• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN TWO STAY TWO STRAY BERBANTUAN MEDIA VISUAL TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN TWO STAY TWO STRAY BERBANTUAN MEDIA VISUAL TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN TWO STAY TWO STRAY

BERBANTUAN MEDIA VISUAL TERHADAP

HASIL BELAJAR IPA SISWA

I P. Diarsa

1

, I Nym. Murda

2

, P. A. Dharmayanti

3

1,2

Jurusan PGSD,

3

Jurusan BK

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail: {tu_diarsa@yahoo.com

1

, murdanyoman@yahoo.com

2

,

aridharmayanti@gmail.com

3

}@undiksha.ac.id

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran Two Stay

Two Stray berbantuan media visual dan kelompok siswa yang dibelajarkan tidak

menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray pada siswa kelas V SD di Gugus V Kecamatan Bangli Tahun Pelajaran 2016/2017. Penelitian ini adalah penelitian semu (quasi experiment), dengan desain penelitian non-equivalent post-test only control

group design. Sampel penelitian berjumlah 42 siswa, terdiri dari 20 siswa kelas V SDN 3

Pengotan sebagai kelompok eksperimen dan 22 siswa kelas V SDN 1 Landih sebagai kelompok kontrol. Pemilihan sampel menggunakan teknik random sampling. Data hasil belajar IPA dikumpulkan dengan instrumen berbentuk tes pilihan ganda. Analisis data menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis statistik inferensial (uji-t). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran Two Stay

Two Stray berbantuan media visual dan kelompok siswa yang dibelajarkan tidak

menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray. Perbandingan hasil perhitungan rata skor hasil belajar IPA kelompok eksperimen adalah 21,9 lebih besar dari rata-rata skor hasil belajar IPA kelompok kontrol sebesar 15,45. Perbandingan hasil perhitungan rata-rata skor berdasarkan hasil uji-t, diperoleh thitung= 4,51 dengan taraf

signifikan 5% diperoleh ttabel= 2,02. Dapat ditarik kesimpulan bahwa, thitung>ttabel, sehingga

H0 ditolak dan H1 diterima. Adanya perbedaan yang signifikan menunjukkan bahwa

pembelajaran menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray berbantuan media visual berpengaruh terhadap hasil belajar siswa dibandingkan dengan pembelajaran yang tidak menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray.

Kata kunci: hasil belajar, IPA, visual, TSTS.

Abstract

This study aimed at finding out the significant difference of Science learning outcomes between a group of students who were taught using visual media-aided Two Stay Two Stray models and a group of students who were taught not using Two Stay Two Stray learning model on fifth graders of elementary school in Gugus cluster V of Bangli Regency Academic Year 2016/2017. This research was a quasi-experiment with a non-equivalent post-test only control group design. The samples were 42 students, consisting of 20 students of Grade V of SDN 3 Pengotan as the experimental group and 22 students of Grade V of SDN 1 Landih as the control group. The sample selection was by using random sampling technique. The results of Science learning were collected with multiple choice test instruments. The data analysis used descriptive statistical analysis and inferential statistical analysis (t-test). The result showed that there was a significant difference on Science learning outcomes between the group of students who were taught using visual media-aided Two Stay Two Stray learning model and the group of students

(2)

2

who were taught not using Two Stay Two Stray learning model. The comparison of result of mean score of Science learning score of experimental group was 21,9 bigger than average score of control group learning result by 15,45. In comparison of calculation result of average score based on the result of t-test, the obtained tobserved= 4,51 with level

of significance of 5% and the obtained ttable= 2,02. It could be deduced that, tobserved>ttable,

so H0 was rejected and H1 was accepted. The existence of the significant differences

indicated that learning using visual media-aided Two Stay Two Stray learning model had an effect on student learning outcomes compared to learning that did not use Two Stay Two Stray learning model.

Keywords: learning outcomes, science, visual, TSTS

PENDAHULUAN

Perkembangan zaman seperti saat ini, menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia. Wiratama (dalam Agung, 2012:147) menyatakan “pendidikan dapat dijadikan sarana untuk melahirkan SDM yang berkualitas”. Oleh sebab itu pendidikan perlu mendapat skala prioritas yang utama.

Berbicara tentang pendidikan, tentu tidak dapat dipisahkan dengan aktivitas di dalamnya. Belajar merupakan salah satu aktivitas yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan. Gagne (dalam Susanto, 2013:2) menyatakan bahwa ”belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses di mana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman”. Dalam hal ini guru sebagai salah satu unsur yang berperan penting di dalam proses pendidikan harus ikut mewujudkan sistem pendidikan yang bermutu dan berkualitas. Proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru tentunya harus menentukan pencapaian tujuan pembelajaran. Menurut Susanto (2013) menyatakan, anak-anak yang dikatakan berhasil dalam belajar adalah anak yang berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau tujuan instruksional. Oleh karena itu guru

hendaknya merancang dan

mengimplementasikan strategi pembelajaran yang tepat. Hal tersebut diharapkan dapat berpengaruh terhadap tujuan belajar yang ingin dicapai, salah satunya dalam mata pelajaran IPA.

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), merupakan salah satu program pengajaran di jenjang sekolah dasar. “IPA membahas

tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia” (Samatowa, 2010:3).

Pembelajaran IPA di sekolah dasar, diajarkan kepada siswa tidak hanya sebatas materi dan hapalan saja, karena pembelajaran yang seperti itu tidak semua siswa dapat mengikutinya. Pemberian informasi berupa konsep-konsep, prinsip-prinsip serta rumus-rumus dalam bentuk sudah jadi tidak sesuai dengan proses pembelajaran IPA di sekolah dasar. Seperti pendapat yang di kemukakan oleh Samatowa (2013) bahwa IPA di sekolah dasar hendaknya membuka kesempatan rasa ingin tahu anak didik secara ilmiah. Hal ini akan membantu mereka mengembangkan kemampuan bertanya dan mencari jawaban berdasarkan bukti serta mengembangkan cara berpikir ilmiah. Kualitas pembelajaran IPA dapat dilihat dari hasil belajar siswa. Bundu (2006) menyatakan, hasil belajar IPA di sekolah dasar adalah segenap perubahan tingkah laku yang terjadi pada siswa dalam bidang IPA sebagai hasil mengikuti proses pembelajaran IPA. Tinggi rendahnya hasil belajar IPA tidak terlepas dari peran guru

dalam merancang dan

mengimplementasikan strategi pembelajaran yang cocok diterapkan pada pembelajaran IPA. Susanto (2013:18) meyatakan ”guru yang profesional adalah guru yang memiliki kompeten dalam bidangnya dan menguasai dengan baik bahan yang akan diajarkan serta mampu memilih metode pembelajaran yang tepat sehingga pendekatan itu bisa berjalan dengan semestinya”. Oleh sebab itu, dalam pembelajaran IPA seorang guru sebaiknya

(3)

3 mencipatakan pembelajaran yang cenderung melibatkan siswa aktif, menemukan pengetahuan sendiri, dikaitkan langsung dengan lingkungan dan pengalaman siswa, sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa.

Tetapi pada kenyataannya, berdasarkan pengamatan proses pembelajaran di lapangan, tepatnya pada kelas V SD di Gugus V Kecamatan Bangli, masih banyak ditemukan pelaksanaan pembelajaran IPA yang masih kurang variatif, guru kurang memanfaatkan media secara efektif, guru belum memaksimalkan model-model pembelajaran inovatif dan kurangnya interaksi siswa. Kebiasaan guru menggunakan model pembelajaran konvensional akan berpengaruh pada hasil belajar siswa, karena pembelajaran konvensional lebih berpusat pada guru atau

(teacher centre), sedangkan siswa hanya

menerima informasi secara pasif yang mengakibatkan siswa tidak tertarik belajar dan cepat bosan. Hal tersebut yang diduga mempengaruhi rendahnya hasil belajar siswa. Terlihat pada saat guru menjelaskan materi siswa hanya mendengarkan dengan pasif, dan hanya beberapa orang siswa yang mengajukan pertanyaan. Selain pengamatan, wawancara juga dilakukan pada tanggal 16 - 19 Januari 2017 dengan beberapa guru kelas V SD di Gugus V Kecamatan Bangli, diperoleh informasi bahwa masalah yang dihadapi guru adalah sulitnya memusatkan perhatian siswa terhadap materi IPA yang dijelaskan, materi yang dijelaskan kurang direspon aktif oleh siswa. Serta siswa sulit memahami dan mengerti materi IPA yang diajarkan.

Hasil pencatatan dokumen yang dilakukan dengan guru kelas V SD di Gugus V Kecamatan Bangli tentang hasil tes Ulangan Tengah Semester (UTS) semester I tahun pelajaran 2016/2017 dari tanggal 16 Januari - 19 Januari diperoleh data bahwa sebagian besar siswa kelas V mengalami ketidak tuntasan belajar. Dari lima sekolah yang termasuk ke dalam SD Gugus V Kecamatan Bangli, rata-rata kreteria ketuntasan minimum (KKM) adalah 73, sedangkan rata-rata perolehan nilai siswa yaitu 71.

Berdasarkan permasalahan tersebut salah satu alternatif pemecahan masalah yaitu dengan menerapkan model pembelajaran Two Stay Two Stray

berbantuan media visual. Penerapan model pembelajaran Two Stay Two Stray

berbantuan media visual diharapkan, siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran, kondisi belajar menyenangkan dan hasil belajar IPA meningkat.

Model pembelajaran Two Stay Two

Stray (TSTS) atau dua tinggal dua tamu

dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992). “Struktur dua tinggal dua tamu memberikan kesempatan kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain” (Lie dalam Shoimin, 2014:222). Model

TSTS memberikan kesempatan yang lebih

banyak untuk bertanya, menjawab, berinteraksi dan saling bertukar informasi yang telah dipelajari dari materi yang ditentukan. Model pembelajaran TSTS adalah “dua orang siswa tinggal di kelompok dan dua orang siswa bertamu ke kelompok lain. Dua orang yang tinggal bertugas memberikan informasi kepada tamu tentang hasil kelompoknya, sedangkan yang bertamu bertugas mencatat hasil diskusi kelompok yang dikunjunginya” (Shoimin, 2014:222).

Melalui kegiatan saling bertukar informasi kepada teman menjadikan siswa mendapatkan pengetahuan lebih lengkap. Kegiatan belajar dalam kelompok yang lebih kecil ditambah lagi belajar dengan teman sejawat, membuat rasa canggung dan ketakutan siswa ketika belajar bersama guru tidak akan muncul. Siswa menjadi lebih berani menanyakan hal yang belum dimengerti dengan temannya dan menjelaskan dengan bahasanya sendiri kepada temannya. Adapun langkah-langkah model pembelajaran Two Stay Two

Stray menurut Shoimin (2014:223) adalah:

(a) Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa; (b) Setelah selesai, dua siswa dari masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu ke kelompok yang lain; (c) Dua siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi

(4)

4 mereka ke tamu mereka; (d) Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain; (e) Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka. Dilihat dari langkah-langkah tersebut terlihat siswa mendominasi kegiatan pembelajaran, artinya siswa menjadi cenderung aktif dan tidak pasif. Sohimin (2014) menyatakan kelebihan dari model pembelajaran Two Stay Two Stray yaitu, mudah dipecahkan menjadi masalah, lebih banyak tugas yang banyak dilakukan, guru mudah memonitor, dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan, kecenderungan siswa lebih bermakna, lebih berorientasi pada keaktifan, diharapkan siswa akan berani mengungkapkan pendapatnya, menambah kekompakan dan rasa percaya diri siswa, kemampuan berbicara siswa dapat ditingkatkan, membantu meningkatkan minat dan prestasi belajar. Dari kelebihan model TSTS tersebut diharapkan akan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini juga diperkuat dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya, Wijana, dkk (2014) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif teknik Two Stay Two Stray

(TSTS) berhasil diterapkan untuk

meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas V SD Di Desa Kaliasem. Kemudian penelitian yang dilakukan Mahyuni, dkk (2014) model pembelajaran kooperatif tipe

Two Stay Two Stray (TSTS) juga berhasil

diterapkan untuk meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas V SD Negeri 8 Padang Sambian, Kecamatan Denpasar Barat.

Selain menggunakan model pembelajaran TSTS, juga digunakan media pembelajaran. Peranan media sangatlah penting, yaitu sebagai alat bantu dan sarana yang dapat digunakan guru dalam menyampaikan materi. Dalam penelitian ini, media yang digunakan adalah media visual. Arsyad (2016:89) menyatakan “visual dapat pula menumbuhkan minat siswa dan dapat memberikan hubungan antara isi materi pelajaran dengan dunia nyata”. Media visual merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan hasil belajar, hal ini dilihat

dari kelebihan media visual menurut Arsyad (2016) yaitu, meningkatkan keefektifan pencapaian tujuan pengajaran, memungkinkan terjadinya pengajaran yang lebih mudah dan cepat, memperlancar pemahaman dan memperkuat ingatan, serta dapat menumbuhkan minat siswa serta memberikan hubungan isi materi dengan dunia nyata.

Penggunaan media visual dalam pembelajaran IPA di SD bisa berupa gambar, foto, bagan atau peta pikiran (mind

maping), yang dikembangkan dan di

kreasikan agar menarik perhatian, meningkatkan semangat belajar siswa. Pada intinya melalui media tersebut dapat merangsang minat siswa untuk belajar dan mempermudah penyampaian informasi dari guru terhadap peserta didik, sehingga tercipta interaksi di dalam proses pembelajaran. Penerapan model pembelajaran TSTS yang menekankan pada kegiatan bertukar informasi sangat cocok dengan media visual. Melalui model pembelajaran TSTS berbantuan media visual diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar siswa baik secara kognitif, afektif dan psikomotor pada pembelajaran IPA.

Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Two Stay

Two Stray Berbantuan Media Visual

terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD di Gugus V Kecamatan Bangli Tahun Pelajaran 2016/2017”.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray berbantuan media visual dan kelompok siswa yang dibelajarkan tidak menggunakan model pembelajaran Two

Stay Two Stray pada siswa kelas V SD di

Gugus V Kecamatan Bangli Tahun Pelajaran 2016/2017.

METODE

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2016/2017 pada siswa kelas V SD di Gugus V Kecamatan Bangli. Kegiatan pelaksanaan

(5)

5 penelitian dilakukan dari tanggal 16 Januari s/d 13 Mei 2017. Penelitian ini mengikuti desain penelitian quasi eksperimen dengan rancangan non-equivalent post test only

control group design. Dapat dijelaskan

bahwa dalam penelitian terdapat kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen diberikan perlakuan atau

treatment berupa model pembelajaran Two Stay Two Stray sedangkan pada kelas

kontrol tidak mendapatkan perlakuan model pembelajara Two Stay Two Stray. Pada akhir pertemuan dikelas eksperimen dan kelas kontrol sama-sama diberikan

post-test berupa tes objektif yaitu pilihan ganda.

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD semester genap di Gugus V Kecamatan Bangli tahun Pelajaran 2016/2017 sebanyak 5 sekolah dengan jumlah 102 siswa, setiap kelas mempunyai kemampuan akademik yang homogen.

Menurut Agung (2012:69) Sampel adalah “sebagian dari populasi yang diambil, yang dianggap mewakili seluruh populasi dan diambil dengan menggunakan teknik tertentu”. Agar sampel benar-benar setara maka dilakukan uji kesetaraan. Uji kesetaraan dilakukan dengan menggunakan rumus analisis varians satu jalur, diperoleh hasil seluruh populasi setara yang artinya kemampuan hasil belajar IPA siswa kelas V SD di Gugus V Kecamatan Bangli Tahun Pelajaran 2016/2017 relatif sama. Setelah melakukan uji kesetaraan terhadap lima SD yang terdapat di Gugus V Kecamatan Bangli, maka diambil dua kelas dengan cara random sampling/undian yang diperoleh hasil, yaitu SDN 3 Pengotan dan SDN 1 Landih. Untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol, dilakukan dengan cara pengundian kembali dengan hasil, siswa kelas V SDN 3 Pengotan sebagai kelas eksperimen untuk diterapkan menggunakan model pembelajaran Two

Stay Two Stray berbantuan media visual

dan siswa kelas V di SDN 1 Landih sebagai kelas kontrol dengan penerapan pembelajaran yang tidak menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray.

Sebelum memulai penelitian terlebih dahulu dilakukan penentuan variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran

Two Stay Two Stray dan variabel terikatnya

adalah hasil belajar IPA siswa. Untuk mengumpulkan data dalam penelitian, dibutuhkan suatu metode pengumpulan data. Sesuai dengan jenis data yang dikumpulkan yaitu hasil belajar IPA maka dalam penelitian ini digunakan metode pengumpulan data berupa tes.

Sebelum mengadakan pengumpulan data, perlu disiapkan suatu instrumen penelitian. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data hasil belajar IPA kelas V Dalam penelitian ini digunakan tes pilihan ganda atau multiple choice test. “Multiple

choice test terdiri atas suatu keterangan

atau pemberitahuan tentang suatu pengertian yang belum lengkap. Dan untuk melengkapinya harus memilih satu dari beberapa kemungkinan jawaban yang telah disediakan” (Arikunto 2012:183). Soal yang dibuat terlebih dahulu dilakukan uji coba instrumen untuk menentukan kelayakan sebagai instrumen penelitian. Instrumen dalam penelitian terlebih dahulu dilakukan analisis dengan menggunakan uji validitas tes, reliabilitas tes, taraf kesukaran tes, dan daya pembeda tes.

Uji validitas butir menunjukkan seberapa jauh butir soal dapat mengukur secara konsisten apa yang seharusnya diukur. Rumus korelasi yang digunakan untuk menguji validitas butir tes hasil belajar, menggunakan teknik Korelasi Point

Beserial. Berdasarkan hasil uji validitas

butir tes yang diujicobakan. Dengan jumlah soal 40 butir tes dan setelah di uji validitas tes yang tidak valid adalah tes nomor 6, 7, 11, 12, 15, 16, 36, dan 37. Jadi dari 40 butir tes yang diuji validitas yang valid adalah 35 butir tes dan dari 32 butir tes yang valid hanya 30 butir tes yang digunakan sebagai soal post-test.

Suatu tes dapat dikatakan mempunyai tingkat kepercayan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap (ajeg). Untuk menghitung reliabilitas instrumen hasil belajar digunakan rumus Kuder Richardson 20

(KR-20). Berdasarkan hasil uji reliabilitas

tes, diperoleh reliabilitas sebesar 0,89. Hal ini berarti tes yang diuji termasuk ke dalam kriteria reliabilitas sangat tinggi.

(6)

6 Koyan (2011) menyatakan Tingkat kesukaran butir tes merupakan bilangan yang menunjukkan proporsi peserta ujian (testee) yang dapat menjawab betul butir soal tersebut. Fernandes (dalam Koyan, 2011:140) menyatakan ”Tes yang baik adalah tes yang memiliki taraf kesukaran antara 0,25-0,75”. Berdasarkan hasil uji taraf kesukaran tes diperoleh Pp = 0,41 Sehingga perangkat tes yang digunakan termasuk sedang.

“Daya pembeda tes adalah kemampuan tes untuk membedakan antara peserta didik yang pandai dan bodoh” (Koyan 2011:140). Seluruh pengikut tes dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok pandai atau kelompok atas dan kelompok kurang pandai atau bawah. Daya beda harus diusahakan positif dan setinggi mungkin. Berdasarkan hasil uji daya beda tes diperoleh DP = 0,42 sehingga perangkat tes yang digunakan termasuk kriteria cukup baik. Hasil tes uji coba akan diberikan kepada siswa kelas eksperimen dan kontrol. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis statistik deskriptif dan teknik analisis statistik inferensial. Teknik analisis statistik deskriptif digunakan untuk mencari mean, median, modus, varian dan standar deviasi (SD). Teknik analisis statistik inferensial yang digunakan adalah uji-t. Sebelum melakukan uji-t, terlebih dahulu

dilakukan analisis uji prasyarat yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas.

Tahap akhir yaitu uji hipotesis. Uji hipotesis yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan analisis uji-t, karena penelitian ini merupakan penelitian dengan membandingkan 1 variabel bebas dan 1 variabel terikat. Jika terbukti bahwa kedua sampel n1=n2 dan varians nya homogen, maka dilakukan analisis uji-t menggunakan rumus separated varians dan jika terbukti bahwa kedua sampel n1≠n2 dan varians nya homogen, maka dilakukan analisis uji-t menggunakan rumus polled varians dengan taraf signifikansi 5%. Kriteria untuk pengujian hipotesis adalah terima H0 jika thitung

ttabel dan tolak H0 jika thitung > ttabel. Artinya terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray

berbantuan media visual dan siswa yang dibelajarkan tidak menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray pada siswa kelas V SD di Gugus V Kecamatan Bangli.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Adapun hasil analisis data statistik

deskriptif disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Statistik Deskriptif Data Hasil Belajar Kelompok Eksperimen dan Kontrol Statistik Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol

Mean 21,9 15,45

Median 22,87 14,07

Modus 23,83 12,5

Varians 17,85 27,21

Standar Deviasi 4,23 5,22

Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa dari 20 siswa kelas eksperimen dan 22 siswa kelas kontrol, jika dilihat dari perolehan skor rata-rata siswa kelas eksperimen memiliki skor rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol dengan selisih 16,45 (21,9-15,45). Begitu pula dengan nilai median (Md), serta nilai modus (Mo), kelas eksperimen lebih tinggi

dibandingkan kelas kontrol. Jika skor Mean (M), Median (Md), dan Modus (Mo) digunakan dalam grafik, maka kurva sebaran skor kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran TSTS berbantuan media visual merupakan kurva juling negatif, karena Mo>Md>M (23,83>22,87>21,9). Ini menunjukkan sebagian besar skor

(7)

7 cenderung tinggi. Berdasarkan pada tabel pedoman konversi kecenderungan data hasil belajar IPA, skor rata-rata kelompok eksperimen berada pada kategori tinggi yaitu sebesar 21,9. Apabila di divisualisasikan ke dalam bentuk poligon, maka tampak pada gambar 1.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 15 18 21 24 27 30 F re ku e n s i Titik Tengah

Gambar 1. Poligon Hasil Belajar IPA Siswa Kelompok Eksperimen

Jika skor Mean (M), Median (Md), dan Modus (Mo) digunakan dalam grafik, maka kurva sebaran skor kelompok siswa yang dibelajarkan tidak menggunakan model pembelajaran TSTS merupakan kurva juling positif, karena Mo<Md<M (12,5<14,07<15,45). Ini menunjukkan sebagian besar skor cenderung rendah. Berdasarkan pada tabel pedoman konversi kecenderungan data hasil belajar IPA, skor rata-rata kelas kontrol berada pada kategori sedang yaitu sebesar 15,45. Apabila divisualisasikan kedalam bentuk poligon maka tampak pada gambar 2.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 10 13 16 19 22 25 30 Fr e ku en si Ti ti k Tengah

Gambar 2. Poligon Hasil Belajar IPA Kelompok Kontrol

Sebelum melakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat, yaitu uji normalitas dan homogenitas sebaran data. Uji normalitas dilakukan untuk membuktikan bahwa kedua sampel berdistribusi normal. Uji normalitas data hasil belajar IPA dianalisis menggunakan uji Chi-Kuadrat (

X

2) dengan kriteria apabila

tabel hitung

X

X

2

2 maka data berdistribusi normal. Uji normalitas data dilakukan terhadap data hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen dan kontrol. Berdasarkan analisis data yang dilakukan, dapat disajikan ringkasan hasil uji normalitas sebaran data hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen dan kontrol pada Tabel 2.

Tabel 2. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Sebaran Data Hasil Belajar IPA No Kelompok Data Hasil Belajar

X

2hitung

X

2tabel Status

1 Eksperimen 3,739 5,591 Normal

2 Kontrol 5,657 7,815 Normal

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus Chi-Kuadrat, diperoleh hasil

X

2hitung hasil belajar IPA

siswa kelompok eksperimen adalah 3,739 dan

X

2tabel dengan taraf signifikansi 5%

dan db = 2 adalah 5,591. Hal ini berarti, hasil

X

2hitung hasil belajar IPA siswa

kelompok eksperimen lebih kecil dari

tabel

X

2 (

X

2hitung

X

2tabel) sehingga data

(8)

8 eksperimen berdistribusi normal. Sedangkan, hasil

X

2hitung hasil belajar IPA

siswa kelompok kontrol adalah 5,657 dan

tabel

X

2 dengan taraf signifikansi 5% dan db = 3 adalah 7,815. Hal ini berarti, hasil

hitung

X

2 hasil belajar IPA kelompok kontrol lebih kecil dari

X

2tabel (

X

2hitung

X

2tabel)

sehingga data hasil hasil belajar IPA siswa kelompok kontrol berdistribusi normal.

Selanjutnya, Uji homogenitas dilakukan terhadap varians pasangan antar kelompok eksperimen dan kontrol. Uji yang digunakan adalah uji-F dengan kriteria data homogen jika Fhitung < Ftabel. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh Fhitung hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen dan kontrol adalah 1,52. Sedangkan Ftabel dengan dbpembilang = 21, dbpenyebut = 19, dan taraf signifikansi 5% adalah 2,11. Hal ini berarti Fhitung < Ftabel sehingga varians data

hasil hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen dan kontrol adalah homogen.

Berdasarkan uji prasyarat analisis data, diperoleh bahwa data hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen dan kontrol adalah normal dan homogen. Setelah diperoleh hasil dari uji prasyarat analisis data, dilanjutkan dengan pengujian hipotesis penelitian. Hipotesis yang diuji adalah terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran Two

Stay Two Stray berbantuan media visual

dan kelompok siswa yang dibelajarkan tidak menggunakan model pembelajaran Two

Stay Two Stray. Pengujian hipotesis

tersebut dilakukan dengan menggunakan uji-t sampel independent (tidak berkorelasi) dengan rumus polled varians dengan kriteria H0 tolak jika thitung > ttabel dan H0 terima jika thitung < ttabel. Ringkasan uji hipotesis disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Ringkasan Hasil Uji Hipotesis.

Hasil Belajar Varians N db thitung ttabel Kesimpulan Kelompok Eksperimen 17,85 20

40 4,51 2,02 H0 ditolak

Kelompok Kontrol 27,21 22

Keterangan: n= responden, db= derajat kebebasan Hasil perhitungan uji-t, diperoleh thitung

sebesar 4,51. Sedangkan ttabel dengan db = 40 dan taraf signifikansi 5% adalah 2,021. Hal ini berarti thitung lebih besar dari ttabel (thitung > ttabel) sehingga H0 ditolak atau H1 diterima. Dengan demikian, dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan antara siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran Two

Stay Two Stray berbantuan media visual

dan siswa yang dibelajarkan tidak menggunakan model pembelajaran Two

Stay Two Stray pada siswa kelas V SD di

Gugus V Kecamatan Bangli tahun ajaran 2016/2017.

Berdasarkan hasil tersebut maka diperlukan pembahasan lebih lanjut mengenai bagaimana hasil belajar IPA pada kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran TSTS berbantuan media visual lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar IPA

kelompok siswa yang dibelajarkan tidak menggunakan model pembelajaran TSTS. Perbedaan hasil belajar tersebut dikarenakan perbedaan perlakuan yang diberikan dan proses peyampaian materi.

Proses pembelajaran pada kelompok yang tidak menggunakan model pembelajaran TSTS yaitu, guru hanya memberikan teori-teori ataupun materi secara langsung kepada siswa melalui ceramah dan siswa mencatat poin-poin penting, tanya jawab dan memberikan tugas untuk menjawab pertanyaan yang ada di buku. Siswa tidak mendapat kesempatan menemukan pengetahuannya sendiri melalui proses-proses tertentu, dengan kata lain guru yang mendominasi dalam pembelajaran dikelas (teacher center). Sedangkan siswa hanya sebagai

pendengar dan penerima informasi secara pasif. Di dalam proses pembelajaran siswa juga jarang mendapat kesempatan untuk berinteraksi positif dengan siswa lain.

(9)

9 Kondisi ini cenderung membuat siswa tidak termotivasi, bosan dan kurang bergairah dalam mengikuti pembelajaran sehingga hasil belajar yang diperoleh cenderung rendah.

Proses tersebut berbeda dengan pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran TSTS. Proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran TSTS dapat menghadirkan suasana belajar yang menyenangkan karena siswa diajak melakukan kegiatan diskusi dalam proses belajar. Menantang, karena siswa bersama kelompok harus memecahkan masalah yang diberikan guru. Siswa lebih aktif, karena siswa harus bertamu ke kelompok lain untuk mencari informasi dan bagi siswa yang diam dikelompok harus membagi informasi kepada anggota kelompok lain yang bertamu. Pembelajaran lebih bermakna, karena siswa menemukan pengetahuannya sendiri dan dalam prosesnya dilakukan dengan teman-temannya sehingga suasana belajar terkesan santai tetapi serius serta minat dan hasil belajar siswa semakin meningkat. Suasana belajar tersebut tampaknya sesuai dengan teori Sohimin (2014) yang menyatakan kelebihan dari model pembelajaran TSTS yaitu, mudah dipecahkan menjadi masalah, lebih banyak tugas yang dilakukan, guru mudah memonitor, dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan, kecenderungan siswa lebih bermakna, lebih berorientasi pada keaktifan, diharapkan siswa akan berani mengungkapkan pendapatnya, menambah kekompakan dan rasa percaya diri siswa, kemampuan berbicara siswa dapat ditingkatkan, membantu meningkatkan minat dan prestasi belajar. Dalam penerapan di kelas model pembelajaran

TSTS dibantu dengan media visual.

Media visual merupakan salah satu alternatif untuk menarik minat siswa untuk belajar. Hal itu dapat dilihat dari kelebihan media visual menurut Arsyad (2016) yaitu, dapat meningkatkan pencapaian tujuan pengajaran, memungkinkan terjadinya pengajaran yang lebih mudah dan cepat, memperlancar pemahaman dan memperkuat ingatan serta dapat menumbuhkan minat siswa dan

memberikan hubungan materi dengan dunia nyata. Media visual yang digunakan berupa gambar, peta pikiran/mind mapping, yang disesuaikan dengan materi pelajaran yang di belajarkan. Menurut Yuswanti (2014) menyatakan media gambar merupakan salah satu alat peraga yang efektif untuk menstimulasi anak dalam pembelajaran aspek bicara. Media gambar merupakan media yang paling umum dipakai, karena siswa lebih menyukai gambar daripada tulisan apalagi jika gambar dibuat dan disajikan sesuai dengan persyaratan yang baik, tentu akan menambah minat dan semanagat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Begitu juga dengan media mind mapping, menurut Widura (dalam Agustyaningrum dan Helen T. S, 2016:34) “adalah bentuk visual alias gambar, sehingga mudah dilihat, dibayangkan, ditelusuri, di bagikan kepada orang lain, di presentasikan atau didiskusikan bersama, dan sebagainya”. Sehingga dapat dibilang tepat dipadukan dengan model pembelajaran TSTS yang lebih banyak kegiatan berbagi informasi dan diskusi kelompok.

Melalui penerapan model TSTS

dibantu media visual, suasana pembelajaran menjadi menyenangkan, semua siswa ikut berpartisipasi saat mengikuti pembelajaran. Siswa saling bekerja sama dalam kelompok untuk memecahkan masalah, melakukan eksplorasi pengetahuan sebanyak-banyaknya ke kelompok lain alasannya agar mendapatkan pemecahan masalah dari masalah yang dihadapi sehingga mendapatkan hasil yang optimal. Perbedaan cara belajar antara pembelajaran dengan model pembelajaran

Two Stay Two Stray berbantuan media

visual dan pembelajaran tidak menggunakan model pembelajaran TSTS tentunya memberikan dampak yang berbeda terhadap hasil belajar siswa.

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini ternyata konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya, yaitu penelitian yang dilakukan Wijana dkk. (2014) menyatakan bahwa model pembelajaran

Two Stay Two Stray dapat meningkatkan

(10)

10 penelitiannya, model pembelajaran TSTS yang diterapkan membuat siswa lebih senang dalam proses pembelajaran, lebih aktif dalam menjawab soal-soal, dapat berdiskusi, pembelajaran lebih bermakna, minat dan prestasi belajar semakin meningkat. Hasil penelitian yang sejenis juga disampaikan oleh Rediarta dkk. (2014) bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray berpengaruh positif terhadap hasil belajar IPA siswa. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS di dalam penelitiannya bahwa, siswa terlihat menjadi lebih aktif, cenderung siap mengikuti pembelajaran, kecenderungan guru menjelaskan materi dengan ceramah dapat dikurangi, sehingga siswa lebih mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri sedangkan guru lebih berfungsi sebagai fasilitator daripada pengajar.

Meskipun demikian, bukan berarti penggunaan model pembelajaran TSTS dalam proses pembelajaran tidak memiliki hambatan/kendala. Beberapa hambatan/kendala yang dihadapi pada saat menerapkan model pembelajaran TSTS yaitu 1) Kadang-kadang waktu yang digunakan sedikit melebihi jam pelajaran yang ditentukan. 2) Ada beberapa siswa yang tidak serius pada saat berdiskusi didalam kelompok. 3) Dari sudut pandang guru model TSTS membutuhkan banyak

persiapan seperti materi, dana dan tenaga. Hambatan tersebut sesuai dengan kekurangan model TSTS menurut (Shoimin, 2014) yaitu, membutuhkan waktu yang lama, siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok, bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi, dana, dan tenaga), guru cenderung sulit melakukan pengelolaan kelas, membutuhkan waktu lebih lama, membutuhkan sosialisasi yang lebih baik, jumlah genap bisa menyulitkan pembentukan kelompok, siswa mudah melepaskan diri dari keterlibatan dan tidak memerhatikan guru, kurang kesempatan untuk memerhatikan guru. Hambatan-hambatan tersebut dapat di tanggulangi dengan cara, 1) mempercepat proses pada kegiatan pendahuluan misalnya berdoa, mengecek kesiapan siswa, penyampaian tujuan apersepsi dan pembagian kelompok. 2) berkeliling mengontrol dan mengamati setiap kelompok pada saat diskusi berlangsung. 3) mempersiapkan materi, media alat pendukung, LKS dari jauh-jauh hari supaya tidak ada yang kurang pada saat pembelajaran berlangsung. Kendala tersebut tidak selalu dialami setiap pertemuan berlangsung, tetapi kendala tersebut mengalami perubahan pada pertemuan-pertemuan berikutnya dan semakin menjadi lebih baik.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan analisis data dan pengujian hipotesis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran Two

Stay Two Stray berbantuan media visual

dan kelompok siswa yang dibelajarkan tidak menggunakan model pembelajaran Two

Stay Two Stray pada siswa kelas V SD di

Gugus V Kecamatan Bangli Tahun Pelajaran 2016/2017. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji-t kedua kelas penelitian pada taraf signifikansi (α)= 0,05 dan derajat kebebasan (dk)= 40, yang menunjukkan thitung>ttabel, dengan nilai thitung= 4,51 dan ttabel= 2,02. Adanya perbedaan yang signifikan menunjukkan bahwa model

pembelajaran Two stay Two Stray

berpengaruh positif terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD di Gugus V Kecamatan Bangli tahun pelajaran 2016/2017.

Saran yang dapat dikemukakan yaitu, bagi guru, disarankan supaya mencoba melakukan inovasi dalam pembelajaran khususnya pada mata pelajaran IPA seperti menggunakan model-model pembelajaran inovatif dan menggunakan media pembelajaran, salah satunya model pembelajaran Two Stay Two Stray

berbantuan media visual sehingga dapat berpengaruh positif terhadap hasil belajar IPA siswa. Bagi kepala sekolah, disarankan supaya selalu mendukung penerapan model-model pembelajaran inovatif dalam pembelajaran di sekolah salah satunya model pembelajaran Two Stay Two Stray

(11)

11 berbantuan media visual sehingga nantinya dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Bagi peneliti lain, hendaknya meneliti permasalahan ini secara lebih mendalam

dengan sampel yang lebih luas, dan variabel yang lebih bervariasi, sehingga diperoleh hasil penelitian yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Agung, A. A. Gede. 2012. Metode

Penelitian Pendidikan. Singaraja:

Undiksha Press.

Agustyaningrum, N dan Helen T. S. 2016. “Pengaruh Penggunaan Media Pembelajaran Mind Mapping

Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas VII SMP Tunas Baru JIN-SEUNG Batam”.

PYTHAGORAS. Vol. 5, No. 1 (hlm.

32-37).

Arikunto, S. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi

Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arsyad, A, 2016. Media Pengajaran. Jakarta: Rajawali Pers.

Bundu, R, 2006. Penulisan Keterampilan

dan Sikap Ilmiah dalam

Pembelajaran Sains Sekolah Dasar.

Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Koyan, I Wayan. 2011. Assessment dalam

Pendidikan. Singaraja: Universitas

Pendidikan ganesha Press.

Mahyuni, Ni Komang Astri dkk. 2014. “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS) Terhadap Prestasi Belajar IPA siswa Kelas V SD Negeri 8 Padangsambian, Kecamatan Denpasar Barat Tahun Ajaran 2013/2014”. e-Jurnal Mimbar PGSD

Universitas Pendidikan Ganesha.

Vol. 2, No. 1.

Samatowa, U. 2010. Pembelajaran IPA di

Sekolah Dasar. Jakarta: Permata

Putri Media.

Shoimin, A. 2014. 68 Model Pembelajaran

Inovatif dalam Kurikulum 2013.

Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan

Pembelajaran di Sekolah Dasar.

Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.

Wijana, I K. A. 2014. “Pengaruh Model

Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray (TSTS) Terhadap Hasil Belajar IPA Pada Siswa Kelas V SD di Desa Kaliasem Kecamatan

Banjar Semester Genap Tahun

Pelajaran 2013/2014”. e-Jurnal

Mimbar PGSD Universitas

Referensi

Dokumen terkait

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK TWO STAY TWO STRAY DENGAN MEDIA PUZZLE DALAM PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA PADA SISWA KELAS V.. SD NEGERI 1 ARGOSARI TAHUN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray disertai media audio-visual

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray disertai media audio-visual

Dalam penelitian ini, maka rumusan masalah yang dibahas adalah : “ Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) dapat memperbaiki

Pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray adalah model pembelajaran kooperatif yang dapat mendorong anggota kelompok untuk memperoleh konsep secara mendalam

Penelitian yang telah dilakukan Murniati (2014) bahwa model pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray berpengaruh terhadap hasil belajar Matematika dan Anam

Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan dalam penelitian tentang penerapan model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray dalam pembelajaran PKn untuk

Model pembelajaran kooperatif tipe two stray two stay adalah metode pembelajaran yang sangat khas dan fleksibel, dikatakan khas karena model pembelajaran ini