Dialog Presiden RI - "Membangun Ekonomi Indonesia yang Berdaya Saing", Jakarta,
30 Maret 2016
Rabu, 30 Maret 2016
DIALOG
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
DIALOG
PUBLIK “MEMBANGUN EKONOMI
INDONESIA
YANG BERDAYA SAING―
BALAI KARTINI, JAKARTA 30 MARET 2016 Â Â Â
Muliaman D. Hadad, Ketua ISEI:
Bapak
Presiden yang kami hormati,
Â
Terima
kasih atas waktu untuk kita bisa diskusi. Saya tahu waktu Bapak juga tidak banyak. Oleh karena itu, karena pada pagi hari ini yang hadir dari berbagai macam perwakilan, baik dari para pengusaha, dari akademisi, dan dari pegiat ekonomi yang lain, mungkin akan kita jatah saja.
Â
Saya
ingin buka mungkin sesi pertama pertanyaan. Saya mohon coba diangkat tangannya kalau ada yang ingin bertanya. Mungkin dimulai dengan Pak Franky Welirang yang
mewakili kalangan usaha. Saya persilakan, Pak.
Â
Presiden:
Nanti
kalau pertanyaannya sulit, biar menteri saya yang jawab. Kalau pertanyaannya mudah, saya yang jawab.
Â
Franky Welirang, Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk:
Bapak
Presiden yang kami hormati,
Â
Tentunya
program pemerintah, khususnya di bidang pangan Pajale. Saya, sebelum memulai
bertanya, hanya ingin memesankan karena ada sehubungan dengan sumber daya manusia, tentunya mohon memerhatikan ketahanan pangan, khususnya mengenai gizi, karena anak-anak kita yang stunting itu
masih 37%. Dan khusus kekurangan gizi, kita masih tinggi 19%. Dan ini merupakan hal yang sangat penting terhadap daya saing kita di masa depan.
Â
Khususnya
mengenai daya saing di bidang pangan, Pak, tentunya khusus mengenai produk-produk pertanian (agriculture), apakah
memungkinkan pemerintah memberikan insentif pada usaha jasa pascapanen dan
membebaskan pungutan PPn? Usaha jasa pascapanen ini memberikan pertambahan umur simpan dari produk, bukan memberikan pertambahan nilai. Nah dalam hal ini, tentunya daya saing dari produk pertanian kita akan lebih baik, dan harganya bisa lebih
stabil karena pemilahan kualitas juga menjadi lebih mudah, dan menghindari pembusukan.
Â
Hari
ini masih secara konvensional. Saya kira, apakah ini memungkinkan dari pemerintah?
Â
Selanjutnya
mengenai Pajale juga, ada program pemerintah—kemarin kami juga dengan para petani—katanya ditugaskan BRI untuk memberikan kredit modal kerja untuk para petani. Dan kami mendengarkan bahwa bunganya 6%. Apakah benar ini kebijakan pemerintah?
Â
Selanjutnya
mungkin yang perlu menjadi perhatian adalah perbaikan irigasi karena ini kembali lagi produktivitas dari pertanian. Yang saat ini perbaikan irigasi hanya pada primer, mungkin yang paling penting sekunder dan tersier.
Â
Saya
kira demikian. Terima kasih.
Â
Muliaman D. Hadad, Ketua ISEI:
Terima
kasih, Pak Welirang. Saya mau setop, tapi sudah berhenti duluan. Jadi terima kasih, Pak.
Â
Satu
lagi dari sayap kiri. Mungkin Pak Rosan yang mewakili Kadin. Saya persilakan.
Â
Rosan Roelani, Ketua Umum Kadin:
Assalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Â
Yang
kita hormati bersama Bapak Presiden,Â
Â
Pertanyaan
saya hanya satu, Pak. Sebelumnya, kami dari Kadin sangat mengapresiasi
langkah-langkah yang sudah diambil oleh pemerintah dalam mendorong kemajuan perekonomian kita. Dan kadin berterima kasih telah dilibatkan secara intens oleh kementerian terkait dalam banyak hal, terutama dalam hal kebijakan ekonomi yang nomor 10, Daftar Negatif Investasi.
Â
Langkah-langkah
yang sudah diambil pemerintah dalam menyederhanakan regulasi dan juga pembangunan infrastruktur, itu sudah sangat baik dan sangat kita apresiasi. Tetapi
kami meminta masukan juga dari pemerintah mengenai satu hal, Pak, adalah pembangunan industrialisasi kita ini apa skala prioritas? Dan juga industri apa yang ingin
pemerintah prioritaskan terlebih dahulu? Berdasarkan pengalaman beberapa negara, seperti Jepang, Korea, mereka mempunyai skala prioritas yang bersifat empat tahunan atau lima tahunan.
Â
Industri
apa saja yang akan dibangun? Yang empat tahun atau lima tahun pertama, industrinya: 1, 2, 3. Kemudian, apabila belum maksimal, industri itu bisa
dimasukkan lagi sebagai industri prioritas sehingga sarana, prasarana, dan juga infrastruktur, dan pembiayaan itu bisa mengarah kepada industri yang akan diutamakan oleh pemerintah.
Â
Jadi,
dari kami, dari Kadin, tentunya ingin sekali juga, apabila sudah ada roadmap dan skala prioritasnya, itu bisa kita dukung dan sosialisasikan bersama-sama. Kita ketahui bersama juga,
undang-undang dari segi industri, Nomor 3 Tahun 2014, sudah ada. Jadi kita hanya ingin sekali industri-industri itu bisa menjadi industri andalan Indonesia.
Â
Kami
berkeyakinan bahwa negara yang pertumbuhannya baik dan berkesinambungan harus mempunyai industri nasional yang sehat dan kuat.
Â
Terima
kasih, Bapak Presiden.
Â
Wassalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh.
Â
Muliaman D. Hadad, Ketua ISEI:
Saya
gabung ya. Masih ada dua pertanyaan, tapi saya ingin yang mewakili dunia perbankan. Pak Kresno dari Bank DKI mungkin bisa mewakili kepentingan dari sektor
keuangan.
Â
Kresno Sediarsi, Direktur Utama Bank DKI:
Assalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Â
Yang
terhormat Bapak Presiden,
Â
Saya
Kresno Sediarsi, sebagai Ketua Asosiasi Bank Pembangunan Daerah.
Â
Pada
kesempatan ini, kami ingin menyampaikan bahwa ada beberapa hal yang dirasakan oleh teman-teman di Bank Pembangunan Daerah, terutama berkaitan dengan upaya peningkatan daya saing di Indonesia ini. Salah satu yang telah dilaksanakan
adalah upaya untuk mengarahkan suku bunga ke arah single digit. Upaya ini tentu akan sangat baik dan perlu dilaksanakan. Dan yang paling penting sebetulnya, harus didukung oleh semua
pihak dan semua sektor walaupun memang ini yang akan kelihatan adalah dari besaran bunga yang dari perbankan, Pak.
Â
Namun
kehidupan sosial ekonomi bank itu bukan terlepas dari lingkungan ekonominya. Suku bunga pinjaman seperti kita ketahui, Pak, faktor utamanya adalah berasal dari tersedianya sumber dana dan harga dana yang wajar. Dalam hal ini, pemilik atau pengelola dana yang menentukan pilihan untuk penempatan dana dan harganya.
Â
Pada
kenyataannya, Pak, kalau kita lihat, penempatan dana di offshore dengan harga atau imbal jasa yang rendah dapat diterima
dengan rela oleh pengelola dana dan pemilik sumber dana. Namun sebaliknya, ketika mereka menempatkan dana di pasar atau lembaga keuangan domestik, mereka menginginkan atau mengharapkan imbal jasa yang lebih tinggi, bisa tiga sampai empat
kali. Penempatan pilihan ini tentu bukan berdasarkan pertimbangan yang hanya an sich finansial saja. Namun ini segala aspek tentu dipertimbangan oleh pemilik dan pengelola dana.
Â
Berkaitan
dengan hal itu, mohon arahan Bapak, bagaimana kiranya upaya pemerintah untuk bisa menciptakan iklim usaha yang sehat dengan menyinkronkan kebijakan finansial, sektor keuangan dengan sektor riil, serta sebetulnya yang paling utama menciptakan iklim ekonomi yang stabil dan kondusif?
Â
Terima kasih.
Â
Muliaman D. Hadad, Ketua ISEI:
Makasih,
Pak Kresno. Saya kira poinnya sudah ditangkap.
Â
Sesi
pertama satu lagi, tapi saya ingin dari kalangan digital, masyarakat digital. Pak Wilson, saya persilakan.
Â
Wilson Cuaca, Co-Founder
dan Managing Partner East Ventures:
Terima
kasih, Pak Muliaman. Terima kasih, Pak Jokowi,
Â
Nama
saya Wilson Cuaca, dari East Ventures, dari pemodal ventura dan juga pelaku startup. Beberapa startups yang Bapak sebutkan tadi termasuk salah satu yang kita
bantu.
Â
Saya
menyorot spesifik di sistem permodalan dan juga sektor finansial bukan bank, Pak.
Jadi Paket Ekonomi Jilid 10 itu sangat-sangat berperan penting di dalam dunia startup, dan itu memberikan banyak sekali perhatian kepada kita.
Â
Tapi
dari sisi, karena karakter dari startup
sendiri yang sangat unik dan berbeda, mereka membutuhkan sistem permodalan yang sangat berbeda dan juga membutuhkan regulasi yang berbeda. Startup sendiri sangat high risk sekali sehingga startup itu
perlu diberikan bantuan yang banyak, bukan hanya sekadar network atau itu, tapi beban dari startup tersebut bagaimana caranya bisa dikurangi.
Â
Menghadapi
persaingan global, negara-negara di Asia, seperti India dan Singapura, mereka sangat fokus ke dunia digital dan dunia startup.
Dan insentif-insentif yang diberikan kepada mereka-mereka, kepada pemodal ventura dan juga ke startup itu sangat
banyak sekali, baik dari sisi network
maupun secara directly ke startup tersebut. Saya meminta pandangan
Bapak tentang sektor khusus permodalan dan juga finansial bukan bank, Pak.
Â
Terima kasih.
Â
Muliaman D. Hadad, Ketua ISEI:
Terima
kasih. Saya kira sudah bisa kita catat pertanyaannya.
Â
Bapak
Presiden, mungkin empat pertanyaan dulu. Saya persilakan, Bapak.
Â
Presiden:
Yang
pertama tadi Bapak Franky, mengenai jasa pascapanen. Kalau untuk pengumpul untuk beras, itu enggak ada PPn untuk beras. Memang kita baru kemarin
memberikan ini untuk yang beras. Untuk yang lain memang baru dihitung. Jadi pengumpulnya tidak terkena PPn.
Â
Tapi
mestinya—saya setuju tadi—bahwa ini tidak hanya untuk satu komoditas. Komoditas-komoditas yang lain, yang berkaitan dengan kebutuhan rakyat banyak saya kira harusnya
juga dibebaskan. Nanti akan saya sampaikan ke Menteri Keuangan untuk dihitung dan dikalkulasi kembali.
Â
Yang
kedua, yang berkaitan dengan irigasi, irigasi kita ini rusak 52%. Sekarang ini semuanya dalam proses dikejar untuk diselesaikan, terutama irigasi-irigasi yang sekunder dan tersier, karena memang pembagian di kita ini lucu. Waduk itu dibangun oleh Kementerian PU. Irigasi besarnya dibangun oleh Kementerian PU. Irigasi sekundernya dibangun oleh pemerintah daerah. Irigasi tersiernya dibangun oleh Kementerian Pertanian. Pembagian-pembagian seperti ini yang, kalau tidak terkonsolidasi, terkoordinasi dengan baik, itu lepas.
Â
Saya
ke lapangan, lihat di Aceh Barat. Waduknya ada, irigasinya sama sekali enggak ada, baik yang primer, sekunder, maupun tersier. Enggak ada semuanya. Waduk ini
untuk apa? Itu kan tanggung jawabnya pemerintah daerah. Lah, kalau dia enggak buat, saya buat untuk apa yang tersier? Ini enggak sambung.
Â
Ini
sekarang udah saya bebaskan. Sudahlah, entah yang sekunder, entah yang tersier, entah yang primer, semuanya dibangun Pertanian boleh, dibangun PU boleh. Enggak usahlah dibagi-bagi seperti itu karena kenyataan di lapangan seperti itu. Waduknya ada, irigasi besar, irigasi tengah, irigasi kecilnya enggak ada karena saling tunggu.
Â
Ini contoh
satu yang di Aceh Barat. Sekarang baru kita kerjakan. Saya setuju karena anggaran kita untuk irigasi besar sekali, baik yang dikerjakan PU maupun yang dikerjakan Kementerian Pertanian. Tapi harusnya daerah juga ikut di sini, harusnya. Tapi karena ini, kita sudah enggak usah saling tunggu. Yang kira-kira prioritas, kita kerjakan. Kalau saya, gitu aja. Kembali lagi, regulasi-regulasi yang
seperti itu yang mau kita hilangkan.
Â
Kemudian
mengenai industri, Pak Rosan, ya karena kita ini ingin membuka lapangan pekerjaan yang sebesar-besarnya, dan kita lihat kondisi SDM kita 66% itu adalah pendidikan SD, SMP, ya kita mau industri yang padat karya. Prioritasnya di situ, industri padat karya—enggak ada yang lain—baik yang berkaitan dengan tekstil, dengan garmen, dengan alas kaki, yang berkaitan dengan itu, atau industri-industri
kecil yang menyerap tenaga kerja yang banyak. Industri handicraft, industri rotan, industri mebel, itu juga menyerap tenaga yang sangat banyak. Konsentrasinya kayaknya di situ, yang padat industri,
yang padat karya. Meskipun pada tahapan berikutnya kita ingin masuk ke industri yang lain, tapi untuk jangka pendeknya, lima tahun, kita akan masuk ke industri yang tadi saya sampaikan.
Â
Dan Pak
Kresno, Dirut Bank DKI, ya kita ini sekarang sekali lagi berhadapan dengan
persaingan, berhadapan dengan kompetisi. Saya kira BPD-BPD kita yang ada memang, menurut saya, ini kan tergantung pemilik. Pemiliknya gubernur. Memang sebaiknya membangun sinergi, holding, tidak
bekerja sendiri-sendiri. BUMN kita aja mau kita holding-kan semuanya. Tahun ini saya sudah targetkan ada holding paling tidak enam karena dengan
itu untuk investasi, untuk modal, itu akan lebih memudahkan.
Â
Kalau
BPD-BPD mau membangun holding, menjadi
satu, dan bisa saling membantu antara BPD provinsi yang satu dengan yang lain, ini akan memudahkan. DKI, dengan kekuatan yang besar, Bank DKI, bisa membantu BPD-BPD yang lain kalau itu ada.
Â
Yang
kedua, dari sisi suku bunga, saya hanya berpikir simpel saja, berpikir sederhana. Negara lain bisa, kenapa kita masih tetap tinggi suku bunganya? Apa yang keliru? Apa yang salah? Mungkin bisa aja cost
of money kita terlalu tinggi, bisa saja, tapi cost of money kita ini kan dipengaruhi oleh banyak hal. Salah satunya: yang punya duit ingin menempatkan uangnya di situ dan mempersaingkan
dengan bank-bank yang ada sehingga yang tinggi itu yang ditaro duitnya.
Â
Ini yang
mau kita kendalikan di situ. Lewat apa? Duit kita, duit pemerintah. Kita enggak memengaruhi yang swasta ya karena ternyata BUMN-BUMN kita ini ternyata duitnya banyak dan tidak digerakkan dalam sektor-sektor produktif, sektor riil. Duitnya hanya ditaro aja. Kalau nanti superholding-nya
jadi, ini enggak bisa seperti ini. Harus ada investment company yang bisa menggerakkan uang-uang ini agar produktif, lebih memberikan margin yang lebih besar pada perusahaan, juga berimbas pada
sektor riil, pada masyarakat.
Â
Enggak
bisa lagilah kita naro seperti itu dan hanya mengharapkan bunga yang tinggi. Menurut saya, bukan pendidikan yang baik. Ini harus diubah sehingga nantinya sinkron
betul antara kebijakan sektor keuangan dan sektor riil.
Â
Dan
kami selalu berbicara dengan Pak JK, dengan Gubernur BI untuk melihat masalah ini secara detail. Kita tidak mencampuri, tetapi kita merapatkan agar sinkron antara kebijakan sektor moneter dan sektor fiskal, kebijakan sektor moneter dengan kebijakan sektor riil. Ini sangat penting sekali karena, kalau kita enggak
sering ketemu, enggak sering rapat-rapat, ya enggak akan bisa sejalan. Bukan intevensi, sekali lagi bukan intervensi.
Â
Kemudian
yang terakhir, Pak Wilson, ini tadi sedikit sudah saya singgung dunia digital
kita. Kita memang terlambat, tapi kita ingin mengejar agar technopreuneur kita, agar developer
kita ini bisa segera mengejar negara-negara yang lain karena potensi digital economy kita sekarang ini kurang lebih 13 miliar US. Padahal lima tahun ke depan, itu kurang lebih akan mencapai
130 miliar US, sebuah potensi ekonomi yang besar sekali. Jangan sampai diambil oleh orang lain. Dan kita harus mempersiapkan itu.
Â
Pada
saat kita ke Silicon Valley, kita bertemu dengan beberapa perusahaan yang ada di sana, juga perusahaan inkubator, seperti Plug and Play. Saya kira, semakin
banyak perusahaan inkubator di sini, ini akan mempercepat pembangunan ekosistem digital kita. Kalau ekosistem digital sudah ada, yang muda-muda ini masuk akan lebih mudah.
Â
Kita
menargetkan dalam setiap tahun itu ada 8 ribu peserta talks, kemudian 4 ribu peserta workshop-nya, kemudian ada 2
ribu untuk hackathon-nya, kemudian juga
500 yang bisa masuk ke inkubator. Dan nantinya disaring, hanya menjadi kira-kira 200 startup. Ini ada
sebagian yang nanti kita kirim ke Silicon Valley dan sebagian di inkubator yang ada di Indonesia.
Â
Tapi
yang penting dari sini, nanti pendanaan, sheet
capital-nya ini harus disiapkan oleh siapa? Ya sekarang yang ada modal
ventura yang kita punyai. Saya kira Pak Ketua OJK sudah menyiapkan aturan main untuk itu yang akan mempercepat industri digital kita. Dan agar segera bergerak, pemerintah saya kira nantinya akan memberikan insentif perpajakan saja kepada modal ventura. Mungkin hanya akan masuk ke sana karena semuanya ini ada di kebijakan di OJK.
Â
Saya
kira itu yang bisa saya sampaikan. Dan dengan itu, saya kira kita nanti akan mempunyai lebih banyak developer, technopreuneur. Yang sekarang ini
sebetulnya sudah mulai bergerak, tapi ekosistemnya belum komplet. Ini yang mau kita kompleti.
Â
Makasih.
*****
Biro Pers, Media dan Informasi
Sekretariat Presiden