• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB SATU P E N D A H U L U A N. memenuhi kebutuhan hidupnya. Bagi masyarakat Indonesia yang merupakan negara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB SATU P E N D A H U L U A N. memenuhi kebutuhan hidupnya. Bagi masyarakat Indonesia yang merupakan negara"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB SATU P E N D A H U L U A N

1.1. Latar Belakang Masalah

Tanah merupakan salah satu elemen yang penting bagi hidup manusia. Setiap manusia akan memaknai tanah bagi dirinya sendiri berdasarkan pengalaman-pengalaman hidup yang dialaminya. Di atas tanah, manusia hidup dan berkembang, dapat membangun relasi dengan sesamanya. Di atas tanah, manusia berusaha menggarap tanah itu demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Bagi masyarakat Indonesia yang merupakan negara agraris, tanah merupakan sumber kehidupan yang sangat penting. Tanah juga dapat menjadi penunjuk identitas seseorang dan membangun keterikatan tertentu dengan orang-orang yang tinggal bersama di atas tanah itu. Bahkan secara emosional, seseorang akan sangat terikat dengan tanah di mana dia tinggal. Misalnya ada masyarakat yang mengatakan bahwa “ hujan emas di negeri orang, tidak sama dengan hujan batu di negeri sendiri”. Maksud dari pernyataan ini adalah bahwa sekalipun merasakan kehidupan yang lebih baik di negeri (tanah) yang lain, tetapi tidak sama dengan menikmati kehidupan di negeri (tanah) sendiri. Singkatnya, tanah begitu berarti bagi setiap manusia, siapapun dia.

(2)

Selain tanah sangat berarti bagi manusia, tanah juga dapat menjadi sumber konflik. Hal ini terjadi di mana-mana, di belahan bumi ini termasuk di negara Indonesia. Baik itu yang terjadi antara individu yang masih mempunyai hubungan kekerabatan maupun tidak. Tetapi juga antara pihak yang memiliki kuasa terhadap orang yang dikuasainya. Konflik itu menimbulkan korban material dan juga korban jiwa.

Di Maluku, konflik yang bersumber pada masalah tanahpun terjadi. Bahkan ada pula yang awalnya bukan bersumber pada masalah tanah tetapi justru imbasnya adalah membuat orang kehilangan haknya atas tanah. Saat terjadi kerusuhan Maluku tahun 1999, banyak kelompok masyarakat yang terpaksa harus keluar dari tanahnya, tergusur dari tempat tinggalnya. Padahal sudah berpuluh tahun bahkan sejak jaman nenek moyangpun mereka berdiam di situ, seluruh kehidupan mereka dibangun di atas tanah itu. Apalagi bagi komunitas masyarakat petani, mereka sangat merasa kehilangan. Seolah-olah mereka kehilangan hidup karena tanah bagi mereka adalah sumber kehidupan.

Masyarakat Kariu di kabupaten Maluku Tengah adalah salah satu masyarakat yang merasakan langsung akibat kerusuhan Maluku, tanggal 14 Pebruari 1999. Mereka tergusur dari negeri dan tanahnya setelah mencoba bertahan dari serangan desa tetangga, Pelauw (dan bantuan tenaga dari luar desa Pelauw). Akibatnya adalah mereka mengalami perubahan status dari masyarakat yang tadinya berdiam di negeri sendiri, kemudian beralih menjadi masyarakat pengungsi. Sebelumnya mereka juga pernah

(3)

mengalami konflik tanah dengan Pelauw dan membuat mereka terpaksa bergeser dari sebagian tanah mereka yang sekarang telah didiami oleh masyarakat Pelauw.

Realitas masyarakat pengungsi adalah suatu relitas yang sangat memprihatinkan. Semua bidang hidup mereka menjadi porak-poranda. Pendidikan anak-anak terbengkalai, untuk menyambung kehidupan sehari-hari menanti uluran tangan berbagai pihak. Aktifitas di bidang pemerintahan, adat dan agama terhenti. Mereka terpaksa menderita di negeri lain padahal memiliki negeri sendiri yang menjamin kebahagian dan kesejahteraan mereka.

Status sebagai pengungsi dan tinggal di tanah orang dengan sejumlah penderitaan yang dialami, mendorong masyarakat Kariu untuk tetap berjuang agar kembali ke tanah mereka. Selama enam (6) tahun mereka berjuang untuk mendapatkan lagi hak milik mereka. Dalam perjuangan itu, mereka diperhadapkan dengan berbagai tantangan dan kesulitan dari berbagai pihak terutama dari negeri tetangga, Pelauw. Mereka terancam kehilangan nyawa jika ingin kembali. Hal itu terlihat pada berbagai tulisan yang ditulis di pintu atau dinding rumah yang dibangun untuk masyarakat Kariu. Masih ada ledakan bom sebagai protes ketika masyarakat Kariu membersihkan negeri dalam rencana untuk kembali dan ancaman-ancaman lainnya.

Melalui tesis ini, penulis akan mencoba untuk melihat bagaimana masyarakat Kariu memaknai tanah bagi diri mereka karena itu mereka berjuang untuk mempertahankan hak milik mereka. Namun yang paling penting adalah melihat adanya ancaman dari pihak orang-orang yang memiliki kekuatan dan kekuasaan dan pada saatnya bisa

(4)

menggunakan itu untuk menggusur masyarakat Kariu dan mengambil tanah mereka dengan cara yang tidak wajar. Kajian ini dirasa penting mengingat bahwa ternyata pengalaman konflik yang dialami Kariu bukan saja baru terjadi tahun 1999, tetapi sudah terjadi beberapa kali sebelumnya sehingga mereka pernah bergeser dari lokasi hunian lama dan tinggal di lokasi yang kini mereka tinggal. Bahkan sebagian tanah mereka kini dihuni oleh masyarakat Ory yang merupakan anak dusun dari Pelauw.

Pengalaman yang dimiliki oleh masyarakat Kariu dalam kaitan dengan masalah tanah agak berbeda dari persoalan masyarakat lain. Kenyataan lain terlihat di mana-mana bahwa ada kelompok masyarakat yang hak miliknya atas tanah diambil secara tidak wajar. Bahkan dengan dalil untuk kepentingan umum, maka tanah mereka diambil tetapi pada akhirnya nampak bahwa tanah itu dimanfaatkan hanya untuk memuaskan kesenangan segelintir orang yang memiliki kuasa dan pengaruh yang besar. Bahkan tidak jarangp hukumpun menyatakan keberpihakan kepada sang penguasa sehingga si pemilik tanah terpaksa menjadi korban sampai kepada generasi mereka selanjutnya.

Kasus masyarakat Kariu memang agak berbeda tetapi bagi penulis ada sedikit kesamaan dari sisi korbannya sekelompok orang, yang hak miliknya diambil daripadanya dengan cara yang tidak wajar. Pengalaman-pengalaman yang disebutkan di atas menjadi indikator bahwa masyarakat Kariu sementara berada dalam ancaman akan kehilangan hak mereka atas tanah. Bukan hal yang aneh lagi bahwa suatu saat benar-benar mereka akan kehilangan hak atas tanah kalau kuasa dan dominasi kelompok tertentu dikembangkan. Bukan hal yang tidak mungkin bahwa suatu saat Pelauw dengan segala

(5)

cara dan dalil akan merebut tanah Kariu dan menjadikannya sebagai milik mereka. Bahkan bukanlah tidak mungkin jalan kekerasan akan dipakai dan tanah itu akan diambil secara paksa.

1.2. Teks Alkitab

Alkitab mencatat bahwa ada tiga (3) janji yang diberikan TUHAN kepada para leluhur Israel dan janji itu diteruskan dalam sejarah Israel selanjutnya. Salah satu di antara janji itu adalah janji tentang tanah (Kanaan) yang akan diberikan kepada Israel sebagai umat milik TUHAN. Tanah yang dikatakan berlimpah susu dan madunya. Suatu gambaran bahwa kehidupan Israel yang penuh dengan kesejahteraan dijamin TUHAN di atas tanah itu. Israel sebagai suatu komunitas yang tadinya tidak memiliki tanah akan diantar masuk mendiami tanah itu.

Kitab Yosua secara jelas dan rinci mendiskripsikan proses pendudukan tanah Kanaan oleh umat Israel. Di bawah kepemimpinan Yosua dan atas campur tangan TUHAN sendiri, akhirnya Israel berhasil menduduki tanah Kanaan. Kepada setiap suku, wilayah Kanaan itu dibagi dan didiami. Padahal wilayah Kanaan bukanlah sebuah wilayah yang kosong tetapi sudah berpenduduk.

Penulis kitab Yosua berulang kali menegaskan bahwa tidak seorangpun bisa menghalangi Israel utuk memiliki tanah itu karena sudah diberikan TUHAN untuk Israel. Hal ini nampak dalam rumusan : “Setiap tempat yang akan diinjak oleh telapak kakimu, Kuberikan kepada kamu, seperti yang telah Kujanjikan kepada Musa. Dari

(6)

padang gurun dan gunung Libanon yang sebelah sana itu sampai ke sungai besar, yakni sungai Efrat, seluruh tanah orang Het, sampai ke Laut Besar di sebelah matahari terbenam, semuanya itu akan menjadi daerahmu. Seorangpun tidak akan dapat bertahan menghadapi engkau” (Yosua 1:3-5a).

Penulis kitab Yosua menganggap bahwa tindakan memusnahkan semua orang yang telah berdiam di Kanaan dan mengambil barang-barang milik mereka adalah tindakan yang dibenarkan TUHAN (Yos 6:17). Padahal tindakan itu adalah suatu tindakan kekerasan dan merampas hak milik orang lain. Suatu aksi teror yang dilakukan terhadap si pemilik tanah. Tetapi jika membaca narasi kitab Yosua maka nampak bahwa menurut penulis kitab Yosua, hal itu diijinkan dan didukung oleh TUHAN.

Bagi penulis, ideologi tanah yang dikembangkan oleh penulis kitab Yosua justru merupakan suatu persoalan etis yang perlu dikritisi. Penulis digelisahkan dengan pertanyaan-pertanyaan : apakah tindakan mengambil tanah milik orang lain dengan cara paksa bahkan sampai memusnahkan pemiliknya adalah suatu tindakan yang benar dan dilegalkan TUHAN? Apakah benar bahwa TUHAN turut mendukung aksi teror dan kekerasan?

Pertanyaan-pertanyaan itu mendorong penulis untuk melakukan kajian guna mengkritik ideologi tanah di dalam kitab Yosua. Kajian terhadapnya dilakukan lewat proses penafsiran terhadap kitab Yosua dengan menggunakan metode tafsir kritik ideologi.

(7)

Dengan kritik ideologi, penulis akan melakukan analisis terhadap ideologi penulis, teks dan pembaca.

Setelah melakukan kritik ideologi terhadap teks kitab Yosua 6, maka penulis juga akan menjadikan hasilnya guna melakukan dialog dengan konteks masyarakat Kariu. Konteks masyarakat Kariu tidak sama persis dengan konteks di dalam kitab Yosua, tetapi bagi penulis minimal ada sedikit kemiripan seperti yang sudah disebutkan di atas. Ada dua (2) pihak yang hendak dilihat di sini yaitu pihak yang dikorbankan dan pihak yang mengorbankan. Dengan berangkat dari kasus Kariu, penulis ingin mengkritisi sikap kelompok tertentu yang ingin merampas hak milik orang lain sehingga pemiliknya menjadi korban dan menderita. Selain itu penulis melihat juga upaya yang harus dilakukan dalam rangka mempertahankan hak milik dari kelompok pemilik.

Baik kelompok “perampas” maupun yang menjadi korban “perampasan” pasti memiliki ideologi tertentu dibalik berbagai upaya yang mereka lakukan. Baik itu ideologi untuk merampas bagi kelompok perampas maupun ideologi untuk mempertahankan bagi kelompok yang mempertahankan.

1.3. Dasar Teori Hermeneutis

Ternyata bahwa di balik teks kitab Yosua 6 ini ada permasalahan etis yang harus dibahas. Bahwa ketika sebuah teks Alkitab memiliki permasalahan etis maka itu merupakan sebuah tantangan bagi kita selaku penafsir untuk membongkar dan mengkritisi teks tersebut. Upaya ini dilakukan agar pembaca atau penfsir sendiri tidak

(8)

terjebak dengan apa yang terkuak dari teks itu dan mengikuti begitu saja apa yang ditawarkan tanpa berusaha mengkritisinya. Untuk menjawab itu, Emanuel Levinas menawarkan satu solusi, sebagaimana dikutip oleh Robert Setio : “When it comes to reading biblical text in particular and making sense of ideological discourse, struggles and conflicts of the Bible, the reader is faced with the challenge of and responsibility for ethical questioning and action” (Ketika membaca teks Alkitab serta bagaimana harus memahami wacana ideologis, pergumulan dan konflik yang ada dalam Alkitab, pembaca diperhadapkan pada tantangan dan tanggungjawab untuk mempertanyakan dan bertindakan etis)1.

Salah satu metode hermeneutis yang dapat dipakai untuk menjawab persoalan ini adalah dengan melakukan kritik ideologi. Kritik ideologi adalah salah satu metode hermeneutik yang mulai diperkenalkan pada tahum 1990 dalam suatu konsultasi pertama Society of Bible Literature yang membahas tentang kritik ideologi terhadap teks-teks Alkitab2.

Menurut Yee3, dalam melakukan kritik ideologi terhadap teks Alkitab, maka akan dilakukan penyelidikan terhadap : produksi teks oleh penulis yang bekerja dalam suatu konteks sejarah, reproduksi ideologi dalam teks itu sendiri dan konsumsi teks oleh pembaca yang berada dalam suatu situasi sosial yang berbeda, dimana mereka dimotivasi dan dibentuk oleh ideologi yang berbeda. Jadi ada tiga (3) variabel yang akan dianalisis yaitu penulis, teks dan pembaca.

1 Robert Setio, Manfaat Kritik Ideologi bagi Pelayanan Gereja, tanpa tempat dan tahun penerbitan, p.1 2

David Jobling (ed) & Tina Pippin (guest ed), Semeia 59, Ideological Criticism of Biblical Texts,(1992), p.vii.

3

(9)

Pekerjaan kritik ideologi tidak berakhir ketika sudah terungkap ideologi penulis, teks dan pembaca serta mengkritisinya, namun masih ada lagi langkah lanjutan. Briggs menawarkan langkah lanjutan yaitu melahirkan lagi satu ideologi baru yang disebutnya sebagai ideologi alternatif.4 Ideologi alternatif dilahirkan sebagai ekspresi kita dalam melawan ideologi yang kita anggap berseberangan dengan nilai-nilai etis.

Brueggemann mengusulkan pembentukan komunitas alternatif sebagai langkah yang dapat ditempuh dalam memberikan solusi terhadap persoalan etis yang terdapat dalam teks atau yang oleh Briggs disebut sebagai ideologi alternatif. Komunitas lama yang telah terbentuk, oleh Brueggemann diusulkan untuk dibongkar. Tentunya disertai dengan pembongkaran ideologi yang turut terbentuk dalam komunitas tersebut.5

Robert Setio mengusulkan “counter ideology”6 sebagai alternatif guna menghasilkan ideologi alternatif. Counter ideology ini tidak hanya dilakukan pada ideologi yang dianggap dominan tetapi juga terhadap ideologi alternatif yang ditawarkan, karena bisa saja ideologi alternatif dalam konteks tertentu justru berubah menjadi ideologi dominan yang merendahkan pihak lain.

1.4. Perumusan Masalah

Ada beberapa permasalahan yang dimunculkan dan akan dijawab lewat kajian dalam tesis ini yaitu :

4

Sheila Briggs dalam David Jobling (ed) & Tina Pippin (guest ed.) Semeia 59, Ideological Criticism of Biblical Texts, (1992).

5

(10)

1. Kepentingan siapakah yang terwakili di dalam teks Yosua 6:1–27

2. Ideologi alternatif apa yang dapat ditawarkan terhadap teks Yosua 6:1–27 3. Bagaimana mendialogkan teks Yosua 6:1-27 dengan konteks masyarakat Kariu 1.5. Tujuan Penulisan

Penulisan tesis ini bertujuan untuk mencari kepentingan siapakah yang terwakili dalam teks ini dan melahirkan ideologi alternatif terhadapnya serta melakukan dialog kontekstual dengan konteks masyarakat Kariu.

1.6. Hipotesa

Ideologi tanah dalam kitab Yosua 6 telah memberi peluang bagi kelompok tertentu untuk memuaskan kepentingan kelompoknya dengan melakukan perampasan terhadap pemilik tanah.

1.7. Judul Tesis Tesis ini diberi judul :

TANAH

Dialog Kontekstual antara Yosua 6 : 1 – 27 Dengan Masyarakat Kariu

1.7. Metodologi

Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah :

1. Penelitian literatur dengan memakai pendekatan tafsir ideologi terhadap teks Yosua 6. Kritikan dilakukan terhadap ketiga variabel yang ditawarkan Yee yaitu

(11)

penulis, teks dan pembaca. Langkah-langkah yang ditempuh di dalamnya adalah dengan melakukan analisis sebagaimana yang dikembangkan oleh Yee7. Metode penafsiran dalam analisis ekstrinsik memakai ilmu sosial dan sejarah. Ada lima langkah yang dilakukan yaitu :

1. menentukan produksi dominan dalam masyarakat yang menghasilkan teks. Langkah ini merupakan fokus utama analisis ekstrinsik.

2. menetapkan tipe struktur sosial, politik dan ekonomi yang memanfaatkan kekuasaan ketika teks ditulis.

3. mencari kelompok yang menghasilkan dan memanipulasi ideologi untuk melegitimasi posisi mereka dalam masyarakat.

4. membangun ideologi alternatif yang dapat menentang ideologi yang dominan. 5. menganalisis ideologi penulis dan membandingkannya dengan ideologi yang

berkembang pada saat penulisan dan mencatat apakah keterlibatan penulis mendukung atau menentang ideologi yang dominan.

Ada lima hal yang dilakukan dalam analisis intrinsik yaitu :

1. menguji bagaimana teks berasimilasi dalam kondisi sosial ekonomi untuk menghasilkan suatu ideologi khusus dalam retorikanya.

2. mencoba untuk menemukan hubungan yang tepat dari ideologi dalam teks-teks khusus dengan ideologi yang melingkupi dan mempengaruhi produksinya.

7

(12)

3. mengadakan penelitian terhadap retorika teks dengan cara-cara literer yang dengannya suatu teks berusaha untuk meyakinkan pembacanya untuk memeluk suatu ideologi tertentu.

2. Penelitian Lapangan.

Metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Sarana yang dipakai dalam penelitian ini adalah pengamatan dan wawancara, namun bisa juga mencakup dokumen buku atau data yang telah dihitung untuk tujuan lain. 8

1.8. Sistematika Penulisan

Bab I berisi pendahuluan yang di dalamnya termuat latar belakang masalah, teks Alkitab, dasar teori hermeneutis, perumusan masalah, tujuan penulisan, hipotesa, judul tesis, metodologi dan sistematika penulisan.

Bab II Kritik Ideologi (Analisis Ekstrinsik dan Intrinsik) terhadap Yosua 6 Bab III Diskripsi dan Analisis Masyarakat Kariu

Bab IV Mendialogkan Yosua 6 dengan masyarakat Kariu Bab V Penutup berupa pikiran rekomendatif.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis rerata digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaan masyarakat terhadap hasil eksperimen masker peel off komedo (blackhead) dari kulit jeruk nipis

Dari keempat aspek yang menjadi fokus dalam penelitian ini yakni kemampuan berbahasa aspek menulis yang di dalamnya terdapat standar kompetensi dan kompetensi

Untuk mengetahui apakah variabel bebas yaitu Pelayanan Teknologi Informasi (X) berpengaruh terhadap Loyalitas Pelanggan (Y) Pelanggan RSUD Majalaya dilakukan dengan

Sig adalah 0,023 < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya ada hubungan komunikasi verbal dan non verbal perawat dengan tingkat kecemasan keluarga pada

Dari pengertian – pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan Tracer study alumni dalam meningkatkan mutu pembelajaran adalah Studi

Kejang- kejang ini menyerupai kejang idiopathic epilepsy, dan hal ini hanya terjadi pada pemberian secara hyperbaric ( tekanan lebih dari 3 atmosfir ). Penyebabnya belum

Morfologi eksterior yang terlihat di kolam: tubuh kuat, kokoh, mengkilat, dan keseluruhan tubuh berwarna abu-abu tua dengan abdomen abu-abu muda, tonjolan kepala yang khas,

Penggunaan obat menjadi rasional bila pasien tidak mendapat problema yang berhubungan dengan terapi obat tersebut. Penggunaan obat secara