• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS STRUKTUR PUSAT-PUSAT PELAYANAN DAN ALIRAN TATANIAGA KOMODITAS-KOMODITAS UNGGULAN DI KAWASAN AGROPOLITAN CIWIDEY. Oleh: RAHMI FAJARINI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS STRUKTUR PUSAT-PUSAT PELAYANAN DAN ALIRAN TATANIAGA KOMODITAS-KOMODITAS UNGGULAN DI KAWASAN AGROPOLITAN CIWIDEY. Oleh: RAHMI FAJARINI"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS STRUKTUR PUSAT-PUSAT PELAYANAN DAN

ALIRAN TATANIAGA KOMODITAS-KOMODITAS

UNGGULAN DI KAWASAN AGROPOLITAN CIWIDEY

Oleh:

RAHMI FAJARINI

A24104068

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(2)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Agropolitan

Agropolitan (agro=pertanian, politan=kota) adalah kota pertanian yang

tumbuh dan berkembang yang mampu memacu berkembangnya sistem dan usaha

agribisnis sehingga dapat melayani, mendorong, menarik dan menghela kegiatan

pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya (Departemen Pertanian,

2003).

Kota pertanian (agropolitan) berada dalam kawasan sentra produksi

pertanian yang memberikan kontribusi besar terhadap mata pencaharian dan

kesejahteraan masyarakatnya. Selanjutnya kawasan tersebut disebut sebagai

kawasan agropolitan yang terdiri dari kota pertanian dan desa-desa sentra

produksi pertanian yang ada di sekitarnya. Batasan Kawasan Agropolitan tidak

ditentukan oleh batasan administratif pemerintahan tetapi lebih ditentukan oleh

skala ekonomi yang ada. Dengan kata lain Kawasan Agropolitan adalah kawasan

agribisnis yang memiliki fasilitas perkotaan (Departemen Pertanian, 2003).

Konsep agropolitan di Indonesia diadaptasi dari konsep Agropolitan

Distric yang dirumuskan oleh Friedmann dan Douglass pada tahun 1975. Agropolitan Distric merupakan suatu daerah perdesaan yang mempunyai

kepadatan penduduk sekurang-kurangnya 200 jiwa per km2. Di dalam distrik

biasanya akan dijumpai kota berpenduduk antara 10.000-50.000 jiwa. Batas-batas

wilayah district adalah commuting radius (lingkar pulang-pergi) antara 5-10 km.

Ukuran-ukuran tersebut menjadikan penduduk suatu district umumnya berkisar

50.000-150.000 jiwa dan pada mulanya sebagian penduduk bekerja di bidang

(3)

Menurut Nasution (1999) dalam Hastuti (2001), paradigma konsep

agropolitan adalah (1) hubungan perdesaan dengan kota-kota dapat mencapai

suatu tingkat sinergisme sepanjang hubungan fungsional dari sub-wilayah tersebut

menghasilkan nilai tambah yang dapat diredistribusikan melalui pengembangan

suatu tatanan institusional yang secara benar menggambarkan status kelangkaan

suatu sumberdaya atau komoditas, (2) apabila terjadi akumulasi modal, terdapat

mekanisme pasar yang dapat mengalirkan modal kepada penggunaan yang dapat

memberikan manfaat sosial terbesar, dan (3) perkembangan pusat pertumbuhan

(kota) pada suatu tingkat akan mengalami diminishing return sehingga harus

dibatasi melalui mekanisme pasar.

Rivai (2003) menyatakan bahwa pengembangan Kawasan Agropolitan

merupakan alternatif solusi untuk pengembangan wilayah perdesaan. Konsep

pengembangan agropolitan tidak semata-mata ditujukan kepada pembangunan

fisik material, tetapi juga sekaligus harus dikaitkan dengan pembangunan

masyarakat (sumberdaya manusia) secara langsung. Titik berat pembangunan

masyarakat, khususnya masyarakat setempat memerlukan pendekatan yang

bersifat integral dan terpadu, artinya pembangunan yang akan dilaksanakan tidak

hanya menyangkut pembangunan struktur fisik, tetapi sekaligus pembangunan

manusia dengan pendekatan yang berimbang. Pengembangan kawasan

agropolitan harus mempunyai keterkaitan yang harmonis dengan kombinasi antara

pendekatan yang top down dengan pendekatan bottom up yang bertujuan untuk

mencapai efek ganda (multiplier effect). Prakarsa-prakarsa dari bawah tidak dapat

(4)

sumberdaya-sumberdaya yang ada sebagai kekuatan utama untuk mewujudkan pengembangan

kawasan agropolitan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Pengembangan Kawasan Agropolitan merupakan upaya untuk

menumbuhkan kegiatan ekonomi berbasis pertanian dengan memperkuat

keterkaitan sektoral antara pertanian, non pertanian dan jasa penunjangnya serta

keterkaitan spasial antara wilayah perdesaan dan perkotaan.

2.2. Interaksi Spasial

Konsep pengembangan wilayah memandang penting aspek keterpaduan

sektoral, spasial serta keterpaduan antar pelaku-pelaku pembangunan di dalam

dan antar wilayah. Keberadaan potensi sumberdaya alam serta aktivitas-aktivitas

sosial-ekonomi yang tersebar secara tidak merata dan tidak seragam menyebabkan

perlu adanya mekanisme interaksi antar dan inter wilayah secara optimal.

Akibat keterbatasan sumberdaya yang tersedia, dalam suatu perencanaan

pembangunan selalu diperlukan adanya skala prioritas pembangunan. Dari sudut

dimensi sektor pembangunan, skala prioritas didasarkan atas suatu pemahaman

bahwa setiap sektor memiliki sumbangan langsung yang berbeda terhadap

pencapaian sasaran-sasaran pembangunan (penyerapan tenaga kerja, pendapatan

regional dan sebagainya), dimana setiap sektor memiliki keterkaitan dengan

sektor-sektor lainnya dengan karakteristik yang berbeda-beda. Pada

kenyataannya, aktivitas sektoral tersebar secara tidak merata dan spesifik,

beberapa sektor cenderung memiliki aktivitas yang terpusat dan terkait dengan

sebaran sumberdaya alam, buatan (infrastruktur) dan sosial yang ada pada wilayah

(5)

Keterpaduan sektoral menuntut adanya keterkaitan fungsional dan sinergis

antar sektor-sektor pembangunan. Keterpaduan spasial membutuhkan adanya

interaksi spasial yang optimal dalam arti terjadinya struktur keterkaitan antar

wilayah yang dinamis. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989),

interaksi (interaction) adalah hal saling melakukan aksi, berhubungan atau saling

mempengaruhi satu sama lain. Interaksi wilayah itu sendiri merupakan hubungan

yang dinamis antara satu wilayah dengan wilayah lain, baik hubungan sosial,

ekonomi, politik, kebudayaan dan lain sebagainya. Interaksi antar dua wilayah

dipengaruhi oleh produksi yang dihasilkan masyarakat di dua wilayah tersebut,

jarak wilayah dan besarnya pengaruh jarak antara kedua wilayah tersebut.

Menurut Richardson (1991) dalam Maulana (2006), faktor penentu

besarnya interaksi antara dua daerah atau lebih ditentukan berdasarkan pada: (1)

jarak antar daerah yang berinteraksi dan (2) jumlah penduduk pada daerah yang

berinteraksi. Semakin dekat jarak dan semakin besar jumlah penduduk antar

daerah yang berinteraksi, maka interaksi yang terjadi akan semakin besar. Adapun

pergerakan yang dilakukan oleh penduduk sedikitnya dipengaruhi oleh dua

motivasi yaitu: (1) pergerakan dengan motivasi ekonomi dan (2) pergerakan

dengan motivasi pemenuhan kebutuhan pelayanan.

2.3. Komoditas/Sektor Unggulan

Arah dan tujuan pembangunan pertanian di suatu kawasan haruslah selaras

dengan spesifikasi wilayah sasaran berdasarkan kondisi agroekosistem setempat,

sifat komoditas yang dikembangkan, kondisi infrastruktur, dan situasi sosial

budaya kelompok sasaran. Untuk menunjang hal tersebut di atas, maka penentuan

(6)

agar sumberdaya pembangunan pertanian dapat dimanfaatkan secara efisien dan

dan terfokus pada pengembangan komoditas unggulan wilayah tersebut.

Komoditas unggulan wilayah adalah komoditas andalan suatu daerah/wilayah

yang tumbuh dan berkembang optimal sesuai dengan kondisi biofisik yang

spesifik di daerah tersebut (Ernawanto, 2007).

Menurut Master Plan Kabupaten Paser (2007), komoditas unggulan

mempunyai kriteria:(1) diminati masyarakat dan sesuai dengan potensinya, (2)

bersifat khas dan meningkatkan pendapatan bagi masyarakat, (3) permintaan pasar

yang tinggi dan kontinyu serta mempunyai manfaat ekonomi yang tinggi (B/C

ratio dan land rent tinggi) dan (4) dari segi teknik budidaya, petani sudah

berpengalaman.

2.4. Aliran Komoditas/Tataniaga Komoditas Pertanian

Menurut Akhmad (2007), dalam struktur ekonomi kita, petani produsen

dengan jumlah mayoritas memiliki posisi tawar yang rendah dibandingkan dengan

aktor lain, yaitu pemodal, pedagang, distributor, dan penikmat rente lainnya. Tata

niaga produk pertanian kita sangat tidak adil terhadap petani. Nilai tukar produk

pertanian sangat rendah dan jauh dari kelayakan, sementara marjin harga

produsen dan harga konsumen akhir yang besar banyak dinikmati oleh pelaku

distribusi. Bila terjadi kenaikan biaya distribusi, misalnya kenaikan harga BBM,

maka distributor akan menaikkan harga konsumen, tetapi menekan harga

produsen, maka marjin keuntungan distributor relatif stabil. Kondisi ini terjadi

karena tidak efisiennya pola distribusi produk pertanian selain memang tidak ada

(7)

Upaya menaikkan daya tawar petani produsen dilakukan dengan

konsolidasi petani produsen dalam satu wadah untuk menyatukan gerak ekonomi

dalam setiap rantai pertanian, dari pra produksi sampai pemasaran. Konsolidasi

tersebut pertama dilakukan dengan kolektifikasi semua proses dalam rantai

pertanian, meliputi kolektifikasi modal, kolektifikasi produksi, dan kolektifikasi

pemasaran. Kolektifikasi modal adalah upaya membangun modal secara kolektif

dan swadaya, misalnya dengan gerakan simpan-pinjam produktif yang

mewajibkan anggota kolekte menyimpan tabungan dan meminjamnya sebagai

modal produksi, bukan kebutuhan konsumsi. Hal ini dilakukan agar pemenuhan

modal kerja pada awal masa tanam dapat dipenuhi sendiri, dan mengurangi

ketergantungan kredit serta jeratan hutang tengkulak.

Kedua, kolektifikasi produksi, yaitu perencanaan produksi secara kolektif

untuk menentukan pola, jenis, kuantitas dan siklus produksi secara kolektif. Hal

ini perlu dilakukan agar dapat dicapai efisiensi produksi dengan skala produksi

yang besar dari banyak produsen. Efisisensi dapat dicapai karena dengan skala

yang lebih besar dan terkoordinasi maka akan dapat dilakukan penghematan biaya

dalam pemenuhan faktor produksi, dan kemudahan dalam pengelolaan produksi,

misalnya dalam penanganan hama dan penyakit. Langkah ini juga dapat

menghindari kompetisi yang tidak sehat di antara produsen yang justru akan

merugikan, misalnya dalam irigasi dan jadwal tanam.

Ketiga, kolektifikasi dalam pemasaran produk pertanian. Hal ini dilakukan

untuk mencapai efisiensi biaya pemasaran dengan skala kuantitas yang besar, dan

menaikkan posisi tawar produsen dalam perdagangan produk pertanian.

(8)

dalam menekan posisi tawar petani dalam penentuan harga secara individual.

Upaya kolektifikasi tersebut tidak berarti menghapus peran dan posisi pedagang

distributor dalam rantai pemasaran, namun tujuan utamanya adalah merubah pola

relasi yang merugikan petani produsen dan membuat pola distribusi lebih efisien

dengan pemangkasan rantai yang tidak menguntungkan (Akhmad, 2007).

2.5. Hirarki Wilayah

Struktur interaksi dapat memiliki tingkatan strata/hirarki. Strata/hirarki

interaksi terwujud dalam bentuk strata/hirarki (1) antar unsur pusat-pusat (noda),

(2) antara linkage dan (3) bentuk/jenis interaksi.

Hirarki pusat-pusat adalah hirarki yang menggambarkan strata pusat-pusat

konsentrasi (central places) seperti hirarki pusat-pusat pemukiman, hirarki

kota-kota, hirarki pasar, dan lain-lain. Hirarki pusat (noda) pada dasarnya ditentukan

oleh kapasitas pelayanan, kapasitas/potensi berinteraksi dan tingkat aksesibilitas

(locational rent) pusat-pusat. Kapasitas pelayanan pusat-pusat dapat

diidentifikasikan dengan metode skalogram yang dapat diukur dari ketersediaan

dan kapasitas pelayanan fasilitas-fasilitas fisik, kelembagaan, besaran pasar,

lapangan pekerjaan, ekonomi hingga ke daya dukung lingkungannya. Namun

dalam penelitian variabel yang digunakan adalah ketersediaan dan kapasitas

pelayanan fasilitas-fasilitas fisik.

2.6. Pasar

Pasar merupakan salah satu fasilitas penting bagi masyarakat perdesaan.

Di samping berperan sebagai pusat pemasaran produk perdesaan yang sebagian

(9)

pusat pemenuhan sarana usaha perdesaan. Sementara itu, saat ini pengertian pasar

sudah berkembang sangat luas. Bentuk-bentuk pasar moderen yang marak

berkembang sampai ke kota kecil antara lain toserba, pasar swalayan dan bahkan

hipermarket. Namun bagi masyarakat perdesaan posisi pasar dalam pengertian

yang telah berkembang sebelumnya terkait dengan pasar tradisional masih sangat

penting (http://id.wikipedia.org/wiki/Pasar).

Kinerja pemasaran memegang peranan sentral dalam pengembangan

komoditas pertanian. Perumusan strategi dan program pengembangan pemasaran

yang mampu menciptakan kinerja pemasaran yang kondusif dan efisien akan

memberikan kontribusi positif terhadap beberapa aspek, yaitu: (a) Mendorong

adopsi teknologi, peningkatan produktivitas dan efisiensi, serta daya saing

komoditas pertanian; (b) Meningkatkan kinerja dan efektifitas kebijakan

pengembangan pengembangan produksi, khususnya kebijakan yang terkait

dengan program stabilisasi harga keluaran; dan (c) Perbaikan perumusan

kebijakan perdagangan domestik dan internasional (ekspor dan impor) secara

lebih efektif dan optimal (http://id.wikipedia.org/wiki/Pasar).

2.7. Agribisnis

Banyak pendapat tentang batasan dan ruang lingkup agribisnis, tergantung

pada unit dan tujuan analisis. Secara tradisional, oleh Biere (1988) agribisnis

diartikan sebagai aktivitas-aktivitas di luar pintu gerbang usahatani (beyond the

farm gate, off-farm) yang meliputi kegiatan industri dan perdagangan sarana

produksi usahatani, kegiatan industri yang mengolah produk pertanian primer

(10)

jasa yang dibutuhkan seperti misalnya perbankan, angkutan, asuransi atau

penyimpanan.

Agribisnis merupakan suatu sistem yang terdiri atas subsistem hulu,

usahatani, hilir, dan penunjang. Menurut Saragih dalam Pasaribu (1999), batasan

agribisnis adalah sistem yang utuh dan saling terkait di antara seluruh kegiatan

ekonomi (yaitu subsistem agribisnis hulu, subsistem agribisnis budidaya,

subsistem agribisnis hilir, susbistem jasa penunjang agribisnis) yang terkait

langsung dengan pertanian.

Agribisnis diartikan sebagai sebuah sistem yang terdiri dari unsur-unsur

kegiatan: (1) pra-panen, (2) panen, (3) pasca-panen dan (4) pemasaran. Sebagai

sebuah sistem, kegiatan agribisnis tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya,

saling menyatu dan saling terkait. Terputusnya salah satu bagian akan

menyebabkan timpangnya sistem tersebut. Sedangkan kegiatan agribisnis

melingkupi sektor pertanian, termasuk perikanan dan kehutanan, serta bagian dari

sektor industri. Sektor pertanian dan perpaduan antara kedua sektor inilah yang

akan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang baik secara nasional.

2.8. Agropolitan di Indonesia

Di Indonesia masa kini, konsep agropolitan ini mendapat banyak

perhatian. Hal ini terlihat dalam berbagai buku Pedoman Pembentukan

Agropolitan yang dikeluarkan Departemen Pertanian pada tahun 2002-2003,

maupun konsep-konsep yang disusun oleh Departemen Pekerjaan Umum. Akan

tetapi, dalam konsep tersebut terlihat masih adanya kerancuan antara konsep

agropolitan yang merupakan bagian dari perkembangan dari bawah dengan

(11)

kebijaksanaan-kebijaksanaan pengembangan agropolitan ini masih terlihat bergantung pada

pemerintah pusat. Padahal seharusnya, masyarakatlah yang didorong untuk

memiliki kebijaksanaan-kebijaksanaan sendiri yang cocok dengan wilayahnya.

Salah satu wilayah agropolitan yang berhasil, yaitu Provinsi Gorontalo (sudah

mulai dengan konsep agropolitan sebelum adanya pedoman dari Deptan). Provinsi

ini menerapkan prinsip limited government intervention dalam kebijaksanaannya.

Jadi, dengan mengingat rawannya keadaan pangan di Indonesia, walaupun

merupakan konsep lama, konsep agropolitan dalam pengembangan wilayah, patut

untuk dipikirkan kembali. Pedomannya bisa menggunakan pedoman agropolitan

yang sekarang sudah dimiliki Deptan dan Dep. PU dengan sedikit perbaikan di

(12)

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kawasan Agropolitan Ciwidey yang meliputi Kecamatan Pasirjambu, Kecamatan Ciwidey dan Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung. Sedangkan analisis data dilakukan di Bagian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan serta di Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W)-LPPM IPB pada bulan Februari 2008 hingga bulan Mei 2008. Wilayah lokasi studi tertera pada Gambar 1.

(13)

3.2. Jenis, Sumber Data dan Alat Penelitian

Data yang digunakan untuk kegiatan penelitian berupa data peta administrasi desa, peta jaringan jalan, peta penggunaan lahan, data PODES Kabupaten Bandung tahun 2006, PDRB tahun 2005-2006 Kabupaten Bandung, dan data primer yang diperoleh dari hasil wawancara. Adapun alat yang digunakan untuk penunjang penelitian adalah seperangkat komputer dan beberapa perangkat lunak (software) seperti ArcView 3.1, Corel Draw 12, Microsoft Visio 2003, Microsoft Excel 2003 dan Microsoft Word 2003.

3.3. Metode Penelitian

3.3.1. Analisis Hirarki Pusat-Pusat Pelayanan 3.3.1.1. Analisis Skalogram

Analisis untuk mengetahui hirarki pusat-pusat pengembangan dan sarana-prasarana pembangunan yang ada di suatu wilayah. Penetapan hirarki pusat-pusat pertumbuhan dan pelayanan tersebut didasarkan pada jumlah jenis dan jumlah unit sarana-prasarana pembangunan atau fasilitas pelayanan sosial ekonomi yang tersedia. Metode ini memberikan hirarki atau peringkat yang lebih tinggi pada pusat pertumbuhan yang memiliki jumlah jenis dan jumlah unit sarana-prasarana pembangunan yang lebih banyak. Metode ini lebih menekankan kriteria kuantitatif dibandingkan kriteria kualitatif yang menyangkut derajat fungsi sarana-prasarana pembangunan, distribusi penduduk dan luas jangkauan pelayanan sarana-prasarana pembangunan secara spasial tidak dipertimbangkan secara spesifik.

(14)

Untuk menutupi keterbatasan metode skalogram, Rustiadi et al.(2003), mengembangkan metode skalogram berbobot sebagai penyempurnaan atas metode skalogram yang dikembangkan oleh Patil (1977). Tahapan dalam penyusunan analisis skalogram adalah sebagai berikut: (1) menginventarisasi fasilitas dan indikator-indikator pembangunan sesuai dengan penyebaran dan jumlah fasilitas di dalam unit-unit wilayah; (2) menyusun invers untuk variabel yang menandakan jarak terhadap fasilitas dan tingkat ketertinggalan wilayah. Pembuatan invers dari jarak terhadap fasilitas ini dimaksudkan agar nilai dari invers jarak berkorelasi positif dengan fasilitas yang lain; (3) semua nilai distandarisasi sehingga nilai tersebut memiliki satuan yang sama; (4) menjumlahkan seluruh fasilitas secara horizontal untuk menentukan indeks perkembangan suatu wilayah; (5) menjumlahkan masing-masing unit fasilitas secara vertikal sehingga diperoleh jumlah unit fasilitas yang tersebar di seluruh unit wilayah. Selain itu juga ditentukan rata-rata unit fasilitas tersebut, simpangan baku, total terisi, sehingga fasilitas yang bernilai nol tidak akan dihitung), bobot (rasio antara total terisi dengan jumlah desa), nilai maksimum dan nilai minimum.

Model untuk menentukan nilai Indeks Perkembangan atau Pelayanan Desa (Rustiadi et al., 2003): dimana : i i ij ij SD I I I ' = − min Keterangan :

IPDj = Indeks Perkembangan Desa ke-j

Iij = Nilai (skor) sarana prasarana (PODES 2006) ke-i desa ke-j

I’ij = Nilai (skor) sarana prasarana (PODES 2006) ke-i terkoreksi desa ke-j

min i

I = Nilai (skor) sarana prasarana (PODES 2006) ke-i terkecil (minimum) SDi = Simpangan baku sarana prasarana (PODES 2006) ke-i

j i n i j

I

IPD

=

'

(15)

Dengan asumsi data menyebar normal, penentuan tingkat perkembangan wilayah dibagi menjadi tiga yaitu:

• Hirarki I, jika indeks perkembangan ≥ (rata-rata + 1.5 x simpangan baku) • Hirarki II, jika rata-rata < indeks perkembangan < (rata-rata + 1.5 x

simpangan baku)

• Hirarki III, jika indeks perkembangan < rata-rata

Hirarki III < rataan ≤ Hirarki II < {rataan + (1.5 x standar deviasi)} ≤ Hirarki I

Data-data yang digunakan dalam analisis skalogram ini adalah data jumlah jenis fasilitas pelayanan, jumlah unit fasilitas dan invers dari jarak atau akses masyarakat terhadap fasilitas pelayanan tertentu. Jumlah desa yang dianalisis adalah 22 desa. Sedangkan jenis fasilitas yang dianalisis antara lain adalah (1) kelompok fasilitas pendidikan, (2) kelompok fasilitas kesehatan, (3) kelompok fasilitas peribadatan dan (4) kelompok fasilitas ekonomi dan jasa. Keempat kelompok besar tersebut dipilih berdasarkan kebutuhan dasar di suatu kawasan. Adapun variabel-variabel yang digunakan secara rinci terlampir dalam Lampiran

1. Hasil yang diharapkan dari analisis ini adalah hirarki pelayanan desa yang

didasarkan atas nilai IPD dari masing-masing desa.

3.3.1.2. Jumlah dan Kepadatan Penduduk

Jumlah dan kepadatan penduduk dalam analisis hirarki pusat-pusat pelayanan berfungsi untuk melihat seberapa besar implikasi dari kepadatan penduduk di suatu wilayah terhadap perkembangan wilayah (hirarki) tersebut. Biasanya dalam suatu wilayah dengan kepadatan penduduk yang tinggi akan diimbangi dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat yang tinggi pula. Pemenuhan kebutuhan tersebut berupa pengadaan fasilitas-fasilitas pelayanan

(16)

bagi masyarakat mulai dari fasilitas pendidikan, kesehatan, peribadatan serta perekonomian dan perdagangan serta infrastruktur sebagai alat penunjang kegiatan pertanian.

Namun kepadatan penduduk yang tinggi di suatu wilayah tidak selalu diikuti dengan perkembangan wilayah yang tinggi pula (dari pengadaan fasilitas-fasilitas umum). Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal itu terjadi, misalnya letak geografi dari wilayah tersebut yang tidak menunjang/sulit untuk pengadaan fasilitas, namun karena wilayah tersebut berfungsi sebagai kawasan wisata maka banyak warga yang pindah dan mencari nafkah di sana, sehingga kepadatannya pun akan semakin tinggi.

3.3.2. Analisis Sektor/Komoditas Unggulan Kawasan 3.3.2.1. Analisis LQ (Location Quotient)

Location Quotient merupakan analisis yang digunakan untuk menunjukkan tingkat pemusatan atau basis aktivitas. Selain itu, LQ juga bisa digunakan untuk mengetahui kapasitas ekspor perekonomian suatu wilayah serta tingkat kecukupan barang atau jasa dari produksi lokal suatu wilayah. Analisis LQ yang dilakukan terbagi menjadi tiga, yakni anlisis LQ berdasarkan (1) sektor kegiatan (ekonomi), (2) luas tanam (pertanian tanaman bahan makanan) dan (3) luas panen (pertanian tanaman bahan makanan). Untuk analisis LQ berdasarkan sektor kegiatan menggunakan data PDRB tahun 2006, sementara untuk analisis LQ aktivitas pertanian tanaman bahan makanan menggunakan data luas tanam dan luas panen tahun 2006.

Location Quotient (LQ) merupakan suatu indeks untuk membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktivitas tertentu dengan pangsa total aktivitas tersebut

(17)

dalam total aktivitas wilayah. Secara lebih operasional, LQ didefinisikan sebagai rasio persentase dari total aktivitas pada sub wilayah ke-i terhadap persentase aktivitas total terhadap wilayah yang diamati. Asumsi yang digunakan dalam analisis ini adalah bahwa (1) kondisi geografis relatif seragam, (2) pola-pola aktivitas bersifat seragam dan (3) setiap aktifitas menghasilkan produk yang sama. Adapun persamaan dari LQ ini adalah:

Dimana:

X ij = nilai sektor kegiatan(*) ke-j pada kecamatan ke-i

X i. = jumlah seluruh sektor kegiatan(*) di kecamatan ke-i X .j = jumlah sektor kegiatan(*) ke-j di Kabupaten Bandung X .. = besaran sektor kegiatan(*) total di Kabupaten Bandung

Keterangan (*):Pemusatan aktivitas sektor kegiatan menggunakan data PDRB tahun 2006,

sedangkan pemusatan aktivitas pertanian Tanaman Bahan Makanan menggunakan data Luas Tanam dan Luas Panen tahun 2006

Interpretasi hasil analisis LQ adalah sebagai berikut:

1. Jika nilai LQ > 1, maka hal ini menunjukkan terjadinya konsentrasi suatu aktivitas di sub wilayah ke-i secara relatif dibandingkan dengan total wilayah atau terjadi pemusatan aktivitas di sub wilayah ke-i.

2. Jika nilai LQ = 1, maka sub wilayah ke-i tersebut mempunyai pangsa aktivitas setara dengan pangsa total.

3. Jika LQ < 1, maka sub wilayah ke-i tersebut mempunyai pangsa relatif lebih kecil dibandingkan dengan aktivitas yang secara umum ditemukan diseluruh wilayah.

Analisis LQ lebih bersifat statis karena dilakukan untuk data dalam satu titik waktu, namun keterbatasan metode ini hanya melihat pemusatan aktivitas dari sisi konteks/lingkup wilayah Kabupaten Bandung saja.

IJ IJ I J

LQ

X

X

X

X

= / / . . ..

(18)

3.3.2.2. Analisis SSA (Shift-Share Analysis)

Shift-Share Analysis merupakan salah satu dari teknik analisis untuk memahami pergeseran struktur aktivitas di suatu lokasi tertentu dibandingkan dengan suatu referensi (dengan cakupan wilayah lebih luas) dalam dua titik waktu. Pemahaman struktur aktivitas dari hasil analisis shift-share juga menjelaskan kemampuan berkompetisi (competitiveness) aktivitas tertentu di suatu wilayah secara dinamis atau perubahan aktivitas dalam cakupan wilayah lebih luas. Analisis SSA yang dilakukan terbagi menjadi tiga, yakni analisis SSA berdasarkan (1) sektor kegiatan (ekonomi), (2) luas tanam (pertanian tanaman bahan makanan) dan (3) luas panen (pertanian tanaman bahan makanan). Untuk analisis SSA berdasarkan sektor kegiatan menggunakan data PDRB tahun 2005 dan tahun 2006, sementara untuk analisis LQ aktivitas pertanian tanaman bahan makanan menggunakan data luas tanam dan luas panen tahun 2004 dan tahun 2006.

Hasil analisis shift-share menjelaskan kinerja (performance) suatu aktivitas di suatu sub wilayah dan membandingkannya dengan kinerjanya di dalam wilayah total. Analisis shift-share mampu memberikan gambaran sebab-sebab terjadinya pertumbuhan suatu aktivitas di suatu wilayah. Sebab-sebab-sebab yang dimaksud dibagi menjadi tiga komponen, yaitu: (1) komponen laju pertumbuhan total (Share), menyatakan petumbuhan total wilayah pada dua titik waktu; (2) komponen pergeseran proporsional (Proportional Shift), menyatakan pertumbuhan total aktivitas tertentu secara relatif dibandingkan dengan pertumbuhan secara umum dalam total wilayah; (3) komponen pergeseran diferensial (Differential Shift), menyatakan tingkat kompetisi (competitiveness)

(19)

suatu aktivitas tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan total aktivitas tersebut dalam wilayah. Dari ketiga komponen tersebut, fokus pembahasan hanya dilakukan pada komponen Differential Shift, meskipun ketiga perhitungan dilakukan.

Persamaan analisis shift-share ini adalah sebagai berikut:

⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − + ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − + ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − =

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

SSA

t i t i t ij t ij t t t i t i t t ) 0 ( ) 1 ( ) 0 ( ) 1 ( ) 0 ( ) 1 ( ) 0 ( ) 1 ( ) 0 ( ) 1 (

..

..

..

..

1 a b c dimana : a = komponen share

b = komponen proportional shift c = komponen differential shift

X.. = Nilai total sektor kegiatan(*) tiga kecamatan di Kabupaten Bandung X.i = Nilai total sektor kegiatan(*) tertentu di Kabupaten Bandung Xij = Nilai sektor kegiatan(*) tertentu dalam unit kecamatan tertentu t1 = tahun akhir

t0 = tahun awal

Keterangan (*):Analisis SSA sektor kegiatan menggunakan data PDRB tahun 2005-2006,

sedangkan untuk aktivitas pertanian Tanaman Bahan Makanan menggunakan data Luas Tanam dan Luas Panen tahun 2004-2006

3.3.3.Analisis Sistem Pemasaran dan Aliran Tataniaga Komoditas Unggulan Kawasan

Survei Pasar/Komoditas yang Diperdagangkan

Survei di setiap pasar mengenai komoditas utama apa saja yang diperdagangkan. Selain komoditas unggulan lokal, ada juga komoditas/barang konsumsi produksi luar kawasan, namun tujuan penelitian lebih tertuju pada ketersediaan komoditas unggulan lokal di pasar-pasar tersebut.

(20)

Survei pasar dilakukan dengan mencatat dan menganalisis pusat-pusat pasar berdasarkan enam kelompok informasi/karakteristik sebuah pasar. Adapun kelompok informasi tersebut meliputi:

1. Sifat periodik pasar, dibedakan menjadi dua kelompok yakni: (a) pasar permanen dan (b) pasar non-permanen.

2. Ukuran (size) pasar, bisa dibedakan berdasarkan beberapa kriteria yakni: (a) luas lantai (m2); (b) jumlah kios; (c) jumlah pedagang dan (d) omset.

3. Barang utama yang diperdagangkan, meliputi 3-6 tipe barang paling penting yang diperdagangkan. Hal ini dapat diketahui dari jumlah pedagang atau omset dari suatu barang yang diperdagangkan di pasar tersebut.

4. Asal barang yang diperdagangkan, serta alat transportasi angkutan barang yang diperdagangkan dan frekuensi pengangkutan barang ke pasar tersebut. 5. Tujuan setelah pasar oleh barang utama yang diperdagangkan.

6. Penjual dan pembeli, meliputi identitas dari para penjual dan pembeli di pasar tersebut yakni nama, asal dan status/kedudukan mereka di pasar tersebut apakah sebagai penjual saja atau merangkap sebagai produsen, apakah pembeli membeli barang untuk dikonsumsi langsung atau untuk dijual lagi atau untuk bahan baku dari produk yang berbeda dan lain sebagainya.

Survei Perkiraan Omset Pasar

Setelah menentukan titik-titik pasar yang ada di Kawasan Agropolitan Ciwidey, dilakukan survei pusat pasar berdasarkan perhitungan perkiraan omset setiap pasar. Survei dilakukan terhadap para pedagang di setiap pasar yang ada di kawasan agropolitan. Dalam pengambilan contoh pedagang digunakan metode rancangan percobaan stratified purposive sampling, yaitu metode memilih dengan

(21)

sengaja untuk alasan tujuan tertentu. Pertama, komoditas-komoditas utama yang dijual di setiap pasar ditentukan dengan mengambil responden sebanyak 3-5 orang pedagang untuk setiap komoditasnya. Dalam metode purposive ini harus dapat ditentukan tingkat keragaman atas jawaban para pedagang. Jika tingkat keragaman tinggi maka sebaiknya jumlah responden ditingkatkan. Misalnya jika dari lima orang pedagang memiliki jawaban yang berbeda atas pertanyaan yang sama, maka jumlah responden harus ditambah hingga terdapat kesamaan/kemiripan jawaban dengan beberapa responden sebelumnya sehingga jawaban tersebut dirasa cukup dan mewakili (representatif). Contoh kuesioner dalam survei perkiraan omset pasar tertera pada Lampiran 5.

Survei Jalur Tataniaga Komoditas Unggulan Kawasan

Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD) dalam studi kasus Master Plan Kawasan Agropolitan Ciwidey (2007) yang dilaksanakan oleh P4W IPB dan diikuti oleh instansi terkait (PPL), tokoh masyarakat, tokoh tani, aparat desa dan lembaga swadaya masyarakat, telah teridentifikasi beberapa komoditas unggulan Kawasan Agropolitan Ciwidey. Setelah menentukan pusat pasar, dapat dilihat pergerakan/aliran barang (komoditas unggulan kawasan) terhadap pusat pasar tersebut. Survei dilakukan terhadap para pedagang dan pembeli yang ada di pasar. Hal-hal yang ditanyakan terhadap para pedagang adalah asal barang yang diperdagangkan, alat transportasi barang yang digunakan serta frekuensi kedatangan barang. Sementara hal yang ditanyakan terhadap pembeli adalah tujuan komoditas yang dibeli tersebut, apakah akan dijual kembali atau untuk dikonsumsi sendiri ataupun sebagai bahan baku produk selanjutnya. Matriks metode penelitian dan hasil yang diharapkan tertera pada Tabel 1 dan Gambar 2.

(22)

Tabel 1. Metode Analisis Berdasarkan Tujuan Penelitian

No. Tujuan Metode Analisis Data yang Digunakan dan Sumbernya Hasil yang Diharapkan

1. Skalogram PODES 2006 Kabupaten Bandung

Teridentifikasikannya kecenderungan-kecenderungan orientasi masyarakat terhadap pusat-pusat kegiatan 1 Analisis Hirarki Pusat-Pusat Pelayanan

2. Jumlah dan Kepadatan Penduduk PODES 2006 Kabupaten Bandung Melihat implikasi kepadatan penduduk terhadap perkembangan suatu wilayah

1. LQ PDRB 2006 Kabupaten Bandung Teridentifikasikannya sektor/komoditas unggulan komparatif

kawasan agropolitan 2 Analisis Sektor/Komoditas Unggulan Kawasan

2. SSA PDRB 2005 dan 2006 Kabupaten Bndung

Teridentifikasikannya tingkat kompetitif sektor/komoditas unggulan di masing-masing kecamatan

1. Survey Pasar/Komoditas yang

Diperdagangkan Hasil Wawancara Pedagang dan UPTD

Teridentifikasikannya pusat pasar kawasan agropolitan berdasarkan nilai omset komoditas yang

diperdagangkan

2. Perkiraan Omset Pasar Hasil Wawancara Pedagang dan UPTD Teridentifikasikannya kapasitas pelayanan pasar berdasarkan omset

pasar di wilayah tersebut 3 Komoditas Unggulan Kawasan Analisis Orientasi Tataniaga

3. Survey Pasar dan Jalur Tataniaga

Komoditas Utama Hasil Wawancara

Mengetahui struktur/jalur tataniaga produk/komoditas unggulan kawasan agropolitan

(23)

A n a l is is H i r a r k i P u s a t -P u s a t -P e l a y a n a n A n a li s i s S e k t o r / K o m o d i t a s U n g g u l a n K a w a s a n A n a li s is P o l a A li r a n T a t a n ia g a K o m o d it a s U n g g u la n K a w a s a n S k a l o g r a m J u m l a h & K e p a d a t a n P e n d u d u k L Q S S A A N A L I S I S S T R U K T U R T A T A R U A N G K A W A S A N A G R O P O L I T A N J a lu r T a t a n i a g a K o m o d i t a s U n g g u l a n P e r k i r a a n O m s e t P a s a r S u r v e y P a s a r / K o m o d it a s y g D i p e r d a g a n g k a n P e n e n t u a n P u s a t P a s a r M e n g e t a h u i S t r u k t u r T a t a R u a n g K a w a s a n A g r o p o li t a n C i w id e y P e r k e m b a n g a n W i l a y a h S e k t o r / K o m o d it a s U n g g u la n

(24)

IV. KONDISI UMUM LOKASI STUDI

4.1. Letak Geografis

Posisi geografis Wilayah Pengembangan Kawasan Agropolitan Ciwidey menurut Peta Rupa Bumi Bakorsurtanal adalah antara 107031’30” BB – 107031’30”BT dan 702’15” LU – 7018’00”LS (Gambar 3). Adapun batas-batas wilayah Kawasan Agropolitan Ciwidey adalah :

• Sebelah Utara : Kabupaten Bandung Barat • Sebelah Timur : Kabupaten Bandung • Sebelah Selatan : Kabupaten Cianjur • Sebelah Barat : Kabupaten Cianjur

Gambar 3. Peta Administrasi Kawasan Agropolitan Ciwidey

Wilayah Pengembangan Agropolitan Ciwidey mempunyai luas wilayah 40.674,67 Ha, yang terdiri dari 3 Kecamatan, yaitu Kecamatan Ciwidey,

(25)

Kecamatan Rancabali, dan Kecamatan Pasirjambu, dimana terbagi dalam 22 desa. Rincian nama-nama desa beserta luasnya tertera pada Tabel 2.

Tabel 2. Nama desa dan Luas Wilayah per Desa

Luas

No Nama Kecamatan Nama Desa (ha) (%)

1 Ciwidey 211,71 0,49 2 Lebakmuncang 1.672,58 3,83 3 Nengkelan 442,85 1,01 4 Panundaan 314,98 0,72 5 Panyocokan 408,07 0,94 6 Rawabogo 1.056,79 2,42 7 Ciwidey Sukawening 739,96 1,70 8 Cibodas 878,91 2,01 9 Cikoneng 370,66 0,85 10 Cisondari 2.295,58 5,26 11 Cukanggenteng 489,91 1,12 12 Margamulya 740,21 1,70 13 Mekarmaju 165,77 0,38 14 Mekarsari 1.822,71 4,18 15 Pasirjambu 246,06 0,56 16 Sugihmukti 10.077,26 23,09 17 Pasirjambu Tenjolaya 6.870,58 15,74 18 Alam Endah 1.296,94 2,97 19 Cipelah 4.434,92 10,16 20 Indragiri 2.484,28 5,69 21 Patengan 4.640,67 10,63 22 Rancabali Sukaresmi 1.980,17 4,54 Total 43.641,55 100,00

Sumber : Hasil Analisis Peta Rupa Bumi

Dari Tabel 2 dapat disimpulkan bahwa Desa Sugihmukti memiliki luas

wilayah yang paling besar yaitu 10.077,26 ha, sedangkan untuk luas wilayah yang paling kecil adalah Desa Mekarmaju yaitu sebesar 165,77 ha.

(26)

4.2. Topografi

Topografi wilayah Ciwidey merupakan daerah dengan topografi relatif bergelombang dan sedikit datar. Daerah ini terletak pada ketinggian kurang lebih 1.100 meter di atas permukaan air laut. Bentuk wilayah yang terdapat di ketiga kecamatan tersebut adalah berbukit (15-25 %), bergelombang (8-15 %), berombak (3-8 %), dan datar (0-3 %). Sebagian besar Kawasan Agropolitan Ciwidey memiliki bentuk wilayah bergelombang (8-15 %) dan berombak (3-8 %) terutama di Kecamatan Pasirjambu. Untuk melihat lebih jelas kondisi bentuk wilayah di Kawasan Agropolitan Ciwidey dapat dilihat pada Gambar 4 berikut:

Gambar 4. Peta Bentuk Wilayah Kawasan Agropolitan Ciwidey

4.3. Tanah

Tanah-tanah di Kawasan Agropolitan Ciwidey berkembang dari batuan lava andesit dan basalts, penyebarannya cukup luas dan dijumpai pada relief berombak, bergelombang sampai berbukit. Tanah bervariasi dari agak dalam

(27)

sampai sangat dalam, berdrainase baik, dan reaksi tanah masam sampai agak masam. Diklasifikasikan sebagai tanah Ultisols, Alfisols, Inceptisols, Andisols dan Mollisol. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Sebaran Landform Kawasan Agropolitan Ciwidey Tahun 2006

No. Landform Ciwidey Pasir Jambu Rancabali Total

1 Dataran aluvial - 149,9 - 149,9

2 Dataran bekas danau 108,4 230,2 92,3 430,9

3 Dataran Tektonik 34,4 12.145,8 2.560,1 14.740,2

4 Dataran Volkan 490,9 2.682,1 - 3.173,0

5 Jalur aliran 787,4 272,1 297,6 1357,1

6 Kaki Pegunungan Volkan 800,6 3.018,5 6.719,1 10.538,3

7 Perbukitan Tektonik 1.066,0 2.662,4 3406,8 7.135,2

8 Perbukitan Volkan Tua 607,5 274,4 260,2 1.142,1

9 (blank) 690,2 741,4 576,1 2.007,7

Total 4.585,3 22.176,8 13.912,3 40.674,4

Sumber : Masteplan Kawasan Agropolitan Ciwidey

Tanah-tanah yang berkembang dari bahan alluvium dan koluvium umumnya di daerah dataran, jalur aliran sungai, dataran bekas danau dan koluvium volkan yang umumnya disawahkan dan sebagian ditanami palawija dan tanaman sayuran. Kedalaman tanah umumnya dalam sampai sangat dalam, drainase agak terhambat sampai sangat terhambat, reaksi tanah sedikit masam sampai netral. Tanah-tanah tersebut diklasifikasikan sebagai tanah Inceptisols dan Andisols (Aquands), penyebarannya terdapat di sekitar Kecamatan Ciwidey, Pasir Jambu dan Rancabali.

4.4. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan di wilayah Ciwidey ini didominasi oleh penggunaan lahan untuk kebun teh, yaitu seluas 12.771,1 ha atau sebesar 31,4 % dari total luas penggunaan lahan. Kawasan ruang terbangun sebesar 4,79 % yang digunakan untuk permukiman. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.

(28)

Tabel 4. Penggunaan Lahan Kawasan Agropolitan Ciwidey Tahun 2006

Penggunaan Lahan Luas (ha) Persentase (%)

Badan Air 67,1 0,16

Hutan Damar 126,4 0,31

Hutan Eucalyptus 1.929,4 4,74

Hutan Lebat (Primer) 12.132,3 29,83

Hutan Sekunder/Belukar 908,4 2,23 Kebun Campuran-1 1.777,3 4,37 Kebun Campuran-2 56,8 0,14 Kebun Teh 12.771,1 31,40 Pemukiman 1.946,9 4,79 Rumput 16,0 0,04

Sawah Irigasi Sederhana 1.653,0 4,06

Sawah Irigasi Semi Teknis 769,7 1,89

Sawah Tadah Hujan 1.488,2 3,66

Semak Belukar 3.293,7 8,10

Tegalan (palawija) 0,3 0,00

Tegalan (Sayuran Dataran Tinggi) 1.738,3 4,27

Total 40.674,7 100,00

Sumber : Masteplan Kawasan Agropolitan Ciwidey

Secara alami faktor yang mempengaruhi penggunaan lahan di Kawasan Agropolitan Ciwidey antara lain kemiringan tanah, jenis tanah, curah hujan, kandungan air tanah dan sebagainya, sedangkan faktor non alami yang mempengaruhi penggunaan lahan yaitu aktivitas yang terjadi di masyarakat, mata pencaharian, jumlah penduduk dan sebaran penduduk.

4.5. Kependudukan

Kepadatan penduduk Kawasan Agropolitan Ciwidey rata-rata 6,7 jiwa/ha. Pada tahun 2006, desa yang mempunyai tingkat kepadatan penduduk tertinggi adalah Desa Sukaresmi Kecamatan Rancabali dengan tingkat kepadatan 77,5 jiwa/ha, sedangkan kepadatan penduduk terendah berada di Desa Sugihmukti Kecamatan Pasirjambu dengan tingkat kepadatan 1,2 jiwa/ha (Tabel 5).

(29)

Tabel 5. Kepadatan Penduduk Rata-Rata per Desa Kawasan Agropolitan Ciwidey

Tahun 2006

Jumlah Penduduk Rata-rata Kepadatan

Kecamatan Desa Luas (ha) (jiwa) (jiwa/ha)

1. Panundaan 321,3 10.863 33,8 2. Ciwidey 218,3 13.727 62,9 3. Panyocokan 389,2 9.802 25,2 4. Lebakmuncang 800 10.459 13,1 5. Rawabogo 759,8 6.650 8,8 6. Nengkelan 346,2 4.969 14,4 Ciwidey 7. Sukawening 700,2 9.123 13,0 8. Cipelah 606,7 8.987 14,8 9. Sukaresmi 113,9 8.829 77,5 10. Indragiri 191 4.376 22,9 11. Patengan 2.538,3 5.385 2,1 Rancabali 12. Alamendah 226,5 17.353 76,6 13. Sugihmukti 9985 11.910 1,2 14. Margamulya 386,1 6.932 18,0 15. Tenjolaya 3.661,3 11.190 3,1 16. Cisondari 2024 8.648 4,3 17. Mekarsari 1196 4.938 4,1 18. Cibodas 1926 7.089 3,7 19. Cukanggenteng 463 5.488 11,9 20. Pasirjambu 145,1 6.768 46,6 21. Mekarmaju 140 5.696 40,7 Pasirjambu 22. Cikoneng 472,1 4.963 10,5 Jumlah 27.610 184.145 6,7

Sumber: Potensi Desa Jawa Barat Tahun 2006

Secara keseluruhan penyebaran penduduk di Kawasan Agropolitan Ciwidey sudah cukup merata, namun bila dilihat berdasarkan rata-rata kepadatan penduduk yang ada, masih terdapat penumpukan penduduk di beberapa desa, yakni Desa Sukaresmi dan Desa Alam Endah yang terletak di Kecamatan Rancabali.

4.6. Struktur Mata Pencaharian Penduduk

Penduduk merupakan salah satu indikator perkembangan dan pembangunan wilayah sehingga laju pertumbuhan penduduk perlu diperhatikan dengan baik. Salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu wilayah

(30)

adalah dengan melihat pertumbuhan ekonomi dan sumberdaya manusia yang handal di wilayah tersebut. Dalam pembangunan ekonomi, sektor ketenagakerjaan merupakan salah satu sektor penting khususnya dalam upaya pemerintah untuk mengurangi jumlah penduduk miskin. Kelompok penduduk dapat dilihat dari penduduk yang bekerja dan penduduk yang sedang mencari kerja. Lapangan usaha yang terdapat di wilayah Ciwidey terdiri dari pertanian, industri, perdagangan, dan jasa. Sebagian besar penduduk di ketiga kecamatan bekerja pada lapangan usaha pertanian seperti yang ditunjukkan Tabel 6.

Tabel 6. Jumlah Penduduk per Lapangan Usaha

Ciwidey Rancabali Pasirjambu

Kecamatan (jiwa) (%) (jiwa) (%) (jiwa) (%)

Pertanian 16.665 52,62 17.262 78,99 23.875 66,54 Industri 2.811 8,88 822 3,76 3.525 9,82 Perdagangan 4.588 14,49 1.086 4,97 4.229 11,79 Jasa 2.106 6,65 1.588 7,27 1.733 4,83 Lainnya 5.503 17,37 1.096 5,02 2.517 7,02 Total 31.673 100,00 21.854 100,00 35.879 100,00

Sumber: Master Plan Kawasan Agropolitan Ciwidey

4.7. Transportasi

Tabel 7 di bawah menunjukkan seberapa jauh dan seberapa lama sebuah

desa dapat mengakses ibukota kecamatan masing-masing. Untuk Kecamatan Ciwidey, Desa Sukawening dan Panyocokan adalah desa terjauh dari ibukota Kecamatan Ciwidey; adapun Desa Lebakmuncang adalah desa terdekat. Untuk Kecamatan Rancabali, Desa Cipelah adalah desa terjauh; adapun Desa Patengan adalah desa terdekat. Untuk Kecamatan Pasirjambu, Desa Mekarsari adalah desa terjauh; adapun Desa Pasirjambu adalah desa terdekat.

(31)

Tabel 7. Jarak dan Waktu Tempuh Desa-Ibukota Kecamatan

Kecamatan Desa Jarak

Desa-Ibukota Kecamatan (km) Waktu Tempuh Desa-Ibukota Kecamatan (menit) Panundaan 3.2 5 Ciwidey 3 10 Panyocokan 7 15 Lebakmuncang 0.2 5 Rawabogo 3 15 Nengkelan 3.5 15 Ciwidey Sukawening 7 15 Cipelah 16 60 Sukaresmi 10 30 Indragiri 5 15 Patengan 0.8 1 Rancabali Alamendah 8.1 5 Sugihmukti 7 20 Margamulya 4.5 45 Tenjolaya 3 17 Cisondari 1.5 10 Mekarsari 8 37 Cibodas 2 30 Cukanggenteng 1 10 Pasirjambu 0.2 10 Mekarmaju 2 16 Pasirjambu Cikoneng 3.5 30

Sumber: Master Plan Kawasan Agropolitan Ciwidey

Sementara untuk ketersediaan fisik jalan di Kawasan Agropolitan Ciwidey meliputi jalan negara yang hanya ada di Kecamatan Rancabali dengan panjang 23 km. Adapun panjang jalan provinsi dan jalan kabupaten yang melalui Kecamatan Rancabali proporsinya cukup besar mengingat Kecamatan Rancabali adalah kecamatan yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Cianjur. Ketersediaan aksesibilitas jalan di Kawasan Ciwidey dapat dilihat pada Gambar 5.

(32)

Kecamatan Rancabali

Kecamatan Pasirjambu Kecamatan Ciwidey Mekarmaju

Panyocokan Pasirjambu Cikoneng Sukawening Nengk elan Rawabogo Lebakmuncang Panundaan Ciwidey Margamulya Tenjolaya Cisondari Cibodas Mek arsari Alam Endah Patengan Indragiri Sugihmukti Cipelah Sukaresmi Cukanggenteng 756000 756000 765000 765000 774000 774000 91 98 00 0 9198 000 92 07 000 9207000 92 16 000 9216000 KETERANGAN KETERSEDIAAN JALAN KAWASAN AGROPOLITAN CIWIDEY S N E W 400000 0 400000 Km Batas Desa Batas Kecamatan Jalan Propinsi Jalan Kabupaten

Gambar 5. Peta Ketersediaan Jalan di Kawasan Agropolitan Ciwidey

4.8. Pertanian

Pengembangan kawasan agropolitan tentunya perlu mengetahui gambaran umum kondisi pertanian khususnya menyangkut komoditas-komoditas pertanian. Ada 16 ragam rata-rata produksi komoditas pertanian (di luar buah-buahan) yang ada di Kawasan Agropolitan Ciwidey di tahun 2004 dan 2005. Secara lebih jelas, gambaran rata-rata produksi per komoditas pertanian dapat dilihat pada Tabel 8.

(33)

Tabel 8. Rata-Rata Produksi Komoditas Pertanian (kw/ha) di Kawasan

Agropolitan Ciwidey

Ciwidey Rancabali Pasirjambu

No Komoditas 2004 2005 2004 2005 2004 2005 1 Padi Sawah 53,17 52,97 52,14 53,52 53,82 53,84 2 Padi Ladang 30,00 32,47 27,20 35,26 31,98 39,92 3 Ubi Kayu 138,02 155,78 132,31 148,42 132,82 159,66 4 Ubi Jalar 98,32 101,86 95,69 99,12 98,71 103,65 5 Jagung 45,47 45,36 42,42 43,23 42,10 45,23 6 Kacang Tanah - - 13,93 13,86 14,21 14,21 7 Kacang Merah 99,25 97,54 74,73 100,59 87,28 8 Bawang Daun 121,37 132,01 156,86 160,86 122,88 140,10 9 Bawang Merah 105,20 - 187,94 178,08 103,78 88,11 10 Bawang Putih 102,33 - 173,29 195,33 102,60 103,57 11 Kubis 273,78 373,80 297,86 373,15 272,57 366,06 12 Tomat 238,83 235,56 240,42 211,05 241,09 224,63 13 Cabe Besar 64,33 103,67 71,73 75,86 78,87 80,18 14 Kentang 194,28 194,94 226,99 218,96 190,60 188,12 15 Petsai/Sawi 231,71 232,16 209,29 224,30 198,96 185,40 16 Wortel - - 239,62 228,71 - -

(34)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisis Hirarki Pusat-Pusat Pelayanan Kawasan Agropolitan

Berdasarkan analisis perkembangan wilayah (skalogram) yang dilakukan, dapat diketahui nilai Indeks Perkembangan Desa (IPD) Kawasan Agropolitan Ciwidey terdistribusi menjadi tiga strata atau hirarki. Hirarki ini menunjukkan tingkat perkembangan masing-masing wilayah (desa). Dari 22 desa yang ada di Kecamatan Pasirjambu, Kecamatan Ciwidey dan Kecamatan Rancabali, hanya dua desa yang tergolong Hirarki I dan memiliki nilai IPD tinggi (140,88 dan 104,89), yakni Desa Ciwidey dan Desa Pasirjambu. Hasil analisis skalogram tertera pada Tabel 9 dan Gambar 6.

Tabel 9. Analisis Perkembangan Wilayah Kawasan Agropolitan

No. Nama Kecamatan Nama Desa Kepadatan (Jiwa/Ha) Jumlah Unit Fasilitas Jumlah Jenis Fasilitas IPD Hirarki

1 Ciwidey Ciwidey 63 843 59 140,88 Hirarki I 2 Pasirjambu Pasirjambu 47 192 53 104,89 Hirarki I 3 Rancabali Indragiri 23 180 44 63,66 Hirarki II 4 Ciwidey Sukawening 13 719 47 62,20 Hirarki II 5 Ciwidey Nengkelan 14 251 41 61,01 Hirarki II 6 Ciwidey Panyocokan 25 402 44 54,68 Hirarki II 7 Rancabali Patengan 2 169 42 53,79 Hirarki II 8 Pasirjambu Cisondari 4 236 44 53,55 Hirarki II 9 Ciwidey Rawabogo 9 332 38 51,23 Hirarki III 10 Pasirjambu Mekarmaju 41 346 39 50,31 Hirarki III 11 Pasirjambu Margamulya 18 162 40 47,75 Hirarki III 12 Ciwidey Panundaan 34 276 43 44,99 Hirarki III 13 Rancabali Alam Endah 77 382 49 44,87 Hirarki III 14 Ciwidey Lebakmuncang 13 281 46 43,83 Hirarki III 15 Rancabali Cipelah 15 229 39 43,36 Hirarki III 16 Pasirjambu Cibodas 4 225 37 42,31 Hirarki III 17 Pasirjambu Cukanggenteng 12 197 36 41,81 Hirarki III 18 Pasirjambu Tenjolaya 3 270 42 38,43 Hirarki III 19 Rancabali Sukaresmi 78 251 35 37,85 Hirarki III 20 Pasirjambu Sugihmukti 1 225 38 33,17 Hirarki III 21 Pasirjambu Cikoneng 11 201 32 31,93 Hirarki III 22 Pasirjambu Mekarsari 4 73 32 29,51 Hirarki III

(35)

Gambar 6. Indeks Perkembangan Desa di Kawasan Agropolitan Ciwidey S N E W 756000 756000 765000 765000 774000 774000 91 98 00 0 9198 00 0 92 07 000 9207000 92 16 00 0 92 16000 0 900000 Km IN D EKS

PER KEMBAN G AN D ESA KAW ASAN AG R OPO LI TAN

C I W ID EY KETER ANG AN Batas De sa Batas Ke camatan Nila i IPD Jalan

Standa ris asi = 50

Kec ama tan R anc ab ali

Kec ama tan Pas irjam bu Kec ama tan C iw id ey Mek ar ma ju

Pan yocoka n Pasirjam bu Ciko nen g Suka we ning Ne ngk elan Ra wa bo go

Leb akm un can g

Pan und aa n Ciw idey Mar g am ulya Te njola ya Ciso nda ri Cibo da s Mek arsar i Alam En dah Pate ng an Ind ra giri Sug ih m ukti Cipe lah Suka re sm i

Cu kan gge nte ng

(36)

Selain karena menjadi ibukota kecamatan, Desa Ciwidey (ibukota Kecamatan Ciwidey) dan Desa Pasirjambu (ibukota Kecamatan Pasirjambu) merupakan wilayah yang dilalui oleh jalan kabupaten dan provinsi sehingga aksesibilitas kedua desa sangat baik. Oleh karena itu pusat-pusat pelayanan masyarakat khususnya pemerintahan dan perdagangan berkembang pesat disini.

Sementara jumlah desa yang tergolong ke dalam hirarki II sebanyak enam desa, yakni Desa Indragiri, Sukawening, Nengkelan, Panyocokan, Patengan dan Cisondari. Sisanya 14 desa masuk ke dalam hirarki III, meliputi Desa Rawabogo, Mekarmaju, Margamulya, Panundaan, Alam Endah, Lebak Muncang, Cipelah, Cibodas, Cukanggenteng, Tenjolaya, Sukaresmi, Sugihmukti, Cikoneng dan Mekarsari. Sebaran hirarki Kawasan Agroplitan Ciwidey tertera pada Gambar 7.

Gambar 7. Peta Sebaran Hirarki Kawasan Agropolitan Ciwidey

Dari gambar di atas, dapat dilihat bahwa persebaran perkembangan wilayah di Kawasan Agropolitan Ciwidey. Selain karena perbedaan sarana prasarana (khususnya aksesibilitas) di setiap desa, alokasi penggunaan lahan di

(37)

Kawasan Agropolitan Ciwidey yang sudah ditetapkan sejak lama (zaman Belanda) juga sangat mempengaruhi kepadatan dan jumlah penduduk, sehingga juga mempengaruhi tingkat perkembangan setiap desa. Untuk desa-desa dimana alokasi penggunaan lahannya (lihat Peta Pola Pemanfaatan Ruang, Gambar 9) sebagian besar adalah perkebunan teh, hutan lindung dan cagar alam akan memiliki kepadatan penduduk yang kecil sehingga pembangunan sarana prasarana pelayanan umum pun jauh lebih kecil dibandingkan dengan wilayah di mana alokasi penggunaan lahannya didominasi oleh pertanian lahan basah dan sawah (memiliki kepadatan penduduk lebih tinggi). Oleh karena itu, dalam analisis perkembangan wilayah dimana variabel-variabel penentunya adalah jumlah unit dan jumlah jenis fasilitas, wilayah/desa tersebut tergolong dalam hirarki rendah (Hirarki III). Tabel lengkap hasil analisis skalogram tertera pada Lampiran 2.

5.2. Analisis Sektor/Komoditas Unggulan Kawasan Agropolitan

Untuk analisis sektor/komoditas unggulan di Kawasan Agropolitan Ciwidey dilakukan dua tahapan analisis, yakni Analisis LQ (pemusatan aktivitas) dan Analisis SSA (tingkat kompetitif aktivitas).

5.2.1. Analisis LQ (Pemusatan Aktivitas) di Kawasan Agropolitan

Pemusatan aktivitas di Kawasan Agropolitan Ciwidey terbagi menjadi dua, yakni pemusatan aktivitas sektor kegiatan dan pemusatan aktivitas pertanian tanaman bahan makanan. Data yang digunakan untuk pemusatan aktivitas sektor kegiatan adalah data PDRB tahun 2006, sedangkan pemusatan aktivitas pertanian tanaman bahan makanan menggunakan data luas tanam dan luas panen tahun 2006.

(38)

Pemusatan Aktivitas Sektor Kegiatan

Lokasi pusat sektor kegiatan didasarkan pada nilai Location Quotient (LQ) maksimal, yaitu diambil sebaran nilai LQ terbesar. Dari Tabel 10 terlihat pola pemusatan di Kecamatan Pasirjambu dari yang tertinggi hingga yang terendah meliputi pemusatan sektor kegiatan perkebunan (7.87), tanaman bahan makanan (3.02), kehutanan (2.02), angkutan jalan raya (1.92), sosial kemasyarakatan (1.69), hotel (1.60), lembaga keuangan bukan bank (1.40), bangunan/konstruksi (1.30), perdagangan besar dan eceran (1.20), peternakan (1.14), sewa bangunan (1.13), perikanan (1.12) dan sektor kegiatan komunikasi (1.01).

Tabel 10. Analisis Pemusatan Sektor Kegiatan Kawasan Agropolitan Ciwidey

Pasirjambu Ciwidey Rancabali

Sektor Kegiatan LQ Sektor Kegiatan LQ Sektor Kegiatan LQ Perkebunan 7,87 Perkebunan 4,14 Hiburan dan rekreasi 9,62

Tanaman Bahan Makanan 3,02 Angkutan jalan raya 3,11 Perkebunan 7,11 Kehutanan 2,02 Tanaman Bahan Makanan 2,97 Kehutanan 1,9 Angkutan jalan raya 1,92 Kehutanan 2,87 Bangunan / Konstruksi 1,19 Sosial kemasyarakatan 1,69 Lembaga keuangan bukan bank 2,48 Sewa bangunan 1,18

Hotel 1,6 Bank 2,3 Sosial kemasyarakatan 1,16 Lembaga keuangan bukan

bank 1,4 Perdagangan besar dan eceran 2,08 Tanaman Bahan Makanan 1,15 Bangunan / Konstruksi 1,29 Sosial kemasyarakatan 1,96 Air bersih 1,14 Perdagangan besar dan eceran 1,2 Bangunan / Konstruksi 1,74 Industri tanpa gas 1,09 Peternakan 1,14 Sewa bangunan 1,74 Angkutan jalan raya 1,07 Sewa bangunan 1,13 Perikanan 1,35 Perikanan 1,12 Air bersih 1,27 Komunikasi 1,01 Peternakan 1,25

Jasa penunjang angkutan 1,03

Sumber: Hasil Analisis

Kecamatan Ciwidey dari yang tertinggi hingga terendah meliputi pemusatan sektor kegiatan perkebunan (4,14), angkutan jalan raya (3,11), tanaman bahan makanan (2,97), Kehutanan (2,87), lembaga keuangan bukan bank (2,48), bank (2,30), perdagangan besar dan eceran (2,08), sosial kemasyarakatan (1,955), bangunan/konstruksi (1,744), sewa bangunan (1,742), perikanan (1,35), air bersih (1,27), peternakan (1,25) dan sektor kegiatan jasa penunjang angkutan (1,03).

(39)

Pola pemusatan sektor kegiatan di Kecamatan Rancabali dari yang tertinggi hingga yang terendah meliputi pemusatan sektor kegiatan hiburan dan rekreasi (9,62), perkebunan (7,11), kehutanan (1,90), bangunan/konstruksi (1,19), sewa bangunan (1,18), sosial kemasyarakatan (1,16), tanaman bahan makanan (1,15), air bersih (1,14), industri tanpa gas (1,09) dan sektor kegiatan angkutan jalan raya (1,07).

Dari hasil pemusatan sektor kegiatan di atas, diketahui bahwa sektor kegiatan pertanian secara luas unggul (memiliki tingkat komparatif yang tinggi) di tiga kecamatan Kawasan Agropolitan Ciwidey. Hal ini dibuktikan dengan terpusatnya sebagaian besar kegiatan pertanian di setiap kecamatan (Gambar 8). Hal tersebut juga dapat dilihat dari Peta Pola Pemanfaatan Ruang Kawasan Agropolitan Ciwidey (Gambar 9) dimana penggunaan lahan di wilayah tersebut sebagian besar adalah hutan lindung, cagar alam dan perkebunan.

Gambar 8. Peta Pemusatan Sektor Kegiatan Unggulan Kawasan Agropolitan

(40)
(41)

Pemusatan Aktivitas Pertanian Tanaman Bahan Makanan Berdasarkan Luas Tanam

Pola pemusatan komoditas seledri mendominasi pola pemusatan tanaman bahan makanan di Kecamatan Ciwidey dan Kecamatan Pasirjambu, dimana nilai LQ komoditas seledri di Kecamatan Ciwidey dan Kecamatan Pasirjambu paling tinggi dibandingkan dengan nilai LQ komoditas lain yang terdapat di kedua kecamatan tersebut. Di Kecamatan Rancabali selain komoditas seledri juga terjadi pola pemusatan komoditas bawang putih. Nilai LQ komoditas bawang putih di Kecamatan Rancabali paling tinggi dibandingkan nilai LQ komoditas lainnya di Kecamatan Rancabali dan Kawasan Agropolitan Ciwidey. Hasil analisis LQ terhadap luas tanam komoditas pertanian tanaman bahan makanan dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11.Analisis Pemusatan Komoditas Pertanian Tanaman Bahan Makanan

Kawasan Agropolitan Ciwidey berdasarkan Luas Tanam

Pasirjambu Ciwidey Rancabali

Komoditas LQ Komoditas LQ Komoditas LQ

Seledri 7,47 Seledri 14,92 Bawang putih 35,10

Cabe Rawit 4,71 Kembang Kol 5,86 Seledri 15,94 Buncis 4,48 Bawang daun 4,96 Kacang Tanah 8,95

Bawang daun 3,49 Buncis 3,85 Ubi Jalar 5,55

Petsai/sawi/sosin 2,37 Tomat 1,77 Cabe Rawit 4,86 Kacang merah 2,12 Petsai/sawi/sosin 1,58 Bawang daun 4,78 Kacang Tanah 1,81 Cabe Besar 1,54 Ubi Kayu 3,06

Tomat 1,80 Padi Sawah 1,28 Kembang Kol 2,37

Cabe Besar 1,48 Jagung 2,02

Padi Gogo 1,27 Padi Gogo 1,80

Padi Sawah 1,10 Cabe Besar 1,62

Kacang merah 1,30

Buncis 1,38

Tomat 1,10

Wortel 1,06

Bawang merah 1,05

(42)

Dari Tabel 11 diketahui bahwa di Kecamatan Pasirjambu terjadi pola pemusatan komoditas pertanian dari yang tertinggi hingga yang terendah meliputi komoditas seledri (7,47), cabe rawit (4,71), buncis (4,47), bawang daun (3,49), petsai/sawi (2,37), kacang merah (2,12), kacang tanah (1,81), tomat (1,80), cabe besar (1,48), padi gogo (1,27) dan komoditas padi sawah (1,10).

Pola pemusatan komoditas pertanian tanaman bahan makanan yang terjadi di Kecamatan Ciwidey dari yang tertinggi hingga yang terendah berdasarkan luas tanam meliputi komoditas seledri (14,92), kembang kol (5,86), bawang daun (4,96), buncis (3,85), tomat (1,77), petsai/sawi (1,58), cabe besar (1,54) dan komoditas padi sawah (1,28).

Sedangkan pola pemusatan komoditas pertanian tanaman bahan makanan yang terjadi di Kecamatan Rancabali dari yang tertinggi hingga yang terendah berdasarkan luas tanam meliputi komoditas bawang putih (35,10), seledri (15,94), kacang tanah (8,95), ubi jalar (5,55), cabe rawit (4,86), bawang daun (4,78), ubi kayu (3,06), kembang kol (2,37), jagung (2,02), padi gogo (1,80), cabe besar (1,62), kacang merah (1,43), buncis (1,38), tomat (1,10), wortel (1,06) dan komoditas bawang merah (1,05).

Dari hasil analisis pemusatan kegiatan pertanian tanaman bahan makanan berdasarkan data luas tanam tahun 2006, diketahui bahwa komoditas unggulan tanaman bahan makanan paling banyak terdapat di Kecamatan Rancabali dengan 16 jenis komoditas.

(43)

Pemusatan Aktivitas Pertanian Tanaman Bahan Makanan Berdasarkan Luas Panen

Untuk melihat pola pemusatan aktivitas pertanian tanaman bahan makanan, analisis pemusatan juga dilakukan dengan menggunakan data luas panen dari masing-masing jenis komoditas tanaman hortikultura dan palawija. Dilihat dari nilai LQ luas panen terbesar komoditas tanaman bahan makanan (hortikultura dan tanaman palawija) di Kawasan Agropolitan Ciwidey, maka Kecamatan Ciwidey dan Kecamatan Pasirjambu menjadi sentra komoditas seledri dengan nilai LQ luas panen terbesar dibandingkan komoditas lainnya yang ada di masing-masing kecamatan, sedangkan Kecamatan Rancabali menjadi sentra komoditas bawang putih selain sentra komoditas seledri. Nilai LQ komoditas bawang putih dan seledri di Kecamatan Rancabali paling tinggi dibandingkan komoditas lainnya di Kawasan Agropolitan Ciwidey. Hasil perhitungan nilai LQ dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Analisis Pemusatan Komoditas Pertanian Tanaman Bahan Makanan

Kawasan Agropolitan Ciwidey berdasarkan Luas Panen

Pasirjambu Ciwidey Rancabali

Komoditas LQ Komoditas LQ Komoditas LQ

Seledri 9,63 Seledri 15,32 Bawang putih 31,73

Cabe Rawit 4,80 Kembang Kol 4,73 Seledri 20,38 Buncis 4,08 Bawang daun 4,60 Kacang Tanah 11,68

Bawang daun 3,70 Buncis 3,51 Ubi Jalar 8,30

Petsai/sawi/sosin 2,180 Tomat 2,130 Bawang daun 4,81

Tomat 2,07 Cabe Besar 1,97 Cabe Rawit 4,13

Kacang merah 1,50 Petsai/sawi/sosin 1,66 Padi Gogo 2,53

Cabe Besar 1,37 Padi sawah 1,30 Kembang Kol 2,02

Kacang Tanah 1,26 Jagung 1,89

Padi sawah 1,15 Cabe Besar 1,52

Ubi Jalar 1,15 Ubi Kayu 1,49

Buncis 1,47 Bawang merah 1,29

Tomat 1,14

(44)

Dengan demikian komoditas pertanian tanaman bahan makanan yang memusat di Kecamatan Pasirjambu dengan nilai pemusatan yang tertinggi hingga terendah adalah komoditas seledri (9,36), cabe rawit (4,80), buncis (4,08), bawang daun (3,70), petsai/sawi (2,18), tomat (2,07), kacang merah (1,50), cabe besar (1,37), kacang tanah (1,26), padi sawah (1,15) dan komoditas ubi jalar (1,15).

Pemusatan komoditas pertanian tanaman bahan makanan di Kecamatan Ciwidey berdasarkan luas panen dari yang tertinggi hingga terendah meliputi komoditas seledri (15,32), kembang kol (4,73), bawang daun (4,60), buncis (3,51), tomat (2,13), cabe besar (1,97), petsai/sawi (1,66) dan komoditas padi sawah (1,30).

Sementara di Kecamatan Ciwidey pola pemusatan komoditas pertanian tanaman bahan makanan berdasarkan luas panen dari yang tertinggi hingga yang terendah meliputi bawang putih (31,73), seledri (20,38), kacang tanah (11,68), ubi jalar (8,30), bawang daun (4,81), cabe rawit (4,13), padi gogo (2,53), kembang kol (2,02), jagung (1,90), cabe besar (1,52), ubi kayu (1,49), buncis (1,47), bawang merah (1,29) dan tomat (1,14).

Pola pemusatan dari masing-masing komoditas tersebut menunjukkan bahwa wilayah-wilayah tersebut memiliki tingkat keunggulan komparatif untuk pengembangan komoditas tertentu. Desa-desa tertentu memiliki keunggulan komparatif untuk pengembangan luas panen untuk jenis komoditas tertentu dibandingkan terhadap agregat wilayah pengembangan. Hasil dari analisis LQ aktivitas pertanian tanaman bahan makanan dapat dilihat pada Gambar 10. Semua hasil perhitungan LQ dapat dilihat pada Lampiran 3.

(45)

Gambar 10. Peta Pemusatan Aktivitas Pertanian Tanaman Bahan Makanan

Kawasan Agropolitan Ciwidey

5.2.2. Analisis SSA (Tingkat Kompetitif Aktivitas) di Kawasan Agropolitan Tingkat Kompetitif Aktivitas Sektor Kegiatan

Analisis kompetitif (SSA) sektor kegiatan dilakukan untuk melihat perbandingan laju petumbuhan perekonomian di Kawasan Agropolitan Ciwidey dengan laju pertumbuhan perekonomian Kabupaten Bandung, sehingga dapat diketahui sektor kegiatan yang memiliki keunggulan bersaing (kompetitif) di Kawasan Agropolitan Ciwidey. Analisis ini berdasarkan data PDRB Kabupaten Bandung tahun 2005-2006. Selain itu, analisis shift share juga digunakan dalam menentukan besarnya aktivitas suatu sektor pada ketiga kecamatan di Kawasan Agropolitan Ciwidey, sehingga pertumbuhan wilayah ketiga kecamatan pun dapat dibandingkan.

Berdasarkan hasil analisis differential shift (DS) di Kecamatan Pasirjambu, sektor kegiatan bank memiliki tingkat kompetitif paling tinggi (0,020), kemudian

(46)

restoran (0,020), komunikasi (0,020), hiburan dan rekreasi (0,009), tanaman bahan makanan (0,008), angkutan jalan raya (0,004), kehutanan (0,003), bangunan/konstruksi (0,002), jasa perorangan dan rumah tangga (0,002) dan penggalian (0,001) (Tabel 13).

Tabel 13. Analisis Kompetitif Sektor Kegiatan Kawasan Agropolitan Ciwidey

Pasirjmbu Ciwidey Rancabali

Sektor Kegiatan DS Sektor Kegiatan DS Sektor Kegiatan DS Bank 0,020 Komunikasi 0,027 Bank 0,025 Restoran 0,020 Pemerintahan Umum 0,026 Restoran 0,022 Komunikasi 0,020 Restoran 0,025 Komunikasi 0,021

Hiburan dan rekreasi 0,009 Penggalian 0,021 Air bersih 0,011 Tanaman Bahan Makanan 0,008 Air bersih 0,018 Bangunan / Konstruksi 0,009

Angkutan jalan raya 0,004 Kehutanan 0,015 Penggalian 0,009 Kehutanan 0,003 Bangunan / Konstruksi 0,013 Kehutanan 0,007

Bangunan / Konstruksi 0,002 Hiburan dan rekreasi 0,012 Hiburan dan rekreasi 0,006 Perorangan dan rumah

tangga 0,002 Angkutan jalan raya 0,011 Tanaman Bahan Makanan 0,005 Penggalian 0,001 Tanaman Bahan Makanan 0,009 Perorangan dan rumah tangga 0,004

Perorangan dan rumah tangga 0,007 Angkutan jalan raya 0,003

Listrik 0,007

Perdagangan besar dan eceran 0,001

Sumber: Hasil Analisis

Nilai differential shift untuk Kecamatan Ciwidey menunjukkan bahwa sektor yang memiliki tingkat kompetitif dari yang tertinggi hingga yang terendah meliputi sektor kegiatan komunikasi (0,027), pemerintahan umum (0,026), restoran (0,025), penggalian (0,021), air bersih (0,018), kehutanan (0,015), bangunan/konstruksi (0,013), hiburan dan rekreasi (0,012), angkutan jalan raya (0,011), tanaman bahan makanan (0,009), jasa perirangan dan rumah tangga (0,007), listrik (0,007) serta sektor kegiatan perdagangan besar dan eceran (0,001).

Sementara nilai kompetitif sektor kegiatan untuk Kecamatan Rancabali dari yang tertinggi hingga terendah meliputi sektor kegiatan bank (0,025), restoran (0,022), komunikasi (0,021), air bersih (0,011), bangunan/konstruksi (0,009), penggalian (0,009), kehutanan (0,007), hiburan dan rekreasi (0,006), tanaman

(47)

bahan makanan (0,005), jasa perorangan dan rumah tangga (0,004), serta sektor kegiatan angkutan jalan raya (0,003).

Dari hasil analisis competitiveness (SSA), sektor kegiatan pertanian secara luas masih terdistribusi merata di setiap kecamatan. Hal ini membuktikan bahwa secara kompetitif kegiatan pertanian merupakan sektor unggulan di Kawasan Agropolitan Ciwidey. Hasil analisis SSA sektor kegiatan dapat dilihat pada

Gambar 11.

Gambar 11. Peta Tingkat Kompetitif Sektor Kegiatan Kawasan Agropolitan

Ciwidey

Tingkat Kompetitif Aktivitas Kegiatan Pertanian Tanaman Bahan Makanan Berdasarkan Luas Tanam

Untuk mengetahui perbandingan laju pertumbuhan komoditas pertanian tanaman bahan makanan di Kawasan Agropolitan Ciwidey dengan laju pertumbuhan komoditas tanaman bahan makanan di seluruh Kabupaten Bandung dapat menggunakan metode analisis shift share berdasarkan data luas tanam dan

(48)

luas panen tanaman bahan makanan. Dengan demikian dapat diketahui luas tanam dan luas panen dari komoditas tanaman bahan makanan yang memiliki keunggulan bersaing (competitiveness) di Kawasan Agropolitan Ciwidey.

Berdasarkan hasil analisis, nilai Differential Shift tertinggi di Kecamatan Ciwidey adalah komoditas kembang kol (2,170). Hal ini berarti laju pertambahan luas tanam komoditas kembang kol adalah 2,170 lebih tinggi dibandingkan tingkat pertambahan luas tanam komoditas kembang kol secara umum di Kawasan Agropolitan Ciwidey (Tabel 14).

Tabel 14.Analisis Kompetitif Komoditas Pertanian Tanaman Bahan Makanan

Kawasan Agropolitan Ciwidey berdasarkan Luas Tanam

Pasirjambu Ciwidey Rancabali

Komoditas DS Komoditas DS Komoditas DS Kentang 1,226 Kembang Kol 2,170 Kacang Merah 1,216 Kacang Merah 0,731 Bawang Daun 1,771 Bawang Daun 1,125

Cabe 0,667 Petsai 0,757 Cabe 0,586

Bawang Daun 0,633 Tomat 0,571 Wortel 0,277

Petsai 0,499 Kentang 0,548 Tomat 0,256

Tomat 0,421 Kubis 0,41 Cabe Rawit 0,227

Kubis 0,408 Buncis 0,37 Bawang Putih 0,193

Cabe Rawit 0,25 Cabe 0,216 Petsai 0,172

Buncis 0,214 Kentang 0,137

Bawang Merah 0,029

Sumber: Hasil Analisis

Di Kecamatan Pasirjambu, komoditas kentang menjadi komoditas yang paling tinggi nilai differential shift nya (1,226). Hal ini berarti laju pertambahan luas tanam komoditas kentang 1,226 lebih tinggi dibandingkan tingkat pertambahan luas tanam komoditas kentang secara umum di Kawasan Agropolitan Ciwidey.

Untuk Kecamatan Rancabali komoditas yang memiliki nilai differential shift paling tinggi adalah komoditas kacang merah (1,216). Hal ini berarti laju pertambahan luas tanam komoditas kacang merah di Kecamatan Rancabali 1,216

Referensi

Dokumen terkait

Pada proyek pembangunan pabrik fiber cement board di Mojosari ini, dengan dimensi bangunan 162 m x 17,5 m dilakukan analisa data metode pelaksanaan, biaya dan waktu

Penambahan asam sitrat yang tinggi pada perlakuan A5 menyebabkan semakin banyak asam sitrat yang dapat membentuk ikatan hidrogen dengan glukosa yang berasal

(2) Atribut-atribut yang menjadi pertimbangan konsumen dalam membeli rengginang lorjuk di Kecamatan Kamal Bangkalan berdasarkan hasil analisis uji konjoin adalah

Soekanto (2005) mengemukakan peranan mencakup tiga hal; 1) peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti

Globalni cilj je opredeljen kot »PRESOJANJE BONITETE PODJETJA«, kriteriji so »KVANTITATIVNI DEJAVNIKI« in »KVALITATIVNI DEJAVNIKI«, atributi pa so »STOPNJA

Dari 28 spesies tanaman inang kupu-kupu yang ditemukan, ada 2 familia yang paling banyak digunakan sebagai tanaman pakan dan tanaman inang larva yaitu

Sebagai penyedia pelayanan kepada para Wajib Pajak, maka SAMSAT Corner bertanggungjawab dalam menyelenggarakan pelayanan. Guna mendukung hal tersebut, maka Kantor

berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa kadar glukosa darah tiap kelompok hingga sebelum intervensi berada pada nilai yang sama, setelah intervensi dilakukan