• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

7 2.1 Teori-Teori yang Digunakan

2.1.1 Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang penting di wilayah Asia Tenggara. Menurut Sneddon (2003:225), meskipun bahasa Indonesia tidak digunakan di seluruh dunia, bahasa ini tetap menjadi bahasa nasional terpopuler ke-4 di dunia dan negara tetangga lainnya.

2.1.1.1 Sifat Bahasa Indonesia

Menurut Tucker (2010:75) kebanyakan bahasa secara morfologi bisa diklasifikasikan menjadi tiga kategori. Pengkategorian merupakan dasar dari bahasa alami. Ketiga kategori itu disusun secara ascending. Kategori pertama yaitu monosyllabic, terisolasi, atau bahasa radikal, seperti bahasa Cina atau Mandarin. Bahasa dalam kategori ini tidak mampu mengakomodasikan segala bentuk perubahan kata seperti penggunaan sufiks, prefiks, dan lain-lain.

Kategori kedua adalah agglutinating language, seperti bahasa Turki dan bahasa Jepang. Agglutinating maksudnya kata-kata dalam sebuah kalimat bisa disisipkan dan dilepas dengan bebas. Beberapa bisa diubah ke bentuk afiks atau berimbuhan, tetapi tidak akan mengubah bentuk katanya. Hal tersebut bisa dilekatkan dengan cara diaglutinasi atau agglutinated. Tidak hanya afiks, tetapi kata-kata bisa dilekatkan dengan yang lainnya. Tucker (2010:78) memberikan contoh seperti ini. Aulisariartorasuarpok yang artinya “dia buru-buru pergi memancing” dalam bahasa Greenland. Kata Aulisariartorasuarpok merupakan gabungan dari kata aulisar yang artinya“untuk memancing”, peartor yang artinya “sedang melakukan”, pinnesuarpok yang artinya “dengan cepat”. Konstruksi kata ini hanya memungkinkan dalam agglutinative language tingkat tinggi.

Kategori terakhir adalah inflexional, organic, dan amalgamating language, seperti Semitic dan kebanyakan bahasa di negara-negara Eropa. Pada kategori ini,

(2)

kata-kata bisa berubah bentuknya menjadi fungsi yang lebih spesifik dalam kalimat, seperti irregular verb atau past particular dalam bahasa Inggris.

Bahasa Indonesia merupakan transisi antara agglutinating dan inflexional. Kata-kata dalam bahasa Indonesia tidak bisa direkatkan seperti bahasa Greenland, tetapi bisa direkatkan dengan beberapa afiks. Jika dalam agglutinative language tingkat tinggi penambahan afiks tidak akan mempengaruhi bentuk kata, dalam bahasa Indonesia, beberapa afiks akan mengubah bentuk kata. Hal ini merupakan karakteristik dari bahasa inflexional. Jadi bahasa Indonesia mengandung inflexional dan agglutinative, tapi tidak dalam bentuk ekstrim. Hal ini juga disebutkan oleh Tucker (2010:89) bahwa sebagian besar bahasa Indo-Eropa dalam bentuk modern merupakan karakteristik semi-infleksional.

2.1.1.2 Pentingnya Bahasa Indonesia di Dunia

Bahasa Indonesia telah menghadapi banyak masalah dan pengembangan sosial-politik sejak 1997. Gejolak tersebut menarik perhatian banyak orang, termasuk dalam bidang akademis seperti sejarah, politik, sosiologi, junalis, dan orang-orang yang memiliki minat dalam masalah internasional (Sneddon, 2003:1). Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional erat kaitannya dengan sebuah bangsa dan merupakan cara yang unik untuk mencerminkan suatu bangsa serta merupakan hal yang menarik bagi dunia internasional.

Meskipun bahasa Indonesia aslinya digunakan hanya di Indonesia, namun tetap menjadi salah satu bahasa dengan pembicara dan pengguna terbanyak di dunia (Sneddon, 2003:1). Hal ini dikarenakan Indonesia merupakan negara dengan populasi terbanyak ke-4 di dunia. Bahasa itu penting di mata dunia bukan hanya karena digunakan oleh banyak orang, tetapi juga karena banyak aspek yang terbatas pada bangsa dan bahasanya yang cukup signifikan untuk dunia, seperti halnya Indonesia merupakan negara muslim terbesar di dunia. (Sneddon, 2003:2). Sejarah politik Indonesia yang berhubungan dengan Belanda dan negara-negara lainnya. Aspek tersebut yang membuat bahasa Indonesia cukup penting di dunia.

(3)

2.1.2 Algoritma

Pengertian algoritma menurut Levitin (2012:3-4) adalah suatu urutan instruksi yang jelas untuk memecahkan masalah, yaitu untuk memperoleh output yang diperlukan untuk setiap input yang sah dalam jumlah waktu yang terbatas. Berikut adalah poin penting dari algoritma:

a. Setiap langkah dari algoritma tidak boleh ambigu.

b. Wilayah input untuk algoritma yang bekerja harus ditentukan dengan hati-hati. c. Algoritma yang sama dapat direpresentasikan dalam beberapa cara yang berbeda. d. Ada beberapa algoritma untuk memecahkan masalah yang sama.

e. Algoritma untuk masalah yang sama dapat didasarkan pada ide-ide yang sangat berbeda dan dapat memecahkan masalah dengan kecepatan yang berbeda secara dramatis.

Algoritma, menurut Edmonds (2008:1), merupakan prosedur langkah-langkah yang dimulai dengan instansi input dan menghasilkan output yang sesuai. Hal ini dijelaskan pada tingkat detail dan abstraksi paling cocok untuk dipahami manusia. Sebaliknya, kode adalah implementasi dari algoritma yang bisa dieksekusi oleh komputer. Pseudocode berada di antara keduanya.

Menurut Cormen, Leiserson, Rivest, Stein (2009:5) secara informal, algoritma adalah prosedur komputasi yang terdefinisi dengan baik yang mengambil beberapa nilai, atau mengatur nilai-nilai, sebagai input dan menghasilkan beberapa nilai, atau mengatur nilai-nilai, sebagai output. Dengan demikian algoritma merupakan urutan langkah komputasi yang mengubah input menjadi output.

Algoritma juga dapat diartikan sebagai alat untuk memecahkan masalah komputer yang tidak jelas atau bahkan masalah komputer yang didefinisikan dengan baik. Secara umum, pernyataan masalah menentukan hubungan antara data input dan data output yang diinginkan. Algoritma itu sendiri menjelaskan prosedur komputasi spesifik untuk mencapai hubungan antara input dan output.

Sebagai contoh yaitu penyortiran sekelompok angka dalam urutan terkecil hingga terbesar. Masalah ini seringkali ditemukan dalam kehidupan nyata dan memberikan ‘fertile ground’ untuk memperkenalkan berbagai jenis alat analisis dan

(4)

teknik perancangan standar. Secara formal, masalah penyortiran dapat didefinisikan sebagai berikut:

Input: string angka n {a1, a2, …, an}.

Output: permutasi (re-ordering) {a’1, a’2, …, a’n} dari urutan input seperti ini a’1≤ a’2≤ … ≤ a’n.

Sebagai contoh, diberikan urutan input (31, 41, 59, 26, 41, 58), algoritma penyortiran menghasilkan urutan output (26, 31, 41, 41, 58, 59). Urutan input disebut instansi masalah penyortiran. Secara umum, instansi masalah terdiri dari input (memenuhi kendala apapun yang dikenakan dalam pernyataan masalah) diperlukan untuk menghitung solusi dari masalah ini.

Algoritma dikatakan benar jika, untuk setiap input berhenti dengan hasil output yang benar. Dapat dikatakan, algoritma yang benar adalah algoritma yang dapat mengatasi masalah komputasi. Algoritma yang salah adalah algoritma yang tidak memberikan jawaban atau memberikan jawaban yang tidak tepat untuk beberapa atau seluruh input. Tetapi perlu diingat bahwa algoritma yang salah terkadang bergunasebagai acuan apabila sewaktu-waktu kesalahan-kesalahan yang ada bisa diperbaiki. Sering kali, algoritma yang salah bisa digunakan kembali jika memiliki performa yang lebih baik dibandingkan dengan rata-rata kesalahannya.

2.1.3 Artificial Intelligence

AI merupakan salah satu bidang terbaru dalam sains dan teknik. Pengembangan AI benar-benar dimulai setelah Perang Dunia II. Bersamaan dengan biologi molekular, AI disebutkan sebagai “bidang yang sangat ingin digeluti” oleh para ilmuwan.

AI saat ini meliputi berbagai macam sub-bidang, mulai dari yang umum (belajar dan berpersepsi) kepada hal yang spesifik, seperti bermain catur, membuktikan teorema matematika, menulis puisi, mengendarai mobil di jalan ramai, dan mendiagnosis penyakit. AI sangat berhubungan dengan pekerjaan intelektual. (Russell dan Norvig, 2010:1)

Pada dasarnya, banyak pandangan serta pengertian mengenai AI, dan secara garis besar, menurut Russell dan Norvig (2010:1-2) definisi AI bisa terbagi menjadi

(5)

empat kategori, yaitu: Berpikir Manusiawi, Berpikir Rasional, Bertingkah Manusiawi, dan Bertingkah Rasional.

1. Berpikir Manusiawi

Pada kategori ini, AI dijelaskan suatu usaha baru untuk dapat membuat komputer dapat berpikir, suatu komputer yang memiliki pemikiran dan rasa, atau dengan kata lain dapat juga disebut sebagai kegiatan mengadopsi cara berpikir manusia, seperti pengambilan keputusan, penyelesaian masalah, pembelajaran, dan sebagainya.

2. Berpikir Rasional

Pada kategori ini, AI dijelaskan sebagai suatu studi melalui pemodelan komputasi, dimana studi AI ini dapat membuat segala sesuatu mungkin untuk dapat dipersepsikan dan memiliki alasan untuk dilakukan.

3. Bertingkah Manusiawi

Pada kategori ini, AI dijelaskan sebagai suatu seni untuk membuat mesin dapat menampilkan fungsi yang membutuhkan kecerdasan ketika digunakan oleh manusia.

4. Bertingkah Rasional

Pada kategori ini, AI dijelaskan sebagai studi tentang perancangan agen-agen kecerdasan dan AI terfokus pada perilaku cerdas.

(6)

Tabel 2.1 Definisi AI Berpikir Manusiawi

“Upaya baru yang menarik untuk membuat komputer berpikir … mesin dengan pikiran dalam artian sesungguhnya dan literal.” (Haugeland, 1985)

“Otomatisasi kegiatan yang dikaitkan dengan pemikiran manusia, pengambilan keputusan, pemecahan masalah, pembelajaran …” (Hellman, 1978)

Berpikir Rasional

“Studi mengenai kemampuan mental melalui penggunaan model komputasi.” (Charniak dan McDermott, 1985)

“Studi mengenai komputasi yang memungkinkan untuk melihat, berakal, dan bertindak.” (Winston, 1992)

Bertingkah Manusiawi

“Seni membuat mesin yang melakukan fungsi yang dilakukan oleh manusia.” (Kurzweil, 1990)

“Studi mengenai bagaimana membuat komputer melakukan hal-hal yang pada saat ini dilakukan lebih baik oleh manusia” (Rich dan Knight, 1991)

Bertingkah Rasional

“Kecerdasan komputasi adalah studi mengenai perancangan agen cerdas.” (Poole et al., 1998)

“AI berkaitan dengan perilaku cerdas dalam artefak.” (Nilsson, 1998)

Tes Turing yang diajukan oleh Alan Turing pada tahun 1950, dirancang untuk memberikan definisi dari AI. Sebuah komputer dianggap berhasil jika interogator manusia setelah mangajukan pertanyaan tertulis, tidak dapat membedakan apakah tanggapan atau jawaban tertulis tersebut berasal dari seseorang atau dari komputer. Berdasarkan tes Turing, untuk memenuhi kriteria AI komputer perlu memiliki kemampuan sebagai berikut:

a. Natural Language Processing / Pengolahan Bahasa Alami

Memungkinkan untuk berkomunikasi dengan sukses dalam bahasa Inggris.

b. Knowledge Representation / Representasi Pengetahuan Mampu menyimpan pengetahuan ataupun mendengar. c. Automated Reasoning / Penalaran Otomatis

(7)

Mampu menggunakan informasi yang tersimpan untuk menjawab pertanyaan dan untuk menarik kesimpulan baru.

d. Machine Learning / Mesin Belajar

Mampu beradaptasi dengan keadaan baru dan untuk mendeteksi dan ekstrapolasi sebuah pola.

2.1.3.1 Sejarah

Pada tahun 1950, Alan Turing menanyakan apakah sebuah mesin bisa berpikir. Tidak lama sebelumnya, Turing telah memperkenalkan konsep dari mesin universal abstrak (yang disebut Mesin Turing) yang sederhana dan mampu memecahkan semua masalah matematika (dengan kompleksitas yang sama). Hasil penelitian ini disebut Tes Turing.

Pada tes Turing, jika mesin membuat manusia berpikir bahwa mesin tersebut adalah manusia, maka mesin tersebut lulus tes kecerdasan. Satu cara dalam tes Turing adalah dengan berkomunikasi dengan agen lain melalui keyboard. Pertanyaan-pertanyaan ditanyakan oleh pakar melalui teks tertulis, dan tanggapan diberikan melalui terminal. Tes ini memberikan jalan untuk menentukan bahwa kecerdasan tersebut merupakan AI. Dengan mempertimbangkan tugas tersebut, tidak hanya pakar yang cerdas menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk membuat sebuah percakapan cerdas, dan hal tersebut harus mampu untuk mengurai dan mengerti bahasa alami dan menanggapi dengan bahasa alami. Pertanyaan tersebut dapat melibatkan kemampuan pertimbangan (seperti pemecahan masalah), sehingga mesin yang mampu meniru manusia dianggap sebuah prestasi (Jones, 2008:3)

Pada tahun 1956, Konferensi Dartmouth AI melibatkan beberapa orang dalam riset AI, yaitu: John McCarthy, Marvin Minsky, Nathaniel Rochester, dan Claude Shannon. Mereka dibawa untuk melakukan riset pada komputer, pemrosesan bahasa alami, dan jaringan neuron.

Selain untuk menciptakan istilah AI dan melakukan riset besar dalam bidang AI, McCarthy membuat bahasa pemrograman AI pertama yaitu LISP. (Jones, 2008: 5-6)

(8)

Pada tahun 1970, pengembangan AI terus berlanjut tetapi lebih terfokus. Aplikasi yang memberikan harapan, seperti sistem pakar, naik sebagai salah satu kunci pengembangan di era saat itu.

Salah satu sistem pakar pertama untuk menunjukkan kekuatan dari arsitektur rule-based yang disebut MYCIN, dan dikembangkan oleh Ted Shortliffe yang mengikuti penelitian ketika berada di Stanford pada tahun 1974. MYCIN dioperasikan di bidang diagnosis medis, dan menunjukkan representasi pengetahuan dan kesimpulan.Kemudian pada dekade ini, penelitian lainnya di Stanford oleh Bill Van Melles yang membangun arsitektur MYCIN dan berfungsi sebagai model untuk kerangka sistem pakar yang digunakan hingga saat ini. (Jones, 2008:8)

2.1.3.2 Aplikasi AI

Menurut Russell dan Norvig (2010:28) ada beberapa aplikasi AI, seperti: 1. Robotika

Robot adalah perangkat mekanik yang dapat bertindak sendiri dan menggantikan aktivitas manusia. Robot mampu mengurangi waktu dan proses yang perlu dilakukan oleh manusia.

2. Pengenalan Suara

Pengenalan suara adalah kemampuan komputer untuk menganalisa suara manusia dan mengintepretasikannya dalam bentuk teks, yang biasa diketahui sebagai “speech to text”.

3. Perencanaan dan Penjadwalan Otomatis

Kemampuan komputer untuk membuat rencana dan jadwal secara otomatis.

4. Permainan Game

Komputer bisa diprogram untuk berprilaku seperti seorang pemain dalam game, memungkinkan orang untuk memainkan game yang membutuhkan interaksi manusia tanpa manusia.

5. Memerangi Spam

Memerangi spam adalah kemampuan komputer untuk menghapus pesan yang diklasifikasikan sebagai spam secara otomatis.

(9)

6. Perencanaan Logistik

Melakukan perencanaan logistik dan penjadwalan untuk transportasi otomatis.

7. Mesin Penerjemah

Mesin penerjemah adalah kemampuan komputer untuk menerjemahkan dari satu bahasa ke bahasa lain.

2.1.4 Natural Language Processing

Menurut Pustejovsky dan Stubbs (2012:4), Natural Language Processing (NLP) merupakan bidang dari ilmu komputer dan teknik yang telah dikembangkan dari studi bahasa dan komputasi linguistik dalam bidang AI. Tujuan dari NLP adalah untuk merancang dan membangun aplikasi yang memfasilitasi interaksi manusia dengan mesin dan perangkat lainnya melalui penggunaan bahasa natural. Beberapa area utama penelitian pada bidang NLP, diantaranya:

1. Question Answering Systems

Question Answering Systems (QAS) atau dalam bahasa Indonesia yaitu Sistem Tanya Jawab adalah kemampuan komputer untuk menjawab pertanyaan yang diberikan oleh user. Dibandingkan memasukkan keyword ke dalam browser pencarian, dengan QAS, user bisa langsung bertanya dalam bahasa natural yang digunakannya, baik itu Inggris, Mandarin, ataupun Indonesia. 2. Summarization

Pembuatan ringkasan dari sekumpulan konten dokumen atau e-mail. Dengan menggunakan aplikasi ini, user bisa dibantu untuk mengubah dokumen teks yang ke dalam bentuk slide presentasi.

3. Machine Translation

Produk yang dihasilkan adalah aplikasi yang dapat memahami bahasa manusia dan menerjemahkannya ke dalam bahasa lain. Termasuk di dalamnya adalah Google Translate yang apabila dicermati semakin membaik dalam penerjemahan bahasa. Contoh lain lagi adalah BabelFish yang menerjemahkan bahasa secara real time.

(10)

Bidang ini merupakan cabang ilmu NLP yang paling sulit. Proses pembangunan model pengenalanbahasa yang diucapkan bisa digunakan pada telepon atau komputer sudah banyak dikerjakan. Pengenalan ucapan yang sering digunakan adalah berupa pertanyaan dan perintah.

5. Document Classification

Ini adalah salah satu area paling sukses dari NLP, di mana tugasnya adalah untuk mengidentifikasi dalam kategori mana dokumen harus ditempatkan. Hal ini sangat berguna pada aplikasi penyaringan spam, klasifikasi artikel berita, dan ulasan film.

2.1.4.1 Aspek Utama NLP

Berdasarkan Poole dan Mackworth (2010:520), pengembangan pemrosesan bahasa natural memberikan kemungkinan interface

1. Syntax

Syntax menjelaskan bentuk dari bahasa. Biasa dispesifikasikan oleh grammar. Bahasa alami jauh lebih rumit dibanding bahasa formal yang digunakan untuk logika bahasa buatan dan program komputer.

2. Semantics

Semantic memberikan pengertian dari ungkapan dan kalimat suatu bahasa. Meskipun teori semantic secara umum sudah ada, ketika membangun sistem natural language understanding untuk aplikasi tertentu, maka akan digunakan representasi yang paling sederhana.

3. Pragmatics

Komponen pragmatic menjelaskan bagaimana ungkapan berhubungan dengan dunia.

2.1.5 Morfologi

Pengertian morfologi menurut Jurafsky dan Martin (2000:59-65) merupakan pengetahuan mengenai pembentukan suatu kata dari unit-unit lebih kecil yang mengandung makna. Unit-unit terkecil dan mengandung makna itu sendiri disebut juga morfem. Morfem dapat dibagi menjadi kata dasar dan imbuhan (afiks) yang selanjutnya

(11)

imbuhan itu dapat dibagi lagi menjadi prefiks, sufiks, dan konfiks. Penggabungan kata imbuhan dan kata dasar disebut concatenative morphology. Dikarenakan penggabungan tersebut akan menghasilkan suatu kata yang merupakan hasil penggabungan dua atau lebih morfem yang dikonkatenasikan secara bersama-sama.

Proses morfologi dapat dibagi menjadi dua jenis menurut pembentukan kelas kata yang dihasilkan. Dua jenis morfologi tersebut yaitu:

1. Morfologi Infleksional

Morfologi infleksional merupakan pembentukan yang menghasilkan kata dengan kelas kata yang sama dengan kelas kata dari kata dasar pembentuknya. Ciri-ciri dari morfologi infleksional yaitu sistematis dalam artian polanya teratur dan memiliki maksud dan hasil yang jelas serta produktif dalam artian dapat diterapkan pada semua kata dengan kelas kata yang sesuai. Contoh: “menulis” yang merupakan kata kerja dihasilkan dari kata dasar “tulis” yang juga merupakan kata kerja.

2. Morfologi Derivasional

Morfologi derivasional merupakan pembentukan yang menghasilkan kata dengan kelas kata yang berbeda dengan kelas kata dari kata dasar pembentuknya. Kebalikan dari infleksional, morfologi derivasional ini justru memiliki ciri-ciri tidak sistematis dan tidak produktif. Contoh: “penulis” yang merupakan kata benda dihasilkan dari kata dasar “tulis” yang merupakan kata kerja.

Menurut Jurafsky dan Martin (2000:65), untuk membangun sebuah morphological analyzer dibutuhkan:

1. Lexicon

Suatu daftar yang memuat semua kata dasar, imbuhan, dan semua informasi yang dibutuhkan mengenai kata dasar dan imbuhan tersebut.

2. Morphotactics

Seluruh aturan yang mengatur urutan dan memodelkan penggabungan morfem dalam sebuah kata. Contoh: imbuhan meN- jika diletakkan di depan kata dasar “makan” dari kelas kata kerja akan menghasilkan kata “memakan” yang merupakan kata kerja. Aturan ini juga memastikan agar tidak menghasilkan kata “makanme”.

(12)

3. Orthographics

Seluruh aturan pengejaan yang digunakan untuk bentuk perubahan yang terjadi dalam kata, biasanya ketika morfem-morfem tersebut digabungkan. Sering juga disebut morphophonemic. Contoh: imbuhan meN- digabungkan dengan kata dasar “tulis” akan menghasilkan kata “menulis”.

2.1.6 Pengertian Basis Data

Menurut Connolly dan Begg (2005:15) basis data merupakan suatu kumpulan data dan deskripsi data yang saling terhubung satu sama lain secara logis dan dirancang untuk memenuhi kebutuhan informasi dari suatu organisasi. Basis data merupakan entitas, atribut, dan hubungan logis antar entitas. Dengan kata lain, basis data menyimpan data yang terkait secara logis.

2.1.6.1 Database Management System (DBMS)

Berdasarkan Connolly dan Begg (2005:16-17) DBMS adalah sistem perangkat lunak yang memungkinkan pengguna untuk mendefinisikan, membuat, memelihara, dan mengontrol akses ke basis data. DBMS adalah perangkat lunak yang berinteraksi dengan pengguna program aplikasi dan basis data. Biasanya DBMS memberikan fasilitas meliputi:

a. Data Definition Language (DDL)

Memungkinkan pengguna untuk menentukan tipe data dan struktur dan kendala pada data yang akan disimpan dalam basis data.

b. Data Manipulating Language (DML)

Memungkinkan pengguna untuk memasukkan, memperbaharui, menghapusm dan mengambil data dari basis data. Memiliki sebuah penyimpanan pusat untuk semua data dan deskripsi data yang memungkinkan DML untuk memberikan fasilitas penyelidikan data, disebut bahasa query. Query yang paling umum digunakan adalah Structured Query Language (SQL).

c. Akses Kontrol ke Basis Data

i. Sistem keamanan, yang mencegah pengguna yang tidak sah mengakses basis data.

(13)

ii. Sistem integritas, yang mempertahankan konsistensi data yang tersimpan. iii. Sistem kontrol konkurensi, yang memungkinkan berbagi akses basis data

secara bersamaan.

iv. Sistem kontrol pemulihan, yang mengembalikan basis data ke keadaan yang konsisten sebelumnya setelah terjadi kegagalan perangkat keras atau perangkat lunak.

v. Katalog user-accessible, yang berisi deskripsi dar data dalam basis data.

2.1.6.2 MySQL

MySQL merupakan Relational Database Management System (RDBMS) yang sangat cepat dan kuat. Basis data memungkinkan secara efisien untuk menyimpan, mencari, mengurutkan, dan mengambil data. Kontrol server MySQL dapat mengakses data untuk memastikan bahwa beberapa pengguna dapat bekerja secara bersamaan, untuk memberikan akses cepat, dan untuk memastikan bahwa hanya pengguna yang berwenang yang dapat memperoleh akses.

Oleh karena itu, MySQL adalah multiuser dan multithreaded server. MySQL menggunakan Structured Query Language (SQL), standar bahasa query basis data. MySQL tersedia untuk umum sejak tahun 1996 tetapi dibuat pada tahun 1979. (Welling dan Thomson, 2008: 2-3).

Kompetitor utama MySQL adalah PostgreSQL, Microsoft SQL Server, dan Oracle. Menurut Welling dan Thomson (2008:4-6) MySQL mempunyai beberapa kelebihan, yaitu:

1. Kinerja tinggi

Kecepatan MySQL tidak perlu diragukan lagi. Pada tahun 2002, eWeek mengeluarkan perbandingan antara lima basis data aplikasi web. Hasil terbaik didapatkan oleh MySQL dan kategori termahal adalah Oracle.

2. Biaya rendah

MySQL tersedia tanpa biaya dengan lisensi open source atau tersedia dengan biaya murah untuk lisensi komersial. Dibutuhkan lisensi jika ingin mendistribusikan MySQL sebagai bagian dari aplikasi dan jika tidak aplikasi

(14)

berada di bawah lisensi open source. Jika aplikasi tidak ingin didistribusikan maka tidak diperlukan membeli lisensi.

3. Mudah digunakan

Kebanyakan basis data saat ini menggunakan SQL. Jika menggunakan RDBMS lain, tidak akan menghadapi masalah untuk beradaptasi pada yang satu ini. MySQL juga lebih mudah dalam pengaturannya dibanding beberapa produk yang sama.

4. Portabilitas

MySQL bisa digunakan pada beberapa sistem Unix yang berbeda dengan baik seperti pada Microsoft Windows

5. Ketersediaan source code

Seperti PHP, source code MySQL bisa diperoleh dan dimodifikasi. Hal ini tidak penting bagi sebagian besar pengguna, tetapi bisa memberikan ketenangan pikiran yang baik, menjamin kelangsungan yang akan datang, dan memberikan pilihan saat keadaan darurat.

6. Ketersediaan dukungan

Tidak semua produk open source memiliki perusahaan induk yang menawarkan dukungan, pelatihan, konsultasi, dan sertifikasi.

2.1.7 Hypertext Preprocessor (PHP)

Hypertext Preprocessor (PHP) adalah bahasa pemrograman server-sideyang dirancang khusus untuk web. Dalam halaman HTML, dapat ditulis dengan kode PHP yang akan dijalankan setiap kali halaman dikunjungi.Kode PHP tersebut akan diinterpretasikan di web server dan menghasilkan HTML atau output lain yang dapat dilihat oleh pengunjung web.

PHP dibuat pada tahun 1994 dan awalnya merupakan karya satu orang yaitu Rasmus Lerdorf. Kemudian hal ini diadopsi oleh orang-orang berbakat lainnya dan telah melalui four major rewrite untuk menjadi seperti sekarang ini.

PHP adalah sebuah proyek open source, yang berarti bisa mengakses ke source code dan dapat digunakan, diubah, dan didistribusikan ulang tanpa biaya. PHP awalnya diketahui sebagai Personal Home Page tetapi diubah sesuai dengan konvensi penamaan

(15)

rekursif GNU dan sekarang dikenal sebagai Hypertext Preprocessor. (Welling dan Thomson, 2008:2-3).

Menurut Welling dan Thomson (2008:4-6) kelebihan menggunakan bahasa pemrograman PHP, yaitu:

1. Kinerja tinggi

PHP sangat cepat, menggunakan server tunggal yang murah dan dapat melayani jutaan hit per hari.

2. Skalabilitas

PHP sering mengacu sebagai arsitektur “shared-nothing”. Maksudnya PHP secara efektif dan murah dapat menerapkan skala mendatar dengan sejumlah besar server komoditas.

3. Integrasi basis data

PHP menyediakan koneksi yang banyak ke berbagai sistem basis data. Selain MySQL dapat terhubung secara langsung dengan basis data PostgreSQL, Oracle, dbm, FilePro, DB2, Hyperwave, Informix, InterBase, dan Sybase. PHP 5 juga memiliki built-ininterface SQL untuk flat file, disebut SQLite.

Menggunakan Open Database Connectivity Standard (ODBC), PHP dapat terhubung ke basis data yang menyediakan ODBC driver yang mencakup produk Microsoft dan lain-lain. Selain libraries asli, PHP dilengkapi dengan lapisan abstraksi akses basis data yang disebut PHP Database Objects (PDO), yang memungkinkan akses yang konsisten dan meningkatkan keamanan kode. 4. Built-in Libraries

Karena PHP dirancang untuk digunakan pada web, maka PHP memiliki banyak fungsi built-in untuk melakukan beberapa tugas web-relatedyang berguna. PHP dapat menghasilkan gambar dengan cepat, terhubung ke layanan web dan layanan jaringan lainnya, mengurai XML, mengirim email, mengolah cookies, menghasilkan dokumen dengan format PDF, dan semua itu hanya memerlukan beberapa baris coding.

(16)

PHP dapat diperoleh secara gratis. Bahasa pemrograman ini dapat diunduh kapanpun dengan versi terbarunya di http://www.php.net tanpa dikenakan biaya.

6. Mudah untuk dipelajari

Sintaksis dari PHP merupakan dasar dari bahasa pemrograman lainnya, terutama bahasa C dan Perl. Jika sudah pernah menggunakan C atau Perl, atau bahasa seperti C++ atau Java, maka dengan segera akan dapat menggunakan PHP.

7. Mendukung orientasi objek

PHP versi 5 dirancang untuk mendukung fitur berorientasi objek. Mirip dengan program pada Java atau C++, terdapat fitur seperti penurunan sifat, atribut dan metode private dan protected, kelas abstrak, interface, constructor, dan destructor. Bahkan terdapat juga fitur yang kurang umum seperti iterator. Beberapa fungsi tersedia dalam PHP versi 3 dan 4, tetapi dukungan untk orientasi objek pada versi 5 jauh lebih lengkap.

8. Portabilitas

PHP tersedia untuk banyak sistem operasi yang berbeda-beda. PHP dapat dijalankan di sistem operasi free Unix seperti Linux dan FreeBSD, dapat juga dijalankan di versi Unix yang dikomersilkan seperti Solaris dan IRIX, OS X, atau di Microsoft Windows yang memiliki versi yang berbeda-beda. Kode PHP yang ditulis akan bekerja tanpa perlu modifikasi pada sistem yang berbeda. 9. Fleksibel

PHP memungkinkan untuk melakukan tugas-tugas sederhana dan mudah beradaptasi terhadap aplikasi besar menggunakan framework berdasarkan rancangan pola seperti Model-View-Controller (MVC).

10. Ketersediaan source code

Source code dari PHP dapat diakses. Tidak seperti produk yang komersial yang menyembunyikan source code, jika ada yang ingin diubah atau ditambahkan, maka dapat dilakukan secara bebas.

(17)

Dokumentasi dan komunitas PHP merupakan sumber daya yang matang dan kaya dengan informasi untuk berbagi.

2.1.8 Hypertext Markup Language 5 (HTML5)

Menurut Clark, Studholme, Murphy, Manian (2012:8) HTML5 merupakan salah satu titik dalam sejarah panjang perkembangan HTML yang telah melewati berbagai aspek dengan spesifikasi yang berbeda. Walaupun berbeda, setiap spesifikasi HTML memiliki satu kesamaan yang paling mendasar, yaitu HTML merupakan markup language. HTML5 memiliki semua fitur yang dimiliki oleh HTML4, dengan beberapa perubahan dan pengembangan. HTML5 juga memiliki banyak tambahan untuk membuat web aplikasi yang dinamis dan membuat markup dengan kualitas yang lebih baik. Adapun prinsip desain dari HTML5 menurut Clark, Studholme, Murphy, Manian (2012:11) adalah sebagai berikut:

1. Memastikan dukungan untuk konten yang sudah ada 2. Mendegradasi fitur baru secara anggun di browser tua

3. Membuka jalan yang baru bagi pengembangan-pengembangan HTML selanjutnya

4. Evolusi, bukan revolusi

2.1.9 Cascading Style Sheet (CSS)

Menurut Meyer (2006:1-3) Cascading Style Sheet (CSS) merupakan sebuah cara untuk memberi pengaruh terhadap sebuah dokumen. Tentunya, CSS pada dasarnya tidak berguna tanpa adanya dokumen, karena CSS tidak memiliki konten untuk dipresentasikan. Pastinya, definisi dari “dokumen” disini sangatlah luas. Sebagai contoh, Mozilla dan beberapa browser terkait menggunakan CSS untuk mempengaruhi presentasi dari browser yang digunakan. Namun, tanpa adanya konten pada browser (button, textbox, windows, etc) maka CSS tidak perlu digunakan.

Pada tahun 1990-1993 (saat internet baru mulai dikenal oleh masyarakat), HTML merupakan bahasa yang cukup ramping. Ia terbentuk hampir seluruhnya oleh elemen struktural yang berguna untuk mendeskripsikan paragraf, hyperlink, list, dan heading.

(18)

HTML tidak memiliki fungsi-fungsi seperti table, frames, atau lainnya yang berperan penting dalam pembentukan halaman web.

Kemudian muncul Mosaic. Kemudian secara mendadak, World Wide Web menjadi terkenal. Perpindahan antar satu dokumen ke dokumen lain tidak lebih sulit dari mengarahkan kursor pada teks yang memiliki warna khusus atau bahkan gambar, kemudian klik pada mouse.

Website menjadi terkenal dimanapun. Ada banyak jurnal-jurnal pribadi, website universitas, website perusahaan, dan lainnya. Seiring bertambahnya jumlah website, begitu juga dengan permintaan terhadap HTML baru yang dapat menjalankan fungsi yang lebih spesifik. Pencipta mulai menginginkan HTML bisa membuat teks menjadi tebal atau cetak miring. Namun pada saat itu HTML belum dapat menangani kasus seperti itu.

Bertahun-tahun kemudian, muncullah HTML 3.2 dan HTML 4.0. HTML mulai dapat menangani kasus-kasus yang lebih kompleks. Penggantian warna dan ukuran tulisan, mengganti warna background dan image pada dokumen dan tabel, untuk membuat tabel, dan membuat teks muncul-hilang mulai dapat ditangani HTML.

Namun masalah-masalah yang masih muncul dalam HTML adalah :

1. Halaman yang tidak terstruktur membuat penomoran konten menjadi sulit. 2. Struktur yang buruk membuat akses menjadi lebih sulit

3. Presentasi page yang lebih kompleks membutuhkan sesuatu struktur dari dokumen pagar dapat ditampilkan dengan baik.

4. Markup yang terstruktur lebih mudah dikelola. Kemudian muncul CSS dengan kelebihan :

1. Style yang lebih banyak daripada HTML 2. Penggunaannya lebih mudah

3. Lebih mudah didesain mengikuti keinginan pribadi 4. Cascading

(19)

2.1.10 Stemming

Menurut Kowalski (2011:76), stemming adalah proses yang bertujuan untuk mengurangi jumlah variasi dalam representasi dari sebuah konsep menjadi morfologi standar atau representasi resmi. Resiko dari proses stemming adalah informasi dari suatu konsep mungkin hilang dalam proses, sehingga akurasi atau presisi menurun, dan mengurangi performa. Keuntungan dari proses stemming adalah untuk meningkatkan kemampuan mengingat. Tujuan utama dari stemming adalah meningkatkan performa dan mengurangi penggunaan sumber daya sistem, dengan mengurangi jumlah kata unique yang seharusnya ditampung oleh sistem. Jadi, secara keseluruhan algoritma stemming mengubah kata menjadi sebuah representasi morfologi standar yang disebut stem.

2.1.11 Lemmatization

Lemmatization menurut Ingason, Helgadóttir, Loftsson, Rögnvaldsson (2008:1) adalah proses mencari bentuk dasar atau lemma (bentuk kamus) suatu bentuk kata tertentu. Proses ini mirip tapi tidak sama dengan proses stemming yang menghapus afiks dari sebuah kata dan mengembalikan kata dasar. Lemmatization dan stemming adalah teknik normalisasi yang digunakan untuk menciptakan hubungan dan bentuk kata.

Nirenburg (2009:31) memperkuat teori ini dengan menjelaskan bahwa lemmatization adalah proses yang ditujukan untuk normalisasi teks, sesuai hubungan pasangan dari bentuknya berdasarkan lemma. Normalisasi pada konteks ini merupakan proses mengidentifikasi dan menghapus prefiks dan sufiks dari sebuah kata. Masalah umum pada analisis morfologi meliputi proses derivasi yang sangat berhubungan dengan bahasa aglutinatif. Selain itu, bentuk dari kata prefiks dan sufiks mungkin memiliki banyak interpretasi, jadi algoritma lemmatization harus menentukan konteks dari bentuk katanya, yang menganalisis kemungkinan atau kesesuaian dengan konteks.

Manning, Raghavan, Schütze (2009:32) mengatakan bahwa tujuan stemming dan lemmatization adalah untuk mengurangi bentuk infleksional dan terkadang bentuk hubungan derivasi suatu kata pada bentuk umumnya. Sebagai contoh:

(20)

b. Transformation: am, is, are => be

c. Transformation: car, cars, car’s, cars’ => car d. Result: “The boy car be differ color”

Namun tetap terdapat perbedaan diantara keduanya. Stemming mengacu pada proses heuristik dengan memenggal ujung-ujung kata dengan harapan mencapai tujuan dengan benar. Lemmatization biasanya melakukan proses mengacu pada kosa kata dan analisis morfologi kata, biasanya bertujuan untuk menghapus akhiran infleksional saja dan mengembalikan hasilnya sesuai bentuk kata dalam kamus atau lemma. Perbedaan yang lain terletak pada bentuk derivasi. Metode stemming biasanya akan memotong kata-kata derivasi yang bersangkutan, sedangkan lemmatization hanya menghapus bentuk-bentuk infleksional dari sebuah lemma.

2.2 Penelitian-penelitian Terkait

2.2.1 Jurnal A Two-Level Morphological Analyzer for Indonesian Language

Berdasarkan dari jurnal A Two-Level Morphological Analyzer for Indonesian Language (Pisceldo, Mahendra, Manurung, 2008), rancangan morphological analyzer untuk Bahasa Indonesia disini dibagi menjadi dua komponen, yaitu aturan morphotactic dan aturan morphophonemic. Aturan-aturan pada tiap komponen biasanya diterapkan secara parallel. Selain itu aturan ini dikombinasikan dengan kosa kata dalam untuk melengkapi rancangan.

Sebuah kata yang akan dianalisis, akan mengikuti jalurkosa kata  aturan

morphotactic  aturan morphophonemic  surface. Sebelum hasil dari morphological

analyzer muncul pada surface, hasil tersebut akan mengikuti jalur kosa kata untuk menentukan morfem yang sebenarnya pada kata tersebut. Setelah melalui kosa kata, kata tersebut akan dianalisis oleh aturan morphotactic dan morphophonemic. Apabila sudah menyelesaikan proses dalam aturan morphotactic dan morphophonemic, hasil analisis dari morphological analyzer untuk kata tersebut akan disampaikan.

2.2.1.1.1 Rancangan Kosa Kata

Kosa kata disini disamakan dengan set kata dasar dari kata-kata dalam bahasa Indonesia. Afiks tidak disimpan pada kosa kata karena nantinya akan diperhitungkan

(21)

untuk aturan morphotactic. Untuk rancangan awal, kosa kata dibagi menjadi empat kelas yaitu verb, noun, adjective, dan ‘etc’, yang mencakup semua kata dasar, contohnya pronoun, adverb, number, dan particles. Mengelompokkan kelas kata merupakan penyederhanaan yang besar, dan menjadi salah satu yang diharapkan untuk direvisi pada penelitian di masa depan.

2.2.1.1.2 Rancangan Tag

Rancangan tag menjadi sangat penting karena tag akan mengantarkan informasi linguistik yang terjadi pada sebuah kata yang dianalisis. Pada penelitian ini, tag-tag yang akan dirancang dibagi menjadi tag normal dan tag special. Tag normal bisa menjadi output dengan komponen morphotactic tanpa kondisi apapun, sementara tag special hanya terjadi jika kata dasar yang terlibat berhubungan dengan penanda yang spesifik pada kosa kata.

2.2.1.1.3 Aturan Morphotactic

Dalam perancangan morphological analyzer, aturan morphotactic merupakan aturan yang krusial untuk memodelkan bagaimana dua atau lebih morfem bisa digabung. Berdasarkan (Alwi, 2003), aturan morphotactic untuk bahasa Indonesia bisa diklasifikasikan menjadi 13 kelas. Sepuluh dari kelas-kelas ini ditentukan berdasarkan sufiks yang digabung dengan kosa kata, sementara tiga lainnya adalah kasus reduplikasi. Sepuluh kelas pertama bisa diidentifikasi sebagai concatenative morphology sedangkan tiga kelas lainnya nonconcatenative morphology.

Selama tingkat aturan morphotactic, ada beberapa langkah yang harus diikuti untuk menyelesaikan proses. Langkah tersebut termasuk penambahan prefix dan preprefiks, penambahan sufiks dan proses akhir penambahan tag. Setelah menyelesaikan semua langkah tersebut, selanjutnya pindah ke proses morphophonemic.

2.2.1.1.4 Aturan Morphophonemic

Seluruh aturan-aturan yang menjelaskan bagaimana dua atau lebih morfem bisa digabung sudah dirancang dalam aturan morphotactic. Namun proses penggabungan ini masih belum selesai, oleh sebab itu masih harus dijelaskan perubahan apa yang harus

(22)

dilakukan setelah morfem-morfem tersebut bergabung. Untuk masalah ini, didefinisikan aturan morphophonemic yang menentukan perubahan fonetik yang terjadi.

Di Indonesia, aturan ini secara general bisa dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama terdiri dari empat aturan yang memodelkan perubahan fonetik dalam kata dasar, sedangkan bagian kedua terdiri dari tujuh aturan yang memodelkan perubahan fonetik dalam afiks.

Setelah semua subproses dipakai oleh aturan-aturan dalam bagian pertama dan bagian kedua secara paralel, kemudian seluruh proses morphophonemic selesai.

Rancangan aturan morphophonemic untuk reduplikasi sangat mirip seperti di afiksasi, karena pada dasarnya proses morphophonemic dalam reduplikasi terjadi pada bagian afiksasi dari reduplikasi.

Namun, beberapa aturan tersebut, model proses morphophonemic yang mana keduanya afiks dan kata dasar mengalami perubahan, harus direvisi untuk memperhitungkan sifat aturan tersebut ketika diterapkan pada bentuk reduplikasi.

2.2.1.2 Implementasi

Pada morphological analyzer bahasa Indonesia ini mengimplementasikan xfst dan lexc. Aturan morphotactic diimplementasikan dalam xfst kemudian aturan morphophonemic diimplementasikan dalam lexc.

2.2.1.2.1 Implementasi Aturan Morphotactic

Aturan morphotactic bisa diilustrasikan sebagai finite-state automata. Kata-kata bahasa Indonesia yang valid, yaitu kata-kata yang dibentuk melalui proses morphological diterima oleh automata, sebaliknya kata-kata yang invalid ditolak.

Dimulai dari Root, tiap state menjelaskan state selanjutnya yang memungkinkan sambil menunjukkan (atau mengkonsumsi) simbol tertentu. Pada lexc, state-state ini disebut kelas lanjutan. Seluruh kelas lanjutan dicapai dari Root menunjukkan prefiks dan pre-prefiks. Perbedaan antara keduanya adalah diperlukan untuk mengodekan variasi morfologi yang memungkinkan yang mengandung dua prefiks, seperti memper-, diper-. Dari sana kelas lanjutan selanjutnya adalah Stem, dimana akar kata diproses. Hal ini kemudian diikuti oleh beberapa kelas yang mewakili sufiks yang mungkin, tapi ada juga

(23)

kelas Redup1 dan Redup2 yang muncul sebelum dan sesudah sufiks. Fungsi keduanya adalah untuk mengatasi reduplikasi. Terakhir, kelas TagEmit memproses seluruh tag-tag yang belum ditangani dengan mendahului kelas.

Gambar 2.1 Ilustrasi Alur Proses

(Sumber: Pisceldo, Mahendra, Manurung. 2008:5)

Selama proses morphotactic ini, digunakan penanda diakritik secara ekstensif, fitur penting dari lexc yang mendekati kekuatan fitur struktur, yaitu mampu menentukan batasan tertentu untuk memastikan bahwa hanya jalur yang valid dari jaringan dapat dilalui. Satu keuntungan dari pendekatan ini adalah pemeliharaan representasi compact network. Ada tiga penanda diakritik yang digunakan: pengaturan positif (@P.feat.val@), diperlukan uji (@R.feat.val@), melarang uji (@D.feat.val@). Menggunakan diakritik ini dapat ditetapkan nilai-nilai dan kendala dari aspek-aspek tertentu yang harus konsisten sepanjang jalur.

2.2.1.2.2 Proses Reduplikasi

Morfologi Indonesia meliputi proses reduplikasi non-concatenative. Penanganan ini dengan tata bahasa regular murni seperti yang diterapkan oleh finite state automoata sangat sulit. Dengan demikian, digunakan fitur compile-replace pada xfst. Fitur ini

(24)

memungkinkan pengulangan sub-bahasa kompleks semaunya dengan menetapkan tanda kurung “^[“ dan “^]” untuk menandai domain dari reduplikasi. Kurung siku kanan juga ditambah dengan ^2 untuk menunjukkan duplikasi, dengan demikian menjadi “^[“ dan “^2^]”. Mengingat ini, xfst mengkompilasi dan memproses anotasi ini untuk menghasilkan jaringan baru di mana reduplikasi yang sesuai telah dilakukan. Contoh, “^[buku^2^]” akan dikompilasi menjadi bukubuku. Jadi idenya adalah untuk memasukkan “^[” dan “^2^]” di tempat yang tepat. Karena berbagai jenis reduplikasi dalam bahasa Indonesia, aturan reduplikasi dapat ditemukan pada bagian Redup (pre)prefiks juga pada bagian Redup1 dan Redup2. Redup bagian prefiksmengemisikan pembukaan tanda kurung “^[” dan menetapkan penanda atau flag yang tepat sebagai pengingat bahwa kurung tutup diperlukan. Redup1 bertanggung jawab untuk menutup reduplikasi sebagian dan afiks, yaitu di mana akhiran tidak termasuk dalam reduplikasi, sementara Redup2 bertanggung jawab untuk menutup reduplikasi penuh, yaitu di mana sufiks merupakan bagian dari proses reduplikasi. Baik Redup1 dan Redup2 memeriksa nilai flag REDUP yang diset oleh Redup prefiks.

2.2.1.2.3 Implementasi Aturan Morphophonemic

Full transducer menyusun aturan morphotactic dan morphophonemic. Sebagai hasilnya, output dari implementasi aturan morphotactic berfungsi sebagai input untuk implementasi aturan morphophonemic.

Implementasi aturan morphophonemic sedikit berbeda dengan implementasi aturan morphotactic. Untuk aturan morphotactic ada beberapa langkah yang dapat digambarkan sebagai aliran proses. Namun, pelaksanaan aturan morphophonemic umumnya mengimplikasikan aturan itu sendiri. Setiap aturan didefinisikan sebagai aturan pengganti yang akan berkolaborasi dengan aturan lain melalui komposisi atau paralelisasi.

2.2.1.3 Evaluasi Jurnal A Two-Level Morphological Analyzer for Indonesian Language

Untuk mengevaluasi sistem yang diterapkan, diuji melalui beberapa tes kasus dalam bentuk kata-kata yang diambil dari Kamus Besar Bahasa Indonesia versi

(25)

elektronik. Pengujian implementasi dari aturan morphotactic dan morphophonemic dilakukan secara terpisah. Untuk mengevaluasi kemampuan dari analyzer menerima bentuk valid dan menolak bentuk invalid, dibutuhkan kombinasi uji kasus morfem valid maupun morfem invalid. Setelah mengeksekusi seluruh uji kasus, diperoleh hasil yang ditampilkan pada Tabel, yang menampilkan hasil uji kasus morphotactic dan Tabel yang menampilkan hasil uji kasus morphophonemic. Pada kolom ‘Analysis’ menampilkan hasil uji kasus dimana bentuk kata bahasa Indonesia diberikan sebagai input, dan sistem ditugaskan untuk parsing struktur morfologi. Sebagai contoh, diberikan kata memukul, sistem harus memberikan output pukul+Verb+AV. Di sisi lain, kolom ‘Synthesis’ memperhatikan situasi sebaliknya, yaitu uji kasus dimana input adalah string tag-tag morfologi, dan sistem ditugaskan untuk menghasilkan bentuk infleksi secara lengkap.

Tabel 2.2 Hasil Uji Kasus Morphotactic (Sumber: Pisceldo, Mahendra, Manurung, 2008:8)

Tabel 2.3 Hasil Uji Kasus Morphophonemic (Sumber: Pisceldo, Mahendra, Manurung, 2008:8)

(26)

Hasil uji kasus diklasifikasikan menjadi tiga kategori. Kategori pertama menunjukkan bahwa sistem menghasilkan tepatnya satu analisis atau sintesis yang benar untuk uji kasus valid, atau tidak menghasilkan apapun untuk uji kasus invalid. Kategori kedua adalah ketika diberikan uji kasus valid, sistem menghasilkan beberapa jawaban, salah satunya adalah hasil yang diharapkan. Kategori terakhir terlihat saat sistem gagal untuk menganalisis atau mensintesis uji kasus yang valid, atau salah menghasilkan jawaban untuk uji kasus yang invalid. Dari table dapat diamati bahwa hasil analisis yang lebih akurat daripada bentuk sintesis, dimana sistem cenderung untuk menghasilkan lebih dari satu hasil.

2.2.1.4 Hasil Jurnal A Two-Level Morphological Analyzer for Indonesian Language Hasil dari penelitian ini menyajikan sebuah morphological analyzer bahasa Indonesia yang memberikan analisis rinci dari proses afiksasi menggunakan pendekatan morfologi dua tingkat, yang diimplementasikan menggunakan xfst dan lexc. Pendekatan ini mampu menangani reduplikasi, proses morfologi non-concatenative. Evaluasi menunjukkan bahwa implementasi umumnya mampu untuk meng-encodeaturan dari berbagai proses morfologi.

2.2.2 Jurnal Indonesia Morphology Tool (MorphInd) Towards an Indonesian Corpus Berdasarkan dari jurnal dari (Larasati, Kuboˇn, dan Zeman, 2011) ini dijelaskan tentang finite state morphology tool yang kuat untuk bahasa Indonesia atau bisa disingkat MorphInd. Penelitian ini menjelaskan mengenai analisis morphological dan lematisasi dari kata-kata yang diberikan supaya bisa diproses lebih jauh.

2.2.2.1 Perancangan Alat

MorphInd dirancang untuk menangani empat isu yakni kategorisasi lexical yang dangkal, analisis yang tidak dispesifikan, aturan morphosyntactic serta lisensi software. MorphInd menghasilkan analisis yang hanya mencakup fenomena-fenomena morfologi, syntax-nya tidak ditangani, namun keluarannya bisa digunakan untuk fungsi-fungsi Natural Language Processing lainnya. MorphInd menganalisa tanda-tanda sebagai unigrams dan tidak memperhitungkan tanda-tanda yang bersebelahan. MorphInd tidak

(27)

mengembalikan fungsi – fungsi yang berhubungan dengan sintaksis dalam analisanya, walaupun beberapa fungsi dengan mudah dikenal oleh kata-kata atau klitik. Sebagai contoh, kita tidak bisa menandai ‘subjek’ dari suatu kalimat dimana kata tersebut dapat dikenali dengan proklitik yang sudah umum yang menempel ke sebuah kata kerja, namun kenyataannya bahwa kata tersebut memiliki prolitik kata ganti yang disimpan untuk analisis.

2.2.2.1.1 Perancangan Tagset dan Kategori Leksikal

MorphInd membagi leksikal menjadi 17 kategori. Kategori-kategori tersebut pada dasarnya adalah ‘Noun’, ‘Verb’, ‘Adjective’ seperti di dalam IndMA (mengacu pada jurnal sebelum ini), dan kategori ‘etc’ dipecah lagi menjadi beberapa kategori seperti ‘Preposition’ dan ‘Modal’ dimana sebagian besar kategori ini merupakan kelas kata tertutup yang sangat mudah untuk didaftarkan secara manual.

MorphInd juga memiliki tagset yang berjaringan, terinpirasi dari tagset PENN Treebank dan mengadaptasinya ke dalam morfologi bahasa Indonesia. Tagset tersebut juga mengambil konsep tag posisional dari Prague Dependency Treebank tagset untuk menangani sebagian besar perilaku bahasa yang terjadi secara bersamaan di kata dasar.

2.2.2.1.2 Analisis Format

MorphInd memutuskan untuk membuat output dalam bentuk morfem yang tersegmentasi, dimana hal tersebut akan menunjukkan bagaimana morfem tersebut dibentuk. Hal ini akan membuat output lebih tepat dan lebih tidak ambigu dalam proses generasi. Bentuk kata dasar disegmentasi ke morfemnya masing-masing. Lemma diikuti oleh tag lemma, yang berkorespondensi dalam posisi pertama tag pembentukan kata, dan dapat dibedakan dengan huruf kecil. Tag lemma dapat berbeda dari posisi pertama dari token yang sama, hal ini disebabkan karena derivasi.

2.2.2.1.3 Morphosyntactic dan Morphoponemic

Bahasa Indonesia bukan merupakan bahasa yang terinfleksi seperti bahasa Slavia, meskipun demikian beberapa morfem yang membawa fitur-fitur bahasa seperti konjugasi kata kerja untuk menandai kata aktif dan pasif. Bahasa Indonesia adalah

(28)

bahasa yang agak aglutinatif jika dibandingkan dengan bahasa Turki atau Finlandia dimana perbandingan morfem per kata lebih tinggi. Ada beberapa subjek atau objek yang bisa direpresentasikan sebagai klitik (proklitik ataupun enklitik).

2.2.2.2 Evaluasi Jurnal Indonesia Morphology Tool (MorphInd) Towards an Indonesian Corpus

MorphInd dan IndMA dijalankan ke beberapa tulisan yang telah dikumpulkan untuk mengukur cakupannya. Ada dua jenis tes yaitu T5K yang terdiri dari 5000 kalimat dan T10K yang terdiri dari 10000 kalimat. Terdapat 9 set T5K dan terdapat 4 set T10K. Kalimat-kalimat tersebut diambil secara acak tanpa perubahan dari kalimat yang telah diambil tersebut.

MorphInd terdiri dari 3954 entri kata yang dibagi menjadi 17 kategori. IndMA dibuat ulang dengan entri kata yang sama dengan MorphInd agar hasilnya bisa dibandingkan. Adapun tabel lexical entri dari MorphInd dan IndMA adalah sebagai berikut :

Tabel 2.4 MorphInd Lexical Entries (Sumber: Larasati, Kuboˇn, Zeman, 2011:10)

MorphInd gagal untuk melampaui performa IndMA dalam cakupan yang unik karena jumlah entri lexical sangat berbeda dan entri lexical MorphInd tidak mengandung kata benda dan kata asing. Namun, dengan pilihan yang baik dari entri lexical, dengan

(29)

memilih lemma yang paling sering digunakan dan paling produktif, cakupan MorphInd secara keseluruhan akan lebih besar daripada IndMA. Hal ini disebabkan karena MorphInd meliputi klitik, alternasi angka, dan tambahan partikel morfem yang tidak dicakup dalam IndMA. Hal ini bisa dilihat dari hasil MorphInd dan IndMA, dimana MorphInd memiliki cakupan lebih baik dengan entri lexical yang sama.

2.2.2.3 Kesimpulan Jurnal Indonesia Morphology Tool (MorphInd) Towards an Indonesian Corpus

MorphInd membuat informasi morfologikal dalam format output nya menjadi segmentasi morfemik, posisi lemma morfem, kategori lexical, dan fitur-fitur morphological. MorphInd memberikan cakupan yang lebih baik jika dibandingkan dengan IndMA.

2.2.3 Jurnal Stemming Indonesian: A Confix-Stripping Approach

Berdasarkan jurnal Stemming Indonesian: A Confix-Stripping Approach (Adriani, Asian, Nazief, Tahaghoghi, Williams, 2007) dijelaskan bahwa pada tahun 2005, Asian, Williams, dan Tahaghogi berusaha meningkatkan akurasi NAZIEF (1996), karena pendekeatan dan akurasi stemming untuk bahasa Indonesia pada NAZIEF merupakan yang terbaik. Berdasarkan analisis mereka, kesalahan yang terdapat pada NAZIEF sebagian besar disebabkan oleh beberapa aspek: non-root dalam kamus, kamus tidak lengkap, dan kata ditulis dengan tanda penghubung kata, sedangkan sisanya disebabkan oleh aturan yang tidak efektif dan urutan aturan. Pada 2007, Adriani, dkk. berkolaborasi untuk membuat paper yang menyampaikan “Confix-Stripping Stemmer”, memperbaiki versi dari NAZIEF. Aturan modifikasi dan perubahan algoritma yang adalah sebagai berikut:

1. Input pertama-tama diperiksa dalam kamus. Jika input ditemukan dalam kamus, maka input dikembalikan sebagai lemma.

2. Sufiks infleksional partikel (-kah, -lah, -tah, -pun) akan dihapus dari input, dan sisanya akan disimpan dalam variable string (CURRENT_WORD), lalu cek dalam kamus. Jika kata ditemukan, proses akan berhenti.

(30)

3. Sufiks infleksional kata ganti kepemilikan (-ku, -mu, -nya) akan dihapus dari CURRENT_WORD, lalu dicek dalam kamus. Jika kata ditemukan, proses akan berhenti.

4. Sufiks derivasi (-i, -kan, -an) akan dihapus dari CURRENT_WORD, lalu dicek dalam kamus. Jika kata ditemukan, proses akan berhenti.

5. Pada tahap ini berfokus pada penghapusan prefiks derivasi (beN-, di-, ke-, meN-, peN-, se-, teN-) dari CURRENT_WORD. Tahap ini terjadi rekursif karena morfologi prefiks derivasi bahasa Indonesia akan terhambat. Beberapa prefiks (di-, ke-, se-) dianggap sederhana, karena pada praktiknya tidak mengubah lemma. Sebaliknya, prefiks lainnya (beN-, meN-, peN-, teN-) mengubah lemma, dan berbeda dengan huruf pertama pada lemma. Perubahan tersebutdicantumkan dalam tabel di bawah.

(31)

Tabel 2.5 Perubahan Prefiks

(Sumber: Adriani, Asian, Nazief, Tahaghoghi, Williams, 2007:13)

Ada beberapa kondisi terminasi untuk tahap ini:

1. Penghapusan prefiks dan afiks tercantum dalam tabel pasangan afiks valid di bawah

(32)

2. Prefiks dihapus secara langsung setara dengan penghapusan prefiks sebelumnya

3. Batas rekursif untuk tahap ini sebanyak tiga kali

Tabel 2.6 Pasangan Prefiks dan Afiks yang Tidak Bisa Dikombinasi (Sumber: Adriani, Asian, Nazief, Tahaghoghi, Williams, 2007:6)

Penghapusan prefiks akan direkam, dan CURRENT_WORD akan dicek dalam kamus. Jika CURRENT_WORD tidak terdapat di dalam kamus dan kondisi terminasi meyakinkan, maka tahap 5 akan diulang dengan CURRENT_WORD sebagai input.

6. Jika CURRENT_WORD tetap tidak ditemukan pada tahap 5, maka tabel 2.5 akan memeriksa apakah recoding memungkinkan. Pada aturan yang ditetapkan, ada beberapa aturan yang menyimpan lebih dari satu output. Gunakan aturan 17 sebagai mengV memiliki dua output: meng-V atau meng-kV. Pada tahap 5, output pertama (sebelah kiri) akan selalu dipilih pertama dan ini akan menyebabkan kesalahan. Recoding dilakukan untuk mengembalikan jenis kesalahan dengan kembali ke tahap sebelum tahap 5 dimana pemilihan output ini terjadi dan sebagai gantinya memilih output lain.

7. Jika CURRENT_WORD masih tetap tidak ditemukan dalam kamus, maka input diawal akan dikembalikan.

Untuk mengatasi penyebab kesalahan besar seperti disebutkan di atas (yaitu non-root dalam pencarian kamus, kamus tidak lengkap, kata-kata yang ditulis dengan kata penghubung), Adriani menyarankan tiga pendekatan:

(33)

1. Meningkatkan kualitas kamus dengan menggunakan sumber kamus yang berbeda dan membandingkan tingkat akurasinya dengan kamus sebelumnya. 2. Menambahkan aturan tambahan untuk mengatasi kata yang ditulis dengan tanda

penghubung yang mengandung reduplikasi (seperti, “bulir-bulir”) kemudian akan dipotong menjadi “bulir”. Hal ini juga berlaku untuk kata dengan tanda penghubung dengan afiks (seperti, “seindah-indahnya”), afiks akan dihapus pertama dan kemudian diperiksa apakah pasangan kata tersebut dapat dipotong. 3. Modifikasi aturan prefiks dan sufiks:

a. Aturan perubahan prefiks (“ter-“, “pe-“, “mem-”, dan “meng-”) dimana sudah dicantumkan pada tabel 2.5 di atas. Lebih rincinya aturan nomor 9 dan 33 ditambahkan dan aturan nomor 12 dan 16 dimodifikasi dari aturan sebelumnya.

b. Penghapusan prefiks akan dilakukan sebelum penghapusan sufiks jika diberikan kata pasangan afiks seperti pada berikut ini:

i. “be-“ and “-lah” ii. “be-“ and –an” iii. “me-“ and “-i” iv. “di-“ and “-i”

v. “pe-“ and “-i” vi. “ter-“ and “-i”

Dibandingkan dengan NAZIEF dengan dataset yang sama, modifikasi NAZIEF mencapai tingkat akurasi 2-3% lebih tinggi (kurang lebih 95%).

2.2.4 Jurnal Lemmatization Technique in Bahasa: Indonesian Language

Berdasarkan jurnal Lemmatization Technique in Bahasa Indonesian Language (Suhartono, Christiandy, Rolando, 2014) dijelaskan mengenai teknik pencarian bentuk kata dasar dari kata berimbuhan menggunakan teknik lemmatization yang merupakan pengembangan dari teknik stemming yang sudah pernah diteliti oleh Adriani, Asian, Nazief, Tahaghoghi, dan Williams (2007) yang juga merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya oleh Asian, Williams, Tahaghoghi (2005).

(34)

2.2.4.1 Algoritma

Algoritma lemmatization dikembangkan berdasarkan state of the art, Enhanced Confix Stripping Stemmer (selanjutnya disebut ECS). Penelitian ini tidak bertujuan untuk mengembangkan ECS, karena memiliki maksud dan tujuan yang berbeda. Sebaliknya, algoritma lemmatization bertujuan untuk memodifikasi ECS agar sesuai dengan konsep lemmatization. Namun, terdapat kesamaan dalam beberapa proses, misalnya penghapusan afiks untuk memperoleh bentuk lemma. Diharapkan algoritma lemmatization mampu menangani beberapa kasus yang tidak berjalan sempurna pada ECS.

Algoritma lemmatization meliputi beberapa proses:

A. Pencarian Kamus. Proses ini memeriksa apakah kata tersebut terdapat dalam kamus. Jika pencarian berhasil maka algoritma akan berhenti dan lemma akan dikembalikan sebagai hasil.

B. Rule Precedence. Proses ini dilakukan untuk menentukan urutan eksekusi proses lain. Ada beberapa kombinasi prefiks-sufiks yang bisa dihasilkan lebih cepat dan lebih akurat, jika penghapusan prefiks dijalankan sebelum penghapusan sufiks. Berikut adalah kombinasi aturan-aturan yang terdapat pada rule precedence:

1. be- dan –an 2. me- dan –i 3. di- dan -i 4. pe- dan -i 5. te- dan –i

Jika kata input yang dimasukkan terdapat kombinasi pasangan prefiks-sufiks yang sesuai dengan aturan, maka urutan eksekusi akan menjadi penghapusan prefiks derivasi, recoding, penghapusan sufiks infleksional, dan penghapusan sufiks derivasi. Sebaliknya, jika pasangan afiks tidak terdapat pada kata input yang diberikan, maka urutan yang akan dieksekusi terlebih dahulu adalah penghapusan sufiks infleksional dan penghapusan sufiks derivasi.

C. Penghapusan Sufiks Infleksional. Sufiks infleksional memiliki dua tipe sufiks, partikel {‘-lah’, kah’, tah’, dan ‘-pun’} dan kata ganti kepemilikan {‘-ku’, ’-mu’, ’-nya’}. Struktur bahasa Indonesia menyatakan bahwa partikel selalu

(35)

ditambahkan pada sufiks terakhir sebuah kata. Jadi proses ini akan menghapus sufiks partikel terlebih dahulu sebelum menghapus sufiks kata ganti kepemilikan. D. Penghapusan Sufiks Derivasi. Proses ini akan menghapus sufiks derivasi {in

-kan,-an} dari kata yang diberikan. Sufiks derivasi selalu ditambahkan pada kata sebelum sufiks infleksional. Jadi proses ini selalu dieksekusi setelah penghapusan sufiks infleksional.

E. Penghapusan Prefiks Derivasi. Prefiks derivasi terdapat dua jenis, biasa {‘di-‘, ‘ke-’, ‘se-‘} dan kompleks {‘me-‘, ‘be-’, ‘pe-’, ‘te-’}. Prefiks biasa tidak memerlukan aturan apapun dan tidak mengubah ketika ditambahkan pada kata, yang berarti proses penghapusan dilakukan secara langsung ketika terdapat prefiks biasa. Di sisi lain, perubahan prefiks kompleks mengubah kata ketika ditambahkan. Bahasa Indonesia memungkinkan kombinasi prefiks derivasi pada sebuah kata. Namun terdapat kendala yang membatasi kemungkinan kombinasi. Kombinasi yang memungkinkan adalah:

1. ‘di-’, diikuti oleh tipe prefiks ‘pe-’, atau ‘be-’, contoh “diperlakukan” dan “diberlakukan”

2. ‘ke-’, diikuti oleh tipe prefiks ‘be-’, atau ‘te-’, contoh “kebersamaan” dan “keterlambatan”

3. ‘be-’, diikuti oleh tipe prefiks ‘pe-’, contoh “berpengalaman”

4. ‘me-’, diikuti oleh tipe prefiks ‘pe-’, ‘te-’, atau ‘be-’, contoh “mempersulit”, “menertawakan”, dan “membelajarkan”

5. ‘pe-’, diikuti oleh tipe prefiks ‘be-’, contoh “pemberhentian” dan pengecualian “penertawaan”

Algoritma lemmatization akan menghapus sampai tiga prefiks dan tiga sufiks, sementara tiga sufiks terdiri dari tipe sufiks derivasi, kata ganti kepemilikan, dan sufiks partikel mengikuti aturan kombinasi di atas. Oleh karena itu, proses ini berulang sampai tiga kali iterasi. Pada akhir setiap iterasi, kata pada saat itu dilakukan pencarian kamus untuk mencegah overstemming. Penghentian juga terjadi ketika prefiks saat ini diidentifikasi sudah dihapus pada iterasi sebelumnya atau kata mengandung konfiks yang dilarang. Berikut adalah aturan konfiks yang dilarang dalam bahasa Indonesia:

(36)

Tabel 2.7 Konfiks yang Dilarang dalam Bahasa Indonesia

Prefiks Sufiks be- -i di- -an ke- -i, -kan me- -an

se- -i, -kan te- -an

F. Recoding. Ketika proses penghapusan afiks masih gagal ketika dilakukan pencarian kamus, masih ada kemungkinan bahwa proses penghapusan tidak mengubah kata yang sesuai. Contoh, kata “menanya” diubah menjadi “nanya” tidak ditemukan setelah dilakukan pencarian kamus. Hal ini terjadi karena berasal dari kata “tanya”. Namun juga terdapat kasus dimana huruf pertama lemma adalah ‘n’, misalnya “nama” dalam kata “menamai”. Tujuan dari recoding adalah menjalankan segala macam transformasi yang memungkinkan. Hal ini dicapai dengan merekam jalur alternatif transformasi. Ambuk aturan satu misalnya, ada dua kemungkinan output. Pada penghapusan afiks, output yang dipilih akan selalu yang kiri. Namun ketika proses ini dijalankan, cek algoritma apakah ada jalur alternative yang direkam ketika menghapus afiks, dan kemudian menggantikan transformasi saat ini dengan alternatif.

G. Backtracking Sufiks. Proses ini dikerjakan setelah penghapusan afiks dan recodinggagal. Pada setiap langkah, proses penghapusan prefiks, dan recodingdilakukan. Pertama, prefiks yang telah dihapus akan disambungkan dengan kata, maka penghapusan prefiks dan recoding dilakukan. Jika hasil pencarian kamus gagal, prefiks akan disambungkan kembali dan sufiks derivasi juga akan disambungkan kembali. Jika hasilnya masih gagal, pasang kembali prefiks, sufiks derivasi, dan kata ganti kepemilikan. Jika hasilnya masih gagal, langkah terakhir adalah pasang kembali partikel. Ada kasus tertentu, ketika

(37)

sufiks derivasi yang dihapus adalah “-kan”, maka ‘k’ akan dipasang terlebih dahulu. Jika hasilnya gagal, maka ‘-an’ juga akan ditempel kembali

H. Mengembalikan Kata Asli (direpresentasikan sebagai X)

Maksud dari proses ini adalah proses lemmatization tidak berhasil menemukan bentuk lemma.

I. Mengembalika Lemma (direpresentasikan sebagai Y)

Maksud dari proses ini adalah proses lemmatization berhasil menemukan bentuk lemma dari kata yang diberikan.

Gambar 2.2 Flowchart Algoritma Lemmatization (Sumber: Suhartono, Christiandy, Rolando. 2014:4)

Data yang diformat berisi 57.261 kata valid dengan rata-rata 6,68 karakter per kata, dan 7.829 kata valid yang unique. Data disimpan dalam tabel MySQL untuk mempermudah proses pengujian. Dalam menganalisis data uji, ada beberapa batasan supaya poses lemmatization berhasil, mempertimbangkan kesalahan, dan kasus tertentu yang berada diluar jangkauan algoritma saat ini. Lemmatization dianggap berhasil, jika lemma dihasilkan secara benar dari kata input. Ada beberapa kasus yang ketika lemma yang dihasilkan tidak benar, maka akan masuk kategori error. Kasus-kasus diluar

(38)

jangkauan mempertimbangkan invalid dan tidak memenuhi syarat, maka keduanya tidak dianggap gagal ataupun berhasil. Berikut adalah kasus diluar jangkauan tersebut:

1. Kata Benda Baku dan Singkatan, termasuk nama orang, nama tempat, atau nama perusahaan (Microsoft, Bandung, PT.KAI, dll.). Alasan utama kata benda baku dan singkatan berada di luar jangkauan, karena tidak terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.

2. Kata Asing, maksudnya adalah kata lain di luar bahasa Indonesia. Kata Asing juga tidak terdapat di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.

3. Infiks¸ adalah afiks yang terdapat di dalam sebuah kata. Sebagai contoh, infiks ‘-er-’ untuk “gigi” yang menghasilkan “gerigi”. Kata yang mengandung infiks sudah termasuk ke dalam lemma. Oleh karena itu, prosedur penghapusan infiks tidak didukung oleh algoritma ini.

4. Kata Tidak Standar dan Pengimbuhan Kata Tidak Standar, maksudnya kata-kata yang tidak didefinisikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, atau kata-kata slang, dan afiks. Beberapa contoh kata-kata seperti “nggak”, “gue”, “bukain” dengan ‘-in’ sebagai sufiks.

Kesalahan lemmatization bisa diklasifikasikan menjadi beberapa kategori:

1. Overlemmatized: Istilah ini sama dengan overstemming. Penghapusan afiks dilakukan terlalu banyak atau ekstensif, sehingga lemma yang dihasilkan tidak seperti yang diharapkan. Sebagai contoh dalam kasus overstemming ECS. Kata “penyidikan” menjadi “sidi”, di mana kata yang benar seharusnya menjadi “sidik”.

2. Underlemmatized: Istilah ini sama dengan understemming. Penghapusan afiks dilakukan terlalu sedikit, sehingga lemma yang dihasilkan tidak seperti yang diharapkan. Pada kasus ECS, kata “mengalami” menjadi “alami” di mana kata yang benar seharusnya menjadi “alam”.

3. Kesalahan Aturan: Pada kasus ini, afiks yang dihapus tidak benar karena ketidakefektifan atau kesalahan aturan. Sebagai contoh, “mengatakan” mungkin bisa menjadi “katak”, dengan menghapus sufiks ‘-an’, dan prefiks ‘meng-’.

(39)

2.2.4.2 Hasil dan Evaluasi Jurnal Lemmatization Technique in Bahasa: Indonesian Language

Algoritma pada penelitian ini diimplementasikan pada aplikasi web sederhana, dibuat menggunakan PHP, dan untuk database menggunakan MySQL. Pengujian algoritma ini menggunakan 25 artikel dalam 10 kategori yang diambil dari Kompas.com. Hasilnya dapat dilihat pada table berikut:

Tabel 2.8 Hasil Uji untuk Kata Non-unique (Sumber: Suhartono, Christiandy, Rolando, 2014:7)

Gambar

Tabel 2.1 Definisi AI  Berpikir Manusiawi
Gambar 2.1 Ilustrasi Alur Proses
Tabel 2.2 Hasil Uji Kasus Morphotactic  (Sumber: Pisceldo, Mahendra, Manurung, 2008:8)
Tabel 2.4 MorphInd Lexical Entries  (Sumber: Larasati, Kuboˇn, Zeman, 2011:10)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rencana pembiayaan investasi bersumber dari sumber-sumber pembiayaan invetasi di Bidang Infrastruktur di Kota Bukittinggi didukung oleh sumber baik dari Pemerintah

Selanjutnya, akan tampil daftar nilai dari mahasiswa yang mengambil mata kuliah seperti an quiz dan isi pertanyaan serta pilihan dan nilai pada masing-masing Selanjutnya pertanyaan

Secara umum jika dilihat dari karakteristik tingkat maturitas penyelenggaraan SPIP (Tabel1), pada tingkat level ini berarti pemerintah kota Pekanbaru telah

Berdasarkan hasil analisis bivariat, diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna pada kontras citra secara umum (p > 0,05) antara kelompok tanpa

7) Setelah bahu dan lengan belakang lahir kedua kaki ditarik kearah bawah kontralateral dari langkah sebelumnya untuk melahirkan bahu dan lengan bayi depan dengan

Dalam Peraturan Daerah ini ditetapkan bahwa Tata Cara Penyusunan Perencanaan Pembangunan adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan Daerah

algoritma genetika telah berhasil diterapkan pada berbagai permasalahan yang kompleks, maka dari itu penulis akan menggunakan algoritma genetika sebagai algoritma untuk

1) Program peningkatan kemampuan fisik dan manajerial untuk mendukung penyelenggaraan fakultas dan khususnya bagi penyelenggaraan kegiatan akademik yang efektif, serta