• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemodelan Penyebaran Panas Dalam Fluida Newtonian Tak Mampu Mampat Menggunakan Cellular Automata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pemodelan Penyebaran Panas Dalam Fluida Newtonian Tak Mampu Mampat Menggunakan Cellular Automata"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

71

Pemodelan Penyebaran Panas Dalam Fluida Newtonian Tak Mampu Mampat

Menggunakan Cellular Automata

Apriansyah1) dan Dadang Kurniadi Mihardja2)

1)Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Tanjungpura Pontianak

2)Program Studi Oseanografi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Institut Teknologi Bandung, Bandung

e-mail: apriansyahhakim@yahoo.com1); dkm@fitb.itb.ac.id2)

Diterima 20 Maret 2013, disetujui untuk dipublikasikan 30 April 2013

Abstrak

Model cellular automata (MCA) telah digunakan untuk mensimulasikan penyebaran panas dalam fluida Newton tak mampu mampat di daerah sintetik dan perairan pantai sekitar outlet Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Muara Tawar Kabupaten Bekasi. Dalam daerah model sintetik hanya proses adveksi dan difusi yang diperhatikan, dengan interaksi antar sel yang sedang dihitung (sel utama) dan sel di sekitarnya (sel tetangga) diberlakukan beberapa skenario pembobotan. Nilai bobot sel utama yang dipilih dalam proses adveksi adalah 0,10; 0,50; dan 0,90, dan untuk difusi 0,15; 0,20; dan 0,80, sementara pada adveksi-difusi dipilih kombinasi dari kedua bobot tersebut. Pola distribusi suhu hasil simulasi MCA menunjukkan kesesuaian yang baik dengan model analitik dan numerik, dimana perbedaannya terhadap model analitik adalah 3,79% untuk koefisien difusi yang kecil dan 2,42% untuk koefisien difusi besar. Sedangkan perbedaannya terhadap hasil model numerik adalah 9,39% (koefisien difusi kecil) dan 3,42% (koefisien difusi besar). Dalam simulasi MCA di perairan pantai Muara Tawar, penulis memperhatikan proses pertukaran panas antara laut dan udara selain proses adveksi dan difusi, dan skenario pembobotan adveksi yang dipakai sebesar 0,50 dan untuk difusi 0,15. Perbandingan dengan studi terdahulu menunjukkan pola penyebaran yang sama dengan perbedaan reratanya sebesar 0,13% pada saat menuju surut dan sekitar 0,25% saat menuju pasang.

Kata kunci: Model cellular automata, Adveksi, Difusi, Interaksi udara – laut, Daerah sintetik dan perairan pantai.

Modelling of Thermal Dispersion in the Incompressible Newtonian Fluid

by Using Cellular Automata

Abstract

Cellular automata model (CAM) has been adopted to simulate thermal dispersion in the incompressible Newtonian fluid in the synthetic domain and the coastal waters near of the Muara Tawar power plant at Bekasi region. In the synthetic model, only advection and diffusion processes are considered in which several weighting scenario are applied to represent the interaction between calculated cell (main cell) and its cells. The chosen weighting factors of the main cell in the case of advection are 0.10; 0.50; and 0.90, while for the case of diffusion are 0.15; 0.20; and 0.80. In the case of advection-diffusion, the chosen weighting factors are the combinations of the above. Patterns of temperature distribution obtained from simulations are in good agreement with analytical and numerical models. The differences to analytical model are 3.79% for small diffusion coefficient and 2.42% for that of large diffusion, while its difference to numerical model results are 9.39% (small diffusion coefficient) and 3.42% (large diffusion). In the case of CAM simulation of thermal dispersion in the coastal waters of the Muara Tawar Bekasi, we consider advection, diffusion and also heat exchange between sea and air, as well as using weighting scenarios of 0.50 and 0.15 for advection and diffusion, respectively. We found similar dispersion patterns as reported by another study with a difference of about 0.13% during ebb tide and 0.25 % during flood tide.

Keywords : Cellular automata model, Advection, Diffusion, Sea – air interaction, Synthetic and coastal waters areas.

1. Pendahuluan

Dalam penelitian ini penyebaran suhu di air laut yang dipandang sebagai media kontinum yang memenuhi kaidah – kaidah fluida Newton telah disimulasikan dengan menggunakan Model Cellular Automata (MCA). Hasil simulasi MCA telah diuji

dengan Model Analitik (MA) dalam daerah sintetik dan dibandingkan dengan hasil Model Numerik (MN) di daerah perairan pantai Kabupaten Bekasi Utara yang terpengaruh oleh aliran air pendingin (cooling

water) dari Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap

(2)

2. Cellular Automata (CA)

Keadaan sistem pada waktu yang akan datang ditentukan oleh keadaan sel – sel pembentuknya pada saat sekarang dan ditambah dengan perubahannya akibat berinteraksi dengan sel – sel lain di sekelilingnya. Distribusi sel yang sedang ditinjau (selanjutnya disebut sel utama) dan sel – sel sekitarnya (selanjutnya disebut sel tetangga) diatur dengan dua pendekatan, yaitu pertama konsep von

Neumann dan kedua konsep Moore (Wolf-Gladrow,

2005 dan Schiff, 2005) 2.1 Aturan perubahan

Untuk menghitung nilai suhu (T) dalam oC di sel utama pada waktu n1,Tn1 , dari hasil interaksi sel tersebut dengan sel tetangga digunakan aturan oleh Vick (2007) seperti dirumuskan berikut:

1 2 1 [... [ [ ]]] n n m T      T (1) 1( ) n T

 sampai dengan m(Tn) adalah fungsi yang mengatur perubahan suhu di sel utama yang berinteraksi dengan sel – sel tetangganya pada waktu ke-n yang ditentukan oleh proses ke 1 sampai dengan

m.

Proses yang ditinjau dalam tulisan ini adalah adveksi, difusi dan interaksi udara-laut. Adveksi dinyatakan dalam fungsi perubahan 1 merupakan

proses pertama untuk menghitung nilai suhu pada waktu n1, (Tn1) yang dirumuskan sebagai berikut

1

1[ ]

n n

T  T . Nilai Tn1

yang diperoleh dari proses adveksi kemudian dihitung kembali dengan proses kedua (difusi) dengan fungsi perubahan 2 yang

menghasilkan nilai suhu pada waktu n+1 akibat adveksi dan difusi yang dirumuskan seperti berikut:

1

2[ 1[ ]]

n n

T     T . (2)

Proses ketiga adalah interaksi udara – laut yang dinyatakan dalam fungsi perubahan 3, sehingga

nilai suhu pada waktu n+1 adalah suhu yang diakibatkan oleh ketiga proses tersebut, yaitu adveksi, difusi dan interaksi udara – laut. Perumusan secara matematik dituliskan sebagai berikut:

1

3[ 2[ 1[ ]]].

n n

T     T (3)

Dalam menentukan aturan perubahan akibat adveksi dan difusi digunakan pembobotan di sel utama dan tetangganya seperti diuraikan dalam butir 2.2. Fungsi 3 pada Persamaan (3) yang menyatakan

proses interaksi udara laut dihitung dengan persamaan :

1

3( )

n n

T    T (4)

Nilai Tn dalam Persamaan (4) digunakan nilai suhu Tn1 hasil perhitungan proses adveksi dan difusi pada Persamaan (2). Perumusan fungsi perubahan 3( )

n

T

 diperoleh dengan memodifikasi persamaan perubahan suhu muka laut akibat

pertukaran panas antara laut dan udara dari Thomann dan Mueller, (1987) seperti berikut:

3[ ] ( ) n n n e p A T T T T c H      , dimana A adalah

koefisien pertukaran panas udara – laut (dalam Watt/meter2oC),  densitas air laut (kg m-3), cp kalor

jenis air laut (Joule/kg oC), H kedalaman perairan (m) dan Te suhu keseimbangan udara – laut (oC).

2.2 Aturan pembobotan

Prinsip aturan pembobotan didasarkan pada besar atau kecilnya peranan sel utama dan tetangganya dalam suatu proses perubahan suhu secara advektif dan atau difusif. Dalam proses advektif pembobotan dihitung dari besarnya arus arah sumbu x dan y yang melewati sel utama dan tetangganya. Nilai suhu di sel utama pada waktu ke

n+1 dihitung berdasarkan distribusi sel tetangganya

menurut Von Neumann (lihat Gambar 1) dengan rumus 1 , , -1, -1, 1, 1, , -1 , -1 , 1 , 1 n n n

SUAx y SUAx y STAx y STAx y n STAx y STAx y n STAx y STAx y n STAx y STAx y T k T k T k T k T k T             (5)

dengan kSUx y, dan ,

n SUx y

T adalah indeks bobot adveksi dan suhu pada waktu n di sel utama di titik (x,y), kSTAx-1,y, kSTAx1,y, kSTAx y, -1, kSTAx y, 1, dan

-1, , n STAx y T 1, , n STAx y T , -1, n STAx y T , 1, n STAx y T adalah nilai bobot adveksi dan suhu pada waktu n di 4 sel tetangga dititik (x-1,y), (x+1,y), (x,y-1), dan (x,y+1). Jumlah nilai bobot di sel utama dan 4 sel tetangganya adalah 1. Nilai kSUx y, ditentukan sesuai dengan besar pengaruh sel utama dalam proses adveksi. Dalam tulisan ini kSUx y, dipilih dari nilai berikut: 0,1; 0,5; dan 0,9. Ketiga nilai tersebut dikombinasikan dengan rancangan nilai koefisien difusi sebesar 0,15; 0,2; dan 0,8 (m2/detik). Nilai kSUAx y, (kSUDx y, ) yang kecil menunjukkan pengaruh sel utama pada proses adveksi (difusi) lebih kecil daripada sel tetangganya, demikian juga sebaliknya. Posisi koefisien bobot di sel utama (kSUAx y, ) dan di sel tetangga (kSTA x y, , 1 dan kSTA x y, , 1,y) ditunjukkan dalam Gambar 1.

Gambar 1. Posisi koefisien bobot di sel utama dan

(3)

Nilai kSTA x y, , 1 dan kSTA x, 1,y dihitung dari

perumusan Persamaan (6) sampai dengan (9) berikut :

-1, -1, (1- , )

STAx y STAx y SUAx y

kfkc k (6)

, -1 , -1(1- , )

STA y STAx y SUAx y

kfkc k (7)

1, 1, (1- , )

STAx y STAx y SUAx y

k   fkck (8)

, 1 , 1(1- , )

STAx y STAx y SUAx y

k   fkck (9)

dengan fkcSTAx-1,y, fkcSTAx1,y, fkcSTAx y, -1 dan , 1

STAx y

fkc adalah faktor kecepatan di sel tetangga di titik (x-1,y), (x+1,y), (x,y-1) dan (x,y+1) yang perhitungannya tergantung pada pola kecepatan aliran fluida yang digambarkan dalam Gambar 2. Perumusan fkcSTAx-1,y dapat

berbeda tergantung pada arah datangnya aliran

menuju sel utama, demikian juga untuk 1, ,

STAx y

fkc fkcSTAx-1,y dan fkcSTAx y, 1 (lihat Lampiran).

Jika kecepatan fluida dalam arah sumbu x (mendatar/merambat) u sama dengan nol (u = v = 0), maka proses adveksi tidak ada sehingga koefisien bobot di sel utama dan tetangganya sama dengan nol. Dalam paper ini hanya dibahas aliran yang

nondivergen atau aliran fluida yang tak mampu

mampat (incompressible) sehingga aliran yang bersifat konvergen dan atau divergen tidak diperhatikan.

Dengan menggunakan distribusi sel utama dan sel tetangga menurut metoda Moore (lihat Gambar 3) perubahan suhu akibat fluks difusif dirumuskan seperti berikut: 1 , , -1, -1, 1, 1, , -1 , -1 , 1 , 1 -1, -1 -1, -1 -1, 1 -1, 1 1, -1 1, -1 1, 1 n n n n n SUDx y SUDx y STDx y STDx y STDx y STDx y STDx y STDx y n n n n STDx y STDx y STDx y STDx y STDx y STDx y STDx y STDx y STDx y STDx T k T k T k T k T k T k T k T k T k T                     1, 1, n y   (10)

Gambar 2. Pola aliran fluida untuk menentukan koefisien bobot di sel tetangga.

dengan kSUDx y, dan ,

n SUDx y

T adalah koefisien bobot difusi dan suhu pada waktu n di sel utama di titik (x,y). Sedangkan kSUDx-1,y; kSUDx1,y; kSUDx y, -1;

, 1; STDx y k kSTDx-1, -1y ; kSTDx-1,y1; kSTDx1, -1y ; 1, 1; STDx y k   dan -1, ; n STDx y T 1, ; n STDx y T  , -1; n STDx y T , 1; n STDx y T -1, -1; n STDx y T -1, 1; n STDx y T 1, -1; n STDx y T 1, 1 n STDx y

T   adalah koefisien bobot difusi dan suhu

pada waktu n di 8 sel tetangga yang terletak di titik (x-1,y), (x+1,y), (x,y-1), (x,y+1), (x-1,y+1), (x-1,y-1), (x+1,y-1) dan (x+1,y+1).

Jumlah koefisien pembobotan di sel utama dan 8 sel tetangganya pada proses difusi adalah 1 dan penentuan nilai bobot difusi di sel utama (kSUDx y, ) di titik (x,y) dipilih dari salah satu nilai berikut: 0,15; 0,2; dan 0,8 (lihat Gambar 3).

(4)

Gambar 3. Posisi koefisien pembobotan di sel utama dan tetangganya pada proses difusi sesuai dengan aturan Moore.

3. Model Analitik dan Model Numerik

Persamaan model adveksi dan difusi 2D horizontal yang digunakan untuk simulasi penyebaran panas dalam model konvensional (model analitik, MA, dan model numerik, MN) adalah.

2 2 2 2 T x y T T T T u v K K t x y x y       (11)

dimana u dan v adalah kecepatan horizontal dalam arah x dan y (m/detik), sedangkan Kx dan

Ky adalah koefisien difusi dalam arah x dan y

(m2/detik).

Penyelesaian analitik persamaan (11) merujuk ke Aminuddin (1999) yang dipakai untuk simulasi penyebaran panas didaerah sintentik, dan hasilnya dipakai untuk menguji MCA. Penyelesaian numerik persamaan (11) menggunakan rumusan dari Hoffmann dan Chiang (1989) dan digunakan untuk simulasi model penyebaran di daerah perairan pantai Muara Tawar yang hasilnya digunakan sebagai pembanding hasil MCA.

4. Desain dan Skenario Model

4.1 Desain daerah dan parameter model

Uji MCA dilakukan di daerah sintetik yang luasnya 50 x 1002 m dengan ukuran sel x = Δy = 1 m (Gambar 4a). Di daerah ini disimulasikan penyebaran panas ke perairan sekitarnya akibat aliran air dari outlet dengan kecepatan seragam ke arah sumbu y sebesar 0,1m/detik, suhu di sumber outlet sebesar 33,5 oC. Proses difusi dengan koefisien difusi arah sumbu x, Kx =0,1 m2/detik dan sumbu y, Ky =

0,15 m2/detik digunakan dalam simulasi MCA. Setelah MCA teruji di daerah sintetik kemudian diterapkan di perairan pantai sekitar saluran outlet PLTGU Muara Tawar dengan daerah model yang berukuran 1850 x 3000 m seperti ditunjukkan dalam Gambar 4(b). Input model untuk simulasi di daerah tersebut adalah Kx = Ky = 5 m2/detik, Δx = 20 m, Δy =

18,5 m, Δt = 30 detik, T di outlet (sumber) 33,5 oC, koefisien pertukaran panas udara – laut (A) = 20 Watt/m2oC, densitas air laut 1025 kg/m3, kalor jenis air 4200 Joule/kg oC, kedalaman rerata perairan 1,5 m dan suhu keseimbangan udara – laut (Te) = 28 oC. Data arus laut yang dipakai adalah kecepatan yang tak seragam berdasarkan interpolasi dari Mihardja dkk., (2011), di mana kecepatannya saat menuju surut

(Gambar 5a) berkisar antara 0,05 sampai dengan 0,5 m/detik yang bergerak dari tenggara (pantai) ke barat laut (lepas pantai). Sementara arus pada saat menuju pasang bergerak dari lepas pantai ke pantai (Gambar 5b). Kecepatan aliran air disekitar mulut outlet adalah sebesar 0,73 m/detik (Mihardja dan Ali, 2011).

(a) (b)

Gambar 4. Daerah model sintetik (a), dan Perairan

pantai Muara Tawar (b)

Gambar 5. Medan kecepatan di perairan pantai

Muara Tawar saat: menuju surut (a), dan menuju pasang (b). Diinterpolasi dari hasil Mihardja dkk., (2011).

outlet Outlet PLTGU

x y x y 0,73 m/detik 0,43 meter/ detik (a) (b)

(5)

4.2 Skenario koefisien pembobotan adveksi dan difusi Skenario besar simulasi MCA di daerah sintetik terdiri dari 2 subskenario Ia dan Ib seperti ditunjukkan dalam Tabel 1 yang jumlah seluruhnya 10 buah skenario, kedua subskenario tersebut mengatur nilai pembobotan dalam proses adveksi, difusi dan kombinasi keduanya di sel utama dan sel tetangga.

Nilai pembobotan yang besar (kecil) pada proses difusi di sel utama dalam MCA disetarakan dengan koefisien difusi yang kecil (besar) dalam MA dan MN, dengan nilai koefisien difusi kecil digunakan sebesar 0,10 m2/detik dan koefisien yang besar adalah 0,15 m2/detik.

5.Hasil dan Pembahasan

Hasil model penyebaran panas yang disebabkan oleh adveksi saja di daerah sintetik (skenario Ia) menunjukan bahwa simulasi dengan pembobotan di sel utama (kSUAx,y) yang kecil (0,10)

dan bobot yang besar di sel tetangganya (kSTAx,y)

memberikan pengaruh penyebaran panas yang lebih cepat dibandingkan dengan nilai kSUAx,y yang besar

(0,90) seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 6. Sedangkan pada simulasi dengan nilai kSUDx,y yang

kecil (0,15) menghasilkan penyebaran panas yang lebih luas daripada nilai kSUDx,y besar (0,80), seperti

yang ditunjukkan pada Gambar 7.

Tabel 1. Skenario nilai pembobotan di daerah sintetik dalam simulasi Model Cellular Automata (MCA).

Nilai pembobotan adveksi di sel utama (kSUA)

Jumlah nilai pembobotan adveksi di sel tetangga

k

STA

0,10 0,90

Proses Adveksi 2 skenario

0,90 0,10 Nilai pembobotan difusi di sel

utama (kSUA)

Jumlah nilai pembobotan difusi di sel tetangga

kSTD

0,15 0,85 Proses Difusi 2 skenario 0,80 0,20 Nilai pembobotan adveksi di sel

utama (kSUA) dan jumlah di sel

tetangganya STA k     

Nilai pembobotan difusi di sel utama (kSUD) dan jumlah di sel

tetangganya STD k     

kSUA = 0,10 ;

kSTA= 0,90 kSUD = 0,15 ;

kSTD= 0,85

kSUA = 0,10 ;

kSTA= 0,90 kSUD = 0,80 ;

kSTD= 0,20

kSUA = 0,90 ;

kST A = 0,10 kSUD = 0,15 ;

kS T D = 0,85 Skenario Ia Proses Adveksi + Difusi 4 skenario

kSUA = 0,90 ;

kSTA= 0,10 kSUD = 0,80 ;

k

STD = 0,20

Nilai pembobotan adveksi di sel utama (kSUA) dan jumlah di sel

tetangganya S T A k     

Nilai pembobotan difusi di sel utama (kSUD) dan jumlah di sel

tetangganya S T D k     

kSUA = 0,50 ; S T A k

= 0,50 kSUD = 0,15 ; STD k

= 0,85 Skenario Ib Proses Adveksi + Difusi 2 skenario kSUA = 0,50 ;

kS T A = 0,50 kSUD = 0,20 ;

kSTD = 0,80

(6)

Gambar 6. Penyebaran panas oleh adveksi dengan kSUAx,y = 0,10 (a) dan kSUAx,y = 0,90 (b) di sel utama

Gambar 7. Penyebaran panas oleh difusi dengan kSUDx,y = 0,15 (a) dan kSUDx,y = 0,80 (b) di sel utama.

Gambar 8. Penyebaran panas oleh proses adveksi-difusi dengan kSUAx,y = 0,10 dan kSUDx,y = 0,15 (a), kSUAx,y = 0,10

dan kSUDx,y = 0,80 (b), kSUAx,y = 0,90 dan kSUDx,y = 0,15 (c) dan kSUAx,y = 0,90 dan kSUDx,y = 0,80 (d).

y x y x y x

(7)

Gambar 9. Hasil simulasi MA (a) dan MN (b) dengan koefisien difusi 0,10 meter2/detik dan MCA (c) dengan

kSUAx,y = 0,50 dan kSUDx,y = 0,20.

Gambar 10. Hasil simulasi MA (a) dan MN (b) dengan koefisien difusi 0,15 meter2/detik dan MCA (c) dengan

kSUAx,y = 0,50 dan kSUDx,y = 0,15.

Simulasi model di daerah sintetik yang menggabungkan adveksi dan difusi dilakukan dengan nilai kSUAx,y = 0,10 dan kSUDx,y = 0,15 memberikan

pola sebaran panas lebih besar baik ke arah lateral (sumbu x) maupun ke arah longitudinal (sumbu y) seperti yang diperlihatkan di Gambar 6a. Pemakaian nilai kSUAx,y = 0,10 dan kSUDx,y = 0,80 menghasilkan

sebaran yang lebih sempit ke arah lateral dan lebih panjang ke arah longitudinal searah dengan aliran air (lihat Gambar 8b), dan nilai kSUAx,y = 0,90 dan kSUDx,y

= 0,15 menyebabkan sebaran panas lebih pendek ke arah longitudinal yang searah dengan arus demikian juga ke arah lateral lebih melebar (lihat Gambar 8c). Hasil sebaliknya ditunjukkan dalam simulasi dengan

kSUAx,y = 0,90 dan kSUDx,y = 0,80 (lihat Gambar 8d).

Kesimpulan simulasi dengan skenario I.a

menunjukkan bahwa nilai kSUAx,y besar (kecil)

memberikan pengaruh terhadap pendek (panjang) sebaran panas ke arah longitudinal, dan kSUDx,y besar

(kecil) nilai bobot difusi menentukan lebar (sempit) sebaran panas.

Simulasi MCA di daerah sintetik dengan skenario Ib dengan pembobotan kSUAx,y = 0,50 dan

kSUDx,y = 0,15 menghasilkan penyebaran panas ke

arah longitudinal searah dengan arus dan kearah lateralnya lebih lebar. Sedangkan simulasi dengan nilai kSUAx,y = 0,50 dan kSUDx,y = 0,20 menunjukkan

arah penyebaran lateralnya lebih sempit walaupun arah longitudinalnya sama. Pola sebaran ini sesuai dengan hasil simulasi MA dan MN yang menggunakan koefisien difusi 0,10 m2/ detik seperti terlihat dalam Gambar 9. Perbedaan nilai suhu hasil

x y

y

(8)

MCA dan MA adalah 3,79 % dan perbedaan hasil MCA dan MN sebesar 9,39 %. Sedangkan penggunaan kSUAx,y = 0,50 dan kSUDx,y = 0,15 dalam

simulasi MCA hasilnya sesuai dengan hasil MA dan MN untuk koefisien difusi 0,15 m2/ detik (Gambar 10) dengan perbedaan terhadap MA adalah 2,42 % dan dengan MN sebesar 3,42 %.

Perbedaan nilai suhu ke arah longitudinal (sumbu y) antara hasil simulasi MCA dan MN tidak signifikan yaitu sebesar 2,76 oC, sementara antara MCA dan MA perbedaannya cukup besar di daerah dekat sumber 27,10 oC dan daerah yang jauh dari sumber sebesar 0,67 oC seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 11a dan 11b. Sedangkan ke arah lateral (sumbu x), sebaran panas hasil MA memiliki luas yang relatif lebih kecil dibandingkan MCA dan MN. Hal ini disebabkan dalam MN selain ada difusi secara fisis juga ada difusi numerik, demikian pula

diduga pada hasil simulasi MCA (lihat Gambar 11c dan 11d).

Dalam uji model di daerah sintetik disimpulkan bahwa nilai pembobotan kSUAx,y = 0,50

dan kSUDx,y = 0,15 menunjukkan hasil simulasi MCA

yang lebih sesuai dengan hasil MA dan MN, sehingga nilai pembobotan tersebut dipakai dalam pemodelan proses penyebaran air pendingin dari

outlet PLTGU Muara Tawar ke perairan pantai

sekitarnya dengan MCA. Sementara data arus yang digunakan adalah data yang ditunjukkan dalam Gambar 5a dan 5b. Hasil MCA menunjukkan pola yang sama dengan hasil MN yang dilakukan oleh Nanda (2013). Prosentase perbedaan rerata antara MCA dan MN di 5 titik adalah sebesar 0,13 % saat menuju surut dan 0,25 % saat menuju pasang (lihat Gambar 12 dan 13).

Gambar 11. Variasi longitudinal, sumbu y, (a) dan lateral, sumbu x, (c) hasil simulasi MA dan MN dengan

koefisien difusi 0,10 m2/ detik, dan simulasi MCA dengan nilai kSUAx,y = 0,50 dan kSUDx,y = 0,20; Variasi longitudinal

(b) dan lateral (d) hasil simulasi MA dan MN dengan koefisien difusi 0,15 m2/ detik, dan simulasi MCA dengan nilai kSUAx,y = 0,50 dan kSUDx,y = 0,15.

Gambar 12. Pola penyebaran air pendingin dari outlet PLTGU Muara Tawar ke perairan pantai sekitarnya saat

menuju surut: MCA (a) dan MN (Nanda, 2013) (b).

y

(9)

Gambar 13. Pola penyebaran air pendingin dari outlet PLTGU Muara Tawar ke perairan pantai sekitarnya saat menuju pasang: MCA (a) dan MN (Nanda, 2013) (b).

6. Kesimpulan

Pada proses adveksi, nilai pembobotan yang kecil di sel utama berarti penyebaran panas lebih cepat, sedangkan nilai yang besar penyebarannya lebih lambat. Pada difusi, nilai pembobotan yang kecil di sel utama menghasilkan penyebaran panas yang lebih luas, dan sebaliknya pada nilai yang besar penyebarannya lebih sempit.

Sebaran suhu hasil simulasi MCA di daerah sintetik menunjukan pola yang sesuai dengan metode konvensional. Perbedaannya terhadap hasil model analitik adalah 3,79 % untuk simulasi dengan difusi kecil dan 2,42 % pada difusi besar, sedangkan perbedaannya terhadap hasil model numerik adalah 9,39 % (untuk difusi kecil) dan 3,42 % (difusi besar).

Simulasi MCA di perairan pantai sekitar saluran outlet Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap Muara Tawar Bekasi utara menghasilkan pola yang sama dengan hasil model numerik dari Nanda (2013) dengan perbedaan rerata sebesar 0,13 % saat menuju surut dan sekitar 0,25 % saat menuju pasang.

Ucapan Terima Kasih

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof. Safwan Hadi, Ph.D, Dr. rer. nat. Mutiara R. Putri, dan Wahyu Srigutomo, Ph.D yang telah banyak memberikan masukan.

Daftar Pustaka

Aminudin, 1999, Solusi Analitik Persamaan Transport Adveksi dan Difusi 1D dan 2D Horizontal Menggunakan Teknik Transformasi Fourier untuk Pemodelan Dispersi Polutan di suatu Perairan, Tesis Program Magister, Institut Teknologi Bandung.

Hoffmann, K.A., and S.T. Chiang, 1989, Computational Fluid Dynamics for Engineers, Engineering Education System, Wichita, USA.

Mihardja, D.K. dan M. Ali, 2011, Laporan Final Survey Hidro-Oseanografi di Perairan Sekitar PT. PJB Unit Pembangkitan Muara Tawar, Bandung, LAPI-ITB.

Mihardja, D.K., M. Ali, S. Nurdjaman, dan Y.N. Kurniadi, 2011, Laporan Final Survey Hidro-Oseanografi dan Pemodelan Arus, Sirkulasi Arus Pendingin, dan Transpor Sedimen di Perarian Sekitar Muara Tawar, Bandung, LAPI-ITB.

Nanda, L. D., 2013, Perbandingan Simulasi Model Analitik dan Numerik Dispersi Termal, Skripsi Program Sarjana, Institut Teknologi Bandung.

Schiff, J.L., 2005, Introduction to Cellular

Automata., http://psoup.math.wisc.edu

Thomann, R.V., and J.A. Mueller, 1987, Principles of

Surface Water Quality Modeling and Control, Harper & Row, Publishers, Inc.

Vick, B., 2007, Multi-physics Modeling using Cellular Automata, Complex System Publication, Inc.

Wolf-Gladrow, D.A., 2005, Lattice-Gas Cellular

Automata and Lattice Boltzmann Models An Introduction, Springer.

y

(10)

Lampiran

Aturan penentuan koefisien pembobotan di sel utama (kSUA) dan di sel tetangga (kSTA) untuk proses adveksi

Keterangan:

kSUAx,y =KBA (Koefisien Bobot Adveksi) di sel utama (SU) dititik (x,y)

kSTAx-1,y =KBA di sel tetangga (ST) dititik (x-1,y)

kSTAx+1,y =KBA di ST dititik (x+1,y)

kSTAx,y-1 =KBA di ST dititik (x,y-1)

kSTAx,y+1 =KBA di ST dititik (x,y+1)

fkcSTAx-1,y = FKc (Faktor Kecepatan) untuk menentukan KBA di ST dititik (x-1,y)

fkcSTAx+1,y = FKc untuk menentukan KBA di ST dititik (x+1,y)

fkcSTAx,y-1 = FKc untuk menentukan KBA di ST dititik (x,y-1)

Gambar

Gambar 1. Posisi koefisien bobot di sel utama  dan  sel tetangga untuk proses adveksi
Gambar 2. Pola aliran fluida untuk menentukan koefisien bobot di sel tetangga.
Gambar 3. Posisi koefisien pembobotan di sel utama  dan tetangganya pada proses difusi sesuai dengan  aturan Moore
Tabel 1. Skenario nilai pembobotan di daerah sintetik dalam simulasi Model Cellular Automata (MCA)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hasil ini menunjukkan bahwa setelah siswa diberikan perlakuan modifikasi pembelajaran pendidikan jasmani menggunakan metode kartu ceria ada peningkatan motivasi

Pada pengeringan kemoreaksi dengan menggunakan kapur api, efisiensi pengeringan dapat dilihat dari perbandingan antara besarnya energi yang dibutuhkan untuk penguapan

Cara-cara atau Upaya yang dilakukan oleh pihak BMT NU Sejahtera Mangkang untuk menyelesaian pembiayaan macet pada akad murabahah tersebut dengan melakukan

Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginerprestasikan dengan benar. Seseorang yang

Hasil perbandingan nilai ranking antara proposed value dan perceived value pada Kitabisa adalah memiliki perbedaan value pada Accessible dan Useful perbandingan rangking

SOAL OLIMPIADE ASTRONOMI SELEKSI KOTA TAHUN 2007 SOAL OLIMPIADE ASTRONOMI SELEKSI KOTA TAHUN 20071. Cresce Cresce nt

WIDODO SUDIYONO,

pembacaan Ayat Al-quran, istiqhasah dan tahlil Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan P.Abdul jafarHari : Jum‟at Tanggal 05 mei selaku pemandu kegiatan shalat jama‟ah