan dan aliran tataniaga komoditas- komoditas unggulan diidentifikasi dengan (1) perkembangan wilayah berdasarkan hirarki pusat-pusat

Kewajiban menerapkan SPM terkait dengan kegiatan Pra-Konstruksi harus dituangkan dalam Dokumen KAK (Kerangka Acuan.

Petunjuk yang ada dalam advanced directives ini dapat membebas-tugaskan tenaga medis dalam me- ngambil keputusan, dengan kata lain advanced directives adalah pernyataan